TINJAUAN PUSTAKA Produk Rekayasa Genetika

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Produk Rekayasa Genetika"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Produk Rekayasa Genetika Teknologi Rekayasa Genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen. Rekayasa genetika juga diartikan sebagai perpindahan gen. Misalnya gen pankreas babi ditransplantasikan ke bakteri Escheria coli sehingga dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang besar. Sebaliknya gen bakteri yang menghasilkan toksin pembunuh hama ditransplantasikan ke tanaman jagung maka akan diperoleh jagung transgenik yang tahan hama tanaman. Gen dari sel kambing susu domba ditransplantasikan ke sel telurnya sendiri yang kemudian ditumbuhkembangkan di dalam kandungan induknya sehingga lahirlah domba Dolly yang merupakan hewan kloning (cangkokan) pertama di dunia. Demikian pula gen tomat ditransplantasikan ke ikan transgenik sehingga ikan menjadi tahan lama dan tidak cepat busuk dalam penyimpanan. Pangan rekayasa genetika biasa disebut dengan trangenik. Transgenik disini berupa tanaman yang mengandung gen dan sudah dimodifikasi atau direkayasa dengan menyelipkan gen dari organisme atau spesies lain dengan tujuan agar tanaman tersebut menghasilkan jenis protein dari organisme atau spesies lain dari mana gen tersebut berasal. Prinsip teknologi transgenik adalah memindahkan satu atau beberapa gen, yaitu potongan DNA yang menyandikan sifat tertentu, dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya. Dengan demikian, suatu tanaman yang tadinya tidak mempunyai sifat tertentu dapat direkayasa sehingga memiliki sifat tersebut. Aplikasi bioteknologi melalui teknologi rekayasa genetika (transgenik) telah memasuki sektor pertanian secara luas. Menurut Hikam (2000) keberadaan bioteknologi ini tidak akan terhindarkan. Masalahnya, walau muncul berbagai kontroversi terhadap pertanian dan pangan transgenik, teknologi tersebut kini telah berada di Indonesia dan akan terus berkembang. Tujuan pengembangan bioteknologi PRG menjawab tantangan dan kesulitan meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pangan dan pertanian

2 8 bagi penduduk (Pardey 2001). Menurut Bouis et al (2003) pengembangan PRG dimaksudkan untuk 1) meningkatakan produktifitas pangan atau produk pertanian, 2) meningkatkan jumlah zat gizi atau bio-aktif bermanfaat yang dikandung pangan, 3) meningkatkan mutu zat gizi dan bio-aktif bermanfaat yang dikandung pangan, 4) meningkatkan kualitas penampakan dan citarasa (organoleptik) produk pangan, dan 5) Meningkatkan daya tahan produk dalam proses distribusi dan pemasaran produk pangan. Dengan adanya produk-produk rekayasa genetika tersebut dapat dikatakan bahwa produk rekayasa genetika khususnya bahan pangan mengintroduksi unsur toksis, bahan-bahan asing dan berbagai sifat yang belum dapat dipastikan dan berbagai karakteristik lainnya. Oleh karena itu muncullah berbagai keingintahuan dalam menggunakan dan mengkonsumsi bahan pangan transgenik, salah satunya beras transgenik (golden rice) yang mengandung beta karotene dan karotenoid lainnya yang diperlukan untuk memproduksi vitamin A telah dikembangkan. Beras ini dapat mencegah kebutaan akibat kekurangan vitamin A. Di masa depan, pangan dari organisme yang direkayasa secara genetik akan semakin banyak dikembangkan. Di antaranya adalah bahan pangan yang memiliki lemak rendah, komposisi nutrisi yang lebih baik, umur simpan yang lebih lama atau rasa yang lebih baik. Dunia pertanian Indonesia sampai saat ini sudah dapat mengakses bahan PRG setidaknya 10 tanaman transgenik, diantaranya jagung, kapas, kacang tanah, kakao, kentang, tembakau, padi, tebu, dan ubi jalar. Bahkan kapas transgenik jenis Bt (artinya rangkaian gen tanaman kapas ini disisipi gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis yang mengandung racun mematikan untuk hama tertentu), telah mendapat legalisasi pemerintah, lewat SK Menteri Pertanian No. 107/Kpts/KB/430/2/2001, untuk ditanam sebagai varietas unggul di tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan. Keputusan tersebut kontan ditentang oleh para aktifis lingkungan hidup karena dinilai melompati prosedur AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang dipersyaratkan bagi setiap penglepasan jenis hewan atau tanaman baru. Selama dekade terakhir luas tanam kedelai PRG yang salah satunya dimasukkan gen EPSPS yang tahan herbisida glisofat di dunia meningkat pesat dari di bawah dua hektar pada tahun 1996 menjadi sekitar 55 juta hektar pada

3 9 tahun 2006 (Gambar 1). Luas tanaman Kedelai PRG yang signifikan adalah di USA, Argentina, Brazil, Canada, Paraguay, Uruguay, Meksiko, Afrika Selatan, dan Rumania. Rumania pada tahun 2006 menanam 115 ribu hektar kedelai PRG, namun dilarang oleh European Union (EU) karena negara tersebut baru saja menjadi anggota EU. Juta (ha) Gambar 1. Perkembangan Luas Tanam Kedelai PRG di Dunia (Juta Hektar) (tahun) Luas tanam jagung PRG yang dimasukkan gen Bacillus thuringiensis juga meningkat pesat (Gambar 2) selama dekade terakhir meskipun tidak sepesat perkembangan peningkatan luas tanaman kedelai. Pada tahun 2006 luas tanam jagung PRG adalah 25.2 juta hektar yang ditanam oleh petani di 13 negara. Jagung PRG juga ditanam di Afrika Selatan dan di Philipina (ISAAA, 2007).

4 10 Juta (ha) (tahun) Gambar 2. Perkembangan Luas Tanam Jagung PRG di Dunia (Juta Hektar) Indonesia meski tidak tercatat sebagai negara produsen tanaman PRG, tapi kenyataannya beberapa tanaman PRG telah diintroduksi dan ditanam di beberapa propinsi. Sejak tahun 1999 lebih kurang 10 jenis tanaman transgenik yang dihasilkan oleh perusahaan perusahaan multinasional dan Lembaga Penelitian telah dilakukan uji coba lapangan (Tabel 2), bahkan melalui SK Mentan No. 107/Kpts/KB/430/2/2001 telah dilepas varietas kapas PRG Bt DP 5690B dan ditanam di tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan secara komersial (Intisari 2001). Indonesia, yang selama ini menjadi negara konsumen pangan hasil rekayasa genetika ini. Berdasarkan hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sejak tahun 2001, 2002, dan 2005, terhadap beberapa produk diantaranya panganan yang selama ini merupakan menu kegemaran para konsumen warteg alias 'warung tegal', tahu dan tempe. Dari kedua panganan itu ditemukan kandungan kedelai yang merupakan hasil rekayasa genetika. Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2005 tentang keamanan hayati produk rekayasa genetika, disebutkan sebelum produk beredar,

5 11 perlu diberlakukan pengkajian resiko dan pengujian terlebih dahulu. Yang meliputi teknik perekayasaan, efikasi dan persyaratan keamanan hayati. Untuk proses itu, peraturan pemerintah tadi juga sudah menunjuk Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (TTKHKP) di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Namun sampai sekarang, tim ini belum juga terbentuk. Sehingga produk rekayasa genetika bebas beredar di pasaran. Pangan yang mengandung materi rekayasa genetika menurut hasil penelitian YLKI adalah produk pangan impor seperti jagung, kedelai, dan kentang olahan. Kebanyakan kedelai transgenik datang dari Amerika yang menguasai 60 persen pasar kedelai dunia. Sedangkan kebutuhan kedelai kita 70 persennya tergantung dari impor. Umumnya kedelai lokal mudah dibedakan secara fisik dengan kedelai impor hasil rekayasa genetika. Kedelai transgenik yang beredar umumnya adalah bentuk yang besar-besar dan bagus butirannya. Sedangkan kedelai lokal umumnya kecil-kecil. Tabel 2. Jenis dan Status Tanaman transgenik di Indonesia, 2008 Tanamam Sifat Agen Status Jagung Bt Tahan hama Monsanto dan Uji lapangan Pioneer Jagung Pin ll Tahan hama Balitbio Sedang dikembangkan Jagung RR Tahan herbisida Monsanto Uji lapangan Kacang tanah Tahan virus Balitbiogen & Uji lapangan ACIAR Kedelai Tahan herbisida Monsanto Uji lapangan Kentang Bt Tahan hama Balitsa/MSU Uji lapangan Padi Bt &GNA Tahan hama LIPI Sedang Dikembangkan Kedelai Pin II Tahan hama &pin II Balitbiogen Uji laboratorium Kakao Bt Tahan penggerek Balitbiogen Uji laboratorium Buah Pepaya Tahan virus & CP Balitbiogen, Uji laboratorium Balitsa, Balitbun Tebu Tahan penggerek P3GI Uji laboratorium Sumber : Yayasan IDEP, 2008

6 12 Keanekaragaman hayati merupakan istilah payung untuk menunjukan derajat keanekaragaman alam pada umumnya, secara lebih spesifik istilah tersebut menurut McNeely, dipahami sebagai suatu konsep yang memiliki tiga dimensi yang mencakup konsep keanekaragaman ekosistem (the diversity of ecosystems), keanekaragaman spesies (the diversity of species) dan keanekaragaman genetik dalam spesies (genetic diversity within species). Dari ketiga dimensi tersebut, keanekaragaman ekosistem merupakan dimensi yang terpenting sebab semua organisme hidup berada dan melakukan fungsinya di alam ekosistem. Keanekaragaman genetik dianggap sebagai konsep yang paling fundamental mengingat genus yang ada didalam dan diantara spesies tersebut merupakan bahan dasar dari inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan, industri pertanian yang diperlukan dalam mempertahankan biosfer pada saat terjadinya degradasi lingkungan yang terus berlanjut sampai saat ini. Peraturan Perundang-undangan Keberadaan Produk Rekayasa Genetika (PRG, GMOs) bertujuan sebagai upaya manusia dalam mewujudkan ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Ketersedian pangan memiliki arti yang luas dalam hal jumlah, kualitas, dan distribusi sehingga dapat mewujudkan ketahanan pangan. Departemen Pertanian (2003) merumuskan indikator terwujudnya ketahanan pangan (food security) yang kokoh meliputi : (1) ketersediaan pangan bagi masyarakat (food availability), (2) keterjangkauan pangan oleh masyarakat (food accessibility), (3) kelayakan pangan untuk diterima konsumen (consumer acceptability), (4) keamanan untuk dikonsumsi masyarakat (food safety), dan (5) kesejahteraan masyarakat, keluarga, dan perorangan (people s welfare). Sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah terhadap masyarakat dituntut untuk melakukan pengaturan dan pengawasan pangan mulai dari lahan sampai dengan meja (from the farm to table). Pengaturan dan pengawasan keamanan dan mutu pangan, dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Pasal 3 Undang-Undang No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah :

7 13 a. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia; b. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab; c. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan ketahanan pangan maka peredaran dan pemanfaatan PRG diatur dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention of Biological Diversity) dan suatu Protokol yaitu Protokol Cartagena (Cartagena Protokol). Kedua ketentuan internasional tersebut telah diratifikasi dalam peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Convention On Biological Diversity (Konvensi Perserikatan BangsaBangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati) dan Undang undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena Tentang Keamanan Hayati atas Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati). Penjabaran operasional pelaksanaan pengawasan pemanfaatan dan peredaran PRG diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Peraturan pemerintah ini bertujuan meningkatkan hasilguna dan dayaguna PRG bagi kesejahteraan rakyat berdasarkan prinsip kesehatan dan pengelolaan sumberdaya hayati, perlindungan konsumen, kepastian hukum, dan kepastian dalam melakukan usaha. Ruang lingkup yang diatur meliputi : (1) jenis dan persyaratan PRG; (2) penelitian dan pengembangan PRG; (3) pemasukan PRG dari luar negeri; (4) pengkajian, pelepasan dan peredaran, serta pemanfaatan PRG; (5) pengawasan dan pengendalian PRG; (6) kelembagaan; (7) pembiayaan, dan (8) ketentuan sanksi. Berdasarkan ruang lingkup dalam PP No. 21/2005, penanganan PRG tidak saja merujuk pada UU No. 5/1994 dan UU No. 21/2004, akan tetapi cakupannya lebih luas lagi dengan peraturan perundang-undangan lainnya, diantaranya peraturan perundang-undangan tentang kesehatan, pangan, lingkungan hidup, karantina, perlindunga varitas tanaman, ketahanan pangan, dan konservasi sumberdaya alam. Piranti peraturan perundang-undangan yang ada sudah

8 14 mencukupi sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan dan pengawasan pemanfaatan dan peredaran PRG. Sosialisasi Produk Rekayasa Genetika Selama hampir dua puluh tahun berbagai upaya telah dilaksanakan di banyak negara guna mengevaluasi keamanan penggunaan bioteknologi modern, khususnya menyangkut potensi manfaat yang dinikmati petani dan konsumen di negara-negara berkembang. Pada prinsipnya dalam aplikasi bioteknologi di bidang pangan, kesehatan, pertanian, dan lingkungan, masyarakat harus memperoleh informasi yang transparan tentang manfaat dan resikonya. Ilmuwan, industri, dan pemerintah dituntut memfasilitasi pemahaman publik sehingga penggunaan bioteknologi dapat diatur secara efektif dan bertanggungjawab. Isu utama dalam pemasyarakatan bioteknologi, khususnya produk transgenik, bukan terletak pada aspek ilmu pengetahuan, riset, dan teknologinya, tetapi pada jaminan keamanan penggunaannya bagi kesehatan dan lingkungan (biosafety). Keamanan hayati (biosafety) dicapai melalui penilaian dan pengelolaan resiko lingkungan, evaluasi potensi konsekuensi ekonomi, dan membandingkan keduanya terhadap potensi manfaatnya. Pedoman penilaian keamanan hayati secara internasional dituangkan dalam Protokol Cartagena, sedang di tingkat nasional tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura pada tanggal 29 September 2000, khusus untuk produk pertanian PRG. Pada prinsipnya sebuah pedoman keamanan hayati yang efektif memiliki empat unsur kunci, yaitu : (i) pedoman yang transparan, ilmiah, dan fleksibel; (ii) pengambilan keputusan yang kompeten; (iii) proses review berdasarkan informasi ilmiah mutakhir; dan (iv) mekanisme umpan balik dalam merevisi pedoman berdasarkan informasi terbaru. Tidak optimalnya salah satu dari unsur kunci tersebut akan berakibat timbulnya perbedaan persepsi di dalam menilai kelayakan pemasyarakatan produk transgenik. Lebih jauh lagi, ketidakjelasan peraturan akan menimbulkan kebingungan, baik di pihak masyarakat maupun instansi-instansi terkait.

9 15 Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi menyarankan beberapa langkah strategis yang perlu diambil pemerintah sebagai berikut : a). Revisi SKB Empat Menteri tersebut di atas menjadi peraturan yang tingkatnya lebih tinggi (Peraturan Pemerintah atau Undang-Undang) tentang Produk Transgenik, b). Ratifikasi Protokol Keamanan Hayati Cartagena, c). Sosialisasi secara luas, transparan, dan seimbang kepada masyarakat tentang manfaat dan potensi resiko pemanfaatan produk transgenik, d). Alokasi dana yang memadai di bidang riset dan pembangunan fasilitas pendeteksian, pengujian, dan evaluasi potensi resiko produk transgenik. Ibu Rumah Tangga sebagai Konsumen Negara Indonesia memiliki kepadatan jumlah penduduk yang begitu besar dimana kebutuhan akan sandang, pangan dan papan pun harus dipenuhi juga. Kebutuhan ini sangat dibutuhkan untuk hajat hidup orang banyak. Berkaitan dengan kebutuhan pangan yang harus dipenuhi setiap harinya, dimana kebutuhan pangan yang berasal dari pangan rekayasa genetika. Dalam pemenuhan bahan pangan memerlukan seorang tenaga ahli yang berskala sederhana yaitu ibu rumah tangga, walaupun tidak menutup kemungkinan seorang kepala keluarga yang memutuskan dalam pemenuhan bahan pangan. Ibu rumah tangga adalah bagian dari konsumen yang merupakan seseorang yang akan membeli suatu produk untuk dipakai sendiri dan tidak untuk dijual kembali. Menurut Sumarwan (1997), perilaku konsumen adalah kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Schiftmann dan Kanuk (2000) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumberdaya yang tersedia (waktu, uang, usaha dan energi). Pemenuhan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan sebagian besar ditentukan oleh kaum ibu rumah tangga yang merupakan bagian dari konsumen. Setiap penduduk atau individu adalah seorang konsumen karena tugasnya

10 16 melakukan kegiatan konsumsi, baik pangan dan non pangan maupun jasa. Konsumen akan menggunakan berbagai kriteria dalam membeli produk dan merek tertentu (Sumarwan 2003). Ibu rumah tangga sebagai bagian dari konsumen adalah individu yang memiliki keragaman latar belakang budaya, tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu para pemasar berkewajiban memahami ibu rumah tangga, mengetahui apa yang dibutuhkan, apa seleranya dan bagaimana konsumen mengambil keputusan sehingga produsen dapat memproduksi barang dan jasa sesuai kebutuhan konsumen. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk atau jasa termasuk pada proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini (Engel, Blackwell dan Miniard 1994). Perilaku konsumen dalam hal ini ibu rumah tangga sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi konsumen dalam perolehan bahan pangan rekayasa genetika (PRG). Ibu rumah tangga merupakan sosok yang penting dalam pemenuhan kebutuhan, baik dalam hal perencanaan keuangan sampai pada pengelolaan keuangan. Akses pengelolaan diatur sedemikian rupa oleh ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Pada tahap pembelian suatu bahan pangan dimana ibu akan menentukan jenis bahan pangan apa yang akan dibeli dan akan dikonsumsi untuk keluarganya. Mayoritas para ibu rumah tangga memperoleh bahan pangan dengan mudah, baik itu di supermaket atau pasar tradisional. Ibu pun mulai teliti akan produk bahan pangan yang akan dibeli dan dikonsumsi bagi keluarganya, sehingga diperlukan suatu pengetahuan akan perolehan bahan pangan. Pengetahuan Pengetahuan dapat didefinisikan secara umum sebagai informasi yang dapat disimpan dalam ingatan (Engel, Blackwell & Miniard, 1994). Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap penerimaan dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu.

11 17 Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo 1995). Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan (reality). Salah satu cara untuk mendapat dan memeriksa pengetahuan adalah dari tradisi atau dari yang berwewenang di masa lalu yang umumnya dikenal, seperti Aristoteles. Pengetahuan dapat diketahui dengan cara lain untuk mendapat pengetahuan dengan pengamatan dan eksperimen seperti dilakukannya metode ilmiah. Pengetahuan juga dapat diturunkan dengan cara logika secara tradisional, otoritatif, atau ilmiah atau kombinasi dari mereka, dan dapat atau tidak dapat dibuktikan dengan pengamatan dan pengujian. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian, yaitu semakin banyak pengetahuan yang dimiliki konsumen maka akan semakin baik pula dalam mengambil keputusan. Selain itu, pengetahuan konsumen menyebabkan konsumen akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi serta mampu mengingat informasi dengan lebih baik (Sumarwan 2003). Pengetahuan konsumen terbagi menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan objektif, pengetahuan subjektif dan informasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang diketahui mengenai kelas produk. Selain itu, konsumen juga memiliki informasi mengenai berbagai pengetahuan lainnya (Sumarwan 2003). Menurut Dharmmesta dan Handoko (1996) pengetahuan yaitu unsur unsur yang mengisi akal alam jiwa manusia yang sadar. Hal ini akan menimbulkan suatu gambaran, pengamatan (persepsi), konsep terhadap segala hal yang diterima dari lingkungan melalui panca inderanya.

12 18 Menurut Engel, Blackwell & Miniard (1995) pengetahuan dapat meningkatkan kemampuan konsumen untul mengerti suatu pesan, membantu konsumen mengamati logika yang salah dan dapat menghindari penafsiran yang tidak benar. Lebih lanjut Engel, Blackwell & Miniard (1994) menjelaskan bahwa pengetahuan konsumen terhadap suatu barang dibagi dalam tiga jenis yaitu 1) pengetahuan produk (product knowledge), 2) pengetahuan pembelian (purchase knowledge) dan 3) pengetahuan penggunaan (usage knowledge). Persepsi Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu secara langsung berhubungan dengan lingkungannya. Mulai saat itu pula individu secara langsung menerima rangsangan (stimulus) dari lingkungannya. Individu mengenal dan memahami lingkungannya, merupakan persoalan yang berhubungan dengan penginderaan dan pengamatan (sensation dan perception). Kata persepsi sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu perseptio yang berarti mengambil, mengerti atau menagkap dan dalam bahasa Inggris yaitu perception yang berarti penglihatan, tanggapan, daya memahami. Sedangkan dalam bahasa sehari-hari persepsi diartikan sebagai mengerti, memahami atau menyadari. Menurut Jalaludin Rahmat, 1992 persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia persepsi adalah tanggapan atau penerimaan langsung dari suatu serapan atau juga proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Pengertian persepsi yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera (Bimo 2002). Pada umumnya pengertian persepsi berkisar diantara penginderaan dan pemikiran. Namun demikian persepsi bukan hanya sekedar hasil penginderaan, ada unsur penafsiran (interpretation) terlebih dahulu terhadap stimulus yang diterima. Persepsi merupakan proses penginterpretasian yang merupakan pemaknaan hasil pengamatan. Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap

13 19 objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak. Istilah persepsi sering dikacaukan dengan sensasi. Sensasi hanya berupa kesan sesaat, saat stimulus baru diterima otak dan belum diorganisasikan dengan stimulus lainnya dan ingatan-ingatan yang berhubungan dengan stimulus tersebut. Misalnya meja yang terasa kasar, yang berarti sebuah sensasi dari rabaan terhadap meja. Sebaliknya persepsi memiliki contoh meja yang tidak enak dipakai menulis, saat otak mendapat stimulus rabaan meja yang kasar, penglihatan atas meja yang banyak coretan, dan kenangan di masa lalu saat memakai meja yang mirip lalu tulisan menjadi jelek. Menurut Irawan, Wijaya dan Sudjoni (1997) seseorang dapat muncul dengan persepsi yang berbeda terhadap objek rangsangan yang sama karena tiga proses yang berkenaan dengan persepsi. Proses tersebut adalah penerimaan rangsangan secara selektif, perubahan makna informasi secara selektif dan mengingat sesuatu secara selektif. Muhadjir (1992) menyatakan persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari domain kognitif berupa ekspresi pendapat yang lebih tepat atau kurang tepat. Menurut Cshlosberg dalam Muhadjir (1992) pengukuran persepsi dapat disajikan dalam dua dimensi senang tidak senang dan menerima menolak. Selanjutnya Noeng dalam Muhadjir (1992) menyederhanakan pengukuran persepsi dalam bentuk skala penilaian setuju dan tidak setuju. Persepsi tentang sesuatu merupakan interpretasi atau respon kesadaran sesorang terhadap lingkungan fisik atau stimulasi yang diperolehnya (Hardinsyah dan Yunita 1997). Persepsi juga dinyatakan sebagai proses seseorang mengungkapkan pendapat atau opini dari berbagai stimulus yang diterimanya. Apa yang didengar, dibaca, dilihat, dirasakan dan dibaui oleh seseorang akibat faktor lingkungannya yang akan memberi respon persepsi dari seseorang. Informasi, baik yang dilihat, dibaca, didengar atau dirasakan akan menjadi pengetahuan bagi seseorang dan dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap objek tertentu, termasuk Pangan Rekayasa Genetika. Pengetahuan seseorang merupakan aspek kognitif yang dimiliki seseorang dari merekam atau mengingat dari segala informasi yang diperolehnya, baik tentang lingkungannya (general knowledge) maupun tentang bagaimana melakukan sesuatu bertindak (procedural

14 20 knowledge). Dalam teori Perilaku Konsumen, persepsi dan pengetahuan seserorang merupakan dua hal yang penting diperhatikan bahkan dijadikan sasaran perubahan untuk tujuan pemasaran. Demikian pula dalam psikologi untuk tujuan terapi (Belch GE dan Belch MA 1995). Penelitian di Inggris mengenai persepsi konsumen tentang penggunaan produk PRG pada tahun 1996 (lebih detail disajikan pada bagian selanjutnya), menunjukkan bahwa sebagain besar responden menolak menggunakan pangan hasil PRG. Sisi negatif dari penolakan ini adalah tidak berkembangnya perdagangan dan pasar pangan produk PRG. Bagi Inggris yang merupakan negara maju dan masih memungkinkan untuk memproduksi dan membeli pangan non-prg, tidak menimbulkan masalah food insecurity di negaranya. Tetapi bila hal tersebut terjadi di negara-negara yang padat penduduk dan produksi pangannya tidak memadai (tergantung sebagian pada Impor pangan), seperti indonesia, bisa jadi masalah tersebut dapat menimbulkan masalah ketidaktahanan pangan. Meskipun sebenarnya definisi ketahanan pangan bukan berarti setiap negara harus mampu memproduksi sendiri untuk kebutuhan sendiri (Handewi, P.S. Rachman dan Mewa Ariani, 2002; Hardinsyah, 2001). Respon masyarakat di berbagai wilayah dunia terhadap pangan hasil rekayasa genetika cenderung negatif. Hal itu diperoleh dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara besar di Eropa dan juga di Jepang. Tetapi, beberapa penelitian yang dilakukan di negara-negara berkembang memberikan hasil yang berbeda dengan penelitian di negara maju. Di negara berkembang, persepsi positif yang diberikan terhadap produk PRG merupakan hasil analisis manfaat biaya (cost-benefit analysis) sejalan dengan teori manfaat yang diharapkan. Negara-negara berkembang lebih memberi perhatian terhadap kebutuhan pangan kaitannya dengan ketersediaan pangan dan kandungan gizi. Selain itu, tingkat persepsi terhadap potensi resiko bisa ditekan menjadi lebih rendah karena kepercayaan terhadap peraturan yang dibuat pemerintah, persepsi positif terhadap kajian ilmiah dan pengaruh positif media massa. Hal ini bertentangan dengan minimnya manfaat dan persepsi besarnya resiko yang ditemukan di negara-negara maju (Curtis et al. 2004).

15 21 Knight dan Paradkar (2008) menjelaskan bahwa konsumen di India tidak begitu tertarik terhadap isu GMO, masyarakat umumnya tidak memahami dan kurang menyadari akan isu GMO. Penerimaan Menurut David L.Ludon (1984) perilaku konsumen adalah sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau mempergunakan barang dan jasa. Adapun menurut James F. Engel et al (1994) perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Teori perilaku konsumen ini sejalan dengan penerimaan PRG dimana konsumen yaitu Ibu rumah tangga akan mengevaluasi, memperoleh, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa yaitu Pangan Rekayasa Genetika. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam penerimaan adalah sebagai berikut : 1. Faktor Kebudayaan a. Budaya : Faktor-faktor budaya memberikan pengaruhnya paling luas pada keinginan dan perilaku konsumen. Budaya (culture) adalah penyebab paling mendasar teori keinginan dan perilaku seseorang. b. Subbudaya : Faktor Sosial setiap kebudayaan mengandung sub kebudayaan yang lebih kecil, atau sekelompok orang yang mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama. Sub kebudayaan meliputi: kewarganegaraan, agama, ras, dan daerah geografis. 2. Faktor Sosial Seperti kelompok kecil, keluarga serta aturan dan status sosial konsumen. Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Keputusan orang ingin membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup dan kepribadian serta konsep diri.

16 22 3. Faktor Psikologis Meliputi motivasi, persepsi, pengetahuan dan keyakinan serta sikap. Penerimaan seseorang terhadap suatu produk pangan secara umum dapat dilihat dari jumlah yang dikonsumsi. Daya terima pangan dapat juga dinilai dari jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan sehubungan dengan pangan yang dikonsumsi. Beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap makanan yang disajikan menurut Khumaidi (1994) antara lain : a. Faktor internal, yaitu suatu kondisi yang ada dalam diri seseorang yang mempengaruhi konsumsi makanannya b. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar individu yang dapat mempengaruhi konsumsi makan. Dengan adanya pernyataan yang dikemukakan oleh Khumaidi 1994 maka faktor internal dan faktor eksternal mempengaruhi pengkonsumsian makanannya. Penerimaan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga dipengaruhi pula oleh faktor internal dimana dalam pemenuhan bahan pangan ibu yang menentukan, akan tetapi untuk faktor eksternal dapat dipengaruhi oleh faktor luar dalam hal ini keluarga dimana masing-masing individu menginginkan jenis pangan yang akan dikonsumsi. Selanjutnya Lisdiana (1997) menambahkan bahwa penerimaan terhadap makanan juga dipengaruhi oleh pengalaman dan respon yang diperlihatkan orang lain terhadap makanan sejak ia masih anak-anak. Penerimaan suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang timbul melalui panca indera penglihatan, penciuman, pencicip dan indera pendengaran. Namun faktor yang pada akhirnya mempengaruhi penerimaan adalah rangsangan citarasa yang ditimbulkan oleh makanan. Penerimaan lebih ditentukan oleh faktor kesehatan dan kepercayaan, sedangkan kesukaan lebih dipengaruhi oleh selera. Potter & Hotchkiss (1996) menambahkan bahwa penerimaan sangat dipengaruhi oleh mutu produk. Akan terdengar aneh bahwa produk-produk yang diproduksi dengan teknologi yang lebih maju malah kurang disukai oleh konsumen. Hal inilah yang terjadi pada produk PRG, paling tidak untuk beberapa konsumen. Organisme yang

17 23 telah dimodifikasi secara genetis (PRG) dikembangkan dengan bioteknologi yang lebih maju dengan tujuan untuk mencapai beberapa kualitas tertentu yang diinginkan dalam produksi pertanian seperti benih dan tahan terhadap serangga. Sayangnya, PRG yang tidak disertai dengan manfaat yang dapat langsung dirasakan (dapat diamati secara fisik) bagi konsumen, produk-produk olahan PRG dan pangan yang mengandung bahan tambahan dari produk PRG bisa dipandang kurang baik dibandingkan produk pangan non-prg (Chern dan Rickertsen, 2002).

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PANGAN REKAYASA GENETIKA PADA IBU RUMAH TANGGA PERKOTAAN NUR RISKA TADJOEDIN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PANGAN REKAYASA GENETIKA PADA IBU RUMAH TANGGA PERKOTAAN NUR RISKA TADJOEDIN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PANGAN REKAYASA GENETIKA PADA IBU RUMAH TANGGA PERKOTAAN NUR RISKA TADJOEDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bioteknologi modern merupakan hasil penerapan organisme hidup yang bagian-bagiannya mempunyai susunan genetik baru (Pasal 1 PP No.21 Tahun 2005 tentang keamanan hayati). Perkembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bioteknologi adalah salah satu bentuk pemuliaan non konvensional yang dapat dipakai untuk meningkatkan mutu pemuliaan tanaman. Bioteknologi didefinisikan sebagai penggunaan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah mendorong para produsen pangan untuk melakukan berbagai macam inovasi dalam memproduksi pangan.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PAKAN REKAYASA GENETIK PERLU PRINSIP KEHATI-HATIAN

TEKNOLOGI PAKAN REKAYASA GENETIK PERLU PRINSIP KEHATI-HATIAN TEKNOLOGI PAKAN REKAYASA GENETIK PERLU PRINSIP KEHATI-HATIAN Produk rekayasa genetik pada saat ini sudah tersebar luas di berbagai negara, khususnya negara-negara maju dan di Indonesia pun sudah ada beberapa

Lebih terperinci

Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006

Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006 Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006 Salah satu topik yang dibahas dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII adalah pangan transgenik. Menurut Prof Dr Soekirman, MPS-ID, Ketua

Lebih terperinci

SEJAUH MANA KEAMANAN PRODUK BIOTEKNOLOGI INDONESIA?

SEJAUH MANA KEAMANAN PRODUK BIOTEKNOLOGI INDONESIA? SEJAUH MANA KEAMANAN PRODUK BIOTEKNOLOGI INDONESIA? Sekretariat Balai Kliring Keamanan Hayati Indonesia Puslit Bioteknologi LIPI Jl. Raya Bogor Km 46 Cibinong Science Center http://www.indonesiabch.org/

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.03.12.1564 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN PELABELAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( )

MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( ) MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI (1414140003) RISKA AMELIA (1414142004) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Lebih terperinci

Area Global Tanaman Biotek Terus Meningkat di Tahun 2005 Setelah Satu Dekade Komersialisasi

Area Global Tanaman Biotek Terus Meningkat di Tahun 2005 Setelah Satu Dekade Komersialisasi Area Global Tanaman Biotek Terus Meningkat di Tahun 2005 Setelah Satu Dekade Komersialisasi SAO PAULO, Brasil (11 Januari 2006) Permintaan petani akan tanaman biotek telah meningkat sebesar dua digit per

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Jenis-jenis produk pangan IPB 2 Jenis produk. Bio yoghurt. Chicken nugget stick & wings Jambu Taiwan IPB 02

PENDAHULUAN. Tabel 1 Jenis-jenis produk pangan IPB 2 Jenis produk. Bio yoghurt. Chicken nugget stick & wings Jambu Taiwan IPB 02 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Petani yang sejahtera, kondisi ketahanan pangan yang baik, dan kemandirian teknologi tentu dapat menjadi pilar yang kokoh dalam memajukan perekonomian nasional (Hatta, 29 November

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada umumnya, sumber daya alam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengkajian. Keamanan. Pangan. Produk. Rekayasa Genetik. Pedoman.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengkajian. Keamanan. Pangan. Produk. Rekayasa Genetik. Pedoman. No.369, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengkajian. Keamanan. Pangan. Produk. Rekayasa Genetik. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Susu Provinsi Jawa Barat Tahun (Ton) Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, 2010

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Susu Provinsi Jawa Barat Tahun (Ton) Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, 2010 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan telah mengalami peningkatan kinerja dari tahun ke tahun. Salah satu acuan dalam melihat kinerja suatu sektor adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam. Bioteknologi. Kelas IX L/O/G/O

Ilmu Pengetahuan Alam. Bioteknologi. Kelas IX L/O/G/O Ilmu Pengetahuan Alam Bioteknologi L/O/G/O Daftar Isi www.themegallery.com Sub-Topik yang akan dipelajari Pengertian Bioteknologi Manfaat Bioteknologi dalam Produksi Pangan Bioteknologi Konvensional dan

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tah No. 1188, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. PRG. Keamanan Pakan. Pengkajian. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMENTAN/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Eksploitasi ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Eksploitasi ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan muncul akibat kerusakan lingkungan yang semakin parah akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Eksploitasi ditandai dengan pengaruh kandungan

Lebih terperinci

PRODUK BIOTEKNOLOGI AKAN TERUS BERKEMBANG. Waber menyatakan bahwa produk-produk berikut ini merupakan produk yang dinanti antara lain :

PRODUK BIOTEKNOLOGI AKAN TERUS BERKEMBANG. Waber menyatakan bahwa produk-produk berikut ini merupakan produk yang dinanti antara lain : 29 Juni 2007 BERITA PRODUK BIOTEKNOLOGI AKAN TERUS BERKEMBANG Bioteknologi akan terus membuat perbedaan dalam perbaikan produktivitas petani, berkontribusi terhadap makanan yang lebih sehat dan peningkatan

Lebih terperinci

Aspek Legal Produk Rekayasa Genetik

Aspek Legal Produk Rekayasa Genetik Aspek Legal Produk Rekayasa Genetik BAHAN PRESENTASI SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA, MALANG, JAWA TIMUR 10 SEPTEMBER 2015 Prof. (Riset). Dr. Ir. Agus Pakpahan Ketua KKHPRG 1 SEJARAH

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION

Lebih terperinci

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. CEKAMAN LINGKUNGAN BIOTIK 1. PENYAKIT TANAMAN 2. HAMA TANAMAN 3. ALELOPATI PEMULIAAN

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP.   Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk. Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac,id Fusi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN Emil Riza Pratama (1308104010039) Fitria (1308104010013) Jamhur (1308104010030) Ratna sari (308104010005) Wilda Yita (1308104010012) Vianti Cintya Putri (1308104010015) Latar Belakang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menganalisis tentang preferensi konsumen terhadap paket wisata Kusuma Agrowisata. Kerangka pemikiran teoritis disusun berdasarkan penelusuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kedelai di Indonesia merupakan tanaman pangan penting setelah padi dan jagung. Kedelai termasuk bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan pertanian setiap tahunnya berkurang kuantitas maupun kualitasnya. Dari sisi kuantitas, lahan pertanian berkurang karena alih fungsi lahan pertanian menjadi

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan strategi pemasaran untuk mengetahui motif yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan strategi pemasaran untuk mengetahui motif yang mendasari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemasar perlu untuk mempelajari dan memahami perilaku konsumen guna menjamin terciptanya kepuasan konsumen. Oleh karena itu sangat penting bagi pemasar untuk

Lebih terperinci

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP.   Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk. Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac,id Keluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

Janji Palsu Rekayasa Genetis Bahan Pangan

Janji Palsu Rekayasa Genetis Bahan Pangan 236 13 Janji Palsu Rekayasa Genetis Bahan Pangan Dalam bab ini: halaman Kisah: Para petani menolak kapas RG... 238 Perbanyakan tanaman secara tradisional... 239 Apa bedanya tanaman RG dengan tanaman tradisional?...

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1142, 2016 BPOM. Produk Rekayasa Genetik. Pengkajian Keamanan Pangan. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK

PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK Yusra Egayanti, S.Si., Apt. KaSubdit. Standardisasi Pangan Khusus Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan POM Simposium dan Seminar Nasional Produk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

1. Peningkatan kandungan nutrisi: Pisang, cabe, raspberries, stroberi, ubi jalar

1. Peningkatan kandungan nutrisi: Pisang, cabe, raspberries, stroberi, ubi jalar TANAMAN TRANSGENIK Transgenik adalah suatu organisme yang mengandung transgen melalui proses bioteknologi (bukan proses pemuliaan tanaman), Transgen adalah gen asing yang ditambahkan kepada suatu spesies.

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama Mata Kuliah : UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Kode Mata Kuliah : JIO MANFAAT MATA KULIAH

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama Mata Kuliah : UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Kode Mata Kuliah : JIO MANFAAT MATA KULIAH KONTRAK PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Kode Mata Kuliah : JIO210 Pengajar : Tin Teaching Semester : IV Bobot MK : 2 sks Tahun : 2011/2012 Hari Pertemuan/Menit :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Daging Sapi Daging berasal dari hewan ternak yang sudah disembelih. Daging tersusun dari jaringan ikat, epitelial, jaringan-jaringan syaraf, pembuluh darah dan lemak. Jaringan

Lebih terperinci

SIARAN PERS ISAAA. Tanaman Biotek Global Kembali Mencetak Pertumbuhan Dua-Digit

SIARAN PERS ISAAA. Tanaman Biotek Global Kembali Mencetak Pertumbuhan Dua-Digit Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi: Endah Dwi Ekowati Prisma Public Relations Telp. (021) 830-1500 Fax. (021) 830-3948 SIARAN PERS ISAAA Tanaman Biotek Global Kembali Mencetak Pertumbuhan Dua-Digit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembeli yaitu ketika konsumen benar-benar membeli produk. Dimana. mengarah kepada keputusan pembelian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembeli yaitu ketika konsumen benar-benar membeli produk. Dimana. mengarah kepada keputusan pembelian. 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keputusan pembelian Keputusan pembelian merupakan tahap dari proses keputusan pembeli yaitu ketika konsumen benar-benar membeli produk. Dimana konsumen mengenal masalahnya,

Lebih terperinci

Pemuliaan Tanaman dan Hewan

Pemuliaan Tanaman dan Hewan Pemuliaan Tanaman dan Hewan Apakah kamu tahu bahwasanya dewasa ini makin banyak macam-macam tanaman dan hewan apa itu pemuliaan tanaman dan hewan? Berbagai macam tanaman dan hewan yang memiliki bibit unggul

Lebih terperinci

PENGETAHUAN Pangan Rekayasa Genetika HARAPAN. PENERIMAAN Pangan Rekayasa Genetika

PENGETAHUAN Pangan Rekayasa Genetika HARAPAN. PENERIMAAN Pangan Rekayasa Genetika KERANGKA PEMIKIRAN Pangan rekayasa genetika merupakan produk hasil pencangkokan dari satu gen ke gen yang lain. Pangan rekayasa genetika juga merupakan suatu produk yang mempunyai kemampuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Penggolongan Keanekaragaman Hayati 1. Keanekaragaman genetik. Variasi genetik dalam satu sp, baik diantara

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

Dalam upaya pemuliaan tanaman, tidak jarang varietas modern hasil pemuliaan akan menggeser varietas lama. Perkembangan pembuatan

Dalam upaya pemuliaan tanaman, tidak jarang varietas modern hasil pemuliaan akan menggeser varietas lama. Perkembangan pembuatan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS

TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS Teknologi agribisnis merupakan sarana utama untuk mencapai tujuan efektifitas, efisiensi, serta produktifitas yang tinggi dari usaha agribisnis. Penentuan jenis teknologi sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004:25) Perilaku konsumen dapat diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang 29 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Diversifikasi Pangan 2.1.1. Pengertian Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA TANAMAN

REKAYASA GENETIKA TANAMAN REKAYASA GENETIKA TANAMAN Ulat menyerang tongkol jagung Penggerek batang Kapas biasa Kapas-Bt LUAS PENANAMAN TANAMAN TRANSGENIK Jumlah negara dan luas tanaman transgenik (James 1996-2006) Tahun Jumlah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen Pengertian Menurut Prasetijo (2005:15) perilaku konsumen dimaknai sebagai proses yang dialalui oleh seseorang dalam mencari,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang

Lebih terperinci

Bab 3. Model Perilaku Konsumen

Bab 3. Model Perilaku Konsumen Bab 3 Model Perilaku Konsumen PERILAKU KONSUMEN Tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsumen dan Perilaku Konsumen Menurut Sumarwan (2002), konsumen terdiri dari dua jenis yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ketersediaan lahan sawah yang mencapai 8,1 juta ha, lahan tegal/kebun

BAB I PENDAHULUAN. dengan ketersediaan lahan sawah yang mencapai 8,1 juta ha, lahan tegal/kebun BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai negara agraris. Baik dari sisi ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian memiliki peranan yang relatif

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29 ayat (1)

Lebih terperinci

PANGAN TRANSGENIK DALAM DILEMA PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN DAN JAMINAN KEAMANAN PANGAN RAKYAT. Oleh : Anton Rahmadi

PANGAN TRANSGENIK DALAM DILEMA PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN DAN JAMINAN KEAMANAN PANGAN RAKYAT. Oleh : Anton Rahmadi PANGAN TRANSGENIK DALAM DILEMA PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN DAN JAMINAN KEAMANAN PANGAN RAKYAT Oleh : Anton Rahmadi Sejak dahulu dengan adanya teori bahwa pertumbuhan makanan berkembang menurut deret hitung

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah. pakan ternak. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan

PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah. pakan ternak. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak. Dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu dekat adalah tepung yang berkualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN Menimbang : PRESIDEN

Lebih terperinci

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. 2.2. PENDEKATAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 dirumuskan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka pangan harus tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam jenisnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang dan Tujuan

1.1. Latar Belakang dan Tujuan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia. petani padi menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber pendapatan bagi jutaan

Lebih terperinci

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PETANI TERHADAP PRODUK REKAYASA GENETIKA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PETANI TERHADAP PRODUK REKAYASA GENETIKA Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 21 5(2): 113 12 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PETANI TERHADAP PRODUK REKAYASA GENETIKA (Determinant Factors of Farmers Acceptance on Genetically Modified

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci