Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi reposisi kanalit dan latihan Brandt Daroff
|
|
- Hengki Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Laporan Penelitian Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi reposisi kanalit dan latihan Brandt Daroff Rully Ferdiansyah, Brastho Bramantyo, Widayat Alviandi, Jenny Bashiruddin Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Indonesia ABSTRAK Latar belakang: Terapi reposisi kanalit (canalith repositioning treatment/crt) adalah terapi standar untuk vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang ditambahkan pada pasien VPPJ setelah menjalani terapi reposisi kanalit. Tujuan: Mengetahui proporsi pasien VPPJ yang mengalami kesembuhan satu minggu setelah menjalani terapi reposisi kanalit dengan dan tanpa tambahan latihan Brandt Daroff. Metode: Dua kelompok pasien VPPJ yang masing-masing terdiri dari 20 pasien (n=40) menjalani terapi reposisi kanalit. Kelompok pertama tidak menjalani latihan Brandt Daroff, sedangkan kelompok kedua menjalani latihan Brandt Daroff di rumah mulai dua hari setelah pelaksanaan terapi reposisi kanalit. Proporsi kesembuhan dinilai satu minggu sesudah pelaksanaan terapi CRT. Hasil: Proporsi kesembuhan satu minggu setelah terapi pada kelompok yang menjalani CRT saja adalah sebanyak 10 pasien. Proporsi kesembuhan pada kelompok yang menjalani terapi kombinasi CRT dengan latihan Brandt Daroff adalah sebanyak 13 pasien. Kesimpulan: Proporsi kesembuhan pasien VPPJ tanpa latihan Brandt Daroff sebesar 50%, sedangkan proporsi kesembuhan pasien VPPJ dengan latihan Brandt Daroff sebesar 65%. Kata kunci: Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ), terapi reposisi kanalit, latihan Brandt Daroff ABSTRACT Background: Canalith repositioning treatment/crt is the standard therapy for patients with benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). Brandt Daroff exercise is a physical exercise that can be added to BPPV patients after underwent CRT. Purpose: To obtain the proportion of BPPV patients who had resolution one week after underwent canalith repositioning treatment (CRT) with and without additional Brandt Daroff exercise. Methods: Two groups of BPPV 1
2 patients consists of 20 patients (n=40) underwent CRT. The first group did not undergo Brandt Daroff exercise, while the second group underwent Brandt Daroff exercise at home starting two days after CRT is performed. The proportion of resolution is evaluated one week after CRT. Results: Proportion of resolution one week after therapy in CRT only group is 10 patients. Proportion of resolution in combination CRT- Brandt Daroff group is 13 patients. Conclusion: The proportion of resolution in CRT only group is 50%, while the proportion of resolution in combination CRT-Brandt Daroff group is 65%. Key words: Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), canalith repositioning treatment, Brandt Daroff exercise Alamat korespondensi: Rully Ferdiansyah, Departemen THT FKUI-RSCM. Jl. Diponegoro 71, Jakarta. PENDAHULUAN Sebagian besar vertigo yang dijumpai oleh ahli THT merupakan penyakit yang dikenal dengan nama vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Lesi pada VPPJ terletak pada labirin, sehingga ahli THT berperan besar dalam diagnosis dan tatalaksana pasien VPPJ. Penegakkan diagnosis VPPJ memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Patofisiologi VPPJ yang banyak dianut saat ini adalah teori canalithiasis. Teori ini menduga adanya debris otokonia yang lepas dari membran otolith di utrikulus dan masuk ke kanalis semisirkularis. Debris yang disebut juga kanalit ini akan mengganggu fungsi kupula sebagai organ detektor perubahan posisi kepala dan mengirimkan impuls yang salah ke otak, akibatnya terjadi vertigo. Kanalit paling sering terjadi di kanalis semisirkularis posterior. 1,2 Terapi untuk VPPJ pada kanalis semisirkularis posterior dan anterior adalah perasat prosedur reposisi kanalit/ canalith repositioning procedure (CRP) menurut Epley dan perasat liberatory menurut Semont. 3 Perasat Epley merupakan terapi yang banyak dipakai di berbagai negara, termasuk di Departemen THT FKUI-RSCM Jakarta. Perasat Epley telah mengalami modifikasi berupa tidak digunakannya vibrator. Modifikasi seperti ini dikenal dengan istilah terapi reposisi 2
3 kanalit/canalith repositioning treatment (CRT). 4,5 Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang bertujuan untuk melakukan habituasi terhadap sistem vestibuler sentral. Selain itu, sebagian ahli berpendapat bahwa gerakan pada latihan Brandt Daroff dapat melepaskan otokonia dari kupula berdasarkan teori cupulolithiasis. 4 Latihan ini mudah diajarkan pada pasien VPPJ dan mudah pula dilakukan di rumah. Selain itu, latihan ini tidak memerlukan waktu lama dalam pelaksanaannya. Di Departemen THT FKUI-RSCM, latihan Brandt Daroff ini telah sering diajarkan pada pasien VPPJ. Bila ditegakkan diagnosis VPPJ kanalis semisirkularis posterior atau anterior, maka dilakukan perasat CRT sebagai modalitas terapi. Berdasarkan teori kanalithiasis, bila kanalit telah kembali ke utrikulus, maka kanalit tidak akan mengganggu fungsi kupula lagi, sehingga tidak akan tercetus gejala vertigo. Proporsi kesembuhan pada pasien VPPJ yang telah menjalani terapi CRT seharusnya dapat dinilai dalam jangka waktu pendek. Saat ini belum ada data mengenai proporsi kesembuhan pada pasien VPPJ satu minggu setelah menjalani CRT di Departemen THT FKUI-RSCM. Oleh karena itu, peneliti berniat melakukan penelitian untuk mengetahui proporsi pasien VPPJ yang mengalami kesembuhan satu minggu setelah menjalani CRT. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui proporsi pasien VPPJ yang mengalami kesembuhan setelah menjalani terapi CRT ditambah dengan latihan Brandt Daroff. Evaluasi kesembuhan dinilai dengan menggunakan kamera video inframerah sebagai alat penilai efektivitas terapi jangka pendek, yakni satu minggu. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk melihat proporsi kesembuhan pada 20 pasien VPPJ yang menjalani terapi CRT dan 20 pasien yang menjalani kombinasi CRT dengan latihan Brandt Daroff. Karakteristik nistagmus dinilai dengan menggunakan kamera video inframerah sebelum dan satu minggu sesudah pelaksanaan terapi CRT. Penelitian dilakukan di Subdepartemen Neurotologi Departemen THT FKUI-RSCM dari bulan Maret hingga September Populasi 3
4 percontoh adalah pasien dengan VPPJ kanalis semisirkularis posterior atau anterior, unilateral maupun bilateral berdasarkan pemeriksaan perasat Dix- Hallpike, berusia minimal 10 tahun, tidak dalam pengobatan dengan obat antivertigo atau obat-obat yang menekan fungsi vestibuler dalam dua hari terakhir, tidak terdapat kontra indikasi untuk menjalani perasat Dix-Hallpike dan bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan menandatangani informed consent. Pasien dengan keluhan mengarah pada VPPJ menjalani pemeriksaan perasat Dix-Hallpike. Saat perasat dilakukan, dipasang alat kamera video inframerah dan dilakukan perekaman ke laptop menggunakan TV tuner. Pasien duduk di kursi pemeriksaan dan terpasang kamera video inframerah. Sandaran kursi direbahkan hingga memungkinkan pasien berbaring dalam posisi telentang (supinasi). Kepala pasien menoleh ke sisi kanan sejauh 45 derajat. Pemeriksa berdiri di belakang pasien lalu menarik pasien ke belakang dan bawah dengan cepat, sehingga posisi pasien menjadi berbaring dengan kepala tergantung derajat pada ujung tempat tidur periksa. Posisi ini dinamakan head hanging right (HHR) dan dipertahankan paling sedikit selama 40 detik. Pemeriksa mengamati timbulnya nistagmus dan mencatat karakteristik nistagmus dan ditunggu hingga nistagmus berhenti. Selanjutnya pasien dikembalikan ke posisi duduk dengan kepala tetap menoleh ke kanan secara cepat. Posisi ini dinamakan head up right (HUR) dan dipertahankan selama 40 detik. Bila timbul nistagmus, dilakukan pencatatan karakteristik nistagmus dan posisi ini dipertahankan hingga nistagmus berhenti. Perasat yang sama dilakukan pada sisi kiri. Posisi yang berlawanan ini disebut head hanging left (HHL) dan head up left (HUL). Bila timbul respons berupa nistagmus, pemeriksa kembali melakukan perasat Dix Hallpike pada sisi tersebut untuk melihat timbulnya fenomena kelelahan. Adanya fenomena kelelahan diketahui dengan melihat hilang atau berkurangnya lama nistagmus pada perasat Dix Hallpike kedua. 5 4
5 Gambar 1. Perasat Dix-Hallpike 5 Diagnosis VPPJ ditegakkan bila ditemukan gejala dan tanda sebagai berikut: a) adanya posisi kepala yang mencetuskan serangan vertigo; b) adanya masa laten singkat sebelum terjadi vertigo dan nistagmus (biasanya 3-15 detik); c) serangan vertigo yang disertai dengan nistagmus vestibuler (nistagmus rotatoar geotropik khas pada keterlibatan kanalis semisirkularis posterior); d) adanya fenomena kelelahan (provokasi berulang akan mengurangi respons); e) gejala berlangsung singkat (umumnya kurang dari 1 menit); f) kadang-kadang terlihat arah nistagmus berubah ke arah yang berlawanan bila pasien bergerak ke posisi berlawanan dengan posisi yang mencetuskan serangan awal. 6,7 Setelah diagnosis VPPJ kanalis semisirkularis posterior atau anterior ditegakkan, pasien menjalani terapi CRT. Sebagai contoh pasien mengalami VPPJ akibat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior kanan. Prosedur reposisi kanalit yang dilakukan adalah prosedur reposisi kanalit kanan. Reposisi dimulai dengan pasien duduk di meja periksa dan kepala menoleh 45 derajat ke sisi telinga yang terkena, yaitu sisi kanan. Pasien lalu dibaringkan dengan cepat dengan posisi kepala tergantung seperti saat melakukan perasat Dix- Hallpike. Posisi ini dipertahankan selama 1-2 menit. Bila timbul vertigo atau nistagmus, maka posisi dipertahankan hingga vertigo atau nistagmus menghilang. Langkah berikutnya adalah melakukan rotasi kepala secara perlahan ke sisi telinga yang sehat, yakni ke kiri dan dipertahankan selama 1 menit. Saat ini posisi kepala menoleh ke sisi kiri sejauh 45 derajat. Selanjutnya badan pasien dimiringkan ke sisi kiri, dengan demikian kepala pasien menghadap ke lantai selama 1 menit. Langkah terakhir adalah mengembalikan pasien ke posisi duduk dengan kepala tetap menoleh ke kiri sejauh 45 derajat. Reposisi kanalit pada kanalis semisirkularis posterior kiri adalah dengan cara sebaliknya. 5
6 dengan kembali ke posisi duduk selama 30 detik. 8,9 Gambar 2. Terapi reposisi kanalit/crt kanan 7 Gambar 3. Latihan Brandt Daroff 8 Bila pasien termasuk dalam kelompok pasien yang mendapat terapi tambahan latihan Brandt Daroff, maka pasien diajarkan latihan tersebut untuk dilakukan sendiri di rumah yang dimulai dua hari setelah pelaksaanaan CRT. Latihan Brandt Daroff dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pasien diminta untuk bergerak dengan cepat dari posisi duduk ke posisi berbaring pada sisi yang mencetuskan vertigo (kepala pasien menoleh ke sisi kontralateral sejauh 45 derajat) selama minimal 30 detik. Bila timbul vertigo, pasien tetap dalam posisi tersebut hingga vertigo hilang. Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk dengan cepat dan tetap dalam posisi duduk selama 30 detik. Setelah itu pasien berbaring ke sisi kontralateral dengan kepala menoleh menjauhi sisi tersebut selama 30 detik dilanjutkan Pasien diminta untuk kontrol satu minggu kemudian. Pada saat kontrol dilakukan perasat Dix-Hallpike dan dilakukan perekaman ulang dengan menggunakan kamera video inframerah. Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap perbedaan gambaran nistagmus. Evaluasi juga dilakukan terhadap keluhan pasien dan dibandingkan dengan keluhan pada saat sebelum menjalani terapi CRT. Pasien dinyatakan sembuh bila tidak ditemukan nistagmus dan tidak ada keluhan pada saat kontrol. Bila masih ditemukan nistagmus atau masih ada keluhan, maka pasien dinyatakan tidak sembuh. HASIL Selama periode Maret-September 2008 telah dilakukan penelitian pada 40 orang pasien VPPJ yang datang ke 6
7 poliklinik Neurotologi Departemen THT FKUI-RSCM. Percontoh ditetapkan sesuai dengan kriteria penerimaan penelitian. Percontoh dimasukkan ke dalam dua kelompok, yakni kelompok yang menjalani terapi CRT saja dan kelompok yang menjalani kombinasi terapi CRT dan latihan Brandt Daroff, dengan cara randomisasi blok. Dengan cara tersebut didapatkan 20 percontoh untuk setiap kelompok. Dalam penelitian ini didapatkan percontoh termuda berusia 18 tahun dan tertua berusia 73 tahun. Usia rata-rata 51 tahun dengan standar deviasi 12,0. Bila dikelompokkan berdasarkan batas usia 60 tahun sebagai batasan usia lanjut, maka 30 percontoh (75%) berusia di bawah 60 tahun. Sebaran jenis kelamin percontoh memperlihatkan bahwa perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Jumlah percontoh perempuan sebanyak 26 orang (65%) sedangkan laki-laki 14 orang (35%). Keluhan yang diutarakan oleh percontoh saat diperiksa di poliklinik Neurotologi meliputi perasaan pusing berputar, melayang dan tidak stabil/goyang. Sebagian besar percontoh, yaitu sebanyak 36 orang (90%) mengeluh pusing berputar. Perasaan melayang dan tidak stabil masingmasing dikeluhkan oleh 2 percontoh (5%). Episode serangan VPPJ sering berulang. Berdasarkan waktu mulainya episode serangan VPPJ terakhir, sebanyak 33 percontoh (82,5%) telah menderita VPPJ kurang dari 8 minggu. Sisanya sebanyak 7 percontoh (17,5%) menderita VPPJ lebih dari 2 bulan. Tiga puluh sembilan percontoh (97,5%) masih mengalami keluhan gangguan keseimbangan pada hari pemeriksaan dilakukan. Dari 40 percontoh, 17 orang (42,5%) pernah mengalami keluhan yang sama, namun sempat mengalami masa sembuh tanpa keluhan. Frekuensi keluhan pada 23 percontoh (57,5%) lebih dari 2 kali sehari, sedangkan pada 15 percontoh (37,5%) frekuensi keluhan antara 1-2 kali sehari. Serangan VPPJ dirasakan kurang dari 1 menit oleh 32 (80%) percontoh. Berdasarkan anamnesis didapatkan 38 dari 40 percontoh (95%) mengalami serangan vertigo, rasa melayang atau goyang pada saat bangun dari posisi berbaring di tempat tidur. Gerakan lain yang dapat mencetuskan keluhan yaitu 7
8 menengadahkan kepala (75%), membaringkan badan (67,5%), membalikkan badan di tempat tidur (65%) dan membungkukkan badan (65%). Gejala penyerta yang terbanyak dikeluhkan pasien adalah mual, yakni 26 percontoh (65%). Sebanyak 12 percontoh (30%) mengalami gangguan dalam berjalan akibat VPPJ. Pada percontoh dengan VPPJ unilateral, kanalis semisirkularis posterior kanan lebih sering terkena, yaitu pada 20 percontoh (50%) dibandingkan dengan kanalis semisirkularis posterior kiri, yakni sebanyak 17 percontoh (42,5%). Percontoh dengan VPPJ bilateral sebanyak 3 percontoh (7,5%). Pada 3 percontoh tersebut kanalis semisirkularis yang terlibat adalah kanalis semisirkularis posterior kanan dan kiri. Tidak didapatkan keterlibatan kanalis semisirkularis anterior sebagai letak lesi VPPJ pada penelitian ini. Jumlah percontoh yang menjalani terapi CRT adalah sebanyak 20 percontoh (50%), sedangkan yang menjalani kombinasi terapi CRT dan latihan Brandt Daroff juga sebanyak 20 percontoh (50%). Tabel 1. Sebaran percontoh yang menjalani terapi CRT dan kombinasi CRT-Brandt Daroff Terapi N % CRT CRT + Brandt Daroff Pada kelompok yang menjalani terapi CRT saja, proporsi percontoh yang mengalami kesembuhan satu minggu setelah terapi adalah sebanyak 10 percontoh (50%). Dari 20 percontoh yang menjalani terapi kombinasi CRT dengan latihan Brandt Daroff, 13 percontoh (65%) mengalami kesembuhan satu minggu setelah terapi. Tabel 2. Proporsi pasien yang mengalami kesembuhan setelah terapi CRT Jenis terapi Sembuh Tidak sembuh N % N % CRT CRT + Brandt Daroff DISKUSI Rentang usia pasien VPPJ yang ikut dalam penelitian ini adalah 55 tahun dengan usia termuda 18 tahun dan tertua 73 tahun. Bila usia di atas 60 tahun dianggap sebagai usia lanjut, jumlah percontoh yang berusia lanjut adalah 10 orang (25%). Usia rata-rata percontoh 8
9 adalah 51 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Smouha. 10 Usia rata-rata pasien VPPJ dalam penelitiannya adalah 52 tahun dengan rentang usia antara tahun. Chang 11 menyatakan bahwa usia awitan (onset) serangan VPPJ adalah antara tahun. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa percontoh perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Jumlah percontoh perempuan adalah 26 orang (65%), sedangkan laki-laki sebanyak 14 orang (35%). Smouha 10 juga mendapatkan angka yang hampir sama, yakni 67% perempuan dan 33% lakilaki. Dalam penelitian dengan jumlah pasien VPPJ yang lebih besar, yaitu 259 pasien, Macias dkk. 12 mendapatkan persentase pasien VPPJ perempuan sebanyak 72%. Barber, seperti yang dikutip oleh Vibert, 13 menyatakan bahwa VPPJ lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Sebanyak 36 percontoh (90%) mengeluhkan pusing berputar sebagai keluhan utama. Percontoh lain mengeluhkan perasaan melayang (2 orang) dan perasaan tidak stabil (2 orang). Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa keluhan pasien VPPJ biasanya adalah serangan vertigo. Selain itu, pasien VPPJ dapat pula mengeluh adanya perasaan melayang, tidak stabil, gangguan berdiri dan berjalan. 11,14 Serangan VPPJ bersifat episodik dan pada sebagian pasien dapat mengalami resolusi spontan tanpa terapi. Dalam penelitian ini, pasien VPPJ diminta untuk mengingat waktu mulainya episode VPPJ terakhir. Sebanyak 7 orang (17,5%) telah menderita VPPJ lebih dari 2 bulan (8 minggu) sebelum datang ke poliklinik Neurotologi THT FKUI-RSCM. Sisanya sebanyak 33 orang menderita VPPJ kurang dari 8 minggu. Sebanyak 39 orang (97,5%) pasien masih mengalami serangan VPPJ pada pagi hari sebelum pemeriksaan dilakukan. Dalam penelitiannya, Seo 15 mendapatkan pasien VPPJ menjalani terapi reposisi setelah mengalami VPPJ dalam kurun 0-78 hari dengan rata-rata 20 hari (kurang lebih 3 minggu). Penelitian Dornhoffer 16 menunjukkan rentang waktu yang lebih lama, yakni antara satu hari hingga 20 tahun (rata-rata 18 bulan) sebelum pasien menjalani reposisi kanalit. Dari 27 pasien VPPJ yang diteliti oleh Smouha, (67%) di antaranya telah 9
10 mengalami VPPJ selama lebih dari satu bulan. Hal yang menyebabkan seorang penderita VPPJ dapat bertahan dengan penyakitnya dalam jangka waktu lama adalah karena ia melakukan pembatasan gerakan yang dapat mencetuskan serangan VPPJ. Adanya riwayat episode serangan VPPJ sebelumnya ditelusuri pada semua percontoh. Sebanyak 17 orang (42,5%) menyatakan pernah mengalami serangan seperti yang dirasakannya saat datang berobat ke poliklinik Neurotologi THT FKUI-RSCM, namun sempat mengalami masa bebas gejala sama sekali. Timbulnya serangan VPPJ baru setelah masa bebas gejala dianggap sebagai rekurensi. Rekurensi sering terjadi pada VPPJ. Hain dkk. 7 menemukan 33 dari 70 pasien (47,1%) yang telah sembuh dari VPPJ mengalami rekurensi dalam dua tahun. Penyebab rekurensi pada VPPJ kebanyakan tidak diketahui/idiopatik seperti halnya penyebab awal VPPJ. Hal ini mengakibatkan rekurensi sulit dihindari. Pasien VPPJ dapat mengalami serangan berkali-kali dalam satu hari bila pasien sering melakukan gerakan kepala yang mencetuskan serangan. Sebanyak 23 (57,5%) percontoh mengalami serangan lebih dari dua kali setiap harinya. Hal ini menyebabkan gangguan aktivitas pasien sehari-hari. Lama setiap serangan kurang dari 1 menit menurut 32 (80%) percontoh. Sebanyak 8 percontoh mengalami serangan lebih dari 1 menit. Durasi serangan VPPJ yang lebih lama ini mungkin disebabkan otokonia yang menempel pada kupula, sehingga kupula terus dalam posisi defleksi seperti pada teori kupulolitiasis. Pada akhirnya serangan VPPJ akan menghilang karena diduga terjadi dispersi otokonia yang menempel pada kupula atau terjadi adaptasi vestibuler sentral. 2,17 Perubahan posisi kepala yang paling sering menimbulkan serangan VPPJ pada percontoh penelitian ini adalah bila bangun dari posisi berbaring di tempat tidur. Sebanyak 38 orang (95%) mengeluhkan hal ini. Keadaan ini sesuai dengan yang didapatkan oleh Yimtae dkk, 18 namun persentasenya lebih kecil yakni 17 dari 29 pasien (58%). Hal ini disebabkan karena pada saat berbaring, kanalit akan terkumpul pada tempat yang terendah, yaitu kanalis semisirkularis posterior. Pada saat pasien bangun dari posisi berbaring, maka kanalit akan menggerakkan endolimfa 10
11 dan kupula akibat gravitasi sehingga timbul serangan vertigo. 2 Rasa mual merupakan gejala penyerta yang paling banyak dikeluhkan percontoh. Sebanyak 26 orang (65%) mengeluhkan hal ini. Gangguan berjalan dialami oleh 12 orang (30%). Keluhan tersebut sering dijumpai pada pasien dengan VPPJ. Berdasarkan anamnesis didapatkan 38 dari 40 percontoh (95%) mengalami serangan VPPJ pada saat bangun dari posisi berbaring di tempat tidur. Gerakan lain yang dapat mencetuskan serangan VPPJ yaitu menengadahkan kepala (75%), membaringkan badan (67,5%), membalikkan badan di tempat tidur (65%) dan membungkukkan badan (65%). Gejala penyerta yang terbanyak dikeluhkan pasien adalah mual, yakni 26 percontoh (65%). Sebanyak 12 percontoh (30%) mengalami gangguan dalam berjalan akibat VPPJ. Chang 11 mengemukakan bahwa penderita VPPJ menunjukkan peningkatan ayun tubuh bila berdiri di atas busa (foam) dengan mata tertutup. Peningkatan ayun tubuh juga didapatkan bila pasien berdiri dengan satu kaki dan mata tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa penderita VPPJ mengandalkan input visual dan proprioseptif untuk mempertahankan keseimbangan karena gangguan input dari organ vestibuler. 11 Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya VPPJ dengan letak lesi di kanalis semisirkularis anterior, baik kanan maupun kiri. Semua percontoh mengalami VPPJ dengan letak lesi di kanalis semisirkularis posterior. Pada tiga percontoh (7,5%), lesi terjadi pada kanalis semisirkularis posterior bilateral, sehingga menyebabkan VPPJ bilateral. Dari 37 percontoh dengan VPPJ unilateral, lesi di kanalis semisirkularis posterior kanan menyebabkan VPPJ pada 20 percontoh (50%). Lesi di kanalis semisirkularis posterior kiri ditemukan pada 17 percontoh (42,5%). Kanalis semisirkularis posterior memang merupakan kanalis semsirkularis yang paling sering menyebabkan VPPJ. Korres dkk. 2 dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa dari 122 pasien VPPJ, letak lesi pada 110 pasien adalah pada kanalis semsirkularis posterior. Sisanya sebanyak 10 pasien pada kanalis semisirkularis horizontal dan dua pasien pada kanalis semisirkularis anterior. Ada dua alasan mengapa kanalis semisirkularis posterior lebih sering terlibat daripada kanalis semisirkularis 11
12 lainnya. Pertama, letak kanalis semisirkularis posterior secara anatomis merupakan bagian yang paling rendah dari labirin vestibuler, baik pada posisi kepala tegak maupun berbaring telentang. Pada posisi kepala tegak, kanalit akan mengendap dalam kanalis semisirkularis posterior di posterior dan inferior dari ampula. Kedua, kanalit akan terkumpul di dalam kanalis semisirkularis posterior selama tidur atau tirah baring yang lama. 2 Pada kelompok pertama, yakni kelompok percontoh yang menjalani terapi CRT saja, didapatkan hasil 10 percontoh mengalami kesembuhan (50%). Pasien dinyatakan sembuh bila tidak didapatkan gambaran nistagmus dan tidak ada keluhan subjektif pada pemeriksaan satu minggu setelah terapi sesuai definisi operasional. Hasil ini lebih rendah daripada hasil yang didapat oleh Seo dkk, 15 yaitu 72% pasien mengalami kesembuhan satu minggu setelah CRT. Penyebab ketidaksembuhan pasien setelah menjalani terapi CRT kemungkinan karena adanya partikel kanalit yang tersisa di dalam kanalis semisirkularis. Pada pasien yang diduga mengalami hal ini, dilakukan terapi CRT ulang. Terapi CRT pada prinsipnya dapat diulang hingga seluruh kanalit dapat dikeluarkan dari kanalis semisirkularis. Cetusan serangan vertigo tergantung pada densitas, volume dan jumlah partikel. Jadi dibutuhkan jumlah partikel tertentu untuk menimbulkan vertigo, sehingga bila jumlah partikel dalam kanal tidak mencukupi, maka pasien tidak akan mengalami vertigo. 2 Smouha 10 dalam penelitiannya mendapatkan bahwa sebagian pasien tidak langsung mengalami resolusi total dari gejala VPPJ segera setelah menjalani CRT. Pada kelompok ini kemungkinan diperlukan adaptasi untuk menghilangkan gejala secara total. Dornhoffer 16 mengungkapkan pada pasien VPPJ kemungkinan telah terjadi kompensasi vestibuler sentral yang salah. Dengan demikian, walaupun kanalit sebagai penyebab utama VPPJ telah direposisi, pasien masih merasakan rasa tidak seimbang yang ringan. Chang 11 menyatakan bahwa tidak semua pasien VPPJ mencapai stabilitas postural yang normal setelah terapi CRT. Bila pasien masih menunjukkan gangguan keseimbangan, maka latihan rehabilitasi vestibuler yang menekankan peningkatan penggunaan input visual 12
13 dan proprioseptif sebaiknya diterapkan sebagai terapi tambahan. 10,11,16 Pada kelompok kedua, 20 percontoh menjalani terapi CRT dan latihan Brandt Daroff yang dilakukan dua hari setelah CRT. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 13 percontoh (65%) mengalami kesembuhan pada pemeriksaan satu minggu setelah terapi CRT. Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang bertujuan untuk melepaskan otokonia yang diduga melekat pada kupula dan habituasi pada sistem vestibuler sentral sehingga timbul kompensasi. Otokonia yang terlepas diharapkan akan keluar dari kanalis semisirkularis, sehingga tidak mencetuskan gejala vertigo. Dalam publikasinya, Brandt dan Daroff 8 menyatakan bahwa diperlukan pengulangan dalam jumlah ratusan kali ( hundred repetitions ) untuk menimbulkan kompensasi sistem vestibuler sentral. Percontoh yang menjalani latihan Brandt Daroff sesuai protokol penelitian ini paling sedikit telah melakukan gerakan sebanyak 150 kali sebelum pemeriksaan ulang di poliklinik Neurotologi THT FKUI- RSCM. Dengan demikian diharapkan kompensasi sudah mulai terbentuk. Dari hasil penelusuran literatur, tidak didapatkan penelitian di dalam maupun di luar negeri yang menggabungkan dua modalitas terapi yakni CRT dan Brandt Daroff, serta evaluasi kesembuhannya dalam satu minggu. Dengan demikian, penelitian ini menghasilkan data dasar berupa proporsi pasien VPPJ yang mengalami kesembuhan setelah menjalani CRT dan latihan Brandt Daroff pada evaluasi satu minggu pasca-crt. Desain penelitian ini tidak memungkinkan peneliti untuk mengambil kesimpulan regimen terapi mana yang lebih baik antara CRT saja dan CRT dengan latihan Brandt Daroff. Untuk sampai pada kesimpulan tersebut diperlukan desain penelitian yang berbeda dengan jumlah sampel yang lebih besar. Sebagai kesimpulan, proporsi kesembuhan pasien VPPJ yang menjalani terapi CRT pada evaluasi satu minggu adalah sebesar 50%, sedangkan proporsi kesembuhan pasien VPPJ yang menjalani terapi kombinasi CRT dengan latihan Brandt Daroff adalah sebesar 65%. DAFTAR PUSTAKA 13
14 1. Li J. Benign paroxysmal positional vertigo. c [cited 2006 May 25]. Available from: 2. Korres S, Balatsouras DG, Kaberos A, Economou C, Kandiloros D, Ferekidis E. Occurrence of semicircular canal involvement in benign paroxysmal positional vertigo. Otol Neurotol 2003; 23: Woodworth BA, Gillespie MB, Lambert PR. The canalith repositioning procedure for benign positional vertigo: a meta-analysis. Laryngoscope 2004; 114: Herdman SL, Tusa RJ. Posterior and anterior canal VPPJ. In: Herdman SL, Tusa RJ, eds. Diagnosis and treatment of benign paroxysmal positional vertigo. Illinois: ICS Medical Corporation; p Hain TC. Benign paroxysmal positional vertigo. c [cited 2006 June 16]. Available from: tml. 6. Desmond A. Treatment of vestibular dysfunction. In: Desmond A, ed. Vestibular function: evaluation and treatment. 1 st ed. New York: Thieme; p Hain TC, Helminski JO, Reis IL, Uddin MK. Vibration does not improve results of the canalith repositioning procedure. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2000; 126: Brandt T, Daroff RB. Physical therapy for benign paroxysmal positional vertigo. Arch Otolaryngol 1980; 106: Helminski JO, Janssen I, Kotaspouikis D, Kovacs K, Sheldon P, McQueen K. Strategies to prevent recurrence of benign paroxysmal positional vertigo. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2005; 131: Smouha EE. Time course recovery after epley maneuvers for benign paroxysmal positional vertigo. Laryngoscope 1997; 107: Chang WC, Hsu LC, Yang YR, Wang RY. Balance ability in patients with benign paroxysmal positional vertigo. Otolaryngol Head Neck Surg 2006; 135: Macias JD, Lambert KM, Massingale S, Ellensohn A, Fritz JA. Variables affecting treatment in benign paroxysmal positional vertigo. Laryngoscope 2000; 110: Vibert D, Kompis M, Hausler R. Benign paroxysmal positional vertigo in older women may be related to osteoporosis and osteopenia. Ann Otol Rhinol Laryngol 2003; 112: Karlberg M, Hall K, Quickert N, Hinson J, Halmagyi M. What inner ear diseases cause benign paroxysmal positional 14
15 vertigo? Acta Otolaryngol 2000; 120: Seo T, Miyamoto A, Saka N, Shimano K, Sakagami M. Immediate efficacy of the canalith repositioning procedure for the treatment of benign paroxysmal positional vertigo. Otol Neurotol 2007; 28: Dornhoffer JL, Colvin GB Kip. Benign paroxysmal positional vertigo and canalith repositioning: clinical correlations. Am J Otol 2000; 21: Korres S, Balatsouras D. Diagnostic, pathophysiologic and therapeutic aspects of benign paroxysmal positional vertigo. Otolaryngol Head Neck Surg 2004; 131: Yimtae K, Srirompotong S, Srirompotong S, Sae-seaw P. A randomized trial of canalith repositioning procedure. Laryngoscope 2003; 113:
BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mendambakan untuk dapat memiliki hidup yang sehat, sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang mendambakan untuk dapat memiliki hidup yang sehat, sehingga dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-harinya dengan baik. Karena tanpa kesehatan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Vertigo adalah suatu gejala atau perasaan dimana seseorang atau benda
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vertigo merupakan suatu fenomena yang terkadang sering ditemui di masyarakat. Vertigo adalah suatu gejala atau perasaan dimana seseorang atau benda di sekitarnya seolah-olah
Lebih terperinciBENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)
Clinical Science Session BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Oleh : Yossa Tamia Marisa 04923018 Andi Putranata 04120 J. Haridas 0512 Pembimbing : Dr. Novialdi Nukman, SpTHT-KL BAGIAN ILMU PENYAKIT
Lebih terperinciPengaruh latihan Brandt Daroff dan modifikasi manuver Epley pada vertigo posisi paroksismal jinak
ORLI Vol. 45 No. 1 Tahun 215 Laporan Penelitian pada vertigo posisi paroksismal jinak Widjajalaksmi Kusumaningsih*, Andy Ardhana Mamahit**, Jenny Bashiruddin***, Widayat Alviandi***, Retno Asti Werdhani****
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setelah nyeri kepala (Migren) dan low back pain menurut Abdulbar Hamid dalam
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi ruang dimana perasaan dirinya bergerak berputar atau bergelombang terhadap ruang disekitarnya (Vertigo Subjektif) atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia ( Depkes, 2015). Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak di dunia ( Depkes, 2015). Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia
Lebih terperinciPERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI
PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Menurut Abdulbar Hamid dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo menduduki peringkat ketiga sebagai keluhan terbanyak setelah nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Menurut Abdulbar Hamid dalam presentasinya di The 3rd
Lebih terperinciDIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)
DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Putu Prida Purnamasari Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vertigo merupakan adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula
Lebih terperinciDiagnosis dan Penatalaksanaan Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal
Diagnosis dan Penatalaksanaan Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal Yan Edward SpTHT-KL, Yelvita Roza Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher -Indonesia ABSTRAK Benign
Lebih terperinciBenign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Atika Threenesia 1, Rekha Nova Iyos 2 1 Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif
Lebih terperinciBAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Oleh : Nur Amalina Binti Mohamad Yusof C111 11 882 Pembimbing Supervisor
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo) 2.1.1. Definisi Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing
Lebih terperinciPENGARUH BRANDT DAROFF EXERCISE TERHADAP KELUHAN PUSING PADA LANJUT USIA DENGAN VERTIGO SKRIPSI
PENGARUH BRANDT DAROFF EXERCISE TERHADAP KELUHAN PUSING PADA LANJUT USIA DENGAN VERTIGO SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Fisioterapi Fakultas
Lebih terperinciKeluhan & gejala gangguan keseimbangan
FISIOLOGI KLINIS SISTEM KESEIMBANGAN Devira Zahara DEPARTEMEN THT-KL FK USU / RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN Keluhan & gejala gangguan keseimbangan adanya rasa goyang (unsteadiness) rasa goyang setelah gerakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. umum dan spesialis yang memeriksa seringkali memiliki pengetahuan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo merupakan masalah kesehatan yang nyata pada masyarakat. Pasien mangalami kesulitan dalam mengungkapkan timbulnya gejala. Dokter umum dan spesialis yang memeriksa
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga Telinga merupakan salah satu pancaindra yang berfungsi sebagai alat pendengaran dan keseimbangan yang letaknya berada di lateral kepala. Masingmasing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif
Lebih terperinciDiagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Diagnosis and Management of Vertigo
Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo Melly Setiawati 1, Susianti 2 1 Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Vertigo merupakan
Lebih terperinciVERTIGO: PENCEGAHAN DAN SIMULASI DETEKSI DINI DI PEDUKUHAN NGRAME
HALAMAN JUDUL LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2016/ 2017 VERTIGO: PENCEGAHAN DAN SIMULASI DETEKSI DINI DI PEDUKUHAN NGRAME Nur Chayati, S.Kep., Ns., M.Kep. NIDN. 0508018302
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN
LAPORAN TUGAS PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN Dokter Pembimbing : dr. Eka Dian Safitri, Sp. THT Disusun Oleh : Agung Kurniawan 2010730120 KEPANITERAAN KLINIK STASE THT RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
Lebih terperinciPERBEDAAN PENGARUH BRANDT DAROFF DAN MANUVER EPLEY TERHADAP PENINGKATAN FUNGSIONAL PADA VERTIGO NASKAH PUBLIKASI
PERBEDAAN PENGARUH BRANDT DAROFF DAN MANUVER EPLEY TERHADAP PENINGKATAN FUNGSIONAL PADA VERTIGO NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Nama : Kurniati Nim : 201310301026 PROGRAM STUDI FISIOTERAPI S1 FAKULTAS
Lebih terperinciVertigo. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)
Vertigo DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Pendahuluan Vertigo merupakan masalah yang menyebabkan kesulitan bagi dokter maupun pasien Pasien sulit menjelaskan keluhannya (simptom), dokter juga sulit menangkap
Lebih terperinciA 38 YEARS OLD MAN WITH BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)
[ LAPORAN KASUS ] A 38 YEARS OLD MAN WITH BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Sandi Falenra Faculty of Medicine,Universitas Lampung Abstract Benign paroxysmal Positional Vertigo or BPPV, is the
Lebih terperinciV E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru
V E R T I G O Author : Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 Avaliable in : Files of DrsMed FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)
Lebih terperinciProsiding Pendidikan Dokter ISSN: X
Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Serangan Pertama Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) di Polisaraf RSUD Al-Ihsan Bandung Periode 2016 Muhammad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama kematian dan disabilitas permanen pada usia dewasa
Lebih terperinciTERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH
TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah
Lebih terperinciTERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH
TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah
Lebih terperinciDizziness Handicap Inventory
Dizziness Handicap Inventory Petunjuk: Tujuan dari skala ini adalah untuk mengidentifikasi kesulitan yang mungkin anda alami karena rasa pusing anda. Silakan tandai "IYA", atau "TERKADANG" atau "TIDAK"
Lebih terperinciBAHAN AJAR VERTIGO. Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS
BAHAN AJAR VERTIGO Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS Standar Kompetensi : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran Kompetensi Dasar : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan
Lebih terperinciPemeriksaan Sistem Saraf Otonom dan Sistem Koordinasi. Oleh : Retno Tri Palupi Dokter Pembimbing Klinik : dr. Murgyanto Sp.S
Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom dan Sistem Koordinasi Oleh : Retno Tri Palupi Dokter Pembimbing Klinik : dr. Murgyanto Sp.S PEMERIKSAAN FISIK ANAMNESIS PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS Anamnesis Keluhan
Lebih terperinciStudi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan
Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan Herry Priyanto*, Faisal Yunus*, Wiwien H.Wiyono* Abstract Background : Method : April 2009 Result : Conclusion : Keywords
Lebih terperinciPendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang
MENIERE S DISEASE Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak disebabkan kerusakan di dalam otak. Namun, dapat menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vertigo merupakan salah satu gangguan yang paling sering dialami dan menjadi masalah bagi sebagian besar manusia. Umumnya keluhan vertigo menyerang sebentar saja;
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 JUDUL PENELITIAN HUBUNGAN LETAK LESI INSULA DENGAN FUNGSI MOTORIK PADA PASIEN STROKE ISKEMIK INSTANSI PELAKSANA : RSUP DR.
LAMPIRAN 1 JUDUL PENELITIAN HUBUNGAN LETAK LESI INSULA DENGAN FUNGSI MOTORIK PADA PASIEN STROKE ISKEMIK INSTANSI PELAKSANA : RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONCENT)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. praktik kedokteran keluarga (Yew, 2014). Tinnitus merupakan persepsi bunyi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tinnitus merupakan salah satu keluhan yang banyak ditemukan dalam praktik kedokteran keluarga (Yew, 2014). Tinnitus merupakan persepsi bunyi yang diterima oleh telinga
Lebih terperinciPENGARUH AROMATERAPI JAHE TERHADAP MUAL DAN MUNTAH AKIBAT KEMOTERAPI PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA.
PENGARUH AROMATERAPI JAHE TERHADAP MUAL DAN MUNTAH AKIBAT KEMOTERAPI PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA Tesis Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh ideal merupakan impian semua orang di dunia ini, tidak termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu mereka tidak segan- segan melakukan banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang pertama ingin dicapai baik dari pasien sendiri maupun dari keluarganya.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian dalam beraktifitas menjadi kebutuhan utama pada pasien pasca stroke, kemampuan dalam transfer dan ambulasi sering menjadi prioritas yang pertama ingin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang sangat penting bagi manusia. kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ruang lingkup disiplin ilmu kesehatan kulit. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian - Tempat penelitian : Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciOleh : Baarid Luqman Hamidi. Pembimbing: dr. Suratno Sp.S (K)
Jurnal neuro-otologi Ronald J.Tusa, MD,PhDa,,Russell Gore,MDb NeurolClin30(2012)61 74doi:10.1016/j.ncl.2011.09.006 2012 Published by ElsevierInc Oleh : Baarid Luqman Hamidi Pembimbing: dr. Suratno Sp.S
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak ditemukan anak-anak yang mengalami masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak ditemukan anak-anak yang mengalami masalah pengelolaan perilaku akibat sensorimotor yang belum optimal. Pada saat melakukan kegiatan sehari-hari
Lebih terperinciCASE REPORT SESSION LOW BACK PAIN OLEH : Dani Ferdian Nur Hamizah Nasaruddin PRESEPTOR: Tri Damiati Pandji,dr.,Sp.
CASE REPORT SESSION LOW BACK PAIN OLEH : Dani Ferdian 130112110127 Nur Hamizah Nasaruddin 130110082001 PRESEPTOR: Tri Damiati Pandji,dr.,Sp.KFR (K) BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI RSUP DR.
Lebih terperinciHilman Mahyuddin, Lutfi Hendriansyah Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo
Efek Terapi Bedah terhadap Reversibilitas Gangguan Penglihatan pada Penderita Tumor Intrakranial Studi Retrospektif di Departemen Bedah Saraf RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun 2000 2005 Hilman Mahyuddin,
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.
ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2015 Annisa Nurhidayati, 2016, Pembimbing 1 Pembimbing 2 : July Ivone, dr.,mkk.,m.pd.ked. : Triswaty
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ARTRITIS GOUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE
ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ARTRITIS GOUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE 2012-2014 Darrel Ash - Shadiq Putra, 2015. Pembimbing I : Budi Liem, dr., M.Med dan Pembimbing II : July Ivone, dr.,mkk.,mpd.ked
Lebih terperinciEVALUASI PERDARAHAN 24 JAM PASCA HEMOROIDEKTOMI
HALAMAN PENGESAHAN Evaluasi Perdarahan 24 Jam Pasca Hemoroidektomi Whitehead Pada Pasien yang Dipasang dan Tidak Dipasang Tampon Kassa di Kanalis Analis TESIS Oleh : Nicko Rachmanio S560802002 Pembimbing
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen Single Subject Research (SSR), yaitu penelitian yang dilakukan untuk melihat akibat dari pemberian perlakuan
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN
ABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2012-2013 Rinitis alergi bukan merupakan penyakit fatal yang mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan penurunan
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : kecemasan dental, tanaman bunga berwarna biru muda, pencabutan gigi
ABSTRAK Kecemasan dental terdapat pada 1 dari 7 populasi dan membutuhkan perawatan yang hati-hati serta penanganan yang lebih oleh dokter gigi. Pencabutan gigi merupakan pencetus utama kecemasan dental.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri kepala atau cephalalgia adalah rasa tidak mengenakkan pada seluruh daerah kepala. Nyeri kepala merupakan salah satu keluhan subjektif yang sering dilaporkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bertambahnya usia, kondisi lingkungan yang tidak sehat, baik karena polusi udara serta pola konsumsi yang serba instan ditambah lagi dengan pola rutinitas yang padat
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian adalah di Rumah Sakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. salah satu gejala sisa yang sering terjadi akibat stroke. Afasia secara substansial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan berbahasa atau yang biasa disebut dengan afasia merupakan salah satu gejala sisa yang sering terjadi akibat stroke. Afasia secara substansial mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala bidang salah satunya dalam bidang kesehatan. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK MIGRAIN DI RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JUNI 2012
ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK MIGRAIN DI RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JUNI 2012 Dwi Nur Pratiwi Sunardi. 2013. Pembimbing I : Dedeh Supantini, dr.,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan baik secara volunter
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1
BAB V KESIMPULAN Osteogenesis imperfekta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan fragilitas tulang, osteopenia, kelainan pada kulit, sklera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena
Lebih terperinciTHT CHECKLIST PX.TELINGA
THT CHECKLIST PX.TELINGA 2 Menyiapkan alat: lampu kepala, spekulum telinga, otoskop 3 Mencuci tangan dengan benar 4 Memakai lampu kepala dengan benar, menyesuaikan besar lingkaran lampu dengan kepala,
Lebih terperinciRANCANGAN JADWAL PENELITIAN
Lampiran 1 RANCANGAN JADWAL PENELITIAN Kegiatan Maret 2015 April 2015 Mei 2015 Juni 2015 Juli 2015 Agustus 2015 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Persiapan: - Perijinan Tempat Latihan - Persiapan
Lebih terperinciPROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012
HUBUNGAN KELENGKAPAN PEMBERIAN INFORMED CONCENT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI BANGSAL BEDAH RSUP DR. KARIADI SEMARANG (MEI - JUNI 2012) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi
Lebih terperinciGAMBARAN PENURUNAN DEMAM PADA PASIEN DEMAM TIFOID DEWASA SETELAH PEMBERIAN FLUOROQUINOLONE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER
ABSTRAK GAMBARAN PENURUNAN DEMAM PADA PASIEN DEMAM TIFOID DEWASA SETELAH PEMBERIAN FLUOROQUINOLONE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2007 Angelina, 2009. Pembimbing I : Budi Widyarto
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan adalah THT-KL khususnya bidang alergi imunologi. 2. Ruang lingkup tempat adalah instalasi rawat jalan THT-KL sub bagian alergi
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PENDUDUK SAKIT YANG MEMILIH PENGOBATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2007)
KARAKTERISTIK PENDUDUK SAKIT YANG MEMILIH PENGOBATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2007) Sudibyo Supardi,, M.J. Herman,, RaharnP ABSTRACT Background: Riskesdas 2007 covered behavior
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Mulut. Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang berlangsung kurang dari tiga minggu (Donaldson, 2010). Yang dimaksud dengan telinga tengah adalah
Lebih terperinciBAB 4 PUSING BERPUTAR
BAB 4 PUSING BERPUTAR A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien dengan gangguan pusing berputar 2. Menerangkan mekanisme terjadinya dengan gangguan pusing berputar. 3. Membedakan klasifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Massage adalah suatu cara penyembuhan yang menggunakan gerakan tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan memperbaiki sirkulasi,
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY
PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY Disusun oleh : IKA YUSSI HERNAWATI NIM : J100 060 059 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 1. maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rekam Medis 1. Pengertian Rekam Medis Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke, yang juga dikenal dengan istilah cerebrovascular
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan kerusakan neurologis. Kerusakan neurologis tersebut dapat disebabkan oleh adanya
Lebih terperinciHUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012.
HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012 Oleh: DENNY SUWANTO 090100132 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini semua proses pekerjaan tidak terlepas dari posisi duduk, mulai dari orang kecil seperti murid sekolah sampai orang dewasa dengan pekerjaan yang memerlukan
Lebih terperinciRadiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection
ORIGINAL ARTICLE Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection Nadia Surjadi 1, Rahmi Amtha 2 1 Undergraduate Program, Faculty of Dentistry Trisakti University, Jakarta
Lebih terperinciLampiran 1. PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juni 2017) Nama : Dita Erline Kurnia NIM :
Lampiran 1 PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juni 2017) Nama : Dita Erline Kurnia NIM : 1401100002 NO KEGIATAN PENELITIAN 1. Tahap Persiapan A. Penentuan Judul B. Mencari Literatur C. Studi Pendahuluan D. Menyusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan
Lebih terperinciCHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA
CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA No. Aspek yang Dinilai Contoh/Parameter 1. Mengucap salam...assalamualaikum wr wb... 2. Memperkenalkan diri dan membina sambung rasa...perkenalkan saya Andi saya
Lebih terperinciCASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS. Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan Abednego Panggabean
CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan 1301-1210-0072 Abednego Panggabean 1301-1210-0080 Pembimbing: Vitriana, dr., SpKFR BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lebih terperinciPERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM dan SETELAH RADIOTERAPI (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi Semarang)
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM dan SETELAH RADIOTERAPI (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi Semarang) HEMOGLOBIN LEVELS OF NASOPHARYNGEAL CANCER PATIENTS BEFORE
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit, baik fisik, mental, dan sosial. Maka diperlukan suatu kesehatan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman sekarang ini, kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik,
Lebih terperinciTelinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang pertama kali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan dokter bedah bernama Sir Charles
Lebih terperinciLampiran 1 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian
Lampiran 1 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian Hubungan Gejala Klinis Dengan Hasil Tes Cukit Kulit Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi di RS. H. Adam Malik Medan Bapak/Ibu/Sdr./i yang sangat saya hormati,
Lebih terperinciFAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA
KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN
Lebih terperinciSURAT PERSETUJUAN MENJADI SAMPEL PENELITIAN
Lampiran 1 SURAT PERSETUJUAN MENJADI SAMPEL PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Nama : Umur : Alamat : Dengan ini menyatakan bahwa saya telah diberikan penjelasan oleh peneliti tentang tujuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak diketahui (hipertensi esensial, idiopatik, atau primer) maupun yang berhubungan dengan penyakit
Lebih terperinciDefinisi Vertigo. Penyebab vertigo
Definisi Vertigo Vertigo adalah perasaan yang abnormal mengenai adanya gerakan penderita terhadap lingkungan sekitarnya atau lingkungan sekitar terhadap penderita, dengan gambaran tiba-tiba semua terasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proporsi usia lanjut (WHO, 2005, pp. 8-9). Di Indonesia, data survei kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia sebagai penyebab utama kedua kematian di negara maju dan di antara tiga penyebab utama kematian di negara
Lebih terperinciINSTRUMEN OBSERVASI PENILAIAN FUNGSI KESEIMBANGAN (SKALA KESEIMBANGAN BERG) Deskripsi Tes Skor (0-4) 1. Berdiri dari posisi duduk
INSTRUMEN OBSERVASI PENILAIAN FUNGSI KESEIMBANGAN (SKALA KESEIMBANGAN BERG) Deskripsi Tes Skor (0-4) 1. Berdiri dari posisi duduk 2. Berdiri tanpa bantuan 3. Duduk tanpa bersandar dengan kaki bertumpu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) merupakan indikator keberhasilan pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh penurunan angka kematian serta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena
Lebih terperinci