BAHAN AJAR ILMU HAMA HUTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN AJAR ILMU HAMA HUTAN"

Transkripsi

1 BAHAN AJAR ILMU HAMA HUTAN OLEH SUBYANTO FAKULTAS KEHUTANAN LTNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2000

2 KATA PENTANTAR Penulisan Buku Ajar mi dimaksudkan untuk dapat membantu mahasiswa S-I Fakultas Kehutanan khususnya dalarn mempelajari Ilmu Hama Hutan, yang merupakan Mata Kuliah wajib untuk Jurusan Budidaya Hutan. Bahan-bahan ynag digunakan dalam penulisan buku mi bersumber pada Pustaka wajib maupun Pustaka penunjang serta sumber-sumber lain, yaitu Laporan Penelitian, basil pengarnatan lapangan yang dilakukan oleh penulis maurun informasi dan pihak lain, termasuk dan media cetak maupun media elektronika. Dalam Buku Ajar ini akan dibahas 6 (enam) bab (Pokok Bahasan), yaitu 1. Pendahuluan, 2. Struktur Tubuh Serangga dan Fungsi, 3. Taksonomi Serangga, 4. Ekologi Serangga Hama, 5. Pengendalian Serangga Harna Hutan, dan 6. Harnahama Penting pada Hutan Tanaman Industni di Indonesia. Tujuan lnstruksional Umum (TIU) Mata Kuliah mi adalah : setelah mengikuti Mata Kuliah ini mahasiswa akan dapat memahami dan menjelaskan tentang Ilmu Hama Hutan, Serangga Harna Hutan dan Bioekologinya, dan dapat melakukan Pengendalian Harna Hutan, khususnya Serangga Hama Penting pada Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia. Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Buku Ajar ini untuk itu atas segala bantuannya diucapkan terima kasih. Walaupun penulisan Buku Ajar mi telah diusahakan sebaik-baiknya, namun demikian disadari bahwa isi maupun tulisan dalam buku mi masih dijumpai banyak kekurangan bahkan kekeliruan. Untuk itu segala kritik maupun saran dan berbagai pihak rnasih sangat diharapkan demi penyernpurnaan penulisan buku ini. Akhir kata, sernoga buku ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi mahasiswa khususnya maupun pihak lain yang berkecimung di bidang kehutanan. Yogyakarta, April 2000 Penulis

3 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas 4 (empat) sub bab, yaitu (1) Pengertian dan Batasan, (2) Arti Pentingnya Ilmu Harna Hutan, (3) Hubungan antara Serangga dan Tanaman dan (4) Cara Merusak dan Gejala Kerusakan. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) bab mi adalah : setelah mengikuti kuliah mi rnahasiswa akan dapat mernahami dan menjelaskan pengertian dan batasan maupun arti penting Ilmu Hama Hutan - hubungan antara serangga hama dan tanaman, dan cara merusak dan gejala kerusakan. A. Pengertian dan Batasan Menurut Graham (1963), yang dimaksud dengan Ilmu Hama Hutan adalah ilmu yang mempelajari hal ikhwal tentang binatang-binatang yang menimbulkan gangguan!kerusakan terhadap pohon atau tegakan hutan maupun hasil hutan. Yang dirnaksud dengan istilah binatang di sini adalah semua rnahkluk hidup dan golongan binatang herbivora (pemakan tumbuhan), mulai dan binatang yang memiliki ukuran tubuh sangat kecil (rnisalnya Tungau) sampai dengan binatang yang memiliki ukuran tubuh sangat besar (misalnya Gajah) yang berada di dalam hutan yang aktivitas hidupnya dapat menimbulkan kerusakan / kerugian terhadap hutan. Borror dan DeLong (1970) mengemukakan bahwa dunia binatang dikelompokkan menjadi 14 fila, sernentara itu pengarang lain mengelompokkan dunia binatang menjadi 22 fila. Di antara fila tersebut yang berperan sebagai hama dan menimbulkan gangguanlkerusakan terhadap hutan terutama termasuk ke dalam filum Nemathelminthes/Aschelminthes, filum Mollusca, filum Arthropoda dan filum Chordata. Ketiga fila pertama karena tidak mempunyai tulang belakang dikelompokkan ke dalam Invertebrata, sedangkan filum Chordata yang bertulang belakang dikelompokkan ke dalam Vertebrata. Dalam kenyataannya dapat dikatakan bahwa sebagian besar atau kira-kira 75 % dan jenis binatang yang ada termasuk golongan serangga, filum Arthropoda. Oleh karena itu untuk selanjutnya berkembanglah ilmu khusus yang mempelajari masalah serangga, yang disebut Entomologi (Knight dan Heikkenen, 1980). Entomologi berasal dan bahasa Yunani, terdiri atas dua kata, yaitu entornos adalah irisan/ruas-ruas (hinatang beruas-ruas) dan logos adalah ilmu. Sehingga entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bmnatang yang tubuhnya beruas-ruas, dalarn hal ini serangga.

4 Senada dengan uraian tersebut, Coulson dan Wilier (1984) mengemukakan bahwa berbicara tentang Ilmu Hama Hutan, maka perhatian kita akan tertujukan pada serangga-serangga dalam hubungannya dengan hutan dan hasil hutan, yang aktivitas hidupnya dapat menimbulkan kerusakan/ kerugian terhadap hutan dan hasil hutan. Telah dikemukakan bahwa di planet bumi ini serangga merupakan organisme yang paling dominan, meliputi lebih kurang 75 % dan jenis binatang yang ada, dan eksistensinya dijumpai di mana-mana, baik di dalam tanah, air dan di permukaan bumi/udara bebas. Kemampuan adaptasi serangga-serangga tersebut terhadap lingkungannya sangat tinggi, hal tersebut disebabkan oleh karena keberadaannya di planet bumi ini lebih dan 300 juta tahun dan telah mengalami evolusi dan beradaptasi pada hampir setiap habitat yang dijumpainya. Sehubungan dengan kenyataan tersebut hampir-hampir orang tidak dapat menyesuaikan segala sesuatu tentang serangga tersebut secara pasti. Lebih lanjut dikemukakan bahwa Ilmu Harna Hutan merupakan suatu subyek yang melukiskan tentang pengetahuan dan berbagai keahlian!akademisi yang berbeda-beda, termasuk Entomologi Umum, Kehutanan dan Ekologi. Ilmu Hama Hutan melibatkan pertimbangan aktivitas serangga yang mernainkan peranan dalarn suatu ekosistem hutan, termasuk di dalamnya pengelolaan hutan dengan tujuan yang khusus, misalnya kebun benih, persemaian maupun hutan-hutan di daerah urban. Aktivitas hidup serangga-serangga tersebut dapat menimbulkan dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif terhadap kondisi hutan dan hal tersebut tergantung kepada sistern nilai yang digunakan yang berkaitan dengan aktivitasnya yang merusak/merugikan. Perlu disadari bahwa sebagian dan jenis-jenis serangga tersebut juga memainkan suatu fungsi yang bermanfaat bagi kemanusiaan, dan hal tersebut telah diidentifikasikan rnelalui studi-studi yang mendasar tentang ekobiologi dan perilakunya. Dalam kasus yang lain, serangga dapat mengganggu perencanaan hutan yang diaplikasikan dan dianggap sebagai hama. Sebagai contoh, di Amerika Serikat dalam tiga dekade pertengahan abad XX (tahun an), pengetahuan tentang Ekologi Serangga Hutan berkembang sangat hebat. Di bagian lain oleh Coulson dan Witter (1984) dikernukakan bahwa dapat diadakan pembagian yang lebih rinci terhadap Ilmu Hama Hutan yang berkaitan dengan subyek-subyek yang dipelajarinya. Selanjutnya dipisahkan antara Ilmu Hama Hasil Hutan (Forest Product Entomology) dan Ilmu Harna Hutan (Forest

5 Entomology). Jauh sebelumnya Anderson (1960) juga telah menyajikan pembahasan yang lebih khusus tentang Ilmu Hama Hutan dan Pohon-pohon Pelindung (Forest and Shade Tree Entomology). Yang dimaksud dengan pohon pelindung adalah pohon-pohon yang secara berkelompok atau secara individu tumbuh pada sebidang lahan tertentu, misalnya pada hutan-hutanl taman-taman kota, pohon-pohon di tepi jalan maupun pohon-pohon hias (ornamental trees) yang tumbuh di halaman rumah ataupun gedung-gedung perkantoran dan lainnya. Kaitan antara Ilmu Hama Hutan dengan Ahli Ilmu Hama (Entomologist) adalah dalam hal yang sering tarripak dan dialamina, yaitu bahwa hama-hama tersebut dapat menimbulkan kerusakan terhadap pohon dan semak maupun interaksi antara serangga dengan tanaman, binatang-binatang yang lain maupun lingkungan fisiknya. Sehubungan dengan hal tersebut maka pelajaran yang diaplikasikan dalam Ekologi Serangga Hutan harus dikerjakan secara bersamasama dengan Silvikultur, Manajemen, Kebijakan, Tujuan Ekonomi Pengusahaan Hutan dan Sumber Daya Hutan. OIeh karena itu seorang Ahli Ekologi harus mempunyai dasar yang kuat tentang Ilmu Kehutanan dan Entomologi. Atau dalam kata lain bahwa dalam mempelajari Ilmu Hama Hutan diperlukan ilmu-ilmu pendukung, baik ilmu dasar maupun ilmu terapan, antara.. lain Biologi (beserta cabang-cabang ilmunya, yaitu Botani, Zoologi, Anatomi, Fisiologi, Genetika dan Ekologi), Timu Kimia, Ilmu Fisika, Matematika, Silvikultur dan Ilmu Ekonomi. B. Arti Pentingnya Ilmu Hama Hutan Arti penting secara ekonomis serangga hutan di Indonesia sampai sekarang belum/tidak banyak terungkap. Kemungkinan besar hal tersebut merupakan bukti ulang sejarah Entomologi (Ilmu Hama). Sebagai contoh di Amerika Serikat yang waktu itu Entomologi belum berkembang sebagai akibat masih begitu luasnya hutan alam yang dimilikinya. Di Indonesia luas hutan dan kawasannya pada saat ini kira-kira 140 juta ha. Dan luas tersebut sebagian terbesar merupakan hutan alam yang karena memiliki diversitas biotis yang tinggi sehingga menciptakan keseimbangan biologis yang mantap, maka ekosistem hutan alam tidak menimbulkan permasalahan entomologis. Tentu saja dengan kondisi demikian tidak akan memacu kelembagaan yang mampu diserahi tugas dan bertanggung jawab mengemban misi arti dan pentingnya Ilmu Hama Hutan pada ruang lingkup yang lebih luas, yaitu Perlindungan Hutan yang cakupannya meliputi permasalahan-permasalahan tentang hama hutan, penyakit hutan, kebakaran hutan, penggembalaan ternak

6 dalam hutan, gulma hutan maupun kegiatan/ aktivitas manusia yang lain yang merusak di dalam hutan. Akibat lebih lanjut belum berkembangnya penanganan hama hutan tidak terpacu pula tenaga yang profesional dalam bidang Ilmu Hama Hutan beserta segala sarana dan prasarana kerja yang dibutuhkan. Dalam hal yang lain karena diketahuinya status populasi hama yang merugikan sering seakan-akan muncul dengan tiba-tiba dan munculnya wabah ini sering hanya terpantau oleh perorangan (rimbawan), maka akibatnya adalah penanganan dan pengendalian hama tersebut sudah menjadi terlambat, populasinya telah menjadi melimpah sehingga konsekuensinya biaya pengendalian hama menjadi mahal dan usaha pengendalian hampir selalu tidak mungkin dapat dilaksanakan. Ekosistem hutan tanaman hasil rekayasa/budidaya manusia merupakan ekosistem binaan yang rentan dari segi entomologis dan fitopathologis, sebagai akibat miskinnya keaneka ragaman jenis, umur dan keanekaragaman kondisi yang lain. Sebaliknya, adanya kelimpahan jenis terpilih yang dibudidayakan (secara monokultur dan luas, seringkali menggunakan jenis exote dan cepat tumbuh) menyebabkan berlimpahnya, secara terus-menerus, prsediaan makanan (nutrisi) bagi serangga hama yang berinangkan jenis terpilih tersebut. Tanaman budidaya dengan ekosistem binaan seperti yang sudah berkembang lama di pertanian dan perkebunan telah diantisipasi dengan konsekuensi penyiapan tenaga yang profesional maupun sarana dan prasarana yang diperlukan dalam suatu lembaga yang telah mapan untuk menghadapi masalah hama dan penyakit. Dengan dicanangkannya program Hutan Industri (HTI) oleh Pemerintah Indonesia seluas 6,2 juta ha yang dimulai sejak 1986, dengan luas penanaman per tahun mencapai kira-kira ribu ha, tentu saja adanya sifat-sifat yang melekat pada HTI tersebut akan mengundang munculnya permasalahan, khususnya dalam mengelola hutan tersebut dari aspek perlindungan, yang mencakup perlindungan hutan terhadap hama, penyakit, kebakaran, penggembalaan ternak dalam hutan, gulma dan aktivitas manusia yang merugikan hutan. Seperti diketahui bahwa sebagian besar serangga adalah pemakan tanaman/jaringan tanaman (fitofagu). Serangga yang bertindak sebagai hama perlu ruang hidup untuk memperoleh makanan, tempat berbiak dan tempat berlindung. Karena serangga mempunyai bermacam macam potensial biotik ( biotic potential) dengan daya reproduksi dan daya tahan (survival) yang tinggi, maka populasinya dapat meningkat dengan cepat dan menjadi sangat banyak, dan merugikan. Dalam

7 kondisi seperti ini manusia akan berkompetisi dengan serangga dalam memperoleh komoditi tanaman budidaya dan dalam hal inilah serangga tertentu dianggap sebagai pengganggu tanaman atau sebagai hama. Masalah yang menyangkut arti pentingnya hama sebagai penyebab kerusakan hutan bukan diukur berdasarkan pada besar kecilnya ukuran fisik/ tubuh serangga hama, tetapi diukur berdasarkan tingkat kepadatan populasi serangga hama tersebut. Semakin tinggi tingkat kepadatan populasi serangga hama akan semakin besar pula kerusakan/kerugian yang ditimbulkan pada tanaman/tegakan hutan. Kerugian yang disebabkan oleh hama dapat diukur secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Disebut kerugian kuantitatif apabila terjadi penurunan masa produk kayu/hasil hutan lain yang dipungut, sementara kerugian kualitatif merupakan kerugian yang tidak dapat dinilai secara langsung, misalnya akibat serangan kumbang penggerek kayu menjadi berlubang-lubang sehingga harganya menjadi rendah/murah. Adanya serangan hama pemakan daun menyebabkan menurunnya nap, nilai estetika hutan atau fungsi hutan yang lain, dan dalam pemuliaan pohon hutan. Peranan merusak hama pada tegakan dan hasil hutan dapat dilihat pada contoh klasik berikut ini.

8 Pada tabel tersebut tampak bahwa peranan merusak serangga, baik pada tegakan hutan maupun kayu gergajian, masing-masing mencapai angka 25 % dan 26 %. Peranan penting Ilmu Hama Hutan dikemukakan oleh Graham dan Knight (1965) yang menyatakan bahwa 90 % pekerjaan pengelolaan hutan sebetulnya merupakan kegiatan perlindungan. Tanpa usaha perlindungan, khususnya terhadap hama, maupun penyakit, kebakaran, penggembalaan ternak dalam hutan, gulma atau pencurian, maka sulit dibayangkan bagaimana akan mencapai keberhasilan pengelolaan hutan yang baik. Berbicara tentang serangga khususnya, dapat dikatakan bahwa tidak semua jenis berperanan dalam menimbulkan gangguan terhadap hutan. Sebaliknya, juga banyak dijumpai serangga-serangga yang justru bermanfaat bagi kehidupan manusia di atas planet bumi ini. Jenis-jenis serangga yang disebutkan pada uraian terakhir di atas dikelompokkan menjadi serangga berguna (useful insects) dan serangga bermanfaat (beneficial insects) (Coulson dan Witter, 1984), meliputi: (1) Serangga yang menghasilkan produk yang bermanfaat/berguna bagi manusia, misalnya ulat sutera, kutu lak, lebah madu dan jenis-jenis kutu yang menghasilkan zat pewarna alami. (2) Serangga penyerbuk, misalnya lebah madu (Apis spp.) kumbang penyerbuk bunga kelapa sawit dan lainnya. (3) Serangga sebagai bahan makanan, baik untuk manusia maupun hewan, misalnya laron, pupa ulat jati, belalang, gangsir dan lainnya. (4) Serangga yang membantu mengendalikan hama/perusak tanaman, yaitu predator dan parasit, misalnya capung, belalang sembah dan Curinus coerulius dan lainnya. (5) Serangga saprofagus (pemakan sampah/sisa bahan organik), misalnya rayap tanah, ekor pegas, dung beetle (pemakan kotoran ternak di padang rumput Australia).

9 (6) Serangga pemakan gulma dan sebagai vektor penyakit. (7) Serangga sebagai makanan ikan di perairan air tawar (sungai, dll) dan serangga sebagai makanan ternak (unggas : ayam, burung dll). (8) Serangga sebagai indikator terjadinya polusi lingkungan. (9) Nilai estetis dan pendidikan/penelitian dan serangga serta manfaat yang lain. C. Hubungan Antara Serangga Hama dengan Tanaman Hubungan antara serangga hama dengan tanaman adalah sangat erat, dan hampir-hampir bentuk hubungan tersebut tidak dapat dipisahkan. Seperti diketahui bahwa bagi serangga-serangga fitofagus, perkembangan dan kehidupan serangga tersebut sangat dipengaruhi oleh tanaman sebagai sumber makanannya atau tempat untuk berlindung dan berbiak. Kecenderungan serangga hama dalam memilih suatu tanaman untuk memperoleh makanan (inang) tergantung pada sifatsifat yang dimiliki oleh tanaman itu sendiri yang disukai oleh serangga hama, melalui indera yang dimiliki oleh serangga tersebut, misalnya indera pembau, penglihatan dan pendengaran (yang berupa antena), mata faset, cerci, ovipositor, tarsus dan palpus. Karena adanya variasi sifat-sifat tanaman serta perilaku serangga dalam memilih inangnya, maka tidak setiap tanaman dapat dijadikan inang, tetapi sebaliknya tiap-tiap serangga hama mempunyai kisaran inang (hostrange) tertentu. Berdasarkan inangnya serangga hama dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: (1) Serangga monofagus yaitu golongan serangga hama yang hanya mempunyai satu jenis tanaman untuk makanannya. Contoh ulat sutera (Bombyx mori) (Lepidoptera: Bombicydae) yang hanya memakan daun murbei (Morus sp.), kutu loncat lamtoro Heteropsylla cubana (Homoptera : Psyllidae) yang menyerang tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala). (2) Serangga oligofagus yaitu golongan serangga hama yang mernpunyai beberapa jenis tanaman untuk makanannya yang termasuk di dalam satu famili. Contoh ulat daun jati yaitu Hyhlaea puera (Lepidoptera : Noctuidae) dan Pyrausta machaeraiis (Lepidoptera: Pyralidae) dengan inang pengganti Tembelekan (Lantana camara) Fam. Verbenaceae, maupun jenis-jenis mangrove Rhizophora sp. dan Avicenia sp.

10 (3) Serangga polifagus yaitu golongan serangga hama yang mempunyai banyak jenis tanaman untuk makanannya. Contoh Belalang kayu (Valanga nigricornis). Di satu sisi dijumpai adanya hubungan yang erat antara tanaman dengan serangga hama, sedangkan di sisi lain dijumpai pula adanya jenis-jenis tanaman yang memiliki sifat-sifat yang dapat menolak/ tidak disukai bahkan tahan (resisten) terhadap serangga hama, seperti adanya rambut-rambut yang panjang dan rapat pada daun dan batang, karena daun bersifat liat dan kuat sehingga tidak mudah ditembus oleh alat mulut serangga, juga karena adanya zat kimia beracun ataupun zat resin di dalam tanaman yang tidak disukai serangga hama. D. Cara Merusak dan Gejala Kerusakan Dalam membicarakan kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tidak dapat lepas dari pembicaraan morfologi alat mulut serangga. Pada serangga khususnya dikenal 2 tipe dasar alat mulut, yaitu tipe pengunyah (mandibulala) dan pengisap (haustelate). Pada tipe pengunyah terdapat satu pasang mandibula yang dapat digerakkan ke samping dan dapat digunakan untuk menggigit dan mengunyah makanannya. Pada tipe pengisap alat mulut merupakan bagian yang memanjang, disebut proboscis, yang digunakan untuk mengisap makanan berbentuk cair. Pada tipe ini mandibula mengalami modifikasi menjadi bentuk memanjang, membentuk stilet dan bahkan kadang-kadang mandibula tidak berkembang. Kedua tipe dasar alat mulut serangga tersebut dapat mengalarni modifikasi dan bervariasi dalam berbagai macam tipe alat mulut, seperti tipe penggigit - pengunyah, pengunyah/penggigit - pengisap, penjilat - pengisap, pencucuk - pengisap dan pengisap. Gejala kerusakan yang ditimbulkan serangan hama dapat digunakan sebagai alat identifikasi serangga hama penyebab kerusakan dan rnenafsirkan ukuran populasi serangga hama yang rnenyerang dan selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menetapkan cara pengendaliannya. Menurut cara merusaknya, hama tanaman dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok, yaitu hama penyebab gejala puru (bengkak pada bagian tanaman yang diserang), hama pemakan, hama penggerek dan hama pengisap. Sementara gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh hama dapat terjadi pada berbagai bagian tanaman, yaitu pada akar, batang dan kulit, cabang dan ranting, pucuk atau titik tumbuh, daun, buah dan biji.

11 Bentuk kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh suatu hama pada pohon atau tegakan hutan dapat digolongkan sebagai berikut. 1. Kerusakan langsung, meliputi: (1) Mematikan pohon, (2) Merusak sebagian dan pohon, (3) Menurunkan kualitas hasil-hasil hutan, (4) Menurunkan pertumbuhan pohon! tegakan dan (5) Merusak biji dan buah. 2. Kerusakan tidak Iangsung, meliputi: (1) Merubah suksesi atau komposisi tegakan, (2) Menurunkan umur tegakan, (3) Menimbulkan kebakaran hutan, (4) Mengurangi nilai keindahan (estetika) dan (5) Membawa penyakit. Semua bagian pohon, yaitu akar, batang, daun, bunga, buah dan bijinya dapat diserang hama. Semua tingkat umur pohon/ tegakan, yaitu biji dan buah, kecambah, bibit tanaman di persemaian sampai pohon-pohon tua atau masak tebang dan bahkan produk-produknya yang telah digunakan sebagai bahan konstruksi maupun perabot rumah tangga atau bahkan yang berada di dalam gudang selalu mungkin dapat dirusak oleh hama. Hama yang merusak daun, hama yang merusak batang dan hama yang merusak bagian pohon lainnya biasanya tidak sama. Pada buku ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah serangga hama yang menimbulkan kerusakan terhadap hutan/ tegakan hutan. Rangkuman Ilmu Hama Hutan adalah ilmu yang mempelajari hal ikhwal tentang binatang, khususnya serangga, yang aktivitasnya menimbulkan kerusakan/ kerugian terhadap hutan/tegakan hutan. Dalam pembuatan tanaman hutan yang menerapkan sistem silvikultur intensif maka pengenalan maupun pemahaman tentang serangga hama hutan harus ditangani secara proporsional. Untuk itu perlu pemahaman tentang hal-hal yang berkaitan dengan arti pentingnya hama hutan, hubungan antara serangga hama dengan tanaman dan cara merusak serta gejala kerusakan oleh serangga hama. Latihan

12 1. Tulislah definisi Ilmu Hama Hutan menurut Coulson dan Witter (1984). Jelaskan perbedaan antara Ilmu Hama Hutan menurut Graham (1963) maupun menurut Coulson dan Witter (1984). 2. Berikan paling tidak 2 (dua) alasan mengapa Ilmu Hama Hutan sering diidentikkan dengan Ilmu Serangga Hutan (Forest entomology)? 3. Hubungan antara serangga herbivora dengan tanaman tertentu adalah sangat erat dan bahkan hampir tidak dapat dipisahkan. Sebutkan 3 (tiga) bentuk hubungan keeratan tersebut, sebutkan pula 3 (tiga) pengelompokan serangga hama berdasarkan makanannya dan berikan masing-masing penjelasannya secara singkat disertai contohnya. 4. Tidak semua serangga yang berada di dalam hutan bertindak sebagai hama hutan, tetapi sebaliknya banyak di antaranya bermanfaat atau berguna bagi hutan maupun bentuk kehidupan yang lain. Sebutkan paling tidak 5 (lima) contoh serangga yang bermanfaat/ berguna tersebut dan berikan masingmasing penjelasannya secara singkat. 5. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga hama terhadap tegakan hutan dapat berbentuk kerusakan langsung maupun kerusakan tidak Iangsung. Jelaskan dan berikan masing-masing contohnya. 6. Pembangunan hutan tanaman industri (HTI) dalam skala luas di luar Pulau Jawa dimungkinkan akan berhadapan dengan masalah gangguan hutan, khususnya dari ganggann hama. Jelaskan mengapa HTI relatif lebih rentan terhadap gangguan hama, dan berikan. paling tidak 3 (tiga) alasannya. Daftar Pustaka Anderson, R. F., Forest and Shade Tree Entomology. John Wiley and Sons, Inc. New York-London-Sydney. 428 p. Borror, D. J. and D. M. DeLong An Introduction to The Study of insect. Third Edition. Reinhart and Winston. New York Chicago San Francisco Atlanta Dallas Montreal - Toronto London - Sydney. Coulson, N. C. and J. A. Witter, Forest Entomology. Ecology and Management. A Wiley - Interscience Publication. John Wiley and Sons. New York Chichester Brisbane Toronto - Singapore. 665 p. Graham, K., Concepts of Forest Entomology. Reinhold Publishing Corp. New York. Chapman and Hall, Ltd. London. 388 p.

13 Graham, S. A. and F. B. Knight, Principles of Forest Entomology. Fourth Edition. McGraw-Hill Book Company. New York - St.Louis San Francisco Toronto London - Sydney. 417 p. Knight, F.B. dan H.J. Heikkenen, Principles of Forest Entomology. Fifth ed. McGraw-Hill Book Co. New York. 461 p.

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ILMU HAMA HUTAN (KTB 316)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ILMU HAMA HUTAN (KTB 316) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ILMU HAMA HUTAN (KTB 316) Oleh: Ir. Subyanto, MS. FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2004 I. Nama mata kuliah : Ilmu Hama Hutan (Entomologi

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA KULIAH : Ilmu Hama Hutan NOMOR KODE/SKS : SVK 332/ 3(2-3) DESKRIPSI PERKULIAHAN : Hama merupakan bagian dari silvikultur yang mempelajari mengenai binatang

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA PRAKTIKUM : Praktikum Ilmu Hama Hutan NOMOR KODE/SKS : SVK 332/ 3(2-3) DESKRIPSI PERPRAKTIKUMAN TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM : Hama hutan merupakan bagian dari

Lebih terperinci

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI Kata Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu Arthros berarti sendi (ruas) dan Podos berarti kaki. Jadi arthropoda adalah

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA Serangga merupakan kelompok hama paling banyak yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi

Lebih terperinci

Memahami Konsep Perkembangan OPT

Memahami Konsep Perkembangan OPT DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN Oleh: Tim Dosen HPT Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan - Fakultas Pertanian - Universitas Brawijaya - 2013 Memahami Konsep OPT Memahami Konsep Perkembangan OPT 1 Batasan/definisi

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan populasi yang berlimpah, terdiri dari 16 sub famili, 296 genus dan 15.000 spesies yang telah teridentifikasi

Lebih terperinci

MODUL-02 GEJALA KERUSAKAN DAN TIPE ALAT MULUT SERANGGA II. GEJALA KERUSAKAN DAN TIPE ALAT MULUT SERANGGA

MODUL-02 GEJALA KERUSAKAN DAN TIPE ALAT MULUT SERANGGA II. GEJALA KERUSAKAN DAN TIPE ALAT MULUT SERANGGA II. GEJALA KERUSAKAN DAN TIPE ALAT MULUT SERANGGA GEJALA KERUSAKAN DAN TIPE ALAT MULUT SERANGGA Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP MODUL-02 Department of Dryland Agriculture Management,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sayuran daun merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, selain itu sayuran daun banyak mengandung serat. Serat

Lebih terperinci

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang

Lebih terperinci

(Pertemuan 5) TANAMAN DAN FAKTOR LINGKUNGAN LINGKUNGAN BIOTIK

(Pertemuan 5) TANAMAN DAN FAKTOR LINGKUNGAN LINGKUNGAN BIOTIK (Pertemuan 5) TANAMAN DAN FAKTOR LINGKUNGAN LINGKUNGAN BIOTIK EKOLOGI PERTANIAN (AGROEKOLOGI) Bagaimana mengaplikasikan konsep dan prinsip-prinsip ekologi untuk mendesain dan memanage sistem produksi pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN 1. Pengaruh factor fisik terhadap OPT 2. Pengaruh factor biotic terhadap OPT 3. Pengaruh factor edafik terhadap OPT LINGKUNGAN MANUSIA 1. Masukan energi berupa a. Pupuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

Pengendalian serangga hama. Silvikultur Fisik mekanik Hayati : (predator, parasitoid, patogen) Genetik Kimiawi Perundangan PHT

Pengendalian serangga hama. Silvikultur Fisik mekanik Hayati : (predator, parasitoid, patogen) Genetik Kimiawi Perundangan PHT Pengendalian serangga hama Silvikultur Fisik mekanik Hayati : (predator, parasitoid, patogen) Genetik Kimiawi Perundangan PHT 1. Pengendalian secara silvikultur -Mengatur komposisi tegakan (hutan campuran)

Lebih terperinci

I. TOLAK PIKIR PERLINDUNGAN TANAMAN

I. TOLAK PIKIR PERLINDUNGAN TANAMAN I. TOLAK PIKIR PERLINDUNGAN TANAMAN 1.1 Arti Penting Pengganggu Tanaman Kehidupan manusia boleh dikatakan sangat tergantung kepada tumbuhan. Ketergantungan tersebut disebabkan karena banyaknya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

BUKU AJAR DASAR-DASAR EKOLOGI

BUKU AJAR DASAR-DASAR EKOLOGI BUKU AJAR DASAR-DASAR EKOLOGI Oleh Sri Muhartini FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2003 Prakata Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan, kaki seribu dan hewan mirip lainnya. Arthropoda adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan orang sudah mengenal tanaman jarak karena tanaman ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan orang sudah mengenal tanaman jarak karena tanaman ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) Kebanyakan orang sudah mengenal tanaman jarak karena tanaman ini mudah tumbuh dan berkembang di mana-mana, akan tetapi pemahaman jenis tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunitas burung merupakan salah satu komponen biotik ekosistem yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Peran tersebut dapat tercermin dari posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong dalam kelompok rumput-rumputan (famili Poaceae). Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena periode tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. Kerusakan saat penyimpanan

Lebih terperinci

Faktor biotik dalam lingkungan. Tim dosen biologi

Faktor biotik dalam lingkungan. Tim dosen biologi Faktor biotik dalam lingkungan Tim dosen biologi FAKTOR BIOTIK Di alam jarang sekali ditemukan organisme yang hidup sendirian, tetapi selalu berada dalam asosiasi dengan organisme lain. Antar jasad dalam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 15 Mei Penyusun.

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 15 Mei Penyusun. KATA PENGANTAR Proses pembelajaran dewasa ini menuntut adanya peningkatan mutu pendidikan yang dapat ditunjang dengan berbagai sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai, termasuk penciptaan atmosfir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut: Berikut merupakan beberapa contoh hama. a. Tikus Tikus merupakan hama yang sering kali membuat pusing para petani. Hal ini diesbabkan tikus sulit dikendalikan karena memiliki daya adaptasi, mobilitas,

Lebih terperinci

Co-evolusi dan Co-adaptasi sistem sosial dan ekosistem. Co-evolusi, berubah secara bersama Co-adaptasi, saling menyesuaikan diri

Co-evolusi dan Co-adaptasi sistem sosial dan ekosistem. Co-evolusi, berubah secara bersama Co-adaptasi, saling menyesuaikan diri Co-evolusi dan Co-adaptasi sistem sosial dan ekosistem Co-evolusi, berubah secara bersama Co-adaptasi, saling menyesuaikan diri Co-evolusi dan co-adaptasi sistem sosial manusia dan ekosistem Energi, materi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan bagian penting dalam sektor pertanian, karena kebutuhan apel di Indonesia memiliki permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed

BAB I PENDAHULUAN. siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Chromolaena odorata (L) (Asteraceae: Asterales), biasa disebut gulma siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed merupakan gulma padang rumput

Lebih terperinci

GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN (GBRP) Mata Kuliah Kode / SKS Penanggung Jawab : Budidaya Organisme Berguna : 357G4103/ 3 SKS : 1. Prof. Dr. Itji Diana Daud, MS 2. Dr. Sri Nur Aminah Ngatimin, SP, M.Si

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Serangga Hama Berdasarkan hasil identifikasi serangga hama dilokasi Agroekosistem berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies Scripophaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman TINJAUAN PUSTAKA Mikroorganisme Endofit Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi mulai

Lebih terperinci

Inventarisasi Serangga Pada Pohon Tembesu (Fragraea fragrans Roxb) INVENTARISASI SERANGGA PADA POHON TEMBESU (Fragraea fragrans Roxb)

Inventarisasi Serangga Pada Pohon Tembesu (Fragraea fragrans Roxb) INVENTARISASI SERANGGA PADA POHON TEMBESU (Fragraea fragrans Roxb) INVENTARISASI SERANGGA PADA POHON TEMBESU (Fragraea fragrans Roxb) Ria Rosdiana Hutagaol Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : riarose.h@gmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia berpotensi menjadi pemasok utama biofuel, terutama biodiesel berbasis kelapa sawit ke pasar dunia. Pada tahun 2006, Indonesia memiliki 4,1 juta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pohon batang lurus dari famili palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai

PENDAHULUAN. pohon batang lurus dari famili palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) A. Identitas Mata Kuliah 1. Nama mata kuliah : ENTOMOLOGI 2. Kode : PAB 522 3. SKS : 3 4. Status MK : Pilihan 5. Semester : Genap 6. Dosen Pengampu

Lebih terperinci

BIOLOGI INSEKTA (ENTOMOLOGI) : H. Mochamad Hadi Udi Tarwotjo Rully Rahadian. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009

BIOLOGI INSEKTA (ENTOMOLOGI) : H. Mochamad Hadi Udi Tarwotjo Rully Rahadian. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009 BIOLOGI INSEKTA (ENTOMOLOGI) Oleh : H. Mochamad Hadi Udi Tarwotjo Rully Rahadian Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009 Hak Cipta 2009 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies TINJAUAN PUSTAKA Keragaman dan Keanekaragaman Serangga Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2 komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat,

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

RESTORASI EKOLOGI. Pertanyaan Besar Dapatkah kita merestorasi Ekosistem yang rusak? Dirangkum oleh Susana Dewi

RESTORASI EKOLOGI. Pertanyaan Besar Dapatkah kita merestorasi Ekosistem yang rusak? Dirangkum oleh Susana Dewi RESTORASI EKOLOGI Pertanyaan Besar Dapatkah kita merestorasi Ekosistem yang rusak? Dirangkum oleh Susana Dewi Suksesi Ekosistem yang terganggu dapat memperbaiki secara alamiah melalui proses suksesi ekologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh I. Latar Belakang Tanaman pala merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis.

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Interaksi Antar Komponen dalam Ekosistem dan Kepadatan Populasi Manusia untuk kegiatan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1 1. Berikut ini yang merupakan tanda bahwa tanaman dirusak oleh cacing, kecuali.. Bintil akar B. Bercak akar Busuk akar Lubang pada

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA YANG BERPOTENSI HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

KEANEKARAGAMAN SERANGGA YANG BERPOTENSI HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA YANG BERPOTENSI HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN Yeni Nuraeni, Illa Anggraeni dan Hani Sitti Nuroniah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl. Gunung batu

Lebih terperinci

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono Petunjuk Praktikum Entomologi Dasar ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono Laboratorium Entomologi Dasar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB IV. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM INTENSITAS CAHAYA

BAB IV. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM INTENSITAS CAHAYA BAB IV. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM INTENSITAS CAHAYA A. Pendahuluan Di mana saja di muka bumi ini inensitas cahaya matahari begitu besar sehingga telah mampu mencegah terjadinya evolusi dan memelihara kehidupan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biodiversitas Biodiversitas mencakup keseluruhan ekosistem. Konsep tersebut mencoba untuk menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area. Biodiversitas meliputi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

Peta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing.

Peta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing. Peta Konsep Hama Tikus Mengidentifikasi hama dan penyakit pada tumbuhan Penyakit Ulat Kutu loncat Lalat Cacing Wereng Burung Virus Bakteri Jamur Pengendalian Hama Gulma Biologis Mekanis Kimia Pola tertentu

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik Prinsip-Prinsip Ekologi Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Kesehatan Pengusahaan Hutan untuk Produktivitas Hutan Bogor, 14 Juni 2012

Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Kesehatan Pengusahaan Hutan untuk Produktivitas Hutan Bogor, 14 Juni 2012 SM Widyastuti Fakultas Kehutanan Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Kesehatan Pengusahaan Hutan untuk Produktivitas Hutan Bogor, 14 Juni 2012 Source: www.cartoonstock.com 1 Dari 130 juta hanya 43 juta

Lebih terperinci

Bagian 2 Buku Ajar Dasar-Dasar Perlindugan Hutan

Bagian 2 Buku Ajar Dasar-Dasar Perlindugan Hutan Bagian 2 Buku Ajar Dasar-Dasar Perlindugan Hutan BAB I PENDAHULUAN Kesadaran tentang pentingnya perlindungan dalam pengelolaan hutan baru muncul ketika pembangunan hutan tanaman dilakukan dalam skala besar.

Lebih terperinci

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya 1 PENDAHULUAN Hutan rakyat merupakan hutan yang dibangun oleh masyarakat pada lahan milik rakyat. Hutan rakyat tetap penting, karena selain secara ekologi dapat mendukung lingkungan (menahan erosi, mengurangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah satu anggota famili rumputrumputan

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah satu anggota famili rumputrumputan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah satu anggota famili rumputrumputan (Poaceae) yang merupakan tanaman asli tropika basah, namun masih dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan baik aspek ekonomi, sosial, pembangunan, maupun lingkungan. Hutan dan ekosistemnya

Lebih terperinci

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu ttd. Organisme Pengganggu 1 Agroekologi (Ekologi Pertanian) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Perusahaan milik negara yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA

TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA Oleh: KELOMPOK 2 BAYU WIDHAYASA (0910480026) DIAN WULANDARI (0910480046) EVANA NUZULIA P (0910480060) FADHILA HERDATIARNI

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP

HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP Hubungan Antarmakhluk Hidup Kita sering melihat kupu-kupu hinggap pada bunga atau kambing berkeliaran di padang rumput. Di sawah, kita juga sering melihat

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER DAN BAHAN AJAR. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Oleh : S.M. Widyastuti

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER DAN BAHAN AJAR. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Oleh : S.M. Widyastuti RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER DAN BAHAN AJAR Dasar-Dasar Perlindungan Hutan Oleh : S.M. Widyastuti FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2003 PRAKATA Rencana Program Kerja Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia.

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. Meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia, tanaman ini mempunyai peranan penting dalam industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum molusca yang memiliki cangkang tunggal, biasa tumbuh dalam bentuk spiral. Gastropoda berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi atau pengertian tentang hutan menurut Dengler (1930) dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon atau tumbuhan berkayu lainya

Lebih terperinci

Permasalahan OPT di Agroekosistem

Permasalahan OPT di Agroekosistem Permasalahan OPT di Agroekosistem Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Konsekuensi Penyederhaan Lingkungan Proses penyederhanaan lingkungan menjadi monokultur pertanian memberi dampak

Lebih terperinci

Yayat Hidayat, Ir. MSi Sopandi Sunarya, Ir. MSi Susana P. Dewi, Ir. MSi Alimudin Yusuf, Ir. MP

Yayat Hidayat, Ir. MSi Sopandi Sunarya, Ir. MSi Susana P. Dewi, Ir. MSi Alimudin Yusuf, Ir. MP TIM PENGAJAR : Yayat Hidayat, Ir. MSi Sopandi Sunarya, Ir. MSi Susana P. Dewi, Ir. MSi Alimudin Yusuf, Ir. MP POKOK BAHASAN 1. KONSEP UMUM PEMULIAAN POHON 2. KERAGAMAN GENETIK DAN KEGUNAANNYA 3. POLYPLOIDI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di TINJAUAN PUSTAKA I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh

Lebih terperinci

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 106 Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 1. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa energi matahari akan diserap oleh tumbuhan sebagai produsen melalui klorofil untuk kemudian diolah menjadi

Lebih terperinci

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. Siregar (2009), menyebutkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patogen Serangga Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau membunuh inangnya karena menyebabkan penyakit pada serangga. Patogen masuk ke dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversitas atau keanekaragaman makhluk hidup termasuk salah satu sumber daya lingkungan dan memberi peranan yang penting dalam kestabilan lingkungan. Semakin tinggi

Lebih terperinci