BAB I PENDAHULUAN. yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang Undang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang Undang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan memperbaiki kondisi kehidupam manusia, masyarakat, bangsa dan negara dari suatu kondisi tertentu kepada tingkat kualitas kehidupan yang lebih baik. Pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 merupakan cita-cita dari masyarakat Indonesia. Pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap pembangunan. Sejalan dengan kemajuan pembangunan tersebut, maka penyelenggaraan jasa telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa. 1 Dalam kehidupan manusia hampir seluruh aktivitasnya tidak dapat dipisahkan dari komunikasi. Dalam berkomunikasi manusia memanfaatkan media atau sarana yang dapat menunjang efektifitas komunikasi yang dilakukan. Dengan demikian pemanfaatan sarana telekomunikasi tersebut memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia. 1 Danrivanto Budhijanto, 2010, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran, & Teknologi Informasi, Regulasi dan Konvergensi, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm.43.

2 2 Di negara Republik Indonesia keberadaan telekomunikasi diakui sebagai salah satu aspek yang dapat mendukung keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga pemerintah memberikan dukungan terhadap lembaga-lembaga penyedia jasa telekomunikasi tersebut untuk dapat memberikan pelayanan maksimal, baik terhadap masyarakat secara umum maupun terhadap institusi pemerintah dan swasta. Bentuk dukungan pemerintah dalam hal ini adalah dengan memberikan konsensi agar telekomunikasi dapat tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan tekhnologi. Pemerintah memberikan dukungan terhadap pengusaha jasa telekomunikasi baik dalam bentuk infra maupun suprastruktur yang dapat mendukung keberhasilan penyedia jasa telekomunikasi sehingga dapat secara maksimal melayani pelanggan. Telekomunikasi merupakan salah satu sarana yang mampu memainkan peranan strategis dalam mendorong peningkatan keberhasilan pembangunan. Selain menjadi komiditas bisnis masyarakat, jasa telekomunikasi juga memberikan konstribusi terhadap penerimaan negara bukan pajak. Namun yang terpenting peran telekomunikasi adalah memperlancar arus berita, data dan informasi baik skala nasional maupun internasional. Begitu pentingnya peran telekomunikasi tersebut kemudian mendorong Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat membuat dan mengesahkan berlakunya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999, Tentang Telekomunikasi. Dalam undang-undang tersebut, ditegaskan peran pemerintah dititik beratkan pada pembinaan yang meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian dengan mengikutsertakan peran masyarakat.

3 3 Danrivanto Budhijanto menilai bahwa: Peran pemerintah dalam penguasan telekomunikasi merupakan implementasi dari prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 2 PT. Telekomunikasi Indonesia (persero). Tbk, disingkat PT Telkom, merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1991 yang sebelumnya bernama Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel), adalah perusahan yang memegang isin dari pemerintah untuk melaksanakan kegiatan usaha bidang penyelenggara telekomunkasi di Indonesia. Salah satu usaha PT Telkom adalah menyediakan layanan jasa telepon kabel perorangan untuk kepentingan masyarakat. Meski peran monopoli PT. Telkom dalam mengelolah telekomunikasi di Indonesia telah berakhir dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, yang semangatnya tak dapat dipisahkan dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, namun secara bisnis, terlihat dominasi PT Telkom dalam menguasi segmen pasar telpon rumah yang berbasis kabel masih sangat kuat. Telepon merupakan fasilitas suara dari jarak jauh yang disediakan oleh PT. Telkom (persero) dan perkembangannya saat ini telah mencapai keseluruh pelosok Indonesia. Telepon sangat berarti di dalam masyarakat karena sifat 2 Danrivanto Budhijanto Ibid, hlm. 45.

4 4 penggunaannya sangat mudah, praktis dan cepat dalam melakukan aktifitas komunikasi jarak jauh dan dapat menghemat biaya, tenaga dan waktu. 3 Masyarakat sebagai konsumen pengguna telepon rumah yang berbasis kabel yang disediakan oleh PT. Telkom (persero), memiliki posisi tawar lemah karena PT. Telkom (persero) selaku pelaku usaha memiliki kekuasaan penuh mengendalikan pasar. Berbagai kerugian yang dialami konsumen tersebut dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha. Kondisi konsumen yang lemah dalam hal memperoleh perlindungan hukum perlu ditingkatkan sehingga hak-hak konsumen dapat ditegakkan. Namun, perlu pula diperhatikan dalam memberikan perlindungan konsumen tidak juga mematikan usaha yang dijalankan pelaku usaha. Oleh karena itu sangat penting untuk ditegakkan peraturan perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia seiring dengan upaya menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga timbul sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha. Pengertian pelaku usaha menurut Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat (3), pelaku usaha adalah : Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik 3 Gouzali Saydam. 2004, Sistem Telekomunikasi di Indonesia. Edisi Revisi, Alfabeta, Bandung, hlm. 24.

5 5 sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 4 Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi atau disingkat (KBST) Telepon kebel perorangan/ rumah adalah suatu bentuk perjanjian yang harus ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu pihak PT. Telkom dan pelanggan telepon kabel perorangan/rumah yang disingkat pelanggan, sebagai syarat berlangganan. Perjanjian ini termasuk dalam kontrak baku. yaitu suatu Kontrak atau perjanjian yang bentuk dan isinya dibuat dan ditentukan sepihak oleh PT. Telkom, sementara pelanggan hanya tinggal menerima dan menandatangani. Salah satu masalah yang dihadapi konsumen sebagai pengguna telepon kabel perorangan yang disediakan oleh PT. Telkom (persero) adalah aspek perlindungan konsumen, terkait dengan perjanjian berlangganan telepon kabel perorangan. Perjanjian berlangganan tersebut, menggunakan perjanjian baku (standar kontrak) yang beberapa ketentuannya masih mengandung klausula eksenorasi, yaitu suatu klausula yang berisi pembatasan tanggung jawab bagi pihak PT. Telkom (Persero) sebagai pelaku usaha, bilamana terjadi kerugian yang disebabkan kegagalan operasional yang dilakukan oleh PT. Telkom (persero). Dalam klausula perjanjian itu, ditetapkan semua syarat yang harus dipenuhi oleh pelanggan, sedangkan jika timbul kerugian yang diakibatkan kelalaian pelanggan/konsumen, PT Telkom (persero) cukup menunjuk pada klausula - klausula perjanjian baku yang telah mengatur hak dan kewajiban serta tanggung jawab konsumen atas kerugian yang timbul tersebut. Selain itu, perjanjian baku tersebut juga disertai lampiran-lampiran sebagai aturan tambahan yang isinya mengikat pelanggan sebagai konsumen telepon rumah. 4 Budiono. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, 2002, Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta, Direktorat Perlindungan Konsumen, Direktoran Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, hlm. 3.

6 6 Adapun rumusan klausula baku menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah : Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 5 Sutan Remy Sjahdeini menjelaskan pengertian perjanjian baku adalah sebagai berikut : Hampir seluruh isinya klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan, yang belum dibakukan misalnya harga, jumlah, tempat, waktu dan beberapa hal lain yang spesifik dari obyek perjanjian, jadi yang dibakukan bukan formulir kontrak tapi klausul klausulnya. 6 Setiap bentuk perjanjian harus menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak dan dianggap sah apabila telah memenuhi syarat-syarat seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang bunyinya untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat: 7 1. Kesepakatan dari para pihak. Akibatnya, pihak yang tidak sepakat dengan suatu kontrak dan (karenanya) tidak menda tanganinya, tidak terikat oleh kontrakt tersebut. Karena itu, pihak tersebut juga tidak mengemban suatu kewajiban yang ditetapkan oleh kontrak itu. 2. Kecakapan dari masing-masing pihak. Jadi, suatu pihak dapat terikat oleh suatu kontrak hanya jika dia cakap untuk mengikatkan dirinya. 3. Suatu hal tertentu. Dalam hal suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa. 4. Suatu sebab yang halal. Dalam hal ini isi kontrak tersebut tidak bertentangan oleh undang-undang, atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. 5 Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 6 Sutan Remy Sjahdeini, 2009, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank DI Indonesia, Pustaka Utama, Jakarta, hlm Budiono Kusumohamidjojo,2001, Panduan untuk Merancang Kontrak, PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta, hlm.16.

7 7 Para pihak yang membuat kontrak kemudian juga akan tunduk pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang bunyinya: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 8 Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa isi perjanjian atau kontrak baku telah dibuat oleh satu pihak, sebagai pihak lainnya tidak dapat mengemukakan kehendak secara bebas. Dengan kata lain, tidak terjadi tawar menawar mengenai isi perjanjian sebagaimana menurut asas kebebasan berkontrak. Dalam perjanjian baku berlaku adagium, take it or leave it contract. Maksudnya apabila setuju dengan isi perjanjian tersebut silakan ambil, dan bila tidak setuju tinggalkan saja, artinya perjanjian tidak dilakukan. Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, pihak lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal demikian, pihak yang memiliki kekuatan biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausul-klausul tertentu dalam kontrak baku, sehingga perjanjian yang seharusnya dibuat atau dirancang oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi dalam kontrak baku karena format dan isi kontrak dirancang oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat. Dalam KBST yang yang merancang format dan isi kontrak adalah PT. Telkom, pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat, dibanding dengan kedudukan pelanggan, sehingga dipastikan bahwa KBST tersebut memuat klausul-klausul yang menguntungkan PT Telkom. Klausul dalam suatu perjanjian yang bersifat meringankan, 8 Budiono Kusumohamidjojo, ibid, hlm. 17.

8 8 membatasi bahkan meniadakan beban atau kewajiban-kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi bebannya dikenal dengan klausula eksonerasi. 9 Pengertian konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah : Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 10 Lahirnya Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, selanjutnya disingkat UUPK, merupakan era baru dalam perlindungan hukum konsumen di Indonesia, oleh karena dalam UUPK tersebut konsumen mendapatkan aspek penguatan perlindungan hukum. Konsumen yang sebelumnya memiliki kedudukan dan posisi tawar (bargaining position), lemah dan sering menjadi obyek aktivitas bisnis dari pelaku usaha demi meraup keuntungan yang besar, sekarang terbentengi dengan berbagai ketentuan yang membatasi kebebasan pelaku usaha. Undang-Undang tersebut merupakan sarana yang mestinya dimanfaatkan oleh konsumen untuk meningkatkan posisi tawarnya menjadi semakin kuat dalam melakukan transaksi bisnis dengan pelaku usaha. Sejatinyalah dalam melakukan transaksi bisnis yang dipayungi dengan suatu perjanjian, hubungan konsumen dengan pelaku usaha dalam keadaan yang seimbang dan proporsional, sehingga membawa manfaat dan keuntungan bersama, termasuk dalam hal ini perjanjian bisnis antara konsumen pengguna 9 Ahmadi Miru, Op.Cit. hlm Shidarta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, PT.Gramedia Widiasara Indonesia, Jakarta, hlm.1.

9 9 telepon kabel perorangan dengan PT. Telkom Makassar, sebagaimana tertuang dalam KBST. Dalam Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah : Segala upaya yang menjamin kepastian hukum untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. 11 Penguatan perlindungan hukum terhadap konsumen merupakan salah satu tujuan yang mendasari pembuatan undang undang perlindungan konsumen dengan harapan terciptanya tatanan bisnis yang memiliki kepastian hukum, jujur, berkeadilan serta bertanggung jawab. Demikian Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 3 UUPK, sebagai berikut : Perlindungan konsumen bertujuan : a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya. b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa. c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. f. Meningkatkan kualitas barang dan / atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan / atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. 12 UUPK juga merupakan sarana yang sangat potensil bagi masyarakat, khususnya konsumen pelanggan PT. Telkom (Persero) cabang Makassar, sehingga segala kerugian-kerugian, keluhan-keluhan mengenai ketidak puasan 11 Lihat Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan Konsumen. 12 Lihat Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

10 10 terhadap pelanggan telepon rumah sebagai akibat pelaksanaan Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi (KBST) Telepon rumah dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk melakukan tuntutan perdata kepada pelaku usaha melalui gugatan perorangan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) maupun melalui peradilan umum. Demikian hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 45 ayat (1) UUPK, sebagai berikut : Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan dilingkungan peradilan umum 13. Selain gugatan perorangan, dalam UUPK diperkanalkan pula gugatan kelompok masyarakat atau legal action dan gugatan Legal standing oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang pelindungan konsumen serta pemerintah. Hal tersebut diatur dalam Pasal 46 ayat (1) UUPK sebagai berikut : Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh : a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan. b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. d. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikomsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit. 14 Gugatan kelompok ( class action) atau class representative yang pernah terjadi di Indonesia adalah gugatan oleh perwakilan masyarakat yang mengatasnamakan dirinya konsumen Elpiji se Jabotabek ( Jakarta, Bogor, 13 Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 14 Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

11 11 Tangerang, Bekasi ) terhadap Pemerintah Republik Indonesia dan PT. Pertamina (Persero). Tbk terkait dengan kenaikan Elpiji secara sepihak oleh Pertamina. 15 Selanjutnya perkara tersebut didaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor 550/PDT.G/2000, dan diputuskan pada Tanggal 9 Oktober 2001 dengan amar pada pokoknya sebagai berikut : a. Menetapkan para penggugat (class representative) bertindak dan berkedudukan hukum untuk mewakili kepentingan hukum masyarakat konsumen Elpiji di Jabotabek ( Jakarta, Bogor. Tangerang, dan Bekasi) b. Menyatakan Tergugat melakukan perbuatan melawan hukum. c. Menyatakan Keputusan Pertamina Tanggal 2 November Nomor Kpts- 097/C0000/2000-S3 tidak sah dan cacat hukum serta memerintahkan pencabutannya; d. Menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp (seratus empat puluh empat ribu rupiah ) per bulannya kepada masing - masing penggugat (class representative) serta (enam belas ribu rupiah) kepada masyarakat konsumen Elpiji (class member s), dan; e. Memerintahkan pembentukan Komisi Pembayaran Ganti rugi. Sementara itu, gugatan legal standing pernah dilakukan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yaitu dalam perkara antara Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Wanita Indonesia Tanpa Tembakau, Yayasan Kanker Indonesia, melawan PT Jarum Kudus. Tbk. PT HM Sampoerna. Tbk. dan PT Rajawali Citra Indonesia (RCTI) serta PT Surya Citra Televisi (SCTV) pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, perkara mana tercatat Nomor 278/ Pdt.G/ 2002/PN. Jkt. Selatan, terkait dengan materi gugatan penayangan iklan rokok pada RCTI dan SCTV. Meskipun gugatan tersebut pada akhirnya ditolak oleh pengadilan, akan tetapi suatu hal yang harus dicatat bahwa pengadilan yang mengadili perkara tersebut, mengakui 15 Yusuf Shofie, 2008, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Adtya Abadi, Bandung, hlm. 300.

12 12 eksistensi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perlindungan Konsumen untuk mengajukan gugatan konsumen di pengadilan. 16 Berdasarkan uraian uraian telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Perjanjian Jasa Telekomunikasi Antara PT. Telkom (Persero) Dengan Pelanggan Pengguna Telepon Kabel Perorangan di Kota Makassar (Suatu Tinjauan Dari Aspek Perlindungan Konsumen). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan klausula eksenorasi `dalam Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi Antara PT Telkom ( persero) sebagai pihak penyelenggara jasa telekomunikasi dengan pelanggan sebagai konsumen pengguna telepon kabel perorangan di Kota Makassar. 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen di dalam Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi antara PT. Telkom (Persero) Cabang Makassar sebagai pihak penyedia dan penyelenggara jasa telekomunikasi dengan pelanggan sebagai konsumen pengguna telepon kabel perorangan di Kota Makassar. C. Keaslian Penelitian Penelitian ini mengkaji atau meneliti tentang Perjanjian Jasa Telekomunikasi antara PT.Telkom (Persero) Cabang Makassar dengan Pelanggan 16 Dedi Herianto, 2010, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 251.

13 13 Pengguna Telepon Kabel di Kota Makassar. Secara substansi penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana penerapan klausula eksonerasi dalam perjanjian telekomunikasi tersebut serta bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian jasa telekomunikasi yang menitik beratkan pada sudut pandang Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Meskipun demikian berdasarkan survey penulis, bahwa sebelumnya telah ada penelitian yang meneliti tentang perjanjian telekomunikasi tersebut yaitu Aspek Hukum Sewa MenyewaTelepon antara pelanggan dengan PT. (Persero) Telekomunikasi Indonesia yang diteliti oleh Sirajuddin Saleh pada tahun 1995 dalam bentuk Tesis di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar. Dalam penelitian tersebut secara substansi pembahasan lebih menekankan pada bentuk perjanjian antara pelanggan telepon dengan PT.Telkom serta sistem pelayanan operasional, dan proses penyelesaian sengketa tunggakan pembayaran yang dilakukan oleh pelanggan. Dari uraian di atas maka menurut penulis, penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Sirajuddin Saleh) tersebut berbeda dengan penelitian ini. Perbedaan tersebut dapat terlihat pada substansi rumusan masalah, dimana pada penelitian sebelumnya penekanan kajian lebih pada bentuk serta proses penyelesaian apabila terjadi sengketa tunggakan pembayaran oleh pelanggan dan pada perjanjian tersebut, sedangkan pada penelitian ini penulis lebih mengkaji perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi pada pelaksanaannya serta perlindungan konsumen pada perjanjian tersebut dengan merujuk pada UUPK,

14 14 sehingga dengan demikian menurut hemat penulis bahwa penelitian ini tetap relevan dan dapat dipertanggung jawabkan keasliannya. D. Faedah Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan sebagai berikut: a. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam rangka meningkatkan kesadaran, pemahaman konsumen selaku pelanggan terhadap makna klausula eksonerasi dalam Kontrak Berlangganan Sambungan Tekekomunikasi (KBST) telepon kabel perorangan, sehingga dengan demikian pelanggan dapat memahami akibat yang timbul berkenaan dengan klausula eksonerasi tersebut. b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi PT. Telkom untuk lebih mengedepankan aspek perlindungan hukum terhadap konsumen sebagai pelanggan dalam ketentuan-ketentuan Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi (KBST) telepon kabel perorangan sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak-hak konsumen sesuai amanat UUPK. E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: a. Guna mengetahui dan menganalisis Penerapan klausula eksonerasi dalam Perjanjian Jasa Telekomunikasi Antara PT. Telkom (Persero) Cabang Makassar sebagai pihak penyedia dan penyelenggara jasa telekomunikasi dengan pelanggan sebagai pengguna telepon kabel perorangan di Kota Makassar.

15 15 b. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya perlindungan hukum terhadap konsumen di dalam perjanjian jasa telekomunikasi antara PT. Telkom (Persero) cabang Makassar sebagai pihak penyedia dan penyelenggara jasa telekomunikasi dengan pelanggan sebagai konsumen pengguna telepon kabel perorangan di Kota Makassar.

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia semakin berubah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan sistem telekomunikasi di Indonesia sudah demikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK 43 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN BAKU ANTARA KREDITUR DAN DEBITUR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh : Glen Wowor 2 ABSTRAK Penelitian ini dialkukan bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama BAB I PENDAHULUAN Perjanjian berkembang pesat saat ini sebagai konsekuensi logis dari berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama bisnis dilakukan oleh pelaku bisnis dalam bentuk

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Telekomunikasi Indonesia atau yang sering dikenal oleh awam dengan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Telekomunikasi Indonesia atau yang sering dikenal oleh awam dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT. Telekomunikasi Indonesia atau yang sering dikenal oleh awam dengan Telkom, merupakan perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan jaringantelekomunikasi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN I. UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terhadap turis asing sebagai konsumen, sehingga perjanjian sewamenyewa. sepeda motor, kepada turis asing sebagai penyewa.

BAB V PENUTUP. terhadap turis asing sebagai konsumen, sehingga perjanjian sewamenyewa. sepeda motor, kepada turis asing sebagai penyewa. BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut : 1. Perjanjian sewa-menyewa sepeda motor antara turis asing dan Rental motor Ana Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dari perekonomian yang modern dapat dilihat dari kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Salah satu kebutuhan itu adalah tentang kebutuhan akan

Lebih terperinci

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya PERLINDUNGAN KONSUMEN Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya MENGAPA KONSUMEN DILINDUNGI??? 2 ALASAN POKOK KONSUMEN PERLU DILINDUNGI MELINDUNGI KONSUMEN = MELINDUNGI SELURUH BANGSA

Lebih terperinci

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 1. Latar belakang UU nomor 8 tahun 1999 UUPK ibarat oase di

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI A. Ketentuan Hukum Mengenai Perlindungan Konsumen Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia, mengamanatkan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERJANJIAN PADA PROGRAM INVESTASI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERJANJIAN PADA PROGRAM INVESTASI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERJANJIAN PADA PROGRAM INVESTASI A. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Sejarah lahirnya perlindungan konsumen di Indonesia ditandai dengan disahkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa pengaruh cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha. Perkembangan globalisasi ekonomi dimana arus barang dan jasa tidak lagi mengenal batas Negara membuat timbul berbagai

Lebih terperinci

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Oleh: Firya Oktaviarni 1 ABSTRAK Pembiayaan konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana hukum Oleh : SETIA PURNAMA

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan cita-cita Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari pembahasan mengenai Tinjauan Hukum Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Penerapan Klausula Baku Dalam Transaksi Kredit Sebagai Upaya Untuk Melindungi Nasabah Dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya adalah usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry. Usaha ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional harus lebih

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DARI KLAUSULA EKSEMSI DALAM KONTRAK STANDAR PERJANJIAN SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DARI KLAUSULA EKSEMSI DALAM KONTRAK STANDAR PERJANJIAN SEWA BELI TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DARI KLAUSULA EKSEMSI DALAM KONTRAK STANDAR PERJANJIAN SEWA BELI oleh : Putu Ayu Dias Pramiari Putu Tuni Cakabawa L Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengaturan Perlindungan Konsumen di Indonesia Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan

Lebih terperinci

loket). Biaya tersebut dialihkan secara sepihak kepada konsumen.

loket). Biaya tersebut dialihkan secara sepihak kepada konsumen. SIARAN PERS Badan Perlindungan Konsumen Nasional Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Telp/Fax. 021-34833819, 021-3458867 www.bpkn.go.id Pelanggaran Hak Konsumen : b. KUH Perdata pasal 1315 : pada

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Anak Agung Ketut Junitri Paramitha I Nengah Suharta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Agustin Widjiastuti SH., M.Hum. Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunannasional adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang Dasar 1945 merupakan cita-cita dari masyarakat Indonesia. Pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. undang Dasar 1945 merupakan cita-cita dari masyarakat Indonesia. Pengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang- undang Dasar 1945 merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. PT. Eka Dwi Prasetya dengan Fikri Muhammad Abdul Wahab

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. PT. Eka Dwi Prasetya dengan Fikri Muhammad Abdul Wahab BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kasus Posisi 1. PT. Eka Dwi Prasetya dengan Fikri Muhammad Abdul Wahab PT. Eka Dwi Prasetya selaku Perusahaan Pembangunan Perumahan dalam perjanjian jual beli

Lebih terperinci

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tanda tangannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari begitu banyak investor yang menanamkan modalnya Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan bukan Undang-Undang tentang Konsumen. menyebutkan pengertianpengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Hukum Perlindungan Konsumen 2.1.1 Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Ada dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen,

Lebih terperinci

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi Oleh : M. Said Sutomo Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur Disampaikan : Dalam Pelatihan Wartawan Telekomunikasi Diselenggarakan PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perjanjian jual beli sangat banyak macam dan ragamnya, salah satunya adalah perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

Oleh George Edward Pangkey ABSTRAK

Oleh George Edward Pangkey ABSTRAK ANALISIS TERHADAP PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUMAHAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh George Edward Pangkey ABSTRAK Pebisnis

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PEMILIK BENDA JAMINAN A. Tanggung Jawab Pengurus Koperasi atas Pengalihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat, dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan hukum terhadap lisensi creative commons

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D 101 09 185 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian Kredit Bank.

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERJANJIAN BERLANGGANAN TELKOM Flexi DI KOTA PALU I KADEK MAPRA BAWA MANDA / D

ASPEK HUKUM PERJANJIAN BERLANGGANAN TELKOM Flexi DI KOTA PALU I KADEK MAPRA BAWA MANDA / D ASPEK HUKUM PERJANJIAN BERLANGGANAN TELKOM Flexi DI KOTA PALU I KADEK MAPRA BAWA MANDA / D 101 09 650 ABSTRAK Calon pelanggan sebelum mengikatkan diri dalam kontrak berlangganan dengan PT. Telkom, masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Tanggung Jawab Tanggung jawab pelaku usaha atas produk barang yang merugikan konsumen merupakan perihal yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 Abstrak: Klausula perjanjian dalam pembiayaan yang sudah ditentukan terlebih dahulu

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA Bab ini merupakan inti dalam tulisan ini yang menengahkan tentang upaya perlindungan hukum bagi konsumen rumah makan kamang jaya, pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah dan instansi terkait terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perlindungan oleh hukum (protection by law) yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perlindungan oleh hukum (protection by law) yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah perlindungan oleh hukum (protection by law) yang bertujuan untuk melindungi hak-hak

Lebih terperinci

Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku

Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku Azas Hukum Kontrak sebagaimana ditetapkan oleh BPHN tahun 1989 menyatakan beberapa azas yaitu: - konsensualisme - Keseimbangan - Moral - Kepatutan - Kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia merupakan paradigma pembangunan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik secara material maupun

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan penulis tentang permasalahan mengenai maskapai penerbangan, penulis memberikan kesimpulan atas identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Hubungan hukum

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya *

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya * OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh : Arrista Trimaya * Perlindungan Konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Tujuan negara Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah :

BAB. I PENDAHULUAN. Tujuan negara Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah : BAB. I PENDAHULUAN Tujuan negara Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah : Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 178 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Putu Prasintia Dewi Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACK Standard contract is typically made

Lebih terperinci

PANDANGAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

PANDANGAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU PANDANGAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Abdul Latif 1) 1) Staff Pengajar Fakultas Hukum, Universitas Pasir Pengaraian email : abdullatifun@gmail.com Abstract Standard contract

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebenarnya tidak dipermasalahkan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan kebutuhan informasi tersebut bersifat penting. Informasi meresap ke. juga mempengaruhi sistem nilai dan cara hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. akan kebutuhan informasi tersebut bersifat penting. Informasi meresap ke. juga mempengaruhi sistem nilai dan cara hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Informasi memiliki arti penting dalam kehidupan manusia karena informasi berkenaan dengan seluruh aspek kehidupan sehingga pemenuhan akan kebutuhan informasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari identifikasi masalah dalam sub sub bab sebelumnya, dijelaskan sebagai berikut: 1. Perkembangan transaksi

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam 21 BAB III TINJAUAN UMUM A. Tinjuan Umum Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen 1. Latar belakang Perlindungan Konsumen Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. barang dan jasa, serta fasilitas pendukung lainnya sebagai pelengkap yang dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. barang dan jasa, serta fasilitas pendukung lainnya sebagai pelengkap yang dibutuhkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia usaha di Indonesia semakin ketat akan persaingannya, banyak perusahaan-perusahaan tumbuh berkembang dengan menawarkan beberapa pelayanan

Lebih terperinci