BAB I PENGANTAR. Berbagai nilai yang hidup pada masa kini, demikian juga yang akan. berkembang pada masa mendatang, pada hakikatnya merupakan bentuk
|
|
- Farida Sudirman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Berbagai nilai yang hidup pada masa kini, demikian juga yang akan berkembang pada masa mendatang, pada hakikatnya merupakan bentuk kesinambungan dari nilai-nilai yang telah ada pada masa lampau (Chamamah- Soeratno, 2011:4). Nilai-nilai dari masa lampau tersebut merupakan salah satu produk kebudayaan bangsa yang perlu digali dan dikaji. Pengetahuan tentang kebudayaan bangsa kita pada masa lampau sebagian tergali dari peninggalan purbakala, termasuk prasasti dan naskah lama yang ditulis tangan (Panuti- Sudjiman, 1995:46). Naskah merupakan salah satu peninggalan masa lampau yang dimiliki masyarakat Indonesia. Baroroh-Baried dkk. (1994:6) mengemukakan bahwa dalam naskah tersimpan sejumlah informasi masa lampau yang memperlihatkan buah pikiran, perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat masa lampau. Naskah terdapat di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu naskah yang terdapat di Indonesia adalah naskah Melayu. Naskah Melayu adalah naskah yang kandungan atau teksnya ditulis dalam bahasa Melayu. Huruf yang digunakan dalam naskah Melayu pada umumnya adalah huruf Arab-Melayu (Jawi) (Mulyadi, 1994:11). Naskah Melayu juga dapat berarti semua teks tertulis dalam bahasa Melayu, yang merupakan awal 1
2 2 kemunculan sastra kontemporer di Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Kratz, 1996:241). Menurut Chambert-Loir dan Fathurahman (1999:7), dalam pembicaraan mengenai warisan kebudayaan Indonesia masa lampau, naskah 1 sering kali diabaikan. Padahal, menurut mereka, naskah memiliki dimensi dan makna yang lebih luas karena merupakan hasil tradisi yang melibatkan berbagai keterampilan dan sikap budaya. Keterampilan itu, antara lain, adalah keterampilan pembuatan bahan naskah dan gambar-gambar dalam naskah. Naskah memiliki segi estetis, tidak hanya dari muatan naskahnya, karena memuat gambar-gambar (Chambert-Loir dan Fathurahman, 1999:7). Naskah Melayu ada yang memiliki gambar pada awal atau akhir naskah. Gambar tersebut, misalnya, berupa gapura atau mihrab yang dipenuhi ornamen, rangkaian bunga, jalinan sulur dan daun, atau gabungan motif-motif geometris. Gambar-gambar itu menunjukkan bahwa pada masa lampau masyarakat sudah mengenal seni. Dalam bahasa Indonesia, seni berarti keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya) atau karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa, seperti tari, lukisan, dan ukiran (Sugono, 2008:1273). Sementara itu, dalam bahasa Sanskerta seni disebut çilpa yang berarti beraneka ragam penampilan, dekorasi, ornamen, karya seni, atau keterampilan artistik. Sebagai kata sifat, çilpa berarti berwarna. Sementara itu, kata jadiannya (su-çilpa) berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah 1 Dalam filologi, terdapat perbedaan pengertian mengenai teks dan naskah. Teks merupakan isi atau kandungan naskah, sedangkan naskah adalah wujud fisiknya (Mulyadi, 1994:3).
3 3 atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda, çilpa berarti pewarnaan (Macdonell, 1979:314). Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni berkaitan dengan aktivitas manusia. Seni membutuhkan keahlian, bertujuan menghasilkan karya yang indah dan artistik. Hasil karya tersebut dapat berupa ornamen, dekorasi, pewarnaan, ataupun hasil kerajinan lainnya. Menurut Hussin dkk., 2009:85, seni hias memiliki makna membentuk dan menggayakan keindahan sehingga tercipta ornamen atau hiasan. Hiasan yang dihasilkan mengandung falsafah dan lambang berdasarkan kepercayaan dan pandangan umum masyarakat yang menghasilkannya. Sementara itu, Read (dalam Hussin dkk., 2009:88) mendefinisikan seni sebagai usaha mencipta bentuk yang melahirkan rasa kesenangan hati. Seni sudah dikenal sejak awal mula kehidupan manusia. Pada zaman prasejarah, selain bahasa tubuh dan suara, gambar merupakan sarana nenek moyang untuk berkomunikasi. Menurut Kurniawan dan Darmawan (2002:2 3), gambar-gambar primitif umumnya memiliki makna tertentu bergantung dari visualisasinya. Berangkat dari hal itu, mulailah berkembang gambar-gambar yang difungsikan sebagai hiasan, bahkan sebagai penangkal bala. Dari beberapa pengembangan itulah seni hias berkembang, termasuk di Nusantara. Seni hias di Nusantara diterapkan pada benda-benda pakai, misalnya gerabah, tempat makanan, senjata, dan elemen bangunan (arsitektur). Seni hias dikenal pula dengan sebutan seni dekoratif dan seni ornamen. Darmawan (2002:2) mengemukakan bahwa, seperti halnya artefak kebudayaan yang lain, seni hias
4 4 umumnya memiliki ide dasar sekaligus muatan-muatan makna tertentu seperti cerita, petuah, atau bentuk representasi keragaman flora dan fauna yang ada di lingkungan tempat artefak tersebut dibuat. Hal tersebut membuat motif hias setiap daerah di Nusantara berbeda-beda. Pada masa tradisi tulis telah berkembang di Nusantara, seni hias diterapkan pula pada naskah Nusantara. Naskah Nusantara yang berhias antara lain adalah naskah Aceh, Minangkabau, Bali, Jawa, Bugis, dan Melayu. Menurut Darmawan (2002:4), seni hias yang digunakan sebagai elemen dekoratif untuk sebuah naskah itulah yang kemudian dinamakan sebagai seni iluminasi. Seni hias, termasuk seni iluminasi, dapat menjadi nilai tambah suatu naskah. Meskipun demikian, naskah Nusantara (terutama Melayu, dibandingkan Jawa dan Bali) sebagian besar tidak bergambar, hanya sebagian kecil saja yang memuat ilustrasi 2 dan iluminasi. Akan tetapi, dari sebagian naskah Melayu yang bergambar itu terlihat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia memiliki tradisi visualisasi yang unik (Damayanti dan Suadi, 2007:68). Kurniawan dan Darmawan (2002:1) mengemukakan bahwa dalam perkembangannya seni iluminasi tidak hanya digunakan sebagai unsur dekoratif, tetapi juga sebagai alat atau indikator nilai sesuatu hal. Hal itu senada dengan yang dikemukakan Waley (2005:226), yaitu bahwa ada atau tidaknya hiasan naskah juga menunjukkan status naskah secara keseluruhan dan status orang yang menghasilkan hiasan itu. Pada Abad Pertengahan naskah beriluminasi dianggap sebagai barang mewah karena kelangkaan bahan yang digunakan dan karena 2 Ilustrasi naskah adalah hiasan yang mendukung teks (Mulyadi, 1994:69), berkaitan dengan isi teks suatu naskah.
5 5 waktu serta keterampilan yang diperlukan untuk menghasilkan naskah (Waley, 2005:229). Sementara itu, Safari (2010:1) mengungkapkan kedudukan iluminasi dalam sebuah naskah. Menurut Safari (2010:1) iluminasi dapat membantu menjelaskan asal naskah karena setiap daerah memiliki karakter motif iluminasi masing-masing, selain subjektivitas gaya pembuat iluminasi. Selain itu, iluminasi juga dapat mendukung perkiraan penentuan waktu naskah tersebut ditulis atau disalin sebab seniman-seniman pembuat iluminasi merupakan saksi anak zaman. Tak jauh berbeda dengan pendapat Safari, menurut Zuriati dan Yusuf (2010:4 5) motif-motif iluminasi tidak hanya hadir sebagai gambar yang dipilih tanpa alasan. Motif tersebut merepresentasikan sesuatu. Motif-motif itu merupakan simbol yang erat kaitannya dengan latar sosial budaya masyarakat pendukungnya (Zuriati dan Yusuf, 2010:84). Naskah Melayu merupakan hasil kebudayaan masyarakat Melayu. Menurut Hamidy (1999:1), yang dimaksud sebagai orang Melayu adalah penduduk yang mendiami pesisir timur Sumatra dan Kepulauan Riau. Dalam perjalanan sejarahnya, bangsa Melayu telah bersentuhan dengan berbagai bangsa dan budaya. Bangsa Melayu menyerap dua budaya besar, yaitu Hindu-Buddha dan Islam (Hamidy, 1999:2). Pada abad ke-4, agama Hindu telah ada di dataran Melayu. Pada abad ke-8 Sriwijaya menegaskan peranannya dalam dunia Buddha dengan membangun tempat pemujaan agama Buddha di Ligor, yang sekarang menjadi bagian Thailand (Collins, 2005:9).
6 6 Islam diketahui telah ada di dataran Melayu pada abad ke-7. Hal itu berdasarkan bukti bahwa pada masa itu sudah ada perkampungan Arab di Sumatra Utara. Sementara itu, pada abad ke-13 Islam telah berkembang secara luas di Melayu. Hal tersebut berdasarkan kesaksian Marco Polo, yaitu bahwa masyarakat di wilayah Peureulak, Aceh, saat itu telah memeluk agama Islam (Winstedt, 1961:33). Menurut Rab (2007:457), berbeda dengan datangnya Islam di Timur Tengah dan di Spanyol yang bersifat konstruktif sehingga kebiasaan-kebiasaan agama lama sebelum kedatangan Islam terkikis habis, di Melayu budaya pra- Islam tetap menunjukkan bentuknya. Setelah agama dan kebudayaan Islam mempunyai keberadaan yang kokoh maka unsur-unsur agama dan budaya Hindu- Buddha diberi warna Islam sehingga terwujudlah suatu budaya Melayu yang islami (Hamidy, 1999:2). Hal itu berlaku pula untuk seni iluminasi naskah Melayu, misalnya terdapat naskah Melayu beriluminasi yang memiliki unsur Hindu-Buddha dan sekaligus juga Islam. Kreativitas para pembuat iluminasi diwujudkan dalam bentuk hiasan di halaman muka dan halaman terakhir naskah berupa motif daun dan dahan yang saling terkait, pola-pola geometris, dan motif-motif bunga (Gallop dan Arps, 1991:59). Menurut Syed Zulfida (dalam Hussin dkk., 2009:90) keindahan yang digambarkan oleh orang Melayu bersumber dari pengalaman dan perhatian pada alam sekeliling. Oleh karena itu, dimungkinkan ada perbedaan antara iluminasi naskah yang dibuat penyalin naskah di suatu daerah dan di daerah lain. Sebagai
7 7 contoh, iluminasi naskah Melayu karya penyalin Minangkabau berbeda dengan iluminasi naskah Melayu karya penyalin Betawi. Naskah Melayu pada umumnya anonim, tetapi ada beberapa daerah tempat penyalinan dan nama penyalin yang tercatat. Daerah tempat penyalinan naskah itu, antara lain Riau, Palembang, Jakarta, dan Bengkulu. Sementara itu, dikenal pula beberapa nama penyalin naskah, misalnya Encik Ismail, Muhamad Cing Saidullah, Abdul Hakim, dan Muhammad Bakir. Naskah-naskah karya mereka tersimpan di Indonesia dan di negara-negara lain. Uraian mengenai naskah Melayu dan seni iluminasi di atas menunjukkan bahwa karya seni tidak muncul begitu saja. Terdapat latar belakang yang bersifat filosofis atau konseptual di balik penciptaan suatu karya seni. Iluminasi naskah merupakan objek material yang menarik untuk dikaji karena mencerminkan seni visual masyarakat Melayu pada masa lampau. Iluminasi naskah memuat pandangan dan pengalaman pembuat iluminasi tersebut. Belum banyak penelitian terhadap iluminasi naskah Melayu yang tersimpan sebagai koleksi PNRI. Belum ada penelitian yang mengungkapkan keterkaitan iluminasi naskah Melayu dengan teks naskah tersebut dan latar sosial pembuat iluminasi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ragam iluminasi naskah Melayu yang tersimpan di PNRI, aspek-aspek kodikologis yang berkaitan dengan iluminasi tersebut, dan makna motif iluminasi terkait masyarakat pada masa penciptaan karya tersebut. Hal-hal di atas menjadi dasar dilakukannya penelitian berjudul Iluminasi Naskah Melayu Karya M. Bakir Koleksi PNRI: Tinjauan Semiotika Umberto Eco ini.
8 8 1.2 Rumusan Masalah Budaya atau nilai-nilai hidup masyarakat akan tercermin dalam karya yang dihasilkan oleh seseorang. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah ragam iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI, iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI dalam hubungannya dengan pengarang atau penyalin naskah, dan makna motif iluminasi naskah tersebut. Rumusan masalah penelitian yang menggunakan semiotika Umberto Eco ini adalah sebagai berikut. 1. Seperti apakah ragam iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI? 2. Bagaimanakah iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI jika dikaitkan dengan pengarang atau penyalin naskah? 3. Adakah makna motif iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI terkait kandungan naskah dan nilai yang berkembang di masyarakat? 1.3 Objek Penelitian Objek penelitian ini terdiri atas objek formal dan objek material. Objek formal berkaitan dengan masalah penelitian, sedangkan objek material adalah sumber data penelitian Objek Formal Ragam iluminasi dan makna motif iluminasi adalah objek formal penelitian ini. Ragam iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI didapatkan setelah menganalisis naskah secara kodikologis. Sementara itu, makna motif iluminasi
9 9 naskah didapatkan dengan cara menganalisis motif tersebut menggunakan teori semiotika Umberto Eco Objek Material Objek material penelitian ini adalah iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI. Jumlah naskah Melayu yang menjadi koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah naskah (Behrend, 1998: ). Seribu lebih naskah yang mencakup naskah keagamaan, undang-undang, kesusastraan, daftar kata dan kamus, hingga buku resep dan buku pelajaran itu merupakan populasi penelitian. Sementara itu, sampel penelitian ini adalah 490 naskah kesusastraan Melayu yang berupa hikayat dan syair. Dari kerja kodikologis terhadap 490 naskah tersebut didapatkan 68 naskah Melayu ber-genre hikayat dan syair yang memiliki iluminasi. Ke-68 naskah Melayu beriluminasi itulah yang menjadi objek material penelitian ini. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian terhadap iluminasi naskah Melayu yang tersimpan di PNRI ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan praktis. Tujuan teoretis penelitian ini adalah mengemukakan aspek naskah beserta ragam iluminasinya, mengetahui keterkaitan antara iluminasi naskah dan pengarang atau penyalin naskah, dan mengungkapkan motif dominan dalam iluminasi naskah menggunakan kodikologi. Selain itu, penelitian ini bertujuan mengetahui ada atau tidaknya makna motif iluminasi naskah Melayu jika dikaitkan dengan teks dan masyarakat
10 10 pada masa penciptaan karya itu. Pemaknaan tersebut dilakukan dengan analisis semiotika Umberto Eco. Sementara itu, tujuan praktis penelitian ini adalah mengemukakan ragam iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI sebagai wujud kreativitas masyarakat Melayu pada masa lampau. Penelitian ini juga bertujuan menambah khazanah penelitian pernaskahan Melayu di Indonesia. 1.5 Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelusuran pustaka terkait iluminasi naskah, ditemukan berbagai tulisan mencakup artikel, laporan penelitian, skripsi, dan disertasi yang menjadikan iluminasi naskah sebagai objek material penelitian. Tinjauan pustaka mengenai iluminasi naskah diurutkan berdasarkan tahun terbitnya tulisan ataupun laporan penelitian itu. Penelitian yang tergolong penelitian awal mengenai iluminasi naskah adalah yang dilakukan Gallop dan Arps. Dalam bab Naskah Melayu dan Jawa dan Madura dalam Golden Letters: Writing Traditions of Indonesia = Surat Emas: Budaya Tulis di Indonesia, Gallop dan Arps (1991) mengungkap tradisi tulis dan hias yang terdapat di naskah-naskah Nusantara, misalnya naskah Jawa dan Melayu. Berselang lima tahun setelahnya, terbit tulisan Behrend pada 1996 dalam Illuminations. Dalam tulisannya yang berjudul Textual Gateways: The Javanese Manuscript Tradition, Behrend (1996) mengemukakan bahwa tradisi ilustrasi dalam naskah Jawa dimulai pada abad ke-18. Naskah Jawa abad itu berilustrasi gaya wayang beber dan wayang kulit.
11 11 Masih terkait naskah Jawa, terdapat Fungsi Wêdana Rênggan dalam Sêstradisuhul karya Saktimulya (1998). Saktimulya dalam penelitiannya tersebut membicarakan hiasan pada naskah Jawa, khususnya dalam Sêstradisuhul. Saktimulya menyimpulkan beberapa hal berdasarkan penelitiannya, berikut beberapa di antaranya. Pertama, dilihat dari proses penciptaannya, wêdana rênggan dilukis setelah teks ditulis. Kedua, hubungan teks dengan wêdana rênggan berhubungan erat. Artinya, apabila pembaca hanya memperhatikan teks tanpa memedulikan wêdana rênggan, atau sebaliknya, pembaca hanya mendapatkan potongan cerita tentang tokoh-tokoh yang bersangkutan sehingga pembacaan Sêstradisuhul harus dilakukan bolak-balik. Ketiga, fungsi wêdana rênggan dalam Sêstradisuhul adalah memvisualisasikan cerita dari teks dan cerita dari sumber lain yang berhubungan dengan cerita-cerita yang terdapat dalam teks. Selain itu, wêdana rênggan berfungsi menambah keindahan agar pembaca tertarik melihat gambarnya, lalu membaca teksnya. Penelitian mengenai iluminasi naskah Melayu diawali oleh Mu jizah. Mu jizah (2001) meneliti 45 naskah beriluminasi dan berilustrasi yang hasilnya ia sampaikan dalam Iluminasi dan Ilustrasi dalam Naskah Melayu: Sebuah Penelitian Awal. Menurutnya, dalam naskah Melayu koleksi PNRI, sebagian besar iluminasi berbentuk bingkai bergambar yang terdapat pada halaman muka. Bentuk bingkai itu segi empat panjang dan kadang-kadang segi empat sama sisi. Sebagian besar hiasan bagian atas berbentuk kubah yang bagian atasnya berkerucut. Pada kerucut itu ada yang bergambar bunga, pucuk bunga, bintang, bulan, dan gambar geometris. Bentuk-bentuk gambar bunga, bulan, dan gambar
12 12 geometris ada kaitannya dengan kepercayaan orang Melayu tentang Tuhan sebagai Yang Mahatinggi, Yang Maha Esa. Upaya menambah khazanah pengetahuan masyarakat mengenai perkembangan seni dalam naskah Melayu dilakukan Gallop melalui penelitiannya pada 2002, yaitu Is There a Penang Style of Malay Manuscript Illumination?. Ia menerangkan bahwa naskah China-Islam terpengaruh aspek-aspek seni naskah Melayu. Dalam penelitiannya tersebut Gallop membandingkan naskah yang terdapat di Muzium Negeri Pulau Pinang dengan naskah bergaya Aceh. Penelitiannya juga menjelaskan mengenai kemungkinan adanya iluminasi naskah Melayu yang bergaya Penang. Selanjutnya, penelitian Informasi Seni Iluminasi dalam Format Perpustakaan Digital karya Kurniawan dan Darmawan (2002). Mereka mengemukakan bahwa seni iluminasi tidak hanya digunakan sebagai dekorasi semata-mata, tetapi juga sebagai indikator nilai atas sesuatu hal. Seni iluminasi banyak digunakan karena dapat memberikan nilai tambah kepada visualisasi tulisan secara keseluruhan. Selanjutnya, Kajian Motif Cirebon pada Iluminasi Mushhaf Sundawi. Jazuli (2003) dalam penelitiannya tersebut mengemukakan beberapa hal terkait motif Cirebon pada iluminasi mushaf Sundawi. Ia mengungkapkan bahwa motif Cirebon pada iluminasi mushaf Sundawi, yang digambarkan dengan motif mega mendung, dipilih dengan pertimbangan motif tersebut merupakan motif yang banyak digunakan di Cirebon.
13 13 An Acehnese Style of Manuscript Illumination karya Gallop (2004). Gallop mengemukakan bahwa terdapat tiga ragam gaya iluminasi naskah Aceh, yaitu double frame (bingkai ganda), single headpiece (kepala teks), dan tailpiece (di akhir teks). Iluminasi naskah Aceh memiliki kekhasan dari segi motif dan warna dibandingkan iluminasi daerah lainnya di Nusantara. The Spirit of Langkasuka? Illuminated Manuscripts from the East Coast of the Malay Peninsula. Penelitian Gallop (2005) tersebut menguraikan tentang naskah-naskah beriluminasi yang terdapat di Pantai Timur Semenanjung Melayu. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa iluminasi di naskah-naskah tersebut ditemukan paling banyak di naskah Al-Quran dan naskah kenabian, seperti Kitab Mawlid dan Dala il al-khayrat. Dari segi gaya iluminasi, menurut Gallop (2005) iluminasi di naskah-naskah Al-Quran daerah itu mendapat pengaruh dari gaya Turki. The Art of the Qur an in Banten: Calligraphy and Illumination karya Gallop dan Ali Akbar (2006). Dalam penelitian mereka tersebut dibahas iluminasi dan ilustrasi dalam naskah Banten. Mereka mengkaji tiga belas naskah Al-Quran Banten. Deskripsi naskah-naskah itu dilakukan berdasarkan letak dan motif hiasan, warna, kualitas, dan format iluminasi. Dalam disertasinya yang berjudul Surat Melayu Beriluminasi Raja Nusantara dan Pemerintah Hindia-Belanda Abad XVIII XIX: Tinjauan Bentuk, Isi, dan Makna Simbolik, Mu jizah (2006) menyimpulkan bahwa iluminasi dalam surat Melayu penting karena memiliki keterkaitan dengan isi surat. Motifmotif dalam iluminasi tidak hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga memiliki
14 14 makna. Dalam penelitiannya tersebut Mu jizah menganalisis lima puluh surat Raja-Raja Nusantara. Ia mentranskripsi dan mendeskripsikan setiap surat tersebut. Mu jizah juga menganalisis bagian-bagian surat dan mengungkapkan ciri-ciri kedaerahan iluminasi surat-surat itu. Terakhir, ia menganalisis surat-surat itu dengan teori semiotika Peirce dengan tujuan memaknai simbol dan kekuasaan dalam surat-surat Raja-Raja Nusantara itu. Ragam dan Unsur Spiritualitas pada Ilustrasi Naskah Nusantara an. Hasil penelitian Damayanti dan Suadi pada 2007 tersebut adalah bahwa gaya visual naskah yang terdapat di Jawa pada periode an awalnya tampak melalui penyederhanaan gaya penggambaran objek yang diadopsi dari relief Candi Panataran. Ciri gambar tradisional Jawa tersebut mengandung kemiripan dengan penggambaran wayang kulit. Penggambaran objek gambar, baik manusia, binatang, tumbuhan, maupun benda-benda lainnya ditampilkan sepenuhnya utuh, sedangkan manusia dan hewan digambar dari arah samping dan benda-benda lainnya digambar dari bermacam-macam sudut pandang. Kesimpulan penelitian terhadap gambar ilustrasi pada naskah tua Jawa dan Bali tersebut adalah bahwa nilai spiritualitas masyarakat Jawa dan Bali masih kuat bertahan. From Illumination to Manuscript: a Best Practice in Reconstruction of Illuminated Manuscripts karya Ruly Darmawan dan Noeratri Andanwerti (2008). Dalam tulisannya, Darmawan dan Andanwerti mengungkapkan pentingnya rekonstruksi terhadap peninggalan-peninggalan budaya, khususnya naskah beriluminasi. Mereka melakukan proyek rekonstruksi iluminasi naskah dari desain
15 15 hingga pengembangannya. Mereka beranggapan bahwa meskipun hasil akhirnya tidak sama persis dengan artefak aslinya, nilai intrinsiknya tetap dapat disajikan. Was the Mousedeer Peranakan? In Search of Chinese Islamic Influences on Malay Manuscript Art karya Annabel Teh Gallop. Dalam penelitian terbarunya tersebut Gallop (2009) membicarakan unsur kebudayaan China yang berpadu dengan kebudayaan Islam, yang tampak dalam iluminasi naskah-naskah Melayu. Misalnya, pada naskah Al-Quran, terdapat gaya China di dalamnya. Kemudian, pada naskah Perkawinan Kapitan Tik Sing yang naskahnya berbentuk gulungan, khas China. Illuminasi Naskah Cirebon karya Safari (2010). Dalam makalah tersebut Safari mengungkapkan bahwa tradisi pembuatan iluminasi hampir berkembang sejalan dengan tradisi penulisan dan penyalinan naskah. Iluminasi naskah Cirebon dibuat berdasarkan kandungan isi teks atau penyesuaian genre naskahnya. Safari juga menjelaskan model-model iluminasi naskah Cirebon sebagai berikut. (1) Model lafal, yang banyak ditemukan pada naskah tasawuf dan naskah pelintangan; (2) model patran, yang banyak ditemukan di hiasan tepi iluminasi Al-Quran dan surat raja-raja; (3) model mega mendung, ditemukan di berbagai naskah Cirebon; (4) model geometris, yang banyak digunakan untuk hiasan tepi naskah Al-Quran, pelintangan, atau surat raja-raja; (5) model wayang, banyak ditemukan di naskah-naskah cerita pewayangan. Penelitian terakhir mengenai iluminasi naskah adalah penelitian Zuriati dan M. Yusuf, Iluminasi dalam Naskah-Naskah Kuno Minangkabau (2010). Dalam penelitian itu mereka mengungkapkan berbagai bentuk dan motif iluminasi
16 16 yang terdapat di bagian awal, akhir, ataupun tengah teks naskah-naskah Minangkabau. Penelitian yang mereka lakukan terhadap naskah-naskah Minangkabau di beberapa surau dan rumah di Sumatra Barat menghasilkan data berupa 34 naskah yang beriluminasi dan berilustrasi. Mereka menyimpulkan bahwa beberapa motif tersebut memiliki keserupaan dengan motif-motif ukiran Minangkabau, seperti yang digunakan di rumah gadang dan songket Minangkabau. Analisis semiotika Eco yang mereka gunakan menghasilkan kesimpulan bahwa motif-motif yang dipakai sebagai iluminasi dalam naskah-naskah Minangkabau tersebut merupakan simbol-simbol dengan makna-makna tertentu. Selain penelusuran pustaka yang berkaitan dengan objek material penelitian, penelusuran juga dilakukan terkait teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu semiotika Umberto Eco. Berikut adalah beberapa penelitian yang menggunakan semiotika Umberto Eco sebagai pisau analisis -nya. Penelitian pertama adalah Arsitektur Tradisional Bali pada Masjid Al Hikmah di Kertalangu, Denpasar. Disertasi Salain (2011) ini memiliki tujuan memahami keberadaan Masjid Al Hikmah, satu-satunya masjid di Kota Denpasar yang memiliki arsitektur tradisional Bali (ATB), dari aspek fisik arsitektural dan kandungan di balik objek fisiknya. Hasil akhir penelitian ini adalah bahwa diterapkannya unsur-unsur ATB dalam Masjid Al Hikmah, yaitu wujud, struktur, bahan, ornamen, dan warna, adalah akibat faktor kekuasaan dan konsensus yang dipegang oleh perorangan. Diterapkannya unsur-unsur ATB di Masjid Al Hikmah
17 17 tidak mengutamakan makna estetika belaka, tetapi juga bermakna filosofis, simbolik, dan multikultur. Penelitian kedua adalah Kajian Fungsi dan Sign Arsitektur Karo: Studi Kasus Rumah Raja di Kampung Lingga. Dalam penelitian tersebut Eddy (2003) membahas elemen arsitektural di Rumah Raja, Kampung Lingga. Pengamatan terhadap elemen-elemen arsitektural Rumah Raja dilakukan terhadap beberapa kemungkinan perubahan fungsi dan makna elemen arsitektural tersebut, misalnya perubahan fungsi dan makna danggulan (kayu yang menjorok, seperti tempat pijakan). Fungsi utama danggulan pada masa lampau adalah sebagai pusat kekuatan tolak bala di sebuah rumah, dan di sini pula awal kehidupan dimulai (tempat melakukan proses persalinan). Makna yang lebih mendalam di balik fungsi utama itu adalah menyelamatkan ibu dan bayinya, atau menyelamatkan kehidupan. Fungsi utama itu sekarang telah hilang, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, orang lebih memilih melakukan proses kelahiran di klinik atau rumah sakit. Juga sejalan dengan perubahan kepercayaan, yaitu danggulan sudah tidak diyakini mempunyai kekuatan magis. Penelitian selanjutnya adalah Film Musikal Dokumenter Generasi Biru: Sebuah Tinjauan Semiotika Umberto Eco. Penelitian Raras (2010) ini membahas wujud tanda-tanda dalam film Generasi Biru, makna tanda-tanda dalam film Generasi Biru, dan pesan dalam film tersebut. Penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif ini memiliki kesimpulan (1) tanda-tanda dalam film Generasi Biru berwujud tulisan-tulisan, ilustrasi musik, dan segala perilaku berupa olah tubuh; (2) makna film Generasi Biru adalah harapan dan impian yang
18 18 begitu besar dari masyarakat Indonesia untuk dapat keluar dari segala keterpurukan yang selama ini membelenggu mereka; (3) pesan-pesan dalam film Generasi Biru berupa pesan penyemangat dan pesan moral. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa belum banyak penelitian terhadap iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI, khususnya yang bertujuan mengetahui ada atau tidaknya makna motif iluminasi naskah jika dikaitkan dengan teks dan pengarang atau penyalin naskah. Penelitian Mu jizah pada 2001 menelaah 45 naskah Melayu beriluminasi dan berilustrasi koleksi PNRI. Akan tetapi, Mu jizah dalam penelitiannya tersebut hanya sebatas mendeskripsikan beberapa naskah beriluminasi atau berilustrasi dan mengungkapkan analisis secara keseluruhan. Atas dasar hal-hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan mengungkapkan lebih banyak aspek terkait iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI, khususnya makna motif iluminasi terkait teks dan masyarakat pada masa penciptaan karya itu. 1.6 Landasan Teori Untuk menjawab masalah-masalah dalam penelitian ini digunakan teori filologi dan teori semiotika. Pemilihan teori filologi didasarkan atas objek material penelitian, yaitu naskah Melayu. Sementara itu, teori semiotika Umberto Eco dipilih karena teori ini dianggap dapat mengemukakan makna yang terdapat dalam motif iluminasi naskah Melayu, yang notabene merupakan sesuatu yang nonverbal.
19 Filologi Kata filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang artinya kegemaran berbincang-bincang (Sulastin-Sutrisno, 1981:1). Perbincangan sebagai seni dibina oleh bangsa Yunani kuno. Oleh karena itu, kata filologi segera dimuliakan artinya menjadi cinta kepada kata sebagai pengejawantahan pikiran, kemudian menjadi perhatian terhadap sastra dan akhirnya studi ilmu sastra (Wagenvoort via Sulastin-Sutrisno). Pendapat Ziolkowski (1990:5) tak jauh berbeda, ia berpendapat bahwa filologi berarti cinta pembelajaran dan sastra, studi literatur, dalam arti luas, termasuk tata bahasa, kritik sastra, dan interpretasi. Kata filologi mulai dipakai pada kira-kira abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli dari Iskandariyah (Baroroh-Baried, 1994:2). Pada saat itu Eratosthenes dan kawan-kawan harus berhadapan dengan sejumlah peninggalan tulisan yang menyimpan suatu informasi dengan bentuk yang bermacam-macam sehingga memerlukan berbagai keahlian dan pengetahuan untuk mengkajinya (Reynolds dan Wilson, 1978:7). Menurut Sulastin-Sutrisno (1981:8), filologi adalah ilmu mengenai bahasa dan sastra suatu bangsa, mula-mula yang berhubungan dengan bahasa dan sastra bangsa Yunani dan Romawi, tetapi kemudian meluas kepada bahasa dan sastra bangsa lain. Sementara itu, menurut Boschetti (2009:1), filologi merupakan ilmu yang bagaikan pintu dan langit-langit studi sastra klasik dan modern. Pada abad ke-19 filologi adalah disiplin yang menaungi edisi teks, linguistik, dan sastra,
20 20 tetapi selanjutnya dua disiplin yang disebutkan terakhir itu berkembang masingmasing. Kajian untuk mengungkapkan informasi masa lampau dilakukan oleh para ahli filologi karena adanya anggapan bahwa dalam naskah masa lampau terkandung nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan masa kini. Menurut Baroroh-Baried dkk. (1994:2), kandungan yang tersimpan dalam karya-karya tulisan masa lampau tersebut pada hakikatnya merupakan suatu budaya, produk kegiatan manusia. Jadi, filologi dapat juga berarti satu disiplin yang berhubungan dengan studi terhadap hasil budaya manusia pada masa lampau. Objek penelitian filologi adalah naskah dan teks. Perbedaan naskah dan teks menurut Mulyadi (1994:3) adalah teks merupakan isi atau kandungan naskah, sedangkan naskah adalah wujud fisiknya. Ilmu yang terkait naskah adalah kodikologi. Dain (dalam Pudjiastuti, 2006:35) dalam bukunya, Les Manuscrits, menyebutkan bahwa kodikologi adalah ilmu mengenai naskah-naskah dan bukan ilmu yang mempelajari hal yang tertulis di dalam naskah. Sementara itu, Baroroh- Baried dkk. (1994:56) mengemukakan bahwa kodikologi adalah ilmu kodeks. Kodeks mempelajari seluk-beluk atau semua aspek naskah, antara lain bahan, umur, tempat penulisan, dan perkiraan penulis naskah. Dain (dalam Mulyadi, 1994:2) mengatakan bahwa tugas dan daerah kodikologi, antara lain, adalah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian mengenai tempat naskah-naskah yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan penggunaan naskah-naskah itu. Iluminasi naskah termasuk daerah kerja kodikologi. Menurut Waley
21 21 (2005:226), dari sudut pandang kodikologi, semua iluminasi naskah perlu mendapat perhatian meskipun sederhana, dikerjakan tanpa ketelitian, ataupun yang jauh dari menarik. Iluminasi merupakan salah satu aspek naskah. Iluminasi dapat membantu identifikasi tahun pembuatan atau penyalinan naskah. Iluminasi berasal dari kata bahasa Latin, illuminare, yang berarti untuk mencerahkan atau menggambar, dengan emas atau bermacam warna, huruf awal atau beberapa gambar pada naskah (Burn, 1792:6). Iluminasi didefinisikan oleh Mulyadi (1994:69) sebagai hiasan bingkai yang biasanya terdapat pada halaman awal dan mungkin juga pada halaman akhir. Mu jizah (2001:401) mengemukakan bahwa pada awalnya iluminasi adalah istilah yang dipakai dalam penyepuhan emas di beberapa halaman naskah untuk memperoleh keindahan. Pada perkembangan kemudian iluminasi mengacu pada gambar dalam naskah yang biasanya ada di halaman depan naskah, yang berfungsi untuk menghias naskah. Iluminasi dalam naskah Melayu memiliki keterkaitan erat dengan pandangan dan pengalaman masyarakat Melayu pada saat itu. Kreativitas para pembuat iluminasi diwujudkan dalam bentuk hiasan di halaman muka dan halaman terakhir naskah berupa motif daun dan dahan yang saling terkait, polapola geometris, dan motif-motif bunga (Gallop dan Arps, 1991:59). Ragam motif itu memiliki keterkaitan dengan pengarang atau penyalin naskah dan masyarakat di sekitarnya. Penelitian ini akan mengungkapkan ragam iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI, keterkaitan iluminasi naskah dengan pengarang atau penyalin
22 22 naskah, dan makna motif iluminasi naskah tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa aspek naskah yang diperinci selain wujud iluminasi Semiotika Istilah semiotika mulai digunakan pada abad ke-18 dan penggunaan tanda secara sistematis mulai dibahas pada abad ke-20. Tokoh-tokoh di bidang semiotika di antaranya adalah Charles Sanders Peirce, Charles William Morris, Ferdinand de Saussure, Louis Hjelmslev, Roland Barthes, dan Roman Jakobson. Peirce mengusulkan kata semiotika (yang sebenarnya telah digunakan oleh Lambert pada abad ke-18) sebagai sinonim kata logika (Peirce, 1998:134). Menurut Peirce, logika harus mempelajari cara orang bernalar. Penalaran itu, menurut hipotesis teori Peirce, dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda memungkinkan seseorang berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi makna pada hal yang ditampilkan oleh alam semesta (Van Zoest, 1996:1). Beberapa ahli semiotika mengemukakan pemikiran yang bermula dari semiotika Peirce. Salah satu ahli semiotika yang berangkat dari pemikiran Peirce adalah Umberto Eco. Eco berpendapat bahwa definisi yang diungkapkan Peirce lebih komprehensif dan lebih bermanfaat secara semiotis dibandingkan definisi ahli lain. Menurut Peirce (dalam Eco, 1979:15), semiotika adalah suatu aksi, pengaruh, yang merupakan atau melibatkan kerja sama tiga subjek, yaitu tanda, objek, dan interpretannya. Sementara itu, menurut Eco (1979:3) rancangan semiotika umum harus mempertimbangkan teori kode dan teori produksi tanda.
23 23 Eco (1979:7) mengungkapkan bahwa semiotika berhubungan dengan segala hal yang dapat dianggap sebagai tanda. Eco (1979:16) mendefinisikan tanda sebagai segala sesuatu yang, atas dasar konvensi sosial yang telah ada sebelumnya, dapat digunakan sebagai sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Sebuah tanda selalu merupakan sebuah elemen suatu ranah ekspresi yang dikaitkan berdasarkan konvensi dengan satu (atau beberapa) elemen yang ada di ranah isi (Eco, 1979:48). Akan tetapi, menurut Eco (1976:49), kalau mau diungkapkan dengan lebih pas, sebenarnya tidak ada yang disebut tanda, yang ada hanyalah fungsi-tanda. Eco (1979:68) mendefinisikan interpretan sebagai representasi lain yang mengacu kepada objek yang sama. Ia mengklasifikasikan interpretan ke dalam beberapa bentuk, yaitu (1) ekuivalen dengan wahana-tanda di sistem semiotis lain, misalnya /gambar anjing/ berkorespondensi dengan kata /dog/; (2) indeks, yang diarahkan pada objek yang tunggal; (3) definisi ilmiah dalam sistem semiotis yang sama, misalnya /salt/ menandai sodium chloride; (4) asosiasi emotif yang memperoleh nilai sebuah konotasi yang sudah jelas, misalnya /dog/ menandai fidelity, kepatuhan ; (5) hanyalah suatu terjemahan satu istilah ke dalam bahasa lain, atau penggantinya yang berupa sinonim (Eco, 1979:70). Selain mengenai tanda, ekspresi-isi, dan interpretan, Eco (1979:55) memiliki pandangan mengenai denotasi dan konotasi. Sebuah denotasi adalah sebuah unit kultural atau properti semantis dari sebuah sememe yang pada saat bersamaan juga merupakan properti dari referen-referennya yang sudah dikenali secara kultural (Eco, 1976:85). Sementara itu, sebuah konotasi adalah unit
24 24 kultural atau properti semantis dari sebuah sememe yang disampaikan oleh denotasinya dan belum tentu berkorespondensi dengan properti referennya yang dikenal secara kultural (Eco, 1976:85). Eco mengungkapkan bahwa denotasi menjelaskan hubungan antara ekspresi dan isi yang bersifat langsung, mengacu pada realitas. Sementara itu, konotasi menjelaskan hubungan antara ekspresi dan isi yang bermakna tidak langsung, bersandar pada signifikasi pertama. Eco (1976:70) mengasumsikan bahwa setiap denotasi sebuah wahana-tanda (unit semantis yang ditempatkan di sebuah ruang tertentu dalam sebuah sistem semantik) sudah pasti merupakan interpretannya, suatu konotasi adalah interpretan denotasi yang mendasarinya, dan konotasi selanjutnya adalah interpretan konotasi yang mendasarinya pula. Ilustrasi penjelasan tersebut adalah sebagai berikut. Tanda berupa /gambar anjing/ interpretan pertamanya adalah anjing. Interpretan /anjing/ adalah makna denotasi berupa definisi ilmiah, yaitu mamalia berkaki empat, pemakan daging, bersuara menggonggong dan menyalak, biasa dijadikan hewan peliharaan atau hewan penjaga. Selanjutnya, makna konotasi definisi itu, misalnya, penjaga dapat mengacu lagi pada makna konotasi berikutnya, yaitu kesetiaan. Makna yang terakhir itu dibatasi oleh konteks budaya masyarakat bahwa anjing identik dengan kesetiaan, kepatuhan, dan kesediaannya menjaga sesuatu. Pemaknaan secara semiotis diawali dengan mengidentifikasi tanda yang ada. Langkah kedua adalah mencari objek tanda, yang berupa definisi yang dikenal pemakai tanda. Kemudian, pemakai tanda menafsirkan tanda untuk memperoleh interpretan. Interpretan akan didapat dengan cara mencari makna
25 25 denotasi yang ada, kemudian dilanjutkan dengan mencari makna-makna konotasi dari tanda-tanda tersebut. Makna denotasi dan konotasi tersebut diperoleh melalui, antara lain, definisi, asosiasi, dan sinonim. Pemaknaan motif iluminasi naskah Melayu karya Muhammad Bakir dilakukan menggunakan analisis Model Revisian (Revised Model) yang dikemukakan Eco. Menurut Eco, Model Revisian dapat digunakan untuk melakukan analisis terhadap ekspresi nonverbal (Eco, 1976:114). Model Revisian bertujuan memasukkan seluruh konotasi yang telah terkodekan dan bergantung pada denotasi terkait serta pada seleksi kontekstual dan keadaan ke dalam representasi semantis (Eco, 1976:105). Berikut adalah bagan analisis Model Revisian. Bagan Analisis Model Revisian cont kuno dbagian tanaman cpertumbuhan /daun/ = daun cont modern dalat fotosintesis charapan Berdasarkan bagan analisis tersebut dapat dilihat kemungkinan munculnya pemaknaan atas tanda daun. Daun dapat memiliki makna denotasi berupa bagian tanaman atau alat fotosintesis. Dalam konteks masyarakat masa lampau yang belum mengetahui bahwa daun merupakan alat fotosintesis, tanda daun dimaknai sebagai bagian tanaman sehingga konotasi yang akan muncul salah satunya adalah pertumbuhan. Hal itu berbeda jika tanda daun dimaknai oleh masyarakat pada
26 26 masa yang lebih modern, ketika telah mengetahui fungsi daun dalam proses fotosintesis. Teori semiotika Umberto Eco dimanfaatkan peneliti untuk memaknai motif iluminasi naskah Melayu karya Muhammad Bakir koleksi PNRI. Tujuan pemaknaan itu adalah mengetahui makna motif iluminasi tersebut terkait teks naskah dan pengarang atau penyalin naskah sebagai bagian dari masyarakat Melayu masa lampau. 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya (Strauss dan Corbin, 1998:10). Penelitian kualitatif bertujuan mencapai pemahaman tentang situasi tertentu (Stake, 2010:65). Pada subbab ini akan diuraikan proses penentuan dan pemerolehan data penelitian. Pada subbab ini juga akan dijelaskan cara data itu dianalisis Metode Pengumpulan Data Data penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer penelitian ini adalah iluminasi 68 naskah Melayu, sedangkan data sekunder adalah buku, artikel, dan penelitian yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat Melayu pada masa lampau. Terkait objek kajian penelitian, pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka (library research).
27 27 Pengumpulan data primer dimulai dengan penginventarisasian naskah Melayu. Naskah Melayu koleksi PNRI berjumlah 1.358, yang mencakup berbagai macam genre naskah. Inventarisasi naskah dilakukan dengan metode purposive sampling. Pemilihan dilakukan dengan pertimbangan keberadaan iluminasi dalam naskah hikayat dan syair. Hal itu didasarkan pada alasan bahwa di antara berbagai bentuk naskah Melayu, naskah kesusastraanlah yang teridentifikasi memiliki banyak salinan (Behrend, 1998: ). Oleh karena itu, naskah-naskah tersebut dianggap representatif dalam menggambarkan keadaan sosial dan budaya masyarakat Melayu masa lampau yang tercermin melalui iluminasi naskah. Inventarisasi naskah juga mempertimbangkan keterjangkauan dan kondisi naskah. Dari hasil inventarisasi naskah, didapatkan 490 naskah Melayu yang berupa hikayat dan syair. Sebanyak 490 naskah itu diteliti untuk mengetahui keberadaan iluminasi naskah. Ditemukan 68 naskah beriluminasi dari proses tersebut. Sementara itu, data sekunder penelitian ini didapatkan melalui studi pustaka dengan cara menghimpun informasi yang memiliki relevansi dengan topik atau masalah yang akan diteliti Metode Analisis Data Analisis data penelitian ini dilakukan dengan penerapan filologi, kodikologi, dan semiotika Umberto Eco. Analisis filologis dan kodikologis dimulai dengan pengamatan terhadap data primer, yaitu iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI, dilanjutkan dengan pembahasan aspek pernaskahan setiap naskah. Setelah itu, dilakukan pengklasifikasian iluminasi naskah berdasarkan pengarang
28 28 atau penyalin naskah. Pengklasifikasian tersebut akan digunakan untuk mengetahui motif iluminasi naskah yang menjadi kekhasan penyalin atau skriptorium naskah. Langkah di atas akan dilanjutkan dengan pemaknaan motif iluminasi naskah menggunakan teori semiotika Umberto Eco. Dengan teori semiotika Umberto Eco akan dipahami ada atau tidaknya makna motif iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI terkait teks naskah dan pembuat iluminasi tersebut. Langkah terakhir adalah penyimpulan berdasarkan analisis kodikologis dan semiotis. 1.8 Sistematika Penyajian Penelitian ini akan disajikan dalam lima bab. Bab I Pengantar berisi latar belakang, rumusan masalah, objek penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II Naskah Melayu Beriluminasi Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia berisi uraian aspek naskah 68 naskah beriluminasi dan analisis kodikologis mengenai 68 naskah beriluminasi tersebut. Bab III Muhammad Bakir dan Karyanya berisi riwayat Muhammad Bakir dan analisis kodikologis iluminasi naskah karya penyalin tersebut. Bab IV Makna Motif Iluminasi Naskah Melayu Karya Muhammad Bakir berisi analisis makna motif iluminasi naskah Melayu karya Muhammad Bakir dikaitkan dengan teks dan latar sosial budaya sang penyalin. Bab V Penutup merupakan kesimpulan penelitian.
BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra Indonesia terdiri dari karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Naskah kuno merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh nenek moyang
Lebih terperinciKESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau
1 KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau penyalinan naskah-naskah Jawa mengalami perkembangan pesat pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan suatu bangsa pada masa sekarang ini merupakan suatu rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin memahami lebih dalam mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya-karya peninggalan masa lampau merupakan peninggalan yang menginformasikan buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Nusantara yang terletak di kawasan Asia Tenggara sejak kurun waktu yang cukup lama memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi yang
Lebih terperinciSERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)
SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Ika Cahyaningrum A2A 008 057 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang tertuang dalam bentuk naskah sejak abad IX 1. Berkaitan dengan tulisan dalam bentuk naskah, Saputra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah
Lebih terperinciAlfian Rokhmansyah, M.Hum.
Alfian Rokhmansyah, M.Hum. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman Samarinda Teori Filologi iii TEORI FILOLOGI oleh Alfian Rokhmansyah, M.Hum. Hak cipta dilindungi undang-undang 2017 Penyunting Azizatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat pesat, hal ini tak luput
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah-naskah Nusantara sangat beraneka ragam, yang isinya mengemukakan tentang kehidupan manusia misalnya, masalah politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di
11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,
Lebih terperinci2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pernasakahan di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang peminat, dalam hal ini penelitian yang dilakukan terhadap naskah. Sedikitnya penelitian terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut dilestarikan. Kita juga perlu mempelajarinya karena di dalamnya terkandung nilainilai luhur
Lebih terperinciEtimologi Istilah Filologi
Modul 1 Etimologi Istilah Filologi E PENDAHULUAN Dr. Kun Zachrun Istanti, S.U. timologi adalah sebuah istilah dalam bidang linguistik yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan dalam bentuk dan makna.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu tonggak utama pembangun bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengedepankan pendidikan bagi warga negaranya, karena dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti
Lebih terperinciBerdasarkan etimologinya, dua kata tersebut kemudian membentuk arti senang berbicara atau senang ilmu (Baried, 1996). Arti ini kemudian berkembang
PENGANTAR FILOLOGI PENGERTIAN FILOLOGI Filologi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani philologia. Philologia berasal dari dua kata, yaitu philos yang berarti teman dan logos yang berarti pembicaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan sebuah bentuk karya tulis yang berupa bahan kertas atau buku tercipta dalam kurun waktu tertentu dapat terjadi penggerak tentang keadaan dan situasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dinilai sebagai identitas kepribadian dan penentu kemajuan suatu bangsa yang tidak bisa di ukur dan kehadirannya hanya dapat diketahui
Lebih terperinci13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi
semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tembang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ragam suara yang berirama. Dalam istilah bahasa Jawa tembang berarti lagu. Tembang juga disebut dengan
Lebih terperinci2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno adalah benda budaya yang merekam informasi dan pengetahuan masyarakat lampau yang diturunkan secara turun temurun semenjak dulu sampai saat ini. Warisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga. berpola dari manusia dalam masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga wujud : a. Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai budaya terdapat di Indonesia sehingga menjadikannya sebagai negara yang berbudaya dengan menjunjung tinggi nilai-nilainya. Budaya tersebut memiliki fungsi
Lebih terperinciTINJAUAN BUKU. * Peneliti Islamic Manuscripts Unit (ILMU) PPIM UIN Syarif Hidayatullah
TINJAUAN BUKU Fathurahman, Oman (Penyusun Utama), Aoyama, Toru (Penyunting Utama) (2010). Katalog Naskah Dayah Tanoh Abee, Aceh Besar. Komunitas Bambu, TUFS Tokyo, PPIM UIN Jakarta, Manassa, PKPM Aceh,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi informasi di dunia. Media telah mengubah fungsi menjadi lebih praktis, dinamis dan mengglobal.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mampu menentramkan kehidupan manusia terlebih dalam hal kerohanian.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama dan kebudayaan mempunyai dua persamaan yaitu (1) keduanya adalah sistem nilai dan sistem simbol dan (2) keduanya mudah merasa terancam setiap kali ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai ilmu pengetahuan yang ada pada jaman sekarang dapat dikatakan merupakan buah pikir dari warisan leluhur. Warisan leluhur dapat berupa artefak yang tidak hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbahagialah kita bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian karya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepustakaan yang relevan 1.1.1 Transliterasi Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu.
Lebih terperinci2014 SAJARAH CIJULANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui
Lebih terperinciMANFAAT STUDI FILOLOGI
MANFAAT STUDI FILOLOGI Manfaat Studi Filologi Manfaat studi filologi dibagi menjadi dua, yaitu manfaat umum dan manfaat khusus. Mengetahui unsur-unsur kebudayaan masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,
Lebih terperinciBAB III KONSEP PERANCANGAN A.
BAB III KONSEP PERANCANGAN A. Bagan Pemecahan Masalah Perancangan Motif teratai sebagai hiasan tepi kain lurik Sumber Ide teratai Identifikasi Masalah 1. Perancangan motif teratai sebagai hiasan tepi pada
Lebih terperinciBAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL
BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra diciptakan pengarang berdasarkan realita (kenyataan) yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Bangsa bisa disebut juga dengan suku,
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi
Lebih terperinciKAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA
KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA Skripsi Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Humaniora Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Fitrianna Arfiyanti
Lebih terperinciINTERAKSI KEBUDAYAAN
Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filologi merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baroroh-Baried,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi dialihkan oleh Kerajaan Sunda/Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang. Artinya, Kerajaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
Lebih terperinciAKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)
AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) A. Latar Belakang Masalah Setiap agama bagi para pemeluknya merupakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis danpendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,penelitian dilakukan dengan melihat konteks permasalahan secara utuh, dengan fokus penelitian
Lebih terperinciTeks, Tekstologi, dan Kritik Teks
Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan
Lebih terperinciANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI
ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI A. PENDAHULUAN Indonesia mempunyai khasanah sastra klasik yang beraneka ragam, yang terdiri dari sastra-sastra daerah. Sastra klasik adalah sastra dalam bahasa
Lebih terperinciSEMIOTIKA ALQURAN YANG MEMBEBASKAN
SEMIOTIKA ALQURAN YANG MEMBEBASKAN Mu adz Fahmi 1 Semiotika Alquran yang Membebaskan Tafsir klasik konvensional seringkali dinilai hegemonik, mendominasi, anti-konteks, status-quois, mengkungkung kebebasan,
Lebih terperinci12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.
semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh situasi politik di wilayah kerajaan-kerajaan yang didatangi (I G.N. Anom,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedatangan agama Islam ke Indonesia merupakan suatu proses yang panjang dalam sejarah Indonesia. Namun diyakini bahwa salah satu unsur penting dalam proses kedatangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peninggalan sejarah Islam diacehsalah satunya kesenian. Kesenian merupakan sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang mengandung unsur keindahan yang dapat didengar
Lebih terperinciPeninggalan Islam.
Peninggalan Islam Seni Pahat Seni pahat (seni patung) yang sangat berkembang pada masa Hindu-Budha tidak berlanjut pada masa Islam, karena ada larangan untuk melukiskan makhluk hidup. Seni ukir berkembang
Lebih terperinciNASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi
1 NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA (Kajian Filologis) Proposal Skripsi Oleh : Reza Sukma Nugraha 206500034 Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciPengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian,
Bab 4 Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Alur Pembelajaran Pengertian Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Ragam hias Teknik Menggambar Ragam Hias Ukiran Melukis Ragam Hias di Atas Bahan Kayu Pada
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sebuah penelitian diperlukan penggunaan metode yang tepat agar hasil penelitian
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Secara umum, metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiono, 2010:3). Dalam sebuah penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang wajib kita mensyukuri rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan yang tidak ternilai
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair.
ABSTRAK Lucyana. 2018. Kritik Sosial dalam Syair Nasib Melayu Karya Tenas Effendy. Skripsi, Program Studi Sastra Indonesia, FIB Universitas Jambi, Pembimbing: (I) Dr. Drs. Maizar Karim, M.Hum (II) Dwi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nusantara memiliki beberapa jenis kesusastraan yang diciptakan, berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Salah satu kesusastraan yang berkembang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
23 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan alat yang digunakan dalam mengumpulkan data dan menganalisis masalah penelitian yaitu mengenai kebebasan intelektual di perpustakaan yang dipertentangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal
Lebih terperinciKawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN
Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C0199012 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tetap dilaksanakan oleh masyarakat Melayu sejak nenek moyang dahulu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Melayu kaya akan upacara-upacara tradisional. Adat kebiasaan yang tetap dilaksanakan oleh masyarakat Melayu sejak nenek moyang dahulu hingga sekarang walaupun
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi estetika. Apapun bentuk
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu
BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal
Lebih terperinci3. Karakteristik tari
3. Karakteristik tari Pada sub bab satu telah dijelaskan jenis tari dan sub bab dua dijelaskan tentang fungsi tari. Berdasarkan penjelasan dari dua sub bab tersebut, Anda tentunya telah memperoleh gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan obyek material filologi yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan hasil budaya bangsa pada masa lalu (Baried, 1985:54). Naskah yang dimaksud
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya
40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan manusia. Setiap daerah mempunyai kesenian yang disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat. Jawa Barat terdiri
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma adalah pedoman yang menjadi dasar bagi para saintis dan peneliti di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
MODUL PERKULIAHAN Sejarah Seni Rupa Prasejarah Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Teknik Perencanaan & Desain Desain Produk 01 Kode MK Abstract Seni rupa dapat dikatakan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat. Media massa merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam
Lebih terperinciBAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI
BAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI A. Persamaan Gaya Corak Kaligrafi di Masjid Al- Akbar Surabaya dengan Masjid Syaichuna Kholil Bangkalan Masjid merupakan tempat ibadah umat muslim
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Moyang terdahulu. sebagai mana dikemukakannya bahwa: c. Seni musik yang disebut gondang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Angkola atau batak Angkola adalah salah satu suku yang terbesar di wilayah Angkola Tapanuli Selatan. Suku ini berdiam dan tersebar di seluruh wilayah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. membahas konsep teoritik berbagai kelebihan dan kelemahannya. 19 Dan jenis
37 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pengkajian pendekatan analisis semiotik. Dengan jenis penelitian kualiatif, yaitu metodologi penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu benda budaya yang dapat ditinjau dan ditelaah dari berbagai sudut. Teks-teks sastra bersifat multitafsir atau multiinterpretasi. Isi,
Lebih terperinci