KAJIAN PROTEKSI FORMULA EMPAT TANAMAN OBAT TERHADAP KETAHANAN HIDUP AYAM BROILER YANG DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA ALBERTUS ADITYA SANDY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PROTEKSI FORMULA EMPAT TANAMAN OBAT TERHADAP KETAHANAN HIDUP AYAM BROILER YANG DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA ALBERTUS ADITYA SANDY"

Transkripsi

1 KAJIAN PROTEKSI FORMULA EMPAT TANAMAN OBAT TERHADAP KETAHANAN HIDUP AYAM BROILER YANG DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA ALBERTUS ADITYA SANDY FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza adalah karya Saya dengan arahan dari Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2012 Albertus Aditya Sandy B

3 ABSTRACT Albertus Aditya Sandy. Protection study of four herbal medicine formula on lifespan of Avian Influenza infected-broiler. Under direction of Bambang Pontjo Priosoeryanto and Mawar Subangkit The objective of this research was to study the protection of combination between temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), and temuireng (Curcuma aeruginosa) on mortality of Avian Influenza (AI) infected-broiler (challenge test). Sixty broilers were randomly divided into six treatment groups (F1, received combination of temulawak, meniran, sambiloto and temuireng; F2, received temulawak, meniran and temuireng; F3, received temulawak and temuireng; F4, received meniran and sambiloto; negative control was specific pathogen free/spf (chicken without vaccination and herbal extract), and positive control group that received only AI vaccine. Challenged test was done at Biosafety Level 3 facility. The challenge AI virus used was H 5 N 1 Nagrak strain 0,1 ml 10 5 EID 50. The length of the challenge was 10 days. The result showed that F3 and F1 groups give 10% protection within one broiler live at the last days of test. The result mention above concluded that this two combination could be developed as an anti AI virus substance and further study is needed. Keywords: Broiler, Temulawak, Meniran, Sambiloto, Temuireng,,Challenged Test

4 ABSTRAK Albertus Aditya Sandy. Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza. Dibawah bimbingan Bambang Pontjo Priosoeryanto dan Mawar Subangkit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proteksi formula empat tanaman obat yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa) terhadap ketahanan hidup ayam broiler yang diuji tantang dengan virus Avian Influenza. Ayam broiler sebanyak 60 ekor dibagi kedalam 4 kelompok perlakuan pemberian formulasi (F1, kombinasi temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng; F2 kombinasi temulawak, meniran dan temuireng; F3, kombinasi temulawak dan temuireng; F4, kombinasi meniran dan sambiloto; kontrol negatif, ayam tidak diberi perlakuan apapun/spf dan kontrol positif ayam hanya divaksinasi Avian Influenza komersial. Uji tantang dilakukan di fasilitas kandang Biosafety Level 3 menggunakan virus Avian Influenza lapang H 5 N 1 strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50 selama 10 hari. Hasil uji tantang terhadap virus Avian Influenza menunjukan bahwa F3 dan F1 mempunyai proteksi sebesar 10% yaitu dengan 1 ekor ayam hidup pada hari terakhir. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa F3 dan F1 dapat dikembangkan menjadi antiviral virus Avian Influenza dan disarankan untuk diadakan penelitian lanjutan. Kata kunci : Ayam broiler, Temulawak, Meniran, Sambiloto, Temuireng, Uji Tantang

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 KAJIAN PROTEKSI FORMULA EMPAT TANAMAN OBAT TERHADAP KETAHANAN HIDUP AYAM BROILER YANG DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA ALBERTUS ADITYA SANDY Skripsi Disusun sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 HALAMAN PENGESAHAN Judul Nama Mahasiswa NIM : Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza : Albertus Aditya Sandy : B Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS., Ph.D. APVet Pembimbing I Drh. Mawar Subangkit Pembimbing II Diketahui, Drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD. APVet Wakil Dekan FKH IPB Tanggal lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza telah diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar besarnya, penulis ucapkan kepada 1 Keluarga tercinta, Ayah, Ibu, Cinta, Embah, dan Mbak Sucik atas kesabaran dan hati yang benar benar sabar untuk menunggu penulis menyelesaikan skripsinya. 2 Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS., Ph.D. APVet dan Drh. Mawar Subangkit selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan ilmunya dan menyediakan waktunya untuk membimbing penulis. 3 Drh. Risa Tiura, MS., PhD. dan Ibu Siti Sa diah MSi., Apt., Ssi. selaku dosen penguji luar komisi. 4 Drh. Andriyanto. M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas semua nasehat dan petuah yang membangun penulis. 5 Andre Manik, Olif, Greg, dan Cha cha selaku teman sepenelitian. 6 Megasari Septyaningrum yang selalu menjadi inspirasi utama penulis. 7 Anggota Suzuran, Pondok Para Gakgik: Rio, Antok, Daud, Olil, Madu, Rizzar, Opay (Istri Madu), plus Danang dan Fahri serta teman teman Baskom ISTANA CERIA: Tue, Soki, Rendra, Echo, Guntur, Tampan, Dion, Loris, Nci dan Ika selaku teman seperjuangan penulis yang selalu merusuhi hari hari penulis. 8 Keluarga Om Albert, Bulik Dwi, Mbak Fel, Mbak Ita, Sam dan Rio yang telah menjaga dan menggantikan peran orang tua penulis di Bogor. 9 Teman teman Komunitas Seni Steril, HIMPRO Ruminansia dan GIANUZZI 44. Terima Kasih buat semua pengalaman mengesankan.

9 10 Ibu Lely selaku staf AJMP, terima kasih karena tidak pernah bosan dan sabar membantu urusan surat menyurat penulis. 11 Semua anggota fotokopian Wawan Ngopi Center atas banyaknya kertas yang telah dibuang percuma karena banyak kesalahan dalam penulisan. 12 Semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan yang telah dilakukan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Februari 2012 Albertus Aditya Sandy

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Probolinggo pada tanggal 10 Maret 1989 dari ayah Yosep Herminto dan Catharina Kristiyani. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis dibesarkan di kota Probolinggo dan menempuh pendidikan sekolah taman kanak kanak di TKK Mater Dei Probolinggo, kemudian melanjutkan pendidikan di SDK Mater Dei Probolinggo hingga lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Mater Dei Probolinggo dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMAK Santo Albertus di kota Malang. Penulis lulus pada tahun 2007.dan diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis memilih program studi Kedokteran Hewan sebagai pilihan pertama di perguruan tinggi IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Komunitas Seni Steril sebagai anggota divisi Event Organizer pada tahun 2008 dan menjabat sebagai Kepala Divisi Komunitas Seni Steril pada tahun , anggota divisi eksternal Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia pada tahun Penulis juga aktif dalam kepanitiaan acara seperti Introvet, Seminar Nasional Ruminansia, AFC dan VUH. Penulis juga pernah mengikuti pelatihan HACCP selama 3 hari yang diadakan oleh mahasiswa FKH IPB angkatan 44 pada tahun 2011.

11 iii DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman PENDAHULUAN Latar belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza... 4 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB)... 5 Meniran (Phyllanthus niruri L)... 6 Sambiloto (Andrographis paniculata Nes)... 8 Temuireng (Curcuma aeruginosa Roxb).. 9 Ayam broiler. 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat penelitian Alat dan bahan Metode penelitian Persiapan kandang penelitian Penyediaan ekstrak Pencekokan ekstrak Perlakuan penelitian Uji Ketahanan Hidup. 14 Analisis Data.. 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji tantang ayam broiler terhadap AI SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii iv v

12 iv DAFTAR TABEL No Teks Halaman Tabel 1 Kelompok perlakuan Tabel 2 Jumlah sisa ayam hidup selama 10 hari uji tantang... 15

13 v DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman Gambar 1 Morfologi virus Avian Influenza... 4 Gambar 2 Rimpang temulawak... 6 Gambar 3 Tanaman meniran... 8 Gambar 4 Tanaman sambiloto... 9 Gambar 5 Tanaman temuireng Gambar 6 Ayam Broiler... 11

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dan melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik bidang ekonomi, politik, sosial budaya, maupun bidang bidang lainnya. Pertumbuhan pada bidang ekonomi khususnya telah memacu peningkatan pendapatan masyarakat baik di kota maupun di pedesaan yang akan mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk meningkatkan asupan gizinya, terutama yang bersumber dari protein hewani yang relatif mudah didapat. Kesadaran akan pentingnya kebutuhan protein harus dibarengi dengan pemahaman akan kelayakan dan kesehatan sumber protein hewani tersebut. Pemenuhan kebutuhan protein hewani tidak dapat dilepaskan dari penanganan masalah kesehatan hewan. Kesehatan hewan menjadi sangat penting karena tidak sedikit hewan yang dapat menjadi perantara penyakit berbahaya bagi kesehatan manusia, bahkan beberapa penyakit hewan dapat menular ke manusia (bersifat zoonosis). Ayam merupakan salah satu penghasil protein hewani dengan tingkat populasi yang cukup tinggi di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan konsumsi hasil olahan asal ayam dapat dinikmati oleh semua jenis religi dan kepercayaan. Di samping itu, ayam merupakan ternak yang masa panennya cepat dan pemeliharaannya relatif lebih mudah dibandingkan hewan lainnya (Akoso 1998). Masalah kesehatan utama yang paling sering dihadapi oleh peternakan ayam khususnya di Indonesia adalah Avian Influenza. Virus Avian Influenza yang secara pandemik terjadi di seluruh dunia telah menyebabkan kematian, kerugian serta kehancuran yang besar bagi kesehatan hewan dan manusia. Kematian massal pada populasi ternak khususnya ayam berdampak nyata menyebabkan goyahnya ekonomi global (Cannell et al. 2008). Adanya kejadian wabah serta ancaman penyakit Avian Influenza sudah tentu secara ekonomis sangat merugikan peternak. Di lain pihak, kejadian penyakit Avian Influenza dapat menyebabkan manifestasi klinis bagi kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian hewan dan manusia. Untuk menghindari terjadinya kerugian yang sangat besar akibat serangan wabah penyakit Avian Influenza,

15 2 diperlukan adanya kemampuan untuk mengidentifikasi dan diagnosa secara cepat dan tepat serta melakukan penanggulangan dan atau pengobatan. Salah satu upaya untuk mencegah dan menanggulangi penyakit ini di suatu kawasan peternakan ayam adalah dengan vaksinasi dan pengobatan dengan antivirus. Vaksinasi merupakan garda terdepan dalam menghadapi serangan virus ataupun agen infeksius. Vaksinasi harus dilakukan secara rutin selama masa wabah virus tersebut berdasarkan dari wabah virus pada musim sebelumnya, akan tetapi wabah epidemik virus Avian Influenza dapat beradaptasi pada keadaan lingkungan yang berbeda maka tidak dapat dipastikan bahwa setiap pemberian vaksin dapat sukses mencegah terjadinya serangan Avian Influenza (Hudson 2009). Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium dan lapangan, Swayne (2005) menyebutkan bahwa syarat-syarat vaksin Avian Influenza yang baik adalah mampu melindungi terhadap gejala klinis dan kematian secara massal, mampu mengurangi penyebaran virus di lapangan apabila unggas yang divaksin terserang Avian Influenza, mencegah penularan kontak dengan virus yang ada di lapangan, memberikan proteksi minimal selama 20 minggu, melindungi unggas terhadap tantangan virus baik dosis tinggi maupun dosis rendah serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi virus Senyawa sintetis yang paling banyak digunakan sebagai antivirus Avian Influenza adalah inhibitor neuroamidase oseltamivir (Tamiflu ) dan zanavir (Relenza ). Penggunaannya sebagai antivirus Avian Influenza telah dilaporkan dapat menciptakan resistensi terhadap virus selama proses aplikasinya, setara analoginya dengan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik (Jefferson et al. 2006). Masyarakat sekarang sudah mulai beralih kepada pengobatan herbal tradisional sebagai solusi untuk mengobati masalah-masalah kesehatan baik pada manusia maupun pada ternak. Pemanfaatan pengobatan dengan menggunakan tanaman ini telah berkembang sejak lama pada masyarakat khususnya masyarakat Indonesia. Hal ini diketahui dari kemampuan masyarakat untuk meracik obat dan tradisi minum jamu yang mengakar kuat. Tradisi ini didukung dengan kekayaan flora Indonesia yang sangat berlimpah. (Kardinan dan Kusuma 2004).

16 3 Indonesia dikenal sebagai mega diversity country, yaitu bangsa yang memiliki keanekaragaman hayati. Terdapat jenis tumbuhan yang hidup pada hutan tropis di Indonesia. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding dengan tumbuhan yang hidup di hutan tropis di Amerika Selatan dan Afrika Barat. Sejumlah 9600 spesies tanaman diduga memiliki khasiat sebagai obat dan 200 spesies di antaranya merupakan tumbuhan obat yang penting bagi industri farmasi dan obat tradisional. Beberapa tumbuhan bahkan sedang dalam penelittian sebagai kontrol dan pencegahan penyakit viral khususnya penyakit Avian Influenza (Kardinan dan Kusuma 2004). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formula 4 tanaman obat yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa) terhadap ketahanan hidup ayam broiler yang diuji tantang dengan virus Avian Influenza. dan mengetahui formula herbal yang tepat dalam menghambat kematian akibat Avian Influenza. Manfaat Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai formula empat tanaman obat asal Indonesia untuk menghambat kematian akibat flu burung dan sebagai kontrol pencegahan terhadap penyakit Avian Influenza pada unggas.

17 4 TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza Avian Influenza atau biasa disebut flu burung merupakan agen infeksius yang berupa virus. Virus influenza ini merupakan virus RNA yang termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Asam nukleatnya berantai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza memiliki selubung yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Untuk proses penempelannya pada reseptor yang spesifik, virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang berfungsi menginfeksi sel sel inangnya (host) pada saat virus ini menginfeksi. Terdapat 2 jenis penonjolan yaitu hemaglutinin (HA) dan neuroamidase (NA), yang terletak di bagian terluar dari virion. (Horimoto dan Kawaoka 2001). Gambar 1 Morfologi virus Avian Influenza (Anonim 2011) Virus influenza mempunyai empat jenis antigen yang terdiri dari protein nukleokapsid (NP), hemaglutinin (HA), neuramidase (NA), dan protein matriks (MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam virus influenza A, B, dan C (Horimoto dan Kawaoka 2001). Virus influenza A sangat patogen pada manusia dan binatang, menyebabkan angka kematian dan kerugian yang tinggi, serta dapat menyebabkan pandemik di seluruh dunia. Penyebab virus Avian Influenza tipe A ini sangat patogen adalah karena mereka mudah bermutasi, baik berupa antigenik drift ataupun antigenik shift sehingga membentuk varian varian baru yang lebih patogen. Dari berbagai penelitan seroprevalensi secara epidemiologis menunjukkan bahwa beberapa subtipe virus

18 5 influenza A telah menyebabkan wabah pandemik antara lain H7N7 (1977), H3N2 (1968), H2N2 (1957), H1N1 (1918), H3N8 (1900), dan H2N2 (1889) (Yuen dan Wong 2005). Tipe virus influenza B adalah jenis yang hanya menyerang manusia, sedangkan virus influenza C adalah jenis yang paling jarang ditemukan walaupun dapat juga menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Virus influenza B dan C jarang sekali atau bahkan tidak meyebabkan wabah pandemik (Horimoto dan Kawaoka 2001). Penyakit Avian Influenza di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di peternakan ayam layer di Kecamatan Legok Tangerang pada tahun Dari sini penyakit meluas ke 9 provinsi di Indonesia, yang meliputi 51 kota atau kabupaten dan menyebabkan kematian pada ternak unggas yang diperkirakan mencapai 4,13 juta ekor. Sampai dengan bulan Desember 2004, jumlah kumulatif kematian ternak unggas akibat Avian Influenza mencapai 6,27 juta ekor yang berasal dari 16 provinsi yang mencakup 100 kota atau kabupaten. Angka kematian tertinggi pada unggas terutama ditemukan di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Lampung dimana jumlah kematian lebih dari 1 juta ekor tiap provinsi (Ditkeswan RI 2004). Sekitar bulan Februari 2005 terjadi perluasan kasus Avian Influenza ke daerah baru yang meliputi Sulawesi Selatan lalu menyebar ke Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat dan pada akhir 2005, kasus Avian Influenza dilaporkan sudah mencapai Nangroe Aceh Darusalam. Pada akhir tahun 2006, kasus Avian Influenza dilaporkan terjadi di Manokwari, Irian Jaya Barat (Naipospos 2005) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB) Di antara tanaman obat yang termasuk suku jahe jahean (Zingiberaceae), temulawak merupakan bahan yang terbanyak dipakai di dalam negeri untuk pabrik jamu atau obat tradisional (Syukur dan Hernani 2002). Rimpang temulawak adalah bagian yang sering dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif dan dipercaya dapat meningkatkan kinerja ginjal dan bersifat antiinflamasi. Manfaat lain temulawak secara medis, diantaranya sebagai hepatoprotektor,

19 6 antikanker, antidiabetes, antimikroba, antilipidemia, antijamur, obat jerawat, penambah nafsu makan, dan antioksidan (Nurcholis 2008). Menurut Sugiharto (2004), rimpang temulawak mengandung senyawa metabolit aktif, seperti kurkumin, xanthorrizol, minyak atsiri, zat pati, flavonoid, kamfer, turmerol, phellandrene, myrcene, isofuranogermacen, p-tolymetilkarbitol, kation Fe, Ca, Na, dan K. Sedangkan menurut Hwang et al. (2000), kandungan pati dalam temulawak dapat berkhasiat sebagai senyawa imunomodulator. Taksonomi temulawak menurut Supriadi (2008) adalah: kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Monocotyledonae ordo : Zingiberales famili : Zingiberaceae genus : Curcuma spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB Gambar 2 Rimpang temulawak (Supriadi 2008) Meniran (Phyllanthus niruri L) Meniran merupakan tanaman yang telah dipergunakan turun temurun sebagai obat tradisional karena memiliki banyak khasiat. Khasiat tanaman meniran karena adanya kandungan berbagai senyawa kimia berkhasiat, di antaranya adalah alkaloid (sekurinin), flavonoid (kuersetin, kuersitrin, isokuersitrin, astragalin, nirurin, niruside, rutin, leukodelfinidin, dan galokatekin), dan lignan (filantin dan hipofilantin) (Kardinan dan Kusuma 2004).

20 7 Bagian bagian tanaman meniran telah dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit. Daun dan batang meniran dipakai sebagai obat penyakit kelamin. Ekstrak air dari meniran dipakai sebagai pelarut batu ginjal dan batu di saluran kencing oleh masyarakat di Brazil dan Peru (Freitas et al. 2002). Taksonomi meniran menurut Tjandrawinata (2005)adalah: Kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Magnoliopsida ordo : Euphorbiales famili : Euphorbiaceae genus : Phyllanthus spesies : Phyllanthus niruri L Kandungan flavonoid dari meniran dipakai sebagai pemacu aktivitas sistem imun (imunomodulator). Sebagai imunomodulator, kandungan flavonoid pada meniran tidak semata-mata berefek meningkatkan sistem imun, namun juga menekan sistem imun apabila aktivitasnya berlebihan. Jika aktivitas sistem imun berkurang, maka kandungan flavonoid dalam meniran akan mengirimkan sinyal intraseluler pada reseptor sel untuk meningkatkan aktivitasnya. Sebaliknya jika sistem imun kerjanya berlebihan, maka meniran berkhasiat dalam mengurangi kerja sistem imun tersebut. Jadi meniran berfungsi sebagai penyeimbang sistem imun (Suhirman dan Winarti 2010). Tjandrawinata et al. (2005), telah melakukan uji pra-klinis untuk menguji aktivitas ekstrak daun meniran. Uji pra-klinis dilakukan terhadap tikus dan mencit, untuk menentukan keamanan dan karakteristik imunomodulasi dari ekstrak daun meniran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak P.niruri dapat memodulasi sistem imun melalui proliferasi dan aktivasi limfosit T & B, sekresi sitokin spesifik (gamainterferon, interleukin, tumor nekrosis, dan faktor alfa), aktivasi sistem komplemen, dan aktivasi sel fagosit (makrofag dan monosit). Selain itu, juga terjadi peningkatan sel sitotoksik, seperti Natural Killer cell (NK sel).

21 8 Gambar 3 Tanaman meniran (Tjandrawinata et al.2005) Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) Sambiloto merupakan tanaman liar yang banyak tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Sambiloto juga dikenal dengan nama yang berbeda pada tiap daerah, yaitu sambilata (Sumatra), Ki Oray (Sunda), sambiloto (Jawa), papaitan (Maluku), dan ampadu tanah (Minang). Sambiloto mengandung metabolit sekunder turunan lakton, yang terdiri dari andrografolid, deoksiandrografolid, saponin, tannin, flavonoid, homoanografolid, 14-deoksi-11, 12- didehidroandrografolid (Aji 2009). Taksonomi sambiloto menurut Aji (2009) adalah: kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Magnoliopsida ordo : Scrophulariales famili : Acanthaceae genus : Andrographis spesies : Andrographis paniculata Komponen aktif dari sambiloto yang diisolasi dari ekstrak metanol mempunyai efek imunomodulator dan dapat menghambat induksi sel penyebab HIV. Komponen komponen tersebut, dapat meningkatkan proliferasi dan induksi IL-2 limfosit perifer darah manusia (Elfahmi 2006). Menurut Puri et al. (1993), sambiloto dapat merangsang sistem imun tubuh, baik berupa respon antigen spesifik, maupun respon imun non spesifik yang kemudian akan menghasilkan sel fagosit. Respon antigen spesifik yang dihasilkan akan menyebabkan

22 9 diproduksinya limfosit dalam jumlah besar, terutama limfosit B. Limfosit B akan menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein dan akan mengikat antigen, serta merangsang proses fagositosis (Decker 2000). Gambar 4 Tanaman sambiloto (Decker 2000) Temuireng (Curcuma aeruginosa Roxb) Tanaman temuireng berupa semak, berbatang semu. Daun tungal, berwarna hijau kecoklatan, memiliki bunga majemuk dan rimpang induk yang besar, berdaging dan mengerucut. Rimpang temuireng adalah bagian yang paling umum digunakan sebagai obat herbal. Taksonomi temuireng menurut Sastroamidjojo (2001) adalah: kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Liliopsida ordo : Zingiberales famili : Zingiberaceae genus : Curcuma spesies : Curcuma aeruginosa Roxb. Rimpang temuireng berkhasiat untuk menambah nafsu makan, menyembuhkan cacingan, obat perut kembung, obat luka, mempercepat masa nifas, obat batuk, asma, kudis, encok, meningkatkan kontraksi uterus dan sebagai obat antijamur (Syukur dan Hernani 2002). Kandungan kimia ekstrak rimpang temuireng mengandung minyak atsiri, tannin, kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, α, ß, γ-elemene,

23 10 inderazulene, kurkumin, demethyoxykurkumin, saponin, bisdemetyoxykurkumin, monoterpene, sesquiterpene, flavonoid dan alkaloid (Chinami et al. 2006). Gambar 5 Tanaman Temuireng (Planthus 2008) Ayam Broiler Ayam adalah vertebrata darah panas dengan tingkat metabolisme tinggi. Anak ayam umur sehari (DOC Day Old Chick) memiliki suhu tubuh 39 C dan suhu tersebut meningkat secara bertahap setelah hari ke-4 sampai ayam tersebut mencapai suhu maksimal pada hari ke-10. Suhu ayam dewasa berkisar antara 40,6 C 40,7 C (Suprijatna et al. 2005). Ayam peliharaan yang ada di Indonesia sekarang merupakan keturunan dari ayam hutan hasil perbaikan mutu genetis sesuai dengan manfaat dan tujuan pemeliharaannya. Berikut adalah taksonomi Zoologi ayam menurut Suprijatna et al. (2005): kingdom :Animalia filum :Chordata subfilum :Vertebrata kelas :Aves ordo :Galliformes genus :Gallus spesies :Gallus domesticus Ayam broiler adalah sebutan untuk ayam ras pedaging, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam karena mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat (5-7 minggu). Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan,

24 11 maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia (Pramudyati dan Effendy 2009). Kelompok ayam yang dihasilkan melalui proses pemuliabiakan oleh breederfarm untuk tujuan ekonomis tertentu disebut dengan strain (Suprijatna et al. 2005). Adapun jenis strain ayam broiler yang banyak beredar di pasaran adalah: Super 77, Tegel 70, ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Cobb, Arbor arcres, Tatum, Indianriver, Hybro, Cornish, Brahma,Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall m, Euribrid, A.A 70, H&N, Sussex, Bromo, CP 707 (Pramudyati dan Effendy 2009). Gambar 6 Ayam broiler (Pramudyati dan Effendy 2009).

25 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Uji ketahanan hidup ayam yang diinfeksi dengan virus Avian Influenza (uji tantang) dilakukan di PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung Putri, Cicadas, Bogor. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 60 ekor ayam broiler (strain Cobb) yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 1, vaksin Newcastle Disease aktif dan inaktif, vaksin gumboro aktif, vaksin Avian Influenza inaktif, virus Avian Influenza lapang H 5 N 1 strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50, dan formula tanaman obat Indonesia yaitu F1 (temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng), F2 (temulawak, meniran, dan temuireng), F3 (temulawak dan temuireng), dan F4 (meniran dan sambiloto). Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemeliharaan dan perlakuan ayam yang meliputi 6 petak kandang ayam, pipet atau stomach tube untuk mencekok ramuan herbal, peralatan kebutuhan harian ayam seperti air minum, pakan, dan sekam sebagai alas kandang. Metode Penelitian Persiapan Kandang Penelitian Kandang ayam dibuat menurut sistem lantai (floor). Seluruh dinding dan lantai ruangan percobaan dikapur dengan kapur tembok berwarna putih, didesinfeksi dengan desinfektan kelompok fenol sintetik dan difumigasi dengan gas formalin 10% v/v sehari sebelum ayam percobaan dimasukkan. Penyediaan Ekstrak Ekstrak tanaman obat yang digunakan adalah ekstraksi tanaman temulawak, sambiloto, dan temuireng dengan pelarut etanol dan ekstraksi tanaman meniran

26 13 yang menggunakan pelarut air. Pembuatan ekstraksi dan formula dari kombinasi tanaman obat dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor. Pencekokan Ekstrak Setiap hari, tiap kelompok ayam dicekok dengan masing-masing formula tanaman obat dengan menggunakan stomach tube. Ayam diangkat dan dibuka mulutnya lalu stomach tube dimasukkan ke dalam mulut ayam dan disemprot formula tanaman obat yang telah dilarutkan di dalam aquades. Aturan pencekokan adalah 1 kali sehari pada pukul WIB selama 26 hari. Perlakuan penelitian Penelitian ini menggunakan ayam pedaging atau broiler (strain Cobb) yang berumur 1 hari dengan bobot badan seragam. Sebelum perlakuan dimulai, diadakan masa adaptasi selama 4 hari untuk mengembalikan kondisi ayam dari stres karena pemindahan dan transportasi. Selama masa ini diberikan vitamin dan elektrolit lewat air minum sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat. Selain itu juga dilakukan vaksinasi Newcastle Disease dan vaksinasi Gumboro sebagai prosedur wajib pemeliharaan ayam untuk penelitian di lapang. Sebanyak 60 ekor ayam pedaging dibagi ke dalam 6 kelompok perlakuan yaitu (Tabel 1) : Tabel 1 Kelompok Perlakuan Perlakuan Kontrol (SPF) Kontrol + F1 F2 F3 F4 Keterangan 10 ekor ayam tanpa diberi perlakuan apa apa baik divaksin maupun diberi formula tanaman obat. 10 ekor ayam divaksin Avian Influenza inaktif tanpa diberi formula tanaman obat. 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng. 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula temulawak, meniran dan temuireng. 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula temulawak dan temuireng. 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza diberi formula meniran dan sambiloto.

27 14 Uji Ketahanan Hidup Setelah masa perlakuan dan pemeliharaan selama 26 hari, semua kelompok perlakuan diinfeksi dengan virus Avian Influenza lapang strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50 melalui rute perinhalasi yang dilakukan di dalam fasilitas kandang Biosafety Level 3 PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung Putri, Cicadas, Bogor. Pengamatan kematian ayam dilakukan sampai 10 hari pasca infeksi. Analisis Data Data jumlah dan hari kematian ayam dicatat hingga hari ke-10, kemudian dianalisis secara deskriptif dan naratif disertai penyajian tabel serta dibandingkan dengan bahan pustaka.

28 15 HASIL PEMBAHASAN Uji Tantang Ayam Broiler Terhadap Virus Avian Influenza Seluruh kelompok perlakuan terhadap ayam dan juga kontrol baik kontrol tervaksin maupun kontrol tanpa perlakuan diuji tantang dengan menggunakan virus Avian Influenza. strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50 melalui rute perinhalasi dalam fasilitas kandang Biosafety Level 3. Penggunaan fasilitas kandang Biosafety Level 3 dimaksudkan agar tidak mencemari lingkungan dan meminimalisasi faktor luar yang dapat menyebabkan kematian ayam selain infeksi dari virus Avian Influenza. Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah persen proteksi, yaitu persentase ayam yang hidup setelah uji tantang dibandingkan dengan jumlah ayam total. Selain itu, gradasi kematian ayam setiap harinya dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan literatur dan pustaka yang telah ada. Uji tantang dilakukan selama 10 hari untuk mendapatkan data yang optimal karena kematian ayam akibat infeksi virus Avian Influenza terjadi pada 3-4 hari sesudah terjadinya infeksi. Hasil penelitian dari uji tantang ayam broiler terhadap virus Avian Influenza didapatkan jumlah sisa ayam hidup yang berbeda-beda setiap harinya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Kelompok Perlakuan Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke Mortalitas ( mati / total) %Proteksi Non Vaksin AI + F /10 10 Non Vaksin AI + F /10 0 Non Vaksin AI + F /10 10 Non Vaksin AI + F /10 0 Kontrol Tervaksin /10 0 SPF (non vaksin) /10 0 Tabel 2 Jumlah sisa ayam hidup setiap harinya selama 10 hari masa uji tantang ayam broiler terhadap virus Avian Influenza Berdasarkan data hasil penelitian di atas dapat diamati bahwa ayam broiler yang dapat bertahan sampai hari terakhir adalah ayam pada kelompok perlakuan formula 3 (F3) dan formula 1 (F1) dimana masing-masing kelompok terdapat sisa

29 16 1 ekor ayam. Formula 3 (F3) adalah kelompok ayam broiler tanpa pemberian vaksin tetapi dicekok dengan formula kombinasi antara temulawak dan temuireng. Pada hari ke-2 terjadi kematian 1 ekor ayam, 3 ekor ayam pada hari ke-3, 3 ekor ayam pada hari ke-4, 1 ekor pada hari ke-5, dan kematian 1 ekor pada hari ke-9 sehingga tersisa 1 ekor pada hari terakhir. Kelompok formula 1 (F1) adalah kelompok ayam broiler tanpa vaksin tetapi dicekok dengan formula kombinasi antara temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng. Kelompok formula 1 (F1) juga menyisakan 1 ekor ayam pada hari ke-10, terjadi gradasi kematian ayam yang tinggi pada kelompok perlakuan 1 (F1). Pada hari ke-3, terjadi kematian 4 ekor ayam, 4 ekor ayam pada hari ke-4, dan 1 ekor pada hari ke-5. Jadi sejak hari ke-5 pada kelompok perlakuan 1 (F1) sudah tersisa 1 ekor ayam yang bertahan sampai hari terakhir. Perlakuan yang diberikan pada kelompok formula 3 yaitu ayam dicekok dengan kombinasi formula temulawak dan temuireng tetapi tidak mendapat vaksinasi Avian Influenza. Pada hasil penelitian pada kelompok formula 3 terlihat bahwa pemberian formula kombinasi antara temulawak dan temuireng dapat memberikan daya tahan hidup yang lebih lama dengan adanya 1 ekor ayam yang masih hidup pada hari terakhir perlakuan walaupun tanpa pemberian vaksinasi. Tingkat kematian ayam yang berbeda-beda pada tiap kelompok perlakuan menandakan adanya aktifitas yang terjadi akibat pemberian formula yang berasal dari temulawak dan temuireng. Avian Influenza merupakan penyakit pada unggas yang memiliki morbiditas dan mortalitasnya sangat tinggi. Persentase kematian pada unggas dapat mencapai angka 100%. Pada gejala awal ditemukan adanya penurunan nafsu makan, lemah, penurunan produksi telur, gangguan pernapasan berupa batuk, bersin, menjulurkan leher, hiperlakrimasi (leleran mata berlebih), dan bulu kusam. Terlihat pembengkakan (edema) pada muka dan kaki, ptechiae subkutan pada kaki sehingga kaki terlihat kemerahan, seperti bekas kerokan. Gejala diare sering juga ditemukan. Penampakan khas adalah sianosis pada pial dan jenggernya, eksudat cair dari rongga hidung dan kematian mendadak secara beruntun dalam jumlah yang besar. (Damayanti et al. 2004). Temulawak dan temuireng merupakan tanaman obat yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Rimpang dari kedua tanaman ini sama-sama

30 17 memproduksi senyawa fenolik kurkuminoid sebagai hasil metabolit sekunder. Kandungan utama dari kurkuminoid tersebut adalah kurkumin berwarna kuning yang telah lama dimanfaatkan dalam industri farmasi, parfum, dan lain-lain. Literatur dan data penelitian selama ini menyebutkan bahwa kurkumin memiliki aktifitas farmakologi yaitu efek antiinflamasi, antiimunodefisiensi, antivirus (virus flu burung), antibakteri, antijamur, antioksidan, antikarsinogenik dan antiinfeksi (Araujo dan Leon 2001). Selain mengandung zat kuning kurkumin, rimpang temulawak juga mengandung minyak atsiri, pati, protein, lemak, selulosa, dan mineral (Ketaren 1988). Rimpang kering temulawak dengan kadar air 10% memiliki komposisi yang terdiri dari pati, lemak, kurkumin, serat kasar, protein, mineral, dan minyak atsiri. Kurkumin (C 2 H 20 O 6 ) atau diferu-loyl methane pertama kali diisolasi pada tahun Kemudian tahun 1910, kurkumin didapatkan berbentuk kristal dan diketahui dapat dilarutkan dalam aseton dan etanol pada tahun Kurkumin merupakan struktur kimia yang tidak dapat larut dalam air. (Araujo dan Leon 2001). Menurut Nidom (2005), kurkumin yang terdapat pada temulawak dan temuireng dapat berfungsi sebagai antisitokin. Seperti diketahui, bila terjadi infeksi virus Avian Influenza maka kadar sitokin dalam tubuh akan naik. Kenaikan sitokin dalam tubuh ini berbahaya karena dapat menyebabkan perubahan oksigen (O 2) menjadi peroksida (H 2 O 2 ) yang meracuni sel-sel paru-paru. Peningkatan sitokin pada paru-paru dalam jumlah besar menyebabkan terjadinya reaksi badai atau banjir sitokin (cytokine storm) yang mengakibatkan kerusakan sel yang parah pada sel paru-paru sehingga menyebabkan pneumoni yang akut. Pneumoni akut inilah yang sering menyebabkan kematian pada unggas atau manusia yang terinfeksi Avian Influenza karena terjadinya kegagalan fungsi pernapasan. Replikasi virus Avian Influenza memicu produksi besar besaran sitokin proinflamasi (badai sitokin) seperti interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6) dan tumor necrosis factor (TNF-α). Sitokin inilah yang masuk ke sirkulasi sistemik dan paru paru sehingga menyebabkan pneumonia. Berdasarkan penelitian Liza (2010), kurkumin diketahui dapat menghambat perlekatan pada replikasi virus sehingga produksi sitokin akibat terjadinya replikasi dapat dicegah.

31 18 Pemanfaatan temulawak dan temuireng untuk mengatasi infeksi Avian Influenza telah banyak diaplikasikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Penggunaan kurkumin dalam temu-temuan sebagai jamu untuk unggas telah lama dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah sekitar Gunung Kidul - Jawa Tengah. Masyarakat memberikan ramuan jamu yang terdiri dari temulawak, kunyit putih, temuireng, laos, jahe, daun sereh, secang, daun salam, cengkeh, arang batok kelapa dan ginseng pada unggas dan ayam yang disekitarnya telah terserang flu burung (Nidom 2005). Pada penelitian ini, selain digunakan temulawak dan temuireng sebagai variabel, juga digunakan tanaman meniran dan sambiloto. Pada data hasil penelitian terlihat bahwa pemberian meniran dan sambiloto tidak begitu mempengaruhi ketahanan hidup ayam yang terinfeksi virus Avian Influenza. Dapat dilihat dengan membandingkan data perlakuan kelompok F1 dan F3, walaupun sama-sama terdapat 1 ekor ayam pada hari terakhir, tetapi pada hari ke- 4 telah terjadi lebih banyak jumlah kematian sebanyak 4 ekor pada kelompok perlakuan F1. Berdasarkan data kematian diketahui bahwa bahan aktif dalam ekstrak meniran dan sambiloto tidak mampu menginaktifkan virus AI, tetapi hanya mampu menghambat virus untuk menginfeksi sel. Zat aktif kemungkinan bekerja dalam meningkatkan kekebalan tubuh sehingga virus dapat dikendalikan dan tidak menyebar ke sel lain (Madav et al. 1995). Terlihat pada kelompok perlakuan F2 (temulawak, meniran, dan temuireng) dan F4 (meniran dan sambiloto), terdapat 100% kematian pada hari ke-6 untuk kelompok F2 dan hari ke-7 untuk kelompok perlakuan F4. Perlakuan pada kelompok F2 (temulawak, meniran, dan temuireng) bila dibandingkan dengan perlakuan F3 (temulawak, temuireng) dimana terdapat penambahan meniran malah menghasilkan kematian 100% pada hari ke 6. Hal ini terkait dengan potensi toksisitas kombinasi temulawak dan meniran. Berdasarkan penelitian Hutabarat (2010), kombinasi ekstrak temulawak dan meniran memiliki nilai LC 50 (nilai toksisitas) sebesar 246,0993 ppm lebih besar daripada nilai toksisitas temulawak yaitu 17,9456 ppm. Disebutkan bahwa penggunaan ekstrak kombinasi temulawak dan meniran berpotensi toksik. Selain itu penggunaan

32 19 meniran dalam kombinasi kurang begitu efektif dalam memperkuat daya hidup ayam dikarenakan meniran hanya berpotensi sebagai imunomodulator. Senyawa turunan flavonoid dalam tanaman meniran dilaporkan memiliki potensi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan mampu menangkal serangan virus, bakteri, atau mikroba lainnya, namun tidak bersifat menginaktivasi virus tersebut (Suhirman dan Winarti 2010). Selain itu menurut Tjandrawinata (2005), uji praklinis pada mencit dan tikus didapatkan hasil bahwa pemberian ekstrak meniran malah akan merangsang sekresi sitokin spesifik (interferon-gamma, tumor necrosis factor, dan interleukin) dimana sudah diketahui bahwa penyebab kematian utama pada kasus infeksi Avian Influenza pada ayam adalah badai sitokin. Aktifitas pada sambiloto berbeda dengan meniran. Menurut Puri et al. (1993), sambiloto diduga memiliki fungsi ganda baik sebagai imunostimulan maupun sebagai imunomodulator. Sambiloto dapat merangsang sistem imun tubuh (imunostimulan), baik berupa respon imun spesifik yang akan memproduksi limfosit, maupun respon imun non spesifik yang kemudian akan menghasilkan sel fagosit. Respon imun spesifik terutama akan menghasilkan limfosit B. Limfosit B akan menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein dan akan mengikat antigen, serta merangsang proses fagositosis (Decker 2000). Mardisiswojo dan Harsono (1975) menyatakan bahwa zat aktif pada sambiloto yang berfungsi sebagai obat adalah andrografolid dan neoandragrafolid yang rasanya sangat pahit. Andrografolide yang terkandung di dalam sambiloto diantaranya laktone, flavonoid, alkane, keton, dan aldehide. Aktivitas kerja andrografolide terletak pada kelenjar adrenal. Hal ini dikarenakan, sambiloto dapat merangsang pelepasan hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari kelenjar pitutiari anterior, yang berada di dalam otak. Selanjutnya, kelenjar adrenal bagian korteks akan terangsang untuk memproduksi kortisol. Kortisol yang dihasilkan inilah yang kemudian akan bertindak sebagai imunosupresan. Efek imunosupresan akan mengakibatkan timbulnya penurunan respon imun sebagai mekanisme umpan balik dari adanya respon imun yang tinggi terhadap suatu antigen.

33 20 Vaksin Avian Influenza yang ada di pasaran khususnya yang ada di Indonesia selama ini dipercaya dapat memberikan efek kekebalan dan proteksi terhadap unggas. Pada penelitian ini vaksinasi digunakan sebagai kontrol untuk mengamati aktivitas kerja vaksin terhadap daya tahan hidup ayam broiler. Berdasarkan grafik perbandingan hasil uji tantang terlihat bahwa mulai hari ke-3 sebenarnya tingkat mortalitas pada ayam kelompok kontrol tervaksin memiliki tingkat mortalitas yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok F3 dan F1. Akan tetapi pada hari terakhir kelompok tervaksin tetap mengalami mortalitas 100%. Tindakan vaksinasi seharusnya bertujuan untuk memberikan proteksi pada unggas yang diinduksi vaksin tersebut. Proteksi vaksin dapat dilakukan dengan uji tantang menggunakan virus yang memiliki tingkat virulensi tinggi. Vaksin yang baik harus memberikan proteksi lebih dari 95% terhadap hewan coba atau tidak lebih dari 5% hewan yang terinfeksi atau sakit (Kayne dan Jepson 2004). Efektivitas vaksinasi dan tingkat kegagalannya tergantung banyak faktor, diantaranya kualitas vaksin, program penerapan di lapangan, cara penanganan vaksin, kondisi ayam, serta cara vaksinasinya. Vaksin Avian Influenza bukan barang bebas sehingga penggunaannya harus di bawah pengawasan dokter hewan (Fadilah et al. 2007). Penggunaan vaksin yang memiki strain berbeda juga menjadi penyebab tindakan vaksinasi pada penelitian ini menghasilkan mortalitas 100%, lebih tinggi daripada kelompok perlakuan F3 dan F1. Virus yang digunakan pada uji tantang ini adalah virus strain baru yaitu virus Avian Influenza H 5 N 1 strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50, sedangkan vaksin Avian Influenza yang digunakan adalah vaksin komersil dengan strain lama. Di samping itu, pelaksanaan vaksinasi pada ayam pedaging atau ayam potong juga masih menjadi perdebatan, karena umur ayam potong (broiler) yang relatif singkat (28 hari), sedangkan vaksin baru merangsang titer yang protektif untuk kekebalan pada 3 minggu setelah vaksinasi dilakukan (BALIVET 2004).

34 21 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa F3 (temulawak dan temuireng) dan F1 (temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng) lebih efektif menghambat kematian ayam brolier akibat virus Avian Influenza dibandingkan F2 (temulawak, meniran, dan temuireng) dan F4 (meniran dan sambiloto). Kombinasi tanaman obat pada F3 dan F1 memiliki potensi untuk pencegahan flu burung. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi F3 (temulawak dan temuireng) dan F1 (temulawak, meniran, dan temuireng) dengan parameter lain sehingga didapatkan bahan alternatif pencegahan flu burung yang dapat dipasarkan.

35 22 DAFTAR PUSTAKA [Anonim] Avian Influenza Reported in Indonesia.[terhubung berkala] [11 Januari 2012]. Aji W Uji aktivitas antioksidan tablet effervescent kombinasi ekstrak etanol daun dewandaru (Egenia uniflora L) dan herbal sambiloto (Andrographis paniculata Ness) dengan metode DPPH [skripsi]. Surakarta:Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Akoso BT Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petugas Teknis, Penyuluh dan Peternak. Yogyakarta: Kanisius. Araujo CAC dan Leon LL Biological activities of Curcuma longa L. Mem. Inst. Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro 96 (5) : Badan POM Meniran Phyllanthus niruri L, Jakarta: Badan POM. Balai Penelitian Veteriner Monitoring titer antibodi pasca vaksinasi Avian Influenza. Bogor: Laporan APBN.BALIVET. Baskin CR, Ohmann HB, Tumpey TM, Sabourin PJ, Long JP, Sastre AG, Tolnay AE, Albrecht R, Pyles JA, Olson PH, Aicher LD, Rosenzweig ER, Krishna KM, Clark EA, Kotur MS, Fornek JL, Proll S, Palermo RE, Sabourin CL dan Katze G Early and sustained innate immune response defines pathology and death in nonhuman primates infected by highly pathogenic influenza virus. PNAS. 106: Cannell JJ, Zasloff M, Garland CF, Scragg R, dan Giovannucci E On the epidemiology of influenza. Virol. J. 5:29. Chinami K., Tetsuo N., Made SP., Andrai A, dan Kazuyoshi O Comparison of Curcuma sp. In Yakushima With C. aeruginosa and C. zedoaria in Java by trnk genesequence, RAPD pattern and essentials oil component. Article/%2Findex%2 FKT1269M388194TXX.pdf. [5 Desember 2011]. Damayanti R, Dharmayanti NLPI, Indriani R, Wiyono A, dan Darminto Gambaran klinis dan patologis pada ayam terserang flu burung sangat patogenik (HPAI) di beberapa peternakan di Jawa Timur dan Jawa Barat. JITV 9: Decker JM Introduction to Immunology 11th. USA: Blackwell Science. Direktorat Kesehatan Hewan Perkembangan Wabah Avian Influenza. Diktat Workshop Avian Influenza. Jakarta. [10 Maret 2004].

36 23 Elfahmi Phytochemical and biosynthetic studies of lignands with a focus on Indonesian medicinal plants[thesis]. Nedherlands: Facilitas Beddrif of Gronigen. Fadilah R, Iswandari, dan Polana A Beternak Unggas Bebas Flu Burung. Jakarta: Agromedia Pustaka. Freitas AM, Schor N, dan Boim MA The effect of Phyllanthus niruri on urinary inhibitors of calcium oxalate crystallization and other factors associated with renal stone formation, British Journal of Urology International, Horimoto T, dan Kawaoka Y Pandemicthreat posed by Avian InfluenzaA viruses. ClinMicrobiol Rev. 14(1) : Hudson JB The use of herbal extracts in the control of influenza. J. Med. Plant. Res. 3(13) Hutabarat N Profil kimiawi dari formula ekstrak meniran, kunyit, dan temulawak berdasarkan toksisitas terbaik[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hwang JK, Shim JS, dan Pyun YR Antibacterial activity of xanthorrizol from Curcuma Xanthorriza againts oral pathogens. Fitotherapia 71: Jefferson T, Demicheli V, Jones M, Di Pietrantonj C, dan Rivetti A Antivirals for influenza in healthy adults: systematic review. Lancet 367: Kardinan A dan Kusuma FR Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Kayne SB dan Jepson MH Veterinary Pharmacy. London: Pharmaceutical Press. Ketaren S Penentuan komponen utama minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) [tesis]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung. Liza Temulawak, dari uji empiris hingga uji klinis. Mitra Sehat Alami keluarga. [terhubung berkala]. http//www. Lizaherbal.com/main. [24 Desember 2011] Madav HC, Tripathi T, dan Mishra SK Analgesic, antipyretic, and antiulcerogenic effect of andrografolide [abstrak]. Indian J. Pharm. Sci. 57 [3]:

37 24 Murphy FA, Paul EJ, Marian CH, dan Michael JS Veterinary Virology Third Edition. USA: Academic Press. Mardisiswojo S dan Harsono R Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang. Jakarta: Karya Wacana. Hlm Naipospos TP Upaya Pengendalian Avian Influenza Pada Hewan. Artikel Seminar ASOHI: Pengendalian Flu Burung Pada Hewan dan Manusia, Jakarta. Nidom CA Tangerang Miniatur Indonesia. Jakarta: Majalah Poultry Indonesia Nurcholis W Profil senyawa penciri bioaktivitas tanaman temulawak pada agrobiofisik berbeda[tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Planthus Temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.). [terhubung berkala] iptek.net.id/html.[26 Desember 2011]. Pramudyati JS, dan Effendy J Petunjuk Teknis : Budidaya Ayam Pedaging (Broiler). Materi Pelatihan Petani Pengembangan Usaha Budidaya Ternak Ayam Bagi KMPH Di Wilayah Binaan GTZ Merang Reed Pilot Project Tanggal 19 s.d 21 Agustus Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan. Palembang. Puri A, Saxena RP, Saxena KC, Srivastava V, dan Tanden JS Immunostimulant agent from Andrographis paniculata. J Nat Prod July 56 (7): herbal/articles/aleanson.html. Sastroamidjojo S Obat Asli Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. Sugiharto Pengaruh infus rimpang temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) terhadap kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit tikus putih yang diberi larutan timbal nitrat [Pb(NO3)2]. Jurnal Hayati Berkala 10: Suhirman S dan Winarti C Prospek dan fungsi tanaman obat sebagai imunomodulator. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik & Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Supriadi D Optimalisasi ekstraksi kurkuminoid temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Suprijatna E, Atmomarsono U, dan Kartasudjana R Ilmu Dasar Ternak Unggas. Depok: Penebar Swadaya.

38 25 Swayne D Avan Influenza, poultry vaccines: a review AI-16 A ProMedmail post. ( Syukur C dan Hernani Budidaya Tanaman Obat Komersial. Depok: Penebar Swadaya. Tizard IR Veterinary Immunology. China: W. B. Saunders Company. Tjandrawinata RR, Maat S, dan Noviyanty D Effect of standarized Phyllantus niruri extract on changes in immunologic parameters: corelation between pre-clinical and clinic studies. Medika XXI (6): Yuen KY dan Wong SS Human Infection by avian influenza A H5N1. Hong Kong Med J. 11(3)

39 LAMPIRAN 26

40 27 Lampiran 1 Jadwal perlakuan penelitian Waktu (hari ke - ) Kegiatan 0 Ayam untuk hewan percobaan masuk kandang dan diistiharatkan selama 4 hari untuk beradaptasi dengan kandang disertai pemberian air gula dan vitamin. 4 Vaksinasi Newcastle Disease dengan vaksin aktif lewat tetes mata dan hidung serta pemberian antibiotik. Hari ke-1 pemberian perlakuan formula tanaman obat indonesia : F1 : temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng F2 : temulawak, meniran, dan temuireng F3 : temulawak dan temuireng F4 : meniran dan sambiloto pada ayam dan terus diberikan secara berkala setiap hari sampai hari ke Vaksinasi Gumboro dengan vaksin aktif secara oral. 14 Vaksinasi Avian Influenza khusus untuk ayam kontrol tervaksinasi tanpa pemberian formulasi 17 Vaksinasi Newcastle Disease dengan vaksin inaktif. 30 Infeksi ayam dengan virus Avian Influenza H 5 N 1 strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50 dengan rute infeksi perinhalasi dan pengamatan uji ketahanan hidup di PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung Putri- Bogor dalam fasilitas kandang Biosafety Level 3 selama 10 hari. 40 Analisis data secara deskriftif dan naratif tentang uji ketahanan hidup ayam dan pembandingan dengan bahan pustaka.

41 28 Lampiran 2 Dokumentasi kegiatan Ayam dan kandang perlakuan penelitian. Ekstrak herbal yang dipakai (F1,F2,F3,F4) Aplikasi ekstrak herbal pada ayam (pencekokan)

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke-

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke- 15 HASIL PEMBAHASAN Uji Tantang Ayam Broiler Terhadap Virus Avian Influenza Seluruh kelompok perlakuan terhadap ayam dan juga kontrol baik kontrol tervaksin maupun kontrol tanpa perlakuan diuji tantang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza 4 TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza Avian Influenza atau biasa disebut flu burung merupakan agen infeksius yang berupa virus. Virus influenza ini merupakan virus RNA yang termasuk dalam famili Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak 4 TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan jenis tumbuhtumbuhan herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat mencapai dua meter. Daunnya berbentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi tetapi akibat buruk penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi tetapi akibat buruk penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak upaya yang telah dilakukan oleh para peternak unggas dalam rangka meningkatkan produktivitas ayam pedaging. Salah satu usaha yang dilakukan adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK

PENGARUH EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK i PENGARUH EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP JUMLAH TOTAL DAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA AYAM PETELUR (Gallus gallus) STRAIN ISA BROWN DIMAS NUGRAHA ADIPRATAMA FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa negara-negara di Afrika, Asia dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. . Gambar 1 Temulawak

TINJAUAN PUSTAKA. . Gambar 1 Temulawak TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan Genus terpenting dalam famili Zingiberaceae. Tinggi tanaman dapat mencapai 2 m atau lebih, rimpang tanaman berukuran besar, bercabang-cabang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tingginya permintaan obat herbal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tingginya permintaan obat herbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat herbal telah banyak berperan bagi kesehatan masyarakat terutama kontribusinya untuk mengobati berbagai penyakit antara lain hipertensi, diabetes, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki sistem imun sebagai pelindung dari berbagai jenis patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi. 1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya nafsu makan adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah et

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya nafsu makan adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah et BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nafsu makan merupakan keadaan yang mendorong seseorang untuk memuaskan keinginannya untuk makan selain rasa lapar (Guyton, 1990; Hall, 2011). Gangguan nafsu makan sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat sekitar 2500 jenis senyawa bioaktif dari laut yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi, dan 93 % diantaranya diperoleh dari rumput laut (Kardono, 2004).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi,

Lebih terperinci

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nafsu makan adalah keinginan psikologis untuk makan dan hal ini berkaitan dengan perasaan senang terhadap makanan (Insel et al, 2010). Mekanisme rasa lapar

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produk yang bernilai gizi dan ekonomis tinggi. Pertambahan berat badan yang. maupun kuantitasnya (Supratman dan Iwan, 2001).

I. PENDAHULUAN. produk yang bernilai gizi dan ekonomis tinggi. Pertambahan berat badan yang. maupun kuantitasnya (Supratman dan Iwan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua jenis ternak memerlukan pakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi, dan reproduksi. Ternak ruminansia seperti sapi memiliki kemampuan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam adalah suhu tubuh di atas batas normal, yang dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani, karena broiler

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan ii EFEKTIFITAS EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT AIR HANGAT TANPA EVAPORASI DAN KAJIAN DIFFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM YANG DIINFEKSI DENGAN Eimeria tenella DENY HERMAWAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

V. PEMANFAATAN HERBAL UNTUK MENINGKATKAN DAYA TAHAN TUBUH AYAM KUB

V. PEMANFAATAN HERBAL UNTUK MENINGKATKAN DAYA TAHAN TUBUH AYAM KUB Pemanfaatan Herbal untuk Meningkatkan Daya Tahan V. PEMANFAATAN HERBAL UNTUK MENINGKATKAN DAYA TAHAN TUBUH AYAM KUB A. Latar belakang dan dasar pertimbangan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan

Lebih terperinci

RESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.)

RESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) SKRIPSI RESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) OLEH: RIA EFITA 11081200238 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN

Lebih terperinci

JUMLAH LEUKOSIT DAN DIFFERENSIASI LEUKOSIT AYAM BROILER YANG DIBERI MINUM AIR REBUSAN KUNYIT (Curcuma domestica Val) SKRIPSI

JUMLAH LEUKOSIT DAN DIFFERENSIASI LEUKOSIT AYAM BROILER YANG DIBERI MINUM AIR REBUSAN KUNYIT (Curcuma domestica Val) SKRIPSI JUMLAH LEUKOSIT DAN DIFFERENSIASI LEUKOSIT AYAM BROILER YANG DIBERI MINUM AIR REBUSAN KUNYIT (Curcuma domestica Val) SKRIPSI Oleh: PRISTIWANTI NUR JANNAH PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, jamur, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan I. PENDAHULUAN Stamina adalah kemampuan daya tahan lama organisme manusia untuk melawan kelelahan dalam batas waktu tertentu, dimana aktivitas dilakukan dengan intensitas tinggi (tempo tinggi, frekuensi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS F. F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Raya

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata ROXB.) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS PADA AYAM BROILER SKRIPSI.

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata ROXB.) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS PADA AYAM BROILER SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata ROXB.) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS PADA AYAM BROILER SKRIPSI Oleh ERISKI DIAN ARTANTO FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga

BAB 1. PENDAHULUAN. dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan suatu kasus trauma yang banyak menyumbang angka morbiditas dan derajat cacat serta mortalitas yang tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. strain Cornish dengan betina yang besar yaitu Plymouth Rocks yang merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. strain Cornish dengan betina yang besar yaitu Plymouth Rocks yang merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging merupakan hasil persilangan yang dihasilkan dari jantan strain Cornish dengan betina yang besar yaitu Plymouth Rocks yang merupakan strain bertulang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

2007, prevalensi minum alkohol di Indonesia pada laki-laki dan perempuan

2007, prevalensi minum alkohol di Indonesia pada laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan zat psikotropika yang saat ini paling luas penggunannya (Halim et al., 2006). Pada tahun 2010, konsumsi alkohol murni di seluruh dunia mencapai 6,2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada keadaan normal, paparan mikroorganisme patogen terhadap tubuh dapat dilawan dengan adanya sistem pertahanan tubuh (sistem imun). Pada saat fungsi dan jumlah sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012).

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di tiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT SRI ULINA BR TUMANGGOR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun.

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. ii ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Viusid Pet terhadap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan milik PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada di sekitar kita, baik yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang bersifat akut, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoariae (Berg.) Roscoe) TERHADAP GAMBARAN KLINIS PRE DAN POST OPERASI PADA KELINCI YANG DIINDUKSI TUMOR HERYUDIANTO VIBOWO FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono

PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRACT SUPRIYONO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam buras) merupakan salah satu hewan ternak yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia dalam pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 1300 diantaranya digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keadaan demam sejak zaman Hippocrates sudah diketahui sebagai penanda penyakit (Nelwan, 2006). Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun sampai sekarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam petelur adalah dari ayam hutan yang ditangkap dan dipelihara

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Allergy Organization (WAO) tahun 2011 mengemukakan bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi dunia. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konjungtivitis merupakan salah satu jenis inflamasi yang dapat terjadi pada mata. Konjungtivitis dapat terjadi karena berbagai macam faktor diantara lain: alergi, penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Tinjauan Mengenai Flu Burung Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi dapat merupakan masalah serius pada pengembangan ayam broiler di daerah tropis. Suhu rata-rata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Broiler Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern dan broiler klasik. Broiler modern mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bobot tubuh pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci