BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Kebisingan Pengertian Gelombang Gelombang ditimbulkan oleh adanya pergeseran suatu bagian medium elastis dari kedudukan normalnya (Medium elastis adalah suatu medium yang dapat mengalami deformasi, contohnya air, udara). Karena sifat elastis medium maka gangguan tersebut akan ditransmisikan dari satu lapis ke lapis berikutnya. Sebagai akibatnya, gangguan atau gelombang ini, akan bergerak maju melalui medium tersebut, sedangkan medium itu sendiri tidak secara keseluruhan bergerak bersama gerak gelombang tersebut. Misalnya, pada air diletakkan sebuah objek, lalu air digerakkan sehingga timbul gelombang. Bila diperhatikan, maka terlihat bahwa sesungguhnya air gerak sedikit ke atas dan ke bawah, serta ke dapan dan ke belakang, sedangkan gelombang air tersebut bergerak secara konstan sepanjang medium (air). Saat gelombang mencapai objek, maka gelombang akan membuat objek begerak, yang berarti gelombang memindahkan tenaga ke benda. II - 1

2 Gelombang yang membutuhkan media untuk perambatannya disebut gelombang mekanis, contohnya gelombang air dan gelombang suara, sedangkan gelombang yang tidak membutuhkan media untuk perambatannya disebut gelombang elektromagnetik, contohnya gelombang cahaya. Berdasarkan cara perambatannya gelombang mekanis terbagi dua yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang transversal adalah gelombang yang terjadi apabila getaran partikelnya tegak lurus pada arah rambatan gelombang. Gelombang longitudinal adalah gelombang yang terjadi jika partikelnya bergetar atau bergerak sepanjang arah perambatan gelombang Gelombang Suara Gelombang longitudinal merupakan gelombang yang terdengar sebagai bunyi bila masuk ke telinga. Gelombang longitudinal yang masuk dan terdengar sebagai bunyi pada telinga manusia berada pada frekuensi Hz atau disebut jangkauan suara yang dapat didengar (audible sound). Gelombang yang terdengar oleh telinga berasal dari tali-tali yang bergetar (biola, pita suara manusia), kolom udara yang bergetar (orgel, clarinet), dan plat serta selaput yang bergetar (tambur, pengeras suara, mesin). Suara yang dihasilkan elemen tersebut bergetar ke depan dan merenggangkan udara sewaktu II - 2

3 bergerak ke belakang. Udara kemudian mentransmisikan gangguan-gangguan yang keluar dari sumber tersebut sebagai gelombang. Sewaktu memasuki telinga, gelombang-gelombang ini menimbulkan sensasi bunyi. Berdasarkan AASHTO (1993), disebutkan bahwa suara adalah sensasi atau rasa yang dihasilkan oleh organ pendengaran manusia ketika gelombang-gelombang suara dibentuk di udara sekeliling manusia melalui getaran yang diterimanya. Kualitas suara ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Frekuensi Frekuensi adalah jumlah gelombang yang melalui suatu titik pada satu periode dalam 1 detik. Satuan frekuensi adalah cycles per second atau Hertz (Hz). f = 1/T Dimana : f = frekuensi (Hz) T = periode Frekuensi gelombang suara yang dapat diterima oleh telinga manusia berkisar antara Hz. Pada usia muda frekuensi gelombang suara yang dapat diterima dapat mencapai Hz sedangkan pendengaran akurat terjadi pada frekuensi 100 s.d 400 Hz. Telinga manusia sangat sensitif untuk suara dengan frekuensi mendekati 1000 Hz. II - 3

4 2. Tingkat Intensitas Intensitas adalah jumlah energi bunyi yang tiap detiknya menembus tegak lurus bidang seluas satu satuan luas. Karena luasnya daerah intensitas bunyi yang dapat diterima telinga manusia, penggunaan skala logaritma akan mempermudah pembacaan harga intensitas bunyi. Tingkat intensitas suara (L) dihitung dalam skala logaritmatik yang dinyatakan dalam satuan bel atau decibel (db). Hubungan antara intensitas (I) dengan tingkat intensitas suara (L) dinyatakan dengan : L = 10 log10 (I/lo) Dimana : L = Tingkat intensitas bunyi (sound pressure level) (db) I = Intensitas suara (watt/m²) lo = Intensitas referensi, diambil dari batas pendengaran telinga manusia (watt/m²) Tingkat intensitas bunyi (sound pressure level / SPL) dapat pula dinyatakan dalam persamaan : L = 10 log (P²/Po²) = 20 log (P/Po) Dimana : L = Tingkat intensitas bunyi (sound pressure level) (db) Po = Tekanan suara referensi sebesar 20 μnm ² II - 4

5 lo = Tekanan suara yang diukur (Nm ²) Daerah frekuensi dan daerah intensitas yang dapat didengar oleh telinga normal terlihat dalam gambar berikut: Gambar 2.1. Grafik Luas Pendengaran Manusia Normal Garis batas bawah Gambar 2.1. menunjukkan tingkat intensitas nada murni (pure tones) terendah yang dapat didengar. Telinga normal dapat mendengar suara dengan intensitas minimal -5 db yang memiliki frekuensi Hz. Garis batas atas menunjukkan ambang batas rasa sakit, dimana suara mulai terdengar menyakitkan telinga. Pada saat itu suara mencapai tingkat intensitas maximum yaitu 140 db. Nada-nada murni yang terletak pada sembarang titik dikurva II - 5

6 yang dibatasi oleh kedua garis ambang batas yang ada dapat didengar dengan baik oleh telinga manusia. 3. Keras bunyi (loudness) Keras bunyi (loudness) sangat dipengaruhi oleh sensasi yang ditimbulkan pada pendengaran seseorang. Jadi, bersifat subyektif, berbeda pada tiap-tiap orang, dan tidak dapat diukur secara langsung dengan suatu alat, berbeda dengan intensitas bunyi yang obyektif, dan dapat diukur dengan alat. Keras bunyi bertambah jika intensitas meningkat, tetapi pertambahan ini tidak secara linier. Nada bunyi yang intensitasnya sama tetapi berada pada frekuensi yang berbeda belum tentu menghasilkan sesnsasi keras bunyi yang sama pada tiap-tiap orang Polusi Suara Atau Kebisingan Polusi suara atau kebisingan dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia. Sehingga seberapa kecil atau seberapa haluspun suara jika tidak diinginkan akan disebut bising dan mengganggu. Menurut Federal Noise Control Act of 1972, beberapa jenis kebisingan utama adalah : 1. Kebisingan akibat industri II - 6

7 Lingkungan industri merupakan sumber kebisingan. Beberapa jenis alat yang menjadi sumber bising antara lain terlihat pada Tabel Kebisingan yang dihasilkan alat konstruksi Peralatan konstruksi menjadi sumber kebisingan karena tipe mesin dan peralatan yang dipakai, ukuran alat yang besar, daya yang tinggi, dan prinsip pengoperasiannya, hal ini terlihat pada tabel 2.2. II - 7

8 3. Kebisingan akibat pesawat terbang Kebisingan akibat pesawat terbang terjadi pada saat pesawat akan lepas landas atau mendarat di bandar udara. Kebisingan pada pesawat terbang sangat tergantung dari perkembangan jenis pesawat dan jenis mesinnya. Contohnya, pesawat yang menggunakan mesin jenis turbo jet mempunyai tingkat kebisingan yang lebih besar dari pesawat yang menggunakan mesin turbo fan. Setiap pesawat memberikan kontribusi kebisingan yang berbeda karena adanya perbedaan-perbedaan daya dorong pesawat dan keunikan karakter setiap jenis pesawat. II - 8

9 4. Kebisingan akibat kereta api Bising kereta api pada umumnya diakibatkan oleh pengoperasian dari kereta api atau lokomotif tersebut, bunyi sinyal di perlintasan, kereta api, bising di stasiun, dan pengerjaan serta pemeliharaan konstruksi rel. Tetapi sumber utama penyebab kebisingan kereta api adalah bunyi bising akibat roda dan gesekan antara roda dengan rel, serta bising yang ditimbulkan oleh sistem dan proses pembakaran pada kereta api tersebut. 5. Kebisingan akibat lalu lintas Salah satu sumber utama polusi udara atau kebisingan adalah bunyi lalu lintas kendaraan bermotor Pengaruh Bising Terhadap Manusia Hubungan antara tingkat suara/bising dengan reaksi manusia dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Hubungan antara Tingkat Bising & Respons Manusia Jenis suara Tingkat bising (db) Efek pada manusia Mesin pesawat jet, sirine 140 Sangat menyakitkan Pesawat jet lepas landas, Kemampuan diskotik, truk sampah, mendengar pemancangan tiang pembicaraan maksimum II - 9

10 Truk besar (50 ft), mesin pemotong rumput (1 m) Bunyi alarm (jarak 2 ft), hair dryer, lalu lintas kota sibuk Restoran yang sibuk, lalu lintas jalan bebas hambatan Bunyi AC (jarak 20 ft), percakapan Lalu lintas ringan (jarak 100 ft) Sumber : Papacostas, Sangat mengganggu 80 Mengganggu 70 Sulit untuk berbicara di telepon 60 Intrusif 50 Sunyi Secara garis besar pengaruh bising pada manusia dibagi dua : 1. Pengaruh pada pendengaran (auditor), antara lain: a. Kenaikan ambang pendengaran yang menyebabkan berkurangnya daya pendengaran secara sementara. Apabila seseorang memasuki tempat yang bising, gangguan hanya terasa diawal saja tetapi lama kelamaan kebisingan tersebut tidak lagi terasakan secara otomatis dengan menaikkan ambang pendengaran. Karena organ tubuh manusia sangat toleran maka sepintas terlihat bahwa kebisingan dapat diatasi dengan mudah. Jadi seseorang yang berada ditempat bising akan mendengar suara yang terasa tidak sekeras semula. Setelah orang tersebut keluar dari tempat bising tersebut baru akan terasa bahwa kemampuan pendengarannya telah berkurang. II - 10

11 Kemampuan pendengaran pada umumnya dapat pulih seperti semula dalam waktu beberapa menit sampai beberapa minggu tergantung dari lamanya orang tersebut berada di tempat bising tersebut, besar tingkat bising yang diterima dan kerentanan individu tersebut. Keadaan tersebut dikenal dengan sebutan kehilangan pendengaran sementara. b. Kenaikan ambang pendengaran yang menyebabkan berkurangnya secara permanen. Apabila seseorang mendengar kebisingan yang tinggi dan berulang dalam waktu lama (10-15 tahun) maka akan terjadi penurunan ambang pendengaran yang bersifat tetap. Pada umumnya perubahan ambang pendengaran yang bersifat tetap ini merupakan efek gabungan dari kebisingan yang didengar dari proses penuaan dari orang yang bersangkutan. 2. Pengaruh pada hal-hal lain (non auditor) a. Gangguan percakapan Percakapan yang dilakukan ditempat yang bising akan mengganggu daya tangkap percakapan. Apabila kebisingan berupa impulsive noise (contoh : suara tembakan meriam, pemancangan kolom) maka daya II - 11

12 tangkap kata-kata dapat ditingkatkan dengan cara mengulang-ulang kata-kata. Tetapi ditempat dengan kebisingan kontinyu, daya tangkap dari kata-kata tidak dapat ditingkatkan dengan mengulang kata-kata, hanya dapat dengan mengeraskan suara, karena bunyi pembicaraan baru dapat terdengar apabila lebih besar 10 db dari pada tingkat kebisingan yang terjadi. b. Gangguan tidur Kebisingan dapat mengganggu dan menghentikan jalannya tidur. Pada umumnya gangguan tidur tidak akan terjadi jika bising berada dibawah 35 dba. Bila tingkat bising mencapai 40 dba kemungkinan terbangun adalah 5% dan meningkat menjadi 30% pada 70 dba, serta menjadi 100% pada saat bising mencapai 100 dba keatas. c. Gangguan kesehatan Gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh kebisingan antara lain : ketegangan otot, penyempitan pembuluh darah, kenaikan tekanan darah, meningkatnya debaran jantung, mual, pusing, dan muntah bila suara mencapai lebih dari 130 dba. Selain itu bising juga dapat menyebabkan gangguan kejiwaan, penurunan kecermatan dalam pekerjaan, gangguan konsentrasi dan menimbulkan rasa tidak nyaman pada manusia. II - 12

13 2.2 Standar dan Kriteria Kebisingan Lalu Lintas Tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh lalu lintas selalu berubah setiap waktu, sehingga diperlukan sebuah standar dan kriteria kebisingan yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kebisingan sebuah lingkungan, sebagai dasar perhitungan teknik untuk disain kontrol kebisingan, dan sebagai dasar evaluasi kontrol kebisingan sacara berkala. Standar kebisingan adalah sebuah metode, prosedur, atau spesifikasi yang berhubungan dengan aspek-aspek kebisingan (metode pengukuran, efek bising pada manusia, level yang diijinkan). Sedangkan kriteria kebisingan adalah ukuran kuantitatif (besaran) atau hubungan, yang digunakan untuk menggambarkan pengaruh tingkat kebisingan, variasi perubahan, lamanya bising berlangsung dan menjadi ukuran dari gangguan yang ditimbulkan terhadap manusia. Besaran dan skala yang dipakai contohnya Noise and Number Index (NNI) dipakai untuk mengevaluasi kebisingan pada lapangan terbang, Corrected Noise Level (CNL) untuk kebisingan didaerah industri dan instalansi, Leq db(a) untuk kebisingan lalu lintas, kereta api, tempat-tempat konstruksi dan daerah pengurangan kebisingan, dan L10 db(a) untuk kebisingan lalu lintas. Tingkat bising yang dihasilkan oleh lalu lintas akan menunjukkan variabilitas perubahan tingkat suara terhadap waktu yang besar. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan statistik dapat mencakup variabilitaas yang besar tersebut. Metode perhitungan yang umum dipakai adalah sebagai berikut : 1. Lp menunjukkan tingkat suara pada penerima yang melebihi p persen dari total waktu dalam satu periode pengukuran. Pada umumnya tingkat suara yang II - 13

14 dihitung adalah tingkat suara yang melebihi 10, 50 dan 90% dari total waktu pengukuran. L10 adalah tingkat bising puncak (peak noise level) yang umumnya digunakan untuk mendisain suatu lokasi. L50 digunakan untuk menentukan nilai kebisingan lalu lintas rata-rata, dan L90 adalah tingkat bising dasar yang paling sering muncul, digunakan untuk menentukan tingkat minimum kebisingan lalu lintas. Gambar 2.2. Variabilitas Tingkat suara 2. Tingkat suara ekuivalen, adalah tingkat suara yang tetap, terjadi pada periode waktu dan lokasi yang tetap, dan memiliki level suara dba yang sama. II - 14

15 2.3 Kebisingan Lalu Lintas Bising lalu lintas ditimbulkan oleh bising yang dihasilkan dari kendaraan bermotor. Dimana bising kendaraan bermotor itu sendiri bersumber dari mesin kendaraan, bunyi pembuangan kendaraan, serta bunyi yang dihasilkan oleh interaksi antara roda dengan jalan. Truk (kendaraan berat, termasuk bus) dan mobil merupakan sumber bising utama di jalan raya. Mobil (kendaraan ringan) pada umumnya relatif tidak bising, tetapi karena jumlahnya yang banyak maka kebisingan yang dihasilkan menjadi cukup besar. Sumber bising utama dari mobil adalah bunyi pembakaran mesin serta bunyi gesekan antara ban dengan lapisan perkerasan jalan raya. Pada saat mesin mobil dinyalakan serta saat melakukan percepatan maksimum, Bising terutama dihasilkan oleh bunyi mesin, sedangkan saat mobil melaju dengan kecepatan tinggi, sumber bising terbesar adalah bunyi gesekan roda dan perkerasan jalan. Truk (kendaraan berat), terutama yang bermesin diesel, karena ukuran dan tenaga yang dihasilkan oleh mesinnya, dapat menghasilkan tingkat bising lebih besar 15 dba daripada mobil (kendaraan ringan). Bunyi pembakaran dalam mesin truk memberikan kontribusi bising yang besar terhadap kebisingan jalan raya, terutama saat truk melakukan percepatan, dan saat truk mencapai kecepatan diatas 80 km/jam. Kebisingan lalu lintas berada pada frekuensi 100 sampai 4000 Hz. Pada umumnya bunyi lalu lintas berada pada frekuensi 1000 Hz, sedangkan kebisingan akibat ban dan knalpot (pembuangan) terjadi diatas dari 250 Hz. II - 15

16 2.3.1 Volume Volume adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik tetap pada jalan dalam satuan waktu. Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau kendaran/jam. Namun volume dapat juga dinyatakan dalam satuan yang lain tergantung kepada kedalaman analisa yang diinginkan. Volume dirumuskan sebagai q = 1/h atau q = n/t dimana : q = volume h = headway/waktu antara T = interval waktu pengamatan N = jml kendaraan yang melewati titik pengamatan Karena volume ini berinteraksi dengan system jaringan jalan, maka ketika arus meningkat pada suatu ruas jalan dengan sendirinya waktu tempuh akan meningkat karena kecepatan turun. Ada cara lain untuk menyatakan volume yaitu : rate of flow. Merupakan jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu selama interval kurang dari 1 jam tetapi biasanya dinyatakan dalam nilai jam ekuivalen. Dan biasanya dinyatakan dalam kend/hari atau kend/jam atau periode waktu yang lain. Kadangkala diinginkan penentuan volume kendaraan yang lebih detail dalam perencanaan atau evaluasi suatu ruas jalan, sehingga arus perlu dinyatakan dalam variasi jam-an. Dengan II - 16

17 variasi ini, dapat ditentukan volume pada jam tersibuk atau arus lalu lintas puncak Kecepatan Kecepatan adalah perubahan jarak dibagi waktu. Kecepatan dapat diukur sebagai kecepatan titik, kecepatan perjalanan, kecepatan ruang dan kecepatan gerak. Rumus untuk kecepatan dapat ditulis : V = dx/dt Dimana : V = kecepatan dx dt = jarak yang ditempuh = waktu untuk menempuh dx Karena kecepatan masing-masing kendaraan yang terdistribusi secara luas bervariasi, maka diperhitungkan sebuah kecepatan perjalanan rata-rata. Jika terdapat waktu tempuh t1, t2, t3 tn yang diobservasi untuk n kendaraan yang melewati sebuah segmen dengan panjang L, maka kecepatan perjalanan rata-rata dapat dinyatakan : 1. Time mean speed : kecepatan rata-rata semua kendaraan yang melewati sebuah titik pada jalan pada waktu tertentu. TMS = Σ(d/ti) n 2. Space mean speed : kecepatan rata-rata dari semua kendaraan yang menempati suatu segmen jalan pada waktu tertentu. II - 17

18 SMS = d. Σ(ti/n) Dimana : d = jarak pengamatan n = jumlah kendaraan yang diamati ti = waktu tempuh 3. Average travel speed dan average running speed. 4. Operating speed : kecepatan maksimum yang aman bagi kendaraan yang masuk dalam arus lalu lintas tanpa melebihi kecepatan rencana jalan. 5. Percentile speed : kecepatan dibawah prosen kendaraan yang ditetapkan dalam arus lalu lintas. Jadi 85 kecepatan persentil, artinya 85% kendaraan berada pada atau dibawah kecepatan ini Kebisingan Kebisingan akibat lalu lintas dapat ditentukan secara empiris dengan persamaan : a. Basic Noise Level L10 = 42, log Q db(a) dimana : L10 = tingkat kebisingan untuk tiap 1 jam db(a) Q = arus lalu lintas (smp/jam) b. Faktor Koreksi BNL Koreksi kecepatan rata-rata (V) dan prosentase kendaraan berat (P) dinyatakan dengan : II - 18

19 Koreksi terhadap gradient jalan (G) dinyatakan dengan : C2 = 0,3 G db(a) Koreksi terhadap kondisi antara sumber bunyi dan penerima dinyatakan dengan : Kondisi lebih dari 50% diperkeras atau tidak menyerap bunyi. Kondisi lebih dari 50% penyerap bunyi alami (rerumputan) dimana : h = ketinggian titik penerima dari sumber bunyi d = panjang garis pandangan dari sumber bunyi ke penerima (m). II - 19

20 2.4 Jalan Tol Jalan tol adalah jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan kewajiban membayar told an merupakan jalan alternative lintas jalan umum yang telah ada. Peranan jalan tol adalah untuk melayani jasa distribusi utama yang mempunyai spesifikasi bebas hambatan agar dicapai tingkat efisiensi yang maksimal dalam penggunaan sumber daya, dan sebagai pemacu pengembangan wilayah untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar daerah Ketentuan Teknik Jalan Tol 1. Daerah Manfaat Jalan Tol harus mempunyai lebar dan tinggi ruang bebas serta kedalaman sebagai berikut : a. Tinggi ruang bebas sekurang-kurangnya 5 meter di atas permukaan jalur lalu lintas tertinggi; b. Lebar ruang bebas diukur di antara 2 garis vertikal batas bahu jalan tol; c. Kedalaman ruang bebas sekurang-kurangnya 1,50 meter di bawah permukaan jalur lalu lintas terendah. 2. Daerah Milik Jalan (DAMIJA) Tol harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut : a. Lebar dan tinggi ruang bebas daerah Milik Jalan Tol sekurang-kurangnya sama dengan lebar dan tinggi ruang bebas Daerah Manfaat Jalan Tol; II - 20

21 b. Lahan daerah Milik Jalan Tol harus dipersiapkan untuk dapat menampung sekurang-kurangnya 2x3 lajur lalu lintas terpisah dengan lebar Daerah Manfaat Jalan Tol sekurang-kurangnya 40 meter di daerah luar kota dan 30 meter di daerah perkotaan; c. Untuk daerah luar kota harus disediakan lahan untuk sarana penunjang penyelenggaraan Jalan Tol, Tempat Istirahat dan Tempat Pelayanan; d. Lahan pada Daerah Milik Jalan Tol diberi patok tanda batas sekurang-kurangnya satu patok setiap jarak 100 meter dan satu patok pada setiap sudut serta diberi pagar pengaman untuk setiap sisi Dimensi dan Geometrik Jalan Tol 1. Perencanaan Geometrik Jalan Tol harus memperhatikan kecepatan, keamanan dan kenyamanan lalu lintas yang diperlukan dengan mempertimbangkan factor ekonomis dan lingkungan. 2. Perencanaan Geometrik Jalan Tol harus dilakukan sedemikian rupa sehingga terbentuk keserasian kombinasi antara alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal dan membatasi penggunaan ketentuan-ketentuan yang bersifat minimum / maksimum atau batas bawah / batas atas. II - 21

22 3. Kecepatan Rencana Jalan Tol harus memenuhi kriteria : a. Untuk daerah datar yang mempunyai lereng melintang ratarata antara 0% sampai dengan 2,9% adalah 120 km/jam di luar kota, dan 80 km/jam di dalam kota; b. Untuk daerah perbukitan yang mempunyai lereng melintang rata-rata antara 3% sampai dengan 24,9% adalah 100 km/jam di luar kota, dan 80 km/jam di dalam kota; c. Untuk daerah pegunungan yang mempunyai lereng melintang rata-rata 25% atau lebih adalah 80 km/jam di luar kota, dan 60 km/jam di dalam kota. 4. Jalan Penghubung didesain sedemikian rupa sehingga rencana jalan keluar/masuk terkendali. 5. Jalan keluar/masuk ke Jalan Tol harus didesain dengan menggunakan lajur percepatan untuk masuk jalur utama dan lajur perlambatan untuk keluar dari jalur utama. 6. Jarak antara titik akhir lajur percepatan untuk masuk jalur utama dan titik awal lajur perlambatan antara 2 jalan keluar/masuk Jalan Tol untuk jurusan yang sama sekurangkurangnya 1 km untuk daerah perkotaan, dan 3 km untuk daerah luar kota. 7. Radius minimum alinyemen horizontal harus didesain sedemikian rupa sesuai dengan kecepatan rencana jalan. II - 22

23 8. Alinyemen vertikal harus memenuhi ketentuan landai maksimum jalan sebagai berikut : a. Untuk kecepatan 120 km/jam landai maksimumnya 2%; b. Untuk kecepatan 100 km/jam landai maksimumnya 3%; c. Untuk kecepatan 80 km/jam landai maksimumnya 4%; d. Untuk kecepatan 60 km/jam landai maksimumnya 5%. 9. Lebar lajur dan lebar bahu Jalan Tol ditentukan sebagai berikut: a. Daerah luar kota 1) Lebar lajur sekurang-kurangnya 3,60 meter; 2) Lebar bahu luar yang diperkeras 3 meter; 3) Lebar bahu dalam yang diperkeras 1,50 meter. b. Daerah perkotaan 1) Lebar lajur sekurang-kurangnya 3,50 meter; 2) Lebar bahu luar yang diperkeras 2,0 meter; 3) Lebar bahu dalam yang diperkeras 0,50 meter. 10. Panjang landai kritis ditetapkan atas dasarnya landai dan penurunan kecepatan kendaraan berat sebesar 25 km/jam. 11. Untuk ramp dan loop yang mempunyai kelandaian lebih dari 5% dan maximum 6% harus mempunyai sekurang-kurangnya 2 lajur lalu lintas. 12. Kemiringan melintang normal lajur lalu lintas adalah 2% dan bahu jalan 4%. II - 23

24 13. Median jalan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Lebar median harus didesain sekurang-kurangnya 5,50 meter untuk daerah luar kota, dan 3 meter untuk daerah perkotaan, diukur dari garis tepi dalam lajur lalu lintas. b. Dalam hal dilaksanakan konstruksi bertahap, median harus didesain untuk dapat menampung penambahan lajur, dengan lebar median sekurang-kurangnya 13 meter untuk daerah luar kota, dan 10 meter untuk daerah perkotaan. c. Untuk median dengan lebar minimum yang dimakhsud dalam huruf a harus menggunakan rel pengaman lalu lintas. 14. Lebar lajur dan lebar pulau-pulau pada gerbang tol harus mengikuti ketentuan sebagai berikut : a. Lebar lajur pada gerbang tol 2,90 meter; b. Lebar lajur paling luar sebelah kiri menurut arah arus lalu lintas pada gerbang tol adalah 3,50 meter; c. Lebar pulau pada gerbang tol sekurang-kurangnya 2,10 meter. II - 24

25 2.5 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 menetapkan baku tingkat kebisingan untuk kawasan tertentu diukur berdasarkan rata-rata pengukuran tingkat kebisingan ekivalen. Batasan nilai tingkat kebisingan untuk beberapa kawasan atau lingkungan dapat dilihat pada berikut. Tabel 2.4. Baku Tingkat Kebisingan Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 II - 25

26 2.6 Pengendalian Kebisingan Penanganan kebisingan pada sumber Penanganan kebisingan pada sumber bising dapat dilakukan beberapa hal, antara lain : a. Pengaturan lalu lintas Pengaturan dimakhsudkan untuk mengurangi volume lalu lintas kendaraan yang lewat. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan rekayasa lalu lintas, pembangunan jalan lingkar untuk mengurangi beban jaringan jalan perkotaan dan lain-lain. Pengaturan lalu lintas yang baik dapat mengurangi tingkat kebisingan antara 2 s/d 5 db(a). b. Pembatasan kendaraan berat Kendaraan berat memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat kebisingan akibat lalu lintas jalan. Dengan melakukan pembatasan jenis kendaraan berat dapat mengurangi dampak kebisingan pada kawasan sensitive yang ada. Pembatasan kendaraan berat sebesar 10% dapat menurunkan tingkat kebisingan hingga 3,5 db(a). c. Pengaturan kecepatan Pengaturan kecepatan lalu lintas pada rentang kecepatan 30 s/d 60 km/jam dapat mengurangi tingkat kebisingan 1 s/d 5 db(a). II - 26

27 d. Perbaikan kelandaian jalan Kelandaian jalan berpengaruh langsung terhadap tingkat kebisingan. Pengurangan kelandaian setiap 1% dapat mengurangi tingkat kebisingan sebesar 0,3 db(a). e. Pemilihan jenis perkerasan jalan Pada kecepatan di atas 80 km/jam, penggantian perkerasan aspal beton padat (berbutir tidak seragam) dengan perkerasan aspal terbuka (berbutir seragam) dapat mengurangi tingkat kebisingan lalu lintas sampai 4 db(a). Koreksi tingkat kebisingan akibat penggunaan berbagai jenis perkerasan yang lain secara relative terhadap lapis perkerasan aspal beton padat adalah sebagaimana tercantum pada tabel 2.5. Tabel 2.5. Koreksi tingkat kebisingan perkerasan jalan Dibandingkan dengan perkerasan aspal padat Sumber : Badan Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum II - 27

28 2.6.2 Penanganan kebisingan pada jalur perambatan Penanganan kebisingan pada jalur perambatan suara umumnya dilakukan dengan pemasangan peredam bising (BPB). PB dapat berupa penghalang alami (natural barrier) dan penghalang buatan (artificial barrier). Penghalang alami biasanya menggunakan berbagai kombinasi tanaman dengan gundukan (berm) tanah, sedangkan penghalang buatan dapat dibuat dari berbagai bahan, seperti tembok, kaca, kayu, alumunium, dan bahan lainnya. Untuk mencapai kinerja yang memadai, bahan yang digunakan sebagai penghalang sebaiknya memiliki rasio berat-luas minimum 20 kg/m²; BPB umumnya memiliki karakteristik secara teknis sebagai berikut : a. Dapat menurunkan tingkat kebisingan antara 10 sampai dengan 15 db(a); b. Mampu mencapai pengurangan tingkat kebisingan sebesar 5 db(a) apabila cukup tinggi untuk memotong jalur perambatan gelombang suara dari sumber ke penerima; c. Setiap penambahan 1 m ketinggian diatas jalur perambatan gelombang dapat menurunkan tingkat kebisingan sebesar 1,5 db(a) dengan penurunan maksimum secara teoritis sebesar 20 db(a); II - 28

29 d. BPB sebaiknya dipasang sepanjang sekitar 4 kali jarak dari penerima ke penghalang. Mitigasi kebisingan harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : a. Keselamatan pengguna jalan yang berkaitan dengan jarak pandang dan ketahanan konstruksi terhadap benturan; b. Kemudahan pemeliharaan, termasuk bangunan yang ada di sekitarnya, seperti saluran drainase; c. Stabilitas konstruksi dan usia layan mencapai 15 sampai dengan 20 tahun; d. Biaya konstruksi yang tergantung pada jenis pondasi yang dibutuhkan dan metoda konsruksi yang digunakan. e. Keindahan atau estetika lingkungan di sekitarnya. BPB bekerja dengan memberikan efek pemantulan (insulation), penyerapan (absorption), dan pembelokkan (diffraction) jalur perambatan suara. Pemantulan dilakukan oleh dinding penghalang, penyerapan dilakukan oleh bahan pembentuk dinding, sedangkan pembelokan dilakukan oleh ujung bagian tas penghalang. Tingkat kebisingan yang sampai pada penerima merupak penggabung antara tingkat suara sisa penyerapan dan hasil pembelokan. II - 29

30 Sumber : Badan Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum Gambar 2.3. Kondisi sebelum perlakuan BPB Sumber : Badan Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum Gambar 2.4. Kondisi dengan bangunan peredam bising Sumber : Badan Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum Gambar 2.5. Prinsip kerja Bangunan Peredam Bising Efektifitas penghalang ditentukan dengan indikator tingkat reduksi kebisingan, yang merupakan nilai selisih antara tingkat II - 30

31 kebisingan yang diterima pada kondisi tanpa penghalang dengan kondisi menggunakan penghalang. Tanaman yang digunakan untuk penghalang kebisingan harus memiliki kerimbunan dan kerapatan daun yang cukup dan merata mulai dari permukaan tanah hingga ketinggian yang diharapkan. Untuk itu, perlu diatur suatu kombinasi antara tanaman penutup tanah, perdu dan pohon atau kombinasi dengan bahan lainnya sehingga efek penghalang menjadi optimum. Tanaman-tanaman yang digunakan adalah : 1. Penutup tanah (cover crops); a. Rumput; b. Leguminosae. 2. Perdu; a. Bambu pringgodani (Bambusa Sp); b. Likuan-yu (Vermenia Obtusifolia); c. Anak nakal (Durante Repens); d. Soka (Ixora Sp); e. Kakaretan (Ficus Purnila); f. Sebe (Heliconia Sp); g. Teh-tehan (Durante); 3. Pohon; a. Akasia (Acacia Mangium); b. Johar (Casia Siamea); II - 31

32 c. Pohon-pohon yang rimbun dengan cabang rendah. Sumber : Badan Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum Gambar 2.6. Tanaman dikombinasikan dengan tanaman lainnya untuk memperbesar keerimbunan Penghalang dengan tanaman harus cukup tinggi untuk dapat memotong garis perambatan gelombang suara dari sumber ke penerima. Kedalaman tanaman serta prosentasse kerimbunan daun disesuaikan dengan jenis tanaman yang digunakan untuk penghalang. Penempatan penghalang dengan tanaman : a. Penghalang dengan tanaman sangat direkomendasikan untuk ditempat pada ruang milik jalan tol, arteri dan kolektor yang memiliki sisa lahan lebar; b. Penghalang dengan tanaman dapat digunakan pada ruang milik jalan-jalan local, sepanjang ruang yang ada mencukupi untuk menempatkan penghalang secara efektif; II - 32

33 c. Kawasan yang diharapkan menggunakan penghalang tipe ini adalah kawasan permukiman, perkantoran, dan kawasan-kawasan dimana interaksi orang terjadi pada intensitas tinggi, dan daerah-daerah dengan kebutuhan estetika tinggi; d. Penghalang kebisingan dengan tanaman ditempatkan pada posisi sekurang-kurangnya 3 m dari tepi perkerasan tapi diluar ruang manfaat jalan. Penghalang buatan merupakan alternative yang dapat dikembangkan dalam usaha-usaha mitigasi kebisingan, yang dapat terdiri dari : 1. Penghalang menerus 2. Penghalang tidak menerus 3. Kombinasi menerus tidak menerus 4. Penghalang artistik Karakteristik kinerja bangunan peredam bising dipengaruhi oleh lokasi, panjang dan tinggi bangunan, sifat transmitif (daya hantar), reflektif (daya pantul) atau absorptif (daya serap) dari material penyusunnya. Bahan penghalang buatan dapat dibuat dengan menggunakan kayu, panel beton pravetak, beton ringan berongga, panel fiber semen, panel acrylic transparan dan baja profil. Standar nilai suatu material yang digunakan sebagai bahan penghalang kebisingan memiliki criteria sebagai berikut II - 33

34 a) Nilai standar material untuk rugi transmisi suara ditentukan dengan syarat minimal nilai Sound Transmission Class adalah 25; b) Nilai standar material untuk penyerap suara adalahantara 0,30 0,60. Jenis-jenis penghalang buatan merupakan pilihan yang sesuai untuk lokasi-lokasi jalan tol, arteri atau yang memiliki alinyemen sempit, jembatan-jembatan dan jalan di ataas embankment Penanganan kebisingan pada penerima bising Strategi pengendalian terhadap penerima bising yang dapat dilakukan antara lain melalui perencanaan tata guna lahan, disain bangunan yang dapat mengurangi penerimaan bising (misalnya dengan memberikan lapisan peredam suara pada bangunan dan menggunakan bahan bangunan yang dapat meredam suara), meningkatkan pengertian dan pemahaman masyarakat terhadap pengendalian kebisingan, memberikan kompensasi terhadap penerima bising. II - 34

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK VOLUME 8 NO. 1, FEBRUARI 2012 PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR Sri umiati 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBISINGAN AKIBAT PEMBANGUNAN JALAN LAYANG

DAMPAK KEBISINGAN AKIBAT PEMBANGUNAN JALAN LAYANG DAMPAK KEBISINGAN AKIBAT PEMBANGUNAN JALAN LAYANG Keberadaan jalan layang dapat menimbulkan beberapa dampak diantaranya penurunan kualitas lingkungan yaitu tingginya tingkat kebisingan yang mengurangi

Lebih terperinci

PEDOMAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM. Mitigasi dampak kebisingan akibat lalu lintas jalan. Konstruksi dan Bangunan. Pd T B

PEDOMAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM. Mitigasi dampak kebisingan akibat lalu lintas jalan. Konstruksi dan Bangunan. Pd T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-16-2005-B Mitigasi dampak kebisingan akibat lalu lintas jalan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Daftar isi Daftar isi... i-ii Daftar gambar... iii Daftar tabel... iv Prakata...

Lebih terperinci

Prakata. Pt-T B

Prakata. Pt-T B Prakata Pedoman Mitigasi dampak kebisingan akibat lalu lintas jalan ini dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi Konstruksi dan Bangunan melalui Gugus Kerja Bidang Lingkungan dan Keselamatan Jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebisingan. Kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebisingan. Kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang dapat mengganggu pendengaran manusia. Menurut teori Fisika, bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh syaraf pendengaran yang berasal

Lebih terperinci

Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang

Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang Secara umum jalan layang keberadaannya sangat positif dalam menata sistem lalu lintas, guna mengurangi kemacetan lalu lintas sehingga memberikan kemudahan

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN PENDIDIKAN AKIBAT PENGARUH LALU LINTAS KENDARAAN

EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN PENDIDIKAN AKIBAT PENGARUH LALU LINTAS KENDARAAN Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN PENDIDIKAN AKIBAT PENGARUH LALU LINTAS KENDARAAN Sahrullah Program Studi Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Fungsi utama dari sistem jalan adalah memberikan pelayanan untuk pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman, nyaman, dan cara pengoperasian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL PADALARANG-CILEUNYI TERHADAP PERUMAHAN TAMAN HOLIS INDAH KOTA BANDUNG.

STUDI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL PADALARANG-CILEUNYI TERHADAP PERUMAHAN TAMAN HOLIS INDAH KOTA BANDUNG. STUDI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL PADALARANG-CILEUNYI TERHADAP PERUMAHAN TAMAN HOLIS INDAH KOTA BANDUNG. SUSANTO ATMADJA NRP : 9721007 NIRM : 41077011970244 Pembimbing : V. Hartanto S.,Ir.

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010). BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Gambaran Umum U-Turn Secara harfiah gerakan u-turn adalah suatu putaran di dalam suatu sarana (angkut/kendaraan) yang dilaksanakan dengan cara mengemudi setengah lingkaran

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

Pengaruh Penerapan Zona Selamat Sekolah Terhadap Tingkat Kebisingan Lalu Lintas di Kawasan Sekolah Kota Padang

Pengaruh Penerapan Zona Selamat Sekolah Terhadap Tingkat Kebisingan Lalu Lintas di Kawasan Sekolah Kota Padang Pengaruh Penerapan Zona Selamat Sekolah Terhadap Tingkat Kebisingan Lalu Lintas di Kawasan Sekolah Kota Padang Helga Yermadona 1,*), Yossyafra 2), Titi Kurniati 3) 1,2,3) Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL LINGKAR LUAR JAKARTA (JORR) RUAS PENJARINGAN KEBON JERUK (W1)

TUGAS AKHIR ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL LINGKAR LUAR JAKARTA (JORR) RUAS PENJARINGAN KEBON JERUK (W1) TUGAS AKHIR ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL LINGKAR LUAR JAKARTA (JORR) RUAS PENJARINGAN KEBON JERUK (W1) Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun

Lebih terperinci

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 10 No. 2

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 10 No. 2 PENGARUH AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP KEBISINGAN DI KAWASAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PANGUDI LUHUR SURAKARTA Dyah Ratri Nurmaningsih, Kusmiyati, Agus Riyanto SR 7 Abstrak: Semakin pesatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ( X Print) B-101

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ( X Print) B-101 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print) B-101 Kebisingan di Dalam Kabin Masinis Lokomotif Tipe CC201 Tri Sujarwanto, Gontjang Prajitno, dan Lila Yuwana Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Operasional dan Perencanaan Jalan Luar Kota Analisis operasional merupakan analisis pelayanan suatu segmen jalan akibat kebutuhan lalu-lintas sekarang atau yang diperkirakan

Lebih terperinci

FISIKA. 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari

FISIKA. 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari FISIKA 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari MATERI Satuan besaran Fisika Gerak dalam satu dimensi Gerak dalam dua dan tiga dimensi Gelombang berdasarkan medium (gelombang mekanik dan elektromagnetik) Gelombang

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN JARAK TERHADAP SUMBER BUNYI BIDANG DATAR BERBENTUK LINGKARAN

PENGARUH PENAMBAHAN JARAK TERHADAP SUMBER BUNYI BIDANG DATAR BERBENTUK LINGKARAN PENGARUH PENAMBAHAN JARAK TERHADAP SUMBER BUNYI BIDANG DATAR BERBENTUK LINGKARAN Agus Martono 1, Nur Aji Wibowo 1,2, Adita Sutresno 1,2,* 1 Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi adalah gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Bunyi dapat dihasilkan oleh dua benda yang saling berbenturan, alat musik, percakapan manusia, suara

Lebih terperinci

Pengertian Kebisingan. Alat Ukur Kebisingan. Sumber Kebisingan

Pengertian Kebisingan. Alat Ukur Kebisingan. Sumber Kebisingan Pengertian Kebisingan Kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki, kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS 1 Ruang lingkup Pedoman ini meliputi ketentuan untuk perencanaan fasilitas pengendali kecepatan lalu lintas di jalan kecuali jalan bebas hambatan.

Lebih terperinci

PEMROGRAMAN KOMPUTER UNTUK MENGANALISIS TINGKAT KEBISINGAN ELLA DESYNATA S

PEMROGRAMAN KOMPUTER UNTUK MENGANALISIS TINGKAT KEBISINGAN ELLA DESYNATA S PEMROGRAMAN KOMPUTER UNTUK MENGANALISIS TINGKAT KEBISINGAN ELLA DESYNATA S NRP : 9821040 Pembimbing : V. Hartanto S.,Ir. M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Definisi 2 Noise (bising) adalah bunyi yang tidak dikehendaki, suatu gejala lingkungan (environmental phenomenon) yang mempengaruhi manusia sejak dalam kandungan dan sepanjang hidupnya. Bising

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Klasifikasi Fungsi Jalan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006 tentang jalan, klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan yang akan dibicarakan dalam bab ini, seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, segmen jalan perkotaan/semi perkotaan mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kebisingan Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia. [1] Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA TUGAS AKHIR PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA Dosen Pembimbing 1 : Ir.Wiratno A.Asmoro,M.Sc Dosen Pembimbing 2

Lebih terperinci

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

Pengendalian Bising. Oleh Gede H. Cahyana

Pengendalian Bising. Oleh Gede H. Cahyana Pengendalian Bising Oleh Gede H. Cahyana Bunyi dapat didefinisikan dari segi objektif yaitu perubahan tekanan udara akibat gelombang tekanan dan secara subjektif adalah tanggapan pendengaran yang diterima

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

Spesifikasi kereb beton untuk jalan

Spesifikasi kereb beton untuk jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi kereb beton untuk jalan ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata... iii Pendahuluan...iv 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hambatan Samping Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas akibat kegiatan di sisi jalan. Aktivitas samping

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH VOLUME DAN KECEPATAN KENDARAAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA JALAN DR. DJUNJUNAN DI KOTA BANDUNG

ANALISIS PENGARUH VOLUME DAN KECEPATAN KENDARAAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA JALAN DR. DJUNJUNAN DI KOTA BANDUNG ANALISIS PENGARUH VOLUME DAN KECEPATAN KENDARAAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA JALAN DR. DJUNJUNAN DI KOTA BANDUNG Fernanda Gilsa Rahmatunnisa 1, Mutia Ravana Sudarwati 1, Angga Marditama Sultan Sufanir

Lebih terperinci

Jenis dan Sifat Gelombang

Jenis dan Sifat Gelombang Jenis dan Sifat Gelombang Gelombang Transversal, Gelombang Longitudinal, Gelombang Permukaan Gelombang Transversal Gelombang transversal merupakan gelombang yang arah pergerakan partikel pada medium (arah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja.

BAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja. 3.1 Bagan Alir Program Kerja BAB III METODOLOGI Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja. Persiapan Penyusunan Program Kerja dan Metodologi Data Sekunder Pengumpulan Data Data

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN)

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN) PRO S ID IN G 20 11 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG Memperhatikan penampang melintang jalan sebagaimana Bab I (gambar 1.6 dan gambar 1.7), maka akan tampak bagian-bagian jalan yang lazim disebut sebagai komponen penampang

Lebih terperinci

Tgl Wawancara: KUESIONER TINJAUAN HUBUNGAN TINGKAT KEBISINGAN DAN KELUHAN SUBJEKTIF (NON AUDITORY) PADA OPERATOR SPBU DKI JAKARTA TAHUN 2009

Tgl Wawancara: KUESIONER TINJAUAN HUBUNGAN TINGKAT KEBISINGAN DAN KELUHAN SUBJEKTIF (NON AUDITORY) PADA OPERATOR SPBU DKI JAKARTA TAHUN 2009 Tgl Wawancara: KUESIONER TINJAUAN HUBUNGAN TINGKAT KEBISINGAN DAN KELUHAN SUBJEKTIF (NON AUDITORY) PADA OPERATOR SPBU DKI JAKARTA TAHUN 2009 Kuesioner ini merupakan alat pengumpulan data untuk memenuhi

Lebih terperinci

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah

Lebih terperinci

ANALISA TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS DI JALAN RAYA DITINJAU DARI BAKU TINGKAT YANG DIIJINKAN

ANALISA TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS DI JALAN RAYA DITINJAU DARI BAKU TINGKAT YANG DIIJINKAN ANALISA TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS DI JALAN RAYA DITINJAU DARI BAKU TINGKAT YANG DIIJINKAN Galuh Renggani Wilis Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas pancasakti Tegal Email : galuhrw@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lingkungannya. Karena persepsi dan kemampuan individu pengemudi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lingkungannya. Karena persepsi dan kemampuan individu pengemudi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Arus Lalu lintas Arus lalu lintas terbentuk dari pergerakan individu pengendara yang melakukan interaksi antara yang satu dengan yang lainnya pada suatu ruas

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 4.1.1 UMUM 1) Uraian a) Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar jalur lalu lintas yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang Penentuan fasilitas penyeberangan tidak sebidang harus sesuai kondisi lalu lintas jalan yang ditinjau. Berikut metode penentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Permukiman Lingkungan pemukiman/perumahan adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi

Lebih terperinci

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

- BUNYI DAN KEBISINGAN -

- BUNYI DAN KEBISINGAN - ERGONOMI - BUNYI DAN KEBISINGAN - Universitas Mercu Buana 2011 Telinga http://id.wikipedia.org/wiki/telinga) TELINGA LUAR TELINGA TENGAH TELINGA DALAM http://v-class.gunadarma.ac.id/mod/resource/view.php?id=2458

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Volume Lalu Lintas Hasil penelitian yang dilaksanakan selama seminggu di ruas Jalan Mutiara Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Kepulauan khususnya sepanjang 18 m pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG - GELOMBANG

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG - GELOMBANG LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Nama : Kelas/No : / Gelombang - - GELOMBANG - GELOMBANG ------------------------------- 1 Gelombang Gelombang Berjalan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR 353/KPTS/M/2001 TENTANG KETENTUAN TEKNIK, TATA CARA PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN JALAN TOL

KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR 353/KPTS/M/2001 TENTANG KETENTUAN TEKNIK, TATA CARA PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN JALAN TOL KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR 353/KPTS/M/2001 TENTANG KETENTUAN TEKNIK, TATA CARA PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN JALAN TOL MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Evaluasi teknis adalah mengevaluasi rute dari suatu ruas jalan secara umum meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada atau tersedia

Lebih terperinci

POTENSI MATERIAL LANTAI HALAMAN DALAM MEREDUKSI KEBISINGAN LALU LINTAS

POTENSI MATERIAL LANTAI HALAMAN DALAM MEREDUKSI KEBISINGAN LALU LINTAS POTENSI MATERIAL LANTAI HALAMAN DALAM MEREDUKSI KEBISINGAN LALU LINTAS Benidiktus Susanto 1 dan Agata Eka Siswandari 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta

Lebih terperinci

Getaran, Gelombang dan Bunyi

Getaran, Gelombang dan Bunyi Getaran, Gelombang dan Bunyi Getaran 01. EBTANAS-06- Pada getaran selaras... A. pada titik terjauh percepatannya maksimum dan kecepatan minimum B. pada titik setimbang kecepatan dan percepatannya maksimum

Lebih terperinci

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Outline Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri

Lebih terperinci

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI Kompetensi dasar : Memahami Konsep Dan Prinsip-Prinsip Gejala Gelombang Secara Umum Indikator : 1. Arti fisis getaran diformulasikan 2. Arti fisis gelombang dideskripsikan

Lebih terperinci

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI Kompetensi dasar : Memahami Konsep Dan Prinsip Prinsip Gejala Gelombang Secara Umum Indikator Tujuan 1. : 1. Arti fisis getaran diformulasikan

Lebih terperinci

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya,

Lebih terperinci

PENGARUH LAY OUT BANGUNAN DAN JENIS MATERIAL SERAP PADA KINERJA AKUSTIK RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI SURABAYA TITI AYU PAWESTRI

PENGARUH LAY OUT BANGUNAN DAN JENIS MATERIAL SERAP PADA KINERJA AKUSTIK RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI SURABAYA TITI AYU PAWESTRI PENGARUH LAY OUT BANGUNAN DAN JENIS MATERIAL SERAP PADA KINERJA AKUSTIK RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI SURABAYA TITI AYU PAWESTRI 3208204001 Latar belakang pelebaran jalan akibat perkembangan kota mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan mist blower merek Yanmar tipe MK 15-B. Sistem yang digunakan pada alat tersebut didasarkan oleh hembusan aliran udara berkecepatan tinggi. Oleh karena

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Akustik. By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT

Akustik. By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT Akustik By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT Bunyi Bunyi merupakan suatu gelombang. Banyaknya gelombang yang dapat diterima bunyi antara 20-20.000 Hz Dapat merambat melalui MEDIA media disini bisa berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Ruas jalan Cicendo memiliki lebar jalan 12 meter dan tanpa median, ditambah lagi jalan ini berstatus jalan arteri primer yang memiliki minimal kecepatan 60 km/jam yang

Lebih terperinci

GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI

GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI Getaran, Gelombang dan Bunyi Getaran 01. EBTANAS-06-24 Pada getaran selaras... A. pada titik terjauh percepatannya maksimum dan kecepatan minimum B. pada titik setimbang kecepatan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol. Besarnya tarif tol tidak boleh melebihi 70 % nilai BKBOK yang merupakan selisih antara BOK

Lebih terperinci

TUGAS REKAYASA LALU LINTAS (RESUME ANALISIS KINERJA JALAN BEBAS HAMBATAN)

TUGAS REKAYASA LALU LINTAS (RESUME ANALISIS KINERJA JALAN BEBAS HAMBATAN) TUGAS REKAYASA LALU LINTAS (RESUME ANALISIS KINERJA JALAN BEBAS HAMBATAN) OLEH : UMMU SHABIHA D11114302 TEKNIK SIPIL KELAS B JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN GOWA 2016 Jalan bebas hambatan

Lebih terperinci

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : a) Trotoar b) Penyeberangan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Kebisingan, Jalan Raya.

ABSTRAK. Kata Kunci : Kebisingan, Jalan Raya. PENGARUH KECEPATAN DAN JUMLAH KENDARAAN TERHADAP KEBISINGAN (STUDI KASUS KAWASAN KOS MAHASISWA DI JALAN RAYA PRABUMULIH-PALEMBANG KM 32 INDRALAYA SUMATERA SELATAN) Anugra Setiawan Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN 1.1. Lingkup dan Tujuan 1. PENDAHULUAN 1.1.1. Definisi segmen jalan perkotaan : Mempunyai pengembangan secara permanen dan menerus minimum

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 44 TAHUN 2010 STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS PERALATAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa dalam Pasal 197 Peraturan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai. melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas.

TINJAUAN PUSTAKA. Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai. melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalu lintas Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedang yang dimaksud dengan ruang

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass;

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass; BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Underpass Underpass adalah tembusan di bawah sesuatu terutama bagian dari jalan atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass; 2014). Beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Jalan tol sebagai jalan bebas hambatan memberikan perbedaan yang nyata dibandingkan jalan biasa. Akses terbatas dengan persilangan tak sebidang, kecepatan rata rata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kinerja suatu simpang menurut MKJI 1997 didefinisikan sebagai ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara umum dinyatakan dalam kapasitas

Lebih terperinci

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus pada as jalannya yang menggambarkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan pada arah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 POLISI TIDUR (ROAD HUMPS) Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat pengendali pemakai jalan sebagai alat pembatas kecepatan, dan memiliki banyak nama

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA 4.1 DASAR-DASAR PENGUMPULAN DATA Perancangan simpang yang individual atau tidak terkoordinasi dengan simpang lainnya pada prinsipnya hanya dipengaruhi oleh kendaraan

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR A.1. A.1.1. A.1.1.1. Lajur Lalu-lintas A.1.1.2. Bahu A.1.1.3. Median A.1.1.4. Selokan Samping UJI FUNGSI TEKNIS GEOMETRIK Potongan melintang badan jalan Lebar lajur Fungsi jalan Jumlah lajur Arus Lalu-lintas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Arus Lalu Lintas Definisi arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi

Lebih terperinci

Gelombang Bunyi. Keterangan: γ = konstanta Laplace R = tetapan umum gas (8,31 J/mol K)

Gelombang Bunyi. Keterangan: γ = konstanta Laplace R = tetapan umum gas (8,31 J/mol K) Gelombang Bunyi Bunyi termasuk gelombang mekanik, karena dalam perambatannya bunyi memerlukan medium perantara. Ada tiga syarat agar terjadi bunyi yaitu ada sumber bunyi, medium, dan pendengar. Bunyi dihasilkan

Lebih terperinci

2. Dasar Teori 2.1 Pengertian Bunyi 2.2 Sumber bunyi garis yang tidak terbatas ( line source of infinite length

2. Dasar Teori 2.1 Pengertian Bunyi 2.2 Sumber bunyi garis yang tidak terbatas ( line source of infinite length dilakukan penggandaan jarak antara pendengar dengan sumber bunyi [4]. Dalam kehidupan sehari-hari sumber bunyi garis menjadi tidak menguntungkan karena hanya mengalami penurunan sebesar 3 db saat penggandaan

Lebih terperinci