ANALISIS SPASIAL RENCANA PEMANFAATAN WILAYAH EX. HTI BARITO PASIFIC TIMBER 1) ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SPASIAL RENCANA PEMANFAATAN WILAYAH EX. HTI BARITO PASIFIC TIMBER 1) ABSTRACT"

Transkripsi

1 121 ANALISIS SPASIAL RENCANA PEMANFAATAN WILAYAH EX. HTI BARITO PASIFIC TIMBER Oleh: Zulkarnain 1) ABSTRACT This study aims to determine the direction of the plan to use the ex. HTI Barito Pacific Timber area. This research was conducted from October to December 2010 in the region of ex. HTI Barito Pacific Timber area, with a total study area is ha. The instrument used is a set of computer equipment, survey equipment and stationery.processing of spatial data using Geographic Information System (GIS) with software Arcview 3.2. These data are analyzed by using quantitative descriptive analysis. The results showed that there are four types of directives (1). Regional protection in areas that have been included in the IUP, covering an area of Ha, (2) Areas that are not included in the Permit area of ha, (3) utilization zones to mine an area of ha and (4) Other Utilization Area (Non-Mine) area of ha. From the results of this study is recommended to do further research to determine witch management action should be given to each region directives are so technically it can be seen that appropriate management action to ensure the sustainability the functions and benefits in the region. Key words: Spatial analysis, direction of land use, area ex. HTI Barito Pacific Timber PENDAHULUAN PT. Barito Pasific Timber merupakan perusahaan swasta nasional yang mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK-HTI) pada hutan tropis di wilayah Kabupaten Bombana, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 212/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998,dengan luas wilayah Ha. Pada tahun 2009 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.393/Menhut-II/2009 izin pemanfaatan PT. Barito Pasific Timber dicabut. (Dephut, 2009). Sejak ditinggalkan oleh PT. Barito Pasific Timber, keadaan tanaman dan aset lainnya menjadi tidak terpelihara. Laporan terakhir oleh pihak PT. Barito Pasific Timber pada bulan November 2003, bahwa realisasi penanaman seluas 7.366,88 Ha, namun hingga saat pemantauan dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara pada akhir tahun tahun 2009 diperkirakan hanya tersisa ±930 Ha (Anonim, 2010). Pada aspek pemanfaatan wilayah, maraknya kegiatan penambangan emas yang terjadi pada awal tahun 2009 semakin memperparah kondisi yang ada di lapangan. Dengan diterbitkannya Ijin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Pemerintah Kabupaten Bombana, maka hampir seluruh eks wilayah HTI Barito merupakan wilayah tambang, ditambah lagi dengan tambang rakyat yang muncul secara sporadis di wilayah-wilayah tersebut. Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian serius mengingat potensi dampak kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan oleh adanya kegiatan pertambangan, apabila pemanfaatan ruang tidak dilakukan dengan bijaksana. Hal ini mengingat sebagian besar hulu sungai Langkowala yang merupakan salah satu sungai besar di Kab. Bombana dan beberapa sungai kecil lainnya juga berada pada wilayah ex. HTI Barito Pasific Timber. Fakta lain yang tidak kalah pentingnya adalah posisinya yang berbatasan langsung dengan Kawasan Konservasi Taman Nasinal Rawa Aopa Watumohai, sehingga aktifitas pada wilayah tersebut akan berpengaruh besar terhadap kawasan taman nasional. 1 ) Staf Pengajar Pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari. 121

2 122 Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan adanya penataan pemanfaatan ruang pada wilayah ex HTI Barito Pasific Timber. Leuchner (1984) dalam Nasution (2005), mengemukakan bahwa Pengelolahan lahan dan hutan merupakan hasil intergrasi dari semua komponen lingkungan baik fisik, kimia, biologi, ekonomi dan sosial yang mempengaruhi keputusan perencanaan penggunaan lahan dengan memperhatikan kerusakan lingkungan dan konservasi lahan. Dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis yang mempunyai kemampuan untuk memasukan, menyimpan, manipulasi, menampilkan dan menghasilkan informasi geografis beserta atribut-atrinutnya (Prahasta, 2005), maka tulisan ini akan mengkaji secara spasial rencana pemanfaatan ruang pada wilayah ex. HTI Barito Pasific Timber sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat yang berada di sekitar wilayah tersebut. Selain itu, hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi berbagai pihak yang berkompoten dalam pemanfaatan wilayah ex. HTI Barito Pasific Timber ke depannya. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober sampai Desember 2010 di wilayah Ex. HTI Barito Pasific Timber, Kabupaten Bombana dengan luas 7.877,5 Ha. Peralatan yang digunakan adalah seperangkat komputer dan perangkat lunak (Software) ArcView 3.2 dengan bantuan beberapa tolls dalam Arcview seperti : extensions Image Analyst, Spatial Analyst dan Geoprocessing (Prahasta, 2004). Peralatan survey yaitu, GPS, Abney Level, Kompas, Altimeter, parang, meteran dan kamera digital serta seperangkat alat tulis kantor. Adapun bahan yang digunakan adalah ; Peta RBI Bakosurtanal tahun 1992, Peta Administrasi Kabupaten Bombana, Peta Topografi, Peta DAS, Peta Sistem Lahan, Hasil Interpretasi Citra satelit Landsat 7 ETM+ 2005, Peta Fungsi Kawasan, Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan tahun 1999, dan Peta Wilayah IUP Kabupaten Bombana. Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini mencakup 2 bagian besar yaitu: 1) Wilayah lindung. Variabel ini diidentifikasi pada 2 lokasi utama yaitu wilayah perlindungan yang masuk dalam kawasan tambang (IUP) dan wilayah perlindungan yang berada di luar kawasan tambang (IUP). Daerah yang masuk wilayah lindung didasarkan pada beberapa kriteria yakni : Buffer kawasan konservasi, Wilayah perlindungan kiri kanan sungai, Wilayah dengan kelerengan > 40%, Perlindungan terhadap Tutupan Hutan Lahan kering baik primer maupun sekunder eksisting dan Perlindungan terhadap tegakan tinggal. Hal ini sejalan dengan (Dephut, 1999, UU 41 tentang Kehutanan, Pasal 46), bahwa penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. 2) Wilayah pemanfaatan. Variabel ini diidentifikasi pada 2 lokasi utama yaitu wilayah tambang (IUP) dan Wilayah pemanfaatan yang berada di Luar kawasan tambang (IUP). Daerah yang masuk wilayah pemanfaatan didasarkan pada beberapa kriteria: (1) Bila masuk dalam wilayah IUP maka diarahkan untuk pemanfaatan tambang, (2) Bila tidak masuk dalam wilayah IUP maka diarahkan untuk pemanfaatan lain / non tambang. Pengumpulan data dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, dan kegiatan survei lapangan serta cek lapangan dengan bantuan peta kerja. Pengumpulan data ini bertujuan untuk mencatat sifat-sifat fisik di lapangan dan mengoreksi data sekunder hasil interpretasi citra satelit, serta peta-peta lain dengan keadaan lokasi penelitian. Sukuryadi (2008), mengemukakan bahwa tujuan cek lapangan adalah untuk menguji kebenaran dari masing-masing kelas hasil klasifikasi pada citra serta untuk mengetahui tingkat akurasi dan

3 123 kebenaran hasil interpretasi citra dengan mengacu pada data lapangan (land surveying). Pengolahan data spasial menggunakan perangkat lunak (software) ArcView 3.2., kemudian dimatching sehingga dihasilkan gambaran spasial mengenai wilayah wilayah yang dapat di manfaatkan maupun wilayah yang dilindungi pada wilayah ex. HTI Barito. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil dari analisis ini, akan memberikan informasi mengenai wilayah yang perlu dilindungi dan wilayah-wilayah non lindung / pemanfaatan lain. HASIL DAN PEMBAHASAN Letak Geografis Lokasi Secara geografis wilayah ex HTI PT. Barito Pasific Timber terletak diantara BT dan LS, dengan luas wilayah adalah Ha. Secara Administratif terletak di Kabupaten Bombana, yang meliputi 10 desa dan 4 kecamatan. Sebagian besar wilayah Ex HTI PT. Barito Pasific Timber berada di Kecamatan Matausu dan Rarowatu Utara, selebihnya meliputi wilayah Kecamatan Lantari Jaya dan Poleang Utara. Lebih jelasnya letak PT. Barito Pasific Timber disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sebaran desa dan luas wilayah dalam kawasan Ex. PT. Barito Pasific Timber di Kabupaten Bombana No Kecamatan Desa Luas (ha) Persentase (%) 1 Lantari Jaya Watu-Watu Matausu Kolombi Matausu Matausu Lamaru Matausu Morengge Matausu Tinambite Matausu Totole Matausu Wea-Wea Poleang Utara Tanah Poleang Rarowatu Utara Marga Jaya Rarowatu Utara Wumbubangka Jumlah Sumber : Peta Administrasi Kab Bombana, 2005, Analisis SIG, 2010 Topografi Topografi areal ex. HTI PT. Barito Pasific Timber bervariasi dari datar sampai berbukit, dengan ketinggian berkisar antara 25 m sampai 275 m dari permukaan laut. Secara umum topografi areal ex HTI PT. Barito Pasific Timber dapat dilihat pada Tabel 2. Gambar 1. Peta wilayah Ex. HTI Barito Pasific Timber

4 124 Tabel 2. Keadaan topografi wilayah areal Ex. HTI PT. Barito Pasific Timber No Kelas lereng Topografi Luas (ha) Persentase (%) 1 (0-2%) Datar (2-8%) Landai (8-15%) Agak miring (15-40%) Curam ( >40%) Sangat curam Jumlah Sumber : Analisis SIG, Peta RBI, 1992, Survey lapangan 2010 Tabel 2 menunjukkan bahwa wilayah ex HTI PT. Barito Pasific didominasi oleh topografi agak curam dan curam dengan kelerengan 8 15% dan 15 40%. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk pemanfaatan wilayah dari aspek kelerengan, wilayah tersebut berpotensi untuk dapat dikelola. Namun meskipun demikian terdapat sekitar ha atau 6.94% daerah dengan kelerengan diatas 40% yang merupakan daerah yang perlu dilindungi mengingat topografinya yang sangat curam dan sangat berpotensi untuk menyebabkan erosi dan bencana lainnya jika tidak di kelola dengan baik. pengelolaan areal ex. IUPHHK-HTI PT. Barito Pasific Timber oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2010 menunnjukkan hingga saat pemantauan dilakukan areal tertanaman diperkirakan tersisa ±930 Ha dengan taksiran volume tegakan tinggal ± 81, m 3 /Ha. Gambaran ini menunjukkan bahwa tegakan yang ada masih memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi sehingga perlu ada upaya perlindungan terhadap tegakan tinggal jika kawasan tersebut akan diarahkan untuk pemanfaatan non kehutanan. Gambar 3. Peta sebaran tegakan tinggal pada wilayah Ex. HTI Barito Pasific Timber Gambar 2. Peta topografi wilayah ex. HTI Barito Pasific Timber Tegakan Tinggal Laporan hasil pemantauan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Prov. Sultra pada akhir tahun 2009 dan laporan rencana Penutupan Lahan Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat tahun 2005 dan survey lapangan 2010, data penutupan lahan di areal ex. HTI PT. Barito Pasifik Timber disajikan pada tabel di bawah ini.

5 125 Tabel 3. Penutuhan lahan di wilayah Ex. HTI PT. Barito Pasifik Timber No Tutupan lahan Luas (ha) Persentase (%) 1 Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Pertanian Lahan Kering Savana Semak/Belukar Tanah Terbuka Jumlah Sumber :Interpretasi Citra Lansat 2005, Survey Lapangan 2010, Analisis SIG 2010 Tabel 3 menunjukkan bahwa penutupan lahan di wilayah ex HTI PT. Barito Pasific Timber didominasi oleh tutupan savana yakni 50.51% dari keseluruhan wilayah, kemudian tutupan semak/belukar sebesar 28.86%. Ini mengindikasikan bahwa wilayah tersebut sangat berpotensi diarahkan untuk fungsi pemanfaatan. Namun terdapat tutupan lahan berupa hutan lahan kering primer ( Ha) dan hutan lahan kering sekunder ( Ha) yang perlu mendapat perhatian khusus jika wilayah tersebut akan dimanfaatkan. Hal ini mengingat kebijakan pemerintah mengenai moratorium konversi hutan untuk tidak melakukan konversi hutan primer dan lahan gambut, sebagai bagian dari upaya Indonesia untuk menurukan emisi gas ruma kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi hutan (Anonim, 2011). Kawasan Tambang Berdasarkan peta wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) Kabupaten Bombana dan hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa terdapat 6 (enam) perusahaan yang wilayah IUP nya masuk dalam wilayah ex HTI Barito Pasific Timber dan mencakup hampir seluruh wilayah ex HTI Barito Pasific Timber. Empat perusahaan diantaranya telah mendapatkan Izin pinjam pakai kawasan untuk kegiatan eksplorasi, sedangkan dua perusahaan lainnya dalam tahap proses pengurusan. Data perusahaan yang memiliki IUP pada wilayah ex. HTI Barito Pasific Timber, di sajikan pada Tabel 4. Gambar 4. Peta tutupan lahan pada wilayah Ex. HTI Barito Pasific Timber

6 126 Tabel 4. Perusahaan tambang swasta di dalam kawasan ex. HTI Barito Pasific Timber No Nama perusahaan Luas (ha) Status izin yang dimiliki 1. PT. Cahaya Gemilang Izin Pinjam Pakai dari Menhut No : 613/Menteri Sentosa Kehutanan-II/2010 tanggal 3 November PT. Majumulia Agungtama Izin Pinjam Pakai dari Menhut No : 614/ Menteri Kehutanan -II/2010 tanggal 3 November PT. Ganesa Izin Pinjam Pakai dari Menhut No : 615/ Menteri Kehutanan -II/2010 tanggal 3 November PT. Utama Sultra Izin eksplorasi dari Bupati Bombana; sementara dalam proses izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan 5. PT. Sultra Utama Nikel Izin Pinjam Pakai dari Menteri Kehutanan 6. PT. Galian Indonesia Izin eksplorasi dari Bupati Bombana; sementara dalam proses izin pinjam pakai dari Menhut Sumber : Peta Wilayah IUP Kab. Bombana tahun 2010 dan Analisis SIG, 2010 Gambar 5. Peta sebaran tambang pada wilayah Ex. HTI Barito Pasific Timber Kawasan Hutan Berdasarkan data dan peta yang diperoleh dari Badan Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Provinsi Sultra, mengenai Kawasan Hutan, menunjukkan bahwa keseluruhan wilayah Ex PT. Barito Pasific Timber berada dalam wilayah Kawasan Hutan Produksi. Hal ini berarti dari aspek pemanfaatan wilayah ini memiliki potensi untuk dapat dimanfaatkan, namun tentunya melalui mekanisme dan prosedur yang tepat, misalnya prosedur pinjam pakai kawasan jika akan diarahkan untuk pemanfaatan Pertamabangan mengingat wilayah tersebut memiliki potensi tambang yang cukup besar. Gambar 6. Peta kawasan hutan pada wilayah Ex. HTI Barito Pasific Timber Berdasarkan peta kawasan hutan yang disajikan pada Gambar 4, terlihat bahwa pada bagian Utara wilayah Ex. HTI Barito Pasific Timber, berbatasan langsung dengan kasan konservasi Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW), sehingga perlu adanya wilayah buffer perlindungan untuk daerah daerah yang berbatasan langsung dengan kawasan TNRAW untuk dapat menjamin kelestarian kawasan konservasi tersebut. Aliran Sungai Hasil interpretasi Citra Landsat tahun 2005 dan peta Rupa Bumi Indonesia tahun 1992 menunjukkan terdapat tiga sungai besar yang

7 127 melalui wilayah Ex. HTI Barito Pasific Timber yaitu Sungai Langkowala, Sungai watu-watu dan sungai Lausu. Sebagian besar hulu sungai tersebut, terutama sungai Langkowala yang merupakan salah satu sungai besar di Kabupaten Bombana berada pada wilayah Ex. HTI Barito Pasific Timber ini. Oleh karena itu perlu diperhatikan penataan wilayah perlindungan kiri kanan sungai, sesuai dengan ketentuan wilayah perlindungan sungai yang ditetapkan dalan UU Kehutanan No 41 Tahun Dalam kebijakan telah ditentukan wilayah perlindungan sungai ditetapkan 100 m kiri kanan sungai untuk perlindungan sungai dan 50 m kiri kanan anak sungai. Untuk lebih jelasnya sebaran daerah aliran sungai disajikan pada Gambar 7. Gambar 7. Peta daerah aliran sungai pada wilayah Ex. HTI Barito Pasific Timber Arahan Pemanfaatan Ruang Berdasarkan variabel penelitian dan parameter yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pengelompokkan arahan pemanfaatan ruang pada areal Ex PT. Barito Pasific Timber dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Arahan pemanfaatan ruang pada Ex PT. Barito Pasific Timber Uraian Lokasi Arahan pemanfaatan ruang Luas (ha) I. Wilayah A. Dalam wilayah a. Buffer taman nasional perlindungan IUP b. Buffer sungai c. Sisa tanaman PT. Barito d. Hutan lahan kering primer e. Hutan lahan kering sekunder f. Kelerengan >40% 4.23 B. Luar Wilayah IUP JUMLAH A (Lindung dalam Wil IUP) a. Buffer Taman NAsional b. Buffer Sungai c. Sisa Tanaman PT. Barito d. Hutan Lahan Kering Primer e. Hutan Lahan Kering Sekunder f. Kelerengan >40% JUMLAH B (Lindung Luar Wil Tambang) JUMLAH I (A + B)

8 128 Tabel 5. Lanjutan... Uraian Lokasi Arahan pemanfaatan ruang Luas (ha) II. Wilayah non A. Dalam Wilayah pertambangan lindung Wilayah IUP JUMLAH A (Wil Tambang) (pemanfaatan lain) Sumber : Analisis GIS, B. Luar Wilayah IUP Pemanfaatan lain/ non tambang JUMLAH B (Pemanfaatan lain/ non tambang) JUMLAH II (A + B) T O T A L Tabel 5 menunjukkan bahwa pada wilayah IUP terdapat ha yang masuk daerah perlindungan. Hal ini di karenakan secara spasial terdapat daerah-daerah yang diarahkan untuk dilindungi yaitu daerah buffer taman nasional, perlindungan kiri kanan sungai, perlindungan tegakan tinggal, perlindungan terhadap hutan lahan kering primer dan sekunder, serta perlindungan daerah dengan kelerengan >40%. Begitu pula untuk wilayah yang tidak masuk dalam areal yang memiliki IUP terdapat luasan sebesar ha yang perlu diarahkan sebagai daerah perlindungan. Pada wilayah pemanfaatan terdapat 2 kelompok pemanfaatan yakni: (1) pemanfaatan untuk tambang seluas ha yaitu daerah yang telah memiliki IUP dan tidak tergolong dalam kriteria wilayah buffer taman nasional, perlindungan kiri kanan sungai, perlindungan tegakan tinggal, perlindungan terhadap hutan lahan kering primer dan sekunder, serta perlindungan daerah dengan kelerengan >40%. Kemudian (2) Wilayah Pemanfaatan lain (non tambang) seluas ha yakni daerah yang tidak termasuk dalam wilayah yang memiliki IUP dan tidak termasuk dalam wilayah dengan kriteria lindung yang telah di kemukakan di atas. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil Penelitian ini maka dapa ditarik kesimpulan bahwa untuk arahan pemanfaatan areal Ex PT. Barito Pasific Timber terdapat empat jenis arahan pemanfaatan yaitu (1). Wilayah perlindungan pada areal yang telah masuk dalam IUP, seluas (2) Wilayah yang tidak masuk dalam areal yang memiliki izin usaha untuk pemanfaatan pertambangan (IUP) terdapat luasan sebesar ha. (3) Wilayah pemanfaatan untuk tambang seluas ha dan (4) Wilayah Pemanfaatan lain (Non Tambang) seluas ha. Namun disisi lain perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan tindakan pengelolaan yang harus diberikan pada tiap-tiap wilayah arahan pemanfaatan tersebut sehingga secara teknis dapat diketahui tindakan pengelolaan yang tepat untuk menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaat dari wilayah ex PT. Barito Pasific Timber tersebut. DAFTAR PUSTAKA Anonim Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta. Anonim Laporan Penyusunan Rencana Pengelolaan Areal ex. IUPHHK-HTI PT. Barito pasific Timber. Tidak dipublikasikan. Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara.

9 129 Anonim Moratorium Konversi Hutan dan Implikasinya. Diakses 28 April Dephut Daftar Pencabutan SK. IUPHHK-HTI. Dephut.go.id/ files/iuphhk_ht_pencabutan.pdf. Diakses 28 April Nasution Z Evaluasi Lahan Daerah Tangkapan Hujan Danau Toba Sebagai Dasar Perencanaan Tata Guna Lahan Untuk Pembangunan Berkelanjutan. Diakses 12 Agustus Prahasta, Eddy Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung. Prahasta, Eddy Sistem Informasi Geografis, Tools and Plug-Ins. Penerbit Informatika. Bandung. Sukuryadi Pemetaan Distribusi Terumbu Karang Dengan Menggunakan Data Satelit Alos AVNIR-2 Di Sekitar Perairan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Diakses 12 Agustus 2011.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis Jurnal Rekayasa LPPM Itenas No.1 Vol. XV Institut Teknologi Nasional Januari Maret 2011 Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis M. ABDUL BASYID, DIAN SURADIANTO Jurusan Teknik Geodesi FTSP

Lebih terperinci

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK ) ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK 2008-2018) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program

Lebih terperinci

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2015 DEFORESTASI INDONESIA TAHUN 2013-2014

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN :

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : 1907-9931 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR UNTUK PARIWISATA DENGAN MEMANFAATAN CITRA SATELIT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SEBAGIAN BALI

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Totok Gunawan dkk Balitbang Prov. Jateng bekerjasama dengan Fakultas Gegrafi UGM Jl. Imam Bonjol 190 Semarang RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai banyak kekayaan alam yang melimpah baik yang dapat diperbaharui (renewable resources) maupun yang tidak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2012 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang dikenal dengan sumberdaya alamnya yang sangat melimpah seperti sumberdaya lahan, hutan, air, hasil tambang, dan

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian dan penelitian lapangan dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO Rahmadi Nur Prasetya geo.rahmadi@gmail.com Totok Gunawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia, Kabupaten Lamongan sangat perlu penggalian akan potensi daerah, terutama untuk pembuatan perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai eknmi, eklgi dan ssial

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan 5 5 -

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan 5 5 - IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah Letak geografis KPHL Batutegi terletak pada 104 27-104 54 BT dan 5 5-5 22 LS. Secara administrasi berada di 4 (empat) Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas

Lebih terperinci

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri. Kabupaten Wonogiri dengan luas wilayah 182.236,02 ha secara geografis terletak pada

Lebih terperinci

Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image.

Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image. Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage SEBARAN SPASIAL LAHAN KRITIS UNTUK PRIORITAS REHABILITASI BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI

Lebih terperinci

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Artikel Ilmiah Diajukan kepada Program Studi Sistem Informasi guna memenuhi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU

PERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU PERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU PEKANBARU, JULI 2010 Kawasan Hutan Provinsi Riau berdasarkan TGHK SK Menhut No. 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 No PERUNTUKAN LUAS (Ha) ( % ) 1. Hutan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o 40 30 LS-6 o 46 30 LS dan 106

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus : Sub Das Brantas Bagian Hulu, Kota Batu) Oleh : Aning Prastiwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

PEMETAAN ARAHAN FUNGSI PEMANFAATAN LAHAN UNTUK KAWASAN FUNGSI LINDUNG DI KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS

PEMETAAN ARAHAN FUNGSI PEMANFAATAN LAHAN UNTUK KAWASAN FUNGSI LINDUNG DI KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS 0 PEMETAAN ARAHAN FUNGSI PEMANFAATAN LAHAN UNTUK KAWASAN FUNGSI LINDUNG DI KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS Fitrianti 1), I Gede Sugiyanta 2), Dedy Miswar 3) Abstract: This research aims to evaluate

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAS TERPADU

PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI Dyah Wuri Khairina dyah.wuri.k@mail.ugm.ac.id Taufik Hery Purwanto taufikhery@mail.ugm.ac.id Abstract

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 SKRIPSI Oleh: Chandra Pangihutan Simamora 111201111 BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Perusahaan Pemerintah melalui keputusan Menteri Kehutanan No 329/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

Lebih terperinci

ILMU UKUR TANAH DAN PEMETAAN FUNGSI ILMU UKUR TANAH DAN PEMETAAN DALAM BIDANG KEHUTANAN NAMA : MIRANDA VINSENSIA SIAHAAN NIM : G

ILMU UKUR TANAH DAN PEMETAAN FUNGSI ILMU UKUR TANAH DAN PEMETAAN DALAM BIDANG KEHUTANAN NAMA : MIRANDA VINSENSIA SIAHAAN NIM : G ILMU UKUR TANAH DAN PEMETAAN FUNGSI ILMU UKUR TANAH DAN PEMETAAN DALAM BIDANG KEHUTANAN NAMA : MIRANDA VINSENSIA SIAHAAN NIM : G1011151061 FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2016 / 2017

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DI DAS ULAR SUMATERA UTARA

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DI DAS ULAR SUMATERA UTARA 1 PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DI DAS ULAR SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: Yan Alfred Sigalingging 061201030 Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011 IPB International Convention Center, Bogor, 12 13 September 2011 Kerangka Latar Belakang Masalah PERTUMBUHAN EKONOMI PERKEMBANGAN KOTA PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN KOTA LUAS LAHAN KOTA TERBATAS PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI OPAK HULU Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi

Lebih terperinci

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013 RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013 PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LAHAN KRITIS DAN EROSI (SILKER) MENGGUNAKAN FREE OPEN SOURCES SOFTWARE FOSS-GIS ILWIS Tahun ke 1 dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan 27 METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi yang terjadi pada tiap waktu membutuhkan peningkatan kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas ruang sifatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Modeling dan Analisa Data Spasial. Usulan Revisi Peta Status Lahan untuk Kapuas Hulu

Modeling dan Analisa Data Spasial. Usulan Revisi Peta Status Lahan untuk Kapuas Hulu PROYEK RENCANA TATA GUNA LAHAN KOLABORATIF (CoLUPSIA) Modeling dan Analisa Data Spasial Usulan Revisi Peta Status Lahan untuk Kapuas Hulu Draft untuk diskusi Yves Laumonier dan Danan Prasetyo Hotel Santika,

Lebih terperinci

EVALUASI LOKASI SMA DENGAN ZONA PENDIDIKAN BERDASARKAN RTRW BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014 ABSTRACT

EVALUASI LOKASI SMA DENGAN ZONA PENDIDIKAN BERDASARKAN RTRW BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014 ABSTRACT 1 EVALUASI LOKASI SMA DENGAN ZONA PENDIDIKAN BERDASARKAN RTRW BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014 Muhamad Nur Ichwanuddin 1, Buchori Asyik 2, Zulkarnain 3 ABSTRACT This study aims to investigate the conformity of

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAN MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN INPRES NO

PEDOMAN PELAKSANAN MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN INPRES NO PEDOMAN PELAKSANAN MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN INPRES NO. 6 TAHUN 2013 TENTANG PENUNDAAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT DI DAERAH 1 PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI Oleh : PUTRI SINAMBELA 071201035/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Tutupan dan Lahan Kritis Pada Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah

Analisis Perubahan Tutupan dan Lahan Kritis Pada Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah Analisis Perubahan Tutupan dan Lahan Kritis Pada Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah 1 Inayat Syah Putra, * 2 Sugianto Sugianto, 3 Hairul Basri 1 Staf pada UPTD Kesatuan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi dan perbukitan. Kabupten

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi dan perbukitan. Kabupten BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gorontalo Utara yang merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Jakarta, Juni 2012 KATA PENGANTAR Buku ini merupakan penerbitan lanjutan dari Buku Statistik Bidang Planologi Kehutanan tahun sebelumnya yang

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU SKRIPSI OLEH: BASA ERIKA LIMBONG 061201013/ MANAJEMEN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL Febriana Yogyasari, Dedy Kurnia Sunaryo, ST.,MT., Ir. Leo Pantimena, MSc. Program Studi

Lebih terperinci

Critical Land Mapping in Muria Region to Improve the Environment Capability Based on Geographical Information System (SIG)

Critical Land Mapping in Muria Region to Improve the Environment Capability Based on Geographical Information System (SIG) Ilmu Pertanian Vol. 17 No.1, 2014 : 46-51 Pemetaan Lahan Kritis di Kawasan Muria untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan yang Berbasis pada Sistem Informasi Geografis (SIG) Critical Land Mapping in Muria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 o LU - 11 o LS, dan 97 o BT - 141 o BT. Secara geografis

Lebih terperinci

Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Klasifikasi Tutupan Lahan Lanskap Perkotaan Kota Palu

Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Klasifikasi Tutupan Lahan Lanskap Perkotaan Kota Palu Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Klasifikasi Tutupan Lahan Lanskap Perkotaan Kota Palu ANDI CHAIRUL ACHSAN 1 1. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 1 Provinsi Kalimantan Timur 2014 REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada 82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG PEMANFAATAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG Latar Belakang Masalah sampah akan berdampak besar jika tidak dikelola dengan baik, oleh karena itu diperlukan adanya tempat

Lebih terperinci

Land Use planning for low Emission development Strategy (LUWES)

Land Use planning for low Emission development Strategy (LUWES) Accountability and Local Level initiative for Reducing Emission From Deforestation and Degradation in Indonesia (ALLREDDI) MERENCANAKAN PEMBANGUNAN RENDAH EMISI DI KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI Doni

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci