BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belakangan, banyak permasalahan-permasalahan kontemporer yang kian mengemuka dalam kancah perpolitikan global. Permasalahan-permasalahan tersebut terkadang sangat sulit untuk dipecahkan karena terdapat perbedaan cara pandang yang cukup mendasar diantara aktor-aktor dalam mengamati suatu fenomena atau kegagalan mereka untuk mencari keterkaitan diantara fenomenafenomena tersebut. Di samping itu, perbedaan interpretasi terhadap konsep yang ada juga turut menyumbang kerumitan dalam menyikapi persoalan.semua berawal dari pandangan mainstream dalam HI, bahwa dunia memang terkotakkotak dalam nation-state dan nasib daripada masing-masing ditentukan oleh bagaimana tiap kotaknya bisa memajemen power yang dimiliki.di luar itu batas itu, maka negara tidak akan lagi memiliki tanggung jawab moral yang mengikat. Dalam kajian politik sendiri, setidaknya terdapat tiga asumsi dasar yang seringkali dijadikan acuan terhadap bagaimana kita memandang dunia secara keseluruhan. Pertama, asumsi yang menyatakan bahwa dunia adalah ruang tanpa adanya dimensi moral, pandangan ini mirip dengan penggambaran mere nature oleh Thomas Hobbes, dimana dunia diliputi oleh kompetisi antar individu dalam memperebutkan kekuasaan tanpa adanya common power. 1 Asumsi kedua menyatakan bahwa dunia tidak sepenuhnya absen dari dimensi moral, hanya saja moral yang ada dibatasi dan ditentukan oleh institusi yang disebut negara bangsa. Asumsi kedua inilah yang saat ini mendominasi konsep-konsep moralitas internasional ; tentang bagaimana negara menyepakati ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan antar mereka. Ketiga adalah asumsi yang mengemukakan bahwa tidak seharusnya moralitas manusia dibatasi oleh sekat-sekat negara 1 T. Hobbes dan J C. A. Gaskin.,Leviathan, 15 th edn, Oxford University Press, Oxford, 1998, Ch p.2. 1

2 bangsa, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang tunggal dan oleh karenanya harus ada nilai-nilai universal yang mengatur moralitas bersama. 2 Pada prakteknya, asumsi kedua dan ketiga melahirkan suatu konsepkonsep yang terkadang saling berbenturan atau setidaknya diinterpretasikan secara beragam oleh satu sama lain. Dalam penelitian ini, akan diangkat dua konsep dasar dalam hubungan internasional, yaitu hak asasi manusia dan kewarganegaraan. Kewarganegaraan pada dasarnya berakar dari ide nasionalisme, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara bangsa. 3 Di sisi lain, konsep HAM mengacu pada nilai-nilai universal dan sangat mendasar dari diri manusia yang patut untuk dipenuhi sebagai bagian dari atribut yang telah ada dalam diri individu sejak mereka dilahirkan ke dunia. 4 Artinya, nilai yang diusung dalam HAM adalah menyeluruh, tanpa membatasi dan menyekat manusia dalam kotak-kotak yang disebut dengan negara bangsa. Kesetiaan tertinggi pada negara kurang disoroti, dan menekankan pada penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Perdebatan mengenai dualisme struktur ideal bagi dunia ini sebenarnya dapat ditelusuri dari sejarah bangsa-bangsa kuno. Bangsa Ibrani dan Yunani misalnya, mereka memiliki kesadaran yang tegas, bahwa mereka berbeda dan lebih superior dari bangsa-bangsa lainnya, yaitu antara bangsa Ibrani dan non- Ibrani (Gentile), serta bangsa Yunani dan non-yunani (Barbarian). 5 Dari sinilah kemudian diilhami sebuah ikatan kebangsaan yang lebih lanjut dimanifestasikan dalam kewarganegaraan pada konsep negara bangsa modern. Pada akhir abad keempat sebelum Masehi, dibawah cita-cita Iskandar Zulkarnain, kaum filsuf Stoika Yunani mengajarkan kepada umat manusia bahwa tanah air mereka adalah alam semesta, dan bahwa manusia bukanlah suatu warganegara dari negara 2 Beitz, Charles, R., Political Theory and International Relations, Princeton, NJ:Princeton University Press, 1979, p H. Kohn, Nationalism : Its Meaning and History, edisi Bahasa Indonesia Nasionalisme : Arti dan Sejarahnya, diterjemahkan oleh Sumantri Mertodipuro, PT Pembangunan, Jakarta, 1958, p K. D. Asplund, S. Marzuki dan Eko Riyadi (ed.), Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2008, p Kohn, Nasionalisme, arti dan sejarahnya, p.15. 2

3 bangsa tertentu melainkan warga dunia seluruhnya. 6 Tokoh Yunani kuno Aristoteles dalam karyanya Nicomachean Ethicsjuga mengajukan dukungan terhadap keberadaan ketertiban moral yang bersifat alamiah dalam serangkaian kriteria universal yang komprehensif. 7 Ide ini kemudian juga diteruskan oleh Imperium Romawi di masa berikutnya hingga melahirkan gagasan-gagasan universalis yang lebih lanjut, namun kemudian dikalahkan oleh ide-ide nasionalisme utamanya abad Renaisance yang didominasi oleh pemikiran Nicollo Machiavelli. Pada pertengahan abad ketujuhbelas, konsep negara modern lahir yang ditandai dengan Perjanjian Westphalia. Hal tersebut berimplikasi pada hubungan warga negara sebagai subjek politik dan pemerintah sebagai otoritas pemegang kendali. Perang agama, hegemoni dan territorial pada tahun 1600an berimplikasi pada serangkaian peristiwa paling konfliktual dalam sejarah umat manusia, termasuk perang tiga puluh tahun ( ). Sejarah tersebut mengingatkan kembali pada pemikiran-pemikiran filsuf Perancis, Jean Bodin ( ) tentang ide suatu negara bangsa. 8 Hal ini membuat pemikiran pada abad ketujuhbelas semakin didominasi oleh pembentukan negara bangsa yang dapat memberikan pertahanan, menjamin keamanan serta menciptakan tatanan. Masalah baru kemudian muncul dari pola kepemimpinan absolut yang seringkali berujung pada tindakan koersif. Baru setelah konsep natural rights yang kerap diasosiasikan sebagai buah pemikiran John Locke ( ) serta tokoh-tokoh abad pencerahan Eropa lain muncul, tradisi absolutisme pemimpin mulai berkurang, salah satunya ditandai dengan lahirnya Bill of Rights. Pada akhir Perang Dunia II, The Universal Declaration of Human Rights(UDHR) lahir.sebelumnya, pada rentang tahun , terdapat debat terkait universalisme versus relativisme moral. Secara umum negara-negara demokratis di Eropa sangat setuju dengan nilai yang dimuat dalam proposal Deklarasi Universal karena dianggap mencerminkan kepentingan domestik yang ingin diraih. 6 Kohn, Nasionalisme, arti dan sejarahnya, p Asplund(ed.), Hukum Hak Asasi Manusia,p J. Bodin, On Sovereignty, Cambridge University Press, Cambridge, 1992, p. 5. 3

4 Tetapi, banyak negara-negara yang merasa hal ini terlalu membatasi gerak mereka dalam memperoleh kepentingannya karena tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal. 9 Pada faktanya, hingga saat ini masih banyak fenomena-fenomena dalam hubungan internasional yang menantang dualisme serta keterkaitan antara konsep HAM serta nasionalisme, yang mana lebih lanjut akan difokuskan ke dalam ranah kewarganegaraan. Dua konsep diatas masih secara luas menjadi landasan perilaku banyak aktor dalam mengambil keputusan politik belakangan ini. Bukan hanya itu, HAM dan kewarganegaraan juga seringkali dijadikan sebagai justifikasi upaya untuk memperoleh kepentingan baik di level domestik maupun internasional. Manusia dikategorikan ke dalam berbagai kewarganegaraan yang bagi kaum nasionalis memang relevan adanya, tetapi HAM tidak memandang hal ini.kewarganegaraan lahir dari konteks yang sangat khusus, sedangkan HAM lahir dari buah pemikiran yang sangat universal. Perbedaan sifat antar keduanya tidak jarang menimbulkan banyak persoalan yang rumit karena sama-sama merupakan bagian dari norma umum dalam hubungan internasional modern. Di Myanmar, determinasi kebangsaan yang sedang dibangun ini menimbulkan kekaburan penentuan identitas tentang siapakah yang bisa disebut sebagai warga negara dan siapa yang bukan. Keberagaman suku, ras, serta agama nampaknya merupakan faktor krusial dalam proses kemunculan permasalahan tersebut.pada tahun 1982, terdapat Hukum Kewarganegaraan baru yang membedakan etnis indigenous dan non-indigenous 10, dimana hal tersebut kemudian memunculkan perbedaan perlakuan terhadap hak dan kewajiban pula diantara keduanya. Dalam kasus ini, etnis Rohingya yang mayoritas Muslim cenderung dikeluarkan dari definisi warga negara Myanmar atas dasar perbedaan etnis dan identitas agama. 9 D. P. Forsythe, Human Rights in International Relations, 2 nd edn, Cambridge University Press, New York, 2006, p Human Rights Watch, Report :Discrimination in Arakan (daring), < diakses 29 Oktober

5 Dalam dimensi hubungan antar negara, status Rohingya tidak kalah rumitnya. Di samping pernyataan pemerintah Myanmar yang menyatakan bahwa etnis Rohingya merupakan imigran illegal dari Bangladesh yang tidak memiliki dokumen keimigrasian resmi, pemerintah Bangladesh mengutuk tindakan sistematis Myanmar yang menyebabkan ribuan etnis Rohingya melarikan diri ke wilayahnya. Padahal, banyak bukti yang mengarah bahwa etnis Rohingya telah mendiami wilayah yang saat ini disebut dengan Rakhine tersebut sejak abad ke Pada tahun 1977, populasi Muslim terkonsentrasi di dua kota di Rakhine, yaitu Maungdaw dan Buthidaung. Menurut otoritas Myanmar, kota-kota ini merupakan entry point dari orang-orang Rohingya yang mereka klaim sebagai imigran gelap dari Bangladesh. Persoalan domestik yang terjadi di Myanmar kemudian menjadi headline surat-surat kabar terkemuka di seluruh penjuru dunia, menunjukkan rasa solidaritas masyarakat internasional terhadap isu terkait. Dalam hal ini, HAM dijadikan sebagai alat pembelaan atas apa yang terjadi pada Rohingya, mengutuk pemerintah Myanmar yang dianggap tidak mampu mengimplementasikan prinsip dasar kemanusiaan pada level nasional.hal tersebut tidak terlepas dari laporanlaporan etnis Rohingya yang berhasil melarikan diri ke Bangladesh utamanya tahun serta negara-negara Asia Tenggara lain. Namun, pemerintahmyanmar sendiri juga memiliki kapasitas untuk menginterpretasikan apa yang ia bayangkan sebagai HAM dan bagaimana cara pemenuhannya didukung dengan prinsip kedaulatan. 1.2 Rumusan Masalah Terkait latar belakang diatas, terdapat dua rumusan masalah yang hendak dijawab melalui penulisan skripsi ini. Kedua rumusan masalah tersebut adalah : (1) Bagaimanakah kebijakan kewarganegaraan pemerintah Myanmar dan apa dampaknya bagi etnis Rohingya? 11 Burma Briefing, Burma s Treatment of the Rohingya and International Law, Burma Campaign UK, no, 2003, p. 2. 5

6 (2) Bagaimana implementasi kebijakan kewarganegaraan pemerintah Myanmar ini dilihat dari perspektif HAMuniversal? 1.3 Landasan Konseptual 1.3.1Hak Asasi Manusia Pembatasan landasan konseptual terkait HAM akan diambil dari ketetapan-ketetapan yang ada pasca dicetuskannya The Universal Declaration of Human Rights(UDHR).UDHR memuat prinsip-prinsip utama yang meliputi hak partisipasi politik dan kebebasan sipil, hak untuk bebas dari ketakutan, dan hak-hak dasar manusia lainnya yang berkaitan dengan akses pendidikan, pangan, kesehatan, dll.piagam PBB secara eksplisit juga telah memuat dukungan terhadap HAM, diantaranya pasal 1 (3) mencantumkan bahwa salah satu tujuan PBB adalah memajukan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama. 12 Selanjutnya dalam pasal 55 ditegaskan pula, bahwa PBB harus memajukan penghormatan universal terhadap ketaatan kepada hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi setiap orang. 13 Dalam konteks penelitian ini, aspek Hak Asasi Manusia akan lebih difokuskan pada instrumen-instrumen yang merupakan sumber dari hukum HAM internasional seperti UDHR serta Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR),serta Konvensi Orang tanpa Kewarganegaraan. Contoh dari beberapa bagian dalam ICCPR yang sangat relevan digunakan untuk menganalisa persoalan terkait adalah artikel 24 yang menyatakan bahwa semua anak harus didaftarkan segera setelah dilahirkan dan diberi hak untuk memperoleh kewarganegaraan, serta artikel 11 tentang hak 12 United Nations, CHARTER OF THE UNITED NATIONS AND STATUTE OF THE INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE, UN, San Francisco, 1945, p United Nations, CHARTER OF THE UNITED NATIONS AND STATUTE OF THE INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE, p.11. 6

7 kebebasan berpindah. 14 Dalam konvensi ini disebutkan pula bahwa mereka berhak mencari perlindungan dimanapun (termasuk di negara tempat tinggal) dan oleh karenanya meskipun pemerintah Myanmar bukan merupakan parties dari konvensi terkait, haknya untuk melindungi hak stateless tidak terbantahkan. Penjelasan di atas dapat merangkum esensi dari hak asasi manusia, yaitu merupakan hak dasar yang melekat dalam diri manusia tanpa memandang kewarganegaraan, tempat tinggal, jenis kelamin, etnis, ras, agama, dll. 15 Menurut Burns Weston, hak asasi manusia bukanlah suatu konsep ataupun konteks yang tetap, melainkan senantiasa berubah dan menyesuaikan dengan keadaan. Meskipun masyarakat internasional telah menetapkan konsensus dalam pemakmaan dan aplikasinya, namun disaat yang sama juga bersifat adaptif terhadap ide dari asumsi-asumsi baru. 16 Pada awalnya, ide dan gagasan mengenai hak asasi manusia dipelopori oleh teori hak kodrati (natural rights theory).teori ini sendiri lahir dari buah pemikiran tokoh-tokoh seperti Santo Thomas Aquinas serta Hugo de Groot. 17 Perkembangan tentang gagasan hukum kodrati ini terlihat signifikan berkat John Locke yang menuangkan gagasannya dalam buku The Second Treatise of Civil Government and a Letter Concerning Toleration, dimana Locke mengajukan bahwa semua individu dikaruniai oleh hak alam yang melekat atas hidup, kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut oleh siapapun termasuk negara Kewarganegaraan 14 United Nations, International Covenant on Civil and Political Rights, UN General Assembly, 1966, p United Nations Office of the High Commissioner for Human Rights, What are Human Rights? (daring), < diakses 7 September R. P. Claude dan Burns H. Weston (ed.), Human Rights in The World Community, 3 rd edn, University of Pennsylvania Press, Philadelphia, 2006, p Asplund (ed.), Hukum Hak Asasi Manusia, p J. Locke, The Second Treatise of Civil Government and a Letter Concerning Toleration, Blackwell Publishing, Oxford, 1964, p.3. 7

8 Pada dasarnya konsepsi kewarganegaraan telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Bangsa Yunani kuno menekankan aspek partisipasi aktif dalam kepentingan umum sebagai titik beratnya.di abad pertengahan, konsepsi ini diasosiasikan dengan prinsip keanggotaan dalam gereja dan masyarakat.banyak kalangan yang meragukan bahwa kewarganegaraan adalah konsep yang baru datang belakangan, sebab dalam sejarahnya telah banyak gejala-gejala awal kemunculan konsep ini. Misalnya saja kebudayaan kota dalam city state, sekulerisasi yang membatasi agama hanya untuk ranah pribadi masyarakat (dimana hal ini menunjukkan tanda hubungan negara dan warganya secara lebih terinstitusionalisasi), kemunculan wilayah publik, berkurangnya nilai-nilai pluralistik yang tergantikan dengan hukum negara/kerajaan, hingga adanya kerangka administratif yang lebih lanjut pada negara bangsa. 19 Dalam perkembangannya, konsep ini sarat akan unsur dan pengaruh Barat. Terlepas dari hal tersebut, wilayah-wilayah lain seperti Asia Tenggara pada sistem Mandala serta peradaban Muslim di Timur Tengah nampaknya juga menunjukkan adanya suatu proses pengorganisasian masyarakat yang mirip dengan perkembangan kewarganegaraan di Barat. 20 Oleh karena itu, sangat dimungkinkan apabila konsep kewarganegaraan itu sendiri bukanlah merupakan suatu konsep yang lahir hanya dari satu produk sosial (yaitu Barat), melainkan hasil dari proses yang paralel dan terjadi secara bersamaan. Sayangnya, tidak ada batasan definisi yang jelas tentang perbedaan dari konsepsi ini dalam berbagai masyarakat tersebut karena implikasi dari kolonialisme yang mana kemudian mendominasi ide-ide terkait kewarganegaraan. Namun hingga era pasca kolonialisme pun, konsep ini memperoleh definisi yang beragam, salah satunya adalah definisi dari welfare state yang mengemukakan bahwa kewarganegaraan adalah suatu metode pendistribusian sumber daya yang diperuntukkan pada mereka yang 19 B. S. Turner (ed.), Citizenship and Social Theory, Sage Publications, London, 1993, p.vii. 20 Turner (ed.), Citizenship and Social Theory, p.x. 8

9 tidak bisa mendapatkan akses kebutuhan oleh karena faktor lingkungannya. 21 Dalam era kontemporer, kewarganegaraan memegang arti penting dalam berbagai hal, seperti konsep kewarganegaraan dalam teori demokrasi.pada perspektif filsafat politik dan hukum kontitusional, kewarganegaraan biasanya didefinisikan sebagai sekumpulan hak dan kewajiban seorang individu sebagai bagian dari komunitas politik.wujud daripada hak dan kewajiban tersebut secara mendasar umumnya mengacu pada hak untuk mendapatkan akses tanda identitas warga negara, serta pembayar pajak aktif negara. Apabila dilihat dalam kerangka sosiologis yang lebih luas, maka kewarganegaraan dapat didefinisikan sebagai sekumpulan praktek (yuridis, politik, ekonomi, serta kultural) yang menempatkan individu sebagai aggota masyarakat, dan memiliki konsekwensi dalam membentuk aliran sumber daya dari individu tersebut dalam kelompok sosialnya. 22 Menurut Marshall, kewarganegaraan setidaknya terdiri dari tiga komponen utama yang meliputi ; hak sipil yang dibutuhkan untuk kebebasan individu, hak politik untuk berpartisipasi dalam proses politik, serta hak sosial yang mencakup seluruh bagian dalam hal kesejahteraan ekonomi, hidup beradab sesuai dengan standar masyarakat, dll Argumentasi Utama Kajian HI mainstream yang masih menjadikan negara-bangsa sebagai entitas pertama dan utama dalam membangun tatanan dunia yang teratur, dalam beberapa level menghambat pengaplikasian nilai-nilai dalam HAM yang bersifat sangat universal.implementasi Hukum Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982 membuat sebagian besar dari etnis Rohingya keluar dari definisi warga negara.hal ini, tentu saja sangat berpengaruh dalam pemenuhan hak-hak esensial mereka 21 Turner (ed.), Citizenship and Social Theory, p Turner (ed.), Citizenship and Social Theory, p.xi 23 Turner (ed.), Citizenship and Social Theory, p.20 9

10 yang pada dasarnya dijamin oleh nilai HAM internasional.melalui perspektif HAM, tentu hal ini tidak dibenarkan karena sejatinya HAM berlaku untuk seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Perlakuan yang diterima oleh etnis Rohingya menyalahi nilai dasar dari instrumen hukum HAM internasional sepertithe Universal Declaration of Human Rights (UDHR), Convention relating to the Status of Stateless Persons tahun 1954 serta International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).Dari sini dapat dilihat bahwa konsepsi HAM dan kewarganegaraan menjadi sangat kompleks ketika keduanya saling berhadapan di ranah politik, karena manifestasi penerapannya dalam realita kerap kali bersinggungan dan sangat dipengaruhi oleh kepentingan penguasa. 1.5 Metode Penelitian Penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif untuk menjawab kedua rumusan masalah, yaitu melalui pengumpulan data dari sumber yang relevan. Metode kualitatif yang akan digunakan dalam hal ini adalah studi terhadap dokumen yang memuat informasi terkait berupa buku, jurnal, surat kabar, atau sumber lain terkait dengan HAM dan kewarganegaraan. Pada bagian studi kasus Rohingya di Myanmar, data dari sumber onlineakan lebih banyak digunakan mengingat eskalasi persoalan yang terus mengemuka hingga saat ini, dimana pada umumnya sumber online menawarkan informasi yang diperoleh secara cepat dan akurat. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini utamanya merupakan data kualitatif, dengan tambahan kuantitatif untuk mempermudah penjelasan apabila diperlukan. Melalui metode kualitatif ini, seluruh sumber yang telah didapatkan penulis akan dianalisa secara lebih mendalam untuk memunculkan analisis terkait rumusan masalah penelitian dan kemudian akan disimpulkan oleh penulis. 1.6 Jangkauan Penelitian Secara umum keterkaitan konsep HAM dan kewarganegaraan bereskalasi utamanya setelah kemunculan The Universal Declaration of Human Rights(UDHR) yang menandai kelahiran HAM yang lebih 10

11 terinstitusionalisasi.perdebatan ini masih berlangsung hingga sekarang, sehingga penulis akan membahas keterkaitannya sampai periode saat penelitian ini dibuat. Di samping itu, penelitian ini akan mengambil isu Rohingya di Myanmar sebagai studi kasus dari keterkaitan antara HAM dan kewarganegaraan.pada kasus Rohingya sendiri akan dipaparkan fakta historis secara singkat, kemudian peneliti akan menyoroti persoalan tersebut utamanya setelah diterapkannya Kebijakan Kewarganegaraan baru pada tahun 1982 yang telah memasukkan etnis Rohingya sebagai etnis non-indigenous sehingga akses mereka terhadap kepentingan umum dibatasi. 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini akan terdiri dari empat bagian. Pada bagian pertama adalah bagian pendahuluan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, landasan konseptual, argumentasi utama, metode penelitian, jangkauan penelitian dan sistematika penelitian. Pada bagian kedua, penulis akan membahas mengenai Kebijakan Kewarganegaraan pemerintah Myanmar dan dampaknya bagi etnis Rohingya. Pada bagian ketiga, akan dianalisa persoalan terkait khususnya dari sudut pandang HAM universal. Pada bagian keempat, penulis akan menarik kesimpulan serta refleksi dari keterkaitan konsep yang ada dan menjelaskan signifikansi fenomena semacam ini dalam studi Hubungan Internasional. 11

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri Latar Historis dan Filosofis (1) Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

SEJARAH HAK AZASI MANUSIA

SEJARAH HAK AZASI MANUSIA SEJARAH HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-2 FH Unsri URGENSI SEJARAH HAM Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1 PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM.

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM. Hak Asasi Manusia Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Pengertian HAM. Generasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Oleh: Made Arik Tamaja I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Hukum

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 1 KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 A. Kewajiban untuk melaksanakan Kovenan dalam tatanan hukum dalam negeri 1. Dalam Komentar Umum No.3 (1990) Komite menanggapi persoalan-persoalan

Lebih terperinci

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa ini, demokrasi merupakan salah satu pandangan dan landasan kehidupan dalam berbangsa yang memiliki banyak negara pengikutnya. Demokrasi merupakan paham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

Lebih terperinci

KONSEPSI KEWARGANEGARAAN. By : Amaliatulwalidain

KONSEPSI KEWARGANEGARAAN. By : Amaliatulwalidain KONSEPSI KEWARGANEGARAAN By : Amaliatulwalidain Pengantar Tradisi kewarganegaraan telah ada sejak masa Yunani Kuno, konsepsi modern tentang kewarganegaraan baru muncul pada abad keduapuluh. Konsepsi kewarganegaraann

Lebih terperinci

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media dan demokrasi merupakan dua entitas yang saling melengkapi. Media merupakan salah satu produk dari demokrasi. Dalam sejarah berkembangnya demokrasi, salah satu

Lebih terperinci

PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekua

PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekua Hak Azazi Manusia 2012 PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekuasaan atau wewenang yang dimiliki

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan Pengertian dan

Lebih terperinci

HAM dan Hukum Ekonomi Internasional

HAM dan Hukum Ekonomi Internasional HAM dan Hukum Ekonomi Internasional Oleh : Kelompok 10 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran HAM dan Hk. Ekonomi Internasional Perhatian terhadap hubungan antara HAM dengan Hk. Ekonomi Int l muncul karena

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. sama lain. Lebih jauh standarisasi ini tidak hanya mengatur bagaimana

BAB V KESIMPULAN. sama lain. Lebih jauh standarisasi ini tidak hanya mengatur bagaimana BAB V KESIMPULAN Tidak dapat dipungkiri, setelah dianutnya gagasan hak asasi dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), masyarakat internasional sejak saat itu telah memiliki satu standar bersama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di hadapan Tuhan. Manusia dianugerahi akal budi dan hati nurani sehingga mampu membedakan yang

Lebih terperinci

DEFINISI, TEORI, DAN RUANG LINGKUP HAK AZASI MANUSIA

DEFINISI, TEORI, DAN RUANG LINGKUP HAK AZASI MANUSIA DEFINISI, TEORI, DAN RUANG LINGKUP HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-1 FH Unsri DEFINISI HAK ASASI MANUSIA Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan setiap manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

MASYARAKAT MADANI. Hatiningrum, SH.M Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

MASYARAKAT MADANI. Hatiningrum, SH.M Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen MASYARAKAT MADANI Modul ke: 13 Fakultas Udjiani EKONOMI DAN BISNIS 1. Pengertian dan Latar Belakang 2. Sejarah Masyarakat Madani 3. Karakteristik dan Ciri-ciri Masyarakat Madani 4. Institusi Penegak Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya

Lebih terperinci

MAKALAH. Negara Hukum, HAM, dan Peran Masyarakat Sipil

MAKALAH. Negara Hukum, HAM, dan Peran Masyarakat Sipil PELATIHAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK JEJARING KOMISI YUDISIAL RI Bandung, 30 Juni 3 Juli 2010 MAKALAH Negara Hukum, HAM, dan Peran Masyarakat Sipil Oleh: M.Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum KOMISI YUDISIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH BAGI POLITIK HUKUM. Negara perlu disatu sisi karena Negara merupakan institusi pelembagaan kepentingan umum dan di lain

Lebih terperinci

Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana

Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI 1 Cycle of Violence Tragedi kemanusiaan atas etnis Rohingnya berulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka

Lebih terperinci

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar Wawasan Kebangsaan Dewi Fortuna Anwar Munculnya konsep Westphalian State Perjanjian Westphalia 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun antar agama Katholik Roma dan Protestan di Eropa melahirkan konsep Westphalian

Lebih terperinci

Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi

Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi NAMA : Bram Alamsyah NIM : 11.12.6286 TUGAS JURUSAN KELOMPOK NAMA DOSEN : Tugas Akhir Kuliah Pancasila : S1-SI : J : Junaidi Idrus,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan secara pribadi sungguh tidak dapat di pisahkan dari lingkungan (komunitas) tempat dia berada. Sejak lahir, manusia langsung menjadi bagian dari sebuah masyarakat

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA. : IRVAN AGUSTIAN PRATAMA NIM : Kelompok : C Program Studi : STRATA 1 : Teknik Informatika

HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA. : IRVAN AGUSTIAN PRATAMA NIM : Kelompok : C Program Studi : STRATA 1 : Teknik Informatika HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA Nama : IRVAN AGUSTIAN PRATAMA NIM : 11.11.4733 Kelompok : C Program Studi : STRATA 1 Jurusan : Teknik Informatika DOSEN PEMBIMBING : Drs. Tahajudin Sudibyo STIMIK AMIKOM

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-1

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-1 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-1 Konsep Hak dan Kewajiban asasi Manusia Apa itu HAK? Apa itu Kewajiban? HAK adalah suatu yang kita terima, dapat berupa

Lebih terperinci

BAB IV KESEPAKATAN ANTARA SUKU-SUKU DI ISRAEL DENGAN DAUD DALAM 2 SAMUEL 5:1-5 PERBANDINGANNYA DENGAN KONTRAK SOSIAL MENURUT JEAN JACQUES ROUSSEAU

BAB IV KESEPAKATAN ANTARA SUKU-SUKU DI ISRAEL DENGAN DAUD DALAM 2 SAMUEL 5:1-5 PERBANDINGANNYA DENGAN KONTRAK SOSIAL MENURUT JEAN JACQUES ROUSSEAU BAB IV KESEPAKATAN ANTARA SUKU-SUKU DI ISRAEL DENGAN DAUD DALAM 2 SAMUEL 5:1-5 PERBANDINGANNYA DENGAN KONTRAK SOSIAL MENURUT JEAN JACQUES ROUSSEAU Pada dasarnya kesepakatan yang dimaksudkan dalam bagian

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd HAK AZASI MANUSIA Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd Hak Asasi Manusia (HAM) Universal Declaration of Human Right UU RI No. 39 Tahun 1999 Landasan Hukum HAM di Indonesia Universal Declaration of Human

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini, BAB V PENUTUP Pada bab V penulis menyimpulkan keseluruhan pembahasan dalam skripsi. Kesimpulan tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan penulis ajukan dalam pembatasan masalah. Disamping itu penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dalam kegiatan saling

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dalam kegiatan saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena manusia dianugrahkan akal, pikiran dan perasaan. Manusia juga merupakan makhluk sosial yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hal tersebut dibuktikkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hal tersebut dibuktikkan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, Indonesia merupakan salah satu Negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hal tersebut dibuktikkan dengan adanya pengakuan terhadap hak-hak asasi

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS

BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS Ratusan tahun yang lalu, masyarakat tradisional Indonesia yang pada saat itu

Lebih terperinci

Modul ke: Hak Asasi Manusia. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Modul ke: Hak Asasi Manusia. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi. Modul ke: Hak Asasi Manusia Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Pengertian HAM Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia

Lebih terperinci

KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL

KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL Oleh Anggun Pratiwi Ni Made Suksma Prijandhini Devi Salain Hukum

Lebih terperinci

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER l Edisi 001, Oktober 2011 Edisi 001, Oktober 2011 P r o j e c t i t a i g D k a a n MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER Ihsan Ali Fauzi 1 Edisi 001, Oktober 2011 Informasi Buku: Abdullahi Ahmed An- Na`im,

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM INTERNASIONAL INTERNATIONAL LAW : 1. PUBLIC INTERNATIONAL LAW ( UNITED NATIONS LAW, WORLD LAW, LAW of NATIONS) 2. PRIVATE INTERNATIONAL LAW 2 DEFINISI "The Law of Nations,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Orang lain tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia (selanjutnya disingkat HAM) yang utama adalah hak atas kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

ASAL USUL HISTORIS KONSEPSI HAM

ASAL USUL HISTORIS KONSEPSI HAM TEORI HAM 1 ASAL USUL HISTORIS KONSEPSI HAM 1. Doktrin hukum alam pra modern dari Greek Stoicism yang berpendapat bahwa kekuatan kerja universal mencakup semua ciptaan dan tingkah laku manusia, oleh karenanya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

PENDAPAT TERPISAH HAKIM ZEKIA

PENDAPAT TERPISAH HAKIM ZEKIA Saya menyetujui, dengan segala hormat, bagian pengantar keputusan terkait prosedur dan fakta dan juga bagian penutup tentang dengan penerapan Pasal 50 (pas. 50) dari Konvensi terhadap kasus ini. Saya juga

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 09 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Hak Asasi Manusia : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Negara Hukum. Manusia

Negara Hukum. Manusia Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara hukum / Rule of Law / Rechtsstaat yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa Negara demokrasi adalah negara hukum, namun negara hukum belum

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM I. UMUM Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN J. Bray, Ethnic Minorities and the Future of Burma, Royal Institute of International Affair, 1992.

BAB I PENDAHULUAN J. Bray, Ethnic Minorities and the Future of Burma, Royal Institute of International Affair, 1992. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Myanmar merupakan negara yang memiliki beragam etnis dan agama. Sejak berakhirnya kolonialisme Inggris pada tahun 1948, muncul ketegangan diantara kelompok minoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rohingya merupakan etnis minoritas muslim yang mendiami wilayah Arakan sebelah utara Myanmar berbatasan dengan Bangladesh, yang dahulu wilayah ini dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

Health and Human Rights Divisi Bioetika dan Medikolegal FK USU WHO Definition of Health Health is a state t of complete physical, mental and social well- being and not merely the absence of disease or

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

Dikdik Baehaqi Arif

Dikdik Baehaqi Arif Dikdik Baehaqi Arif dik2baehaqi@yahoo.com PENGERTIAN HAM HAM adalah hak- hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia Idak dapat hidup sebagai manusia (Jan Materson) PENGERTIAN

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: HAK ASASI MANUSIA. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: HAK ASASI MANUSIA. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN. KEWARGANEGARAAN Modul ke: HAK ASASI MANUSIA by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id HAK ASASI MANUSIA Pokok Bahasan: 1.Pengertian Hak Asasi Manusia. 2. Tujuan Hak Asasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi

Lebih terperinci

Membangun Kritisisme Generasi Indonesia 1

Membangun Kritisisme Generasi Indonesia 1 Membangun Kritisisme Generasi Indonesia 1 Sebuah Telaah Singkat tentang Filsafat Kritisisme Pendahuluan: Manusia dan Hakekat Kritisisme ÉÄx{M Joeni Arianto Kurniawan 2 Perubahan adalah keniscayaan, itulah

Lebih terperinci

Demokrasi Berbasis HAM

Demokrasi Berbasis HAM Demokrasi Berbasis HAM Antonio Pradjasto Jika menelusuri sejarah demokrasi, maka antara hak asasi dan demokrasi memiliki korelasi yang erat sejak diperkenalkannya konsep civil liberties pada abad XIX.

Lebih terperinci

HAM KEWARGANEGARAAN. Hak Asasi Manusia FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

HAM KEWARGANEGARAAN. Hak Asasi Manusia FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KEWARGANEGARAAN HAM Hak Asasi Manusia Disusun oleh : Lanny Ariani (125100601111013) Khanza Jasmine (125100601111015) Budi Satriyo (125100601111017) Avia Intan Rafiqa (125100601111019) FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam

Lebih terperinci

PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Gita Wanandi I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis

Lebih terperinci

LOG Ci O vic Education

LOG Ci O vic Education LOGO Civic Education NEGARA DAN WARGA NEGARA Dosen Pengajar: Dra. Hermawati, MA Kelompok 5a : 1 Nia Cita Anisa (1113102000052) Kelas B No absen :15 2 Ramaza Rizka (1113102000076) Kelas D No absen :10 3

Lebih terperinci

BAHAN AJAR KEWARGANEGARAAN

BAHAN AJAR KEWARGANEGARAAN BAHAN AJAR KEWARGANEGARAAN DISAMPAIKAN PADA ACARA WORKSHOP E-LEARNING OLEH : TATIK ROHMAWATI, S.IP. DOSEN TETAP ILMU PEMERINTAHAN 15 Desember 2007 1 PENGERTIAN HAM Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe.

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe. BAB V KESIMPULAN Studi ini menyimpulkan bahwa politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe merupakan konstruksi sosial yang dapat dipahami melalui konteks struktur sosial yang lebih luas. Khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana dan pemidanaan) karya Cesare Beccaria pada tahun 1764 yang menjadi argumen moderen pertama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada bulan Pebruari merupakan titik permulaan perundingan yang menuju kearah berakhirnya apartheid dan administrasi minoritas kulit putih di Afrika Selatan.

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH l Edisi 048, Februari 2012 P r o j e c t SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH i t a i g k a a n D Sulfikar Amir Edisi 048, Februari 2012 1 Edisi 048, Februari 2012 Sains, Islam, dan Revolusi Ilmiah Tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA Oleh : Miga Sari Ganda Kusuma Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH., MS I Made Budi Arsika, SH., LLM Bagian Hukum

Lebih terperinci

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,

Lebih terperinci

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2013 HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

sebelumnya, yaitu Zaman Pertengahan. Walau demikian, pemikiran-pemikiran yang muncul di Zaman Pencerahan tidaklah semuanya baru.

sebelumnya, yaitu Zaman Pertengahan. Walau demikian, pemikiran-pemikiran yang muncul di Zaman Pencerahan tidaklah semuanya baru. Ada beberapa teori-teori demokrasi yaitu : 1. Teori Demokrasi Klasik Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad ke-5 SM tepatnya di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan

Lebih terperinci

Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri

Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA --------- POINTERS Dengan Tema : Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri OLEH : WAKIL KETUA MPR RI HIDAYAT NUR

Lebih terperinci