A. Pendahuluan. Landasan Hukum
|
|
- Verawati Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MEMBANGUN BASISDATA POTENSI, PRODUKSI, PENERIMAAN dan MANFAAT EKONOMI SOSIAL UNTUK MENDORONG TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS TATAKELOLA INDUSTRI EKSTRAKTIF di PROVINSI RIAU A. Pendahuluan Bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumberdaya alam strategis tidak terbarukan (Unrenewable ) yang dikuasai oleh Negara dan merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak serta mempunyai peran penting dalam perekonomian nasional. Untuk itu pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin dengan menggunakan teknologi yang terus dikembangkan dan lebih efisiensi serta ramah lingkungan agar dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Alhir-akhir ini, kecenderungan penggunaan minyak bumi sebagai bahan baku semakin meningkat, sementara produksi semakin menurun seiring dengan semakin menipisnya cadangan minyak. Kecenderungan penurunan produksi dan lifting migas saat ini, akan sangat berpengaruh terhadap penerimaan negara yang berakibat langsung terhadap penerimaan Dana Bagi Hasil dari SDA migas dan ini sangat menentukan dalam perolehan pendapatan asli daerah (anggaran pembangunan). Landasan Hukum Beberapa landasan hukum yang digunakan sebagai kekuatan mengikat bagi pengelolaan industry Migas di Indonesia: 1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33. Ayat 2 mengatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan Bangsa yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Ayat 3 bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat 2. Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi (proses amandemen). Pasal 31, Ayat 6 mengatakan bahwa penerimaan Negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) merupakan penerimaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang pembagiannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Undang-undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pasal 19 Ayat 1 mengatakan bahwa penerimaan pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dari wilayah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Ayat 2 mengatakan bahwa Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 sebesar 15,5 persen dibagi dengan rincian sebagi berikut : a. 3,1% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan; b. 6,2% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan c. 6,2% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang 1
2 bersangkutan. Pasal 20 ayat 1 menyatakan bahwa Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f angka 2 sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. Ayat (2) berpendapat bahwa Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi masing-masing dengan rincian sebagai berikut: (a).0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; (b).0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota penghasil; dan (c).0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Ayat (3) Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan. 4. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan. Pasal 28 mengatakan bahwa perhitungan realisasi DBH Sumber Daya alam dilakukan secara triwulan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara Pemerintah Pusat dan daerah penghasil kecuali untuk DBH perikanan. Pasal 29 menyatakan bahwa penyaluran DBH SDA dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan Negara pada tahun anggaran berjalan. Penyaluran tersebut di atas dilaksanakan secara triwulanan (periode April- Juli- Oktober- Desember) 5. Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (proses amandemen). Pasal 11 Ayat 3.p mengatakan bahwa Kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hakhak masyarakat adat. Pasal 40 butir 5 mengatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. 6. Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2004, tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Pasal 76 mengatakan bahwa Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat oleh kontraktor dilakukan dengan berkoordinasi dengan Pemerintah daerah. Kegiatan Pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di utamakan untuk masyarakat di sekitar daerah dimana Eksploitasi dilaksanakan. Pasal 77 mengatakan bahwa pelaksanaan keikutsertaan kontraktor dalam pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) diberikan dalam bentuk natura berupa sarana dan prasarana fisik, atau pemberdayaan usaha dan tenaga kerja setempat. 2
3 Mekanisme Penerimaan SDA Minyak Bumi Mekanisme Penetapan Bagian Daerah Penerima DBH Migas (PP No.55 Tahun 2005 ) B. Potensi Minyak Bumi dan Bahan Tambang lainnya di Riau Propinsi Riau secara Geologi terletak pada Cekungan Sumatera Tengah yang kaya akan sumber daya mineral seperti Minyak dan Gas Bumi, Batubara, Gambut, serta Bahan Galian Mineral lainnya. Semua bahan galian tersebut diatas sebagian sudah dimanfaatkan sejak zaman penjajahan Belanda seperti Minyak dan Gas Bumi, dimana puncak produksinya pada tahun 80- an minyak bumi mencapai ± 1,2 barel/hari namun sampai saat ini produksinya terus menurun. 3
4 Potensi Minyak Bumi di Riau NO Kabupaten/Kota Lokasi Eksplorasi 1 Kabupaten Bengkalis Bekasap, Kota Batak, dan Duri 2 Kabupaten Siak Minas, Libo dan Zamrud 3 Kabupaten Rokan Hilir Rantau Bais dan Ujung Tanjung 4 Kabupaten Kampar Petapahan dan tapung 5 Kabupaten Rokan Hulu Tandun 6 Kabupaten Pelalawan - 7 Kabupaten Indragiri Hulu Lirik 8 Kabupaten Kepulauan Meranti Produksi Minyak Bumi rata-rata = 375,00 BOPD Peta Potensi Wilayah Kerja Pertambangan di Provinsi Riau Sumber: Dinas Pertambangan Riau 4
5 Sumber: Dinas Pertambangan Provinsi Riau 5
6 Kontraktor (KKKS) Migas yang Beroperasi di Provinsi Riau 6
7 Potensi Batubara Riau 7
8 Produksi Batu bara di Riau NO PERIODE PRODUKSI MT MT JUMLAH MT Sumber: Dinas Pertambangan Provinsi Riau Kualitas Batubara Rata-rata di Riau No. Parameter Rata-rata 1 Rata rata 2 1. Total Moisture ( as Received ) 14,5-29,5 % 8,75 15,40 % 2. Inheren Moisture ( adb ) 10,5-14,2 % 5,25 8,60 % 3. Ash Content 25-28,3 % 6,28 14,95 % 4. Volatil Meter 24,4-27,3 % 33,26 40,19 % 5. Fixed Carbon 30,4 % 37,36 43,41 % 6. Total Sulfur 0,21 0,5 % 1,41 2,85 % 7. Gross Calorific Value , cal/gram Produksi Pertambangan di Provinsi Riau dari tahun No Jenis Satuan Produksi Minyak Bumi Ribu Barel ,423, , ,43 2 Kondesat Ribu Barel Gas Bumi Ribu MSCF Batu Bara Metrik Ton , , ,78 5 Gambut Ton , , ,54 Sumber: Distamben Riau
9 C. Pendapatan Pemerintah dari sektor Migas 1. Pendapatan Pemerintah Daerah Realiisasi LIfing dan Penerimaan Dana Bagi Hasil Minyak Bumi Daerah Riau Tahun NO DAERAH PENGHASIL TAHUN 2006 TAHUN 2007 TAHUN 2008 TAHUN 2009 REALISASI LIFTING REALISASI DBH MIGAS REALISASI LIFTING REALISASI DBH MIGAS REALISASI LIFTING REALISASI DBH MIGAS REALISASI LIFTING REALISASI DBH MIGAS (ribu barel) PROVINSI RIAU 157, (juta Rupiah) (ribu barel) (juta Rupiah) (ribu barel) (juta Rupiah) (ribu barel) (juta Rupiah) ,744, , ,671, , ,624, , ,417, BENGKALIS 72, INDRAGIRI HULU KAMPAR 16, ROKAN HULU ROKAN HILIR 31, SIAK 34, PELALAWAN INDRAGIRI HILIR - 9 KUANSING - 10 DUMAI - 11 PEKANBARU - 1,638, , ,611, , ,674, , , , , , , , ,062, , , , ,066, , ,017, , ,444, ,092, , ,022, , ,603, , , , , , , , , , , , , , , , , ,358, , , , , , , , , , , , , , TOTAL 157, ,721, , ,356, , ,122, , ,085, Sumber: Distamben Riau 2010 Sementara itu, di dalam APBD Provinsi Riau Tahun 2010, penerimaan daerah dari bagi hasil Pertambangan Minyak Bumi mencapai Rp ,00. Menempati pendapatan daerah yang paling besar diantar pendapatan dari lainnya, seperti dari sector kehutanan dan pertambangan umum yang masing-masing hanya Rp ,00 dan Rp ,00. Tabel berikut menunjukkan perbandingan hal tersebut: 9
10 No Jenis Pendapatan Besaran (Rp) 1 Bagi Hasil Sumber Daya Hutan ,00 2 Bagi Hasil Pertambangan Minyak Bumi ,00 3 Bagi Hasil Pertambangan Gas Bumi ,00 4 Bagi Hasil Pertambangan Umum ,00 5 Bagi Hasil Pajak ,00 6 Dana Alokasi Umum ,00 7 Dana Alokasi Khusus ,00 Nilai ekspor dari industry Migas di Riau mencapai 20% lebih jika bandingkan dengan nilai ekspor non-migas yang hanya 12 %: Komoditas Nilai (US$) Migas 7,921,099,219 Minyak Mentah 7,220,399,575 Hasil Minyak 700,699,644 Gas Alam 0 Batu Bara 50,824,018 Bauksit 1,540,610 Hasil Tambang Lainnya 73,943 Total ,94 Non Migas 12,834,732,316 Sumber: BPS Riau Tahun 2009 Sementara itu jumlah Pendapatan Daerah dari sector pajak Migas cukup besar jumlah dan berkontribusi positif bagi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah terutama di daerah-daerah eskplorasi Migas di Riau: Jenis Pajak 2008 A. Pajak Penghasilan Direct Tax 1. PPH pasal Pph Pasal Pph Pasal 22 Impor 4. Pph Pasal Pph Pasal 25/29 Orang Pribadi 6. Pph Pasal 25/29 Badan 7. Pph Pasal Pph Final dan Fiskal LN 9. Pph non Migas Lainnya 10. Pph Minyak Bumi 11. Pph Gas Alam 12. Pph Lainnya dari Minyak Bumi 13. Pph Lainnya dari Gas Alam , ,44 628,465, , , , ,99 (32,46) 2.465,92 123,39-35,09 10
11 B. Ppn dan PPn BM Indirect Tax 1. Ppn dalam Negeri 2. PPn Impor 3. PPn BM dalam Negeri 4. PPn BM Impor 5. PPn dan PPn BM lainnya C. Pajak Lainnya Other Tax 1. Bea Materai 2. Pajak Tidak Langsung Lainnya 3. Bunga Penagihan PPh 4. Bunga Penagihan PPn/PTLL 5. BPP 6. Pembelian Imbalan Bunga D. Pajak Bumi dan Bangunan 1. PBB Pedesaan 2. PBB Perkotaan 3. PBB Perkebunan 4. PBB Perhutanann 5. PBB Pertambangan E. BPHTB Jumlah Sumber; BPS Riau Tahun , , ,86 725,12 607, , , ,69 3,64 519,56 191,07 - (7.262,61) , , , , , , , ,52 Perbandingan PDRB per Kapita Non-Migas Migas Tahun Migas Non-Migas 2008 Rp Juta Rp Juta 2009 Rp Juta Rp Juta Sumber: Diolah Dari BPS dan hasil wawancara dengan Tokoh Masyarakat (Drs. Ediyanus, MM),
12 KKKS P.T. CPI di Riau Kegiatan ekplorasi dan ekploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia dilakukan oleh para Kontraktor berdasarkan suatu Kontrak Kerja Sama dengan pemerintah. Kontrak Kerja Sama (KKS) adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. KKS ditandatangani oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan disetujui oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Setiap KKKS diberikan hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pada satu Wilayah Kerja. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) adalah suatu badan hukum yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 42 tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagai pelaksanaan amanat Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Sesuai dengan pasal 10 PP nomor 42 tahun 2002, BPMIGAS mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaatdan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Salah satu bentuk KKS adalah Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC). Prinsip-prinsip PSC adalah sebagai berikut: 1. Manajemen ditangan Pertamina (sekarang beralih kepada BPMIGAS). 2. Kontraktor menyediakan semua dana, tehnologi, dan keahlian. 3. Kontraktor menanggung semua resiko finansial. 4. Besarnya Bagi Hasil ditentukan atas dasar tingkat produksi minyak dan atau gas bumi. PSC Wilayah Kerja Rokan Sejarah perkembangan PT CPI berawal pada Tim Geologi dari Standard Oil of California (Socal) melakukan penelitian di 1924 yang kemudian di tahun 1936 Socal bersama Texaco mendirikan Caltex. Pada tahun 1963 Caltex resmi menjadi PT Caltex Pasific Indonesia. Perkembangannnya nama Socal berubah menjadi Chevron dan di tahun 2001 Chevron & Texaco bergabung menjadi ChevronTexaco. Pada awal 2005 gabungan perusahaan Chevron Texaco berganti nama menjadi Chevron Corporation. Dan saat ini, PT CPI bertindak sebagai kontraktor dari tiga PSC di Sumatera, yaitu PSC Rokan, PSC C&T Siak dan PSC C&T Mountain Front & Kuantan (MFK). PSC Rokan Penandatanganan PSC Rokan antara Pertamina dengan PT CPI dilakukan pada tanggal 9 Agustus 1971, dan telah mengalami amandemen dengan persetujuan Menteri Pertambangan pada tanggal 24 Desember 1983, untuk jangka waktu (akhir masa) PSC sampai tanggal 8 Agustus Setelah dilakukan amandemen PSC pada tanggal 15 Oktober 1992, PT CPI masih berhak 12
13 meneruskan usaha pertambangan migas di daerah Sumatera Bagian Tengah (Rokan Block) ±seluas km2 untuk masa 30 tahun sampai dengan Agustus PSC Rokan dioperasikan PT CPI di 3 (tiga) lapangan minyak utama, yaitu: Duri, Minas dan Bekasap. Lapangan Duri memproduksi minyak bumi yang terkenal dengan nama Duri Crude yang ditemukan tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun Lapangan Minas ditemukan pada tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun 1952 dengan jenis minyak yang dihasilkan yaitu Sumatran Light Crude (SLC). Sedangkan Lapangan Bekasap hanya memiliki sejumlah lapangan minyak kecil produktif yang memproduksi light crude. PSC C&T Siak Penandatanganan PSC C&T Siak antara Pertamina, Chevron Siak Inc. dan Texaco Inc. dilakukan pada tanggal 28 Maret 1991 dengan wilayah kuasa pertambangan migas (area eksplorasi) di daerah Siak Block seluas 8,314 km2. PSC C&T Siak mengoperasikan Lapangan Siak yang menghasilkan jenis minyak SLC. PSC C&T MFK Penandatanganan PSC C&T MFK antara Pertamina dengan California Asiatic Oil Company (Calasiatic) dan Texaco Overseas Petroleum Company (Topco) (C&T) dilakukan pada tanggal 20 Januari 1975, dengan amandemen pada tanggal 21 Desember 1978 dan 28 Januari PSC C&T MFK mengoperasikan ladang migas (area eksplorasi) di daerah Blok MFK di Kabupaten Rokan Hulu seluas km2, yaitu di Mountain Front Block seluas 805 km2 dan Kuantan Block seluas km2. Ringkasan perhitungan bagi hasil operasi minyak dan gas untuk tahun 2007 yang dilaporkan oleh KKKS PT CPI kepada BPMIGAS (Audit BPK-RI 03/AUDITAMA VII/PDTT/02/2009, tanggal 6 FEBRUARI 2009) Rincian Penerimaan Negara Penerimaan PT CPI (000 US $) First Tranche Peroleum (FTP) 1,476, ,127 Cost Recovery - 1,181,204 Equity to be Split (ETBS) 4,970,495 1,256,678 Lifting Price Variance (LPV) 15,956 (15,956) Domestic Market Obligation 468,909 (468,909) (DMO) DMO Fee (112,535) 112,535 Gov t Tax Entitlement (GTE) 522,708 (522,708) Total 7,342,500 1,917,971 13
14 Perbandingan penerimaan bagi hasil Pemerintah dan KKKS PT CPI antara tahun 2007 dengan tahun sebelumnya (tahun 2006) Bagian Pemerintah Rincian % naik (turun) /000 US $) FTP 1,377,754 1,476,967 7,20 ETBS 4,729,824 4,970,495 5,09 Lifting Price Variance 11,424 15,956 - DMO 435, ,909 7,62 DMO Fee (112,535) (112,535) - Gov t Tax Entitlement 522, ,708 4,96 Total Bagian Pemerintah 7,342,500 7,342,500 5,70 Bagian Kontraktor Rincian % naik (turun) /(000 US $) FTP 348, ,127 7,62 Cost Recovery 982,734 1,181,204 20,20 ETBS 1,192,780 1,256,678 5,36 Lifting Price Variance (11,424) (15,956) - DMO (435,725) (468,909) - DMO Fee 105, ,535 6,21 Gov t Tax Entitlement (498,028) (522,708) 4,96 Total Bagian Kontraktor 1,684,870 1,917,971 13,83 Penerimaan bagi hasil Pemerintah dari pelaksanaan PSCRokan di tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar US $ atau 21,85% disbanding tahun sebelumnya. Kemungkinan disebabkan oleh kenaikan lifhting minyak. D. Nilai Manfaat Industri Migas Bagi Masyarakat Bagi Perusahaan Migas, nilai manfaat Perusahaan Migas tersebut bagi masyarakat di atur dalam PSC (Production Sharing Contract). Sedangkan aturan (PP) yang mengatur khusus tentang Cost Recovery belum terdapat. Berdasar data produksi migas sampai tengah tahun 2010 (sumber: Majalah Petrominer), 10 besar KKKS produksi migas Indonesia sebagai berikut (BOD: Barrel Oil per Day, MMSCFD: Million Cubic Feet Per Day) ; 14
15 Dengan asumsi persentase produksi 10 besar KKKS diatas tidak banyak berubah terhadap total lifting 2010 yang estimasi 2,4666 juta BOE (Oil 960 ribu Barrel, gas juta BOE data akhir Juli 2009), maka estimasi batas maksimal batas atas CR pada 10 KKKS adalah: Berikut ditampilkan data kemiskinan di porovinsi Riau selama tiga tahun terakhir yang diambil dari data BPS tahun No Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Persentase Penduduk Miskin Sumber: BPS tahun ,49 9,48 % 566,7 10,63 % ,20 % Jika dilihat dari data BPS Tahun 2008 per kabuten, beberapa daerah atau Kabupaten yang memiliki daerah eksplorasi Pertambangan (migas dan sejenisnya) justru tidak menunjukkan penurunan angka kemiskinan yang signifikan, seperti di kabupaten Bengkalis, kabupaten Siak, kabupaten Rokan Hilir, Pelalawan, Kampar, Rokan Hulu dan Indragiri Hulu. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Miskin (000) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kuantan Singingi 53,1 51,7 47, Indragiri Hulu 47,2 47,0 40, Indragiri Hilir 96,2 97,1 92, Pelalawan 50,2 49,6 54, Siak 16,5 19,3 23, Kampar 64,9 64,2 71, Rokan Hulu 82,6 84,6 75, Bengkalis 81,9 80,0 69, Rokan Hilir 38,3 48,7 61, Pekanbaru 16,3 17,7 29, Dumai 17,7 14,6 18, Sumber: BPS Riau Tahun
16 Dilihat dari APBD provinsi Riau, alokasi khusus dari hasil pertambangan khususnya Migas bagi Pendidikan dan Kesehatan serta Kemiskinan tidak dialokasikan secara khusus. Dana Bagi Hasil Migas memang dibagi per kabupaten sesuai dengan amanat UU yang berlaku (15 % yang dibagi kepada daerah penghasil dan non penghasil serta provinsi induk). Akan tetapi, dari pembagian 15% tersebut tidak secara jelas di sebutkan bagi alokasi dana pendidikan, kesehatan maupun kemiskinan. Berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah Tokoh Masyarakat dan Akademisi, pada umunya menyatakan bahwa DBH migas yang hanya 15% terasa tidak cukup bagi percepatan pembangunan di Provinsi Riau dan dan tersebut (15%) tidak seimbang dengan kontribusi Minyak Riau terhadap Pembangunan Indonesia selama ini. Drs, Al.- Azhar MA (budayawan, tokoh masyaraka), minsalnya mengatakan bahwa 70% pendapatan negara berasal dari minyak Riau, dari yang sudah ada produksi minyak 1 juta barel per hari. Mengenai keterlibatan daerah selama ini dalam pengelolaan Migas masih kecil dan masalahnya ada di Undang-undang bahwa potensi yang strategis kewenangan daerah sangat kecil. Sedangkan Perda hanya ada satu untuk mendirikan Riau Petrolium, sebuah BUMD. Dan BUMD ini didirikan hanya untuk mengantisipasi bila ada Blok-blok yang sudah habis masa kontraknya. Jumlah yang diterima (15%) kurang mencukupi, tapi ketika bicara kemana dana yang didapatkan selama ini cukup memprihatinkan, dana yang didapat dari DBH ini dipergunakan hanya untuk aparat pemerintah saja. Dana yang didapat melalui DBH tidak diarahkan pada tiga sektor utama (pendidikan, kesehatan dan ekonomi) bukti yang riel dilapangan masih banyak sarana penunjang kesehatan yang tidak ada. Untuk pendidikan meskipun biaya SPP sudah mendapatkan subsidi namun tidak dibarengi dengan biaya opersional yang lain, justru biaya operasional ini yang lebil banyak memerlukan biaya. Untuk lapangan pekerjaan, tiap tahun tingkat pengangguran semakin meningkat, bukti bahwa pemerintah seolah-olah lupa terhadap rakyat (Pekanbaru, 04 Mei 2010 jam 18.00). Edyanus Herman Halim (akademisi dan pengamat ekonomi Riau), mengatakan bahwa manfaatnya ekonomi bagi masyarakat dengan adanya industry ekstraktif ada, tetapi mudharatnya juga besar. Akibat ekstraksi yang ada di Riau, terjadi ketimpangan ekonomi yang sangat besar, tanpa industri migas Indeks ratio Riau 0,3, dengan memasukkan industri migas menjadi 0,8, jadi akibat industri migas perekonomian daerah menjadi timpang. Dilihat pendapatan 20% dikuasai oleh orang-orang yang bekerja disektor migas. Perbandingan PDRB perkapita dengan migas PDRBnya 60,21 juta, tanpa migas 33,77 juta. Jadi 56,08 % dikuasai oleh migas, kesempatan kerja Riau justru menurun. 20% berpenghasilan tinggi itu menerima 83,99% PDRB sedangkan tanpa migas 37,7%. Dari segi sosial lingkungan rusak akibat ekstraksi dan masyarakat Riau hidup dalam keterancaman. Pemerintah mendorong agar mengalokasikan dana tersebut kepada kepentingan-kepentingan kesehatan dan pendidikan, misalnya 20 % dari DBH SDA dialokasikan kepada pendidikan dan kesehatan bagi pelayanan masyarakat, bukan pelayanan aparatur. Evaluasi kinerja terhadap re new able dan resources tadi sudah berapa tingkat kemiskinan berkurang akibat dibagikannya DBH ini ke Riau, ini tidak, dana ini digunakan untuk anggota DPRD, beli kendaraan. Kita maunya di Riau ini khususnya dana SDA ini dialokasikan kepada 3 hal: Insfratruktur, peningkatn 16
17 SDM, investasi sector-sektor ekonomi produktif di Riau. Infrastruktur yang paling penting 3 (tiga) 1. jalan, 2. listrik, dan 3. air. SDM ada 2 (dua) pendidikan dan kesehatan. investasi harus dikembangkan industri kreatif dan kredibel, tiga hal ini seharusnya yang dijadikan prioritas (Pekanbaru, 10 Mei 1020). Berdasarkan wawancara dengan Hanafi Kadir (Rumbai, 26 Mei 2010) selaku Manajer Komunikasi P.T. Chevron Pacifik Indonesia (CPI), sejak tahun 1950, CPI telah melaksanakan program pengembangan masyarakat dalam kerangka Corporate Social Responsibility (CSR). Diantaranya penyerahan gedung SMA yang kemudian dikenal dengan SMA I Pekanbaru yang merupakan salah satu SMA favorit di Kota Pekanbaru. Pembangunan jalan Dumai-Pekanbaru yang kemudian menjadi salah satu urat nadi perekonomian di Riau. Membangun Jembatan Siak I yang dikenal dengan jembatan Leighton, gedung olahraga dan kolam renang yang sampai saat ini masih dipergunakan masyarakat kota pekanbaru. Selain membangun Infrastruktur, CPI juga melakukan pembangunan Sumber Daya Manusia dengan focus pada air bersih, kesehatan, pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat. Dibidang pendidikan, CPI memberikan beasiswa bagi lebih dari 1300 orang yang berasal dari Suku Sakai dari tingkat Sekolah Dasar sampai kepada jenjang Strata dua. Tidak mengambil alih program yang sudah dijalankan pemerintah, akan tetapi menjadi pelengkap program-program yang sudah dijalankan pemerintah. E. Hasil dan Temuan 1. Pendapatan Daerah dari Dana Bagi Hasil yang diperoleh dan Minyak di Provinsi Riau tidak memiliki mekanisme porsentase bagi sector Pendidikan, Kesehatan maupun Kemiskinan 2. BP Migas Perwakilan Riau tidak bersedia memberikan data-data kongkrit tentang kondisi Industri Migas yang ada di Riau termasuk berapa keuntungan yang diperoleh Negara dari eksplorasi Migas yang ada di Riau khususnya P.T. CPI 3. Dinas Pertambangan Provinsi Riau tidak memiliki data yang valid tentang kondisi pertambangan yang ada di Riau termasuk potensi Pertambangan dan besaran keuntungan yang didapatkan daerah dari eksplorasi Migas di Riau 4. Chevron selaku salah satu perusahaan tambang Minyak yang ada di Riau (terbesar) juga tidak memiliki data-data yang kongkrit mengenai keuntungan yang diperoleh dari eksplorasi Minyak. 5. Chevron juga tidak memiliki data kuantitatif tentang perkembangan nilai manfaat yang diperoleh dari eksplorasi (terutama suku Sakai). Corporate Social Responsibility beruap bangunan fisik dan tidak ada alokasi dana yang disediakan per tahun bagi masyarakat. 6. Pendapatan 15% yang diperoleh oleh Provinsi Riau tidak banyak mempengaruhi ekonomi masyarakat terutama untuk mengatasi persoalan kemiskinan, peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan. 17
PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING. Oleh: KUSWO WAHYONO
PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING Oleh: KUSWO WAHYONO 1 PRODUCTION SHARING CONTRACT Produksi setelah dikurangi cost recovery dibagi antara Pemerintah dan Kontraktor berdasarkan suatu persentase
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. dinilai cukup berhasil dari segi administrasi publik, namun dari sisi keuangan
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1. Sejarah Objek Penelitian Keberhasilan proses otonomi daerah dapat dinilai dari tata kelola administrasi dan keuangan di masing-masing pemerintah daerah. Meskipun
Lebih terperinciPeran KESDM Dalam Transparansi Lifting Migas
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Peran KESDM Dalam Transparansi Lifting Migas Disampaikan Dalam FGD Tranparansi Dana Bagi Hasil (DBH) Industri Ekstraktif Batam, 09 April 2018 1 II DAFTAR ISI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk
Lebih terperinciLAPORAN MONITORING TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DAN PENERIMAAN DAERAH DARI MINYAK DAN GAS (DANA BAGI HASIL MIGAS) DI PROVINSI RIAU
LAPORAN MONITORING TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DAN PENERIMAAN DAERAH DARI MINYAK DAN GAS (DANA BAGI HASIL MIGAS) DI PROVINSI RIAU Oleh : FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN RIAU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 of 41 1/31/2013 12:38 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1278, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Anggaran. Transfer. Daerah. Pengalokasian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.07/2013 TENTANG PENGALOKASIAN
Lebih terperinciPERAN DIREKTORAT JENDERAL MIGAS KEMENTERIAN ESDM DALAM TRANSPARANSI DANA BAGI HASIL SDA MIGAS
PERAN DIREKTORAT JENDERAL MIGAS KEMENTERIAN ESDM DALAM TRANSPARANSI DANA BAGI HASIL SDA MIGAS Disampaikan Dalam Acara Workshop EITI Indonesia Kementerian Koordinator Bidang Perkonomian Direktorat Pembinaan
Lebih terperinciBoks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang
Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU I. Latar Belakang Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal
Lebih terperinciPOTENSI MIGAS WILAYAH KERJA PROVINSI KEPRI
POTENSI MIGAS WILAYAH KERJA PROVINSI KEPRI Kegiatan Evaluasi Perkembangan Lifting dan Optimalisasi Dana Bagi Hasi (DBH) Minyak dan Gas bumi merupakan kegiatan yang berkelanjutan dibidang Minyak dan Gas
Lebih terperinciKebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS
Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS Persen Kontribusi thp Pen Dom & Harga Minyak US$ per Barel Produksi Minyak Bumi ribu BOPD PERAN MIGAS DALAM APBN 100 1800 90 80 1600 70 60 1400
Lebih terperinciSTUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT
Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT William
Lebih terperinciGUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 37 TAHUN 2012 TENTANG NILAI PEROLEHAN AIR PERMUKAAN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK
GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 37 TAHUN 2012 TENTANG NILAI PEROLEHAN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciERA BARU MIGAS INDONESIA:
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Temu Netizen ke-8 ERA BARU MIGAS INDONESIA: Investasi dan Kontrak Gross Split Migas Selasa, 20 Februari 2018 1 Realisasi dan Rencana Investasi Sektor Energi dan
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI UMUM PROFIL PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA
BAB II DESKRIPSI UMUM PROFIL PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA A. Sejarah PT Chevron Pacific Indonesia PT Chevron Pacific Indonesia merupakan salah satu perusahaan minyak terbesar di Indonesia. Perusahaan yang
Lebih terperinciRingkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008
Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008 Latar Belakang : 1. Defisit Neraca APBN tiap tahun serta kenaikan harga BBM. Disisi lain indonesia masih menghasilan minyak
Lebih terperinciTINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN
No 56/11/14/Tahun XIII, 5 November 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau sebesar 4,30 persen, yang berarti
Lebih terperinciKOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan
KOMERSIALITAS 1 Sistem Kontrak Bagi Hasil Kontrak bagi hasil adalah bentuk kerjasama antara pemerintah dan kontraktor untuk melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya migas berdasarkan prinsip
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan Nasional Indonesia
Lebih terperinciTINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN
No. 59/11/14/Th. XV, 5 November 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2014 mencapai 2.695.247 orang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Ekplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan alam yang sangat berlimpah. Kekayaan yang terkandung di bumi Indonesia meliputi kekayaan laut berupa hasil ikan dan biota
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU
IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara
Lebih terperinciTINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN No.49/12/14/Th. XI, 1 Desember 2010 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2010 mencapai 2.377.494 orang atau bertambah 116.632 orang
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN
44 BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN Adanya UU No. 32 dan No. 33 Tahun 2004 merupakan penyempurnaan dari pelaksanaan desentralisasi setelah sebelumnya berdasarkan UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber
Lebih terperinciPenerimaan Riau Dari DBH Sektor Kehutanan
Penerimaan Riau Dari DBH Sektor Kehutanan Dengan diberlakukannya desentralisasi sejak era reformasi, maka terdapat beberapa penerimaan Negara yang dibagihasilkan ke daerah sesuai dengan Undang-undang No
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip
264 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan : 5.1.1 Syarat-syarat dan ketentuan dalam kontrak EPCI di bidang usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip unidroit. Peraturan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2000 TENTANG DANA PERIMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2000 TENTANG DANA PERIMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
Lebih terperinciLAPORAN KUNJUNGAN SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI RIAU. MASA PERSIDANGAN II TAHUN November 2 Desember 2017
LAPORAN KUNJUNGAN SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI RIAU MASA PERSIDANGAN II TAHUN 2017-2018 30 November 2 Desember 2017 SEKRETARIAT KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2017 I. LATAR
Lebih terperinci2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1130, 2016 KEMEN-ESDM. Kilang Minyak. Skala Kecil. Pembangunan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG
PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN TARGET KINERJA DAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Objek Studi Profil PT. Chevron Pacific Indonesia
BAB I 1.1 Tinjauan Objek Studi PENDAHULUAN 1.1.1 Profil PT. Chevron Pacific Indonesia PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi dan eksploitasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Bakosurtanal,
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL. Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA) Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KERANGKA PENYAJIAN 1. INDONESIA KAYA SUMBER
Lebih terperinciSatuan Kerja Kementerian Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi Riau
Satuan Kerja Kementerian Pekerjaan Umum 1. Kasatker SNVT Wilayah I Riau; 2. Kasatker SNVT Wilayah II Riau; 3. Para Kasatker, PPK dan Pokja di lingkungan BWWS III Riau. Pemerintah Provinsi Riau 1. Sekretaris
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG
PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN PEMBAGIAN DAN PENGGUNAAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, PERKEBUNAN, PERHUTANAN DAN PERTAMBANGAN MIGAS BAGIAN PEMERINTAH
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA) Surabaya, 8 Oktober 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KERANGKA PENYAJIAN 1. INDONESIA KAYA SUMBER DAYA ALAM?
Lebih terperinciDANA BAGI HASIL YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DANA BAGI HASIL YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Dgchuank.blogspot.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang proporsional, demokratis, adil,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
No.118, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. BIAYA OPERASI. PPH. Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6066)
Lebih terperinciOPTIMALISASSI PENERIMAAN PPh MIGAS
OPTIMALISASSI PENERIMAAN PPh MIGAS 1. Perkembangan Penerimaan PPh Migas Dasar penerimaan migas adalah Kontrak Kerja Sama (KKS). Dalam KKS diatur bahwa Kontraktor wajib melakukan pembayaran pajak-pajak
Lebih terperinci4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau
54 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau Provinsi Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957. Kemudian diundangkan dalam Undang-undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir.
37 BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu 1. Wilayah Pembentukan Kabupaten Indragiri Hulu pada awainya ditetapkan dengan UU No. 12 Tahun 1956 tentang pembentukan
Lebih terperinciI. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang
I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.304, 2017 PERPAJAKAN. Hulu Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan Usaha. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinci2016, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahu
No.477, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Dana. Desa. Transfer. Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PMK.07/2016 TENTANG PENGELOLAAN TRANSFER KE
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN DBH SUBDIT DBH DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN DBH SUBDIT DBH DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN DASAR HUKUM DBH UU No. 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Lebih terperinciINDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER
IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,
Lebih terperinciBAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menjadi awal tonggak reformasi kegiatan usaha hulu migas di Indonesia. Salah satu
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 344/KMK.06/2001 TANGGAL 30 MEI 2001 TENTANG PENYALURAN DANA BAGIAN DAERAH DARI SUMBER DAYA ALAM
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 344/KMK.06/2001 TANGGAL 30 MEI 2001 TENTANG PENYALURAN DANA BAGIAN DAERAH DARI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciANALISIS ASUMSI HARGA MINYAK DAN LIFTING MINYAK APBN 2012
ANALISIS ASUMSI HARGA MINYAK DAN LIFTING MINYAK APBN 2012 I. Harga Minyak Asumsi Harga minyak Indonesia dalam APBN dirujuk dalam harga rata-rata minyak mentah Indonesia berdasarkan perhitungan Formula
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari daratan 1.8 juta km 2 dan lautan 7.9 juta km 2. Potensi sumber daya alam Indonesia cukup besar, salah satunya
Lebih terperinci2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN
Lebih terperinciUU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa. Eksplorasi: Plan of Development (POD)
UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa Kegiatan Hulu Migas Survey Umum Pembagian Wilayah Kerja (WK) Tanda tangan kontrak Eksplorasi: Eksploitasi
Lebih terperinciLAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN TAHUN PAJAK PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BAGI KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MIGAS
LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-28/PJ/2011 TENTANG : BENTUK DAN ISI SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI BIDANG USAHA HULU
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:
Lebih terperinciKenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1
Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Perkembangan Pasar Minyak Dunia Harga minyak mentah dunia terus mengalami kenaikan. Pada akhir bulan Oktober harga minyak mentah dunia menembus angka 90 dolar AS per
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 17/PMK.07/2009 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 17/PMK.07/2009 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2009 MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciDANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH
DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH Oleh: DR. MOCH ARDIAN N. Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH 2018 1 2 KEBIJAKAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
Juta US$ 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia saat ini masuk sebagai negara net importir migas, meskipun sebelumnya sempat menjadi salah satu negara eksportir migas dan menjadi anggota dari Organization
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PMK.03/2012 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PMK.03/2012 TENTANG PENATAUSAHAAN DAN PEMINDAHBUKUAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK
Lebih terperinciREKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015
REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola
Lebih terperinciTabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja
Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemandirian keuangan daerah merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinci2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak
No.44, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi
PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2000 TENTANG DANA PERIMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA;
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2000 TENTANG DANA PERIMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
Lebih terperinciPELAKSANAAN UU 23 TAHUN 2014 DI PROVINSI JAWA TIMUR
DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TIMUR PELAKSANAAN UU 23 TAHUN 2014 DI PROVINSI JAWA TIMUR Disampaikan dalam acara : Sosialisasi Standar EITI 2013 dlam kaitan Pelaksanaan UU 23/2014 tentang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBrief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil
Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil A. Konteks Sejak diberlakukan pada tahun 2001, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU 22/2001) telah tiga kali dimintakan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.851, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. SDA Migas. Tahun Anggaran 2011. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan
Lebih terperinciSUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS
ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS Biro Riset BUMN Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) Tantangan pengelolaan migas di Indonesia dihadapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minyak Belanda ini mendorong diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era industri migas dikelompokkan menjadi tiga era yaitu era kolonial belanda, era awal kemerdekaan, dan era industri migas modern. Era kolonial Belanda ditandai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciSekapur Sirih. Pekanbaru, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Riau. Abdul Manaf, MA NIP
Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010
Lebih terperinciPotensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau
No. 14/02/14 Th. XVI, 16 Februari 2015 Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan hasil Podes 2014 Provinsi Riau, pada bulan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26,
Lebih terperinciANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH
ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH DEFINISI Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk suatu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak belum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan pekembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial
Lebih terperinci