PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI"

Transkripsi

1 PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh Ambar Sari NIM. S12002 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

2 PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO POSISI PAROKSIMAL JINAK DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI Ambar Sari 1), Wahyu Rima Agustin 2), Yeti Nurhayati 3) 1) Mahasiswa Program Studi S-1 KeperawatanSTIKesKusumaHusada Surakarta 2,3) Dosen Program Studi S-1 KeperawatanSTIKesKusumaHusada Surakarta Abstrak Terapi reposisi kanalit (canalith repositioning treatment/crt) adalah terapi standar untuk vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ).Modifikasi Manuver Epley (MME) merupakan rehabilitasi vestibular sebagai terapi latihan mandiri di rumah bagi penderita Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ) yang menggunakan sistem sensori terintegrasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi reposisi kanalit dan modifikasi manuver epley di RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Desain penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif, Quasi Eksperimendengan rancangan Pretest-Posttest with control grup berupa pemberian terapi sebanyak tiga kali hari sekali dalam 1 bulan dengan cara consecutive sampling, sejumlah 30 responden. Hasil penelitian menunjukkan vertigo sebelum diberi terapi reposisi kanalit dan modifikasi manuver epley (pre test) 14,27 dan setelah diberi terapi reposisi kanalit 6,78, modifikasi manuver epley 12,87 (post test). Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh terapi terhadap vertigo di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri dengan nilai analisa uji Maan-whitney <0,03 ( p value =0,000). Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi reposisi kanalit dan modifikasi manuver epley terhadap vertigo. Dalam penelitian terapi reposisi kanalit mengalami pengaruh yang signifikan. Kata Kunci : Vertigo, terapi reposisi kanalit, modifikasi manuver epley Daftar Pustaka : 21( )

3 PENDAHULUAN Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar (Iskandar Junaidi, 2013). Vertigo merupakan salah satu gangguan yang paling sering dialami dan menyusahkan sebagian besar manusia. Umumnya keluhan vertigo menyerang sebentar saja ; hari ini terjadi, besok hilang. Namun, ada juga vertigo yang kambuh lagi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun. Pada umumnya vertigo yang terjadi disebabkan oleh stress, mata lelah, dan makanan/minuman tertentu. Selain itu, vertigo bisa bersifat fungsional dan tidak ada hubungannya dengan perubahan-perubahan organ di dalam otak. Otak sendiri sebenarnya tidak peka terhadap nyeri. Artinya, pada umumnya vertigo tidak disebabkan oleh kerusakan yang terjadi di dalam otak. Namun, suatu ketegangan atau tekanan pada selaput otak atau pembuluh darah besar di dalam kepala dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat pada kepala (Iskandar Junaidi, 2013). Vertigo adalah sensasi abnormal berupagerakan berputar. Pada penderita vertigo harus dipikirkan apakah vertigo tersebut tipe sentral (misalnya stroke) atau perifer BPPV(Benign Positional Paroxymal Vertigo). Namun, tidak jarang merupakan gejala dari gangguan sistemik lain (misalnya : obat, hipotensi, penyakit endokrin dan sebagainya)(wahyudi 2012). Gangguan pada otak kecil yang mengakibatkan vertigo jarang sekali ditemukan. Namun, pasokan oksigen ke otak yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Beberapa jenis obat, seperti kina, streptomisin, dan silisilat, diketahui dapat menimbulkan radang kronis telinga dalam. Keadaan ini juga dapat menimbulkan vertigo (Fransisca 2013). Prevelensi angka kejadian vertigo di Amerika Serikat adalah 64 dari orang dengan kecenderungan terjadi pada wanita (64%). Diperkirakan sering terjadi pada usia rata-rata tahun dan jarang pada usia dibawah 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala. Vertigo terjadi pada sekitar 32 % kasusdan sampai dengan 56,4 % pada populasi orangtua. Sementara itu, angka kejadian vertigo pada anak-anak tidak diketahui, tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia dilaporkan sekitar 15 % anak paling tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu tahun. Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai paroxysmal vertigo yang disertai dengan gejala- 1

4 gejala migrain (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia). Vertigo merupakan salah satu gejala sakit kepala yang sering disertai pusing yang berputar. Menurut data di Amerika keluhan pusing merupakan alasan 5,6 juta orang berkunjung ke klinik. Menurut beberapa penelitian menyatakan bahwa 1/3 orang mengeluhkan pusing mengalami vertigo. Angka kejadian vertigo sendiri tidak banyak hanya 4,9% (vertigo terkait migrain sebanyak 0,89% dan BPPV sebanyak 1,6%). Walaupun vertigo bukan merupakan salah satu penyakit yang banyak dikenal orang dan dengan angka kejadian yang tinggi, namun seseorang dengan vertigo dapat berbahaya karena berisiko jatuh saat beraktivitas akibat gangguan keseimbangan hingga kehilangan kesadaran/pingsan. Hasil studi pendahuluan di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri didapatkan data pasien yang mengalami vertigo mulai bulan Oktober Desember 2015 sebanyak 33 pasien Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi Manuver Epley Terhadap Vertigo Posisi Paroksismal Jinak di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif, Quasi Eksperimendengan rancangan Pretest- Posttest with control grup yang bertujuan untuk menentukan pengaruh dari suatu tindakan pada kelompok subjek yang mendapat perlakuan, kemudian dibandingkan hasil sebelum dan sesudah perlakuan. Dua kelompok subyek yang dinilai saat sebelum dan sesudah pemberian Terapi untuk pasien Vertigo. Sebelum diberikan perlakuan dilakukan pengukuran (pretest) dan setelah perlakuan dilakukan pengukuran (posttest) untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian Terapi Reposisi Kanalit dan Modifikasi Manuver Epley. HASIL PENELITIAN Analisa Univariat Usia Responden Tabel 4.1 Karakteristik Responden Menurut Umur (n=30) Klasifikasi Umur RespondenFrekuensi Prosentase (%) ,33 % ,67 % Total % Dari hasil analisa yang didapatkan Karakteristik menurut umur menunjukkan sebagian besar responden berumur sebanyak 17 responden (56,67%) dengan total 30 responden. 2

5 Jenis Kelamin Tabel 4.2 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin (n=30) Klasifikasi Jenis Frekuensi Prosentase(%) Kelamin Responden Laki-Laki 7 23,33 % Perempuan 23 76,67 % Total % Pekerjaan Jenis kelamin responden pada penelitian ini menunjukan sebagian responden memiliki jenis kelamin perempuan sebanyak 23 responden (76,67%) dengan total 30 responden. Tabel 4.3 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan (n=30) Karakteristik Responden Frekuensi Prosentase(%) Menurut Pekerjaan Wiraswasta 13 43,33 % Buruh 17 56,67 % Total % Karakteristik menurut pekerjaan menunjukan sebagian besar responden bekerja sebagai buruh sebanyak 17 responden (56,67%) dengan total 30 responden. Vertigo Sebelum Diberi Terapi Reposisi Kanalit Tabel 4.4 Skor Vertigo Sebelum Diberi Terapi Reposisi Kanalit (n=15) Skor vertigo Frekuensi Prosentase (%) < % > % Total % Pada tabel 4.4 Skor Vertigo sebelum dilakukan terapi reposisi kanalit menunjukkan 12 maka pasien termasuk menderita vertigo. Vertigo Symptom Scale Short Form (VSS-SF) menunjukkan ada tidaknya gejala vertigo didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari setiap nomor. Nilai total mulai dari nol sampai enam puluh. Semakin besar nilai menunjukkan bahwa semakin buruk kelainan yang dideritanya. Nilai total 12 menunjukkan seseorang menderita vertigo. Vertigo Sebelum Diberi Terapi Modifikasi Manuver Epley Tabel 4.5 Skor Vertigo Sebelum Diberi Terapi Modifikasi Manuver Epley(n=15) Skor vertigo Frekuensi Prosentase (%) < % > % Total % Pada tabel 4.5 Skor Vertigo sebelum dilakukan terapi modifikasi Manuver Epley menunjukkan 12 maka pasien termasuk menderita vertigo. Vertigo Symptom Scale Short Form (VSS-SF) menunjukkan ada tidaknya gejala vertigo didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari setiap nomor. Nilai total mulai dari nol sampai enam puluh. Semakin besar nilai menunjukkan bahwa semakin buruk kelainan yang dideritanya. Nilai total 12 3

6 menunjukkan seseorang menderita vertigo. Vertigo Sesudah Diberi Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi Manuver Epley Vertigo Sesudah Diberi Terapi Reposisi Kanalit Tabel 4.6 Skor Vertigo Sesudah Diberi Terapi Reposisi Kanalit Skor vertigo Frekuensi Prosentase (%) < % > % Total % Pada tabel 4.6 Skor Vertigo setelah dilakukan terapi reposisi kanalit menunjukkan 12 maka terapi reposisi kanalit menunjukkan penurunan vertigo. Sehingga ada perbedaan setelah diberi terapi reposisi kanalit. Vertigo Sesudah Diberi Terapi Modifikasi Manuver Epley Tabel 4.7 Skor Vertigo Setelah Diberi Terapi Manuver Epley Skor vertigo Frekuensi Prosentase (%) < ,67 % > ,33 % Total % Pada tabel 4.7Skor Vertigo setelah dilakukan terapi modifikasi manuver epley terjadi penurunan tetapi tidak signifikan maka terapi modifikasi manuver epley menunjukkan sudah ada penurunan vertigo. Ada perbedaan setelah diberi terapi manuver epley. Vertigo Sebelum Dan Setelah Diberi Terapi Reposisi Kanalit Dan Manuver Epley Modifikasi Uji beda skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan terapi Reposisi kanalit Tabel 4.8Uji beda skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan terapi Reposisi kanalit terapi/ Kontrol P Kelompok Nilai value Mean Median St.dev Min Max Pre 14,27 14, Post 6,78 7,00 1, ,001 Tabel 4.8 Uji wilcoxon menunjukkan skala vertigo pada kelompok perlakuan sebelum dan setelah Terapi Reposisi Kanalit dengan p value 0,001 maka ada perbedaan skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan Terapi Reposisi Kanalit Uji beda skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan terapi modifikasi manuver epley Tabel 4.9 Uji beda skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan terapi modifikasi manuver epley terapi/ Kontrol P value Kelompok Nilai Mean Median St.dev Min Max Pre 14,27 15, Post 12,87 13, ,001 Tabel 4.9 Ujiwilcoxon menunjukkan skala vertigo pada kelompok kontrol sebelum dan setelah dilakukan Terapi 4

7 Modifikasi Manuver Epley dengan p value 0,001 maka ada perbedaan skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan Terapi Modifikasi Manuver Epley. Vertigo Setelah Dilakukan Intervensi Pada Kedua Kelompok Uji perbedaan skala vertigo setelah dilakukan intervensi pada kedua kelompok Tabel 4.11 Uji perbedaan skala vertigo setelah dilakukan intervensi pada kedua kelompok Kelompok N Mean SD P value Kontrol 15 8,00 120,00 0,000 Perlakuan 15 23,00 345,00 Uji mann-whitney menunjukkan skala vertigo pada kelompok kontrol dan perlakuan setelah dilakukan intervensi p value 0,000 maka Ho ditolak, Ha diterima artinya ada perbedaan terapi terapi reposisi kanalit dan modifikasi manuver epley terhadap vertigo. PEMBAHASAN Analisa Univariate Usia Dari hasil penelitian ini bahwa rata-rata usia paling tinggi yang mengalami vertigo adalah 60 sampai 79 sebanyak 17 responden (56,67%) dengan total 30 responden. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) adalah tahun, lanjut usia (elderly) adalah tahun, lanjut usia tua (old) adalah tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho 2008). Insiden vertigo dan ketidakseimbangan adalah 5-10%, dan mencapai 40% pada pasien yang berusia lebih tua dari 40 tahun (Samy et. Al 2008). Usia yang digunakan pada penelitian ini juga sama dengan usia yang digunakan pada penelitian Widjajalaksmi Kusumaningsih (2015) yang melakukan penelitian pada 23 Responden dengan consecutive samplingyang bertujuan untuk Untukmengetahui dan membandingkan efek terapi latihan vestibular mandiri Brandt Darrof dan Modifikasi Manuver Epley terhadap perbaikangangguan keseimbangan penderita VPPJ. Menurut Neuhauser et al. (2008) prevalensi vertigo pada orang dewasa berusia adalah 7%. Menurut Kang Is (2008). Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan kepusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibular keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan implusnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan proprioseptik, jaras-jaras yang 5

8 menghubungkan nuclei vestibularis dengan nuclei N III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis dan vestibulo spinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibular, visual dan proprioseptik. Reseptor vestibular memberikan kontribusi paling besar yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik. Jenis Kelamin Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebesar 76,67% dan laki-laki 23,33%. Menurut Bittar et al. (2011) proporsi Benign Paroxysmal Positional vertigo antara wanita lebih besar dibandingkan dengan laki laki yaitu 2,2 : 1,5. Benign Paroxysmal Positional vertigo merupakan gangguan vestibular dimana 17%- 20% pasien mengeluh vertigo (Bhattacharyya et al. 2008). Sedangkan menurut Neuhauser et al. (2008) prevalensi rasio vertigo dalam satu tahun didapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 1: 2,7 Jenis Pekerjaan Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden bekerja sebagai buruh sebanyak 17 responden sebesar 56,67% dan wiraswasta sebanyak 13 responden 43,33%. Stress kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stress kerja timbul karena tuntutan lingkungan. Stress kerja yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya (Novitasari 2009). Menurut Joesoef (2006) dan Wreksoatmodjo (2006), Rangsang gerakan menimbulkan stress yang akan memicu sekresi CRF (Corticotropin Releasing Factor). Peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistem saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi susunan saraf parasimpatis. 6

9 Vertigo Sebelum Diberi Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi Manuver Epley Vertigo Sebelum Diberi Terapi Reposisi Kanalit Vertigo sebelum diberi terapi reposisi kanalit menunjukkan 12 dengan Mean = 14,27, Median = 14,00 dan SD =.704. Menunjukkan seseorang menderita vertigo. Vertigo terjadi dari beberapa gejala seperti rasa pusing yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (Wreksoatmodjo 2006). Selain itu menurut Israr (2008) penyebab vertigo terjadi karena keadaan lingkungan, obatobatan, kelainan sirkulasi di telinga, kelainan neurologis. Analisa frekuensi durasi > 20 menit. Frekuensi durasi < 20 menit dan gejala penyerta pada vertigo dalam rentang 0 sampai 4 dengan Vertigo Symptom Scale Short Form (VSS-SF) total yang relatif tinggi. Vertigo Symptom Scale Short Form (VSS-SF) menunjukkan ada tidaknya gejala vertigo didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari setiap nomor. Nilai total mulai dari nol sampai enam puluh. Semakin besar nilai menunjukkan bahwa semakin buruk kelainan yang dideritanya. Nilai total 12 menunjukkan seseorang menderita vertigo (Wilhelmsen et al, 2008). VertigoSebelum Diberi Terapi Modifikasi Manuver Epley Vertigo sebelum diberi terapi modifikasi manuver epley menunjukkan 12 dengan Mean = 14,27, Median = 15,00 dan SD =. Maka pasien termasuk mengalami vertigo. Vertigo Vertigo adalah gangguan orientasispasial atau ilusi persepsi dari pergerakantubuh (rasa berputar) dan/atau lingkungansekitarnya. Hal ini dapat berhubungan dengan gejala lain, seperti impulsion (sensasitubuh seperti mengambang), oscillopsia(ilusi visual dari mata sehingga pandanganseperti maju atau mundur), nausea, muntah,atau gangguan melangkah (Widjajalaksmi Kusumaningsih 2015). Vertigo Sesudah Diberi Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi Manuver Epley Vertigo Sesudah Diberi Terapi Reposisi Kanalit Hasil penelitian menunjukkan vertigo sesudah diberi terapi reposisi kanalit mengalami penurunan 12 total Mean = 6,78, Median = 7,00 dengan SD 1,246. dengan.uji wilcoxon menunjukkan pada kelompokperlakuan sebelum dan setelah terapi Reposisi Kanalit dengan p value 0,001 maka ada perubahan skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan Terapi Reposisi Kanalit. Terapi reposisi kanalit diberikan untuk mengurangi vertigoterapi untuk VPPJ pada kanalis semisirkularis posterior dan anterior adalah perasat prosedur reposisi kanalit/ 7

10 canalith repositioning procedure (CRP) menurut Epley dan perasat liberatory menurut Semont.3 Perasat Epley merupakan terapi yang banyak dipakai di berbagai negara, termasuk di Departemen THT FKUI-RSCM Jakarta.Perasat Epley telah mengalami modifikasi berupa tidak digunakannya vibrator. Modifikasi seperti ini dikenal dengan istilah terapi reposisi kanalit/canalith repositioning treatment (CRT). (Rully Ferdiansyah, 2006). Terapi reposisi kanalit (canalith repositioning treatment/crt) adalah terapi standar untuk vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Sebagian besar vertigo yang di jumpai oleh ahli THT merupakan penyakit yang dikenal dengan nama vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Lesi pada VPPJ terletak pada labirin, sehingga ahli THT berperan besar dalam diagnosis dan tatalaksana pasien VPPJ. Penegakkan diagnosis VPPJ memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Patofisiologi VPPJ yang banyak dianut saat ini adalah teori canalithiasis. Teori ini menduga adanya debris otokonia yang lepas dari membran otolith di utrikulus dan masuk ke kanalis semisirkularis. Debris yang disebut juga kanalit ini akan mengganggu fungsi kupula sebagai organ detektor perubahan. (Rully Ferdiansyah, 2006). VertigoSesudah Diberi Terapi Modifikasi Manuver Epley Hasil penelitian sesudah diberi terapi modifikasi manuver epley mengalami penurunan karena nilai dengan Mean = 12,87, Median = 13,00 dan SD =.834. Terapi modifikasi manuver epley diberikan untuk mengurangi pusing vertigo. Modifikasi Manuver Epley (MME) merupakan rehabilitasi vestibular sebagai terapi latihan mandiri di rumah bagi penderita Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ) yang menggunakan sistem sensori terintegrasi. Latihan Modified Epley Manuver dikembangkan oleh Radtke11 sebagai suatu latihan mandiri yang memodifikasi posisi. Terapi reposisi kanalit yang diperkenalkan oleh JM Epley kemudian dibandingkan dengan latihan Brandt Daroff. Dari penelitian tersebut didapatkan hilangnya gejala vertigo posisional dan nistagmus setelah manuver Dix Hallpike pada 64% penderita VPPJ dengan latihan modifikasi manuver Epley. Tanimoto dkk12 meneliti 40 subjek yang mendapat latihan modifikasi manuver Epley dan 36 subyek (90%) di antaranya sudah ditemukan vertigo saat diberikan manuver Dix-Hallpike, kemudian 35 subjek (88%) setelah terapi MME keluhan vertigo menghilang dengan manuver Dix-Hallpike. (Widjajalaksmi K, 2015). 8

11 Perbedaan VertigoSetelah Dilakukan Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi Manuver Epley Penelitian ini membandingkan terapi Reposisi Kanalit dan Modifikasi Manuver epley pada pasien yang mengalami vertigo setelah pemberian terapi reposisi kanalit dengan mean = 8,00 dan SD = 120,00 terapi modifikasi manuver epley dengan mean = 23,00 dan SD = 345,00 dengan p value 0,000 Uji mann-whitney menunjukkan ada perbedaan terapi reposisi kanalit dan terapi modifikasi manuver epley terhadap vertigo. Terapi reposisi kanalit (canalith repositioning treatment/crt) adalah terapi standar untuk vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Sebagian besar vertigo yang di jumpai oleh ahli THT merupakan penyakit yang dikenal dengan nama vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Lesi pada VPPJ terletak pada labirin, sehingga ahli THT berperan besar dalam diagnosis dan tatalaksana pasien VPPJ. Penegakkan diagnosis VPPJ memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Patofisiologi VPPJ yang banyak dianut saat ini adalah teori canalithiasis. Teori ini menduga adanya debris otokonia yang lepas dari membran otolith di utrikulus dan masuk ke kanalis semisirkularis. Debris yang disebut juga kanalit ini akan mengganggu fungsi kupula sebagai organ detektor perubahan. (Rully Ferdiansyah, 2006). posisi kepala dan mengirimkan impuls yang salah ke otak, akibatnya terjadi vertigo. Kanalit paling sering terjadi di kanalis semisirkularis posterior. Terapi untuk VPPJ pada kanalis semisirkularis posterior dan anterior adalah perasat prosedur reposisi kanalit/ canalith repositioning procedure (CRP) menurut Epley dan perasat liberatory menurut Semont.3 Perasat Epley merupakan terapi yang banyak dipakai di berbagai negara, termasuk di Departemen THT FKUI- RSCM Jakarta. Perasat Epley telah mengalami modifikasi berupa tidak digunakannya vibrator. Modifikasi seperti ini dikenal dengan istilah terapi reposisi kanalit/canalith repositioning treatment (CRT). (Rully Ferdiansyah, 2006). Modifikasi Manuver Epley (MME) merupakan rehabilitasi vestibular sebagai terapi latihan mandiri di rumah bagi penderita Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ) yang menggunakan sistem sensori terintegrasi. Latihan Modified Epley Manuver dikembangkan oleh Radtke11 sebagai suatu latihan mandiri yang memodifikasi posisi. Terapi reposisi kanalit yang diperkenalkan oleh JM Epley kemudian dibandingkan dengan latihan Brandt Daroff. Dari penelitian 9

12 tersebut didapatkan hilangnya gejala vertigo posisional dan nistagmus setelah manuver Dix Hallpike pada 64% penderita VPPJ dengan latihan modifikasi manuver Epley. Tanimoto dkk12 meneliti 40 subjek yang mendapat latihan modifikasi manuver Epley dan 36 subyek (90%) di antaranya sudah ditemukan vertigo saat diberikan manuver Dix-Hallpike, kemudian 35 subjek (88%) setelah terapi MME keluhan vertigo menghilang dengan manuver Dix- Hallpike. (Widjajalaksmi K, 2015). Simpulan Karakteristik responden mayoritas tahun sebanyak 56,67%, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan 76,67% dan laki-laki 23,33% Vertigo Sebelum Dan Setelah dilakukan terapi Reposisi Kanalit ada perbedaan skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan Terapi Reposisi Kanalit dengan skor sebelum diberi terapi 12 sebanyak 100% dan setelah diberi terapi < 12 sebanyak 100% jadi vertigo mengalami penurunan setelah diberi terapi reposisi kanalit. Vertigo Sebelum Dan Setelah dilakukan terapi Modifikasi Manuver Epleyada perbedaan skala vertigo sebelum dan setelah dilakukan Terapi Modifikasi Manuver Epleydengan skor sebelum diberi terapi 12 sebanyak 100% dan setelah diberi terapi 4 sebanyak 26,67% Analisis Perbedaan Vertigo Setelah Dilakukan Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi Manuver Epley. Uji mann-whitney menunjukkan ada perbedaan terapi reposisi kanalit dan terapi modifikasi manuver epley terhadap vertigo dengan p value 0,000. Saran Bagi Pelayanan Keperawatan a. Mengembangkan program seminar dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien vertigo yang mendapatkan perawatan di ruang anyelir sesuai perkembangan penelitian jurnal terbaru. b. Menerapkan standar operasional prosedur (SOP) dalam pemberian terapi pada pasien vertigo. BagiInstitusi Pendidikan Penelitian ini dapat dijadikan kajian mahasiswa tentang perbedaan pengaruh terapi reposisi kanalit dan modifikasi manuver epley terhadap vertigo posisi paroksimal jinak. Bagi Peneliti Selanjutnya Perlunya penelitian lebih lanjut dengan metode yang berbeda yaitu tentang relaksasi untuk penurunan vertigo dan menambah variabel yang berbeda. 10

13 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi.(2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi 2010), Rineka Cipta, Jakarta. Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice Guideline : Benign Paroxymal Positiona Vertigo. Otolaryngology-Head And Neck Surgery. 2008:139:S47-S81 Dewi, Ida N (2009). VERTIGO, Penanganan Dan Terapi Rehabilitasi, di akses6 Oktober 2013 jam Fransisca, Kristiana (2013). Awas! Sakit Kepala Jangan Dianggap Sepele.Cetakan 2. Cerdas Sehat. Jakarta. Hidayat, A A.(2007) Metode Penelitian Kepemberi Informasian Dan Teknik Analisa Data,Salemba Medika, Jakarta. Israr, Y. A(2008) vertigo. Diakses 9 November 2013, jam Joesoef. A.A Etiologi dan Patofisiologi Vertigo. Dalam: Leksmono P., Mohammad Saiful Islam, dkk (eds). Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Nyeri Kepala, Nyeri, & Vertigo. Surabaya: Airlangga University Press, Pp: Nasir. A, Abdul Muhith, M.E Ideputri 2011, Metodologi Penelitian Kesehatan, edisi 1, Nuha Medika, Yogyakarta. Neuhauser H, Radtke A, Von Brevem M, Lezius F, Feldmann M, Lempert T (2008) Burden Of Dizziness And Vertigo In The Community. Arch Int Med 168: Notoadmodjo, Soekidjo.(2012). Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta Novitasari Stress kerja. Diakses 20 mei 2014 Nursalam. (2013). Konsep & Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Kepemberi Informasian Pedoman Skripsi, Tesis & Instrumen Penelitian Kepemberi Informasian,Salemba, Medika, Jakarta. Riwidikdo, H Statistik Kesehatan Dan Aplikasi SPSS Dalam Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rohima Press. Rully. Ferdiansyah(2006). Evaluasi Pasien Vertigo Posisi Paroksimal Jinak Dengan Terapi Reposisi Kanalitdan Latihan Brandt Daroff, Jakarta, Indonesia. Sugiono.(2013). MetodePenelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Eds.19, Alfabeta, Bandung Wahyudi. (2012). Vertigo, Kupiya Timbul. Vol. 39 no. 10, hal Wahyudi, Nugroho Keperawatan Gerontik Dan Geriatrik. Jakarta. EGC Widjajalaksmi, Kusumanigngsih(2015). Pengaruh Latihan Brandt Daroff Dan Modifikasi Manuver Epley Pada Vertigo Posisi Paroksimal Jinak, Jakarta. Wilhelmsen, Kjersti et al Psychometric Properties Of The Vertigo Symptom Scale Short Form. BMC Ear, Nose, and Throat Disorders. 8:2. Wiranita, H. A (2010) Hubungan Antara Otitis Media Supuratif Kronis Dengan Terjadinya Vertigo Di RSUD Dr.Moewardi Surakarta FIK UNS 11

14 Wreksoatmodjo, Budi Riyanto (2006). Vertigo: aspek neurologi. Cermin Dunia Kedokteran No. 144, hal

BAB I PENDAHULUAN. Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo

BAB I PENDAHULUAN. Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Vertigo adalah suatu gejala atau perasaan dimana seseorang atau benda

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Vertigo adalah suatu gejala atau perasaan dimana seseorang atau benda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vertigo merupakan suatu fenomena yang terkadang sering ditemui di masyarakat. Vertigo adalah suatu gejala atau perasaan dimana seseorang atau benda di sekitarnya seolah-olah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang

BAB I PENDAHULUAN. igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia ( Depkes, 2015). Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia ( Depkes, 2015). Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak di dunia ( Depkes, 2015). Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mendambakan untuk dapat memiliki hidup yang sehat, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mendambakan untuk dapat memiliki hidup yang sehat, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang mendambakan untuk dapat memiliki hidup yang sehat, sehingga dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-harinya dengan baik. Karena tanpa kesehatan yang

Lebih terperinci

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2)

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2) Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Vertigo di Klinik Sinergy Mind Health Surakarta Krisnanda Aditya Pradana 1), Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep 2) dan Ns. Rufaida Nur Fitriana, S.Kep 2) 1) Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak disebabkan kerusakan di dalam otak. Namun, dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tidak disebabkan kerusakan di dalam otak. Namun, dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vertigo merupakan salah satu gangguan yang paling sering dialami dan menjadi masalah bagi sebagian besar manusia. Umumnya keluhan vertigo menyerang sebentar saja;

Lebih terperinci

Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi reposisi kanalit dan latihan Brandt Daroff

Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi reposisi kanalit dan latihan Brandt Daroff Laporan Penelitian Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi reposisi kanalit dan latihan Brandt Daroff Rully Ferdiansyah, Brastho Bramantyo, Widayat Alviandi, Jenny Bashiruddin Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH BRANDT DAROFF EXERCISE TERHADAP KELUHAN PUSING PADA LANJUT USIA DENGAN VERTIGO SKRIPSI

PENGARUH BRANDT DAROFF EXERCISE TERHADAP KELUHAN PUSING PADA LANJUT USIA DENGAN VERTIGO SKRIPSI PENGARUH BRANDT DAROFF EXERCISE TERHADAP KELUHAN PUSING PADA LANJUT USIA DENGAN VERTIGO SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Fisioterapi Fakultas

Lebih terperinci

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Clinical Science Session BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Oleh : Yossa Tamia Marisa 04923018 Andi Putranata 04120 J. Haridas 0512 Pembimbing : Dr. Novialdi Nukman, SpTHT-KL BAGIAN ILMU PENYAKIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Massage adalah suatu cara penyembuhan yang menggunakan gerakan tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan memperbaiki sirkulasi,

Lebih terperinci

Pengaruh latihan Brandt Daroff dan modifikasi manuver Epley pada vertigo posisi paroksismal jinak

Pengaruh latihan Brandt Daroff dan modifikasi manuver Epley pada vertigo posisi paroksismal jinak ORLI Vol. 45 No. 1 Tahun 215 Laporan Penelitian pada vertigo posisi paroksismal jinak Widjajalaksmi Kusumaningsih*, Andy Ardhana Mamahit**, Jenny Bashiruddin***, Widayat Alviandi***, Retno Asti Werdhani****

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH BRANDT DAROFF DAN MANUVER EPLEY TERHADAP PENINGKATAN FUNGSIONAL PADA VERTIGO NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN PENGARUH BRANDT DAROFF DAN MANUVER EPLEY TERHADAP PENINGKATAN FUNGSIONAL PADA VERTIGO NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN PENGARUH BRANDT DAROFF DAN MANUVER EPLEY TERHADAP PENINGKATAN FUNGSIONAL PADA VERTIGO NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Nama : Kurniati Nim : 201310301026 PROGRAM STUDI FISIOTERAPI S1 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Menurut Abdulbar Hamid dalam

BAB I PENDAHULUAN. nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Menurut Abdulbar Hamid dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo menduduki peringkat ketiga sebagai keluhan terbanyak setelah nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Menurut Abdulbar Hamid dalam presentasinya di The 3rd

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah nyeri kepala (Migren) dan low back pain menurut Abdulbar Hamid dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah nyeri kepala (Migren) dan low back pain menurut Abdulbar Hamid dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi ruang dimana perasaan dirinya bergerak berputar atau bergelombang terhadap ruang disekitarnya (Vertigo Subjektif) atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vertigo merupakan adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Putu Prida Purnamasari Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Gumarang Malau, 2 Johannes 1 Akademi Keperawatan Prima Jambi 2 STIKes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. umum dan spesialis yang memeriksa seringkali memiliki pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. umum dan spesialis yang memeriksa seringkali memiliki pengetahuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo merupakan masalah kesehatan yang nyata pada masyarakat. Pasien mangalami kesulitan dalam mengungkapkan timbulnya gejala. Dokter umum dan spesialis yang memeriksa

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Serangan Pertama Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) di Polisaraf RSUD Al-Ihsan Bandung Periode 2016 Muhammad

Lebih terperinci

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Oleh : Nur Amalina Binti Mohamad Yusof C111 11 882 Pembimbing Supervisor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke sebagaimana pernyataan Iskandar (2004) Stroke sering menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, ekonomi, dan sosial, serta membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama kematian dan disabilitas permanen pada usia dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisilogis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Banyak kelainan atau penyakit

BAB I PENDAHULUAN. fisilogis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Banyak kelainan atau penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara urutan ke-4 dengan jumlah lansia paling banyak sesudah Cina, India dan USA. Peningkatan jumlah lansia di negara maju relatif lebih cepat

Lebih terperinci

Pengaruh Pendidikan Kesehatan 1

Pengaruh Pendidikan Kesehatan 1 PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIPERTENSI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS DEMANGAN KOTA MADIUN Hariyadi,S.Kp.,M.Pd (Prodi Keperawatan) Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi, manusia modern semakin menemukan sebuah ketidak berjarakan yang membuat belahan

Lebih terperinci

Priyoto Dosen S1 Keperawatan STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK

Priyoto Dosen S1 Keperawatan STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK PERBEDAAN TINGKAT STRES PADA LANSIA YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA DI DESA TEBON KECAMATAN BARAT KABUPATEN MAGETAN DAN DI UPT PSLU (PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA) KECAMATAN SELOSARI KABUPATEN MAGETAN Priyoto

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Fadhil Al Mahdi STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin *korespondensi

Lebih terperinci

V E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru

V E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru V E R T I G O Author : Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 Avaliable in : Files of DrsMed FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)

Lebih terperinci

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia. PERBEDAAN TEKANAN DARAH SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT PADA LANSIA DI UPT PANTI SOSIAL PENYANTUNAN LANJUT USIA BUDI AGUNG KUPANG Yasinta Asana,c*, Maria Sambriongb, dan Angela M. Gatumc

Lebih terperinci

Evangeline Hutabarat dan Wiwin Wintarsih. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian nomor 1 dinegaranegara

Evangeline Hutabarat dan Wiwin Wintarsih. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian nomor 1 dinegaranegara GAMBARAN STRES PSIKOLOGIS SEBAGAI PENCETUS SERANGAN ULANG NYERI DADA PADA KLIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN KARAKTERISTIK DI RUANG PERAWATAN VIII RS. DUSTIRA CIMAHI Evangeline Hutabarat dan Wiwin

Lebih terperinci

[Jurnal Florence] Vol. VII No. 1 Januari 2014

[Jurnal Florence] Vol. VII No. 1 Januari 2014 PENGARUH SMALL GROUP DISCUSSION TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG DISMENORE PADA SISWI SMPN I DOLOPO Hery Ernawati Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo Abstrak. Sebagai wanita pada saat

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI Muhammad Mudzakkir, M.Kep. Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UN PGRI Kediri muhammadmudzakkir@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Atika Threenesia 1, Rekha Nova Iyos 2 1 Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MENGGOSOK GIGI TERHADAP KEMAMPUAN MENGGOSOK GIGI PADA ANAK TK B

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MENGGOSOK GIGI TERHADAP KEMAMPUAN MENGGOSOK GIGI PADA ANAK TK B PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MENGGOSOK GIGI TERHADAP KEMAMPUAN MENGGOSOK GIGI PADA ANAK TK B Khoiro Fatim 1), Iis Suwanti 2) *Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKES Dian Husada, Email : khoirocute@gmail.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG 7 Anik Eka Purwanti *, Tri Nur Hidayati**,Agustin Syamsianah*** ABSTRAK Latar belakang:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik yang menjadi potensi dasar dan faktor lingkungan yang. hambatan pada tahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik yang menjadi potensi dasar dan faktor lingkungan yang. hambatan pada tahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan sumber daya manusia yang penting sebagai penerus bangsa yang akan datang dan memiliki ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak

Lebih terperinci

Oleh Sherli Mariance Sari Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang

Oleh Sherli Mariance Sari Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang pp PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNANTEKANANDARAH PADA LANSIA PENDERITAHIPERTENSIDI PANTISOSIAL WARGA TAMA INDRALAYA TAHUN 2014 Oleh Sherli Mariance Sari Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM DISMENORE TERHADAP PENURUNAN DISMENORE PADA REMAJA PUTRI DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN PATI

PENGARUH SENAM DISMENORE TERHADAP PENURUNAN DISMENORE PADA REMAJA PUTRI DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN PATI PENGARUH SENAM DISMENORE TERHADAP PENURUNAN DISMENORE PADA REMAJA PUTRI DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN PATI Rofli Marlinda *)Rosalina, S.Kp.,M.Kes **), Puji Purwaningsih, S.Kep., Ns **) *) Mahasiswa PSIK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo) 2.1.1. Definisi Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Partisipan Penelitian Partisipan pada penelitian ini yaitu para lanjut usia (lansia) yang ada di Panti Wredha Salib Putih Salatiga sebagai kelompok

Lebih terperinci

Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Diagnosis and Management of Vertigo

Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Diagnosis and Management of Vertigo Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo Melly Setiawati 1, Susianti 2 1 Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Vertigo merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe merupakan Rumah Sakit Umum (RSU) terbesar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi alam dan masyarakat yang sangat kompleks, menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi alam dan masyarakat yang sangat kompleks, menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi alam dan masyarakat yang sangat kompleks, menyebabkan munculnya berbagai masalah kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. intervensi diberikan pretest tentang pengetahuan stroke dan setelah

BAB III METODE PENELITIAN. intervensi diberikan pretest tentang pengetahuan stroke dan setelah BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian Quasy Experiment dengan menggunakan rancangan penelitian pretest-posttest with

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

Keluhan & gejala gangguan keseimbangan

Keluhan & gejala gangguan keseimbangan FISIOLOGI KLINIS SISTEM KESEIMBANGAN Devira Zahara DEPARTEMEN THT-KL FK USU / RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN Keluhan & gejala gangguan keseimbangan adanya rasa goyang (unsteadiness) rasa goyang setelah gerakan

Lebih terperinci

Heni Hirawati P, Masruroh, Yeni Okta Triwijayanti ABSTRAK

Heni Hirawati P, Masruroh, Yeni Okta Triwijayanti ABSTRAK PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN ALAT GENETALIA DI SMA NEGERI 1 UNGARAN ABSTRAK Remaja putri

Lebih terperinci

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN PADA NY. R DENGAN VERTIGO DI RUANG BOUGENVIL RS PANTI WALUYO SURAKARTA

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN PADA NY. R DENGAN VERTIGO DI RUANG BOUGENVIL RS PANTI WALUYO SURAKARTA STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN PADA NY. R DENGAN VERTIGO DI RUANG BOUGENVIL RS PANTI WALUYO SURAKARTA DISUSUN OLEH : ELYSABETH NOVITA SARI NIM. P.09018 PROGRAM STUDI DIII

Lebih terperinci

BAHAN AJAR VERTIGO. Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS

BAHAN AJAR VERTIGO. Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS BAHAN AJAR VERTIGO Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS Standar Kompetensi : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran Kompetensi Dasar : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada

Lebih terperinci

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo Definisi Vertigo Vertigo adalah perasaan yang abnormal mengenai adanya gerakan penderita terhadap lingkungan sekitarnya atau lingkungan sekitar terhadap penderita, dengan gambaran tiba-tiba semua terasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang belum terselesaikan. Disisi lain juga telah terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang belum terselesaikan. Disisi lain juga telah terjadi peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi ini masalah kesejahteraan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada situasi beban ganda, dimana pada satu sisi penyakit menular masih merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai dengan hilangnya sirkulasi darah ke otak secara tiba-tiba, sehingga dapat mengakibatkan terganggunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup dan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I. gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1

BAB I. gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Nyeri punggung bawah (NPB) adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1 NPB merupakan penyebab tersering

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK LANJUT USIA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DI KELURAHAN SRIWIDARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPELANG KOTA SUKABUMI

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK LANJUT USIA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DI KELURAHAN SRIWIDARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPELANG KOTA SUKABUMI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK LANJUT USIA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DI KELURAHAN SRIWIDARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPELANG KOTA SUKABUMI Iwan Permana, Anita Nurhayati Iwantatat73@gmail.com

Lebih terperinci

PENGARUH RENDAM KAKI MENGGUNAKAN AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA BENDUNGAN KECAMATAN KRATON PASURUAN

PENGARUH RENDAM KAKI MENGGUNAKAN AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA BENDUNGAN KECAMATAN KRATON PASURUAN PENGARUH RENDAM KAKI MENGGUNAKAN AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA BENDUNGAN KECAMATAN KRATON PASURUAN Intan Pratika M *) Abstrak Desain penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga Telinga merupakan salah satu pancaindra yang berfungsi sebagai alat pendengaran dan keseimbangan yang letaknya berada di lateral kepala. Masingmasing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh melampaui batas normal yang kemudian dapat menyerang semua

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh melampaui batas normal yang kemudian dapat menyerang semua digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui batas normal yang kemudian dapat menyerang semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling berkaitan. Proses menua dapat diartikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal,

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA

PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA Dedy Arif Abdillah 1), Happy Indri Hapsari 2), Sunardi 3) 1) Mahasiswa SI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data statistik organisasi WHO tahun 2011 menyebutkan Indonesia menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak setelah Amerika Serikat, China, India.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya BAB 1 PENDAHULUAN A.LATARBELAKANG Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Belajar

Lebih terperinci

Oleh. Lila Fauzi, Anita Istiningtyas 1, Ika Subekti Wulandari 2. Abstrak

Oleh. Lila Fauzi, Anita Istiningtyas 1, Ika Subekti Wulandari 2. Abstrak PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 FAKTOR FAKTOR INTRINSIK YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI PERAWAT DALAM PENANGANAN PASIEN CEDERA KEPALA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KARANGANYAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata umur

BAB I PENDAHULUAN. telah meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata umur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam bidang peningkatan dan pencegahan penyakit telah meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata umur harapan hidup meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKATAN NYERI DISMENORE DENGAN PERLAKUAN KOMPRES HANGAT PADA MAHASISWI DI STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN. Fifi Hartaningsih, Lilin Turlina

PERBEDAAN TINGKATAN NYERI DISMENORE DENGAN PERLAKUAN KOMPRES HANGAT PADA MAHASISWI DI STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN. Fifi Hartaningsih, Lilin Turlina PERBEDAAN TINGKATAN NYERI DISMENORE DENGAN PERLAKUAN KOMPRES HANGAT PADA MAHASISWI DI STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN Fifi Hartaningsih, Lilin Turlina Korespondensi: Lilin Turlina, d/a : STIKes Muhammadiyah

Lebih terperinci

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)-STIMULASI SENSORI TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA PASURUAN BERLOKASI DI BABAT KABUPATEN LAMONGAN Arifal Aris Dosen Prodi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014 1 Gumarang, 2 Gita 1,2 Akademi Keperawatan Prima Jambi Korespondensi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak

Lebih terperinci

STABILITAS TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI WERDHA MOJOPAHIT KABUPATEN MOJOKERTO. Abdul Muhith *) Abstrak

STABILITAS TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI WERDHA MOJOPAHIT KABUPATEN MOJOKERTO. Abdul Muhith *) Abstrak STABILITAS TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI WERDHA MOJOPAHIT KABUPATEN MOJOKERTO Abdul Muhith *) Abstrak Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dengan stabilitas tekanan darah. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Lansia mengalami proses menua (aging process) secara alami yang tidak dapat dihindari (Hawari, 2007). Namun pengaruh proses menua sering menimbulkan bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten terhadap kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kepekaan, ketelitian, serta ketekunan. Pada pelaksanaan PBP

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kepekaan, ketelitian, serta ketekunan. Pada pelaksanaan PBP BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan kesehatan tidak terlepas dari pembelajaran praktik bagi mahasiswa. Ketika pembelajaran praktik, mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat praktek dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa tidak

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014 PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh: Tresna Komalasari ABSTRAK Teknik relaksasi dengan

Lebih terperinci

PERBEDAAN TERAPI IMAJINASI TERPIMPIN DENGAN MENDENGARKAN MUSIK KERONCONG TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN POST

PERBEDAAN TERAPI IMAJINASI TERPIMPIN DENGAN MENDENGARKAN MUSIK KERONCONG TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN POST PERBEDAAN TERAPI IMAJINASI TERPIMPIN DENGAN MENDENGARKAN MUSIK KERONCONG TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN POST OPERASI HERNIA DI RSUD WILAYAH KABUPATEN PEKALONGAN Skripsi DIAN APRIANTO NIM : 08.0263.S

Lebih terperinci

EFFECT OF GYMNASTICS VERTIGO ( CANALIT REPOSITION TREATMENT ) TO BALANCE OF BODY IN PATIENTS VERTIGO

EFFECT OF GYMNASTICS VERTIGO ( CANALIT REPOSITION TREATMENT ) TO BALANCE OF BODY IN PATIENTS VERTIGO EFFECT OF GYMNASTICS VERTIGO ( CANALIT REPOSITION TREATMENT ) TO BALANCE OF BODY IN PATIENTS VERTIGO Eni Sumarliyah S.Kep.Ns,M.Kes¹, Suyatno Hadi Saputro S.Kep.Ns,M.Ked.Trop² Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis VII. Gejala tampak pada wajah, jika berbicara atau berekspresi maka salah satu sudut wajah tidak ada

Lebih terperinci

PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT TUBERCULOSIS PARU

PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT TUBERCULOSIS PARU PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT TUBERCULOSIS PARU Siti Sarifah 1, Norma Andriyani 2 Prodi D III Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta sitis88@gmail.com Abstrak Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA 1 Yasinta Ema Soke, 2 Mohamad Judha, 3 Tia Amestiasih INTISARI Latar Belakang:

Lebih terperinci

Oleh : Yuyun Wahyu Indah Indriyani ABSTRAK

Oleh : Yuyun Wahyu Indah Indriyani ABSTRAK PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG TUMBUH KEMBANG DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Oleh : Yuyun Wahyu Indah Indriyani ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang beralamat di Jalan Kolonel

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Padukuhan Kasihan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker serviks semakin hari menjadi salah satu penyakit yang semakin meresahkan manusia. Kanker diperkirakan menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB 2 NYERI KEPALA. B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

BAB 2 NYERI KEPALA. B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda BAB 2 NYERI KEPALA A. Tujuan pembelajaran Dokter muda mampu : 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien nyeri kepala. 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala nyeri kepala. 3. Mengklasifikasikan nyeri kepala.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ditandai oleh penduduk dunia yang mengalami pergeseran pola pekerjaan dan aktivitas. Dari yang sebelumnya memiliki pola kehidupan agraris berubah menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan dan perkembangan suatu negara telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan dan perkembangan suatu negara telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pembangunan dan perkembangan suatu negara telah memberikan dampak yang besar pada masyarakat, tidak terkecuali di Indonesia. Dampak tersebut telah mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis penelitian

Lebih terperinci

asuhan keperawatan Tinnitus

asuhan keperawatan Tinnitus asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya

Lebih terperinci