Pengaruh Jenis dan Kecepatan Pengaduk pada Fermentasi Etanol Secara Sinambung dalam Bioreaktor Tangki Berpengaduk Sel Tertambat
|
|
- Ade Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Pengaruh Jenis dan Kecepatan Pengaduk pada Fermentasi Etanol Secara Sinambung dalam Bioreaktor Tangki Berpengaduk Sel Tertambat Ronny Kurniawan*, S. Juhanda, Rusyad Syamsudin, Moh. Alief Lukman Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Itenas Bandung Jl. PHH. Mustafa No 23 Bandung 40132, Telp (022) Fax (022) * Kurniawan_Itenas@yahoo.co.id Abstrak Etanol atau etil alkohol (C 2 H 5 OH) merupakan senyawa organik yang sangat penting dalam industri kimia dan memiliki cukup banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Pembuatan etanol dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sintetik melalui reaksi kimia dan secara fermentasi melalui aktivitas mikroorganisme. Proses pembuatan etanol secara fermentasi telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu dengan menggunakan bahan yang mengandung karbohidrat sebagai bahan bakunya. Fermentasi glukosa menjadi etanol dilakukan dengan mikroorganisme yang terbagi ke dalam dua jenis, yaitu bakteri dan ragi. Namun penggunaan ragi sebagai biokatalis lebih sering dilakukan, karena ragi lebih mudah dikembangbiakan dan lebih mudah dikontrol pertumbuhannya. Kesulitan yang sering dijumpai dalam proses fermentasi etanol yaitu dalam pemisahan produk dari ragi yang digunakan. Metode sel tertambat (Immobilized cell) dianggap dapat mengatasi masalah tersebut, dan penggunaan batu apung sebagai media penambat dapat dijadikan alternatif. Pada proses fermentasi etanol dapat menggunakan dua jenis bioreaktor yaitu bioreaktor tubular dan bioreaktor tangki berpengaduk. Pada bioreaktor tangki berpengaduk pemilihan jenis pengaduk dan kecepatan pengaduk merupakan faktor yang dianggap dapat mempengaruhi laju pertumbuhan sel dan produksi etanol. Pengadukan dilakukan untuk meratakan kontak sel dan substrat di dalam bioreaktor, menjaga agar mikroorganisme tidak mengendap di bawah bejana bioreaktor dan meratakan temperatur di seluruh bagian bioreaktor. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik pada proses fermentasi glukosa secara sinambung, dengan menggunakan ragi Schizosacharomyces pombe yang ditambatkan pada batu apung di dalam bioreaktor tangki berpengaduk dengan memperhatikan nilai konsentrasi etanol, yield yang dihasilkan dan jumlah mikroorganisme yang terbawa aliran produk. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan jenis pengaduk (propeller, paddle, turbine) dan kecepatan pengaduk (100 dan 150 rpm), fermentasi berlangsung dalam kondisi anaerob pada temperature 34 C, ph 4,5, konsentrasi glukosa 150 gr/l, ukuran batu apung 35/40 mesh, waktu tinggal substrat 48 jam. Kondisi terbaik pada penelitian ini diperoleh pada jenis pengaduk propeller dengan kecepatan pengaduk 100 rpm, dimana konsentrasi etanol sebesar 13,235 %v/v, % yield etanol sebesar 4,442 % dan % sel terlepas sebesar 12%. Kata kunci: Etanol, Fermentasi, Immobilized Cell, Pengaduk, Kecepatan Pengaduk. 1. Pendahuluan Etanol atau ethyl alcohol (C 2 H 5 OH) termasuk kelompok hydroksil yang memberikan polaritas pada molekul dan mengakibatkan meningkatnya ikatan hidrogen intermolekuler. Etanol ini merupakan cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, jernih, dan tidak berwarna. Etanol memiliki massa jenis g/ml. Titik didih etanol pada tekanan atmosfir adalah C. Indeks bias dan viskositas pada temperatur 20 C adalah 1,36143 dan 1,17 cp (Kirk dan Othmer, 1965). Etanol digunakan pada berbagai produk meliputi campuran bahan bakar, produk minuman, penambah rasa, industri farmasi, dan bahan-bahan kimia. Dalam proses pembuatannya, etanol dapat diproduksi dengan 2 cara, yaitu secara sintetik melalui reaksi kimia dan fermentasi. Proses fermentasi etanol dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara curah (batch) dan sinambung (continue). Kedua metode tersebut memiliki kekurangan dan C7 1
2 kelebihan. Kelebihan dari proses curah antara lain mudah dilakukan, resiko kerugian cukup rendah dan lebih mudah dalam pengontrolan bahan baku, tetapi kekurangannya membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses fermentasi. Sedangkan untuk proses sinambung kelebihannya, waktu yang diperlukan relatif lebih singkat, hasil yang didapat lebih banyak, dan kerugiannya mudah terkontaminasi (terjadinya mutasi atau adanya mikroorganisme lain) dan lebih sulit dalam mengatur laju fermentasinya. Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi etanol secara fermentasi, antara lain pemilihan jenis mikroorganisme yang akan digunakan, teknik pemisahan produk dari mikroorganisme, pemilihan proses fermentasi dan jenis fermentor yang digunakan. Mikroorganisme merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam fermentasi etanol. Hal ini disebabkan karena mikroorganisme berfungsi sebagai biokatalis. Mikroorganisme yang biasa digunakan dalam proses fermentasi ada 2 jenis, yaitu bakteri dan ragi. Namun dalam hal ini ragi lebih sering digunakan dalam proses fermentasi, karena ragi lebih mudah dikembangbiakkan, lebih mudah dikontrol pertumbuhannya dan dapat menghasilkan etanol dengan konsentrasi yang tinggi. Salah satu jenis ragi yang dapat digunakan adalah Schizosaccharomyces pombe. Jenis fermentor yang sering digunakan dalam proses fermentasi yaitu tubular fermentor dan fermentor tangki berpengaduk. Tubular fermentor ini terdiri dari dua jenis yaitu fluidized bed reactor dan fixed bed reactor. Permasalahan yang timbul dari fluidized bed reactor adalah adanya agitasi berat yang terjadi akibat kerusakan dari katalis dan terbentuknya debu. Sedangkan masalah yang timbul pada fixed bed reactor adalah sering terjadinya gradien panas yang tidak diinginkan, sulit dalam pengontrolan suhu dan sulit untuk dibersihkan atau diperbaiki sedangkan fermentor jenis tangki berpengaduk memiliki kelebihan dari sisi perpindahan panasnya lebih merata dan perpindahan massanya relative lebih baik. Salah satu permasalahan lain yang biasa timbul adalah sulitnya pemisahan produk dari ragi yang digunakan. Untuk menangani masalah tersebut, maka dapat digunakan cara penambatan ragi pada suatu media penambat (Immobilized cell), yakni suatu teknik peningkatan sel bebas pada suatu penambat yang ukurannya lebih besar daripada sel sehingga sel tersebut tidak dapat bergerak. Dalam proses ini digunakan batu apung sebagai media penambat karena memiliki porositas yang cukup besar. Selain itu kemungkinan terjadinya reaksi yang dapat menghambat proses fermentasi kecil karena peran batu apung disini hanya untuk menambatkan ragi di permukaannya. Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi etanol dalam bioreaktor tangki berpengaduk adalah pengadukan. Pengadukan berfungsi untuk meratakan kontak sel dan substrat, menjaga agar mikroorganisme tidak mengendap di bawah dan meratakan temperatur di seluruh bagian bioreaktor. Oleh karena itu pemilihan jenis pengaduk dan kecepatan pengaduk yang tepat diharapkan dapat menunjang fungsi pengadukan sehingga dapat meningkatkan hasil fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik pada proses fermentasi glukosa secara sinambung, dengan menggunakan ragi Schizosacharomyces pombe yang ditambatkan pada batu apung di dalam bioreaktor tangki berpengaduk melalui variasi jenis pengaduk dan kecepatan pengadukan dengan memperhatikan nilai konsentrasi etanol, produktivitas etanol, yield yang dihasilkan dan jumlah mikroorganisme yang terbawa aliran produk. 2. Metodologi Pendekatan Percobaan Proses pembuatan etanol dari fermentasi glukosa ini dilakukan secara sinambung dalam Bioreaktor tangki berpengaduk. Mikroorganisme (ragi) yang digunakan adalah Schizosaccharomyces pombe yang ditambatkan (immobilized cell). Bahan penambat yang digunakan dalam proses ini adalah batu apung dengan menggunakan metode adsorpsi. Alasan pemilihan batu apung sebagai media penambat yang digunakan dalam teknik penambatan sel ini, karena porositas yang dimiliki batu apung yang cukup besar sehingga diharapkan mudahnya mengadsorpsi ragi. Pada penelitian ini variabel yang dibuat tetap adalah: - Temperatur fermentasi 34 o C - Waktu tinggal substrat 2 hari - Konsentrasi glukosa 150 g/l, dan - ph fermentasi 4,5 C7 2
3 - Ukuran batu apung 30/40 mesh Sedangkan variabel yang berubah pada penelitian ini adalah: - Jenis pengaduk (impeller), Paddle, Turbine, Propeller - Kecepatan pengaduk: 100, 150 rpm Peralatan Percobaan Gambar 1 : Skema Alat Bioreaktor Tangki Berpengaduk Sel Tertambat Proses Sinambung 1. Bioreaktor tangki berpengaduk 7. Screen support 13. Lubang 2. Termometer 8.Tangki produk 14. valve 3. Motor pengaduk 9. Water bath 4. Leher angsa 10. Thermostat 5. Baffle 11. Pompa 6. Pengaduk 12.Tangki substrat Bahan Bahan bahan yang yang digunakan,yaitu: - Glukosa, - Ragi Schizosaccharomyces pombe, - Batu apung Prosedur Penelitian Tahap Pendahuluan dilakukan dalam beberapa kegiatan kerja: - Pertumbuhan secara batch - Pertumbuhan inokulum. - Penambatan sel Analisis yang perlu dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis konsentrasi glukosa (analisis Somogyi-Nelson), Jumlah sel (Counting Chamber), dan konsentrasi etanol (Refraktometri). 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pengaruh Variasi Jenis Pengaduk terhadap Jumlah Sel Tertambat Proses fermentasi etanol pada penelitian ini, sel ditambatkan pada media penambat berupa batu apung dengan ukuran 35/40 mesh. Dalam pelaksanaannya, jumlah batu apung yang sudah ditentukan sebanyak 400 gram dimasukan kedalam bioreaktor dan diaduk. Pengaduk dijadikan variabel yang divariasikan jenisnya. Variasi jenis pengaduk yang digunakan adalah propeller, turbine dan paddle. Pemilihan variasi jenis pengaduk ini berdasarkan pada perbedaan pola aliran yang C7 3
4 dihasilkan dari masing-masing jenis pengaduk yang akan berpengaruh terhadap jumlah sel yang tertambat. Setelah dimasukan batu apung, kemudian ditambahkan substrat atau glukosa ke dalam bioreaktor sebanyak 4000 ml. Volume bioreaktor dalam keadaan kosong adalah 5000 ml dan dioprasikan pada volume 4000 ml dengan waktu tinggal (waktu fermentasi) 2 hari (48 jam), kemudian didapatkan laju alir 1,38 ml/menit. Proses penambatan sel pada batu apung yang dilakukan dalam bioreaktor ini yaitu dalam keadaan diaduk pelan sebesar 20 rpm. Pemilihan kecepatan ini digunakan karena jika pengadukan terlalu lambat mobilitas dan kontak antara sel ragi dan batu apung kurang, sehingga sel ragi banyak yang tidak teradsorpsi pada batu apung dan mengakibatkan jumlah sel yang tertambat pada batu apung sedikit, sedangakan kecepatan pengaduk yang terlalu cepat akan menyebabkan ragi yang sudah tertambat akan terlepas kembali. Fungsi pengadukan pada proses penambatan yaitu agar mobilitas dan kontak antara sel ragi dan batu apung menjadi lebih merata sehingga ragi akan lebih mudah teradsorpsi ke permukaan batu apung. Jenis pengaduk juga mempengaruhi jumlah sel yang tertambat. Jenis pengaduk akan mempengaruhi pola aliran yang dapat digunakan untuk penambatan sel. Berdasarkan percobaan dapat dilihat pada Tabel 1 penambatan pada kecepatan 20 rpm dengan jenis pengaduk paddle menghasilkan jumlah sel yang tertambat lebih banyak bila dibandingkan dengan jenis pengaduk turbine dan propeller. Tabel 1 : Jumlah Sel Tertambat Untuk Berbagai Jenis Pengaduk Jenis Pengaduk Jumlah Sel yang Tertambat Turbine 1,9 x1010 Propeller 2,5 x 1010 Paddle 2,9 x 1010 Hal tersebut disebabkan jenis pengaduk paddle cocok digunakan pada kecepatan pengaduk rendah dengan pola aliran yang dihasilkan tangensial sehingga arus bergerak ke arah horizontal dan setelah mencapai dinding arus dibelokkan ke atas dan ke bawah. Dengan demikian pada kecepatan tersebut, pengadukan menjadi homogen dan ragi akan banyak tertambat di batu apung.sedangkan jenis pengaduk propeller dan turbine adalah jenis pengaduk yang biasa digunakan pada kecepatan tinggi, jika digunakan pada kecepatan rendah pencampuran yang terjadi kurang homogen. Akibatnya ragi tidak banyak yang tertambat di batu apung. Faktor lain yang dapat mempengaruhi banyaknya jumlah sel tertambat pada batu apung yaitu faktor waktu penambatan. Waktu penambatan yang paling baik adalah pada saat sel ragi berada pada fasa stationer yaitu pada jam ke- 13 sampai dengan jam ke-19. Proses penambatan pada penelitian ini dilakukan selama 3 jam pada fasa stationer dengan metode adsorpsi, karena rentan waktu pada fasa stationer hanya 6 jam maka pemilihan waktu 3 jam dianggap sudah cukup. Selebihnya sisa waktu dipakai untuk menyiapkan batu apung dan inokulum sel ragi yang ditambatkan. Pengaruh Variasi Jenis Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol Jenis pengaduk akan berpengaruh kepada jumlah sel yang tertambat serta berpengaruh langsung pada produksi etanol yang dihasilkan. Pola aliran yang dihasilkan dari jenis pengaduk berpengaruh terhadap homogenitas dari campuran, jumlah ragi yang terlepas, homogenitas temperatur dan perpindahan massa di dalam reaktor. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi etanol yang dihasilkan semakin meningkat seiring bertambahnya waktu dan kemudian konstan pada saat keadaan steady state untuk berbagai variasi jenis pengaduk. Keadaan steady state pada proses fermentasi ini adalah keadaan saat jumlah sel ragi didalam reaktor tetap, dimana jumlah ragi yang mati dan keluar terbawa aliran produk akan sama dengan jumlah ragi yang tumbuh, sehingga enzim yang dihasilkan ragi akan tetap jumlahnya dan jumlah glukosa yang terkonversi menjadi etanol akan tetap. Pada Gambar 2 dapat dilihat konsentrasi etanol pada pengambilan sampel pada saat awal waktu steady state pada masing-masing jenis pengaduk berbeda-beda pada kecepatan 100 rpm. Pada jenis pengaduk propeller kondisi steady state dicapai pada jam ke- 54 dengan menghasilkan konsentrasi etanol pada saat awal steady state sebesar %v/v, jenis pengaduk turbine kondisi steady state dicapai pada jam ke- 66 dengan C7 4
5 menghasilkan konsentrasi etanol sebesar 9.412%v/v dan jenis pengaduk Paddle kondisi steady state dicapai pada jam ke- 54 dengan menghasilkan konsentrasi etanol pada saat awal steady state sebesar 8.824%v/v. Perbedaan pencapaian kondisi steady state dan konsentrasi etanol yang dihasilkan dikarenakan jenis pola aliran dari masing masing pengaduk berbeda sehingga berpengaruh pada distribusi dan homogenisasi enzim yang dihasilkan oleh ragi untuk mengkonversi glukosa menjadi etanol di dalam reaktor. Gambar 2 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol pada Kecepatan 100 rpm dan Waktu Fermentasi 48 jam Batu apung dengan ukuran 35/40 mesh memiliki densitas yang lebih besar dari substrat sehingga bila dimasukkan ke dalam substrat, maka batu apung yang sudah mengadsorpsi ragi akan mengendap di bawah reaktor. Untuk mendistribusikan batu apung diperlukan pengadukan dengan pola aliran axial. supaya batu apung akan terangkat ke atas reaktor sehingga proses fermentasi berlangsung lebih merata. Jenis pengaduk yang menghasilkan aliran aksial yaitu propeller. Lain halnya pada pengaduk turbine yang cocok digunakan pada kecepatan tinggi dan memiliki pola aliran radial. Akibatnya batu apung akan bergerak di bagian bawah reaktor, sehingga fermentasi terjadi hanya di bagian bawah reaktor. Sedangkan pada jenis pengaduk paddle menghasilkan arus yang lebih besar dibandingkan dengan jenis pengaduk propeller dan turbine. Akibatnya waktu kontak enzim yang dihasilkan oleh ragi dengan substrat glukosa lebih cepat sehingga glukosa yang terkonversi menjadi etanol sedikit. Yang dimaksud waktu kontak enzim disini adalah waktu kontak antara enzim dengan substrat sehingga substrat tersebut terkonversi menjadi etanol. Gambar 3 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol pada Kecepatan 150 rpm dan Waktu Fermentasi 48 jam Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa konsentrasi etanol yang dihasilkan semakin meningkat seiring bertambahnya waktu dan kemudian konstan untuk berbagai variasi jenis pengaduk pada C7 5
6 kecepatan 150 rpm. Pada Gambar 3 dapat dilihat konsentrasi etanol pada pengambilan sampel pada saat awal waktu steady state pada masing-masing jenis pengaduk berbeda-beda pada kecepatan 150 rpm. Pada jenis pengaduk propeller menghasilkan konsentrasi etanol pada saat awal steady state sebesar %v/v, turbine menghasilkan konsentrasi etanol sebesar %v/v dan Paddle menghasilkan konsentrasi etanol sebesar 6.471%v/v. Perbedaan hasil konsentrasi etanol pada kecepatan 100 rpm dengan 150 rpm dikarenakan homogenitas serta jumlah ragi yang terlepas dan terbawa aliran produk. Pengaruh Variasi Kecepatan Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol Pada jenis pengaduk yang sama dengan kecepatan pengaduk divariasikan. Pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm jenis pengaduk Propeller menghasilkan perolehan konsentrasi etanol yang berbeda. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 4. Gambar 4 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol pada Pengaduk Propeller dan Waktu Fermentasi 48 Jam Pada pengaduk propeller dapat di lihat pada Gambar 4 bahwa peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm dapat menurunkan perolehan konsentrasi akhir etanol. Penurunan perolehan etanol ini dapat diakibatkan karena pada kecepatan 150 rpm arus yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Akibatnya waktu kontak enzim yang dihasilkan oleh ragi dengan substrat glukosa lebih cepat sehingga glukosa yang terkonversi menjadi etanol sedikit. Jumlah ragi yang terlepas dari medium penambat dan terbawa aliran produk menjadi faktor penurunan konsentrasi etanol, pada kecepatan 150 rpm jumlah ragi yang terlepas dari medium penambat dan terbawa aliran produk lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Akibatnya jumlah ragi pada reaktor semakin berkurang sehingga enzim yang dihasilkan ragi berkurang dan berakibat pada penurunan perolehan etanol. Pada jenis pengaduk turbine dimana kecepatan pengaduk divariasikan menghasilkan perolehan konsentrasi etanol yang berbeda. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 5 Pada Gambar 5 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm dapat meningkatkan perolehan konsentrasi etanol. Hal ini dikarenakan pada kecepatan 100 rpm pengadukan yang terjadi kurang homogen yang di tandai dengan masih terdapatnya batu apung yang mengendap di bawah sehingga proses fermentasi hanya terjadi di bagian bawah bioreaktor. Sedangkan pada kecepatan 150 rpm pencampuran terjadi lebih homogen dikarenakan ragi yang tertambat di batu apung bergerak ke arah horizontal dan setelah mencapai dinding arus dibelokkan ke atas dan ke bawah reaktor. Sehingga proses fermentasi terjadi di seluruh bagian, yang berakibat pada peningkatan kenaikan konsentrasi etanol. Ditinjau dari pencapaian kondisi steady state, peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi steady state menjadi lebih lama jika dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Hal tersebut dikarenakan pada kecepatan 150 rpm memberikan gangguan terhadap ragi untuk mengkonversi glukosa menjadi etanol. Selain itu jumlah ragi yang terlepas dan ikut terbawa aliran produk pada kecepatan 150 rpm lebih banyak dibandingkan C7 6
7 pada kecepatan 100 rpm, sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama agar jumlah ragi didalam reaktor tetap. Gambar 5 Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol Pada Pengaduk Turbine dan Waktu Fermentasi 48 Jam Pada jenis pengaduk Paddle dimana kecepatan pengaduk divariasikan menghasilkan perolehan konsentrasi etanol yang berbeda. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 6. Gambar 6 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol pada Pengaduk Paddle dan Waktu Fermentasi 48 Jam Pada pengaduk paddle dapat di lihat bahwa peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm dapat menurunkan perolehan konsentrasi akhir etanol. Penurunan perolehan etanol ini dapat diakibatkan karena pada kecepatan 150 rpm arus yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Akibatnya waktu kontak enzim yang dihasilkan oleh ragi dengan substrat glukosa lebih cepat sehingga glukosa yang terkonversi menjadi etanol sedikit. Jumlah ragi yang terlepas dari medium penambat dan terbawa aliran produk menjadi faktor penurunan konsentrasi etanol, pada kecepatan 150 rpm jumlah ragi yang terlepas dari medium penambat dan terbawa aliran produk lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Akibatnya jumlah ragi pada reaktor semakin berkurang sehingga enzim yang dihasilkan ragi berkurang dan berakibat pada penurunan perolehan etanol. Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Yield Etanol Yield etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi secara sinambung dalam bioreaktor tangki berpengaduk sel tertambat dimana jenis pengaduk divariasikan pada kecepatan 100 rpm, dapat dilihat pada Gambar 7. C7 7
8 Gambar 7 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Yield Etanol pada Kecepatan 100 rpm Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai yield etanol mengalami kenaikan terhadap waktu fermentasi untuk semua variasi jenis pengaduk pada kecepatan 100 rpm. Kenaikan nilai yield etanol ini dikarenakan semakin lama waktu fermentasi, dengan konsentrasi umpan glukosa yang tetap, etanol yang dihasilkan konsentrasinya semakin tinggi, hal ini dapat disebabkan karena semakin lamanya waktu fermentasi maka semakin banyak substrat yang terkonversi oleh enzim yang dihasilkan sel ragi. Namun, jumlah etanol yang dihasilkan relatif kecil walaupun glukosa yang terkonsumsinya besar karena substrat yang terkonsumsi tidak seluruhnya dikonversi menjadi etanol melainkan ada sebagian yang digunakan oleh sel ragi untuk mempertahankan hidupnya, sehingga kenaikan konsentrasi etanol yang dihasilkan lebih kecil hal ini berpengaruh pada yield etanol. Dilihat dari jenis pengaduk yang menghasilkan konsentrasi etanol paling besar maka nilai yield etanol akan semakin besar juga. Selain itu juga semakin lamanya waktu fermentasi, konsentrasi glukosa semakin menurun sedangkan konsentrasi etanol semakin meningkat. Hal ini dikarenakan seiring dengan waktu kontak yang terjadi semakin intens, pengkonversian glukosa menjadi etanol akan meningkat. Gambar 8 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Yield Etanol pada Kecepatan 150 rpm Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa yield etanol yang dihasilkan semakin meningkat seiring bertambahnya waktu dan kemudian konstan untuk berbagai jenis pengaduk pada kecepatan 150 rpm. yield etanol yang dihasilkan pada kecepatan 150 rpm berbeda dengan pada kecepatan 100 rpm untuk jenis pengaduk yang sama. Perbedaan tersebut dikarenakan homogenitas yang dihasilkan dari masing masing jenis pengaduk serta jumlah ragi yang terlepas dan terbawa aliran produk. Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Yield Etanol Pada jenis pengaduk yang sama dengan kecepatan pengaduk divariasikan. Pada jenis pengaduk propeller pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm menghasilkan perolehan yield etanol yang berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Gambar 9. C7 8
9 Gambar 9 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Yield Etanol pada Pengaduk Propeller Pada Gambar 9 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm dapat menurunkan yield etanol. Hal ini dikarenakan konsentrasi etanol yang dihasilkan dari jenis pengaduk propeller pada kecepatan 150 rpm lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Pada jenis pengaduk turbine pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm menghasilkan perolehan yield etanol yang berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Gambar 10. Gambar 10 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Yield Etanol Pada Pengaduk Turbine Pada Gambar 10 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm dapat meningkatkan yield etanol. Hal ini dikarenakan konsentrasi etanol yang dihasilkan dari jenis pengaduk turbine pada kecepatan 150 rpm lebih besar dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Sedangkan pada jenis pengaduk paddle pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm menghasilkan perolehan yield etanol yang berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Gambar 11. C7 9
10 Gambar 11 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Yield Etanol Pada Pengaduk paddle Pada Gambar 11 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm dapat menurunkan yield etanol. Hal ini dikarenakan konsentrasi etanol yang dihasilkan dari jenis pengaduk paddle pada kecepatan 150 rpm lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Sel Terlepas Pengaruh jenis pengaduk terhadap Jumlah sel ragi yang terlepas pada fermentasi secara sinambung dalam bioreaktor tangki berpengaduk sel tertambat dimana jenis pengaduk pengaduk divariasikan pada kecepatan 100 rpm. Dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Jumlah Sel Terlepas pada Kecepatan 100 rpm Jumlah Jumlah sel terlepas % Sel Terlepas Jenis sel pengaduk jam ke- jam ke- jam ketertambat jam ke-66 jam ke-114 jam ke Paddle 2.9.E E E E+09 29% 25% 22% Turbin 1.9.E E E E+09 16% 10% 7% Propeller 2.5.E E E E+09 16% 11% 8% Dari Tabel 2 dapat dilihat jenis pengaduk paddle jumlah sel yang terlepas lebih banyak dibandingkan dengan jenis pengaduk yang lain. Hal tersebut dikarenakan pola aliran yang dihasilkan yaitu tangensial dan arus yang dihasilkan dari pengaduk paddle terlalu besar. Dengan pola aliran tangensial dan arus yang besar mengakibatkan ragi yang tertambat di batu apung bergerak menuju dinding reaktor dan menabraknya. Sehingga hal tersebut dapat melepaskan ikatan antara sel ragi dan batu apung. Pada pengaduk turbine jumlah sel ragi yang terlepas paling sedikit dibandingkan dengan jenis pengaduk lain. Hal tersebut dikarenakan meskipun pengaduk turbine memiliki pola aliran radial yang memungkinkan ragi yang tertambat di batu apung menabrak dinding reaktor. Tetapi arus yang dihasilkan dari pengaduk turbine kecil, maka jumlah sel yang terlapas lebih sedikit dibandingkan dengan jenis pengaduk yang lain Pada pengaduk propeller jumlah ragi yang terlepas lebih sedikit dari pengaduk paddle dan lebih besar dari pengaduk turbine. Hal ini dikarenakan pada pengaduk propeller menimbulkan arah aliran aksial sehingga mengakibatkan sel ragi terkikis dari batu apung akibat benturan pada bagian dasar reaktor selain itu arus yang dihasilkan dari pengaduk propeller pada kecepatan yang sama lebih besar dibandingkan dengan pengaduk turbine. Sehingga jumlah sel yang terlepasnya lebih besar dari jenis pengaduk turbine. Sedangkan pada kecepatan pengaduk 150 rpm dan kecepatan pengaduk divariasikan dapat dilihat pada Tabel 3. C7 10
11 Tabel 3 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Jumlah Sel Terlepas pada Kecepatan 150 rpm Jumlah Jumlah sel terlepas % Sel Terlepas Jenis sel pengaduk jam ke- jam ketertambat jam ke-66 jam ke- 6 jam ke-66 jam ke Paddle 2.9.E E E E+09 32% 26% 23% Turbin 1.9.E E E E+09 17% 10% 8% Propeller 2.7.E E E E+09 18% 13% 10% Pada Tabel 3 dapat dilihat jumlah sel yang terlepas pada kecepatan pengaduk 150 rpm lebih banyak dibandingkan dengan sel yang terlepas pada kecepatan 100 rpm. Hal tersebut dikarenakan arus yang dihasilkan dari masing masing pengaduk pada kecepatan 150 rpm lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pengaduk 100 rpm. Sehingga akan lebih banyak melepaskan ikatan sel ragi dengan batu apung. Pada pengambilan tiga sampel acak dapat dilihat semakin lama waktu fermentasi maka semakin kecil persen sel yang terlepas. Sel ragi yang ada di dalam bioreactor tidak seluruhnya tertambat pada batu apung, sebagian ragi bisa saja hanya terperangkap diantara porositas hamparan batu apung sehingga pada kondisi awal banyak sel ragi yang terbawa aliran keluar Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Sel Terlepas Pada jenis pengaduk yang sama dengan kecepatan pengaduk divariasikan. Pada jenis pengaduk propeller pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm mengakibatkan jumlah ragi yang terlepas berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Tabel 4. Tabel 4 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Sel Terlepas Pada Pengaduk Propeller Kecepatan Jumlah Jumlah sel terlepas % Sel Terlepas Pengaduk (rpm) sel tertambat jam ke- 6 jam ke- 66 jam ke- 114 jam ke- 6 jam ke- 66 jam ke E E E E+09 16% 11% 8% E E E E+09 19% 14% 11% Pada Tabel 4 dapat dilihat pada pengaduk propeller peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm menyebabkan jumlah sel yang terlepas lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Hal tersebut dikarenakan arus yang dihasilkan dari pengaduk propeller pada kecepatan 150 rpm lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pengaduk 100 rpm. Sehingga akan lebih banyak melepaskan ikatan sel ragi dengan batu apung. Selain itu meskipun dengan adanya pengadukan memungkinkan sel ragi tertambat kembali, tetapi karena kecepatan pengadukan yang terlalu besar mengakibatkan sel ragi yang akan tertambat menjadi terlepas kembali sehingga jumlah sel ragi yang terlepas pada kecepatan 150 rpm lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Pada jenis pengaduk turbine pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm mengakibatkan jumlah ragi yang terlepas berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Tabel 5. Tabel 5 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Sel Terlepas Pada Pengaduk Turbine Jumlah Kecepatan Jumlah sel terlepas % Sel Terlepas sel Pengaduk tertamba jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- (rpm) t E E E E+09 16% 10% 7% E E E E+09 17% 10% 8% C7 11
12 Pada Tabel 5 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm menyebabkan jumlah sel yang terlepas lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Hal tersebut dikarenakan arus yang dihasilkan dari pengaduk turbine pada kecepatan 150 rpm lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pengaduk 100 rpm. Sehingga akan lebih banyak melepaskan ikatan sel ragi dengan batu apung. Selain itu meskipun dengan adanya pengadukan memungkinkan sel ragi tertambat kembali, tetapi karena kecepatan pengadukan yang terlalu besar mengakibatkan sel ragi yang akan tertambat menjadi terlepas kembali sehingga jumlah sel ragi yang terlepas pada kecepatan 150 rpm lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Pada jenis pengaduk paddle pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm mengakibatkan jumlah ragi yang terlepas berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Tabel 6. Tabel 6 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Sel Terlepas Pada Pengaduk Paddle Kecepatan Jumlah Jumlah sel terlepas % Sel Terlepas Pengaduk sel jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- jam ke- (rpm) tertambat E E E E+09 29% 25% 22% E E E E+09 32% 26% 23% Pada Tabel 6 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm menyebabkan jumlah sel yang terlepas lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Hal tersebut dikarenakan arus yang dihasilkan dari pengaduk paddle pada kecepatan 150 rpm lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pengaduk 100 rpm. Sehingga akan lebih banyak melepaskan ikatan sel ragi dengan batu apung. Selain itu meskipun dengan adanya pengadukan memungkinkan sel ragi tertambat kembali, tetapi karena kecepatan pengadukan yang terlalu besar mengakibatkan sel ragi yang akan tertambat menjadi terlepas kembali sehingga jumlah sel ragi yang terlepas pada kecepatan 150 rpm lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Pada pengambilan tiga sampel acak dapat dilihat semakin lama waktu fermentasi maka semakin kecil persen sel yang terlepas. Sel ragi yang ada di dalam bioreactor tidak seluruhnya tertambat pada batu apung, sebagian ragi bisa saja hanya terperangkap diantara porositas hamparan batu apung sehingga pada kondisi awal banyak sel ragi yang terbawa aliran keluar. Namun, semakin lama waktu fermentasi dengan adanya pengadukan memungkinkan sel ragi yang terlepas tertambat kembali di permukaan batu apung, sehingga seiring jalannya proses fermentasi jumlah ragi yang terlepas akan semakin berkurang. 4. Simpulan - Jenis pengaduk berpengaruh terhadap konsentrasi etanol, yield yang dihasilkan dan jumlah mikroorganisme yang terbawa aliran produk. - Kecepatan pengadukan berpengaruh terhadap konsentrasi etanol, yield yang dihasilkan dan jumlah mikroorganisme yang terbawa aliran produk. - Semakin cepat kecepatan pengaduk, % sel yang terlepas akan semakin banyak. - Substrat glukosa yang digunakan pada proses fermentasi continue tidak hanya terkonversi menjadi etanol tetapi digunakan juga sebagai makanan sel ragi untuk mempertahankan hidup dan bereproduksi. - Kondisi terbaik pada penelitian ini dilihat dari konsentrasi etanol, % yield etanol yang diperoleh dan jumlah mikroorganisme yang terbawa aliran produk yaitu pada jenis pengaduk propeller dengan kecepatan pegaduk 100 rpm. Dimana konsentrasi etanol sebesar %v/v, % yield etanol sebesar 4.442% dan % sel terlepas sebesar 12%. Pustaka 1. Dita dan Nanda Produksi Etanol Secara Sinambung dengan Sel Tertambat Menggunakan Bioreaktor Tower Fixed Bed. ITENAS: Bandung 2. Gita dan Vinny Pengaruh ph Substrat dan Temperatur Fermentasi Terhadap Produksi Etanol Dengan Schizosaccharomyces pombe dan Batu Apung Sebagai Media Penambat, ITENAS. C7 12
13 3. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 42 : (2008). Optimization of Agitation Conditions for Maximum Ethanol Production by Coculture 4. McCabe, W.L., and J.C., Smith Operasi Teknik Kimia, edisi keempat, jilid 1, Erlangga, Jakarta. 5. Najafpour, Ghasem Ethanol fermentation in an immobilized cell reactor using Saccharomyces cerevisiae. Pulau Pinang, Malaysia 6. Nurdyastuti Indah, Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol, Othmer, Kirk Encyclopedia of Chemical Technology, volume 10, 5 th edition. New Jersey, USA : John Wiley and Sons. 8. Ozaki, Nobuhiko Method Of Immobilizing Cell. U.S Patent 2004/ A1 9. Proceeding Of The Second Asean Workshop On Fermentation Technology, Rich Mirro dan Kevin Voll, A Guide to Impeller Selection for Stirred-Tank Bioreactors 11. Rizani, K. Z Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi dan Inokulum (Saccharomyces cerevisiae) pada Proses Fermentasi Sari Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) untuk Produksi Etanol.. Universtas Brawijaya. Malang. 12. Sandhi dan Hadi Produksi Etanol Secara Sinambung Dengan Menggunakan Bioreaktor Tangki Berpengaduk. ITENAS 13. Taufiq dan Indri Produksi Etanol Melalui Proses Fermentasi Batch Dari Glukosa Menggunakan Schizosaccharomyces pombe dengan immobilized cell dan Batu Apung Sebagai Media Penambat. ITENAS C7 13
14 Pustaka 1. Bisnis Indonesia, 2009, Ekspor Pulp Diduga Anjlok Pelaku Usaha Butuh Percepatan Insentif, Juni Bierman, C. J., 1996, Handbook of Pulping and Papermaking, 2 nd ed., USA, Acedemic Press. 3. Haroen, W. K., 2008, Pulp Mekanis (TMP) dan Kimia Termo Mekanis (CTMP) dari Limbah Batang Kenaf, Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, vol.6, no.2, pp Hasim, 1999, Eceng Gondok Pembersih Polutan Logam Berat, Mei Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor 6. Hosokawa, J. M., R. Kamishima., H. Akamatsu., I. Bin Husin., M. Bin Miswan., O. Ramli, R, O., 1989, Chemi-thermomechanical Pulping of Oil Palm Fronds Using Bunch Ash Extract as Chemical. Appita, Vol. 42 (No. 6), pp Gunawan, P., Sahwalita, 2007, Pengolahan Eceng Gondok Sebagai Bahan Baku Kertas Seni, Balai Litbang Kehutanan Sumatera, Medan 8. Joedodibroto, R., Widyanto, L. S., Soerjani, M., 1983, Potential Uses of Some Aquatic Weeds as Paper Pulp, Jurnal Aquat Plant Manage 21, Cellulose Research Institute and Tropical Pest Biology Program, SEAMEO Regional Center for Tropical Biology (BIOTROP), Bogor 9. Nolan, W. J., Krimse, D. W., 1974,The Papermaking Properties Of Waterhyacinth, pp Rionaldo, H., Edison, Zulfansyah, Fermi, M. I., 2008, Pembuatan Pulp Batang Jagung dengan Larutan Pemasak Estra Abu Tandan Kosong Sawit, Prosiding Seminar Teknik Kimia Soehadi Reksowardoyo, Kampus Institut Teknologi Bandung, 3-4 November Rowell, R. M., Han, J. S., Rowell, J. R., 2000, Characterization and Factors Effecting Fiber Properties, Natural Polymers and Agrofibers Composites, pp Snell, R., Mott, L., Suleman, A., Sule, A and Mayhead, G., 2004, Pottassium-Based Pulping Regimes For Oil Palm Empty Fruit Bunch Material [Internet], Bangor, Biocomposite Center, Januari Yoeswono, Triyono, Tahir, I., 2007, Pemanfaatan Limbah Abu Tandan Kosong Sawit sebagai Katalis Basa pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Sawit, Jurnal Manusia dan Lingkungan Vol 14 No 12, Juli 2007, pp D8 5
PRODUKSI ETANOL SECARA SINAMBUNG DENGAN SEL TERTAMBAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR TANGKI BERPENGADUK
PRODUKSI ETANOL SECARA SINAMBUNG DENGAN SEL TERTAMBAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR TANGKI BERPENGADUK Ronny Kurniawan, Salafudin, Hadi Nugraha, Sandi F Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Itenas
Lebih terperinciProduksi Etanol Secara Continue dengan Sel Tertambat Menggunakan Bioreactor Tower Fluidized Bed
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan 2012 Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 6 Maret 2012 ISSN: 1693-4393 Produksi Etanol Secara Continue
Lebih terperinciKajian Pengaruh Ukuran Penambat Pada Fermentasi Etanol Secara Continue dengan Batu Apung Sebagai Media Penambat Pada Fermentor Kolom Fixed Bed
Kajian Pengaruh Ukuran Penambat Pada Fermentasi Etanol Secara Continue dengan Batu Apung Sebagai Media Penambat Pada Fermentor Kolom Fixed Bed Ronny Kurniawan, S.Juhanda, Hany Figurhawa, Muhhamad Gandi
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
A. LATAR BELAKANG MASALAH Sektor industri merupakan sektor yang paling penting dalam meningkatkan perekonomian negara. Pesatnya perkembangan sektor industri dipengaruhi oleh ketersedian energi, yang selama
Lebih terperinciPengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh :
Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh : Rizka Dwi Atika Arinda Dwi Apsari 2309 105 006 2309 105 010 Page 1 LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOKIMIA JURUSAN
Lebih terperinciOptimasi Pembuatan Pulp Semi-Mekanis Tandan Kosong Sawit dengan Metode RSM-CCD
Optimasi Pembuatan Pulp Semi-Mekanis Tandan Kosong Sawit dengan Metode RSM-CCD Rendy Satria, Ikmal Maulvi Sani, Valiant Holy, Hari Rionaldo, Zulfansyah, Said Zul Amraini Jurusan Teknik Kimia Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Molase Molase adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini tentunya akan meningkatkan
Lebih terperinciPembuatan Pulp Semi Mekanis dari Batang Jagung dengan Ekstrak Abu Tandan Kosong Sawit
Pembuatan Pulp Semi Mekanis dari Batang Jagung dengan Ekstrak Abu Tandan Kosong Sawit Ikmal Maulvi Sani, Zulfansyah, Muhammad Iwan Fermi Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau Kampus Binawidya Jl. HR Subrantas
Lebih terperinciPENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS
PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS Padil, Silvia Asri, dan Yelmida Aziz Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Riau, 28293 Email : fadilpps@yahoo.com
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak
Lebih terperinciPembuatan Pulp Batang Jagung dengan Larutan Pemasak Ekstrak Abu Tandan Kosong Sawit
Pembuatan Pulp Batang Jagung dengan Larutan Pemasak Ekstrak Abu Tandan Kosong Sawit Hari Rionaldo, Edison, Zulfansyah *, Muhammad Iwan Fermi Jurusan Teknik Kimia, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 Indonesia
Lebih terperinciProduksi Etanol Proses Sinambung dengan Schizosaccharomyces Pombe
Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 7, No., hal. 6-69, 9 ISSN 11-56 Produksi Etanol Proses Sinambung dengan Schizosaccharomyces Pombe Panca Nugrahini Febriningrum Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA WAKTU PENCAMPURAN
LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA WAKTU PENCAMPURAN DI SUSUN OLEH KELOMPOK : VI (enam) Ivan sidabutar (1107035727) Rahmat kamarullah (1107035706) Rita purianim (1107035609) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
Lebih terperinciBab IV Data dan Hasil Pembahasan
Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme
Lebih terperinciPEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.
Pemanfaatan Sampah Sayuran sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol (Deby Anisah, Herliati, Ayu Widyaningrum) PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL Deby Anisah 1), Herliati 1),
Lebih terperinciTugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari industri makanan, tekstil, kimia hingga farmasi. Dalam proses produksinya, beberapa
Lebih terperinciPengaruh Jenis Pengaduk Dan Waktu Fermentasi Terhadap Fermentasi Nira Nipah Menjadi Bioetanol Menggunakan Yeast Saccharomyces Cereviceae
Pengaruh Jenis Pengaduk Dan Waktu Fermentasi Terhadap Fermentasi Nira Nipah Menjadi Bioetanol Menggunakan Yeast Saccharomyces Cereviceae Khoirul Amru Nst 1), Chairul 2), Maria Peratenta S 2) 1) Mahasiswa
Lebih terperinciBIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto
BIOETHANOL Kelompok 12 Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto PENGERTIAN Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi.
Lebih terperinciAri Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak
PEMBUATAN ETANOL DARI SAMPAH PASAR MELALUI PROSES HIDROLISIS ASAM DAN FERMENTASI BAKTERI Zymomonas mobilis ETHANOL PRODUCTION FROM MARKET WASTES THROUGH ACID HYDROLYSIS AND FERMENTATION BY Zymomonas mobilis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya, tanaman jagung (Zea mays) memiliki banyak kegunaan, berpotensi sebagai sumber bio energi dan produk samping yang bernilai
Lebih terperinciTIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010
m. k. TEKNOLOGI BIOINDUSTRI TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 PENDAHULUAN Bioreaktor : peralatan dimana bahan diproses sehingga terjadi transformasi biokimia yang dilakukan oleh
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH KULIT NANAS UNTUK PEMBUATAN BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT NANAS UNTUK PEMBUATAN BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI Ganjar Andaka 1 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Email:
Lebih terperinciLAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN
LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LA.1 Tahap Penelitian Fermentasi Dihentikan Penambahan NaHCO 3 Mulai Dilakukan prosedur loading up hingga HRT 6 hari Selama loading up, dilakukan penambahan NaHCO 3 2,5 g/l
Lebih terperinciPulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason
Standar Nasional Indonesia ICS 85.040 Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...
Lebih terperinciPRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI
PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI Oleh : Dewi Istiqoma S. (2308 030 016) Pradita Anggun S. (2308 030 018) Dosen Pembimbing : Prof. Dr.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi, sedangkan produksi sumber bahan bakar minyak saat ini semakin menipis (Seftian dkk., 2012). Berdasarkan data
Lebih terperinciKINETIKA FERMENTASI VCO SECARA SINAMBUNG DALAM BIOREAKTOR TANGKI IDEAL
Jurnal Teknik Kimia, Vol.8, No.1, September 2013 KINETIKA FERMENTASI VCO SECARA SINAMBUNG DALAM BIOREAKTOR TANGKI IDEAL Sri Redjeki, Ely Kurniati Jurusan Teknik Kimia, UPN Veteran Jawa Timur Jl. Raya Rungkut
Lebih terperinciBAB I DISTILASI BATCH
BAB I DISTILASI BATCH I. TUJUAN 1. Tujuan Instruksional Umum Dapat melakukan percobaan distilasi batch dengan system refluk. 2. Tujuan Instrusional Khusus Dapat mengkaji pengaruh perbandingan refluk (R)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik
Lebih terperinciPENGARUH RECYCLE RATE DAN KONSENTRASI ALGINAT TERHADAP PRODUKTIVITAS ETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI-EKSTRAKTIF
Seminar Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo ISSN 0854-7769 2007 http://www.che.itb.ac.id/stksr PENGARUH RECYCLE RATE DAN KONSENTRASI ALGINAT TERHADAP PRODUKTIVITAS ETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI-EKSTRAKTIF
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Digester Digester merupakan alat utama pada proses pembuatan pulp. Reaktor ini sebagai tempat atau wadah dalam proses delidnifikasi bahan baku industri pulp sehingga
Lebih terperinciTeknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren
Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, M.Si. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, 11-12 Mei 2016
Lebih terperinciLAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED
LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA Oleh : M Isa Anshary 2309 106
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN PENELITIAN
BAB III RANCANGAN PENELITIAN Percobaan yang akan dilakukan adalah fermentasi minyak kelapa dengan bantuan mikroorganisme yang menghasilkan enzim protease dan menganalisis kualitas minyak yang dihasilkan.
Lebih terperinciTUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK KIMIA
TUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK FORMALDEHID KAPASITAS 70.000 TON/TAHUN Oleh : DANY EKA PARASETIA 21030110151063 RITANINGSIH 21030110151074 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS
Lebih terperinciPENGARUH FAKTOR HIDRODINAMIKA (JENIS IMPELER)TERHADAP PROSES PRODUKSI HIDROGEN SECARA FERMENTATIF DI DALAM REAKTOR BERPENGADUK
PENGARUH FAKTOR HIDRODINAMIKA (JENIS IMPELER)TERHADAP PROSES PRODUKSI HIDROGEN SECARA FERMENTATIF DI DALAM REAKTOR BERPENGADUK Oleh : Christina Wahyu K. 237194 Iss Gagha Astried N. 2371131 Pembimbing :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah
Lebih terperinciPRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA SOLID-LIQUID MIXING
PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA SOLID-LIQUID MIXING I. TUJUAN 1. Mengetahui jenis pola alir dari proses mixing. 2. Mengetahui bilangan Reynolds dari operasi pengadukan campuran tersebut setelah 30 detik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit
Lebih terperinciPENINGKATAN PRODUKTIVITAS ETANOL DENGAN TEKNIK IMMOBILISASI SEL CA-ALGINAT MENGGUNAKAN ZYMOMONAS MOBILIS DALAM BIOREAKTOR PACKED BED
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ETANOL DENGAN TEKNIK IMMOBILISASI SEL CA-ALGINAT MENGGUNAKAN ZYMOMONAS MOBILIS DALAM BIOREAKTOR PACKED BED Tri Widjaja, Mulyanto Nurlaili Humaidha, dan Dian Nur Fauzi A. Laboratorium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia saat ini. Minyak sangat dibutuhkan untuk bahan bakar kendaraan bermotor, kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan
Lebih terperinciPENGARUH PENCAMPURAN TERHADAP REAKSI HIDROLISA AlCl 3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES ISSN : 111-1 PENGARUH PENCAMPURAN TERHADAP REAKSI HIDROLISA AlCl R. Yustiarni, I.U. Mufidah, S.Winardi, A.Altway Laboratorium Mekanika Fluida dan Pencampuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2008 Surabaya, 5 November 2008 Diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Kimia FTI ITS
Pengaruh Konsentrasi Ca-ALGINAT pada Produksi Etanol dari Tetes Menggunakan Zymomonas mobilis dan Saccaromyces cereviceae dengan Teknik Immobilisasi Sel Tri Widjaja Laboratorium Teknologi Biokimia Jurusan
Lebih terperinciTeknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren
Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, MSi. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cirebon, 5 April 2016 Outline
Lebih terperinciBIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012
BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) Ubi kayu (Manihot utilissima Pohl) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika,
Lebih terperinciB T A CH C H R EAC EA T C OR
BATCH REACTOR PENDAHULUAN Dalam teknik kimia, Reaktor adalah suatu jantung dari suatu proses kimia. Reaktor kimia merupakan suatu bejana tempat berlangsungnya reaksi kimia. Rancangan dari reaktor ini tergantung
Lebih terperinciLIMBAH. Veteran Jatim A Abstrak. sebagai. hidrolisa yang. menggunakan khamir. kurun waktu. beberapa tahun hingga lain seperti pembuatan
Surabaya, 1 Juni 1 PEMANFAATAN LIMBAH BIJI JAGUNG DARI INDUSTRI PEMBIBITAN BENIH JAGUNG MENJADI BIOETHANOL Ni Ketut Sari, K. Y. Dharmawan, A. Gitawati Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP KADAR ETANOL DAN KADAR GLUKOSA HASIL FERMENTASI KULIT BUAH NANAS (Ananas comosus)
PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP KADAR ETANOL DAN KADAR GLUKOSA HASIL FERMENTASI KULIT BUAH NANAS (Ananas comosus) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagaian persyaratan Guna mencapai derajat
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)
Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Kakao sebagai salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia menempati urutan ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Pada tahun 2005, hasil ekspor produk primer
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : a) Proses Fermentasi di Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dietil eter merupakan salah satu bahan kimia yang sangat dibutuhkan dalam industri dan salah satu anggota senyawa eter yang mempunyai kegunaan yang sangat penting.
Lebih terperinciTeknologi Pengolahan. Bioetanol
Teknologi Pengolahan Djeni Hendra, MSi Bioetanol Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yogyakarta, 11 Februari 2016 Outline I Latar
Lebih terperinciDisusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si.
SIDANG TUGAS AKHIR (SB 091385) Disusun Oleh : Sulfahri (1507100022) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit Komoditas kelapa sawit memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri pangan maupun non pangan/oleochemical serta produk samping/limbah. Limbah
Lebih terperinciPengaruh Laju Pengadukan dalam Pembuatan Bioetanol dari Limbah Serabut Buah Sawit Menggunakan Saccharomyces cerevisiae
Pengaruh Laju Pengadukan dalam Pembuatan Bioetanol dari Limbah Serabut Buah Sawit Menggunakan Saccharomyces cerevisiae Edie Jeckson*, Adrianto Ahmad**, Sri Rezeki Muria** *Alumni Teknik Kimia Universitas
Lebih terperinciEKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL
EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL A. F. Ramdja, R.M. Army Aulia, Pradita Mulya Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya ABSTRAK Temulawak ( Curcuma xanthoriza
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang tumbuh di daerah-daerah di Indonesia. Menurut data Direktorat Jendral Hortikultura produksi pisang pada tahun 2010 adalah sebanyak 5.755.073
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu. sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan bahan bakar fosil ini semakin meningkat
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi berbasis fosil (bahan bakar minyak) di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 23 tahun lagi dengan cadangan yang ada sekitar 9.1 milyar barel (ESDM 2006),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Krisis energi yang terjadi di dunia dan peningkatan populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan
Lebih terperinciPEMANFAATAN BUAH NANAS SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL
TUGAS AKHIR PEMANFAATAN BUAH NANAS SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL ( Pineapple fruit use as raw material manufacturing bioethanol ) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
Lebih terperinciPENINGKATAN PRODUKTIVITAS ETANOL DARI MOLASES DENGAN TEKNIK IMMOBILISASI DI BIOREAKTOR PACKED BED
FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 28 Surabaya, 5 November 28 ISSN 141-5667 PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ETANOL DARI MOLASES DENGAN TEKNIK IMMOBILISASI DI BIOREAKTOR PACKED BED R.Darmawan, Tri Widjaja
Lebih terperinci7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO
75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bagian terbesar dari kebutuhan energi di dunia selama ini telah ditutupi oleh bahan bakar fosil. Konsumsi sumber energi fosil seperti minyak dan batu bara dapat menimbulkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. 3.2 Desain Penelitian Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian ini, dibuat suatu desain penelitian
Lebih terperinciPengaruh Rasio Pelarut dan Berat Yeast pada Proses Fermentasi Pati Keladi (Colocasia esculenta) menjadi Etanol
Pengaruh Rasio Pelarut dan Berat Yeast pada Proses Fermentasi Pati Keladi (Colocasia esculenta) menjadi Etanol 1* Suhendrayatna, 1 Janiyatul Mahmudah, 1 Linda Hayani, 1 Nasrullah RCL, 2 Elvitriana 1 Jurusan
Lebih terperinciPabrik Asam Asetat Dari Limbah Cair Pulp Kakao Dengan Proses Fermentasi
SIDANG TUGAS AKHIR Pabrik Asam Asetat Dari Limbah Cair Pulp Kakao Dengan Proses Fermentasi Oleh : BAGUS BUDIANTO 2310 030 042 FRIDYAWATI 2310 030 089 Dosen Pembimbing :Ibu Ir.Sri Murwanti,MT NIP.19530226
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT NANAS (Ananas comosus L. Merr) DENGAN PROSES ENZIMASI DAN FERMENTASI
TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT NANAS (Ananas comosus L. Merr) DENGAN PROSES ENZIMASI DAN FERMENTASI ENZIMASI & HIDROLISA Dosen Pembimbing: Ir. Sri Murwanti, MT Oleh: LENI FEBRIYANTI
Lebih terperinciFERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA
TUGAS AKHIR FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA Oleh: MUSTIKA HARDI (3304 100 072) Sampah Sampah dapat dimanfaatkan secara anaerobik menjadi alkohol. Metode ini memberikan alternatif
Lebih terperinciLOGO. Oleh : Nurlaili Humaidah ( ) Pembimbing : Prof.Dr.Ir. Tri Widjaja M.Eng Dr.Ir. Tontowi Ismail, MS.
LOGO PENGARUH DILUTION RATE TERHADAP PRODUKTIVITAS ETANOL SECARA FERMENTASI KONTINYU MENGGUNAKAN TEKNIK IMMOBILISASI SEL K-KARAGINAN DALAM BIOREKTOR PACKED BED Oleh : Nurlaili Humaidah ( 2309.201.007 )
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu jenis buah yang digemari, selain rasanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis buah yang digemari, selain rasanya enak, mudah didapatkan serta nilai gizinya cukup baik. Pasar pisang di dalam negeri sangat baik
Lebih terperinciSINTESIS BUTANOL H 9. OH, merupakan
SINTESIS BUTANOL Salah satu jenis produksi industri kimia yang dibutuhkan dalam jumlah yang terus meningkat adalah industri n-butanol. n-butanol yang memiliki rumus kimia C 4 H 9 OH, merupakan produk hasil
Lebih terperinciBIOETANOL DARI TETES TEBU. Hendro Santoso BIOETANOL DARI TETES TEBU
BIOETANOL DARI TETES TEBU i Hendro Santoso BIOETANOL DARI TETES TEBU ii HENDRO SANTOSO Self Publishing Book BIOETANOL DARI TETES TEBU iii BIOETANOL DARI TETES TEBU Hendro Santoso Penerbit Nulis Buku iv
Lebih terperinciStudi Konversi Pelepah Nipah menjadi Bio-Oil dengan Katalis Natural Zeolite dealuminated (NZA) pada Proses Pyrolysis
Studi Konversi Pelepah Nipah menjadi Bio-Oil dengan Katalis Natural Zeolite dealuminated (NZA) pada Proses Pyrolysis Adrian Fitra, Syaiful Bahri, Sunarno Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Percobaan untuk Pola Aliran Dengan dan Tanpa Sekat Ada jenis impeller yang membentuk pola aliran aksial dan ada juga jenis impeller lain yang membentuk pola aliran radial
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Gliserol dengan nama lain propana-1,2,3-triol, atau gliserin, pada temperatur kamar berbentuk cairan memiliki warna bening seperti air, kental, higroskopis dengan rasa
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN PENELITIAN
BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,
Lebih terperinciPENGANTAR TEKNIK KIMIA JOULIE
PENGANTAR TEKNIK KIMIA JOULIE Chemical Engineering PENGANTAR TEKNIK KIMIA Chemical Engineering 11 Kompetensi : Memiliki kemampuan mengenal secara umum peranan, manfaat dan resiko industri kimia. Memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ubi Kayu BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada pra rancangan pabrik ini bahan baku yang digunakan adalah ubi kayu. Ubi kayu (Manihot Esculenta Crant) termasuk dalam kelas Eupharbiaceace, dapat ditanam pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada
Lebih terperinciKINETIKA STERILISASI (STR)
MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA KINETIKA STERILISASI (STR) Disusun oleh: Kevin Yonathan Prof. Dr. Tjandra Setiadi Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI
Lebih terperinciPEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS (AIR LERI) SKRIPSI. Oleh : CINTHYA KRISNA MARDIANA SARI NPM
PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS (AIR LERI) SKRIPSI Oleh : CINTHYA KRISNA MARDIANA SARI NPM. 0931010056 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
Lebih terperinciPEMBUATAN PULP DARI SERABUT GAMBAS TUA KERING DENGAN PROSES ALKALI DENGAN ALKOHOL
Jurnal Teknik Kimia, Vol.9, No.1, September 2014 PEMBUATAN PULP DARI SERABUT GAMBAS TUA KERING DENGAN PROSES ALKALI DENGAN ALKOHOL Nur Masitah Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, UPN Veteran
Lebih terperinciPEMBUATAN BIOETANOL DARI BUAH SALAK DENGAN PROSES FERMENTASI DAN DISTILASI
TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIOETANOL DARI BUAH SALAK DENGAN PROSES FERMENTASI DAN DISTILASI (Production of Bioethanol from Snake Fruit with Fermentation and Distillation) Diajukan sebagai salah satu syarat
Lebih terperinciEsterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas
Valensi Vol. 2 No. 2, Mei 2011 (384 388) ISSN : 1978 8193 Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas Isalmi Aziz, Siti Nurbayti, Badrul Ulum Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].
Lebih terperinciIII METODOLOGI PENELITIAN
19 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu. Bahan kimia yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain arang aktif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Sejarah dan Perkembangan Furfural pertama kali diisolasi tahun 1832 oleh ilmuwan kimia jerman bernama Johan Dobreiner dalam jumlah yang sangat sedikit dari
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan November 2011 di Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Lebih terperinciPemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol
Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol Oleh : Ferlyna Sari 2312 105 029 Iqbaal Abdurrokhman 2312 105 035 Pembimbing : Ir. Ignatius Gunardi, M.T NIP 1955
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Alumunium Sulfat dari Asam Sulfat dan Kaolin Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Perkembangan industri kimia di indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan hal itu kebutuhan bahan baku dan bahan penunjang dalam industri
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Proses Produksi Bioetanol Dari Pati Jagung. Jagung dikeringkan dan dibersihkan, dan di timbang sebanyak 50 kg.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Produksi Bioetanol Dari Pati Jagung 4.1.1 Persiapan Bahan Baku Pada pembuatan bioetanol dengan bahan baku sumber pati yakni Jagung dikeringkan dan dibersihkan, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan
Lebih terperinciKinetika Reaksi Kimia dan Reaktor; Teori dan Soal Penyelesaian dengan SCILAB oleh Kusmiyati, S.T., M.T., Ph.D. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU
Kinetika Reaksi Kimia dan Reaktor; Teori dan Soal Penyelesaian dengan SCILAB oleh Kusmiyati, S.T., M.T., Ph.D. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398;
Lebih terperinciPENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PERSENTASE STARTER PADA NIRA AREN (Arenga pinnata) TERHADAP BIOETHANOL YANG DIHASILKAN
INFO TEKNIK Volume 16 No. 2 Desember 2015 (217-226) PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PERSENTASE STARTER PADA NIRA AREN (Arenga pinnata) TERHADAP BIOETHANOL YANG DIHASILKAN Isna Syauqiah Program Studi Teknik
Lebih terperinci