SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR KDD-1 DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR KDD-1 DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH"

Transkripsi

1 SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR KDD-1 DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH Dudi Hermawan, Santia Ardi Mustofa, Dedi Jukardi, Yuanno Rezky Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara administratif daerah panas bumi Kadidia termasuk dalam wilayah Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Sumur landaian suhu KDD-1 terletak pada koordinat mt dan mu dengan elevasi 632 m di atas permukaan laut. Litologi penyusun sumur KDD-1 sampai kedalaman akhir (703,85 m) merupakan produk dari aktivitas sedimentasi pada zona depresi Kadidia berupa konglomerat, batupasir, batulempung, dan breksi. Pada umumnya batuan telah mengalami ubahan dengan intensitas lemah sampai sedang yang dicirikan oleh ubahan hasil proses argilitisasi, oksidasi, dan silisifikasi. Mineral ubahan tersebut dikelompokkan termasuk ke dalam jenis argilik dan subpropilitik yang berfungsi sebagai lapisan penudung (clay cap) pada sistem panas bumi Kadidia. Zona hilang sirkulasi (TLC dan PLC) teramati pada beberapa interval kedalaman mulai dari kedalaman 109,45 m sampai kedalaman akhir yang mengindikasikan bahwa sumur KDD- 1 terletak pada zona rekahan yang intensif. Dijumpainya influx air panas (pada interval kedalaman 293,25 m s.d. 302,25 m, dan 347,25 m s.d. 352,85 m), serta influx air dingin (interval kedalaman 500,25 m s.d. 593,15 m) sangat mempengaruhi kondisi temperatur formasi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode horner plot diperoleh temperatur formasi sebesar 97 o C pada kedalaman 700 m, dengan nilai landaian suhu (thermal gradient) sebesar 12,8 o C/100 m atau sekitar 4 (empat) kali lebih besar dari gradien rata-rata bumi (± 3 C per 100 m). Jika top reservoir berada di kedalaman sekitar 1500 m (survei MT, 2012), maka perkiraan temperatur di kedalaman tersebut adalah C. PENDAHULUAN Lapangan panas bumi non vulkanik merupakan lapangan panas bumi yang belum banyak dikembangkan untuk pemanfaatan tidak langsung menjadi energi listrik. Indonesia memiliki jumlah dan potensi lapangan panas bumi non vulkanik yang layak untuk dilakukan penyelidikan maupun penelitian rinci sehingga data yang dihasilkan diharapkan bermanfaat bagi pengembangan lapangan panas bumi. Daerah panas bumi Kadidia, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, merupakan salah satu lapangan panas bumi non vulkanik yang berpotensi cukup baik dan perlu untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut, karena berdasarkan hasil penyelidikan terdahulu diketahui memiliki daerah prospek seluas 16 km 2, dengan potensi cadangan terduga cukup besar yaitu sebesar 66 MWe. Untuk membuktikan keterdapatan potensi energi panas bumi ini, maka pada tahun anggaran 2015, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan pengeboran landaian suhu di daerah prospek panas bumi Kadidia, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Maksud dari pengeboran landaian suhu Kadidia adalah untuk mengetahui serta mempertegas zona prospek di lapangan panas bumi Kadidia, khususnya dalam rencana penentuan lokasi sumur eksplorasi atau sumur eksploitasi tahap berikutnya. Adapun tujuannya adalah

2 untuk mendapatkan data-data bawah permukaan (sub surface) yang meliputi landaian suhu (thermal gradient), litologi, mineral ubahan, intensitas, dan tipe ubahan, serta sebagai pembuktian dari hasil penyelidikan terpadu sebelumnya Secara administratif daerah panas bumi Kadidia termasuk dalam wilayah Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Sumur landaian suhu KDD-1 terletak pada koordinat mt dan mu dengan elevasi sekitar 632 m di atas permukaan laut. (Gambar 1). OPERASI PENGEBORAN Operasi pengeboran landaian suhu KDD-1 dilakukan dalam beberapa trayek/tahapan, yaitu trayek selubung 6, trayek selubung 4, trayek HQ, dan trayek open hole. Operasi pengeboran menggunakan tricone bit ukuran 7 5/8, 5 5/8, dan diamond bit ukuran 3 4/5, 3 (Gambar 3). Secara lebih rinci kegiatan pengeboran diuraikan seperti berikut. Trayek Selubung 6 (7 5/8 Hole) Bor formasi (non-coring) dengan menggunakan Tricone Bit (TB) ukuran 5 5/8 dari permukaan hingga kedalaman 12 m. Kondisikan lubang, masuk selubung 4 sampai kedalaman 12 m. Bor formasi (coring) dengan Diamond Bit (DB) 3 4/5 dari kedalaman 12 m s.d. 47,45 m. Cabut rangkaian selubung 4 sampai permukaan. Perbesar lubang dengan menggunakan TB 7 7/8 sampai kedalaman 47,45 m. Kondisikan lubang untuk set selubung 6. Masuk selubung 6 dari permukaan hingga kedalaman 43,50 m (casing shoe) dan semen selubung. Trayek Selubung 4 (5 5/8 Hole) Bor semen menggunakan DB 3 4/5 dari kedalaman 41,45 m s.d. 47,45 m. Bor formasi (coring) dengan DB 3 4/5 dari kedalaman 47,45 m s.d. 151,45 m. Perbesar lubang dengan menggunakan TB 5 5/8 dari kedalaman 47,45 m s.d. 151,45 m. Kondisikan lubang dan set selubung 4. Lakukan T Logging temperatur di kedalaman 150 m. Semen selubung. Trayek HQ (3 4/5 Hole) Bor semen menggunakan DB 3 4/5 dari kedalaman 130,80 m s.d. 154,80 m. Bor formasi (coring) dengan DB 3 4/5 dari kedalaman 154,80 m s.d. 419,25 m. Lakukan T Logging temperatur di kedalaman 417,20 m. Bor formasi (coring) dengan DB 3 4/5 dari kedalaman 419,25 m s.d. 502,15 m. Kondisikan lubang dan set casing HQ di kedalaman 502,15 m (casing shoe HQ). Trayek Open Hole 3 Bor formasi (coring) dengan DB NQ dari kedalaman 502,15 m s.d. 528,90 m. Lakukan T Logging temperatur di kedalaman 513 m. Bor formasi (coring) dengan DB NQ dari kedalaman 528,90 m s.d. 703,85 m. Lakukan T Logging temperatur di kedalaman 700,5 m. Kendala teknis yang terjadi berupa seringnya terjadi ambrukan atau runtuhan pada formasi, namun dapat diatasi dengan mengatur kekentalan lumpur pembilas dan pemasangan casing. GEOLOGI SUMUR Litologi sumur KDD-1 dari permukaan hingga kedalaman akhir (703,85 m) berdasarkan analisis megakospis dari conto inti bor disusun oleh beberapa satuan batuan (Gambar 4), antara lain: Soil, pada interval kedalaman 0 m hingga 12,0 m berwarna kuning kecoklatan, kemerahan sedikit abu-abu kehitaman. Mengandung butiran lepas yang terdiri dari detritus klastik berupa kuarsa, detritus litik andesitik, granit, diorit. Dijumpai mineral kuarsa dan mineral hitam dalam jumlah sedikit diperkirakan merupakan pecahan mineral dari batuan, dan mineral pengisi rekahan. Lapisan ini telah mengalami oksidasi kuat, sebagai

3 lapisan penutup. Batuan ini belum mengalami ubahan hidrotermal. Konglomerat (KMRT), dijumpai pada interval kedalaman 12,0 m s.d. 47,45 m, 80,45 m s.d. 109,70 m, 162,05 m s.d. 183,50 m, dan 216,35 m s.d. 277,70 m. Inti bor berwarna abu-abu, kecoklatan, kekuning-kuningan, keputih-putihan, sedikit kemerahan dan kehitaman, berukuran pasir halus sampai kerakal, sebagian besar belum kompak (lepas). Disusun oleh detritus klastik berupa kuarsa, detritus litik granit, andesit dan diorit, bentuk membulat sampai menyudut tanggung masa dasar lempung dan pasir. Batuan sebagian telah mengalami ubahan hidrotermal menjadi mineral lempung, oksida besi, kuarsa sekunder dan pirit. Di beberapa tempat dijumpai sisipan batulempung bersifat lengket (sticky). Batupasir (BPS), dijumpai pada interval kedalaman 47,45 m s.d. 80,45 m, 109,70 m s.d m berwarna abu-abu kehitaman, keputih-putihan, kehijauan, sedikit kekuning-kuningan dan kecoklatan. Berbutir halus sampai pasir kasar, bentuk membundar tanggung, kemas tertutup, terkonsolidasi dengan baik, kompak dan keras, terdiri dari detritus klastik kuarsa, mineral hitam, detritus litik berkomposisi andesit, diorit dan fosil tumbuhan. Di beberapa tempat tampak struktur cross lamination, dan indikasi sesar. Batulempung (BLP), dijumpai pada interval kedalaman 183,5 m s.d. 191 m, 197,45 m s.d. 200,45 m dan banyak dijumpai sebagai sisipan pada satuan breksi dan konglomerat. Inti bor berwarna abu-abu kehitaman, sedikit keputihan, ukuran lempung, kompak, terdapat fosil tumbuhan, terubah lemah menjadi lempung, sticky clay 10%. Batupasir dengan sisipan batulempung (BPSL), dijumpai pada interval kedalaman 200,45 m s.d. 216,35 m, 376,75 m s.d. 395,25 dan 489,5 m s.d. 524,30 m. Inti bor berwarna abu-abu kehitaman, kecoklatan, ukuran butir lempung-pasir sedang, bentuk butir membundar, kemas tertutup, kompak, tampak ada laminasi sejajar, fragmen tersusun atas kuarsa, litik, matrik lempung, bersifat sticky clay. Batulempung sebagai sisipan berwarna hitam, karbonan. Batupasir kuarsa (BPSK), dijumpai pada interval kedalaman 277,7 m s.d. 376,75 m. Inti bor bor berwarna abu-abu kehitaman kehijauan, ukuran butir pasir halus-sedang, bentuk butir membundar tanggung-membundar, kemas tertutup, agak kompak, fragmen tersusun atas kuarsa, litik. Terdapat sisipan konglomerat dan ada laminasi sejajar. Batuan terubah lemah menjadi mineral lempung dan oksida besi, bersifat sticky clay. Perselingan konglomerat dengan batupasir dan batulempung (PKPL), dijumpai pada interval kedalaman 446,25 m s.d. 489,5 m. Inti bor konglomerat berwarna abu-abu, ukuran butir pasir sedang-kerakal, kemas terbuka, pemilahan buruk, bentuk butir membundar tanggung, kompak, fragmen polimik litik (granit, batupasir), kuarsa, feldspar, graded bedding. Batupasir berwarna abu-abu, ukuran butir pasir kasar-pasir sedang, kemas tertutup, pemilahan sedang, bentuk butir membundar tanggung, friable, fragmen tersusun atas kuarsa, litik (granit, batupasir), felspar, sedikit biotit, graded bedding. Batulempung berwarna hitam, ukuran butir lempung, laminasi silang siur, laminasi sejajar Perselingan breksi dengan batupasir dan batulempung (PBSL), dijumpai pada interval kedalaman 524,30 m s.d. 590,30 m. Inti bor breksi berwarna abu-abu-kehijauan-keputihan, sedikit kehitaman dan sedikit kecoklatan, ukuran butir pasir sedang-berangkal, kemas terbuka, pemilahan buruk, bentuk butir menyudut-menyudut tanggung, kompak, fragmen polimik litik (granit, andesit), kuarsa, felspar, graded bedding, terubah sedang-kuat, urat kuarsa, mineral

4 lempung, terhancurkan di beberapa tempat. Breksi (BX), dijumpai pada interval kedalaman 590,30 m s.d. 703,85 m. Inti bor breksi berwarna abu-abu-kecoklatankeputih-putihan, sedikit kehitaman kehijauan, ukuran butir pasir sedangberangkal, kemas terbuka, pemilahan buruk, bentuk butir menyudut-menyudut tanggung, kompak, fragmen polimik litik (granit, andesit, kuarsa, feldspar, graded bedding, terubah sedang-kuat, urat kuarsa, mineral lempung, oksida besi, terhancurkan di beberapa tempat, matriks pasir sedang-kasar, pecahan granit, kuarsa. Litologi sumur KDD-1 mulai dari kedalaman 12,0 m s.d. 703,85 m telah mengalami ubahan hidrotermal dengan intensitas ubahan lemah sampai sedang (SM/TM = %) oleh proses ubahan argilitisasi, oksidasi, dan silisifikasi. Mineral-mineral ubahan tersebut didominasi oleh mineral lempung berjenis montmorilonit (smectite group) dan ilit, klorit, serta zeolit. Beberapa conto batuan dari sumur KDD-1 dianalisis di laboratorium untuk mengukur sifat fisik batuan yang terdiri dari analisis porositas, permeabilitas, konduktivitas panas, dan densitas batuan. Hasil analisis menunjukkan nilai porositas berkisar antara 5,69 % hingga 44,89 %, permeabilitas berkisar antara 0,00009 mdarcy hingga 25,42510 mdarcy, konduktivitas panas berkisar antara 1,10 2,35 W/mK, dan densitas berkisar antara 2,1 (BV/g/cm3) hingga 2,8 (BV/g/cm3). Nilai konduktivitas panas dan densitas batuan akan digunakan dalam koreksi temperatur formasi menggunakan metode Horner Plot. Kehadiran struktur geologi pada sumur pengeboran panas bumi dapat ditafsirkan dari beberapa ciri struktur seperti sifat fisik batuan (milonitisasi dan rekahan) yang dikombinasikan dengan data pengeboran seperti adanya hilang sirkulasi (total/sebagian) dan terjadinya drilling break. Selama kegiatan pengeboran, telah terjadi hilang sirkulasi total (TLC) di kedalaman 109,45 m s.d. 110,45 m, selanjutnya hilang sirkulasi sebagian (PLC) sebesar 40 lpm pada interval kedalaman 110,45 m s.d. 113,45 m dan pada interval kedalaman 113,45 m s.d. 154,80 m sebesar 15 lpm. Pada interval kedalaman 238,45 m s.d. 251,45 m terjadi PLC sebesar 20 s.d. 30 lpm, dan pada interval kedalaman 583,75 m s.d. 703,85 m terjadi PLC sebesar 10 lpm. Sumur landaian suhu KDD-1 dari permukaan sampai kedalaman 703,85 m, umumnya disusun oleh batuan yang belum terkompakkan dan batuan keras yang memiliki kekar-kekar dan/atau rekahanrekahan pada interval kedalaman 109 m s.d. 154,80 m, dan terutama pada interval kedalaman 502,25 m s.d. 703,85 m, sehingga mudah terjadi runtuhan (caving). Dari data-data tersebut di atas terlihat bahwa sumur KDD-1 terletak pada zona struktur yang intensif. Hasil pengukuran temperatur lumpur masuk (Tin) dan temperatur keluar (Tout) sumur KDD-1 dari permukaan sampai kedalaman akhir (703,85 m) berkisar antara Tin sebesar 21,8 C s.d. 36,6 C dan Tout sebesar 23,7 C s.d. 38,5 C, dengan selisih temperatur masuk dan keluar sebesar 0,1 6 C. Hasil analisis batuan secara megakospis dan beberapa parameter bor disajikan dalam Composite Log pada Gambar 4. LOGGING TEMPERATUR Pengukuran logging temperatur pada lubang sumur bor KDD-1 dilakukan pada kedalaman 150 m, 417,2 m, 513 m dan kedalaman 700,50 m. Pengukuran logging temperatur menunjukkan temperatur terukur di kedalaman 150 m sebesar 26,2 o C, dengan temperatur rendam maksimum sebesar 27,3 o C, di kedalaman 417,2 m temperatur

5 terukur sebesar 81,5 o C, dengan temperatur rendam maksimum sebesar 83,4 o C, di kedalaman 513 m temperatur terukur sebesar 87 o C, dengan temperatur rendam maksimum sebesar 87,2 o C, di kedalaman 700,50 m temperatur sebesar 87,2 o C, dengan temperatur rendam maksimum sebesar 91,3 o C. Hasil pengukuran temperatur sumur KDD-1 dapat dilihat pada Gambar 5. Selama kegiatan pengeboran terjadi beberapa kali aliran air dari kedalaman (influx) baik itu influx air panas maupun influx air dingin. Influx air panas dijumpai pada interval kedalaman 293,25 m s.d. 302,25 m dan pada interval kedalaman 347,25 m s.d. 352,85 m. Influx air dingin dijumpai pada interval kedalaman 502,25 m s.d. 593,15 m. Adanya influx ini sangat mempengaruhi pembacaan nilai temperatur lumpur pembilas dan temperatur sumur. PEMBAHASAN Litologi sumur landaian suhu KDD- 1 telah mengalami ubahan hidrotermal hasil proses argilitisasi, oksidasi, dan silisifikasi. Secara keseluruhan tipe ubahan didominasi tipe argilik (dicirikan oleh himpunan mineral lempung seperti smektit, ilit, dan klorit) hingga tipe sub-propilitik (dicirikan oleh himpunan mineral zeolit, yang berasosiasi dengan smektit, ilit, dan klorit), yang berfungsi sebagai batuan penudung (caprock) pada sistem panas bumi Kadidia. Mineral-mineral ubahan tersebut termasuk ke dalam jenis argilik dan subpropilitik, yang berfungsi sebagai lapisan penudung panas (clay cap) pada sistem panas bumi Kadidia. Secara umum pada sumur KDD-1 terjadi penurunan temperatur (cooling) dari kondisi paleotemperatur sebesar 100 s.d C (temperatur pembentukan mineral ubahan) ke kondisi temperatur formasi sekarang yaitu sebesar 97 0 C (pengukuran logging temperatur sumur KDD-1). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya recharge air meteorik di sumur KDD-1 pada zona rekahan yang diindikasikan oleh kehadiran mineral heulandit yang merupakan mineral kelompok zeolit yang kaya akan H 2O. Zona rekahan ini terbentuk akibat pengaruh dari keberadaan Sesar Kadidia yang terletak dekat dengan Sumur KDD-1. Hadirnya mineral-mineral ubahan dengan intensitas rendah-sedang di sumur KDD-1 hingga kedalaman akhir yang didominasi mineral lempung seperti smektit, ilit, dan klorit mendukung data survei terpadu sebelumnya, yang menunjukkan bahwa di kedalaman tersebut (500 m s.d m) lapisan batuan memiliki tahanan jenis rendah (low resistivity). Pada sumur landaian suhu KDD-1, dijumpai beberapa kali hilang sirkulasi total (TLC) maupun hilang sirkulasi sebagian (PLC). TLC dan PLC ini diduga disebabkan oleh porositas dan permeabilitas yang cukup tinggi berupa rongga antar butir, dan rekahan-rekahan batuan. Pada pengukuran logging temperatur dilakukan perhitungan dengan metode Horner Plot untuk mendapatkan harga Initial Temperature (temperatur formasi). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh nilai temperatur formasi di kedalaman 150 m sebesar 31,96 o C (Gambar 6a), di kedalaman 417 m sebesar 88,71 o C (Gambar 6b), di kedalaman 513 m sebesar 88,79 o C (Gambar 6c), dan di kedalaman 700 meter sebesar 96,87 o C (Gambar 6d). Berdasarkan temperatur formasi pada posisi kedalaman 700 m, diperoleh nilai thermal gradient (landaian suhu) sebesar 12,8 o C/100 meter (Gambar 7) atau sekitar empat (4) kali gradien rata-rata bumi (± 3 C per 100 m). Selanjutnya, jika perkiraan top reservoir di daerah panas bumi Kadidia berada di kedalaman sekitar 1500 m (hasil survei terpadu, 2012) dan gradien termal diasumsikan linier pada

6 sumur KDD-1, maka temperatur formasi di kedalaman tersebut adalah sekitar 220 o C. KESIMPULAN DAN SARAN Sumur landaian suhu KDD-1 mempunyai kedalaman akhir 703,85 m, berada di lingkungan batuan sedimen yang sebagian telah mengalami ubahan hidrotermal dengan tipe ubahan argilik sampai sub-propilitik yang berfungsi sebagai lapisan penudung (clay cap) pada sistem panas bumi Kadidia. Temperatur formasi di kedalaman akhir (700 m) sebesar 96,87 C dengan rata-rata nilai landaian suhu sebesar 12,8 o C/100 meter, dan perkiraan temperatur di kedalaman 1500 m (perkiraan top reservoir) adalah C. Hal ini menunjukkan bahwa sumur KDD-1 memiliki temperatur yang cukup tinggi, dan menarik untuk dikembangkan lebih lanjut. Untuk pengembangan daerah panas bumi Kadidia di masa mendatang, disarankan untuk melakukan pengeboran eksplorasi dengan target kedalaman 1800 m s.d m, serta pengeboran landaian suhu di beberapa titik dengan target kedalaman 500 m s.d. 750 m sehingga dapat memperoleh data isothermal bawah permukaan daerah prospek panas bumi Kadidia. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim pengeboran landaian suhu Kadidia, Dinas ESDM Kabupaten Sigi, dan seluruh instansi terkait yang telah memberikan dukungan dan bantuannya dalam kegiatan pengeboran landaian suhu sumur KDD-1. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2012, Laporan Survei Terpadu Geologi, Geokimia, dan Geofisika Daerah Panas Bumi Kadidia, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi. Anonim, 2012, Laporan Survei Magnetotelurik (MT) Daerah Panas Bumi Kadidia, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Anonim, 2013, Laporan Survei Aliran Panas Daerah Panas Bumi Kadidia, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Anonim, 2014, Laporan Survei Terpadu (Geologi, Geokimia, Geofisika) Daerah Panas Bumi Kadidia Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi. Anonim, 2014, Laporan Survei Magnetotelurik Daerah Panas Bumi Kadidia Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi. Bemmelen, van R.W., The Geology of Indonesia. Vol.I A. The Hague. Netherlands. Bixley, P.F, Introduction to Geothermal Reservoir Enginerring. Corbett, G.J., and Leach, T.M., 1998, Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems: Structure, alteration and mineralisation: Economic Geology, Special Publication 6, 238 p., Society of Economic Geologists. Grant, M.A., Donaldson, I.G., Bixley, P.F, Geothermal Reservoir Enginerring, Kingston Morrison, Important Hydrotermal Minerals and their Significance, Seventh Edition, New Zealand. Ratman, N & Atmawinata, S., Peta Geologi Lembar Mamuju, Sulawesi Skala 1: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.

7 Lokasi Gambar 1. Peta Lokasi Titik Bor Sumur Landaian Suhu KDD-1 Gambar 2. Peta Kompilasi Geosains Daerah Panas Bumi Kadidia

8 Gambar 3. Konstruksi Sumur Landaian Suhu KDD-1, Daerah Panas Bumi Kadidia

9 Gambar 4. Composite Log Sumur KDD-1, Daerah Panas Bumi Kadidida

10 KEDALAMAN (METER) Logging Temperatur Sumur KDD-1 TEMPERATUR ( 0 C) T 150 turun T 150 naik T 417 turun T 417 naik T 513 turun T 513 naik T 700 turun T 700 naik 700 Gambar 5. Grafik temperatur vs kedalaman sumur KDD-1

11 Kedalaman (m) 32 Temp( C) T*ws = 30,83 C Slope m = 6,99 C per log cycle y = -3,04ln(x) + 30,83 26 HORNER PLOT TEMPERATURE CORRECTION SUMUR KDD-1 KEDLMN 150 M K = 1,85 W/mK ρ = 2800 kg/m 3 C = 800 J/kg.K tc = 8 jam rw = 0,0714 m T = 31,96 0 C 89 Temp( C) T*ws = 87,83 C Slope m = 18,21 C per log cycle y = -7,91ln(x) + 87,83 HORNER PLOT TEMPERATURE CORRECTION SUMUR KDD-1 KEDLMN 417 M K = 1,29 W/mK ρ = 2780 kg/m 3 C = 800 J/kg.K tc = 9 jam rw = 0,046 m T = 88,71 0 C D+dT/dT Series1 Log. (Series1) D+dT/dT Series1 Log. (Series1) 90 Temp( C) 89 T*ws = 88,44 C Slope m 8,17 C per log cycle y = -3,55ln(x) + 88,44 HORNER PLOT TEMPERATURE CORRECTION SUMUR KDD-1 KEDLMN 513 M K = 1,94 W/mK ρ = 2150 kg/m 3 C = 800 J/kg.K tc = 12 jam rw = 0,046 m 98 Temp( C) T = 88,79 0 C y = -22,1ln(x) + 96,00 84 T*ws = 96,00 C Slope m 50,88 C per log cycle HORNER PLOT TEMPERATURE CORRECTION SUMUR KDD-1 KEDLMN 700 M K = 2,358 W/mK ρ = 2100 kg/m 3 C = 800 J/kg.K tc = 11 jam rw = 0,0381 m T = 96,87 0 C D+dT/dT Series1 Log. (Series1) Gambar 6. Grafik Analisis Temperatur Formasi di Kedalaman 150 m (a), 417 m (b), 513 m (c), dan 700 m (d), Dengan Metode Horner Plot 0 82 Thermal Gradient / Landaian Suhu Sumur KDD-1 27,00 Temperatur ( C) 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120, D+dT/dT Series1 Log. (Series1) , y = -7,818x + 165,2 88, , landaian suhu : 12.8 C/100m 96,87 Initial Temperature Linear (Initial Temperature) Gambar 7. Landaian Suhu (Thermal Gradient) Sumur KDD-1

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Kata kunci : Sumani, panas bumi, landaian suhu, pengeboran. ABSTRAK Lapangan panas

Lebih terperinci

LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU

LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU Oleh: Yuanno Rezky dan Robertus S.L.Simarmata Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno-Hatta No.444, Bandung SARI Satuan batuan penyusun sumur

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-2. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-2. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-2 Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SARI Sumur WSL-2 berlokasi di desa Teluk Agung dengan koordinat 365980 me dan 9478012 mn, elevasi

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1 Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SARI Sumur WSL-1 berlokasi di desa Tanjung Besar dengan koordinat 367187 me dan 9477147 mn, elevasi

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT Robertus S. L. Simarmata, Dede Iim Setiawan, Moch. Budiraharja, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

PEMBORAN SUMUR LANDAIAN SUHU MM-2, LAPANGAN PANAS BUMI MARANA, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh : Fredy Nanlohi, Z. Boegis, Dikdik R.

PEMBORAN SUMUR LANDAIAN SUHU MM-2, LAPANGAN PANAS BUMI MARANA, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh : Fredy Nanlohi, Z. Boegis, Dikdik R. PEMBORAN SUMUR LANDAIAN SUHU MM-2, LAPANGAN PANAS BUMI MARANA, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh : Fredy Nanlohi, Z. Boegis, Dikdik R. SARI Sumur MM-2 merupakan sumur kedua yang dibor pada lapangan

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. Teori Dasar Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

PENGARUH SESAR NORMAL CEUNOHOT TERHADAP LANDAIAN TEMPERATUR SUMUR JBO-1 DAN JBO-2 DI LAPANGAN PANAS BUMI JABOI, SABANG, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PENGARUH SESAR NORMAL CEUNOHOT TERHADAP LANDAIAN TEMPERATUR SUMUR JBO-1 DAN JBO-2 DI LAPANGAN PANAS BUMI JABOI, SABANG, NANGGROE ACEH DARUSSALAM SARI PENGARUH SESAR NORMAL CEUNOHOT TERHADAP LANDAIAN TEMPERATUR SUMUR JBO-1 DAN JBO-2 DI LAPANGAN PANAS BUMI JABOI, SABANG, NANGGROE ACEH DARUSSALAM Oleh: Soetoyo dan Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT Oleh : Edy Purwoto, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara administratif

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

PEMBORAN SUMUR LANDAIAN SUHU SWW-1 LAPANGAN PANAS BUMI SUWAWA KABUPATEN BONEBOLANGO - GORONTALO

PEMBORAN SUMUR LANDAIAN SUHU SWW-1 LAPANGAN PANAS BUMI SUWAWA KABUPATEN BONEBOLANGO - GORONTALO PEMBORAN SUMUR LANDAIAN SUHU SWW-1 LAPANGAN PANAS BUMI SUWAWA KABUPATEN BONEBOLANGO - GORONTALO Fredy Nanlohi, Dikdik R. Kelompok Program Penelitian Panas Bumi ABSTRAK Stratigrafi sumur tersusun oleh endapan

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

PEMBORAN LANDAIAN SUHU SUMUR JBO-1 DAN JBO-2 DAERAH PANAS BUMI JABOI, P. WEH, KOTA SABANG NAD

PEMBORAN LANDAIAN SUHU SUMUR JBO-1 DAN JBO-2 DAERAH PANAS BUMI JABOI, P. WEH, KOTA SABANG NAD PEMBORAN LANDAIAN SUHU SUMUR JBO-1 DAN JBO-2 DAERAH PANAS BUMI JABOI, P. WEH, KOTA SABANG NAD Arif Munandar, Zulkifli Boegis, dan Robertus S.L Simarmata Kelompok Program Penelitian Panas Bumi ABSTRACT

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG Edy Purwoto, Yuanno Rezky, Robertus S.L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR Pada interval Formasi Talangakar Bawah didapat 2 interval reservoir yaitu reservoir 1 dan reservoir 2 yang ditunjukan oleh adanya separasi antara log neutron dan densitas.

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan aspek tektoniknya, Indonesia berada pada jalur tumbukan tiga lempeng besar dengan intensitas tumbukan yang cukup intensif. Tumbukan antar lempeng menyebabkan

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada. ` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Edy Purwoto, Yuanno Rezky, Dede Iim Setiawan Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lapangan panas bumi Wayang-Windu terletak di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Secara geografis lapangan ini terletak pada koordinat 107 o 35 00-107 o 40 00 BT dan 7 o

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, M. Nurhadi Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Gambar 3.27 Foto sayatan sampel pada sumur WR di kedalaman 1663 m yang menunjukkan kean mineral epidot (B3, C3), klorit (D4), dan mineral lempung (B4). Gambar 3.28 Perajahan temperatur pada zona mineral

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

REKAMAN DATA LAPANGAN

REKAMAN DATA LAPANGAN REKAMAN DATA LAPANGAN Lokasi 01 : M-01 Morfologi : Granit : Bongkah granit warna putih, berukuran 80 cm, bentuk menyudut, faneritik kasar (2 6 mm), bentuk butir subhedral, penyebaran merata, masif, komposisi

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN UBAHAN HIDROTERMAL SUMUR EKSPLORASI SR-1 LAPANGAN PANAS BUMI SOKORIA-MUTUBUSA, ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR

GEOLOGI DAN UBAHAN HIDROTERMAL SUMUR EKSPLORASI SR-1 LAPANGAN PANAS BUMI SOKORIA-MUTUBUSA, ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2007 PUSAT GEOLOGI DAN UBAHAN HIDROTERMAL SUMUR EKSPLORASI SR-1 LAPANGAN PANAS BUMI SOKORIA-MUTUBUSA, ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR Robertus

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 No.726, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Wilayah Kerja. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG WILAYAH KERJA PANAS

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI LAINEA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI LAINEA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI LAINEA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Dikdik Risdianto, Arif Munandar, Sriwidodo, Hari Prasetya Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi Jl.

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR ABSTRAK Sapto Heru Yuwanto (1), Lia Solichah (2) Jurusan Teknik Geologi

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB V PENGOLAHAN DATA BAB V PENGOLAHAN DATA Data yang didapatkan dari pengamatan detail inti bor meliputi pengamatan megakopis inti bor sepanjang 451 m, pengamatan petrografi (32 buah conto batuan), pengamatan mineragrafi (enam

Lebih terperinci

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir). Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili

Lebih terperinci

PENGEBORAN SUMUR EKSPLORASI SR-1 LAPANGAN PANAS BUMI MUTUBUSA - SOKORIA, KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PENGEBORAN SUMUR EKSPLORASI SR-1 LAPANGAN PANAS BUMI MUTUBUSA - SOKORIA, KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PENGEBORAN SUMUR EKSPLORASI SR-1 LAPANGAN PANAS BUMI MUTUBUSA - SOKORIA, KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Arif Munandar, Syuhada A., Zulkifli Boegis Kelompok Program Penelitian Panas Bumi SARI

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT TRISULA KENCANA SAKTI (PT DIAN SWASTATIKA SENTOSA Tbk) MEI 2011

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT TRISULA KENCANA SAKTI (PT DIAN SWASTATIKA SENTOSA Tbk) MEI 2011 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT TRISULA KENCANA SAKTI (PT DIAN SWASTATIKA SENTOSA Tbk) MEI 2011 BAB I KEADAAN GEOLOGI I.1 Morfologi Daerah penyelidikan merupakan wilayah dengan bentuk morfologi

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA: PETROGRAFI BATUAN ALTERASI Asisten Acara: 1... 2.... 3.... 4.... Nama Praktikan :... NIM :... Borang ini ditujukan kepada praktikan guna mempermudah pemahaman

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN Kegiatan : Praktikum Kuliah lapangan ( PLK) Jurusan Pendidikan Geografi UPI untuk sub kegiatan : Pengamatan singkapan batuan Tujuan : agar mahasiswa mengenali

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

PENGUKURAN LOGGING TEMPERATUR DAN TEKANAN SUMUR EKSPLORASI SR-1 LAPANGAN PANAS BUMI MUTUBUSA-SOKORIA, KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR.

PENGUKURAN LOGGING TEMPERATUR DAN TEKANAN SUMUR EKSPLORASI SR-1 LAPANGAN PANAS BUMI MUTUBUSA-SOKORIA, KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR. PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 27 PENGUKURAN LOGGING TEMPERATUR DAN TEKANAN SUMUR EKSPLORASI SR-1 LAPANGAN PANAS BUMI MUTUBUSA-SOKORIA, KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen

Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen Tekstur Batuan Sedimen a. Ukuran butir Dalam pemerian ukuran butir digunakan pedoman ukuran dari Skala Wentworth yaitu b. Sortasi atau Derajat Pemilahan Derajat

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO

PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO Purna Sulastya Putra Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Bandung Sari Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh penulis di bagian barat Cekungan Baturetno

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2) SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2) 1) Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan 2) Bidang Sarana Teknik SARI Pada tahun

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.

Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB. 1 Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.: 1153 1155/2013 No. : 01 No.Lab. : 1153/2013 Kode contoh : BA-II Jenis

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 27 PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA Oleh : 1 Sri Widodo, Bakrun 1,

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT 4.1 Fasies Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang

Lebih terperinci

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI IV.1 Kehilangan Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN. Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN. Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi S A R

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN RESERVOIR

BAB III PEMODELAN RESERVOIR BAB III PEMODELAN RESERVOIR Penelitian yang dilakukan pada Lapangan Rindang dilakukan dalam rangka mendefinisikan reservoir Batupasir A baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa hal yang dilakukan

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN Tony Rahadinata, dan Asep Sugianto Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah BAB V MINERALISASI 5.1. Mineralisasi di daerah Sontang Tengah Studi mineralisasi pada penelitian ini dibatasi hanya pada mineralisasi Sulfida masif dengan komposisi mineral galena, sfalerit, pirit, Ag

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI II.1 Struktur Regional Berdasarkan peta geologi regional (Alzwar et al., 1992), struktur yg berkembang di daerah sumur-sumur penelitian berarah timurlaut-baratdaya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Proses ini merupakan tahap pasca pengolahan contoh yang dibawa dari lapangan. Dari beberapa contoh yang dianggap mewakili, selanjutnya dilakukan analisis mikropaleontologi, analisis

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ABSTRAK Anis Kurniasih, ST., MT. 1, Ikhwannur Adha, ST. 2 1 Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci