PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TRAITS DENGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA PASIEN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TRAITS DENGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA PASIEN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR"

Transkripsi

1 PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TRAITS DENGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA PASIEN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR I WAYAN WESTA

2 ABSTRAK PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TRAITS DENGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA PASIEN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR Pengaruh personality traits dengan dispepsia fungsional telah diteliti pada populasi umum, terutama berhubungan dengan kecenderungan kecemasan, mudah marah, depresi, atau rentan terhadap peristiwa stres. Belum banyak penelitian yang mempelajari pengaruh Big Five personality traits dengan terjadinya dispepsia fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Big Five personality traits dengan terjadinya dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Penelitian potong lintang dilakukan bulan Agustus- September 2015 terhadap 62 pasien yang tercatat di register poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar melalui simple random sampling untuk mencari kejadian dispepsia fungsional. Responden mengisi kuesioner Big Five personality traits berdasarkan International Personality Item Pool-Five Factor Inventory (IPIP-FFI) dan DASS-42. Data dianalisis dengan menggunakan regresi logistik. Angka prevalensi dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar didapatkan sebesar 43,50%, dengan rerata umur 51,31 ± 14,830, 35 orang (56,50%) berjenis kelamin laki-laki, 8 orang (12,90%) mengalami depresi, 13 orang (21,00%) mengalami kecemasan dan 7 orang (11,30%) mengalami stres. Neuroticism mempunyai pengaruh protektif terjadinya dispepsia fungsional dengan Adjusted Odd Ratio = 0,598 (p = 0,014). Kesimpulan yang didapat bahwa setiap kenaikan 10 unit skala neuroticism maka kemungkinan untuk menjadi dispepsia fungsional meningkat 5,15 kali. Kata kunci: Big Five personality traits, neuroticism, dispepsia fungsional, Denpasar

3 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. Rasa tidak nyaman secara spesifik meliputi rasa cepat kenyang, rasa penuh, rasa terbakar, kembung di perut bagian atas dan mual. Gejala tersebut bersifat umum dan merupakan 30% sampai 40% dari semua keluhan lambung yang disampaikan kepada dokter ahli Gastroenterologi (O Mahony dkk, 2006 ). Gejala gejala yang timbul disebabkan berbagai faktor seperti gaya hidup merokok, alkohol, berat badan berlebih, stres, kecemasan, dan depresi yang relevan dengan terjadinya dispepsia (Abdullah & Gunawan, 2012). Berdasarkan penyebab dan keluhan gejala yang timbul maka dispepsia dibagi 2 yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia organik apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya adanya ulkus peptikum, karsinoma lambung, dan cholelithiasis yang bisa ditemukan secara mudah melalui pemeriksaan klinis, radiologi, biokimia, laboratorium, maupun gastroentrologi konvensional (endoskopi). Sedangkan dispepsia fungsional apabila penyebabnya tidak diketahui atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional atau tidak ditemukan adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (Djojoningrat, 2006). 1

4 2 Interaksi faktor psikis dan emosi seperti kecemasan atau depresi dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna melalui mekanisme brain gut axis. Adanya stimulasi atau stresor psikis menimbulkan gangguan keseimbangan saraf otonom simpatis dan parasimpatis secara bergantian (vegetatif imbalance). Stimulasi stresor juga mempengaruhi fungsi hormonal, sistem imun ( psiko neuro-imun-endokrin ), serta HPA Axis melalui pelepasan CRH dari hipotalamus dan menyebabkan penurunan regulasi reseptor CRH hipofisis. Akibatnya hipofisis tidak berespons lagi atau responnya terhadap stresor menjadi datar. Ketidakseimbangan jalur-jalur tersebut secara langsung atau tidak langsung, terpisah atau bersamaan dapat mempengaruhi saluran cerna, yaitu : mempengaruhi sekresi asam lambung, motilitas, vaskularisasi dan menurunkan ambang rasa nyeri (Andre dkk, 2013 ). Suatu studi dilakukan kepada 38 pasien dengan dispepsia fungsional, diperoleh sebanyak 26 orang (68%) mengalami kejadian hidup yang tidak diinginkan, 35 orang (92%) mengalami kecemasan, dan sebanyak 38 orang (100%) mengalami depresi. Secara statistik peristiwa hidup yang tidak diinginkan dan depresi tidak berhubungan dengan dispepsia fungsional. Namun kasus kecemasan secara statistik berhubungan dengan dispepsia fungsional (Tack dkk, 2006 ). Prevalensi dispepsia di seluruh dunia cenderung mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Populasi orang dewasa di negara barat yang dipengaruhi oleh dispepsia berkisar antara 14-38%. Menurut data Profil Kesehatan Indonesia 2007, dispepsia rawat inap di rumah sakit tahun 2006 dengan jumlah pasien

5 atau sekitar sudah menempati peringkat ke-10 untuk kategori penyakit terbanyak pasien 1,59%. Sedangkan insiden kasus dispepsia kategori non-ulcer (dispepsia fungsional ) di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2011 sebanyak 231 orang (Widya dkk, 2015). Dalam penelitian tertutup yang dilakukan di RSCM disebutkan dari 100 pasien dengan keluhan dispepsia, 80 % mengalami keluhan dispepsia fungsional (Ambarwati, 2005). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar kunjungan pasien rawat jalan yang mengalami keluhan dispepsia terjadi peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun hal ini disebabkan RSUP Sanglah merupakan rumah sakit negeri kelas A, mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis, sebagai pusat rujukan tertinggi atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat untuk seluruh wilayah kabupaten di Bali, termasuk Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, serta melayani rujukan bagi peserta BPJS Mandiri dan BPJS Non Mandiri (RSUP Sanglah, 2013). Dispepsia fungsional merupakan penyakit psikosomatis yang erat hubungannya dengan kepribadian seseorang dalam merespon penyakit (Andre dkk, 2013). Suatu studi penelitian oleh Widyasari (2011), tentang hubungan antara kecemasan dan tipe kepribadian introvert dengan dispepsia fungsional menemukan bahwa ada hubungan antara kecemasan dan tipe kepribadian introvert dengan dispepsia fungsional. Kepribadian dalam penelitian ini dilihat berdasarkan the big five personality yang dikembangkan oleh McCrae. Big five personality meliputi extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticsm serta openness to experience (Pervin dkk, 2005).

6 4 Penelitian tentang pengaruh big five personality dengan dispepsia fungsional belum banyak dijelaskan. Penelitian Grantika (2015), menyebutkan extraversion memiliki pengaruh terhadap nyeri kepala primer sedangkan neuroticism, openness, agreeableness dan conscientiousness tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya nyeri kepala primer, dan traits ini berperan sebagai prediktor penyakit psikosomatis. Data 2014, menunjukan peningkatan pasien rawat jalan yang datang berobat ke poliklinik Penyakit Dalam Rumah Umum Sakit Umum Pusat Sanglah khususnya bagian Gastroenterohepatologi selama periode Januari sampai Desember tahun 2014 yaitu sebesar 647 pasien, dimana 370 pasien yang datang dengan keluhan dispepsia, dan sebanyak 39,21 % yaitu 120 pasien didiagnosis dengan dispepsia fungsional setelah dilakukan pemeriksaan endoskopi, sehingga dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui pengaruh Big Five personality traits dengan dispepsia fungsional terutama pada pasien rawat jalan di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut apakah ada pengaruh Neuroticism trait, Extraversion trait, Openness trait, Agreeableness trait, dan Conscientiousness trait dengan dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar?

7 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui pengaruh Big Five Personality Traits dengan dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh Neuroticism trait dengan dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar. b. Untuk mengetahui pengaruh Extraversion trait dengan dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar. c. Untuk mengetahui pengaruh Openness to Experience trait dengan dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar. d. Untuk mengetahui pengaruh Agreeableness trait dengan dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar. e. Untuk mengetahui pengaruh Conscientiousness trait dengan dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar Manfaat Manfaat Akademik Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

8 6 a. Menambah pengetahuan dalam upaya penatalaksanaan pasien dengan dispepsia fungsional b. Mendapatkan informasi tentang pengaruh Big Five personality traits pada pasien dispepsia fungsional c. Menambah literatur mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dispepsia fungsional Manfaat Klinis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang aktual tentang pengaruh big five personality dengan dispepsia fungsional sehingga keluhan atau gejala yang muncul serta penatalaksanaannya melibatkan berbagai disiplin khususnya Ilmu Penyakit Dalam, dan Ilmu Kesehatan Jiwa atau yang lebih dikenal dengan CLP (Consultation-Liaison Psychiatry ) yang akan menjembatani ilmu kedokteran medik dengan aspek biopsikososiobudaya dan spiritual dengan tujuan akhir terapi yaitu memulihkan kualitas hidup pasien.

9 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Dispepsia Kata dispepsia berasal dari Bahasa Yunani dys (bad = buruk) dan peptein (digestion= pencernaan). Jika digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion yang berarti sulit atau ketidaksanggupan dalam mencerna. Jadi dispepsia didefinisikan sebagai kesulitan dalam mencerna yang ditandai oleh rasa nyeri atau terbakar di epigastrium yang persisten atau berulang atau rasa tidak nyaman dari gejala yang berhubungan dengan makan (rasa penuh setelah makan atau cepat kenyang tidak mampu menghabiskan makanan dalam porsi normal) (Talley & Holtmann, 2008). Pada dispepsia organik ditemukan adanya suatu kelainan struktural setelah dilakukan pemeriksaan endoskopi, Sedangkan definisi dispepsia fungsional berdasarkan konsensus kriteria Roma III, harus memenuhi satu atau lebih gejala tersebut, serta tidak ada bukti kelainan struktural melalui pemeriksaan endoskopi, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis (Brun & Kuo, 2010). Definisi lain dari dispepsia fungsional adalah penyakit yang bersifat kronik, gejala yang berubah-ubah, mempunyai riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak responsif dengan obat-obatan, dapat ditunjukkan letaknya oleh pasien, serta secara klinis pasien tampak sehat, berbeda dengan dispepsia organik yang gejala cenderung menetap, jarang mempunyai riwayat gangguan psikiatri, serta secara klinis pasien tampak kesakitan (Abdullah & Gunawan, 2012). 7

10 8 Menurut Kriteria Roma III dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 klasifikasi, yakni postprandial distres syndrome dan epigastric pain syndrome. Postprandial distres syndrome mewakili kelompok dengan perasaan begah setelah makan dan perasaan cepat kenyang sedangkan epigastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan dan tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrome. Klasifikasi dispepsia fungsional seperti disajikan pada table 2.1 dibawah ini : Tabel 2.1. Klasifikasi Dispepsia Fungsional menurut Roma III Dispepsia Fungsional Postprandial Distres Syndrome Kriteria diagnostik terpenuhi bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi: 1. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi setelah makan dengan porsi biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu 2. Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu menghabiskan porsi makan biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis. Kriteria penunjang 1. Adanya rasa kembung di daerah perut bagian atas atau mual setelah makan atau bersendawa yang berlebihan 2. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrium. Epigastric Pain Syndrome Kriteria diagnostik terpenuhi bila 5 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi: 1. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epigastrium dengan tingkat keparahan moderat/sedang, paling sedikit terjadi sekali dalam seminggu

11 9 2. Nyeri timbul berulang 3. Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau dada selain daerah perut bagian atas/epigastrium 4. Tidak berkurang dengan BAB atau buang angin 5. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan kandung empedu dan sfingter Oddi Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis. Kriteria penunjang 1. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun tanpa menjalar ke daerah retrosternal 2. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, namun mungkin timbul saat puasa 3. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah makan. (Diambil dari Appendix B: Roma III. 2010) 2.2. Epidemiologi Dispepsia merupakan masalah umum yang sering ditemukan pada klinik pengobatan. Ketika pasien selama pengobatan mempunyai gejala tanpa penyebab yang jelas sering didiagnosa non-ulcer dispepsia. Beberapa laporan menyebutkan presentase dispepsia karena kelainan organik sekitar 25%-33% dan 67%-75% tanpa penyebab yang jelas. Di seluruh dunia mempunyai prevalensi sekitar 10%- 40%. Hal itu menunjukan bahwa diagnosis dan evaluasi harus segera dilakukan. Keterlambatan diagnosis akan menyebabkan pasien dalam penderitaan dan peningkatan biaya pemeliharaan kesehatan (Randall dkk, 2014). Prevalensi dispepsia fungsional bervariasi mulai 7%-45% di seluruh dunia dan semua penelitian epidemiologi selalu mengacu pada klasifikasi kriteria Roma III. Menurut studi berbasiskan populasi pada tahun 2007, ditemukan

12 10 peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dari 1,9% pada tahun 1988 menjadi 3,3% pada tahun Sedangkan pada tahun 2010, dispepsia fungsional dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi, yakni 5% dari seluruh kunjungan ke sarana layanan kesehatan primer (Lee dkk, 2014). Beberapa penelitian yang dilakukan dalam beberapa populasi hasilnya menunjukkan perbandingan wanita lebih banyak menderita dispepsia fungsional daripada laki-laki yaitu 1,4 : 1 di Hongkong, 1,12 : 1,04 di Korea, 1,35 : 1,15 di Malaysia dan 1,16 : 1,01 di Singapura. Sedangkan pada ulkus peptikum perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Insiden ulkus meningkat pada usia pertengahan (Pulanic, 2011). Namun, suatu penelitian di Jepang menunjukkan perbandingan prevalensi lebih besar pada laki-laki daripada wanita yaitu 2:1 (Kumar dkk, 2012). Prevalensi dispepsia fungsional berdasarkan kriteria umur ditemukan meningkat secara signifikan yaitu : 7,7% pada umur tahun, 17,6% pada umur tahun, 18,3% pada umur tahun, 19,7% pada umur tahun, 22,8% pada umur tahun, 23,7% pada umur tahun, dan 24,4% pada umur di atas 65 tahun (Brun & Kuo, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati (2005), di FKUI-RSCM ditemukan bahwa rentang umur kunjungan pasien ke Poliklinik Penyakit Dalam adalah 15 sampai 70 tahun. Variabel demografik seperti tingkat sosial atau derajat urbanisasi tidak mempengaruhi prevalensi dispepsia. Berdasarkan data dari berbagai rumah sakit di Indonesia frekwensi dispepsia fungsional sekitar 60%-70% dari seluruh pasien yang masuk ke Bagian Gastroenterology-hepatology (Cahyanto dkk, 2014).

13 Patofisiologi Dispepsia Fungsional Mekanisme patofisiologi timbulnya dispepsia fungsional atau ulkus peptikium masih belum seluruhnya dapat diterangkan secara pasti. Hal ini menunjukan bahwa dispepsia fungsional merupakan sekelompok gangguan yang heterogen, namun sudah terdapat banyak bukti dari hasil penelitian para ahli yang dapat dijadikan pegangan. Beberapa studi menghubungkan mekanisme patofisiologi dispepsia fungsional dengan terjadinya infeksi H. Pylori, ketidaknormalan motilitas, gangguan sensori visceral, faktor psikososial, dan perubahan-perubahan fisiologi tubuh yang meliputi gangguan pada sistem saraf otonom vegetatif, sistem neuroendokrin, serta sistem imun tubuh. Sedangkan Patofisiologi ulkus peptikum diperkirakan akibat ketidak seimbangan antara tekanan agresif (HCL dan pepsin) yang menyebabkan ulserasi dan tekanan defensif yang melindungi lambung ( barier mukosa lambung, barier mukus lambung, sekresi HCO3) (Yehuda, 2010). Patofisiologi dispepsia fungsional dapat diterangkan melalui beberapa teori dibawah ini (Yehuda, 2010) : Infeksi H. Pylori Peranan infeksi H. Pylori dengan timbulnya dispepsia fungsional sampai saat ini masih terus diselidiki dan menjadi perdebatan dikalangan para ahli Gastrohepatologi. Studi populasi yang besar telah menunjukan peningkatan insiden infeksi H. Pylori pada pasien dengan dispepsia fungsional. Beberapa ahli berpendapat H. Pylori akan menginfeksi lambung jika lambung dalam keadaan kosong pada jangka waktu yang cukup lama. Infeksi H. Pylori menyebabkan

14 12 penebalan otot dinding lambung yang selanjutnya meningkatkan massa otot sehingga kontraksi otot bertambah dan pengosongan lambung akan semakin cepat. Pengosongan lambung yang cepat akan membuat lambung kosong lebih lama dari biasanya dan H. Pylori akan semakin menginfeksi lambung tersebut, dan bisa sebagai predictor timbulnya ulkus peptikum Ketidaknormalan Motilitas Dengan studi Scintigraphic Nuclear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia fungsional mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam lambung. Demikian pula pada studi Monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial. Penelitian terakhir menunjukan bahwa fundus lambung yang kaku bertanggung jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus lambung relaksasi, baik saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan bertahap dari corpus lambung menuju ke bagian fundus lambung dan duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dispepsia fungsional, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat. Bila berlangsung lama bisa sebagai predictor ulkus peptikum Gangguan Sensori Visceral Lebih 50% pasien dispepsia fungsional menunjukan sensitifitas terhadap distensi lambung atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat : makanan yang sedikit mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi lambung intestinum atau distensi dini bagian antrum postprandial dapat menginduksi nyeri pada bagian ini.

15 Faktor Psikososial Faktor psikis dan stresor seperti depresi, cemas, dan stres ternyata memang dapat menimbulkan peningkatan hormon kortisol yang berakibat kepada gangguan keseimbangan sistem saluran cerna, sehingga terlihat bahwa pada hormon kortisol yang tinggi ternyata memberikan manifestasi klinik dispepsia yang lebih berat. Jadi semakin tinggi nilai kortisol akan menyebabkan semakin beratnya klinis dispepsia. Begitu juga dengan perubahan gaya hidup seperti kurang olahraga, merokok, dan gangguan tidur juga memiliki efek terhadap peningkatan asam lambung dan perubahan aktivitas otot dinding lambung yang meningkatkan kemungkinan terjadinya dyspepsia (Micut, 2012) Gangguan Keseimbangan Neuroendokrin Gangguan sekresi pada lambung dapat terjadi karena gangguan jalur endokrin melalui poros hipotalamus pituitary adrenal ( HPA axis). Pada keadaan ini terjadi peningkatan kortisol dari korteks adrenal akibat rangsangan dari korteks serebri diteruskan ke hipofisis anterior sehingga terjadi pengeluaran hormone kortikotropin. Peningkatan kortisol ini akan merangsang produksi asam lambung (Gene, 2012) Gangguan Keseimbangan Sistem Saraf Otonom Vegetatif Pada keadaan ini konflik emosi yang timbul diteruskan melalui korteks serebri ke sistem limbik kemudian ke hipotalamus dan akhirnya ke sistem saraf otonom vegetatif. Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Konflik emosi akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter acetylcholine oleh Sistem saraf simpatis yang

16 14 mengakibatkan peningkatan peristaltik dan sekresi asam lambung. Sedangkan sistem saraf parasimpatis hampir 75% dari seluruh serabut sarafnya didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X). saraf dari parasimpatik meninggalkan sistem saraf pusat melalui nervus vagus menuju organ yang dipersarafi secara langsung yaitu : mempersarafi lambung dengan cara merangsang sekresi asetilkolin, gastrin, dan histamine yang akhirnya memunculkan keluhan dispepsia bila terjadi difungsi persarafan vagal. Disfungsi nervus vagal akan menimbulkan kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung sewaktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang. Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis juga mensekresikan neurotransmiter sinaps yaitu asetilkolin atau norepinefrin. Kedua neurotransmitter tersebut akan mengaktivasi atau menginhibisi presinap maupun postsinap saraf simpatik dan parasimpatik sehingga menimbulkan efek eksitasi pada beberapa organ tetapi menimbulkan efek inhibisi pada organ lainnya salah satunya adalah organ lambung. Terjadinya ketidakseimbangan eksitasi maupun inhibisi pada kedua neurotransmitter menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas pada organ lambung yang dipersarafinya baik peningkatan maupun penurunan aktivitas, sehingga bisa memunculkan keluhan dispepsia (New & Siever, 2008) Perubahan Dalam Sistem Imun Faktor psikis dan stresor akan mempengaruhi sistem imun dengan menerima berbagai input, termasuk input dari stresor yang mempengaruhi neuron bagian Medial Paraventriculer Hypothalamus melalui pengaktifan sistem endokrin hypothalamus-pituitary axis (HPA), bila terjadi stres yang berulang atau

17 15 kronis, maka akan terjadi disregulasi dari sistem endokrin hypothalamus-pituitary axis (HPA ) melalui kegagalan dari mekanisme umpan balik negative. Faktor psikis dan stres juga mempengaruhi sistem imun melalui mengaktivasi sistem noradrenergik di otak, tepatnya di locus cereleus yang menyebabkan peningkatan pelepasan ketekolamin dari sistem saraf otonom. Selain itu akibat pelepasan neuropeptida dan adanya reseptor neuropeptida pada limfosit B dan Limfosit T, dan terjadi ketidakcocokan neuropeptida dan reseptornya akan menyebabkan stres dan dapat mempengaruhi kualitas sistem imun seseorang, yang pada akhirnya akan muncul keluhan-keluhan psikosomatik salah satunya pada organ lambung dengan manifestasi klinis berupa keluhan dispepsia. Bila keluhan somatik ini berlangsung lama, bisa juga sebagai prediktor timbulnya dispepsia organik berupa ulkus peptikum atau duodenum (Gene, 2012) Manifestasi Klinis Dispepsia Fungsional Manifestasi klinis pada sindrom dispepsia antara lain rasa nyeri atau ketidaknyamanan di perut, rasa penuh di perut setelah makan, kembung, rasa kenyang lebih awal, mual, muntah, atau bersendawa. Pada dispepsia organik, kecenderungkan keluhan tersebut menentap, disertai rasa kesakitan dan jarang memiliki riwayat psikiatri sebelumnya. Sedangkan pada dispepsia fungsional terdapat dua pola yang telah ditentukan adalah: a) postprandial distres syndrome, dan b) epigastric pain syndrome (Drug & Stanciu, 2007). Kriteria Roma III menjelaskan dua pola dispepsia yang berbeda tergantung pada apakah gejala tersebut terutama berkaitan dengan asupan makanan dan atau berkaitan dengan ketidakmampuan untuk menyelesaikan makan (postprandial

18 16 distres syndrome) atau lebih didominasi oleh rasa sakit (epigastric pain syndrome) (Abdullah & Gunawan, 2012). Sementara pola ini dikembangkan lebih berdasarkan kepada pendapat ahli daripada bukti klinis, beberapa data yang mendukung relevansi klinis untuk perbedaan ini mulai muncul dengan satu penelitian misalnya, menunjukkan bahwa kecemasan berhubungan dengan postprandial distres syndrome tetapi tidak berhubungan dengan epigastric pain syndrome dan yang lain menunjukkan bahwa genetik berhubungan dengan epigastric pain syndrome dan tidak berhubungan dengan postprandial distres syndrome (Abdullah & Gunawan, 2012) Kriteria Diagnosis Dispepsia Fungsional Keluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis dispepsia adalah adanya nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. Apabila ditemukan adanya kelainan organik atau struktural organ lambung, perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis dispepsia organik, sedangkan bila tidak ditemukan kelainan organik apa pun, dipikirkan kecurigaan ke arah dispepsia fungsional. Penting diingat bahwa dispepsia fungsional merupakan diagnosis by exclusion, sehingga idealnya terlebih dahulu harus benar-benar dipastikan tidak ada kelainan yang bersifat organik pada pemeriksaan endoskopi (Abdullah & Gunawan, 2012). Roma III memberikan kriteria diagnostik untuk dispepsia fungsional seperti table 2.2 berikut:

19 17 Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Roma III untuk Dispepsia Fungsional Dispepsia Fungsional Memenuhi salah satu gejala atau lebih dari: Rasa penuh setelah makan yang mengganggu. Rasa cepat kenyang. Nyeri epigastrium. Rasa terbakar di epigastrium. dan Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk hasil endoskopi saluran cerna bagian atas) yang mungkin dapat menjelaskan timbulnya gejala. Kriteria terpenuhi selama minimal 3 bulan, dengan onset gejala minimal 6 bulan sebelum diagnosis. (Diterjemahkan dari Chang, 2006) Penatalaksanaan Dispepsia Fungsional Penatalaksanaan dispepsia awal terdiri dari pengkajian riwayat penyakit untuk mengetahui semua gejala dispepsia sangat penting untuk mengetahui apa masalah utama dari pasien. Hal ini penting karena penatalaksanaan dispepsia bertujuan untuk mengendalikan gejala daripada pengobatan permanen penyakitnya. Pemeriksaan fisik yang lengkap untuk menyingkirkan adanya gangguan struktural seperti pemeriksaan endoskopi sangatlah diperlukan. Langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan dari terapi. Langkah ini harus memperhatikan tujuan dasar dilakukannya pengobatan yaitu tidak hanya mencegah kematian, tetapi juga menolong kehidupan. Tujuan terapi pada pasien dispepsia fungsional adalah bagaimana pasien mampu mengelola kekhawatiran terhadap penyakitnya dan mampu meningkatkan kualitas kesehatannya (Loyd & McClelan, 2011). Dalam Ilmu Kesehatan Jiwa atau Ilmu Psikiatri terdapat

20 18 subspesialisasi Consultation Liaison Psychiatry (CLP) yang mempunyai peranan menjembatani Bagian Psikiatri dengan Bagian Spesialisasi lainnya atau sebaliknya. CLP bertujuan memberikan pelayanan yang holistik, tidak hanya kesembuhan penyakit secara fisik namun juga meliputi kesehatan mental serta kualitas hidup pasien (Musana dkk, 2006). Secara umum pengobatan gangguan dispepsia fungsional dengan pendekatan CLP dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu : somatoterapi, psikoterapi, manipulasi lingkungan dan sosioterapi. Pembagian tersebut hanyalah merupakan bentuk karya ilmu yang dipergunakan untuk mempermudah pemikiran. Manusia sebagai makhluk Bio-Psiko-Sosial- Spiritual yang tidak dapat terpisahkan menuntut ketiga golongan penatalaksanaan tersebut untuk dilakukan secara bersamaan dan komprehensif (Loyd & McClelan, 2011) Consultation Liaison Psychiatry (CLP) Consultation Liaison Psychiatry (CLP) merupakan subspesialis dari psikiatri yang berperan sebagai penghubung yang memungkinkan kerja sama antara psikiater dengan spesialis medis lain. Dalam CLP seorang psikiater berperan sebagai penyalur keahlian psikiatri dengan disiplin ilmu lainnya yaitu : Ilmu Penyakit Dalam untuk membantu penanganan komorbiditas psikologik, psikiatrik, dan psikofisiologik pada pasien yang mengalami keluhan dispepsia. Jadi CLP meliputi pelajaran, pelatihan, pengajaran komorbiditas medik (Aksis III) dan Psikiatrik (Aksis I dan II). Seorang psikiater Consultation Liaison harus mempunyai tehnik komunikasi yang baik, ilmu pengetahuan yang luas dalam hal interaksi antara obat psikotropik dan medis lainnya (Loyd & McClelan, 2011).

21 19 CLP didasarkan pada enam prinsip dalam penanganan dispepsia fungsional (Loyd & McClelan, 2011). : Hubungan kerja yang erat antara psikiater dan internist. Hubungan ini menjadi lebih penting dari pada permintaan konsultasi tertulis dan bentuk dasar dari laporan pribadi antara dokter selama proses konsultasi. Keterlibatan psikiater sejak awal perjalanan terapi pasien, terutama setelah dilakukan pemeriksaan endoskopi dan tidak ditemukan adanya suatu kelainan structural. Keterlibatan dalam seluruh team medis pada terapi pasien dispepsia.melalui kerjasama yang erat dengan tenaga kesehatan sosial dan keperawatan, psikiater dapat memperluas perannya termasuk pengawasan terhadap orang yang terlibat dalam perjalanan diagnosis dan perawatan dari pasien dispepsia Komitmen untuk mengikuti perjalanan dari pasien dispepsia. Konsultasi yang sederhana tidak cukup. Setelah saran untuk terapi diberikan, CLP harus mengikuti seluruh perjalanan di rumah sakit, bahkan setelah pemutusan hubungan dilakukan. Pemahaman terhadap konflik utama intrapsikis dan intrakeluarga. Hubungan psikoterapi antara pasien dan psikiater dapat mempertimbangkan keuntungan bagi pasien dan keluarga. Perhatian terhadap fungsi dari medical ombudsman. Psikiater liaison dapat menolong penerimaan terhadap teknologi dan badan pelayanan kesehatan mutakhir

22 Penanganan Secara Farmakologi Setelah penerapan CLP dapat dijalankan dengan baik, penanganan gangguan dispepsia fungsional dapat diberikan secara farmakologi berdasarkan disiplin Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Psikiatri. Beberapa terapi farmakologi yang bisa diberikan pada pasien dispepsia fungsional : antasida, Histamine H2 receptor antagonists (H2RA), Proton pump inhibitors (PPI), Cytoprotective or mucoprotective agents, Prokinetic agents, obat-obat anti H. Pylori, dan obat-obat psikotropik antara lain : antipsikotik, antidepressant, antianxiety, mood stablizer. Walaupun pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan adanya suatu kelainan struktural, tetapi pemberian farmakologi masih termasuk didalam penanganan gangguan dispepsia fungsional. Penanganan ini lebih dikenal dengan nama Somatoterapi(Kandulski dkk, 2011) Penanganan Secara Psikoterapi Penanganan selanjutnya sebagai bagian dari CLP adalah psikoterapi, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh. Pertama, terangkan pasien, yakinkan bahwa tidak terdapat gangguan organik pada diri pasien, bila perlu lakukan pemeriksaan fisik yang teliti disertai tes laboratorium. Beri kesempatan pasien untuk bertanya dan terangkan mekanisme fisiologi serta keterangan tentang gejala-gejala. Kedua, beri penjelasan kepada pasien bahwa keluhannya dapat dimengerti dan gejala tersebut juga dijumpai pada orang lain yang pernah berobat. Bantu pasien mengenali permasalahannya dan arahkan ke pola yang lebih sehat yang akan bermanfaat. Beritahu bahwa gejala tersebut timbul karena kecemasan dan ketegangan psikis namun dapat diobati setelah beberapa waktu. Terapi

23 21 cognitive-behavior terbukti efektif pada pasien dengan dispepsia fungsional. Terapi ini membantu pasien secara sadar mengenali gejala nyeri pada daerah episgastrium dan keluhan cepat kenyang, mengubah cara berpikir mengenai ideide penyebab nyeri dengan pola pikir yang lebih realitas, memberikan tehnik relaksasi dan melakukan pengalihan perhatian (Soo dkk, 2004) Penanganan Secara Manipulasi Lingkungan dan Sosioterapi Terapi selanjutnya dalam penanganan dispepsia fungsional sebagai bagian dari CLP adalah manipulasi lingkungan dan sosioterapi. Pada terapi ini akan melibatkan orang-orang terdekat yang berpengaruh kepada pasien seperti pasangan, keluarga dan kerabat untuk membantu mewujudkan pola therapeutic community (Soo dkk, 2004) Kepribadian Kepribadian berasal dari kata latin yaitu persona yang berarti sebuah topeng yang biasa digunakan dalam sebuah petunjukan drama atau teaterikal, yang digunakan para aktor romawi kuno dalam menjalankan perannya. Namun seiring berjalannya waktu, kepribadian adalah pola sifat yang relatif permanen dan mempunyai karakteristik yang unik yang secara konsisten mempengaruhi perilakunya (Feist & Feist, 2009). Larsen dan Buss mendefinisikan kepribadian adalah seperangkat sifat-sifat psikologikal dan mekanisme di dalam diri individu yang diatur yang relatif menetap dan dapat mempengaruhi interaksi individu dengan yang lain serta untuk beradaptasi dengan lingkungan baik intrafisik, fisik, dan lingkungan sosial. Trait digambarkan sebagai karakteristik yang mendiskripskan kebiasaan dimana setiap

24 22 orang berbeda dengan yang lain (Larsen & Buss, 2002) Penelitian lainnya, mendefinisikan kepribadian sebagai jumlah total dari cara seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain Big Five Personality Big Five personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima dimensi trait kepribadian tersebut adalah neuoriticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousnes (Friedman & Schustack, 2008). Big Five merupakan model dari struktur trait kepribadian. Trait kepribadian didefinisikan sebagai dimensi dari perbedaan individual yang cenderung menunjukkan pola pikiran, perasaan, dan perbuatan yang konsisten. Ketika mendeskripsikan individu dengan trait yang baik ini berarti bahwa individu tersebut cenderung berbuat baik setiap waktu dan pada setiap situasi. Definisi yang luas ini menyatakan bahwa traits dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama: traits dapat digunakan untuk meringkas, memprediksi dan menjelaskan tingkah laku seseorang, sehingga salah satu alasan terkenalnya konsep traits adalah bahwa traits menyediakan jalan yang ekonomis untuk meringkas bagaimana seseorang dapat berbeda dengan yang lainnya. Traits memperkenankan seseorang untuk membuat prediksi mengenai perilaku seseorang selanjutnya (Feist & Feist, 2009).

25 Dimensi Big Five Personality Dimensi-dimensi Big Five personality menurut Costa & McCrae adalah sebagai berikut (Feist & Feist, 2009) : a. Neuroticism (N) Individu dengan skor tinggi pada dimensi neuroticism, memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani diri sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stres. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah akan lebih gembira dan puas terhadap hidup jika dibandingkan dengan yang memiliki tingkat neuroticism tinggi, sedangkan individu dengan skor yang rendah pada N, biasanya tenang, bertemperamental datar, puas akan diri sendiri, dan tidak emosional. b. Extraversion (E) Extraversion juga sering disebut dengan surgency. Individu dengan skor tinggi pada dimensi extraversion (E) cenderung penuh dengan kasih sayang, periang, banyak bicara, suka berkumpul, dan menyukai kesenangan. Selain itu, individu tersebut akan mengingat seluruh interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang jika dibandingkan dengan individu yang memiliki skor E rendah. Dimensi extraversion dicirikan dengan kecenderungan yang positif seperti memiliki antusiasme tinggi, mudah bergaul, energik, tertarik dengan banyak hal, mempunyai emosi positif, ambisius, workaholic serta ramah terhadap orang lain. Extraversion juga memiliki motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama serta dominan dalam lingkungannya. Sebaliknya,

26 24 individu dengan tingkat extraversion rendah lebih menyukai berdiam diri, tenang, pasif, dan kurang mampu mengungkapkan perasaannya. c. Openness (O) Dimensi openness membedakan antara individu yang memilih variasi dibandingkan dengan individu yang menutup diri serta individu yang mendapatkan kenyamanan dalam hubungan mereka dengan hal-hal dan orangorang yang mereka kenal. Individu yang terus menerus mencari perbedaan dan pengalaman yang bervariasi akan memiliki skor tinggi pada dimensi (O). Openness mengacu pada bagaimana individu tersebut bersedia untuk melakukan penyesuaian terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu tersebut memiliki ciri mudah bertoleransi, memiliki kapasitas dalam menyerap informasi, fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Individu dengan tingkat openness yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang berpikiran sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. d. Agreeableness (A) Dimensi agreeableness membedakan antara individu yang berhati lembut dengan yang tidak mengenal belas kasihan. Individu dengan skor yang lebih mengarah pada dimensi ini memiliki kecenderungan untuk memiliki kepercayaan yang penuh, dermawan, suka mengalah, penerima, dan baik hati. Dimensi A ini juga disebut dengan social adaptibility atau likability, yaitu mencirikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah dan menghindari konflik. Sedangkan pada individu dengan tingkat agreeableness yang rendah, suka

27 25 mencurigai, kikir, tidak ramah, mudah tersinggung, cenderung untuk lebih agresif dan mengkritik orang lain serta kurang kooperatif. e. Conscientiousness (C) Conscientiouness digambarkan dengan individu yang patuh, terkontrol, teratur, ambisius, berfokus pada pencapaian, dan disiplin diri. Dimensi conscientiouness ini dapat juga disebut dengan dependability, impulse control dan will to achive. Secara umum, individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini adalah pekerja keras, cermat, tepat waktu, dan tekun. Sebaliknya, pada individu yang berskor rendah dalam dimensi ini cenderung tidak teratur, lalai, pemalas, dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan dalam tugas-tugasnya. Tabel 2.3. Dimensi Big Five Personality(Pervin dkk, 2005). Skor Tinggi Skala Dimensi Skor Rendah Mudah khawatir, gugup, Neuroticism Tenang, rileks, tidak emosional, merasa tidak emosional, aman, tidak mampu, mudah memiliki daya tahan panik terhadap stres, merasa aman, puas atas diri sendiri Suka bergaul, aktif, banyak bicara, orientasi pada orang lain, optimis, terbuka terhadap perasaannya, penuh kasih sayang Extraversion Suka menyendiri, sederhana, tidak berlebihan dalam kesenangan, menjauhkan diri, orientasi pada tugas, pemalu, serius Memiliki rasa ingin tahu yang besar, minat yang Openness Sederhana, minat yang menetap, tidak artistik, tidak

28 26 luas, kreatif dan modern analitis, rendah hati dan menjaga tradisi Bersifat lembut, baik hati, mudah percaya, penolong, pemaaf, penurut, jujur Agreeableness Suka mengejek, tidak sopan, curiga, kasar, tidak kooperatif, pendendam, cepat marah, suka memerintah dan manipulatif Orang yang suka mengatur, dapat diandalkan, pekerja keras, disiplin, rapi, ambisius dan tekun Conscientiousness Tidak memiliki tujuan, tidak bisa diandalkan, lalai, pemalas, tidak perhatian, ceroboh, memiliki kemauan yang lemah Pengukuran Big Five Personality Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Big Five personality, diantaranya NEO-PI-R, CPI, 16-PF, Big Five Factor Maker dan lain-lain (Mastuti, 2005). Sedangkan menurut Pervin dkk, 2005 terdapat dua instrumen untuk mengukur Big Five personality, yaitu: a. NEO-PI-R yang di kembangkan oleh Costa dan McCrae (1992). b. International Personality Item Pool NEO (IPIP-NEO) yang dibuat oleh Lewis Goldberg pada tahun Skala ini dibuat berdasarkan teori Big Five yang digunakan oleh Costa dan McCrae dalam membuat NEO PI-R. Skala ini terdiri dari 50 transparent bipolar adjective dan 100 unipolar adjective markers.

29 Big Five Personality dan Dispepsia Fungsional Faktor emosi, memori, dan self esteem merupakan komponen yang membentuk kepribadian manusia (Martens dkk, 2008). Kepribadian merupakan pola kompleks perilaku yang dihasilkan dari interaksi antara ciri kepribadian dengan neurobehaviour (Lenzenweger & Clarkin, 2005). S. Freud pada teori psikoanalitik klasik berhasil mengembangkan teori kepribadian yang membagi struktur mind ke dalam tiga bagian yaitu : consciousness (alam sadar), preconsciousness (ambang sadar) dan unconsciousness (alam bawah sadar). Dari ketiga aspek kesadaran, unconsciousness adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia Di dalam unsconscious tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan instink. Preconsciousness berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas (Koenigsberg dkk, 2009). Konflik yang terjadi pada masa awal-awal kehidupan, terutama pada usia 0 sampai 6 tahun yaitu pada fase oral, anal, dan phalik, sangat berperan terbentuknya kepribadian seseorang setelah dewasa. Semua konflikkonflik yang terjadi pada fase tersebut akan terrepresi atau tersimpan ke alam bawah sadar atau unconscious. Saat dewasa, energi negatif yang tersimpan di alam bawah sadar pada awal kehidupan (fase oral, anal dan phalik) akan muncul dalam bentuk suatu demensi kepribadian tertentu atau personality traits misalnya terfiksasi fase oral akan bisa membentuk suatu kepribadian skizoid atau paranoid, bila terfiksasi di fase anal atau phalik akan membentuk kepribadian

30 28 histrionik, dependen atau cemas menghindar. Khususnya pada kepribadian histrionik dan cemas menghindar konflik-konflik yang tersimpan di alam bawah sadar akan dimunculkan ke alam sadar dalam bentuk gejala-gejala konversi sebagai bentuk mekanisme pembelaan diri. Gejala-gejala konversi bila berlangsung berulang kali akan muncul keluhan-keluhan fisik dalam wujud Somatisasi, salah satunya dispepsia fungsional (Oldham dkk, 2009; Kaplan dkk, 2010). Teori Psikoanalisis dari S. Freud lainnya mengembangkan suatu konsep struktur kepribadian, yaitu id, ego dan super ego. Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntuta moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif atau pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam, salah satunya: konversi, represi yang bila berlangsung lama, akan muncul keluhan-keluhan somatik salah satunya adalah mengenai organ lambung yang dikenal dengan istilah sindrom dispepsia (Kaplan dkk,2010;krueger& Tackett, 2006).

31 29 Memori merupakan inti dari kepribadian. Memori individu didapat dari kognitif atau dari trauma yang dialami saat masa perkembangan. Kepribadian dipengaruhi oleh derajat trauma, tahap perkembangan saat terjadi trauma, keluarga meliputi dinamika interpersonal, genetik, dan neurobiologi (Magnavita, 2004). Kepribadian juga ditentukan oleh mekanisme koping yang dilakukan individu tersebut akibat suatu stresor. Stresor atau stimulus asing yang berlangsung lama akan menyebabkan respon neurobiologi sebagai berikut: 1) adanya perasaan negatif dari kecemasan karena merasa tidak aman dan tidak yakin, 2) peningkatan gejala otonomik untuk cadangan energi dalam potensial aksi sel, 3) selektif dalam perhatian untuk memaksimalkan input sensorik pada lokasi tertentu, 4) peran kognitif untuk menerapkan strategi tertentu. Daerah hipotalamus dan amigdala terangsang dan terjadi peningkatan CRH sebagai respon terhadap stimulus yang ada. Jalur CRH di sistem peripheral yang berlokasi di nukleus paraventrikular dari hipotalamus akan teraktivasi dan menyebabkan pengeluaran kortisol dari kelenjar adrenal. Kortisol akan masuk ke pembuluh darah dan meningkatkan glukoneogenesis dan jika kadarnya berlebihan akan mempengaruhi keseimbangan neurotransmiter yang mengatur emosi, memori, dan kemauan. Amigdala sentral dan amigdala basolateral mengaktifkan neuron CRH di lateral hipotalamus. CRH di lateral hipotalamus akan memodulasi kerja dari sistem saraf otonomik. Proyeksi neuron ke intermediolateral cell coloumn ke spinal cord akan mengaktifkan sistem otonom simpatik preganglion. Jalur CRH juga mengaktifkan Locus coeruleus sehingga norepinephrine dikeluarkan ke

32 30 reseptor beta adrenergik yang menciptakan emosi yang tidak spesifik (Lenzenweger & Clarkin, 2005). Neurotransmiter yang juga terpengaruh adalah dopamin. Peningkatan aktivasi amigdala menyebabkan kadar metabolit dopamin di CSF rendah, ikatan dopamin transporter juga rendah, dan jumlah reseptor D2 berkurang sehingga menyebabkan perubahan perilaku yang terjadi dan jika berlangsung lama maka perilaku tersebut bisa menetap dan membentuk kepribadian individu tersebut (Oldham dd, 2009). Genetik berhubungan erat dengan terbentuknya struktur kepribadian. Genetik berhubungan erat dengan extravertion dan neuroticism, sedangkan pengaruh genetik pada concientiousness, agreeableness, dan openness masih diragukan. Extraversion dan neuroticism berhubungan dengan proses psikologi seperti perhatian, persepsi, memori, dan emosi. Neuroticism berkaitan dengan peningkatan aktivasi amigdala dan subgenual Anterior Cingulate Cortex pada saat menghadapi konflik emosional (John dkk, 2008). Aktivasi saraf simpatis akan menyebabkan berbagai respon tubuh salah satunya di lambung. Kadar kortisol yang tinggi dalam darah juga akan menyebabkan seseorang menjadi rentan terhadap stimulus dan stresor dari luar dirinya. Gangguan lambung yang bersifat fungsional merupakan manifestasi dari sensitivitas menyeluruh terhadap adanya rangsangan yang baru atau stimulus yang dianggap bersifat ancaman. Gangguan lambung fungsional yang paling sering terjadi adalah dispepsia fungsional ( Ammerman, 2006).

33 31 BAB III KERANGKA BERFIKIR, KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berfikir Gangguan dispepsia fungsional dan dispepsia organik merupakan bagian dari gangguan gastrointestinal dan memiliki karakteristik umum yang ditandai oleh adanya gejala gastrointestinal dan tidak adanya kelainan struktural melalui pemeriksaan klinik, laboratorium dan pemeriksaan endoskopi. Patogenesis dispepsia meliputi beberapa mekanisme yang mungkin, antara lain: Infeksi Helicobacter pylori (H. pylori), ketidaknormalan motilitas, gangguan sensori visceral, perubahan sistem saraf otonom vegetatif, sistem neuroendokrin, sistem imun dan faktor psikososial. Faktor lain yang juga berpengaruh timbulnya dispepsia fungsional antara lain: depresi, kecemasan, stress, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan. Kaitan antara kepribadian seseorang dengan dispepsia merupakan suatu mekanisme yang kompleks antara faktor organobiologi dengan faktor psikososial. Kepribadian adalah pola sifat yang relatif permanen dan mempunyai karakteristik yang unik yang secara konsisten mempengaruhi perilakunya. Kepribadian mempengaruhi kognitif, emosi dan motivasi seseorang dalam menghayati health awareness. Big five Personality traits model dapat digunakan sebagai teori kepribadian yang dikaitkan dengan penyakit dispepsia fungsional. Big five Personality traits model merupakan dimensi kepribadian ke dalam lima dimensi yaitu Neuroticism (N) Extraversion (E), Openness to Experience (O), Agreeableness (A) dan Conscientiousness (C). Model personality 31

34 32 traits yang dikembangkan secara leksikal ini dikenal dengan Big Five model. Berdasarkan teori Psikoanalisis dari S. Freud mengembangkan suatu konsep struktur kepribadian, yaitu id, ego dan super ego. Struktur kepribadian ego yang paling memegang peranan penting terhadap terbentuknya kepribadian dan munculnya dispepsia fungsional. Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik dan berlangsung lama, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety) yang selanjutnya akan membentuk suatu Neurotism Personality Trait, atau apabila tuntutan berasil diatasi dengan baik maka ego tidak terancam dan muncullah sikap sabar, mengalah, menerima, yang pada akhirnya membentuk suatu Agreeableness Personality Trait. Pada dimensi trait kepribadian Big Five model yang memiliki skor yang rendah, dimana ego merasa terancam maka ego akan melakukan reaksi defensif atau pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam, salah satunya yang imatur adalah : konversi, dan represi. Bila gejala koversi dan represi terus berlangsung lama, akan memunculkan keluhan-keluhan somatik salah satunya adalah mengenai organ lambung yang dikenal dengan istilah sindrom dispepsia.

35 33 Bagan di bawah ini menunjukkan hubungan antara Big five Personality traits model dengan gangguan dispepsia Faktor Penyebab : Big Five personality traits: Infeksi H. Pylori Ketidaknormalan motilitas Gangguan sensori visceral Faktor psikososial Extraversion Openness Agreeableness Faktor sistem saraf otonom, neuroendokrin, sistem imun Conscientiesness Kecemasan,Depresi,Stres, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan Diagnosis setelah endoskopi : fungsional dan organik Gejala Dispepsia : Rasa penuh setelah makan yang mengganggu. Rasa terbakar di epigastrium Nyeri epigastrium Rasa cepat kenyang. Gambar 3.1. Kerangka Berpikir

36 Kerangka Konsep Depresi Kecemasan Stres Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Umur Status pernikahan Independent Variables Dependent Variables: Big Five personality traits: Neuroticism Extraversion Openness Agreeableness Conscientiesness Dispepsia Fungsional Keterangan : (garis putus-putus) : variabel yang diteliti Gambar 3.2 kerangka konsep penelitian 3.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka kerangka berpikir dan konsep yang telah diuraikan di atas, maka dapatlah dikemukakan rumusan hipotesis sebagai berikut 1. Terdapat pengaruh antara Neuroticism trait dengan dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar. 2. Terdapat pengaruh antara Extraversion trait dengan dyspepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar.

37 35 3. Terdapat pengaruh antara Openness trait dengan dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar. 4. Terdapat pengaruh antara Agreeableness trait dengan dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar. 5. Terdapat pengaruh antara Conscientiousness trait dengan dyspepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar.

38 36 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di poliklinik Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Waktu Penelitian Penelitian dimulai pada Agustus sampai September Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan suatu studi dengan menggunakan rancangan penelitian observasional analitik dengan rancangan yang digunakan potong lintang (cross sectional analytic) untuk mengetahui pengaruh Big Five Personality Traits dengan dispepsia fungsional pada pasien rawat jalan poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian dimulai dengan identifikasi kasus, yaitu individu yang mengalami keluhan dispepsia dan sudah terdiagnosis dengan dispepsia fungsional dan dispepsia organik setelah dilakukan pemeriksaan endoskopi, kemudian dilakukan wawancara dan kuesioner pada pasien dispepsia fungsional dan dispepsia organik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil evaluasi ini berupa hasil wawancara dan kuesioner dengan responden. 36

39 37 Rancangan penelitian dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut: Populasi Eligible sampling: Dispepsia Dispepsia Fungsional Dispepsia Organik Big Five personality traits: Openness Conscientiesness Extraversion Agreeableness Neuroticism Gambar 4.1. Rancangan Penelitian 4.3. Populasi dan Sampel Populasi Target Populasi target (target population) adalah semua pasien dengan dispepsia Populasi Terjangkau Populasi terjangkau (accessible population) adalah semua pasien dengan dispepsia yang pernah rawat jalan di poliklinik Penyakit Dalam di Rumah Sakit

40 38 Umum Pusat Sanglah Denpasar yang tercatat di buku register selama periode tahun Sampel (intended sample) Sampel yang dipilih dari populasi terjangkau setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek yang diteliti (actual study subjects) adalah sampel yang benar-benar mau ikut serta dalam penelitian dengan mengisi formulir informed consent. a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu: 1. Seluruh penderita yang menderita dispepsia fungsional dan dispepsia organik yang tercatat di register rawat jalan poliklinik Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah dari bulan Januari 2014 sampai Desember 2014, yang telah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ( endoskopi ) sesuai standar medik yang berlaku dan didiagnosis dispepsia fungsional dan dispepsia organik oleh dokter Spesialis Penyakit Dalam di RSUP Sanglah. 2. Bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani formulir informed consent. 3. Mampu membaca dan berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia b. Kriteria Ekslusi 1. Penderita dengan dispepsia fungsional atau dispepsia organik yang yang tinggal di luar Bali, atau sudah meninggal

41 39 2. Penderita dispepsia yang mengalami gangguan jiwa berat seperti Skizofrenia, Retardasi Mental Berat 3. Penderita dengan penyakit kronik seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, Gagal Ginjal, Sirosis Hepatis, dan penyakit keganasan 4. Penderita dispepsia yang terganggu fungsi panca indra terutama pengeliatan dan pendengaran 5. Penderita yang tidak tercatat no HP atau telepon rumah pada komputer registrasi RSUP 6. Menolak ikut dalam penelitian c. Besar Sampel Penghitungan besar sampel pada penelitian ini memakai rumus besar sampel untuk penelitian analitik korelatif sebagai berikut (Dahlan, 2009): 2 (1,96) 2 0,20 (1' 0,20) n = (nn) n n n 2 = 2 0,1 2 n = (nn) n n n 2 = 3,84 0,20 0,8 n = 0,614 0,1 2 0,01 n = 61,4 dibulatkan menjadi 62orang Keterangan: Zα =Kesalahan tipe I ditetapkan 5% = 1, 96 d =Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki ditetapkan sebesar 10% Q =1 P P =Proporsi dispepsia sebesar 20 % (Harahap, 2010)

42 40 d. Penentuan Sampel Pasien rawat jalan yang tercatat di register poliklinik Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah dari 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember Sampel penelitian memenuhi syarat berdasarkan kriteria inklusi, dan dipilih secara simple random sampling: dimulai dengan membuat daftar identitas pasien yang memenuhi syarat sebagai sampel, kemudian pemilihan diawali dengan menjatuhkan pensil untuk menentukan sampel pertama, sedangkan untuk sampel berikutnya dengan kelipatan tiga, sampai besar sampel terpenuhi. Sampelnya adalah yang telah dilakukan pemeriksaan endoskopi oleh dokter Penyakit Dalam dan didiagnosis dispepsia fungsional dan dispepsia organik 3.4. Variabel Penelitian Pada penelitian ini variabel merupakan karakteristik sampel penelitian yang diukur baik secara numerik maupun nominal (Sastroasmoro, 2011). dan disusun menurut rancangan penelitian cross sectional analytic Variabel Bebas Variabel bebas yang diteliti adalah Big Five Personality Traits terdiri dari : Neuroticism trait, Extraversion trait, Openness trait, Agreeableness trait, dan Conscientiousness trait Variabel Tergantung Variabel tergantung pada penelitian ini adalah dispepsia fungsional Variabel Perancu Variabel perancu pada penelitian ini adalah : kecemasan, depresi, stress, jenis kelamin, umur, pendidikan, status pernikahan, dan pekerjaan

43 Definisi Operasional Variabel Untuk keseragaman dan agar tidak terjadi kerancuan maka variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini perlu didefinisikan. Definisi operasional dari variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut. a. Big five personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima dimensi personality traits tersebut adalah neuoriticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousness (Friedman & Schustack, 2008). Data disajikan dalam bentuk numerik. b. Dispepsia fungsional adalah bagian dari gangguan gastrointestinal fungsional dan memiliki karakteristik umum yang ditandai oleh adanya gejala gastrointestinal dan tidak adanya kelainan struktural memenuhi salah satu gejala atau lebih gejala rasa penuh setelah makan yang mengganggu, rasa cepat kenyang, nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium dan tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk hasil endoskopi saluran cerna bagian atas) yang mungkin dapat menjelaskan timbulnya gejala. Kriteria terpenuhi selama minimal 3 bulan, dengan onset gejala minimal 6 bulan sebelum diagnosis dan didiagnosis oleh Dokter Penyakit Dalam. Data disajikan dalam bentuk skala kategorikal nominal dikotomi (Abdullah & Gunawan, 2012 ).

44 42 c. Dispepsia organik adalah kelainan struktural pada organ gastrointestinal, dimana penyebabnya sudah jelas setelah dilakukan pemeriksaan endoskopi serta didiagnosis oleh Ahli Penyakit Dalam. Misalnya adanya ulkus peptikum atau duodenum, karsinoma lambung, atau cholelithiasis. d. Umur adalah umur yang tertera pada kartu tanda penduduk (KTP) pasien yang juga dikonfirmasi melalui wawancara saat dilakukan penelitian dan pada rekam medis. Data disajikan dalam bentuk skala non kategorikal. e. Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP) dan tertera di catatan medik responden. Data disajikan dalam bentuk skala kategorikal nominal. f. Pendidikan adalah pendidikan yang dapat diklasifikasi kedalam kelompok : Tidak Sekolah, SD, SMP, SMA atau sederajat, Diploma atau Sarjana g. Pekerjaan adalah dapat diklasifikasi kedalam kelompok : Bekerja, dan Tidak Bekerja h. Status pernikahan meliputi : tidak menikah, menikah, duda, dan janda i. Stres adalah tekanan psikis akibat adanya tuntutan dalam diri dan lingkungan, misalnya tuntutan belajar menjelang ujian, menghadapi masalah keluarga atau hubungan antar teman dengan menggunakan kuesioner DASS 42 (Rathus & Nevid, 2007). j. Depresi adalah suasana hati (afek) atau hilang minat atau kesenangan dalam semua aktifitas selama sekurang-kurangnya dua minggu, disertai beberapa gejala berhubungan (Maslim, 2001).

45 43 k. Kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom yang hiperaktif (Maslim, 2001). Depresi, kecemasan, dan stres diukur dengan Depression Anxiety Stres Scale (DASS) 42 (Lovibond, 1995; Crawford & Henry, 2003; Kholifah, 2013 ). Depresi (ada) : bila skor DASS 42 untuk depresi > 9 Tidak ada : bila skor DASS untuk depresi 0-9 Kecemasan (ada) : bila skor DASS 42 untuk kecemasan > 7 Tidak ada : bila skor DASS 42 untuk kecemasan 0-7 Stres (ada) : bila skor DASS 42 untuk stres > 14 Tidak ada : bila skor DASS 42 untuk stres 0-14 Data disajikan dalam bentuk skala kategorikal nominal Bahan dan Instrument Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: formulir kuesioner yang digunakan untuk mengeksplorasi faktor demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan dan pekerjaan). Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah berbentuk kuesioner yang berbentuk skala Likert. Kuesioner adalah salah satu jenis alat pengumpulan data berupa daftar pertanyaan. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua alat ukur. Adapun dua alat ukur tersebut adalah: a. Alat ukur Big Five personality Big Five personality akan diukur dengan IPIP-FFI (International Personality Item Pool-Five Factor Inventory). Alat ukur ini merupakan

46 44 alat ukur kepribadian yang dibuat oleh Lewis Goldberg. Skala ini berjumlah 50 item yang memilki rentang diri sangat tidak sesuai (skala 1) sampai sangat sesuai (skala 5), dimana setiap variabelnya terdiri dari 10 item (5 favorable dan 5 unfavorable) yaitu openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism. Instrumen ini telah melalui uji reliabilitas dan validitas berdasarkan penilaian Cronbach s alpha dengan nilai di atas 0,6 (Donnellan dkk, 2006). b. Alat ukur depresi, kecemasan dan stres Instrumen lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah DASS 42 menilai ada tidaknya depresi, kecemasan, dan stres. Instrumen DASS 42 terdiri dari 42 item pertanyaan yang terdiri dari 3 subvariabel yaitu fisik, psikologi dan perilaku. Nilai depresi, kecemasan, dan stres ditentukan oleh nilai dari komponen DASS yang relevan untuk masing-masing kriteria. Komponen DASS untuk depresi adalah 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26, 31, 34, 37, 38, 42. Kecemasan diukur oleh komponen nomor 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23, 25, 28, 30, 36, 40, 41. Sedangkan stres ditunjukkan oleh komponen 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39. Instrumen ini telah melalui uji reliabilitas dan validitas berdasarkan penilaian Cronbach s alpha sebesar 0,91 (Lovibond & Lovibond, 1995; Crawford & Henry, 2003; Kholifah, 2013).

47 Analisis Statistik Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan data tersebut. Data hasil penelitian dilakukan perhitungan dan dianalisis secara statistik dengan bantuan komputer menggunakan perangkat lunak komputer. Jika ada data yang belum lengkap akan dilengkapi kemudian dilakukan serangkaian analisis statistik menggunakan SPSS.20 sebagai berikut: Statistik Deskritif Analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik data sampel variabel usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, kecemasan, depresi, dan stres Uji normalitas data Data mengenai umur dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p > 0,05 dan tidak apabila nilai p < 0,05. Levene s test digunakan untuk mengetahui homogenitas kedua kelompok Uji parametrik t tidak berpasangan. Uji parametrik t-test tidak berpasangan digunakan untuk uji hipotesis pada data numerik yang berdistribusi normal. Uji non-parametrik Mann-Whitney digunakan untuk uji perbandingan pada data yang tidak berdistribusi normal, sedangkan uji Chi-Square digunakan untuk uji perbandingan pada data kategorik (Dahlan, 2009). Dalam penelitian ini ditentukan derajat kemaknaan α = 0,05 (p < 0,05)

48 Statistik Bivariat Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas dengan variabel tergantung dilakukan analisis multivariat, dengan terlebih dahulu melakukan analisis bivariat menggunakan regresi logistik terhadap masing-masing variabel Big Five personality traits (neuroticism, openness, extraversion, agreeableness, dan conscientiousness) sebagai variabel bebas dengan dyspepsia fungsional sebagai variabel tergantung dengan metode enter. Variabel yang dimasukkan ke dalam analisis multivariat apabila nilai p < 0, Statistik Multivariat Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan regresi logistik terhadap masing-masing variabel Big Five personality traits (neuroticism, openness, extraversion, agreeableness, dan conscientiousness) sebagai variabel bebas dihubungkan dengan dispepsia sebagai variabel tergantung setelah dikontrol dengan variabel depresi, kecemasan, stress. Pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, jenis kelamin, umur dengan metode enter Alur Penelitian Tahap Persiapan Sampel penderita yang didiagnosis dispepsia fungsional dan dispepsia organik dipilih secara simple random sampling. Instrument kuesioner dan wawancara terpimpin disiapkan Pelaksanaan Penelitian Sebelum pelaksanaan penelitian semua yang menyangkut etika penelitian dikonsultasikan dengan Komisi Etika Penelitian Unit penelitian dan

49 47 Pengembangan Rumah Sakit Pusat Sanglah Denpasar guna mendapatkan surat kelaikan etika. Semua penderita yang didiagnosis dispepsia fungsional dan dispepsia organik diberikan penjelasan rinci tentang tujuan penelitian dan setelah memahami barulah dilanjutkan dengan penandatanganan informed consent Alur Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan setelah mendapatkan kelaikan etik (ethical clearence) dari RSUP Sanglah. Alur adalah sebagai berikut : Pasien Dispepsia Fungsional dan dispepsia organik yang sudah tegak diagnosa yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak kriteria eksklusi dan tercatat di buku register poliklinik Informed Consent Sampling Simpel random sampling Dispepsia fungsional Dispepsia organik Wawancara Kuesioner IPIP-FFI untuk Big five personality traits Kuesioner DASS 42 untuk cemas, depresi, stres Pengumpulan data Analisis statistik Data Laporan Hasil Penelitian Gambar 4.3 Bagan Alur Penelitian

50 48 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Dasar Berdasarkan data register kunjungan pasien yang melakukan pemeriksaan endoskopi di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah selama tahun 2014 adalah sebanyak 647 orang, 370 orang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian ini. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Sebanyak 13 orang tidak dimasukan sebagai sampel karena alasan menolak, alamat tidak jelas ( tidak tercantum nomor HP atau telepon rumah di komputer registrasi), atau alamat tidak ditemukan. Pada akhir penelitian ini didapatkan total sampel sebesar 62 orang, dan mereka bersedia mengisi kuesioner Big Five Personality Traits dan DASS 42. Hasil yang didapat dari kuesioner yang diisi oleh sampel, didapatkan 62 kuesioner yang terisi secara lengkap. Karakteristik dasar subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel

51 49 Tabel 5.1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian Karakteristik Jumlah N % Umur 51,31 ± 14,830 Jenis kelamin Laki-laki 35 56,50 Perempuan 27 43,50 Pekerjaan Bekerja 24 38,70 Tidak bekerja 38 61,30 Pendidikan Tidak sekolah 8 12,90 SD 14 22,60 SMP 4 6,50 SMA 30 48,40 Diploma/sarjana 6 9,70 Pernikahan Tidak menikah 12 19,40 Menikah 32 51,60 Duda 11 17,70 Janda 7 11,30 Dispepsia Fungsional 27 43,50 Organik 35 56,50 Depresi Tidak Depresi 54 87,10 Depresi 8 12,90 Cemas Tidak Cemas 49 79,00 Cemas 13 21,00 Stres Tidak Stres 55 88,70 Stres 7 11,30 Data umur ditampilkan dalam rerata ± SD Berdasarkan Tabel 5.1. dapat dilihat bahwa karakteristik umur didapatkan rerata 51,31 ± 14,830. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi laki-laki lebih tinggi yaitu sebesar 56,50%, sedangkan proporsi perempuan sebesar 43,50%. Berdasarkan karakteristik pekerjaan yang tercatat, proporsi tertinggi adalah tidak bekerja sebesar 61,30%, dan terendah bekerja sebesar 38,70%. Proporsi tertinggi

52 59 berdasarkan tingkat pendidikan adalah SMA sebesar 48,40%, dan terendah adalah SMP sebesar 6,50%. Berdasarkan status pernikahan yang tercatat, proporsi tertinggi adalah menikah sebesar 51,60% dan terendah adalah janda sebesar 11,30%. Sedangkan responden yang mengalami depresi didapatkan pada 12 orang (12,90%), kecemasan didapatkan pada 13 orang (21,00%) dan stres didapatkan pada 7 orang (11,30%). Dari 62 responden yang menjadi sampel penelitian, 27 orang (43,50%) termasuk dalam kategori dispepsia fungsional dan sisanya sejumlah 35 orang (56,50%) dispepsia organik. Data variabel umur akan diuji normalitas data dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p > 0,05 dan tidak apabila nilai p < 0,05. Selanjutnya dilakukan uji beda pada kedua rerata umur tersebut dengan menggunakan uji t tidak berpasangan bila data berdistribusi normal. Bila distribusi data tidak normal maka kedua rerata umur dilakukan analisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Uji beda karakteristik subjek pada kelompok dispepsia fungsional dan dispepsia organik dapat dilihat pada Tabel 5.2.

53 51 Tabel 5.2 Uji beda karakteristik subjek pada kelompok dispepsia fungsional dan dispepsia organik Dispepsia Dispepsia Variabel Fungsional Organik N (%) N (%) Nilai p Total = 27 Total = 35 Umur 48,29 ± 14,525 53,66 ± 14,838 0,134** Jenis kelamin Laki-laki 12 (44,40%) 23 (65,70%) Perempuan 15 (55,60%) 12 (34,30%) 0,094*** Pekerjaan Bekerja 14(51,90%) 10 (28,60%) 0,062*** Tidak bekerja 13 (48,10%) 25(71,40%) Pendidikan Tidak sekolah 3 (11,10%) 5 (14,30%) SD 3 (11,10%) 11 (31,40%) SMP 3 (11,10%) 1 (2,90%) 0,121* SMA 14 (51,90%) 16 (45,70%) Diploma/Sarjana 4 (14,80%) 2 (5,70%) Pernikahan Tidak Menikah 8 (29,60%) 4 (11,40%) Menikah 14 (51,90%) 18 (51,40%) 0,059* Duda 2 (7,40%) 9 (25,70%) Janda 3 (11,10%) 4 (11,40%) Depresi Tidak Ada 26 (96,30%) 28(80,00%) Ada 1 (3,70%) 7 (20,00%) 0,123** ** Kecemasan Tidak Ada 15 (55,60%) 34(97,10%) Ada 12 (44,40%) 1 (2,90%) Stres Tidak Ada 25 (92,60%) 30 (85,70%) Ada 2 (7,40%) 5 (14,30%) 0,000** ** 0,455** ** Data umur ditampilkan dalam rerata ± SD * Uji Mann-Whitney ** Independent sampel test *** Uji Pearson Chi-Square **** Uji Fisher s exact Pada kelompok dispepsia fungsional kami dapatkan umur dengan rerata 48,29 ± 14,525, dan rerata umur untuk kelompok dispepsia organik adalah 53,66 ± 14,838. Kedua data tersebut didapatkan berdistribusi normal dengan nilai p adalah 0,200 (p 0,05), dan homogen pada levene test dengan nilai p adalah 0,69

54 52 ( p 0,05). Selanjutnya dilakukan uji beda pada kedua rerata umur tersebut menggunakan uji t tidak berpasangan. Uji beda kedua rerata umur tersebut didapatkan hasil tidak ada perbedaan bermakna dengan nilai p adalah 0,134 ( -5,9 ± SE 3,906; CI 95%: -13,754 sampai 1,872; t = -1,521; p = 0,134). Pada variabel jenis kelamin, dan pekerjaan yang merupakan variabel katagorikal, uji beda menggunakan pearson chi-square test. Pada uji beda tersebut didapatkan tidak ada perbedaan bermakna pada variabel jenis kelamin dan pekerjaan (nilai p > 0,05). Pada variabel pendidikan dan variabel pernikahan, uji beda menggunakan uji Mann-Whitney. Pada uji beda tersebut didapatkan tidak ada perbedaan bermakna pada variabel pendidikan, dan variabel pernikahan (nilai p > 0,05). Pada variabel depresi, kecemasan, dan stress yang merupakan variabel katagorikal uji beda tidak dapat menggunakan pearson chi-square test karena terdapat sel yang bernilai kurang dari 5 sehingga digunakan uji alternatif fisher s exact test, pada uji beda tersebut didapatkan perbedaan bermakna pada variabel kecemasan (nilai p < 0,05). Secara statistik didapatkan bahwa variabel kecemasan pada kedua kelompok ada perbedaan secara signifikan (p 0,05). Sedangkan variabel umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pernikahan, depresi, dan stres pada kedua kelompok secara statistik tidak didapatkan perbedaan secara signifikan (p 0,05). 5.2 Uji Hipotesis Permasalahan yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah apakah ada pengaruh antara masing-masing variabel pada Big Five personality traits dengan dispepsia fungsional Peneliti ingin menguji lima hipotesis tentang pengaruh

55 53 kelima variabel pada Big Five personality traits dengan dispepsia fungsional. Sebagai langkah awal dilakukan analisis bivariat masing-masing variabel pada Big Five personality traits (Openess, Concienstiousness, Extraversion, Agreeableness dan Neuroticism) sebagai variabel bebas dengan dispepsia fungsional sebagai variabel tergantung. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Analisis Bivariat Pengaruh Antara Big Five Personality Traits Sebagai Variabel Bebas dan Dispepsia fungsional Sebagai Variabel Tergantung Variabel Big Five Unadjusted CI 95% OR B personality traits Odd Ratio Low High p Value Neuroticism 0,576 0,562 0,416 0,760 0,000 Extraversion 0,290 1,337 1,108 1,612 0,002 Openness -0,182 1,200 1,025 1,404 0,023 Agreeableness 0,267 1,306 1,135 1,504 0,000 Conscientiousness -0,743 0,476 0,323 0,701 0,000 Sesuai kesepakatan, variabel personality traits pada analisis bivariat yang akan dimasukkan kembali pada analisis multivariat menggunakan regresi logistik apabila memiliki nilai p < 0,25. Sehingga ada lima variabel personality traits yang bisa dimasukkan ke dalam analisis multivariat, yaitu Openess, Concienstiousness, Extraversion, Agreeableness dan Neuroticism. Dari hasil analisis bivariat, dapat dikatakan bahwa dispepsia fungsional berpengaruh dengan Openess, Concienstiousness, Extraversion, Agreeableness dan Neuroticism. Dari analisis multivariat antara personality traits sebagai variabel bebas dengan dispepsia fungsional sebagai variabel tergantung setelah dikontrol dengan variabel kecemasan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.4.

56 54 Tabel 5.4 Analisis Multivariat Pengaruh Antara Big Five Personality Traits sebagai Variabel Bebas dengan Dispepsia Fungsional sebagai Variabel Tergantung setelah dikontrol dengan variabel kecemasan Big Five Adjusted CI 95% OR B Personality Traits OR Low High p value Neuroticism 0,515 0,598 0,396 0,901 0,014 Extraversion -0,144 0,866 0,395 1,898 0,719 Openness -0,347 1,415 0,741 2,700 0,293 Agreeableness -0,090 0,914 0,580 1,441 0,699 Conscientiousness -0,435 0,647 0,404 1,035 0,070 Anxiety_nominal 0,313 1,367 0,025 75,859 0,879 Pada tabel di atas dapat kita lihat ada satu trait yang memiliki nilai p < 0,05 dan nilai CI 95% yang tidak bersinggungan dengan nilai satu yaitu Neuroticism (p=0,014; CI 95% 0,396-0,901). Neuroticism menunjukkan Adjusted OR sebesar 0,598 dan nilai B yang positif yang berarti setiap kenaikan 1 unit skala Neuroticism akan meningkatkan kemungkinan terjadinya dispepsia fungsional sebesar 0,515 kali. Dengan kata lain setiap kenaikan 10 unit skala Neuroticism akan meningkatkan risiko terjadinya dispepsia fungsional sebesar 5,15 kali. Dengan demikian hipotesis pertama yaitu Neuroticism memiliki pengaruh terhadap dispepsia fungsional terbukti. Sedangkan untuk openness walaupun memiliki nilai OR > 1 namun secara statistik tidak signifikan (nilai p > 0,05). Begitu pula untuk extraversion, agreeableness, dan conscientiousness secara statistik tidak signifikan (p > 0,05). Ini berarti extraversion, openness, agreeableness dan conscientiousness tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya dispepsia fungsional. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan adanya pengaruh extraversion dengan dispepsia fungsional tidak terbukti. Hipotesis ketiga yang menyatakan adanya pengaruh openness dengan dispepsia fungsional tidak terbukti. Hipotesis keempat

57 55 yang menyatakan adanya pengaruh agreeableness dengan dispepsia fungsional tidak terbukti. Hipotesis kelima yang menyatakan adanya pengaruh conscientiousness dengan dispepsia fungsional juga tidak terbukti.

58 56 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan Karakteristik Dasar Data deskriptif pada penelitian ini dapat digambarkan dari data yang diperoleh diantaranya yaitu: 62 orang sampel yang dipilih secara simple random sampling ditemukan perbedaan angka prevalensi antara dispepsia fungsional dengan dispepsia organik pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar yaitu sebesar 43,50% pada dispepsia fungsional dan 56,50% pada dispepsia organik. Angka ini serupa dengan data penelitian yang dilakukan oleh Kumar dkk, yang menemukan perbedaan prevalensi dispepsia fungsional dengan dispepsia organik di Mumbai India sebesar 34,2% dan 65,80% (Kumar dkk, 2012), bahkan penelitian yang dilakukan oleh Nwokediuko dkk, di Nigeria menemukan angka prevalensi dispepsia fungsional lebih tinggi dibandingkan dengan dispepsia organik yaitu sebesar 64,90% (Nwokediuko dkk, 2012). Meningkatkan angka prevalensi dispepsia fungsional pada beberapa penelitian mungkin berkaitan dengan stresor psikososial. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Cheng dkk, didapatkan derajat stresor psikososial berhubungan bermakna pada penderita dispepsia fungsional. Semakin banyak stresor psikososial yang dialami, semakin tinggi sindrom dispepsia yang menyertai penderita dispepsia fungsional. Adapun stresor psikososial pada dispepsia fungsional terbanyak ditemukan berturut turut adalah masalah pekerjaan (47,5

59 57 %), masalah hubungan suami/istri (22,5 %), masalah anak (17,5 %) dan masalah hubungan antar manusia (12,5 %) (Cheng dkk, 2005). Dilihat dari proporsi umur dengan menggunakan rerata ± SD, didapatkan pada dispepsia fungsional yaitu: 48,29 ± 14,525, dan 53,66 ± 14,838 pada dispepsia organik. Angka yang diperoleh ini mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahadeva & Lee di Mumbai India, didapatkan angka prevalensi menurut umur pada dispepsia fungsional maupun organik 40 tahun, kemungkinan hal ini disebabkan oleh pengaruh faktor ketahanan tubuh itu sendiri, bertambahnya umur seseorang maka semakin rentan terhadap kejadian penyakit (Mahadeva & Lee, 2006). Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, pada dispepsia fungsional jenis kelamin perempuan mempunyai prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 55,60%, berbanding terbalik dengan dispepsia organik dimana prevalensi jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 71,40%. Angka ini mirip dengan angka yang diperoleh oleh Widya dkk, dimana perbandingan jenis kelamin perempuan : laki-laki pada dispepsia fungsional adalah 2 : 1, sedangkan pada dispepsia organik perbandingan jenis kelamin perempuan : laki-laki adalah 1 : 2 (Widya dkk, 2015) atau data yang diperoleh pada tahun 2009 pada pemeriksaan endoskopi yang dilakukan di bagian Endoskopi RS Wahidin Sudiro Husodo, ditemukan dispepsia organik lebih banyak pada laki-laki sedangkan dispepsia fungsional lebih banyak pada wanita (Tenri dkk, 2011). Tingginya prevalensi dispepsia fungsional pada perempuan, hal ini karena pada perempuan lebih rentan

60 58 untuk mengalami stres, pola makan sering tidak teratur dan pada wanita sering menjalankan program diit yang salah, menggunakan obat-obat pelangsing yang justru membuat produksi asam lambung terganggu. Diit ketat dengan hanya mengonsumsi buah-buahan atau sayuran, akan menimbulkan gangguan pencernaan, atau pada perempuan yang mengalami kehamilan trimester pertama, sering mengalami gejala yang mirip dispepsia (Widya dkk, 2015), atau penelitian yang dilakukan oleh Farejo dkk, mengatakan bahwa perempuan memiliki ekspektasi yang berbeda terhadap perasaan tidak nyaman ketika mengalami gejala seperti perut kembung atau nyeri perut, hal ini karena penyakit ini dianggap subjek sensitif dan kondisi memalukan yang mungkin lebih sulit bagi perempuan untuk mengatasi daripada laki-laki, sehingga perempuan lebih sering datang kontrol ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan keluhannya ini ( Farejo dkk, 2007). Sedangkan angka prevalensi dispepsia organik lebih tinggi didapatkan pada laki-laki, hal ini berkaitan dengan pola hidup yang cenderung tidak sehat dibandingkan dengan perempuan seperti misalnya: kebiasaan merokok, konsumsi kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi (softdrink), makanan yang menghasilkan gas (tape, nangka, durian), atau konsumsi obat-obat tertentu (Nwokediuko dkk, 2012). Berdasarkan proporsi tertinggi jenis pekerjaan didapatkan 51,90% adalah bekerja pada kelompok dispepsia fungsional dan sebesar 71,40% tidak bekerja pada kelompok dispepsia organik. Angka ini mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheng dkk, bahwa dispepsia fungsional lebih banyak ditemukan pada orang yang bekerja di kantoran. Dalam penelitian tersebut disimpulkan

61 59 semakin tinggi beban kerja, lama jam kerja, dan posisi jabatan yang semakin tinggi maka kejadian untuk menderita dispepsia fungsional akan semakin tinggi (Cheng dkk, 2011). Sedangkan pada dispepsia organik lebih banyak tidak bekerja, ini sesuai dengan penelitian Tenri dkk, yang mengatakan pada dispepsia organik lebih banyak berhubungan dengan faktor usia, penyakit yang bersifat kronis atau berulang dan faktor ketahanan tubuh yang semakin menurun dengan bertambahnya usia (Tenri dkk, 2011). Dilihat dari proporsi kecemasan yang dialami oleh kedua kelompok pada penelitian ini ditemukan secara statistik ada perbedaan secara signifikan (p 0,05). 44,40% pada kelompok dispepsia fungsional mengalami kecemasan, dan berbeda dengan kelompok dispepsia organik didapatkan sebesar 97,10% tidak mengalami kecemasan. Hal ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Daniela dkk, menunjukkan bahwa ada hubungan antara dispepsia organik dan dispepsia fungsional dengan kecemasan dimana 25% dari penderita ulkus duodenal, 31,2% pasien dispepsia fungsional ditemukan gangguan jiwa dalam bentuk kecemasan. Pada Penelitian tersebut disimpulkan bahwa pasien dispepsia ada hubungannya dengan kecemasan dimana dispepsia fungsional lebih tinggi tingkat kecemasannya dibandingkan pasien dispepsia organik (Daniela dkk, 2012), ataupun penelitian yang dilakukan oleh Pertti dkk, menemukan bahwa baik penderita dispepsia fungsional maupun dispepsia organik pernah mengalami kecemasan dengan tingkatan yang bervariasi dari ringan, sedang dan berat, dan disimpulkan penderita dispepsia fungsional lebih banyak mengalami kecemasan daripada dispepsia organik (Pertti dkk, 2011). Sedangkan pada penelitian yang

62 60 dilakukan oleh Ghoshal dkk, terdapat penemuan yang sangat berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kejadian dispepsia organik dengan derajat kecemasan, ini membuktikan bahwa pada dispepsia organik murni penyebabnya bukan kecemasan tetapi kecemasan yang timbul akibat dari perjalanan penyakitnya, mungkin karena penderita merasa tidak pernah merasa sembuh dari penyakitnya, fakta ini menguatkan bila penderita dispepsia organik itu tidak ada satupun yang terbebas dari rasa cemas oleh karena keluhan atau gejala gastritis dan ulkus tersebut. Jadi disini faktor fisik dan psikis saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Ghoshal dkk, 2011) Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Neuroticism dengan dispepsia fungsional menunjukkan bahwa dispepsia fungsional lebih mudah terjadi pada individu dengan kepribadian yang pencemas, temperamental, mengasihi diri sendiri, emosional, dan retan terhadap gangguan stres. Sedangkan mereka yang tidak mengalami dispepsia fungsional merupakan cenderung lebih tenang, rileks, tidak emosional, memiliki daya tahan terhadap stres, merasa aman, dan puas atas diri sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka yang mengalami dispepsia fungsional merupakan orang-orang yang memiliki sifat mudah khawatir, gugup, kemarahan, merasa tidak aman, tidak mampu dan mudah panik, kurang kontrol diri, kerapuhan, sedangkan mereka yang tidak mengalami dispepsia fungsional merupakan orangorang yang memiliki temparamental datar, puas akan diri sendiri dan tidak emosional (Feist & Feist, 2009).

63 61 Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Ambarwati pada penelitian kuantitatif dengan sampel 90 orang penderita dispepsia fungsional dilakukan di RSCM dan beberapa klinik di Jakarta. Penelitian ini mempergunakan cara penyebaran angket yang diadaptasi dari NEOP1-R buatan McCrae dan Costa (1990). Hasilnya ternyata trait neuroticism dan trait extraversion masing-masing memiliki pengaruh yang cukup kuat pada penderita dispepsia fungsional. Jika dibandingkan per subgrup dispepsia fungsional terlihat kalau pasien-pasien dari subgrup ulcer-like dyspepsia serta non-specific dyspepsia cenderung lebih dipengaruhi trait neuroticism. Dan pasienpasien pada subgrup dysmotility-like dyspepsia cenderung lebih dipengaruhi trait extraversion. Selanjutnya dari hasil penelitian kualitatif yang dilakukan dengan cara depth interview dan observasi terlihat bahwa pengaruh trait neuroticism membuat penderita menjadi sosok yang selalu worrying, emotional, insecure, dan inadequate (Ambarwati, 2005). Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Chun dkk, pada 187 pasien rawat jalan (72,2% pasien wanita, usia rata-rata 42,6 tahun) dengan dispepsia fungsional berdasarkan kriteria Roma III. Pasien diwawancarai dan dievaluasi dengan Brief Symptom Rating Scale, dan hasilnya ternyata trait neuroticism berpengaruh secara signifikan dengan timbulnya dispepsia fungsional terutama pada sub group postprandial distress syndrome (Chun dkk, 2009). Penelitian yang berkaitan dengan terapi dilakukan oleh Tanum & Malt menemukan pengaruh antara kepribadian dan respon terhadap pengobatan dengan

64 62 tetracyclic antidepressant mianserin atau plasebo pada pasien dengan gangguan dispepsia fungsional pada 48 pasien dengan mengisi kuesioner Buss-Durkee Hostility Inventory, Neuroticism Extroversion Openness -Personality Inventory (NEO-PI), and Eysenck Personality Questionnaire (EPQ), neuroticism + lie subscales secara komplit. Hasilnya skor level rendah neuroticism dengan pengobatan dengan obat tetracyclic antidepressant mianserin pada pasien dispepsia fungsional mempunyai efek terapi yang lebih baik dibandingkan dengan penderita dispepsia fungsional yang mempunyai skor level sedang sampai tinggi neuroticism (Tanum & malt, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Branka dkk, mendapatkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan pada 60 pasien dengan dispepsia fungsional kemudian diberikan kuesioner kepribadian Eysenck mengungkapkan bahwa kecemasan tetinggi ditemukan pada dispepsia fungsional dan memiliki skor neuroticism yang tinggi (Branka dkk, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Guowen dkk, menemukan bahwa pasien dengan dispepsia fungsional memiliki skor neuroticism yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami dispepsia fungsional (Guowen dkk, 2009). Individu dengan skor tinggi pada neuroticism memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani diri sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stress sehingga cenderung mudah mengalami dispepsia fungsional. Sesuai dengan teori S. Freud pada psikoanalitik klasik yaitu: teori kepribadian yang membagi struktur mind ke dalam tiga bagian yaitu : consciousness (alam sadar), preconsciousness (ambang

65 63 sadar) dan unconsciousness (alam bawah sadar). Konflik yang terjadi pada masa awal-awal kehidupan, sangat berperan terbentuknya kepribadian seseorang setelah dewasa. Semua konflik-konflik yang terjadi pada fase tersebut akan terrepresi atau tersimpan ke alam bawah sadar atau unconscious. Apabila timbul konflik saat dewasa, energi negatif yang tersimpan di alam bawah sadar pada awal kehidupan akan muncul dalam bentuk suatu demensi kepribadian tertentu. Pada kepribadian cemas (neuroticism) konflik-konflik yang tersimpan di alam bawah sadar akan dimunculkan ke alam sadar dalam bentuk gejala-gejala konversi sebagai bentuk mekanisme pembelaan diri. Gejala-gejala konversi bila berlangsung berulang kali akan muncul keluhan-keluhan fisik dalam wujud Somatisasi, salah satunya dispepsia fungsional (Oldham dkk, 2009). Penelitian lain memperoleh hasil bahwa ditemukan ada pengaruh antara dimensi extraversion terhadap dispepsia fungsional. Makin rendah skor dimensi extraversion maka semakin tinggi risiko mengalami dispepsia fungsional. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cano dkk, yang mendapatkan bahwa skor extraversion yang rendah berpengaruh dengan dispepsia fungsional. Individu dengan extraversion yang rendah tidak bisa menikmati hidup, tidak bisa fokus pada pekerjaan, merasa tidak bertujuan dalam hidup, kadangkadang disebabkan oleh perasaan negatif, seperti suasana hati yang rendah, kekecewaan, kecemasan, dan depresi. Di sisi lain, dispepsia fungsional menyebabkan diri ketidakpuasan dan menodai diri. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pasien menganggap dispepsia disebabkan karena kegiatan yang dia

66 64 lakukan. Individu dengan dispepsia memiliki hubungan sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan individu normal (Cano dkk, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Tobon dkk, menemukan bahwa individu dengan dispepsia fungsional memiliki skor neuroticism yang tinggi, skor extraversion, openness, agreeableness dan conscientiousness yang rendah. Penelitian ini mendapatkan conscientiousness yang rendah hanya berpengaruh secara indirect terhadap dispepsia fungsional (Tobon dkk, 2013). Hal ini mungkin disebabkan karena individu yang memiliki skor rendah dalam concienstiousness cenderung tidak teratur, lalai, pemalas, dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan dalam tugas-tugasnya sehingga mudah mengalami stress (Tobon dkk, 2013). Penelitian ini memperoleh hasil bahwa ditemukan pengaruh yang kurang signifikan antara dimensi agreeableness terhadap dispepsia fungsional. Makin rendah skor dimensi agreeableness maka semakin tinggi risiko mengalami dispepsia fungsional. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang ada, dimana orang dengan skor agreeableness yang rendah cenderung argumentatif, tidak kooperatif atau tidak simpatik sehingga diperkirakan lebih mungkin mengalami dispepsia fungsional. Individu dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung suka mencurigai, kikir, tidak ramah, mudah tersinggung, cenderung untuk lebih agresif dan mengkritik orang lain serta kurang kooperatif (Cloninger, 2012). Pada penelitian ini openness ditemukan berpengaruh yang kecil dengan terjadinya dispepsia fungsional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Openness

67 65 digambarkan dengan individu yang bersedia untuk melakukan penyesuaian terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu tersebut memiliki ciri mudah bertoleransi, memiliki kapasitas dalam menyerap informasi, fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Pada individu dengan tingkat openness yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang berpikiran sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Individu seperti ini akan cenderung mengalami dispepsia fungsional (Cloninger, 2012).

68 66 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Dispepsia merupakan sindrom gejala berupa rasa nyeri atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. Dispepsia setelah dilakukan endoskopi tidak hanya disebabkan oleh adanya kelainan struktural pada organ lambung atau yang lebih dikenal dengan dispepsia organik, tetapi juga oleh faktor psikis, atau lebih dikenal dengan dispepsia fungsional. Angka prevalensi dispepsia fungsional yang berkunjung ke poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah, hampir sepertiga pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopi didiagnosis dengan dispepsia fungsional. Dimensi kepribadian merupakan salah faktor yang berpengaruh timbulnya dispepsia fungsional. Pada penelitian ini didapatkan neuroticism traits memiliki hubungan yang bermakna dengan dispepsia fungsional. Neuroticism adalah dimensi kepribadian yang cenderung mengalami kecemasan, temperamental, mudah khawatir, gugup, mudah panik bagi yang memiliki skor tinggi nuroticism. 7.2 Saran Tingginya angka prevalensi dispepsia fungsional di poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah dapat digunakan sebagai indikator bahwa sub divisi CLP ( Consultation Liaison Psychiatry) di Ilmu Kesehatan Jiwa bisa menjembatani berbagai disiplin ilmu di dalam penanganan pasien dispepsia fungsional. Dalam beberapa penelitian juga prevalensi dispepsia organik yang mengalami gangguan psikiatri khususnya kecemasan cukup tinggi, maka diharapkan dimasa depan ada penelitian yang menghubungkan kepribadian neurotism dengan dispepsia organik, 66

69 67 dan perlunya pasien dispepsia organik mendapat penanganan di bidang psikiatri selain Ilmu Penyakit Dalam. Di masa depan juga diharapkan ada penelitian yang bersifat prospektif untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara Big Five Personality Traits dengan dispepsia fungsional ataupun dispepsia organik.

70 68 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. dan Gunawan, J Dispepsia. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Divisi Gastroenterologi, 39(9). Ambarwati, A. S Gambaran trait kepribadian, kecemasan dan stres, serta strategi coping pada penderita dispensia fungsional (Tesis). Jakarta: Universitas Indonesia. Retreved Mei 19, 2015, Available from lib.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=97051 Ammerman, R. T Comprehensive handbook of personality and psychopathology. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Andre, Y., Machmud, R., Widya, A. M Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Depresi pada Penderita Dispepsia Fungsional. Retreved Mei 19, 2015, Availlable from Appendix B: Roma III Diagnostic criteria for functional gastrointestinal disorders. Am J Gastroenterol, 105: Branka, F.F., Randjelovic, T., Ille, T., Markovic, O., Milovanovic, B., Kovacevic, N Anxiety, personality traits and quality of life in functional dyspepsia-suffering patients. European Journal of Internal Medicine, 24(1): Brun, R. & Kuo, B Functional Dispepsia. Ther Adv Gastroenterol, 3 (3): Cahyanto, M. E., Ratnasari, N., Siswanto, A Symptoms of depression and quality of life in functional dispepsia patients. J Med SSccii, 46(2) : Cano, E., Quiceno, J., Vinaccia, S., Milena, A.G., Toban, S., Sandin, B Quality of life and associated psychological factors in patients with functional dyspepsia. Colombia: Universidad De San Buenaventura. 3(5). Retreved September 30, 2015, Available from arttext&tlng=pt Chang, L From Rome to Los Angeles: The Rome III Criteria for the Functional GI Disorders. Medscape Gastroenterology. Cheng, C., Hui, W.M., Kum, S.L Psychosocial Factors and Perceived Severity of Functional Dyspeptic Symptoms: A Psychosocial Interactionist Model. Psychosomatic Medicine, 66: Chun, H.Y., Ming, J.L., Cheng, S.L., Huey, T.Y., Tang,H.W Psychopathology and personality trait in subgroups of functional dyspepsia based on rome III criteria. Am J Gastroenterol, 104: Retreved September 25, 2015, Available from Cloninger, S. C Theories of Personality: Understanding Persons. 6 th edition. United State: Pearson Prentice Hall.

71 Crawford, J., Henry, J The Depresson Anxiety Stres Scale (DASS): Normative Data and Latent Structure in A Large Non-Clinical Sample. Br J Clin Psychol, 42(2): Dahlan, M Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian kedokteran dan Kesehatan. 2 nd edition. Jakarta: Salemba Medika. Daniela, M.T., Micut, R., Dragos, D A review of the psychoemotional factors in functional dyspepsia. Romania: Internal Medicine Department, University Emergency Hospital Bucharest. 59(4): Djojoningrat, D Dispepsia fungsional dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid1. Edisi ke-4. Jakarta: pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI. Donnellan, M. B., Oswald, F. L., Baird, B. M., Lucas, R. E The MINI-IPIP Scales: Tiny-Yet-Effective Measures of The Big Five Factors of Personality. Journal of Psychological Assesment, 193: 203. Drug, V., Stanciu, C Functional Dispepsia: Recent Advances (Progresses) in Pathophysiology and Treatment. A Journal of Clinical Medicine, 2(4): Faresjo, A., Welen, K., Tomas F Functional dyspepsia affects woman more than men in daily life: A case-control study in primary care. Gender Medicine, 1(5): Feist, J. & Feist, J. G Theories of Personality. 7 th edition. New York: The McGraw-Hill Companies. Friedman, H. S. and Schustack, M. W Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern. 3 rd edition. Jakarta: Erlangga. Gene, N Borderline personality disorder : an evaluation of its connection to the brain and clinical issues. London: Traumatic Stres Service Clinical Treatment Centre Maudsley Hospital. Ghoshal,U.C., Singh, R., Young, F.C., Xiaohua, H., Chun, B.Y., Kachintorn, U Epidemiology of uninvestigated and functional dyspepsia in asia: facts and fiction. Journal of Neurogastroenterology and Motility, 17(3): 235. Grantika, P. A Hubungan big five personality traits dengan nyeri kepala primer pada siswa-siswi sekolah menengah atas di denpasar (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Guowen, Z., Jiang, Q., Liexin, L The influence of personality, psychological factors on functional dyspepsia. Journal of Guangxi Medical University. Retreved September 25, 2015, Available from Harahap, H.S Karakteristik pasien dispepsia yang rawat inap. Retreved Mei 15, 2015, Available From repository.usu.ac.id/bitstream/ /20335/7/cover.pdf. John, O. P., Robins, R.W., Pervin, L. A Handbook of personality: theory and research. New York: The Guilford Press Kandulski, A., Venerito, M., Malfertheine, P Therapeutic Approach in Functional (Nonulcer) Dispepsia. In: Duvnjak M, editor. Dispepsia in Clinical Practice. New York: Springer Science+Business Media. p

72 Kholifah, A Gambaran Tingkat Stres pada Anak Usia Sekolah Menghadapi Menstruasi Pertama (Menarche) di Sekolah Dasar Negeri Gegerkalong Girang 2 (Skripsi). Jakarta: Universitas Indonesia. Koenigsberg, H.W., Siever,L. J., Lee, H., Pizzarello, S., New, A. S., & Goodman, M Neural correlates of emotion processing in borderline personality disorder. Psychiatry Research: Neuroimaging, 172: Krueger, R. F. & Tackett, J. L Personality and psychopathology. New York:The Guilford Press. Kumar, A., Jignesh, P., Prabha, S Epidemiology of functional dispepsia. J Assoc Physicians India, 60: Kumar, A., Patel, J., Sawant, P Epidemiology of functional dyspepsia. India: Assoctiation of physicians. 60. Larsen, R., J. & Buss, M., D Personality Psychology: Domains of Knowledge about Human Nature. New York: McGraw-Hill. Lee, H., Jung, H., Huh, K. B Current status of functional dispepsia in Korea. The Korean Journal of Internal Medicine, 29(2): Retreved Mei 15, 2015, Availablle on Lenzenweger, M. F. & Clarkin, J. F Mayor theories of personality disorder. New York: The Guilford Press. Lovibond, S. & Lovibond, P Manual for the Depression Anxiety Stres Scale. 2 nd edition. Sydney: Psychology Foundation. Loyd, R. A. & McClelan, D. A Update on the Evaluation and Management of Functional Dispepsia. American Academy of Family Physicians. Texas A&M Health Science Center College of Medicine, Bryan, Texas. Retreved Mei 15, 2015, Availlable from. Magnavita, J. J Handbook of personality disorders. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Mahadeva, S., Lee, K.G Epidemiology of functional dyspepsia: A global perspective. World Journal of Gastroenterology. 12(17): Martens, A., Greenberg, A., Allen, J. J. B Self-esteem and autonomic psychology: Parallels between self-esteem and vagal tone as buffers of threat. Personality and Psychology Review, 12: Maslim, R Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT. Nuh Jaya. Micut, R., Tanasescu, M. D., Dragos, D A review of the psychoemotional factors in functional dispepsia. Educate Medicala Continua, 59(4): Musana, A. K., Yale, S. H., Lang, K. A Managing Dispepsia in a Primary Care Setting. Clin Med and Research, 4(4): New, A. S. & Siever, L. J The Neurobiology and Genetics of Borderline Personality Disorder. London: Traumatic Stres Service Clinical Treatment Centre Maudsley Hospital. Nwokediuko, C.S., Ijoma, U., Obienu, O Functional dyspepsia: subtypes, risk factors, and overlap with irritable bowel syndrome in a population of african patients. Nigeria: University of Nigeria Teaching Hospital. 70

73 O Mahony, S., Dinan, T. G., Keeling, P. W., Chua, A. S. B Central Serotonergic and Noradrenergic Receptors in Functional Dispepsia. World J Gastroenterol, 12(17): Oldham, J. M., Skodol, A. E., Bender, D. S Essentials of personality disorders. Washington, DC: American Psychiatric Publishing, Inc. Pertti, A., Nicholas, J., Agreus,L., Johansson,S.E., Elisabeth, B.S., Storskrubb, T., Ronkainen,J Functional dyspepsia impares quality of life in the adult population. Alimentary Pharmacology and Therapeutics, Wiley- Blackwell. 33(11): 121. Pervin, L. A., Cervone, D., John, O. P Personality: Theory and Research. 9 th edition. New York: John Willey & Sons, Inc. Pulanic, R Epidemiology. In: Duvnjak M, editor. Dispepsia in Clinical Practice. New York: Springer Science+Business Media. p Randall, C.W., Zaga-Galante, J., Vergara-Suarez, A Non-Ulcer Dispepsia: A Review of the Pathophysiology, Evaluation, and Current Management Strategies. Retreved Mei 15, 2015, Availablle on Rathus, S. and Nevid, J Psychology and The Challenge of Life : Adjustment in The New Millennium.12 th edition. Denver: John Wiley&Sons, Inc. RSUP Sanglah, D.,B Bank data RSUP Sanglah tahun Retreved Mei 15, 2015, Availlable from bankdata.denpasarkota.go.id/download.php/?i=467 Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A Teori kepribadian dan psikopatologi. Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara Publisher. p Sastroasmoro, S Dasar-dasar metodologi Penelitian Klinis. CV Sagung Seto. Jakarta. Soo, S., Forman, D., Delaney, B.C., Moayyedi, P A Sistematic Review of Psychological Therapies for Nonulcer Dispepsia. Am J Gastroenterol, 99: Tack, J., Talley, N. J., Camilleri, M., Holtmann, G. H. P., Malagelada, J. R., Stanghellini, V Functional Gastroduodenal Disorders. Gastroenterology, 130: Talley, N. J. & Holtmann, G Approach to the Patient with Dispepsia and Related Functional Gastrointestinal Complaints. In: Yamada T, Alpers DH, Kalloo AN, Kaplowitz N, Owyang C, Powel DW, editors. Principles of Clinical Gastroenterology. West Sussex: Blackwell Publishing Ltd. p Tanum, L., Malt, U.F Personality traits predict treatment outcome with an antidepressant in patients with functional gastrointestinal disorder. Scandinavian Journal of Gastroenterology, 35(9): Retreved September 25, 2015, Available from Tenri, S.U., Jayalangkara, A., Hawaidah, Patellongi, I Anxiety relationship with dyspepsia of organic.1(3): Tobon, S., Vinaccia, S. A., Sandin, B Life stress and psychological factors in functional dyspepsia. Retreved September 30, 2015, Available from 71

74 Widya, A.M., Muya, Y., Herman, B.R Karakteristik penderita dyspepsia fungsional yang mengalami kekambuhan di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang, Sumatera Barat Tahun Jurnal Kesehatan Andalas, 4(2). Retreved September 30, 2015, Available from Widyasari, I Hubungan antara kecemasan dan tipe kepribadian introvert dengan dispepsia fungsional ( Tesis ). Surakarta: Universitas Muhammadiah. Retreved Mei 15, 2015, Available from Yehuda, R Functional dispepsia. Chapel Hill: UNC Center for functional GI and motility disorders. 72

75 73 Lampiran 1 KUESIONER PENGUMPULAN DATA Hubungan Big Five Personality Traits dengan Dispepsia pada pasien rawat jalan di poliklinik penyakit Dalam RSUP Sanglah 1. Nomor urut 2. Tanggal Pemeriksaan 3. Pemeriksa Nama 5. Alamat 6. Pendidikan 7. Status pernikahan 8. Nomor telepon 9. Tanggal lahir 10. Umur 11. Jenis kelamin (1) Laki-laki (2) Perempuan 12. Pekerjaan

76 74 Lampiran 2 KUESIONER TENTANG DEPRESI, KECEMASAN DAN STRES (DASS 42) Kuesioner ini terdiri dari berbagai pertanyaan yang mungkin sesuai dengan pengalaman anda dalam menghadapi situasi sehari-hari. Terdapat empat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pertanyaan yaitu: 0 : Tidak pernah/tidak sesuai dengan saya sama sekali 1 : Kadang-kadang/sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu 2 : Cukup sering/sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan 3 : Sering sekali/sangat sesuai dengan saya No Pertanyaan Nilai Saya merasa diri saya menjadi marah karena halhal sepele. 2 Saya merasa bibir saya sering kering. 3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan positif 4 Saya mengalami kesulitan bernapas (misalnya seringkali terengah-engah atau tidak dapat bernapas padahal tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya).

77 75 5 Saya sepertinya sudah tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan. 6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi. 7 Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa terlepas) 8 Saya merasa sulit untuk bersantai. 9 Saya merasa diri saya berada dalam situasi yang membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan merasa sangat lega jika semua ini berakhir. 10 Saya merasa tidak ada yang bisa diharapkan di masa depan. 11 Saya mudah merasa kesal. 12 Saya menghabiskan banyak energi karena cemas. 13 Saya merasa sedih dan tertekan. 14 Saya merasa tidak sabar saat mengalami penundaan (misalnya saat kemacetan lalu lintas, menunggu sesuatu). 15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan. 16 Saya merasa kehilangan minat akan segala hal. 17 Saya merasa tidak berharga sebagai seorang

78 76 manusia. 18 Saya merasa mudah tersinggung. 19 Saya berkeringat berlebihan (misalnya tangan berkeringat padahal temperatur tidak panas dan tidak melakukan aktivitas sebelumnya). 20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas. 21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat. 22 Saya merasa sulit untuk beristirahat. 23 Saya merasa sulit menelan. 24 Saya merasa tidak bisa mendapatkan kesenangan dari aktivitas apapun yang saya lakukan. 25 Saya menyadari aktivitas jantung saya walaupun saya tidak sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya merasakan detak jantung meningkat). 26 Saya merasa putus asa dan sedih. 27 Saya merasa sangat mudah marah. 28 Saya merasa hampir panik. 29 Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat saya kesal. 30 Saya takut akan terhambat oleh tugas-tugas sepele yang tidak biasa saya lakukan.

79 77 31 Saya tidak merasa antusias akan apapun. 32 Saya sulit untuk bersabar dalam menghadapi gangguan terhadap hal yang sedang saya lakukan. 33 Saya sedang merasa gelisah. 34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga. 35 Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan. 36 Saya merasa sangat ketakutan. 37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan. 38 Saya merasa hidup tidak berarti. 39 Saya merasa mudah gelisah. 40 Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri. 41 Saya merasa gemetar (misalnya pada tangan). 42 Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam melakukan sesuatu. (bersumber dari : Lovibond, 1995; Crawford & Henry, 2003; Kholifah, 2013 ).

80 80 Lampiran 3 Big Five Personality Petunjuk Tes kepribadian di bawah ini terdiri dari 50 pernyataan yang menggambarkan ciriciri kepribadian. Anda diminta secara jujur menyatakan seberapa jauh Anda setuju dengan pernyataan yang menggambarkan bagaimana Anda menilai diri Anda sendiri. Untuk tiap pernyataan, Anda diminta memilih satu jawaban dengan memberikan tanda silang (x) pada kolom: STS KS AST jika Anda merasa sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut jika Anda merasa kurang setuju dengan pernyataan tersebut jika Anda merasa antara setuju dan tidak setuju dengan pernyataan tersebut AS SS jika Anda merasa agak setuju dengan pernyataan tersebut jika Anda merasa sangat setuju dengan pernyataan tersebut No PERNYATAAN SS AS AST KS STS 1 Saya mampu menghidupkan suasana 2 Saya merasa sedikit peduli terhadap orang lain 3 Saya merasa siap dalam menjalankan tugas 4 Saya mudah stres 5 Saya memiliki banyak kosakata 6 Saya tidak banyak bicara 7 Saya tertarik pada orang lain 8 Saya meletakkan barang dimana saja 9 Saya tetap tenang dalam situasi apapun 10 Saya kesulitan untuk memahami ide-ide abstrak 11 Saya merasa nyaman di sekitar orang lain 12 Saya merendahkan orang lain 13 Saya mengerjakan tugas dengan teliti 14 Saya mudah khawatir tentang suatu hal

81 81 15 Saya memiliki imajinasi yang kuat 16 Saya menjaga latar belakang keluarga 17 Saya simpati dengan perasaan orang lain 18 Saya membuat kekacauan 19 Saya tidak mudah merasa sedih 20 Saya tidak tertarik pada ide-ide abstrak 21 Saya senang memulai pembicaraan 22 Saya tidak tertarik pada masalah orang lain 23 Saya melakukan tugas dengan cepat 24 Saya mudah merasa gelisah 25 Saya memiliki ide yang cemerlang 26 Saya lebih suka diam 27 Saya memiliki hati yang lembut 28 Saya mudah lupa untuk meletakkan barang 29 Saya mudah marah 30 Saya tidak memiliki imajinasi yang baik 31 Saya berbicara dengan banyak orang yang 32 Saya tidak tertarik pada orang lain 33 Saya suka memerintah 34 Suasana hati saya mudah berubah 35 Saya cepat memahami sesuatu 36 Saya tidak suka menarik perhatian 37 Saya meluangkan waktu untuk orang lain 38 Saya mengabaikan tugas 39 Saya mudah mengalami perubahan mood 40 Saya menggunakan kalimat yang sukar 41 Saya tidak keberatan menjadi pusat perhatian 42 Saya merasakan emosi orang lain 43 Saya mengikuti jadwal tugas 44 Saya mudah tersinggung 45 Saya meluangkan waktu untuk merefleksikan diri 46 Saya merasa tenang berada disekitar orang lain 47 Saya membuat orang lain merasa nyaman 48 Saya menghabiskan banyak tenaga dalam bekerja 49 Saya mudah merasa sedih 50 Saya memiliki banyak ide ( bersumber dari Donnellan dkk, 2006)

82 82 Lampiran 7 FREQUENCIES VARIABLES=Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan Dispepsia Depresi_nominal Anxiety_nominal Stres_nominal /STATISTICS=MEAN /ORDER=ANALYSIS. Frequencies [DataSet1] D:\ \Data Penelitian Wangsa.sav Statistics Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan Dispepsia Depresi_ Valid N Missing Mean Anxiety_ Stres_ nominal nominal nominal ,40 0 2,24 0 3,19 0 2,21 0 1,56 0 1,13 0 1,21 0 1,11 Frequency Table Valid Laki-laki Perempuan Total Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 35 56,5 56,5 56, ,5 43,5 100, ,0 100,0 Valid Pekerjaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent bekerja 24 38,7 38,7 38,7 Tidak bekerja 38 61,3 61,3 100, total ,0 100,0 Tidak sekolah SD Valid SMP SMA Diploma/ Sarjana Total Pendidikan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 8 12,9 12,9 12, ,6 22,6 35,5 4 6,5 6,5 41, ,4 48,4 90,3 6 9,7 9,7 100, ,0 100,0

83 83 Tidak menikah Menikah Valid Duda Janda Total Pernikahan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 12 19,4 19,4 19, ,6 51,6 71, ,7 17,7 88,7 7 11,3 11,3 100, ,0 100,0 Fungsional Valid Organik Total Tidak depresi Valid Depresi Total Tidak cemas Valid Cemas Total Dispepsia Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 27 43,5 43,5 43, ,5 56,5 100, ,0 100,0 Depresi_nominal Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 54 87,1 87,1 87,1 8 12,9 12,9 100, ,0 100,0 Anxiety_nominal Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 49 79,0 79,0 79, ,0 21,0 100, ,0 100,0

84 84 Tidak stres Valid Stres Total Stres_nominal Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 55 88,7 88,7 88,7 7 11,3 11,3 100, ,0 100,0 DESCRIPTIVES VARIABLES=Umur /STATISTICS=MEAN STDDEV. Descriptives [DataSet1] D:\ \Data Penelitian Wangsa.sav Umur Valid N (listwise) Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation ,31 14,830 DATASET ACTIVATE Fungsional. FREQUENCIES VARIABLES=Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan Dispepsia Depresi_nominal Anxiety_nominal Stres_nominal /STATISTICS=MEAN /ORDER=ANALYSIS. Frequencies [Fungsional] Valid N Missing Mean Statistics Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan Dispepsia Depresi_ nominal Anxiety_ nominal Stres_ nominal ,56 2,96 3,48 2,00 1,00 1,04 1,44 1,07 Frequency Table Laki-laki Valid Perempuan Total Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 12 44,4 44,4 44, ,6 55,6 100, ,0 100,0

85 85 Valid Pekerjaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent bekerja 14 51,9 51,9 51,9 Tidak bekerja 13 48,1 48,1 100,0 total 100,0 100,0 Tidak sekolah SD Valid SMP SMA Diploma/ Sarjana Total Pendidikan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 3 11,1 11,1 11,1 3 11,1 11,1 22,2 3 11,1 11,1 33, ,9 51,9 85,2 4 14,8 14,8 100, ,0 100,0 Tidak menikah Menikah Valid Duda Janda Total Pernikahan Frequen cy Percent Valid Percent Cumulative Percent 8 29,6 29,6 29, ,9 51,9 81,5 2 7,4 7,4 88,9 3 11,1 11,1 100, ,0 100,0 Dispepsia Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Fungsional ,0 100,0 100,0 Tidak depresi Valid Depresi Total Depresi_nominal Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 26 96,3 96,3 96,3 1 3,7 3,7 100, ,0 100,0

86 86 Tidak cemas Valid Cemas Total Tidak stres Valid Stres Total Anxiety_nominal Frequenc y Percent Valid Percent Cumulative Percent 15 55,6 55,6 55, ,4 44,4 100, ,0 100,0 Stres_nominal Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 25 92,6 92,6 92,6 2 7,4 7,4 100, ,0 100,0 DESCRIPTIVES VARIABLES=Umur /STATISTICS=MEAN STDDEV. Descriptives [Fungsional] Umur Valid N (listwise) Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation 27 48,26 14, DATASET ACTIVATE Organik. FREQUENCIES VARIABLES=Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan Dispepsia Depresi_nominal Anxiety_nominal Stres_nominal /STATISTICS=MEAN /ORDER=ANALYSIS. Frequencies [Organik] Valid N Missing Mean Statistics Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan Dispepsia Depresi_ nominal Anxiety_ nominal Stres_ nomina l ,29 1,69 2,97 2,37 2,00 1,20 1,03 1,14

87 87 Frequency Table Laki-laki Valid Perempuan Total Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 23 65,7 65,7 65, ,3 43,3 100, ,0 100,0 Valid Pekerjaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent bekerja 10 28,6 28,6 28,6 Tidak bekerja 25 71,4 71,4 100, total ,0 100,0 Tidak sekolah SD Valid SMP SMA Diploma/ Sarjana Total Tidak menikah Menikah Valid Duda Janda Total Pendidikan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 5 14,3 14,3 14, ,4 31,4 45,7 1 2,9 2,9 48, ,7 45,7 94,3 2 5,7 5,7 100, ,0 100,0 Pernikahan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 4 11,4 11,4 11, ,4 51,4 62,9 9 25,7 25,7 88,6 4 11,4 11,4 100, ,0 100,0 Dispepsia Frequen cy Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Organik ,0 100,0 100,0

88 90 Tidak depresi Valid Depresi Total Tidak cemas Valid Cemas Total Tidak stres Valid Stres Total Depresi_nominal Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 28 80,0 80,0 80,0 7 20,0 20,0 100, ,0 100,0 Anxiety_nominal Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 34 97,1 97,1 97,1 1 2,9 2,9 100, ,0 100,0 Stres_nominal Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 30 85,7 85,7 85,7 5 14,3 14,3 100, ,0 100,0 DESCRIPTIVES VARIABLES=Umur /STATISTICS=MEAN STDDEV. Descriptives [Organik] Umur Valid N (listwise) Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation ,66 14,838 DATASET ACTIVATE DataSet1. NPAR TESTS /M-W= Umur Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan Depresi_nominal Anxiety_nominal Stres_nominal BY Dispepsia(1 2) /MISSING ANALYSIS.

89 91 Warning # 849 in column 23. Text: in_id The LOCALE subcommand of the SET command has an invalid parameter. It could not be mapped to a valid backend locale. GET FILE='C:\Users\lovemealways\Documents\Data Penelitian Wangsa.sav'. DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT. EXAMINE VARIABLES=Umur /PLOT BOXPLOT HISTOGRAM NPPLOT /COMPARE GROUPS /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL. Explore [DataSet1] C:\Users\lovemealways\Documents\Data Penelitian Wangsa.sav Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Umur ,0% 0 0,0% ,0% Descriptives Statistic Std. Error Umur Mean 95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis 51,61 1,957 47,70 55,53 51,65 53,00 237,553 15, ,104,304 -,557,599

90 92 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Umur,071 62,200 *,987 62,776 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Umur

91 93 T-T EST GROUPS=Dispepsia(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=Umur /CRITERIA=CI(.95). T-Test [DataSet1] C:\Users\lovemealways\Documents\Data Penelitian Wangsa.sav Group Statistics Dispepsia N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Umur Fungsional Organik 27 48,26 14,525 2, ,20 15,781 2,668

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. Rasa tidak nyaman secara spesifik meliputi rasa cepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata dispepsia berasal dari Bahasa Yunani dys (bad = buruk) dan peptein

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata dispepsia berasal dari Bahasa Yunani dys (bad = buruk) dan peptein 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Dispepsia Kata dispepsia berasal dari Bahasa Yunani dys (bad = buruk) dan peptein (digestion= pencernaan). Jika digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ansietas 2.1.1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh (begah) atau cepat kenyang, sendawa, rasa

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk,

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah adanya perasaan nyeri dan tidak nyaman yang terjadi di bagian perut atas ditandai dengan rasa penuh, kembung, nyeri, beberapa gangguan mual-mual, perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perubahan dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan stress. Stress yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan yang erat kaitannya dengan pola hidup. Akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian atas. Keluhan pada saluran pencernaan merupakan penyakit yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. bagian atas. Keluhan pada saluran pencernaan merupakan penyakit yang banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dispepsia merupakan istilah yang umum dipakai untuk suatu sindroma atau kumpulan gejala/keluhan berupa nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu yaitu dys (buruk) dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu yaitu dys (buruk) dan 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Dispepsia 2.1.1. Definisi Dispepsia Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu yaitu dys (buruk) dan peptein (pencernaan) yang berarti pencernaan yang jelek. Menurut Konsensus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu yaitu dys (buruk) dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu yaitu dys (buruk) dan 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Dispepsia 2.1.1. Definisi Dispepsia Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu yaitu dys (buruk) dan peptein (pencernaan) yang berarti pencernaan yang jelek. Menurut Konsensus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dispepsia Fungsional 2.1.1 Defenisi Dispepsia Fungsional Dalam konsensus Roma III (tahun 2006 dikutip dari Djojoningrat, 2009) yang khusus membicarakan tentang kelainan gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Setiap tahun sekitar 500.000 penderita kanker serviks baru di

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah kumpulan gejala penyakit saluran cerna bagian atas yang mengenai lebih dari 29% individu dalam suatu komunitas dan gejalanya bervariasi pada setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia didefinisikan sebagai kumpulan

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya sebagai generasi penerus bangsa tidak luput dari aktifitas yang tinggi. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah istilah yang dipakai untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar

Lebih terperinci

FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ

FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ GASTROINTESTINAL Maria Inez Devina Siregar 11.2013.158 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia merupakan gangguan nyeri dan rasa tidak nyaman pada saluran pencernaan yang berpusat di abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut berupa nyeri epigastrium,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. beban penyakit global dan lazim ditemukan pada masyarakat negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. beban penyakit global dan lazim ditemukan pada masyarakat negara maju maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang masih menjadi beban kesehatan di masyarakat global. Hipertensi diperkirakan menyumbang 4,5% dari beban penyakit global

Lebih terperinci

TUGAS 3 SISTEM PORTAL

TUGAS 3 SISTEM PORTAL TUGAS 3 SISTEM PORTAL Fasilitator : Drg. Agnes Frethernety, M.Biomed Nama : Ni Made Yogaswari NIM : FAA 113 032 Kelompok : III Modul Ginjal dan Cairan Tubuh Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepribadian 2.1.1.1 Definisi Kepribadian Kepribadian berasal dari kata Latin yaitu persona yang berarti sebuah topeng yang biasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Harapan Ibu Purbalingga yang merupakan salah satu Rumah Sakit Swasta kelas D milik Yayasan Islam Bani Shobari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

PATOFISIOLOGI ANSIETAS PATOFISIOLOGI ANSIETAS Faktor Predisposisi (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik 2. Konflik emosional 3. Konsep diri terganggu 4. Frustasi 5. Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh dan unik. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, karena individu

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Dispepsia merupakan salah satu gangguan yang diderita oleh hampir seperempat populasi umum di negara industri dan merupakan salah satu alasan orang melakukan konsultasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan definisi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepribadian. konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepribadian. konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Kepribadian adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa diprediksi yang cenderung ovulatoar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five 35 BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Personality Terhadap Coping Stress Pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012). BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden (51 orang) adalah perempuan. Perempuan lebih mudah merasakan adanya serangan

Lebih terperinci

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres karena infertilitas berbeda dari stres yang lain. Pasangan infertil menderita stres

BAB I PENDAHULUAN. Stres karena infertilitas berbeda dari stres yang lain. Pasangan infertil menderita stres BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres karena infertilitas berbeda dari stres yang lain. Pasangan infertil menderita stres kronis setiap bulan jika pembuahan tidak terjadi. Hubungan antara stres dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dunia perkuliahan seringkali mahasiswa-mahasiswi mengalami stres saat mengerjakan banyak tugas dan memenuhi berbagai tuntutan. Terbukti dengan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya sensitivitas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sikap (Attitude) 2.1.1 Definisi Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Berdasarkan batasan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya suatu penyakit berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah satunya gangguan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, juga dapat diukur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia yang mengarah modern ditandai gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang peningkatan asam lambung, seperti:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekelompok (peer group) serta kurangnya kepedulian terhadap masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekelompok (peer group) serta kurangnya kepedulian terhadap masalah kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gambaran khas remaja yaitu pencarian identitas, kepedulian akan penampilan, rentan terhadap masalah komersial dan tekanan dari teman sekelompok (peer group)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli di bidang psikosomatik menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli di bidang psikosomatik menunjukkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu fenomena yang kompleks, dialami secara primer sebagai suatu pengalaman psikologis. Penelitian yang berlangsung selama bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014). Di dunia,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengertian (Newman, 2006). Pengertian pensiun tidak hanya terbatas pada

BAB I PENDAHULUAN. pengertian (Newman, 2006). Pengertian pensiun tidak hanya terbatas pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun merupakan salah satu konsep sosial yang memiliki beragam pengertian (Newman, 2006). Pengertian pensiun tidak hanya terbatas pada berhenti bekerja karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. DEFINISI DISPEPSIA Istilah dispepsia berkaitan dengan makanan dan menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat terlihat dari peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) dan Angka

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat terlihat dari peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) dan Angka 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan di bidang kesehatan merupakan cita cita suatu bangsa, hal tersebut dapat terlihat dari peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) dan Angka Harapan Hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang belum terselesaikan, dan terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dihadapkan pada dua masalah dalam pembangunan kesehatan, yaitu penyakit menular yang masih belum banyak tertangani dan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tes psikologi adalah suatu pengukuran yang objektif dan terstandar terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk mengukur perbedaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI Program Studi : Kedokteran Kode Blok : Blok 20 Blok : PSIKIATRI Semester : 5 Standar Kompetensi : Mampu memahami dan menjelaskan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi Human Papilloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan

BAB I PENDAHULUAN. infeksi Human Papilloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah penyakit ganas pada serviks uterus yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan 18.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang tidak baik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang tidak baik. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dispepsia Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang tidak baik. Dispepsia mengacu pada nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas;

Lebih terperinci

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat. BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Rahim (2001) manajemen konflik tidak hanya berkaitan dengan menghindari, mengurangi serta menghilangkan konflik, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Tekanan psikologis dan kekhawatiran tentang infertilitas memiliki efek

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Tekanan psikologis dan kekhawatiran tentang infertilitas memiliki efek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa infertilitas merupakan masalah utama dalam kesehatan kesuburan yang memiliki dimensi fisik, psikologis dan sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian (personality) adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hospitalisasi 1. Pengertian Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut WHO merupakan masa transisi dalam pertumbuhan dan perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, modernisasi dan globalisasi tidak dapat dihindari lagi oleh setiap negara di dunia. Begitu pula halnya

Lebih terperinci

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Pembimbing : Dr. Prasilla, Sp KJ Disusun oleh : Kelompok II Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta cemas menyeluruh dan penyalahgunaan zat. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001 JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari

Lebih terperinci

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TRAITS DENGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA PASIEN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TRAITS DENGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA PASIEN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TESIS PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TRAITS DENGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA PASIEN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR I D G WANGSA PRADNYANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian a. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian perlu dilakukan agar penelitian yang akan diadakan dapat

Lebih terperinci

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Oleh : Husna Nadia 1102010126 Pembimbing : dr Prasila Darwin, SpKJ DEFINISI PTSD : Gangguan kecemasan yang dapat terjadi setelah mengalami /menyaksikan suatu peristiwa

Lebih terperinci