DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : ERLY PRATITA F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : ERLY PRATITA F"

Transkripsi

1 DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : ERLY PRATITA F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ERLY PRATITA F Dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 31 Maret 1984 Tanggal lulus : 17 September 2007 Bogor, 24 September 2007 Menyetujui : Dr. Ir. Erizal, M. Agr. Dosen Pembimbing Mengetahui, Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian

3 ERLY PRATITA. F Debit Rembesan pada Model Tanggul dengan Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm. Di Bawah Bimbingan Dr. Ir. Erizal, M.Agr. RINGKASAN Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Tanggul berfungsi untuk menahan aliran air dan menyangga permukaan air sehingga air yang masuk ke saluran dapat dikendalikan. Keruntuhan tanggul dapat diakibatkan oleh adanya rembesan air dalam tubuh tanggul. Rembesan pada tanggul terjadi karena adanya tekanan air di bagian hulu tanggul yang melewati pori-pori di dalam tanah dan gaya yang menahan lebih kecil dari gaya yang mengalirkan. Jika rembesan yang terjadi pada tanggul semakin besar akan mengancam kestabilan tanggul sehingga dapat menimbulkan erosi, longsoran dan kehilangan air akibat rembesan melalui tubuh tanggul tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menghitung debit rembesan pada model tanggul, yaitu melalui pengamatan secara langsung, menggunakan metode perhitungan rumus dan analisis dengan program Seep/W, serta membandingkan hasil perhitungan debit rembesan dari ketiga metode tersebut. 2) Mengetahui pengaruh ukuran partikel tanah maksimum 1 mm terhadap debit rembesan pada tubuh model tanggul dan membandingkan hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan ukuran partikel tanah 4760 μm. 3) Mengetahui pengaruh drainase tarhadap debit rembesan pada model tanggul. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah serta Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika Depertaman Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli Model tanggul dibuat berdasarkan kriteria dimensi tanggul yang disarankan DPU (1986) yaitu model dengan skala 1 : 12 yang geometrical similiar dimana skala horizontal dan vertikal bernilai sama. Tinggi muka air yang direncanakan sebesar 1.5 m, lebar mercu (w) tanggul sebesar 1.5 m, tinggi jagaan (freeboard) tanggul sebesar 0.6 m, serta kemiringan talud 1 : 3 untuk bagian hulu maupun hilir tanggul. Panjang saluran drainase 0.75 m dengan bahan pasir dan filter (chapiphon) yang kedap air. Model tanggul dibuat pada kotak model acrylic yang dilengkapi dengan inlet, outlet dan spillway. Pemadatan tanah dilakukan dengan uji pemadatan standar (Proctor), dan diperoleh kadar air optimum %. Jumlah tumbukan yang diberikan sebanyak 150 tumbukan. Besarnya nisbah kepadatan tanah (RC) adalah %. Uji permeabilitas dilakukan dengan metode falling head karena contoh tanah merupakan tanah berbutir halus (tanah yang lolos saringan 1 mm). Nilai permeabilitas tanah pada model tanggul tanpa saluran drainase sebesar 2.89 x 10-4 cm/det, sedangkan permeabilitas tanah pada model tanggul dengan saluran

4 drainase sebesar 8.41 x 10-5 cm/det. Nilai permeabilitas pasir sebesar 1.84 x 10-2 cm/det. Pola aliran dan besarnya debit rembesan dalam tanggul dapat digambarkan dengan program Seep/W. Parameter-parameter yang digunakan adalah dimensi tanggul, tinggi muka air, dan nilai permeabilitas tanah. Debit rembesan adalah besarnya jumlah air yang mengalir pada tubuh model tanggul dan tidak boleh melebihi debit kritis. Nilai debit kritis sebesar 5 % dari debit yang masuk. Besarnya debit rembesan dihitung atau diukur dengan 3 metode yaitu pengukuran pada model tanggul, analisis dengan program Seep/W dan rumus empiris. Hasil pengukuran langsung debit yang masuk ke dalam waduk sebesar 1.21 x 10-4 m 3 /det dengan debit kritis sebesar 6.05 x 10-6 m 3 /det. Besarnya debit rembesan berdasarkan pengamatan langsung untuk model tanggul tanpa saluran drainase sebesar 5.04 x 10-7 m 3 /det, dan untuk model tanggul dengan saluran drainase sebesar 6.20 x 10-6 m 3 /det. Besarnya debit rembesan berdasarkan perhitungan empiris untuk model tanggul tanpa saluran drainase rata-rata sebesar 4.01 x m 3 /det. Besarnya debit rembesan berdasarkan analisis Seep/W untuk model tanggul tanpa saluran drainase rata-rata sebesar x 10-8 m 3 /det, dan untuk model tanggul dengan saluran drainase sebesar x 10-8 m 3 /det. Debit rembesan dengan analisis SEEP/W lebih mendekati debit rembesan secara pengamatan langsung, sedangkan analisis dengan rumus empiris debit rembesan yang diperoleh nilainya lebih kecil dibanding analsis SEEP/W maupun pengamatan langsung. Dari penelitian sebelumnya (Sari, 2005) besarnya debit rembesan secara pengamatan langsung diperoleh debit yang lebih besar dibandingkan penelitian ini, dikarenakan penggunaan ukuran partikel tanah yang berbeda. Dengan ukuran partikel yang lebih besar, maka debit outlet yang dihasilkan lebih besar pula. Penggunaan drainase berpengaruh terhadap debit rembesan. Nilai yang diperoleh untuk debit rembesan pada model tanggul dengan drainase horizontal lebih besar dibanding debit rembesan pada model tanggul tanpa drainase. Besarnya debit outlet untuk semua pengukuran memiliki nilai yang lebih kecil dari debit krisis, sehingga model tanggul tersebut dapat dikatakan aman dan tingkat kestabilan tanggul masih baik. Kata kunci : Tanggul, Model, Debit Rembesan, Ukuran Partikel Tanah, Drainase

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skipsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika serta Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah dari bulan Februari - Juli 2007 dengan judul Debit Rembesan pada Model Tanggul dengan Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak, ibu, dan adikku yang telah memberikan seluruh perhatian dan kasih sayang yang tulus serta dukungan secara moril dan materil. 2. Dr. Ir. Erizal, M.Agr sebagai dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya. 3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS dan Ir. Mohamad Solahudin, M.Si sebagai dosen penguji. 4. Gilar Sukma Priana S.Hut yang selalu memberikan semangat, dan perhatiannya. 5. Bapak Trisnadi sebagai teknisi laboratorium yang selalu memberikan arahan dan bantuannya. 6. Dias Kurniasari dan Dewi Wulan Ratnasari yang selalu bersama-sama dalam suka dan duka selama penelitian. 7. Sahabat-sahabatku: Ema, Anne, Leni, dan Manda. 8. Teman-teman yang telah membantu selama penelitian (Taufik, Fauzan, Rani, Rini A, Yossi, Fuad, Ari, Hendri dan Ervian) juga teman-teman TEP 40 lainnya. 9. Teman-teman di Zulfa (Dewilis, Irma, Anis, Nani, Hayuning, Herher, Ina, Tria, Sieska, Ajeng, Rima, Dyanti, Dede dan Gina) yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

6 10. Teman-teman TEP 40, khususnya TTA 40 yang selama 2 semester selalu bersama-sama dalam kuliah, mengerjakan tugas dan banyak hal lainnya yang tidak akan pernah dilupakan. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini.untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini dapat lebih bermanfaat di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terma kasih. Bogor,17 September 2007 Penulis

7 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Tasikmalaya, pada tanggal 31 Maret Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan H. Unang A. Kusnandar dan Hj. Nur Hidayati, S.Pd M.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sukamanah III- Tasikmalaya tahun 1997, dan pada tahun 2000 menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Tasikmalaya. Pendidikan menengah atas diselesaikan penulis pada tahun 2003 di SMUN 2 Tasikmalaya. Pada tahun yang sama (2003) penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Pada tahun 2005 penulis memilih Laboratorium Teknik Tanah dan Air (TTA) dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Erizal M.Agr. Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya : UKM Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman IPB periode 2003/2004 dan 2004/2005, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM-F) periode 2004/2005, Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) periode 2005/2006 dan Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (OMDA HIMALAYA). Pada tahun 2006, penulis melaksanakan praktek lapang di Bagian Pelaksana Kegiatan Irigasi Wilayah Priangan Timur kota Tasikmalaya, dengan judul laporan Pengelolaan Air Irigasi di Daerah Irigasi Cikunten I, kabupaten Tasikmalaya. Penulis menyelesaikan skripsi berjudul Debit Rembesan pada Model Tanggul dengan Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm di bawah bimbingan Dr. Ir. Erizal, M Agr.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. TANAH SECARA UMUM... 4 B. SIFAT FISIK TANAH Tekstur dan Struktur Tanah Kadar Air Tanah Permeabilitas Berat Jenis Partikel Tanah Berat Isi Tanah Porositas Angka Pori Potensial Air Tanah C. SIFAT MEKANIK TANAH Konsistensi Tanah Pemadatan Tanah D. UKURAN PARTIKEL TANAH E. MODEL F. TANGGUL G. DIMENSI TANGGUL H. DEBIT REMBESAN I. DRAINASE DAN FILTER J. PROGRAM GEO-SLOPE III. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU... 24

9 Halaman B. BAHAN DAN ALAT Bahan Alat C. METODE PENELITIAN Pembuatan Kotak Model Tanggul Pengambilan Contoh Tanah Penghalusan Tanah Pengukuran Sifat Fisik Tanah a. Kadar Air Tanah b. Konsistensi Tanah c. Pemadatan Tanah d. Uji Permeabilitas Tanah e. Uji Tekstur Tanah Uji Tumbuk Manual Pembuatan Model Tanggul Pengaliran Air pada Kotak Model Pengamatan Pembongkaran Model Tanggul Pengukuran Permeabilitas Tanah pada Model Tanggul Analisis Debit Rembesan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK TANAH B. HASIL UJI PEMADATAN C. HASIL UJI TUMBUK MANUAL D. HASIL UJI PERMEABILITAS E. GARIS FREATIK (PHREATIC LINE) PADA MODEL TANGGUL F. DEBIT REMBESAN PADA TUBUH MODEL TANGGUL Berdasarkan Pengukuran Langsung pada Model Tanggul Berdasarkan Program Seep/W Berdasarkan Rumus Empiris V. KESIMPULAN DAN SARAN VI. DAFTAR PUSTAKA VII. LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Klasifikasi permeabilitas tanah Berat jenis partikel tanah (specific gravity) Klasifikasi partikel tanah menurut USDA dan Sistem Internasional Kemiringan talud berdasarkan jenis bahan Spesifikasi uji tumbuk manual Dimensi tanggul Sifat-sifat fisik tanah Latosol, Darmaga - Bogor Hasil uji konsistensi tanah untuk jenis tanah Latosol Hasil uji pemadatan tanah Latosol menggunakan ukuran partikel yang lolos saringan 1 mm Perbandingan spesifikasi antara uji pemadatan standar dan uji tumbuk manual Hasil uji tumbuk manual Jumlah tumbukan pada tiap lapisan dengan luas permukaan yang berbeda Hasil uji permeabilitas pada tanggul Debit rembesan hasil pengukuran secara langsung pada model tanggul Hasil analisis debit rembesan dengan program Seep/W Hasil perhitungan debit rembesan berdasarkan rumus empiris (cara A. Casagrande, Grafik, dan Bowles) Perbandingan debit rembesan (Q out ) dengan 3 metode (Pengamatan langsung, analisis SEEP/W, dan analisis rumus empiris)... 52

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Klasifikasi tanah menurut ISSS (Kalsim dan Sapei, 2003) Segitiga tekstur tanah menurut USDA (Dunn et al., 1992) Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified (Terzaghi dan Peck, 1987) Hitungan rembesan cara A. Casagrande Grafik hitungan rembesan (Taylor, 1948 dalam Sosrodarsono dan Takeda, 1977) Garis rembesan dalam tubuh tanggul (Bowles,1989) Bahan filter caphiphon drain belt Tahapan penelitian Kotak model tanggul Uji batas cair dan batas plastis Uji permeabilitas metode falling head Kotak tumbuk manual dan rammer Tahapan pembuatan model tanggul Model tanggul dengan saluran drainase horizontal Proses pengaliran air Pengukuran debit outlet Klasifikasi tanah Latosol berdasarkan sistem Unified Klasifikasi tanah Latosol berdasarkan sistem USDA Kurva hasil uji pemadatan standar tanah Latosol yang lolos saringan 1mm Garis freatik pada model tanggul tanpa saluran drainase melalui Seep/W Garis freatik pada model tanggul dengan saluran drainase horizontal melalui Seep/W Pola aliran karena pengaruh waktu dan tinggi genangan pada model tanggul tanpa drainase melalui pengamatan langsung Pola aliran karena pengaruh waktu dan tinggi genangan pada model tanggul dengan drainase horizontal melalui pengamatan langsung Pengaruh kapilaritas pada tubuh tanggul tanpa saluran drainase dan dengan saluran drainase... 47

12 Nomor Halaman 25. Kurva perbandingan debit outlet untuk model tanggul tanpa saluran drainase dan dengan saluran drainase... 50

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Batas cair dan batas plastis tanah Latosol, Darmaga Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm Tekstur tanah Latosol, Darmaga dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm Permeabilitas tanah Latosol, Darmaga Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm Uji pemadatan standar (proctor) tanah Latosol, Darmaga Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm Hasil uji tumbuk manual Hasil pengukuran nilai permeabilitas tanah pada model tanggul setelah dialiri air Hasil uji permeabilitas pasir Hasil pengukuran debit rembesan (q outlet ) berdasarkan pengamatan langsung Tahapan-tahapan penggambaran dalam program Seep/W Perhitungan debit rembesan (q outlet ) dengan metode empiris... 87

14 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Tanggul yang banyak digunakan, dibangun dengan bahan tanah. Tanggul berfungsi untuk menahan aliran air dan menyangga permukaan air sehingga air yang masuk ke saluran dapat dikendalikan. Dalam sebuah pembangunan tanggul diperlukan suatu perencanaan yang efektif dan aman sehingga tanggul kokoh dan tidak mudah rusak. Perencanaan tanggul yang efektif diperlukan suatu disiplin ilmu seperti fisika tanah dan mekanika tanah. Permasalahan yang sering timbul yaitu pada tubuh tanggul. Tubuh tanggul yang terbuat dari urugan tanah yang dipadatkan mudah sekali mengalami kerusakan terutama pada saat musim hujan tiba. Tubuh tanggul akan mengalami penyusutan (konsolidasi) karena air yang jatuh saat musim hujan akan mengikis tubuh tanggul. Bila hal ini terus dibiarkan maka akan terjadinya keruntuhan tanggul. Keruntuhan tanggul dapat diakibatkan oleh overtopping yaitu air melimpah melalui puncak tubuh tanggul yang dapat menyebabkan erosi serta longsor hingga akhirnya terjadi keruntuhan. Selain itu juga keruntuhan sebuah tanggul diakibatkan adanya rembesan atau bocoran pada tubuh tanggul. Rembesan yang mengalir dapat dipengaruhi oleh besarnya debit yang masuk ke dalam tubuh tanggul. Pengontrolan debit inlet pada tanggul perlu diperhatikan agar tidak melebihi debit kritis yang dapat mengakibatkan keruntuhan tanggul. Akibat keruntuhan tersebut, maka air yang tertampung dalam suatu bendungan akan mengalirkan ke lembah sungai di hilir tanggul dengan debit dan kecepatan yang sangat tinggi. Kejadian tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerugian materi serta hancurnya infrastruktur yang ada di bagian hilir. Air rembesan yang mengalir dari lapisan dengan butiran yang lebih halus menuju lapisan dengan butiran yang kasar, kemungkinan terangkutnya butiran halus lolos melewati lapisan yang lebih kasar tersebut dapat terjadi. Pada waktu yang lama, proses ini mungkin akan menyumbat ruang pori di dalam tanah dengan butiran kasar atau juga dapat terjadi piping pada bagian

15 butir halusnya. Bila kecepatan aliran membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur turun, akan terjadi erosi butiran yang lebih besar lagi, sehingga membentuk pipa-pipa di dalam tanah yang dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan. Kondisi demikian dapat dicegah dengan pemakaian filter antara dua bahan tersebut. Pada penelitian ini dibuat model tanggul menggunakan saluan drainase dengan bahan pasir dan pemakaian filter diantara lapisan pasir dan tanah dengan chapiphon drian belt. Ukuran partikel tanah dapat mempengaruhi rembesan dalam tubuh tanggul. Penggunaan ukuran partikel tanah didasarkan pada skala dalam pembuatan model tanggul. Pada penelitian ini dibuat model tanggul sesuai dengan standar perencanaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum pada tahun Model tanggul dibuat dengan menggunakan skala 1 : 12 yang geometrical similiar yaitu skala horizontal dan vertikal bernilai sama. Penggunaan skala 1 : 12 digunakan pada dimensi dan bahan pembentuk tanggul. Model tanggul dibuat dengan bahan pembentuk dari tanah, sehingga ukuran partikel tanah yang digunakan disesuaikan dengan skala. Ukuran partikel yang digunakan adalah tanah yang lolos saringan 1 mm. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan beberapa analisis debit rembesan pada model tanggul yang dilengkapi drainase kaki, drainase tegak dan tanpa drainase dengan ukuran partikel tanah yang sama (menggunakan saringan 4760 µm). Pada penelitian kali ini dilakukan analisis debit rembesan pada model tanggul yang dilengkapi drainase horizontal dan tanpa drainase dengan menggunakan ukuran partikel tanah yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu dengan ukuran pertikel tanah yang lolos saringan 1 mm. Dengan ukuran partikel tanah yang lebih halus maka kemungkinan kestabilan tubuh tanggul akan lebih besar karena pada saat pemadatan, tanah tersebut lebih menyatu satu dengan lainnya. Hasil penelitian dapat bermanfaat untuk menjelaskan besarnya debit rembesan yang terjadi pada tubuh tanggul serta pengaruhnya terhadap tingkat kestabilan lereng tanggul.

16 B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menghitung debit rembesan pada model tanggul, yaitu melalui pengamatan secara langsung, menggunakan metode perhitungan rumus dan analisis dengan program Seep/W, serta membandingkan hasil perhitungan debit rembesan dari ketiga metode tersebut. 2. Untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel tanah maksimum 1 mm terhadap debit rembesan pada tubuh model tanggul dan membandingkan hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan ukuran partikel tanah 4760 μm.. 3. Untuk mengetahui pengaruh drainase tarhadap debit rembesan pada model tanggul.

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAH SECARA UMUM Tanah terdapat dimana-mana, tetapi kepentingan orang terhadap tanah berbeda-beda. Dalam kehidupan sehari-hari tanah diartikan sebagai wilayah darat dimana di atasnya dapat digunakan untuk berbagai usaha misalnya pertanian, peternakan, mendirikan bangunan, dan lain-lain. Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horisonhorison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Tanah tersusun dari empat bahan utama yaitu bahan mineral, bahan organik, air dan udara (Hardjowigeno, 2003). Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel tersebut (Das, 1988). Istilah tanah dalam mekanika tanah adalah mencakup semua bahan dari tanah lempung (clay) sampai berangkal (batu-batu yang besar); jadi semua endapan alam yang bersangkutan dengan teknik sipil kecuali batuan tetap (Wesley, 1973). Pengertian tanah dalam bidang teknik sipil sama dengan pengertian regolith dalam geologi yaitu selubung atau lapisan terluar dari permukaan bumi yang terdiri dari partikel-partikel batuan yang lepas dan butir-butir mineral, yang umumnya terletak di atas batuan induk atau batuan tetap (bedrock) (Flint dan Skinner, 1974 dalam Aryono dan Soetoto, 1980). Tanah Latosol merupakan salah satu jenis tanah yang terbentuk pada daerah bercurah hujan antara mm tiap tahun. Memiliki bulan kering lebih dari tiga bulan dan mempunyai tipe iklim A, B (Shmidt/Ferguson), dengan bahan induk tuf vulkanik pada daerah yang mempunyai topografi berombak sampai bergunung dengan ketinggian

18 berkisar antara m dari permukaan laut dan biasanya ditumbuhi oleh hutan hujan tropis (Soepraptohardjo, 1961 dalam Ishak, 1991). Tanah latosol di Indonesia dicirikan dengan warna tanah merah sampai dengan coklat dengan warna yang tetap stabil dan solum tanah lebih besar dari 1.5 m. Tanah Latosol bertekstur liat seragam atau bertambah dengan naiknya kedalaman tanah (Soepraptohardjo dan Driessen, 1974 dalam Ishak, 1991). B. SIFAT FISIK TANAH 1. Tekstur dan Struktur tanah Tekstur tanah dapat didefinisikan sebagai penampilan visual suatu tanah berdasarkan komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu massa tanah tertentu. Partikel-partikel tanah yang besar dengan beberapa partikel kecil akan terlihat kasar atau disebut tanah yang bertekstur kasar. Gabungan partikel yang lebih kecil akan menghasilkan bahan yang bertekstur sedang dan gabungan partikel yang berbutir halus akan menghasilkan tanah yang bertekstur halus (Bowles, 1989). Sistem klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir telah dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan International Soil Science Society (ISSS) seperti pada Gambar 1. Klasifikasi tanah juga dapat dilihat berdasarkan segitiga tekstur tanah dan Klasifikasi Sistem Unified seperti pada Gambar 2 dan Gambar 3. US Department of agriculture classification (USDA) clay silt very fine fine medium coarse very coarse gravel sand clay silt sand gravel fine coarse μm Gambar 1. Klasifikasi tekstur tanah menurut ISSS (Kalsim dan Sapei, 2003)

19 Persen berat pasir Gambar 2. Segitiga tekstur tanah menurut USDA (Dunn, et al., 1992) 60 Indeks Plastisitas PI (%) Diagram plastisitas: Untuk mengidentifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan tanah berbutir kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang diarsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. CL-ML LH ML atau OL CH Garis A MH atau OH Batas Cair LL (%) Garis A: PI = 0,73 (LL-20) Gambar 3. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified (Terzaghi dan Peck,1987) Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Menurut bentuknya struktur tanah dibedakan menjadi bentuk lempeng, prisma, tiang, gumpal bersudut, gumpal membulat, granuler dan remah.

20 Tanah dikatakan berstruktur baik (granuler, remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah bentuknya membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dengan rapat (Hardjowigeno, 2003). 2. Kadar Air Tanah Kadar air tanah merupakan banyaknya air yang terkandung di dalam tanah. Untuk menentukan kadar air tanah, dapat dinyatakan dalam beberapa cara diantaranya melalui perbandingan relatif terhadap massa padatan volume tanah, volume padatan tanah dan terhadap pori tanah. Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki (Das, 1988). Menurut Wesley (1973) untuk menentukan kadar air, sejumlah tanah ditempatkan dalam wadah yang beratnya (W 1 ) diketahui sebelumnya. Wadah dengan tanah ditimbang (W 2 ) dan kemudian dimasukkan dalam oven yang temperaturnya C untuk masa waktu 24 jam. Kemudian wadah dan tanah ditimbang kembali (W 3 ). Dengan demikian besarnya kadar air tanah dapat diketahui. W Kadar air = W 2 3 W W 3 1 (1) 3. Permeabilitas Menurut Wesley (1973) rembesan (permeabilitas) adalah kemampuan tanah untuk dapat dirembes air. Rembesan air dalam tanah hampir selalu berjalan secara linier yaitu jalan atau garis yang ditempuh air merupakan garis dengan bentuk yang teratur (smooth curve). Koefisien permeabilitas dapat ditentukan dengan pengujian lapangan atau laboratorium. Koefisien permeabilitas untuk tanah berbutir kasar dapat ditentukan dari constant head test. Untuk tanah berbutir halus digunakan falling head test. Uji tersebut telah distandarisasikan pada suhu air 20 o C, karena viskositas air bervariasi dari suhu 4 o C sampai 30 o C (Craig, 1991).

21 Koefisien permeabilitas tanah tergantung beberapa faktor yaitu kekentalan cairan, distribusi ukuran pori, distribusi ukuran butir, angka pori, kekasaran permukaan butiran tanah, dan derajat keasaman jenuh (Das, 1988). Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas tanah Permeabilitas (cm/jam) Kelas < Sangat rendah Rendah Agak rendah Sedang Agak cepat Cepat > 25.4 Sangat cepat Sumber : Sitorus (1980) dalam Ishak (1991) 4. Berat Jenis Partikel Tanah Berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat isi tanah di udara pada suhu tertentu dengan berat isi air yang sama pada suhu tertentu (Aryono dan Soetoto, 1980). Persamaan yang digunakan sebagai berikut : G W s s =... (2) Vsγ w dimana : G S = Berat jenis butiran tanah (g/cm 3 ) W s = Berat butiran (gram) V s = Volume butiran (cm 3 ) γ w =Berat isi air pada temperatur tertentu, sesuai dengan temperatur tanah (biasanya diambil pada temperatur 15 0 C). γ w = 1 (Pada temperatur 4 0 C) Berat jenis dari berbagai tanah berkisar antara Nilai berat jenis sebesar 2.65 biasanya digunakan untuk tanah tak berkohesi. Untuk tanah kohesif tak organik berkisar antara Nilai-nilai berat jenis partikel tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

22 Tabel 2. Berat jenis partikel tanah (specific grafity) Jenis tanah Berat jenis (Gs) Kerikil Pasir Lanau tak organik Lanau organik Lempung tak organik Humus 1.37 Gambut Sumber : Hardiyatmo (1992) 5. Berat Isi Tanah Berat isi tanah (γ) adalah berat tanah per satuan volume tanah. Berat isi tanah dapat juga dinyatakan dalam berat butiran padat, kadar air, dan volume total (Das, 1988). Berat isi tanah atau unit weight atau density adalah perbandingan antara berat tanah seluruhnya dengan isi tanah seluruhnya. Penentuan berat isi tanah di laboratorium digunakan silinder yang diisi oleh tanah yang akan ditentukan berat isinya. Bagian atas dan bawah silinder diratakan dengan batang gelas dan kemudian ditimbang, dan berat silinder diketahui sehingga didapat berat isi tanah (Aryono dan Soetoto, 1980). Berat silinder dan tanah = a gram Berat silinder = b gram Berat isi tanah = ( a b) gram...(3) volumesilinder 6. Porositas Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dengan volume tanah total. Porositas dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Das, 1988) :

23 V V v n = (4) t dimana : n = porositas V v = volume pori V t = volume total Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi jika kandungan bahan organik tinggi. Tanah dengan struktur granuler atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah dengan struktur massive (pejal). Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 2003). 7. Angka Pori Angka pori (e) adalah rasio antara volume pori dan volume bahan padat; yang selalu dinyatakan sebagai satuan desimal. Angka pori banyak digunakan dalam mekanika tanah untuk menyatakan berbagai parameter fisik sebagai fungsi dari kepadatan tanah (Dunn et al., 1992). Angka pori dinyatakan hanya dalam bilangan saja. Nilainya berkisar Angka pori didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dengan volume butiran padat. (Wesley, 1973). V e = V v s.(5) dimana : e = angka pori V v = volume pori V s = volume padat 8. Potensial Air Tanah Muka airtanah (water table) atau phreatic surface, adalah suatu batas dalam tanah dimana tekanannya sama dengan tekanan atmosfir. Daerah di atas muka airtanah disebut zona tak jenuh, meskipun sedikit batas tersebut tanah masih dalam keadaan jenuh karena adanya proses kenaikan kapiler (capillary fringe). Air dalam zona tak jenuh disebut lengas tanah (soil

24 moisture), sedangkan istilah airtanah (ground water) umumnya berkaitan dengan air dalam daerah jenuh di bawah muka airtanah (Kalsim dan Sapei, 2003). C. SIFAT MEKANIK TANAH 1. Konsistensi Tanah Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau gaya adhesi butir-butir tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolahan. Dalam keadaan lembab, tanah dibedakan kedalam konsistensi gembur (mudah diolah) dan teguh (agak sulit dicangkul). Dalam keadaan kering, tanah dibedakan kedalam konsistensi lunak sampai keras. Dalam keadaan basah dibedakan plastisitasnya yaitu dari plastis sampai tidak plastis atau kelekatannya dari tidak lekat sampai lekat (Hardjowigeno, 2003). Konsistensi tanah tergantung pada tekstur, sifat, jumlah koloid-koloid inorganik dan organik, struktur dan terutama kandungan air tanah. Dengan berkumpulnya kandungan air, umumnya tanah-tanah akan kehilangan sifat melakatnya (stickness) dan plastisitasnya sehingga dapat menjadi gembur (friabel) dan lunak (soft) dan akhirnya jika kering akan menjadi coherent (Hakim et al., 1986). 2. Pemadatan Tanah Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan kepada suatu tanah yang sedang dipadatkan, air tersebut akan berfungsi sebagai unsur pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya air, partikel-partikel tanah tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih rapat/ padat. Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat dipadatkan) meningkat. Faktor-faktor yang

25 mempengaruhi tingkat pemadatan tanah adalah kadar air, jenis tanah dan usaha pemadatan (Das, 1988). Pemadatan tanah adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis. Dilapangan pemadatan biasanya dilakukan dengan cara menggilas dengan roller sedangkan di laboratorium biasanya dilakukan dengan uji pemadatan standar (Proctor). Kepadatan suatu tanah tercapai tergantung kepada kadar airnya. Bila kadar air suatu tanah tertentu rendah maka tanah itu keras atau kaku dan sukar dipadatkan. Bila kadar air ditambah maka air berlaku sebagai pelumas sehingga tanah tersebut akan lebih mudah dipadatkan dan ruangan kosong antara butir nanti akan menjadi lebih kecil. Kadar air ini selalu bergantung pada gaya pemadatan. Bila daya pemadatan berlainan maka kadar air optimum juga akan berlainan (Wesley, 1973). D. UKURAN PARTIKEL TANAH Ukuran partikel tanah berkisar dari batu bulat dengan diameter lebih dari 1 m sampai dengan partikel berukuran lempung dengan diameter kurang dari mm. Pada umumnya, dasar-dasar mekanika tanah yang dikembangkan adalah mempelajari tanah-tanah dengan ukuran partikel berkisar dari ukuran lempung sampai kerikil (Dun et al., 1992). Partikel-partikel pasir ukurannya jauh lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil (dengan berat yang sama) dibandingkan dengan partikel-partikel debu dan liat (Tabel 3). Semakin tinggi persentasi pasir dalam tanah, semakin banyak ruang pori-pori di antara partikel-partikel tanah dan semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air (Hakim et al., 1986). Makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori, dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Partikel tanah berpengaruh terhadap pengontrolan rembesan. Salah satu syarat untuk filter yang digunakan dalam pengontrolan rembesan adalah ukuran pori harus cukup kecil. Gunanya untuk mencegah adanya partikel-partikel yang terbawa ke tanah didekatnya (Craig, 1987).

26 Tabel 3. Klasifikasi partikel tanah menurut USDA dan Sistem Internasional Diameter (cm) Luas Jumlah permukaan Jenis tanah Sistem Sistem partikel/gram untuk 1 gram USDA Internasional tanah (cm 2 ) Pasir sangat kasar Pasir kasar Pasir sedang Pasir halus Pasir sangat halus Debu Liat <0.002 < Sumber : Hakim et al. (1986) Dari beberapa peneliti (Setyowati (2006), Sari (2005) dan Hakim (2004)) telah melakukan penelitian terhadap debit rembesan pada model tanggul dengan penggunaan ukuran partikel tanah 4760 μm. Beberapa peneliti (Sakai et al. (1999), Erizal et al. (1998) dan Sakai (1997)) telah membuktikan adanya perbedaan hasil pengukuran akibat adanya perbedaan ukuran partikel yang digunakan. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa ukuran partikel tanah berpengaruh terhadap tahanan tanah. E. MODEL Menurut Suwarto (2006) model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Secara umum jenis model dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu : model ikonik, model analog, dan model simbolik. Lebih lanjut Suwarto (2006) menyatakan model ikonik adalah perwakilan fisik dari beberapa hal baik dalam bentuk ideal ataupun dalam skala yang berbeda. Model ikonik dapat berdimensi dua (foto, dan peta) atau tiga dimensi

27 (prototip mesin, alat). Model analog dapat mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan berubah menurut waktu. Contoh model analog adalah kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi pada statistik, dan diagram alir. Pada hakekatnya, ilmu sistem memusatkan perhatian kepada model simbolik sebagai perwakilan dari realitas yang sedang dikaji. Model simbolik dapat berupa bentuk angka, simbol, dan rumus. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah suatu persamaan. Sifat model: Probabilistik (biasanya mengkaji ulang data atau informasi terdahulu untuk menduga peluang kejadian tersebut pada keadaan sekarang atau yang akan datang). Deterministik (model kuantitatif yang tidak mempertimbangkan peluang kejadian). Deskriptif (untuk mempermudah penelaahan suatu permasalahan). Optimalisasi (perbandingan antar alternatif dilakukan). Kegunaan model diantaranya untuk berfikir atau melakukan analisis, sebagai media untuk berkomunikasi, melakukan prediksi (peramalan), untuk kontrol / pengendalian dan untuk berlatih / melakukan simulasi (Hutabarat M.T dan Rahardjo.B, 2006). F. TANGGUL Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Dikatakan demikian karena ia mempunyai bentuk dan dimensi yang sama dengan bendung. Hampir semua tanggul dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Tanggul saluran adalah tanggul tanah yang berfungsi untuk menahan aliran air dan menyangga permukaan air sehingga air yang masuk ke saluran dapat dikendalikan (Sosrodarsono dan Takeda, 1976). Tanggul merupakan bendung urugan serba sama karena lebih dari setengah volumenya terdiri atas bahan bangunan yang seragam. Bendungan urugan serba sama dibagi menjadi 2 tipe yaitu bendungan urugan tanah dan bendungan urugan pasir dan kerikil (Soedibyo, 1988). Lebih lanjut Soedibyo (1988) menyatakan bendungan urugan tanah masih dibagi menjadi 4 tipe yaitu :

28 1. Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase kaki 2. Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase horizontal 3. Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase tegak 4. Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase kombinasi. Tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan oleh sungai, pembuangan yang besar atau laut. Biaya pembuatan tanggul banjir bisa menjadi sangat besar jika tanggul itu panjang dan tinggi. Karena fungsi lindungnya yang besar terhadap daerah irigasi dan penduduk yang tinggal di daerah-daerah ini, maka kekuatan dan keamanan tanggul harus benar-benar diselidiki dan direncanakan sebaik-baiknya (DPU, 1986). DPU (1986) menyatakan bahwa rembesan terjadi apabila tubuh tanggul harus mengatasi beda tinggi muka air dan jika aliran yang diakibatkannya meresap masuk ke dalam tanah di sekitar tanggul. Aliran ini mempunyai pengaruh yang merusakkan stabilitas tanggul karena terangkutnya bahanbahan halus dapat menyebabkan erosi bawah tanah. Jika erosi bawah tanah sudah terjadi, maka membentuk jalur rembesan antara bagian hulu dan bagian hilir tanggul. Keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan, sebagai terkikisnya tanah pondasi. G. DIMENSI TANGGUL DPU (1986) menyatakan dimensi tanggul adalah sebagai berikut : 1. Tinggi Tanggul Tinggi tanggul adalah beda tinggi tegak antara puncak dan bagian bawah dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap air atau dasar zona kedap air. Apabila pada tanggul tidak terdapat dinding atau zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu mercu tanggul dengan permukaan pondasi alas tanggul tersebut. Sedangkan mercu adalah bidang teratas dari suatu tanggul yang tidak dilalui oleh luapan air dari saluran.

29 2. Tinggi Jagaan (Free Board) Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum rencana air dalam saluran dengan elevasi mercu tanggul. Elevasi permukaan maksimum rencana merupakan elevasi banjir rencana saluran. 3. Kemiringan Lereng (Talud) Kemiringan rata-rata lereng tanggul (hulu dan hilir) adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang garis horizontal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Chow (1989) menyatakan kemiringan saluran biasanya ditentukan oleh keadaan topografi. Dalam berbagai hal, kemiringan ini dapat pula tergantung kegunaan saluran. Misalnya sebagai saluran irigasi, persediaan air minum, penambangan hidrolika dan proyek pembangkit. Kemiringan dinding saluran terutama tergantung pada jenis bahan. Tabel 3. memuat kemiringan yang dapat dipakai pada berbagai jenis bahan. Tabel 4. Kemiringan saluran berdasarkan jenis bahan Bahan Kemiringan Batu Hampir tegak lurus Tanah gambut (peat), rawang (muck) ¼ : 1 Lempung teguh atau tanah berlapis beton ½ : 1 sampai 1 : 1 Tanah berlapis batu atau tanah bagi saluran yang lebar 1 : 1 Lempung kaku atau tanah bagi parit kecil 1 ½ : 1 Tanah berlapis lepas 2 : 1 Lempung berpasir atau lempung berpori 3 : 1 Sumber : Chow (1989)

30 H. DEBIT REMBESAN Debit rembesan (aliran) adalah kapasitas rembesan air yang mengalir ke hilir melalui tubuh dan pondasi tanggul. Debit rembesan suatu tanggul mempunyai batas-batas tertentu yang mana apabila debit rembesan melampaui batas tersebut, maka kehilangan air yang terjadi akan cukup besar. Debit rembesan dapat menimbulkan gejala suforsi (piping) serta gejala sembulan (boiling) yang sangat membahayakan kestabilan tubuh tanggul (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Setyowati (2006) menyatakan besarnya debit rembesan yang terjadi pada tubuh tanggul dapat diperkecil dengan cara : 1. Pemakaian bahan pelapis dari beton, aspal, karet, plastik dan sebagainya. 2. Pemakaian adukan encer (grout). 3. Pemakaian filter pada bagian keluar dari elemen yang tidak tembus air. 4. Pemakaian inti atau dinding halang dengan koefisien permeabilitas yang rendah. Debit rembesan yang terjadi tidak boleh melebihi dari batas-batas yang telah ditentukan karena akan membahayakan tanggul dan menyebabkan pengoperasian waduk tidak efektif. Debit air harus dibatasi yaitu 2% - 5% dari debit rata-rata yang masuk ke dalam waduk atau saluran. Semakin besar debit rata-rata yang mengalir pada sebuah saluran irigasi maka presentase maksimal yang diambil harus semakin kecil (Soedibyo, 1988). Terdapat beberapa cara untuk menghitung debit rembesan yang melewati tanggul yang dibangun dari tanah urugan homogen diantaranya adalah : 1. Cara A. Casagrande A.Casagrande (1973) dalam Hardiyatmo (1992) mengusulkan cara untuk menghitung rembesan lewat tubuh tanggul yang didasarkan pada pengujian model parabola AB (Gambar 4). Berawal dari titik A, dengan A A = 0.3 x (AD).

31 Gambar 4. Hitungan rembesan cara A. Casagrande Menurut A. Casagrande debit rembesan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : q = k a sin 2 α.(6) ( d + H ) ( d H ctg 2 α ) a =...(7) dimana : q = debit rembesan (m 3 /det) k = koefisien permeabilitas (m/det) α = sudut hilir tanggul d = jarak horizontal antara E dan C (m) a = panjang zona basah (m) H = tinggi muka air (m) 2. Cara Grafik Taylor (1948) dalam Sosrodarsono dan Takeda (1977) memberikan penyelesaian dalam bentuk grafik. Prosedur untuk mendapatkan debit rembesan dengan cara grafik adalah dengan menentukan nilai banding d/h dari Gambar 5. Dari nilai d/h dan α, nilai m dapat diperoleh dari grafik pada Gambar 5, kemudian panjang a dihitung dengan menggunakan rumus : mh a =...(8) sinα q = k a sin 2 α.(9)

32 Gambar 5. Grafik Hitungan Rembesan (Taylor, 1948 dalam Sosrodarsono dan Takeda, 1977) 3. Cara Bowles Berdasarkan Gambar 6 jumlah rembesan pada tanggul urugan dapat diketahui dengan menghitung panjang zona basah (a) pada bagian hilir tanggul (Bowles, 1989) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : d cosα d cos α H sin α a = untukα (10) q = k a sin α tan α (11) dimana : a = panjang zona basah d = jarak antara titik asal dari garis freatik dengan ujung bawah hilir H = tinggi tekan air (beda tinggi muka air hulu dan muka air hilir) α = sudut antara muka tanggul bagian hilir dan dasar tanggul Perhitungan ini dapat digunakan untuk perhitungan jumlah rembesan dan biasanya direkomendasikan untuk memperoleh penyelesaian yang cepat apabila α 30 0 apabila α 30, pemakaian persamaan di atas dapat memberikan perkiraan yang cukup memuaskan tentang jumlah rembesan pada beberapa kasus (Bowles, 1989).

33 Gambar 6. Garis rembesan dalam tubuh tanggul (Bowles, 1989) I. DRAINASE DAN FILTER Sistem drainase digunakan untuk mengatasi luapan dan kandungan air yang tidak diinginkan. Air rembesan mengalir dari lapisan dengan butiran yang lebih halus menuju lapisan yang kasar, kemungkinan terangkutnya bahan butiran lebih halus lolos melewati bahan yang lebih kasar tersebut dapat terjadi. Pada waktu yang lama proses ini mungkin juga dapat terjadinya piping pada bagian butir halusnya. Erosi butiran mengakibatkan turunnya tahanan aliran air dan naiknya gradien hidrolis. Bila kecepatan aliran air membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur turun, akan terjadi erosi butiran yang lebih besar lagi, sehingga membentuk pipa-pipa di dalam tanah yang dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan. Kondisi demikian dapat dicegah dengan pemakaian filter antara dua bahan tersebut (Soedibyo, 1993). Menurut Craig (1987) filter atau drainase dimaksudkan untuk mengendalikan rembesan harus memenuhi dua persyaratan yaitu : 1. Ukuran pori-pori harus lebih kecil untuk mencegah butir-butir tanah terbawa aliran.

34 2. Permeabilitas harus cukup tinggi untuk mengizinkan kecepatan drainase yang besar dari air yang masuk filternya. Salah satu dari bentuk filter yaitu Caphipon drain belt. Chapiphon merupakan penemuan terbaru berupa lajur yang terbuat dari plastik. Bahan ini mempunyai daya hisap, kekuatan menahan beban dan gravitasi yang baik untuk mencegah penyumbatan dan menghasilkan debit pembuangan yang tinggi dengan memanfaatkan sistem kapilarisasi. Aplikasi capiphon ini antara lain untuk pencegahan terhadap longsor dari erosi pantai, drainase pondasi, water proofing, drainase dalam tanah, proteksi lingkungan, irigasi untuk pertanian dan perkebunan serta pembuangan buatan air bawah tanah. Gambar 7. Bahan filter caphiphon drain belt J. PROGRAM GEO-SLOPE GEO-SLOPE adalah suatu program dalam bidang geoteknik dan modeling geo-environment yang dibuat oleh GEO-SLOPE Internasional, Kanada pada tahun Program geoslope ini sendiri terdiri dari SLOPE/W, SEEP/W, SIGMA/W, QUAKE/W, TEMP/W dan CTRAN/W yang satu sama lainnya saling berhubungan sehingga dapat dianalisa dalam berbagai jenis permasalahan dengan memilih jenis program yang sesuai untuk tiap-tiap masalah yang berbeda ( Pengertian untuk tiap program tersebut adalah sebagai berikut: 1. SLOPE/W adalah suatu software untuk menghitung faktor keamanan dan stabilitas lereng. 2. SEEP/W adalah suatu software untuk meneliti rembesan bawah tanah.

35 3. SIGMA/W adalah suatu software untuk menganalisa tekanan geoteknik dan masalah deformasi. 4. QUAKE/W adalah suatu software untuk menganalisa gempa bumi yang berpengaruh terhadap perilaku tanggul, lahan, dan kemiringan lereng. 5. TEMP/W adalah suatu software untuk menganalisa masalah geothermal. 6. CTRAN/W adalah suatu software yang dapat digunakan bersama dengan SEEP/W untuk model pengangkutan zat-zat pencemar. Program SEEP/W Seep/W merupakan suatu software yang digunakan dalam menganalisa rembesan air dalam tanah dan tekanan air rembesan, yang membuat material menyerap air seperti tanah dan batu. Seep/W dapat diaplikasikan dalam meganalisis dan mendesain pada bidang geoteknik, sipil hidrogeologika dan proyek pengembangan tambang. Seep/W diformulasikan untuk aliran air baik kondisi jenuh maupun kondisi tak jenuh pada tanah yang didasarkan pada Hukum Darcy. Darcy menyatakan bahwa kecepatan perembesan berbanding langsung terhadap gradien hodrolik dan dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (manual Seep/W, 2002): q = k. i... (12) dimana : q k i = kecepatan perembesan air = konduktivitas hidrolik = gradien hidrolik dengan i = L h...(13) dimana : i h L = gradien hidrolik = selisih ketinggian permukaan air untuk jarak L = panjang lintasan

36 Fungsi Kadar Air Volumetrik (Volumetric Water Content Functions) merupakan pokok perumusan dari analisa rembesan. Diperlukan adanya suatu pemahaman dari hubungan antara tekanan pori air dan kadar air. Sebagai aliran air dalam tanah, sejumlah air tertentu disimpan atau ditahan di dalam struktur tanah. Ketika derajat kejenuhan mencapai 100%, maka volumetric water content akan sama dengan porositas tanah tersebut. Volumetric Water Content Functions didapatkan dari persamaan (manual Seep/W, 2002): Θ = Vw/V... (14) dimana : Θ = Volumetric water content Vw = volume air V = volume total Fungsi konduktivitas hidrolika (Hydroulic Conductivity Functions) tergantung pada kadar air. Ketika kadar air adalah fungsi dari tekanan pori air dan Konduktivitas hidrolika merupakan fungsi dari kadar air,dapat disimpulkan bahwa konduktivitas hidrolika juga merupakan suatu fungsi dari tekanan pori air (manual Seep/W, 2002). Dari hasil program Seep/W dapat diketahui arah/vektor aliran, garis rembesan, pola aliran (flow net), debit rembesan dan lain sebagainya. Datadata yang dibutuhkan antara lain jenis bahan, permeabilitas (konduktivitas hidrolik), tinggi tekan (head preassure), pf, flux, atau kombinasi dari datadata tersebut.

37 III. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah serta Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika Depertaman Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah : a. Tanah jenis Latosol yang berasal dari lahan percobaan Leuwikopo, Darmaga Bogor. b. Acrylic, lem, pipa, selang, besi siku dan bambu untuk membuat kotak model. 2. Alat a. Cangkul b. Penumbuk tanah c. Wadah/ember d. Gergaji e. Saringan tanah 1 mm f. Pisau g. Timbangan h. Oven i. Desicator j. Kotak pemadatan tanah k. Sendok pengaduk l. Alat uji kuat geser m. Alat uji falling head n. LL Device Groving tools o. Penyemprot air p. Pelantak (rammer) q. Stopwatch r. Gelas ukur s. Gelas plastik t. Selang u. Kamera digital

38 C. METODE PENELITIAN Mulai Pembuatan kotak model tanggul Pengambilan contoh tanah Penghalusan tanah Sifat Fisik tanah Uji Tumbuk Manual Pembuatan model tanggul Pengaliran air Pengamatan Pembongkaran model tanggul Uji permeabilitas Pengolahan Data (Analisis Debit Rembesan) Laporan Selesai Gambar 8. Tahapan Penelitian

39 1. Pembuatan Kotak Model Tanggul Kotak model dibuat dengan menggunakan bahan acrylic (fiberglass) dan dilengkapi dengan inlet, spillway sebagai kontrol ketinggian air, outlet untuk pembuangan rembesan air dan saluran drainase horizontal Gambar 9. Kotak model tanggul 2. Pengambilan Contoh Tanah Untuk bahan timbunan model tanggul digunakan contoh tanah terganggu. Contoh tanah diambil dengan alat cangkul pada kedalaman cm, kemudian tanah dikeringudarakan untuk mengurangi kadar airnya sehingga memudahkan dalam pengayakan. Tanah yang kering selanjutnya disaring dengan saringan 1 mm kemudian dikondisikan dahulu sekitar kadar air optimum dan ditutup rapat untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan air tanah yang berlebihan. Kadar air optimum adalah kadar air pada saat mencapai berat isi maksimum. Kadar air optimum merupakan suatu indeks yang sangat penting didalam pekerjaan tanah untuk konstruksi. 3. Penghalusan Tanah Tanah yang telah dikeringudarakan, selanjutnya ditumbuk dengan menggunakan palu kayu. Tujuannya agar tanah tersebut lolos saringan 1 mm, selanjutnya tanah disaring dengan saringan maksimum 1 mm.

40 4. Pengukuran Sifat Fisik Tanah a. Kadar Air Tanah Pengukuran kadar air pada contoh tanah dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik atau menggunakan metode JIS A Kadar air merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering) atau nisbah antara volume air dengan volume tanah utuh (basis volume). Kadar air tanah dapat dihitung dengan persamaan berikut (Sapei, et al., 1990) : ma mb w = x100%. (15) m m b c dimana : w = kadar air tanah (%) m a = barat tanah basah dan wadah (gram) m b = berat tanah kering oven dan wadah (gram) m c = berat wadah (gram) b. Konsistensi Tanah Atterberg mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi. Kadar air dimana transisi dari keadaan semi padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis, sedangkan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair. Batas-batas ini dikenal dengan Atterberg Limit (Das, 1988). Pengukuran batas cair dilakukan dengan menggunakan metode standar JIS (Sapei et al., 1990). Alat untuk menentukan batas cair yaitu Alat Casagrande. Pasta tanah dimasukkan kedalam mangkuk kemudian diratakan permukaannya. Selanjutnya dibuat goresan dengan spatula sampai mengenai bagian bawah mangkuk, kemudian diputar dengan pengungkit sampai goresan tanah tersebut bertemu (Aryono dan Soetoto, 1980). Pengukuran batas plastis dilakukan dengan menggunakan metode JIS A (1978) yaitu dengan menggunakan metode

41 Casagrande. Metode ini dilakukan dengan cara menggulung pasta tanah pada permukaan kaca sehingga mencapai diameter ± 3mm. Gambar 10. Uji batas cair dan batas plastis c. Pemadatan Tanah Uji pemadatan dilakukan dengan uji Proctor sebagai uji standar. Metode ini merupakan standar JIS A Dari uji ini diperoleh kadar air optimum (W opt ) dan berat isi kering maksimum (ρ maks ). Kedua nilai tersebut merupakan nilai uji pemadatan standar sebagai acuan untuk melakukan pemadatan tanggul. Pengukuran berat isi dilakukan pada contoh tanah utuh dimana berat isi merupakan berat tanah kering oven yang terdapat dalam volume tanah utuh. Perhitungan menggunakan persamaan berikut : Wtk 100ρ w ρ d = atauρ d =...(16) V (100 + w) W ρ tb w =...(17) V dimana : ρ w = Berat isi basah (g/cm 3 ) ρ d = Berat isi kering (g/cm 3 ) W tb = Berat tanah basah (g) W tk = Berat tanah kering (g) V = Volume tanah (cm 3 ) W = Kadar air (%)

42 d. Uji Permeabilitas Tanah Metode yang digunakan dalam pengukuran ini adalah falling head. Tanah yang akan di uji harus direndam terlebih dahulu minimal 24 jam agar tanah menjadi jenuh. Persamaan untuk metode falling head adalah sebagai berikut: K t = 2.3 (al / AT) log 10 (h 1 /h 2 )......(18) dimana : K t = koefisien permeabilitas tanah (cm/dtk) a = luas permukaan pipa gelas (cm 2 ) l = panjang contoh tanah (cm) A = luas permukaan contoh tanah (cm 2 ) T h 1 h 2 = waktu (dtk) = tinggi miniskus atas (cm) = tinggi miniskus bawah (cm) Gambar 11. Uji permeabilitas metode falling head e. Uji Tekstur Tanah Uji tekstur tanah dilakukan untuk menentukan distribusi (sebaran) ukuran setiap butir partikel tanah. Distribusi ukuran partikel tanah ditentukan oleh variasi diameter partikel, dan berdasarkan prosentase berat setiap fraksi terhadap berat toal. Metode yang digunakan sesuai standar JIS. A (Sapei et al, 1990).

43 5. Uji Tumbuk Manual Uji tumbuk ini dilakukan untuk mendapatkan ratio compaction (RC) > 90 %. Pada bahan timbunan tanggul, tanah dipadatkam dengan menggunakan alat tumbuk manual yang memiliki berat, tinggi jatuh, jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan energi serta frekuensi penumbukan yang telah diperhitungkan sehingga jumlah tumbukan (besarnya energi yang diberikan) akan menunjukkan kepadatan maksimum dan kadar air optimum bahan tersebut. Nilai RC didapatkan dari persamaan berikut : Ratio Compaction (%) ρ d dilapangan RC = ρ maxujis tan dar Pr octor...(19) ρ d =...(20) d 100ρt w m m ρ t = (21) V dengan : ρ d = berat isi kering (gram/cm 3 ) ρ t = berat isi basah (gram/cm 3 ) m 1 = berat cetakan uji tumbuk manual (gram) m 2 = berat tanah dengan cetakannya (gram) V = volume cetakan (cm 3 ) w = kadar air tanah (%) Jumlah energi yang diberikan saat melakukan pemadatan bahan tanah dihitung dengan persamaan : WxHxNxLxg CE =...(22) L dengan : CE = jumlah energi pemadatan (kj/m 3 ) W = berat rammer (kg)

44 H = tinggi jatuhan rammer (m) N = jumlah tumbukan pada setiap lapisan L = jumlah lapisan V = volume cetakan (m 3 ) g = gravitasi (m/dtk 2 ) Spesifikasi uji tumbuk manual seperti pada Tabel 7, sedangkan alat uji tumbuk manual pada Gambar 12. Tabel 5. Spesifikasi uji tumbuk manual Elemen Satuan Nilai Berat Rammer kg Tinggi jatuh m 0.2 panjang m 0.3 Cetakan lebar m 0.4 tinggi m Gambar 12. a) Kotak tumbuk manual b) rammer 6. Pembuatan Model Tanggul Ukuran model yang akan dibuat sesuai dengan standar DPU (1986) dengan menggunakan skala 1 : 12 dari ukuran yang umum dilapangan. Sedangakan kemiringan lereng dibuat 1 : 3 yaitu berdasarkan jenis tanahnya. Drainase pada model tanggul terbuat dari pasir dan kerikil yang bergradasi baik. Lebar saluran drainase yang akan digunakan pada model tanggul yaitu 25 cm. Bahan yang digunakan sebagai filter adalah caphiphon drain belt. Filter diletakkan horizontal di bagian bawah model tanggul, dan panjangnya setengah dari tubuh tanggul.

45 a) b) c) d) Gambar 13. Tahapan pembuatan tanggul : a) penyemprotan tanah yang akan dibuat tanggul b) pemadatan tanah c) tanggul setelah dilakukan pemadatan d) tanggul yang sudah jadi. Tabel 6. Dimensi tanggul Dimensi Ukuran Lapang (cm) Model (cm) H (tinggi muka air), cm Hf (tinggi jagaan), cm 60 5 Hd (tinggi tanggul), cm b (lebar puncak atas), cm L (lebar bagian bawah tanggul), cm Hp (tinggi muka air dari dasar tanggul), cm Kemiringan 1/3 1/3

46 b Hd 17.5 cm Hf 5 cm Hp 15 cm H 12.5 cm cm 52.5 cm 12.5 cm 60.0 cm L = cm Gambar 14. Model tanggul dengan saluran drainase horizontal 7. Pengaliran Air pada Kotak Model Setelah model tanggul terbentuk, proses selanjutnya yaitu pengaliran air pada model tanggul. Air dialirkan melalui inlet dengan debit tertentu, kemudian lakukan pengamatan pola penyebaran aliran dengan selang waktu tertentu sampai didapatkan debit outlet yang konstan, kemudian catat waktunya dan ukur panjang zona basah. Kelebihan air akan diatasi dengan adanya spillway. Gambar 15. Proses pengaliran air Gambar 16. Pengukuran debit oulet

47 8. Pengamatan Pengamatan-pengamatan yang dilakukan antara lain : Pengambilan foto rembesan air Untuk mengetahui pola rembesan yang terjadi pada tubuh tanggul maka dilakukan setiap 3 menit, pola rembesan air di foto. Pengukuran debit Debit yang diukur sebelum pengaliran air (debit inlet) dan setelah pengaliran air adalah debit saluran pelimpah (spillway) dan debit keluaran (outlet). Pengukuran debit pada inlet dilakukan 3 ulangan, sedangkan pada outlet dilakukan sampai debit outlet konstan. 9. Pembongkaran Model Tanggul Pembongkaran model tanggul dilakukan setelah pengamatan pola rembesan dan besarnya debit rembesan. Setelah pengamatan, model tanggul dibiarkan selama beberapa waktu agar sisa pada pengaliran keluar melalui outlet. Tanah pada model tanggul diambil sebagian untuk sampel tanah yang selanjutnya akan dilakukan pengujian permeabilitas dan kuat geser tanah. 10. Pengukuran Permeabilitas Tanah pada Model Tanggul Setelah selesai pengamatan tahapan selanjutnya yaitu pengujian permeabilitas menggunakan metode falling head dengan contoh tanah diambil dari model tanggul di bagian hilir. Pengujian permeabilitas dilakukan untuk mendapatkan dat nilai koefisien permeabilitas yang akan dipakai sebagai input untuk analisis SEEP/W. Untuk mendapatkan koefisien permeabilitas tanah digunakan persamaan Analisis Debit Rembesan Metode yang digunakan dalam penentuan debit rembesan yaitu : a. Pengukuran debit secara langsung (Qinlet dan Qoutlet) b. Rumus empiris (cara casagrande, cara grafik, dan cara Bowles) c. Analisis program Seep/w.

48 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK TANAH Bahan yang digunakan untuk membuat model tanggul adalah tanah jenis Latosol. Tanah diambil dari lapangan percobaan Leuwikopo, Darmaga Bogor. Tanah yang digunakan untuk model tanggul tersebut yaitu tanah pada kedalaman cm. Ukuran partikel tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah yang lolos saringan 1 mm. Berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu Herlina (2003) telah meneliti sifat fisik dan mekanik tanah Latosol tersebut. Sifat fisik dan mekanik tanah Latosol baik hasil dari penelitian Herlina maupun penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7 berikut : Tabel 7. Sifat-sifat fisik tanah Latosol, Darmaga Bogor. Sifat fisik Herlina (2003) Erly, dkk (2007) Nilai Berat isi kering (g/cm 3 ) Kadar air optimum (%) Liat (%) Fraksi Debu (%) Pasir (%) Batas cair (%) Batas Plastis (%) Indeks plastisitas (%) Berat jenis tanah (%) Permeabilitas (cm/detik) 4.28 x x 10-4 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai dari sifat-sifat fisik tanah Latosol tidak berbeda jauh. Hal ini dikarenakan jenis tanah yang diambil sebagai sampel merupakan tanah dari tempat yang sama. Dari kedua penelitian tersebut, persentase fraksi tanah, berat isi kering dan permeabilitas mempunyai nilai yang berbeda. Persentase fraksi tanah pada penelitian ini

49 lebih banyak mengandung debu (40.24%), sedangkan penelitian sebelumnya tanah lebih banyak mengandung liat (61.42%). Tanah Latosol dapat diklasifikasikan berdasarkan sistem klasifikasi tanah Unified dan klasifisasi Segitiga tekstur tanah. Sistem klasifikasi Unified didasarkan dari hasil analisis konsistensi tanah yaitu menggunakan batas cair dan batas plastis. Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah Latosol dengan ukuran partikel yang lolos saringan 1 mm memiliki nilai batas cair (LL) %, dan indeks plastisitas (PI) %. Nilai-nilai batas cair dan indeks plastisitas diplotkan ke dalam grafik klasifikasi tanah pada Gambar 17, dan didapatkan hasil tanah Latosol berada di bawah garis A, pada daerah MH. Daerah MH menunjukkan bahwa klasifikasi tanah tersebut adalah lanau anorganik plastisitas tinggi (Craig, 1987). Klasifikasi menurut segitiga tekstur sistem USDA didasarkan pada fraksi liat, debu dan pasir. Hasil analisis menunjukkan tanah latosol yang lolos saringan 1 mm pada tergolong dalam kelas lempung, dapat dilihat pada Gambar 18. Pada penelitian Herlina (2003) tanah Latosol tergolong ke dalam tanah liat. 60 Indeks Plastisitas PI (%) Diagram plastisitas: Untuk mengidentifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan tanah berbutir kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang diarsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. CL-ML LH ML atau OL CH Garis A MH atau OH Batas Cair LL (%) Garis A: PI = 0,73 (LL-20) Gambar 17. Klasifikasi tanah latosol berdasarkan sistem Unified 50 60

50 Gambar 18. Klasifikasi tanah Latosol berdasarkan sistem USDA Keterangan : contoh tanah Menurut Craig (1987) koefisien permeabilitas tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Nilai permeabilitas untuk tanah Latosol yang lolos saringan 1 mm sebesar 3.25 x 10-4 cm/det, sedangkan Herlina (2003) dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 4760 μm nilai permeabilitasnya sebesar 4.28 x 10-6 cm/det. Hasil yang didapat tidak sesuai dengan teori, karena pada kenyataannya ukuran partikel yang semakin kecil menghasilkan nilai permeabilitas yang besar. Hal ini bisa dikarenakan ukuran partikel yang lolos saringan 1 mm memiliki kandungan pasir lebih besar (32.27%) dibanding dengan tanah yang lolos saringan 4760 μm (24.93%) sehingga memiliki kemampuan untuk meloloskan air lebih besar. Uji konsistensi jenis tanah Latosol dilakukan dua kali percobaan yaitu dengan menggunakan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 0.42 mm dan partikel tanah yang lolos saringan 1 mm. Hasil uji konsistensi dari kedua percobaan tersebut menunjukkan adanya perbedaan nilai pada batas cair (Tabel 8). Nilai batas cair untuk contoh tanah yang lolos saringan 0.42 mm adalah %, sedangkan untuk contoh tanah yang lolos saringan 1 mm

51 sebesar %. Perbedaan nilai batas cair ini akan berpengaruh terhadap indeks plastisitas. Tabel 8. Hasil uji konsistensi tanah untuk jenis tanah Latosol Saringan 0.42 mm Saringan 1 mm Batas cair (%) Batas Plastis (%) Indeks plastisitas (%) Sifat-sifat fisik tanah di atas dapat mempengaruhi pola penyebaran aliran dan besarnya air yang mengalir dalam tanah. Basarnya nilai koefisien permeabilitas sangat dipengaruhi oleh angka pori (e) dan porositas (n). Semakin besar angka pori (e) dan porositas (n) suatu tanah maka tanah tersebut akan semakin mudah untuk meloloskan air. Hasil perhitungan batas cair dan batas plastis pada Lampiran 1 serta hasil perhitungan tekstur tanah dan permeabilitas tanah Latosol dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm masing-masing pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. B. HASIL UJI PEMADATAN Uji pemadatan tanah dengan ukuran partikel yang lolos saringan 1 mm dilakukan dengan uji pemadatan standar (uji proctor). Dari hasil uji pemadatan tersebut diperoleh kadar air optimum, berat isi kering, berat isi basah, dan berat isi jenuh. Hasil pengujian pada Tabel 9. Nilai kadar air optimum dan berat isi kering maksimum (ρd max ) merupakan nilai uji pemadatan standar sebagai acuan untuk melakukan pemadatan, baik uji pemadatan di laboratorium maupun pemadatan di lapangan. Pada penelitian sebelumnya (Herlina, 2003) diperoleh kadar air optimum sebesar %, berat isi kering 1.30 g/cm 3, berat isi basah sebesar 1.74 g/cm 3 dan berat isi jenuh sebesar 1.40 g/cm 3.

52 Tabel 9. Hasil uji pemadatan tanah Latosol menggunakan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm. Kadar air Berat isi basah Berat isi kering Berat isi jenuh (w, %) (ρt, g/cm 3 ) (ρd, g/cm 3 ) (ρd sat, g/cm 3 ) *) *) Kadar air optimum ρd (ton/m 3 ) Berat isi kering ZAV w (%) Gambar 19. Kurva hasil uji pemadatan standar tanah Latosol yang lolos saringan 1 mm Wesley (1973) menyatakan bahwa tanah yang dipakai untuk pembuatan tanggul, bendungan tanah, atau dasar jalan harus dipadatkan untuk menaikkan kekuatannya, memperkecil kompresibilitas dan daya rembes air serta memperkecil pengaruh terhadap tanah tersebut. Tujuan pemadatan tanah di lapangan yaitu memadatkan tanah pada keadaan kadar airnya optimum,

53 sehingga tercapai keadaan yang paling padat. Dengan demikian tanah tersebut akan mempunyai kekuatan yang relatif besar, kompresibilitas kecil, dan pengaruh air terhadapnya akan diperkcil. Tanah jika memiliki kadar air rendah maka tanah tersebut akan mengeras atau kaku dan sukar dipadatkan. Jika kadar air ditambahkan, maka air itu akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah tersebut akan mudah dipadatkan dan ruang kosong antara butir menjadi lebih kecil. Pada kadar air yang lebih tinggi lagi, tingkat kepadatan tanah akan turun lagi karena pori-pori tanah menjadi penuh terisi air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara pemadatan. Hasil perhitungan uji pemadatan standar tanah Latosol yang lolos saringan 1 mm selengkapnya pada Lampiran 4. C. HASIL UJI TUMBUK MANUAL Dari hasil uji pemadatan standar diperoleh kadar air optimum dan berat isi kering maksimum. Nilai ini digunakan sebagai acuan untuk melakukan uji pemadatan pada kotak yang selanjutnya menjadi nilai perbandingan untuk melakukan pemadatan tanah pada model tanggul. Pemadatan dilakukan pada sebuah kotak berukuran (40 x 20 x 7.5) cm, dengan jumlah lapisan sebanyak 3 lapisan. Tabel 10. Perbandingan spesifikasi antara uji pemadatan standar dan uji tumbuk manual Uji Pemadatan Standar (proctor) Manual Lapisan 3 3 Volume (m 3 ) Berat rammer (kg) Tinggi jatuhan (cm) Uji tumbuk manual dilakukan untuk menentukan berat isi kering. Selanjutnya dari berat isi kering tersebut didapatkan persamaan kepadatan relatif (relative compaction RC ) berdasarkan persamaan 19. Dari penelitianpenelitian sebelumnya telah dilakukan uji pemadatan manual dan diperoleh

54 RC yang berbeda-beda. Menurut Bowles (1989) nilai RC biasanya berkisar antar 90% 105 %. Hasil uji tumbuk manual dapat dilihat pada Tabel 11 dan hasil perhitungan uji tumbuk manual untuk tanah lolos saringan 1 mm pada Lampiran 5. Tabel 11. Hasil uji tumbuk manual Jumlah Tinggi Berat ρt ρd RC No tumbukan jatuhan box+tanah (g/cm 3 ) (g/cm 3 ) (%) (N) (h, cm) (gram) *) *) *) *) *) **) ***) Sumber : *) Hakim (2004) **) Sari (2005) ***) Setyowati (2006) Dari tabel di atas, dapat dilihat dengan menambah banyaknya jumlah tumbukan bukan berarti nilai RC semakin besar pula. Ini bisa diakibatkan karena perbedaan ukuran partikel tanah dari penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan hasil dari pemadatan dengan menggunakan ukuran partikel yang lolos saringan 1 mm bisa dikarenakan kadar air optimum yang didapatkan lebih kecil dari penelitian sebelumnya sehingga akan berpengaruh terhadap berat tanah saat dipadatkan. Terbukti besarnya berat box+tanah pada uji tumbuk manual dengan jumlah tumbukan 150 tumbukan nilainya lebih kecil daripada jumlah tumbukkan sebanyak 100 tumbukkan. Kadar air dalam tanah sangat berpengaruh terhadap massa tanah. Semakin besar nilai kadar air suatu tanah maka sebanding dengan besarnya massa tanah. Hal ini terjadi karena tanah tersebut mengandung air yang lebih banyak, sehingga massa tanah bertambah dengan kandungan air di dalam tanah tersebut.

55 Penelitian ini menggunakan RC 84.13%, ini dilakukan dengan pertimbangan pada saat uji tumbuk manual pada box dengan tumbukan 150 kali setiap lapisan, tanah yang dipadatkan sudah sangat keras, dan tidak terjadi penurunan tanah lagi. Pertimbangan lainnya, jika terus menerus dilakukan penambahan jumlah tumbukan setiap lapisannya dengan harapan didapatkan RC lebih dari 90%, maka dikhawatirkan jika melakukan pemadatan pada model tanggul dengan jumlah tumbukan yang terlalu besar bisa mengakibatkan kotak model tanggul mengalami kebocoran, rusak bahkan jebol. Uji tumbuk manual dilakukan untuk mengetahui besarnya jumlah energi pemadatan. Besarnya energi pemadatan dihitung dengan Persamaan 22. WxHxLxN 2.14x20x3x150 CE = = = 2.14 kg/cm 3 v 9000 Pemadatan tanah sangat penting dilakukan dalam pembuatan suatu tanggul, karena pemadatan akan mempengaruhi kekuatan tanah dan daya rembes air. Model tanggul yang dibuat terdiri dari 8 lapisan dengan masingmasing lapisan mempunyai ketinggian 2.5 cm dan dilakukan pemadatan dengan jumlah tertentu sesuai dengan besarnya luasan tiap lapisan. Semakin luas suatu lapisan maka jumlah tumbukannya semakin banyak pula selengkapnya pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah tumbukan pada tiap lapisan dengan luas yang berbeda Lapisan ke- Luas permukaan (cm 2 ) Jumlah Tumbukan x 50 = x 50 = x 50 = x 50 = x 50 = x 50 = x 50 = x 50 = lapisan pasir 66.5 x 50 =

56 D. HASIL UJI PERMEABILITAS Klasifikasi permeabilitas menurut Sitorus (!980) dalam Ishak (1991) tanah Latosol yang digunakan untuk pembuatan model tanggul termasuk ke dalam kelas permeabilitas sangat rendah yaitu kurang dari cm/jam (Tabel 1) Nilai permeabilitas suatu tanah yang mengandung tekstur lempung lebih rendah daripada tanah yang memiliki tekstur kasar. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jumlah persentasi dari pori-pori tanah, serta keseragaman penyebaran di dalam penampang tanah. Nilai permeabilitas tanah akan semakin besar jika jumlah persentase pori-pori tanah dan kemampuan untuk meloloskan air semakin banyak dan kemampuan menyerap air semakin kecil. Dalam keadaan jenuh air, nilai permeabilitas tanah maksimum karena seluruh pori dalam tanah telah terisi oleh air. Hasil uji permeabilitas pada tanah yang lolos saringan 1 mm sebesar 3.25 x 10-4 cm/det, sedangkan hasil uji permeabilitas pada tanah tanggul setelah dijenuhkan seperti pada Tabel 13. Hasil uji permeabilitas untuk setiap ulangan selengkapnya pada Lampiran 6. Tabel 13. Hasil uji permeabilitas pada tanggul Tanggul Ulangan Nilai permeabilitas (cm/det) x x 10-4 Tanpa saluran drainase x 10-4 Rata-rata 2.89 x 10-4 Dengan saluran 8.41 x 10-5 drainase horizontal E. GARIS FREATIK (PHREATIC LINE) PADA MODEL TANGGUL Garis freatik merupakan batas paling atas dari daerah dimana rembesan mengalir. Rembesan air berjalan sejajar dengan garis ini sehingga garis rembesan merupakan garis aliran (Wesley, 1973). Dari analisa program Seep/W dapat diketahui garis freatik pada tubuh model tanggul baik untuk model tanggul tanpa drainase maupun dengan drainase horizontal seperti pada Gambar 20 dan Gambar 21.

57 Flux Section Kedalaman (m) (x 0.001) Garis Freatik Jarak (m) Gambar 20. Garis freatik pada model tanggul tanpa saluran drainase melalui program SEEP/W e (1.2250, ) 2 (1.4000, ) Flux Section Garis Freatik Kedalaman (m) (x 0.001) Jarak (m) Gambar 21. Garis freatik pada model tanggul dengan saluran drainase horizontal melalui program SEEP/W e-008

58 Untuk model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal garis freatik tidak memotong bagian hilir tanggul. Hal ini dikarenakan air mengalir melalui drainase. Menurut Soetoto dan Aryono (1980) sifat dari filter harus dapat lolos air (permeable) dan pori-porinya harus sedemikian rupa sehingga air dapat mengalir tetapi tanah material bendungan tidak ikut mengalir. Proses merembesnya air dalam tubuh tanggul mengakibatkan terbentuknya pola aliran. Pola aliran akan berubah seiring dengan pertambahan waktu dan menyebabkan naiknya genangan air di bagian hulu model tanggul. Perubahan pola aliran baik untuk model tanpa drainase dan dengan drainase horizontal dapat dilihat pada Gambar 22 dan Gambar 23. Gambar 22. Pola aliran karena pengaruh waktu dan tinggi genangan pada model tanggul tanpa drainase melalui pengamatan langsung. Gambar 23. Pola aliran karena pengaruh waktu dan tinggi genangan pada model tanggul dengan drainase horizontal melalui pengamatan langsung.

59 Dari gambar analisa Seep/W dan pengamatan langsung pada model tanggul melalui pengambilan foto aliran semakin lama akan semakin turun dan membentuk suatu garis parabola. Aliran air pada model tanggul tanpa drainase mengalir ke bagian hilir tanggul, sedangkan aliran air dalam model tanggul dengan drainase horizontal mengalir ke bagian drainase. Perbedaan aliran ini dapat dilihat dari nilai permeabilitas pasir lebih besar bila dibandingkan dengan nilai permeabilitas tanah Latosol, sehingga kemampuan pasir untuk meloloskan air lebih besar. Nilai permeabilitas pasir sebesar 1.84 x 10-2 cm/det. Selengkapnya hasil perhitungan uji permeabilitas pasir pada Lampiran 7. Garis freatik terbentuk karena adanya pergerakkan air dari bagian hulu menuju bagian hilir tanggul. Dengan adanya tekanan air di sebelah hulu maka akan ada kecenderungan terjadinya aliran air melewati pori-pori di dalam tubuh tanggul. Apabila gaya yang menahan lebih besar dari gaya yang mengalirkan maka aliran air tidak akan memotong tubuh tanggul, sebaliknya jika gaya yang menahan lebih kecil daripada gaya yang mengalirkan maka aliran air akan cepat sampai ke bagian hilir tanggul. Peristiwa ini dapat dicirikan dengan adanya lereng basah pada bagian hilir tanggul atau dikenal dengan panjang zona basah (a). Pada pengamatan secara langsung panjang zona basah aktual untuk model tanggul tanpa drainase didapatkan nilai sebesar 19.9 cm, sedangkan pada model tanggul dengan drainase horizontal tidak didapatkan panjang zona basah. Garis freatik pada model tanggul dengan drainase horizontal langsung menuju ke lapisan filter (chapiphon) dan drainase horizontal dengan bahan pasir. Pada penelitian sebelumnya, panjang zona basah aktual pada model tanggul tanpa drainase sebesar 16 cm (Sari, 2005). Penelitian ini nilai zona basah lebih besar. Hal ini diakibatkan karena adanya perbedaan penggunaan ukuran partikel tanah. Ukuran partikel tanah berpengaruh terhadap garis freatik. Semakin kecil ukuran partikel tanah maka kenaikkan air melalui celah kapiler semakin tinggi, sehingga penyebaran pada tubuh tanggul lebih besar dan akibatnya panjang zona basah akan menjadi besar pula.

60 Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa zona basah yang memotong tubuh tanggul akan menyebabkan terjadinya gejala piping. Jika hal ini dibiarkan terjadi maka debit rembesan melalui piping akan merusak tanggul. Salah satu upaya agar tanggul tetap stabil maka dibuat saluran drainase dan penggunaan filter pada tubuh tanggul tesebut. Rembesan air pada tubuh tanggul mengalir dari batas muka air ke dasar bagian tubuh tanggul. Rembesan air dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan kapilaritas. Meskipun pola aliran pada tanggul selalu bergerak menuju ke bagian dasar tanggul tetapi pengaruh dari kapilaritas tanah dapat terjadi. Untuk model tanggul tanpa drainase, gaya kapilaritas sangat terlihat ketika air merembes ke dalam tubuh tanggul bagian atas. Untuk tanggul dengan n drainase horizontal, gaya kapilaritas tidak terlalu besar. Penyebabnya karena air yang merembes dalam tubuh tanggul lebih cepat mengalir ke bagian drainase. Pergerakan air di bagian hilir tanggul bergerak dari bagian bawah ketika lapisan pasir telah jenuh air. Gambar 24 memperlihatkan pengaruh kapilaritas pada tanggul tanpa drainase dan dengan drainase horizontal. a b Gambar 24. Pengaruh kapilaritas pada tubuh tanggul tanpa saluran drainase (a) dan dengan saluran drainase horizontal (b)

61 F. DEBIT REMBESAN (Qout) PADA TUBUH MODEL TANGGUL Dalam perencanaan sebuah tanggul perlu diperhatikan stabilitas terhadap bahaya longsor, erosi dan kehilangan air akibat rembesan melalui tubuh tanggul. Debit rembesan merupakan kapasitas remebsan air yang mengalir ke hilir model tanggul (q out ). Debit rembesan yang terjadi pada sebuah tanggul diusahakan agar tidak melebihi debit kritis (q c ), jika hal tersebut dibiarkan maka kemungkinan akan timbulnya erosi bawah tanah (piping). Besarnya q c yaitu sekitar 5% dari debit rata-rata yang masuk ke dalam tanggul (q in ). Besarnya debit rata-rata yang masuk pada tanggul (q in ) baik untuk model tanggul tanpa saluran drainase maupun dengan saluran drainase horizontal besarnya sama yaitu 1.21 x 10-4 m 3 /det, sehingga q c sebesar 6.05 x 10-6 m 3 /det. Besarnya debit rembesan pada tubuh tanggul diharapkan tidak melebihi nilai 6.05 x 10-6 m 3 /det. Debit rembesan (q out ) pada tanggul dapat dihitung dengan menggunakan 3 cara yaitu : 1. Berdasarkan Pengukuran Langsung pada Model Tanggul Pengukuan debit rembesan secara langsung pada model tanggul dilakukan pengukuran debit outlet dengan periode pengukuran 5 menit hingga didapatkan debit outlet yang konstan. Perhitungan debit rembesan (q out ) diperoleh dari besarnya debit (m 3 /det) per satuan panjang tanggul (m). Dari Tabel 14. dapat diketahui bahwa besarnya debit rembesan yang terjadi masih kecil dari debit kritis baik untuk model tanggul tanpa drainase maupun dengan drainase horizontal. Besarnya debit kritis 6.05 x 10-6 m 3 /det. Model tanggul tersebut dapat dikatakan masih aman, dan tingkat kestabilan tanggul masih baik. Debit outlet untuk model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal lebih besar daripada debit outlet untuk model tanggul tanpa drainase. Hal ini dapat disebabkan karena air yang mengalir dalam tubuh tanggul dengan drainase horizontal mengalir menuju filter (chapiphon) dan drainase (pasir) sehingga debit yang keluar akan semakin besar.

62 Tabel 14. Debit rembesan (q out ) hasil pengukuran secara langsung pada model tanggul Penelitian Sari (2005) Erly, dkk (2007) Model Ulangan tanggul q in q out (m 3 /det) (m 3 /det) Zona basah (a, cm) x x Tanpa x x saluran x x drainase Rata-rata 2.86 x x x x Tanpa x x saluran x x drainase Rata-rata 1.21 x x Dengan 1.21 x x 10-6 Tidak ada saluran drainase Drainase dengan menggunakan pasir mempunyai daya serap yang tinggi dan meloloskan air lebih cepat dibandingkan dengan tanah yang bertekstur lempung begitu juga dengan chapiphon. Chapiphon merupakan salah satu bentuk filter yang mempunyai daya hisap, kekuatan beban dan gravitasi yang baik. Chapiphon juga dapat mencegah penyumbatan dan mampu menghasilkan debit pembuangan yang tinggi dengan memanfaatkan sistem kapilarisasi. Untuk model tanggul tanpa drainase, besarnya debit outlet lebih kecil dari penelitian Sari (2005), akan tetapi memiliki zona basah yang lebih panjang. Ini diakibatkan karena pengaruh ukuran partikel tanah. Ukuran partikel yang lebih kecil memiliki ruang pori yang lebih kecil pula sehingga debit yang dikeluarkan lebih kecil, tetapi partikel yang lebih kecil mempunyai daya kapilasitas yang tinggi untuk merembeskan air dalam tubuh tanggul sehingga besarnya zona basah di bagian hilir tanggul lebih panjang.

63 Pada Gambar 25, dapat dilihat perbandingan antara debit rembesan untuk model tanggul tanpa drainase dengan debit rembesan dengan drainase horizontal. Nilai debit rembesan dengan drainase horizontal lebih besar daripada debit rembesan model tanggul tanpa drainase. Perhitungan debit rembesan (q out ) untuk masing-masing ulangan selengkapnya pada Lampiran E E-06 Debit rembesan (m 3 /det) 5.00E E E E-06 Dengan drainase Tapa Drainase 1 Tanpa drainase 2 Tanpa Drainase E E Waktu (menit) Gambar 25. Kurva perbandingan debit rembesan (q out ) untuk model tanggul tanpa drainase dan dengan drainase horizontal. 2. Berdasarkan Program Seep/w Data-data yang diperlukan untuk menganalisa besarnya debit rembasan dan panjang zona basah (a) yaitu jenis bahan, pressure, konduktivitas hidrolika, tinggi tekan (head pressure) dan unit flux. Nilai permeabilitas diperoleh dari pengambilan contoh tanah pada tubuh tanggul setelah dilakukan pengaliran. Pengambilan contoh tanah untuk uji permeabilitas diambil dari bagian hilir tanggul. Ini dilakukan karena tanah bagian hilir tanggul lebih jenuh karena adanya rembesan air yang mengalir ke bagian hilir tanggul. Nilai pressure dan permeabilitas untuk setiap ulangan pada model tanggul yang selanjutnya menjadi data masukkan untuk analisa debit rembesan dengan program Seep/W.

64 Pada Tabel 15, besarnya debit rembesan (flux section) mempunyai nilai yang tidak berbeda jauh. Nilai rembesan pada model tanggul dengan drainase lebih besar. Penelitian sebelumnya nilai flux section yang diperoleh 3.88 x 10-7 m 3 /det (Sari, 2005). Debit rembesan yang diperoleh pada penelitian sebelumnya bernilai lebih besar dibandingkan dengan penelitian kali ini yaitu sebesar x 10-8 m 3 /det. Ukuran partikel tanah berpengaruh terhadap terhadap debit rembesan. Dengan pemakaian ukuran partikel tanah yang berbeda maka kandungan tanah juga akan berbeda sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkat kepadatan tanah. Semakin besar tingkat kepadatan tanah, maka tanah tersebut akan lebih sukar untuk meloloskan air dan debit yang dihasilkan akan kecil pula. Dengan pemakaian ukuran partikel tanah yang besar akan menghasilkan debit rembesan yang besar pula. Tahapan pengoperasian program Seep/W pada Lampiran 9. Tabel 15. Hasil analisis debit rembesan dengan program Seep/W Model Ulangan Pressure ( - ) Permeabilitas Debit Rembesan tanggul (kn/m 2 ) (m/det) (m 3 /det) x x 10-8 Tanpa x x 10-8 saluran x x 10-8 drainase Rata-rata x x 10-8 Dengan saluran x x 10-8 drainase 3. Berdasarkan Rumus Empiris Berdasarkan rumus empiris cara A. Casagrande debit rembesan yang diperoleh untuk model tanggul tanpa saluran drainase sebesar 3.89 x m 3 /det. Dengan cara grafik debit rembesan untuk model tanggul tanpa drainase diperoleh nilai sebesar 3.99 x m 3 /det. Debit rembesan yang didapatkan dengan cara Bowles untuk model tanggul tanpa drainase sebesar 4.16 x m 3 /det. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 16.

65 Tabel 16. Hasil perhitungan debit rembesan berdasarkan rumus empiris masing (A. Casagrande, Grafik, dan Bowles) Model Zona basah hitung (cm) Permeabilitas q hitung (m 3 /det) tanggul Casagrande Grafik Bowles (cm/det) Casagrande Grafik Bowles Tanpa drainase x x x x Tabel 17. Perbandingan debit rembesan (q out ) dengan 3 metode (Pengamatan langsung, analisis SEEP/W, dan analisis rumus empiris) Model Tanggul Tanpa Saluran Drainase Tanpa Saluran Drainase Pengamatan Langsung Debit Rembesan (q out ) (m 3 /det) Analisis SEEP/W Analisis Rumus Empiris Casagrande Grafik Bowles 5.04 x x x x x x x Debit rembesan berdasarkan rumus empiris menghasilkan debit yang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan metode pengukuran secara langsung dan analisis program Seep/w. Hal ini disebabkan karena pada metode empiris selain faktor permeabilitas dan dimensi tanggul, panjang zona basah juga mempengaruhi perhitungan. Pada pengukuran secara langsung dan metode analisis Seep/w, panjang zona basah (a) tidak berpengaruh dalam menentukan besarnya debit rembesan. Hanya nilai permeabilitas yang mempengaruhi debit rembesan pada analisis Seep/W, sedangkan pada pengukuan langsung debit rembesan di ukur berdasarkan banyaknya volume air yang keluar setiap waktunya.

66 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan : 1. Debit rembesan dengan analisis SEEP/W lebih mendekati debit rembesan secara pengamatan langsung, sedangkan analisis dengan rumus empiris debit rembesan yang diperoleh nilainya lebih kecil dibanding analsis SEEP/W maupun pengamatan langsung. 2. Dari penelitian sebelumnya (Sari, 2005) besarnya debit rembesan secara pengamatan langsung diperoleh debit yang lebih besar dibandingkan penelitian ini, dikarenakan penggunaan ukuran partikel tanah yang berbeda. Dengan ukuran partikel yang lebih besar, maka debit outlet yang dihasilkan lebih besar pula. 3. Penggunaan drainase berpengaruh terhadap debit rembesan. Nilai yang diperoleh untuk debit rembesan pada model tanggul dengan drainase horizontal lebih besar dibanding debit rembesan pada model tanggul tanpa drainase. 4. Berdasarkan hasil pengukuran langsung, perhitungan empiris dan analisis Seep/W maka debit rembesan yang terjadi semuanya lebih kecil dari debit kritis sehingga tidak menyebabkan gejala keruntuhan tanggul. B. SARAN 1. Bahan pembentuk model tanggul sebaiknya merupakan bahan yang tahan terhadap rembesan air seperti tanah yang mempunyai kandungan liat yang tinggi. 2. Perlu diadakan penelitian lanjutan yaitu menggunakan skala yang sama antara dimensi tanggul dengan besarnya ukuran partikel tanah yang digunakan untuk bahan pembentuk model tanggul. 3. Perlu digunakan sensor kadar air di beberapa titik pada tubuh model tanggul agar diketahui kadar air pada saat pengaliran air berlangsung.

67 DAFTAR PUSTAKA Bowles, J.E, diterjemahkan oleh Halnim J.K Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi 2. Erlangga. Jakarta. Chow,V.T, diterjemahkan oleh E.V.N. Rosalina Hidrolika Saluran Terbuka.Erlangga. Jakarta. Craig, R.F. diterjemahkan oleh Soepandji S Mekanika Tanah. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta Das, B. M. Al Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Erlangga. Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum (DPU) Standar Perencanaan Irigasi KP 04. C. V. Galang Persada. Bandung. Dunn, I.S., L.R. Anderson, and F.W. Kiefer diterjemahkan oleh Yoekiman, A Dasar-Dasar Analitis Geoteknik. IKIP Semarang Press. Semarang. Erizal, T. Sakai, and Tanaka, T Particle Size Effect in of Anchor Problem with Granular Materials, Proc. 4 th European Conf. Numerical Methods in Geothecnical Engineering, Udine, pp Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong dan H. H. Bailey Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung. Hakim, Y Analisis Debit Rembesan dan Aliran pada Model Tanggul dengan Bahan Tanah Latosol, Darmaga, Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. IPB. Bogor Hardiyatmo, H.C Mekanika Tanah 1. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Hardjowigeno, S Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Herlina, E. S Hubungan Antara Tingkat Kepadatan Tanah dengan pf dan Permeabilitas pada Tanah Latosol Darmaga Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB.Bogor. Hutabarat, M.T dan Rahardjo, B Model dan Sistem. Sekolah Teknik Elektro dan Informatika.[ September 2007].

68 Ishak, Y. E. A Hubungan antara Pemadatan Tanah dengan Kuat Gesar Tanah pada Tanah Latosol Coklat Kemerahan dan Podsolik Merah Kuning Darmaga, Bogor. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian. Kalsim, D. K dan A. Sapei Fisika Lengas Tanah. Bagian Teknik Tanah dan Air. Departemen Teknik Pertanian. FATETA. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sakai, T A Study of A Particle Size Effect of A Trap-Door Problem with Glass Beads, International Simposium of Deformation and Progressive Failure in Geomechanics, Nagoya, Japan, Otober 4~7, Sakai, T., Erizal Miyauchi, S. dan Tanaka, T Particle Size Effect in Model Retaining Wall on Passive Mode, The 1 st International Conference on Advances in Structural Engineering and Mechanics, Seoul, Korea, Augst 23~25, Vol. 2, pp Sapei A. et al Buku Penuntun Pengukuran Sifat-Sifat Fisik dan Mekanik Tanah. JICA-DGHE/IPB PROJECT : JIA-9a (132). IPB. Bogor. Sari, M. I Analisis Debit Rembesan Model Tanggul untuk Prediksi Kapasitas Filter pada Jenis Tanah Latosol, Darmaga Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. IPB. Bogor. Setyowati, Y Analisis Debit Rembesan pada Model Tanggul yang Dilengkapi Saluran Drainase Kaki untuk Tanah Latosol Darmaga, Bogor. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. IPB. Bogor Soedibyo Teknik Bendungan. Pradnya Paramita. Jakarta. Soetoto, dan Aryono S. S Mekanika Tanah (Geologi). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan menengaha Kejuruan. Jakarta Sosrodarsono dan Takeda Bendungan Type Urugan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Suwarto Modul 3 Sistem dan Model. Pelatihan Perencanaan Kehutanan Berbasis Penataan Ruang. Badan Planologi Kehutanan. Bogor. [ _MODEL%20_Tim_P4W.pdf].[11 September 2007]. Terzhagi, K dan Ralph B. Peck Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa. Erlangga. Jakarta. Wesley, L.D Mekanika Tanah. Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta.

69 Lampiran 1. Batas cair dan batas plastis tanah Latosol, Darmaga - Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm Batas Cair Ulangan Ma Mb Mc w Ketukan No Wadah ke- (gram) (gram) (gram) (%) Keterangan : Ma = berat tanah basah dan wadah (gram) Mb = berat tanah kering dan wadah (gram) Mc = berat wadah (gram) w = kadar air tanah (%) w rata-rata Kadar air pada ketukan ke- 25 = %

70 Lampiran 1. Lanjutan Kurva Hubungan antara Kadar Air dengan Jumlah Ketukan Kadar Air (%) Batas Plastis Jumlah Ketukan Ulangan No Wadah Mc (gram) Ma (gram) Mb (gram) w (%) Kadar air rata-rata (%) = Keterangan : Ma = berat tanah basah dan wadah (gram) Mb = berat tanah kering dan wadah (gram) Mc = berat wadah (gram) w = kadar air tanah (%) Indeks Plastisitas (IP) = batas cair batas plastis = 61.25% % = %

71 Lampiran 1. Lanjutan Batas cair dan batas plastis tanah Latosol, Darmaga - Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 0.42 mm Batas Cair Ketukan No Wadah Ma (gram) Mb (gram) Mc (gram) w (%) Rata-rata Keterangan : Ma = berat tanah basah dan wadah (gram) Mb = berat tanah kering dan wadah (gram) Mc = berat wadah (gram) w = kadar air tanah (%) Batas cair pada ketukan ke-25 adalah : % Kadar air (%) Kurva Hubungan jumlah ketukan dengan kadar air jumlah ketukan

72 Lampiran 1. Lanjutan Batas Plastis No Wadah Ma (gram) Mb (gram) Mc (gram) w (%) 81 25,37 24,6 22,65 39,49 AB 23,86 23,18 21,51 40, ,17 24,63 23,24 38, ,04 25,35 23,67 41, ,86 25,27 23,79 39,86 Rata-rata 40,00 Keterangan : Ma = berat tanah basah dan wadah (gram) Mb = berat tanah kering dan wadah (gram) Mc = berat wadah (gram) w = kadar air tanah (%) Indeks Plastisitas (IP) = batas cair batas plastis = % % = %

73 Lampiran 2. Tekstur tanah Latosol, Darmaga dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm Waktu (menit) r r' (r+cm) Suhu ( 0 C) L (cm) L/60 t (cm/det) (L/60t) 0.018η ( Gs 1) γw D (cm) F r'+f P (%) Grafik hubungan diameter terhadap persen tanah % tanah diameter (mm) semi log Series1

74 Lampiran 3. Permeabilitas tanah Latosol, Darmaga Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm T (detik) h 1 h 2 KT (cm/det) KT KT 20 (cm/det) KT (cm) (cm) rata-rata rata-rata E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-04 KT rata-rata (cm/det) 3.25E-04 KT 20 (cm/det) 2.76E-04 No Ring Ma Mb Mc KA (gram) (gram) (gram) (%) E J E Keterangan : T = waktu (detik) h 1 = tinggi dari dasar contoh tanah sampai pipa (cm) h 2 = tinggi pipa (cm) a = luas pipa (cm 2 ) A = luas contoh tanah (cm 2 ) μ T = viskositas air pada suhu T 0 C μ 20 = viskositas pada suhu standar 20 0 C k T = konduktivitas hirolika (cm/det) k T20 = konduktivitas hidrolika pada suhu standar 20 0 C (cm/det) k T = 2.3 x (al/at) x log 10 (h 1 /h 2 ) k T20 = (μ T /μ 20 ) x k T diameter pipa (cm) 0.79 luas area pipa (cm 2 ) diameter ring (cm) luas area ring (cm 2 ) panjang ring (cm) 5.08 suhu ( 0 C) 27

75 Lampiran 4. Uji pemadatan standar (proctor) tanah Latosol, Darmaga - Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm Ulangan No wadah Ma (gram) Mb (gram) Mc (gram) Kadar air rata-rata = Kadar air rata-rata = Kadar air rata-rata = Kadar air rata-rata = w (%) m 1 (ton) m 2 (ton) V (m 3 ) ρt (ton/m 3 ) ρd (ton/m 3 ) ρd sat (ton/m 3 )

76 Lampiran 4. Lanjutan Ulangan No wadah Ma (gram) Mb (gram) Mc (gram) Kadar air rata-rata *) = Kadar air rata-rata = Kadar air rata-rata = Kadar air rata-rata = w (%) m 1 (ton) m 2 (ton) V (m 3 ) ρt (ton/m 3 ) ρd (ton/m 3 ) ρd sat (ton/m 3 ) *)

77 Lampiran 4. Lanjutan Grafik Hubungan Antara Kadar Air (%) dengan Berat Isi Kering (pd) 1.8 ρd (ton/m 3 ) Berat isi kering ZAV w (%) Keterangan : *) = kadar air optimum dan ρ d maksimum Ma = berat tanah basah dan wadah (gram) Mb = berat tanah kering dan wadah (gram) Mc = berat wadah (gram) w = kadar air tanah (%) m 1 = berat cetakan dan piringan dasar (kg) m 2 = berat tanah padat,cetakan dan piringan dasar (kg) V = kapasitas cetakan (m 3 ) ρt = berat isi basah (ton/m 3 ) ρd = berat isi kering (ton/m 3 ) ρd sat = berat isi basah jenuh (ton/m 3 ) w = ( Ma Mb ) ( Mb Mc) ρt = ( m m ) 1 2 V 100ρt ρd = w ρt x100% ρd sat = ( 1 / Gs) + ( w + 100)

78 Lampiran 5. Hasil uji tumbuk manual m 1 m 2 = gram = gram v = 9000 cm 3 w = 32.4 % ρt = ( m m ) 1 2 = ( ) V ρt 100x1.41 ρd = = = gram/cm w Keterangan : m 1 m 2 = berat wadah (box) (gram) = berat tanah + wadah (gram) v = volume wadah (cm 3 ) w = kadar air (%) ρt = berat isi basah (gram/cm 3 ) ρd = berat isi kering (gram/cm 3 ) = 1.41 gram/cm 3

79 Lampiran 6. Hasil pengukuran nilai permeabilitas pada model tanggul setelah dialiri air Ulangan 1 (model tanggul tanpa drainase) T (detik) h 1 h2 K T (cm/det) K T K 20 (cm/det) K (cm) (cm) rata-rata rata-rata ,5 7,5 1,87E-05 1,88E-05 1,89E-05 1,93E-05 1,89E-05 1,53E-05 1,54E-05 1,55E-05 1,59E-05 1,55E ,5 7,5 5,53E-04 5,50E-04 5,39E-04 5,39E-04 5,45E-04 4,53E-04 4,51E-04 4,42E-04 4,42E-04 4,47E ,5 7,5 1,27E-04 1,26E-04 1,26E-04 1,26E-04 1,26E-04 1,04E-04 1,04E-04 1,03E-04 1,04E-04 1,04E-04 2,30E-04 1,89E-04 No Ring Ma Mb Mc w (gram) (gram) (gram) (%) B H E Ulangan 2 (model tanggul tanpa drainase) T (detik) h 1 h 2 K T (cm/det) K T K 20 (cm/det) K (cm) (cm) rata-rata rata-rata ,5 7,5 3,60E-04 3,58E-04 3,58E-04 3,57E-04 3,58E-04 3,06E-04 3,04E-04 3,04E-04 3,03E-04 3,05E ,5 7,5 3,87E-04 3,83E-04 3,79E-04 3,73E-04 3,81E-04 3,29E-04 3,26E-04 3,22E-04 3,17E-04 3,24E ,5 7,5 2,33E-04 2,34E-04 2,34E-04 2,34E-04 2,33E-04 1,98E-04 1,99E-04 1,99E-04 1,99E-04 1,98E-04 3,24E-04 2,76E-04

80 Lampiran 6. Lanjutan No Ring Ma Mb Mc w (gram) (gram) (gram) (%) E J E Ulangan 3 (tanggul tanpa drainase) T (detik) h 1 h 2 KT (cm/det) KT KT 20 (cm/det) KT (cm) (cm) rata-rata rata-rata E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-04 No Ring Ma Mb Mc w (gram) (gram) (gram) (%) J E E

81 Lampiran 6. Lanjutan Ulangan 4 (tanggul dengan drainase) T (detik) h 1 h 2 (cm) KT (cm/det) KT KT 20 (cm/det) KT (cm) rata-rata rata-rata E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-05 No Ring Ma Mb Mc w (gram) (gram) (gram) (%) E E Keterangan : T = waktu (detik) h 1 = tinggi dari dasar contoh tanah sampai pipa (cm) h 2 = tinggi pipa (cm) a = luas pipa (cm 2 ) A = luas contoh tanah (cm 2 ) μ T = viskositas air pada suhu T 0 C = viskositas pada suhu standar 20 0 C μ 20 k T = konduktivitas hirolika (cm/det) k T20 = konduktivitas hidrolika pada suhu standar 20 0 C (cm/det) k T = 2.3 x (al/at) x log 10 (h 1 /h 2 ) k T20 = (μ T /μ 20 ) x k T

82 Lampiran 7. Hasil uji permeabilitas pasir T (detik) h 1 h 2 KT (cm/det) KT KT 20 (cm/det) KT 20 ratarata (cm) (cm) rata-rata E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-02 No Ring Mc Ma Mb (gram) (gram) (gram) w (%) E E B

83 Lampiran 8. Hasil pengukuran debit rembesan (q outlet ) berdasarkan pengamatan langsung a. Ulangan 1 (model tanggul tanpa drainase) Ulangan Waktu (menit) Volume (m 3 ) q out (m 3 /det) E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-07 Debit Rembesan (q out ) (m 3 /det) Debit Rembesanm (m 3 /det) 6.00E E E E E E E Waktu (menit) Ulangan 1

84 Lampiran 8. Lanjutan b. Ulangan 2 (model tanggul tanpa drainase) Ulangan Waktu (menit) Volume (m 3 ) Debit (m 3 /det) E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-07 Debit rembesan (m 3 /det) 7.00E E E E E E E E+00 Debit Rembesan (q out ) (m 3 /det) Waktu (menit) Ulangan 2

85 Lampiran 8. Lanjutan c. Ulangan 3 (model tanggul tanpa drainase) Ulangan Waktu (menit) Volume (m 3 ) Debit (m 3 /dtk) E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-07 Debit rembesan (m 3 /det) 6.00E E E E E E E+00 Debit Rembesan (q out ) (m 3 /det) Waktu (menit) Ulangan 3

86 Lampiran 8. Lanjutan d. Ulangan 4 (model tanggul dengan drainase) Ulangan Waktu (detik) Volume (m 3 ) Debit (m 3 /det) E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-06 Debit Rembesan (q out ) (m 3 /det) Debit Rembesan (m 3 /det) 6.00E E E E E E E Waktu (menit) Dengan drainase

87 Lampiran 9. Tahap-tahap penggambaran dalam program Seep/W model tanggul tanpa drainase 1. Mengatur ukuran kertas a. Pilih menu set, lalu klik sub menu Page, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : b. Pilih mm sebagai satuan unit pada kotak dialog Units c. Masukkan panjang ukuran kertas (300) pada kotak dialog Width, lalu tekan TAB d. Masukkan tinggi ukuran kertas (330) pada kotak dialog Height e. Klil OK 2. Mengatur skala a. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Scale, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : b. Pilih meters pada kotak dialog Engineering Units : c. Masukkan nilai pada kotak dialog Scale : Horz : 5.5 Vert : 5.5 d. Masukkan nilai pada kotak dialog Problem Extents : Minimum : x = y =

88 Lampiran 9. Lanjutan Maximum : x = y = 0.5 e. Klik OK 3. Mengatur jarak grid a. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Grid, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : b. Masukkan nilai pada kotak dialog Grid Spacing (Eng.Units) : x : y : c. Klik Display Grid dan Snap to Grid d. Klik OK 4. Mengatur ukuran gambar a. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Axis, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : b. Klik Laft Axis dan Bottom Axis pada kotak dialog Display c. Ketik keterangan Jarak (m) pada Bottom X dan Kedalaman (m) pada Left Y di kotak dialog Axis Titles d. Klik OK, kemudian akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini:

89 Lampiran 9. Lanjutan e. Masukkan nilai pada kotak dialog X Axis sebagai berikut : Min : -0.1 Increment Size : 0.1 # of Incerement :16 f. Masukkan nilai pada kotak dialog Y Axis sebagai berikut : Min : Increment Size : 0.05 Max : 0.2 # of Incerement : 5 g. Klik OK. 5. Penggambaran sketsa model tanggul K e d a l am an ( m ) ( x ) Jarak (m) 6. Analisis permasalahan a. Pilih menu KeyIn, lalu klik Analysis Settings, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :

90 Lampiran 9. Lanjutan b. Pilih menu Type, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini dan pilih Steady-State c. Pilih menu Control, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini dan pilih 2-Dimensional

91 Lampiran 9. Lanjutan 7. Penentuan nilai konduktivitas hidolika a. Pilih menu KeyIn, lalu klik Function-Conductivity, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : b. Pilih function number 1, lalu klik Edit, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti dibawah ini : c. Masukkan nilai potensial air tanah pada kotak dialog Pressure dan nilai permeabilitas pada kotak dialog Conductivity lalu klik Copy d. Klik OK, maka akan muncul grafik seperti di bawah ini :

92 Lampiran 9. Lanjutan e. Klik done 8. Pengaturan spesifikasi tanah a. Pilih menu KeyIn, lalu klik Properties, selanjutnya akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini : b. Masukkan karakter-karakter untuk setiap jenis model yang dianalisis c. Klik OK 9. Penentuan node a. Tentukan node-node pada sketsa tanggul sesuai dengan grid yang telah ada, seperti di bawah ini :

93 Lampiran 9. Lanjutan Jarak (m) b. Pilih menu KeyIn, pilih sub menu Node maka akan tampil kotak dialog seperti di bawah ini : c. Klik OK 10. Pembuatan element a. Tentukan element-element pada node-node yang telah dibuat, seperti di bawah ini : b. Pilih menu KeyIn, pilih sub menu Element maka akan tampil kotak dialog seperti di bawah ini :

94 Lampiran 9. Lanjutan c. Klik OK 11. Pembuatan boundary condition dan unit flux Jarak (m)

95 Lampiran 9. Lanjutan 12. Pembuatan flux section Pilih menu KeyIn, klik Flux Section,klik OK maka akan tampil kotak dialog seperti di bawah ini :

96 Lampiran 9. Lanjutan 13. Verifity sort data a. Pilih menu Tools, lalu klik Verify, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : b. Klik Verify/Sort, hasil dari penggambaran tanggul harus menghasilkan 0 error, jika masih ada yang error berarti harus diulang dalam penggambarannya c. Jika telah 0 error, klik done 14. Solving the Problem a. Pilih menu Tools, lalu klik Solve, selanjutnya akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini :

97 Lampiran 9. Lanjutan b. Klik Graph, maka akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini :

DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : ERLY PRATITA F

DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : ERLY PRATITA F DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : ERLY PRATITA F14103037 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F14103033 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Pada penelitian ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan model tanggul adalah tanah jenis Gleisol yang berasal dari Kebon Duren, Depok, Jawa Barat.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Gleisol Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah gleisol di Kebon Duren,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah dan Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR Oleh : ADAM SURYA PRAJA F01499004 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm DEW1 WULAN RATNASARI

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm DEW1 WULAN RATNASARI w Ef POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : DEW1 WULAN RATNASARI P14103033 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTAMAN MSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Menurut Kalsim dan Sapei (2003), tanah (soil) berasal dari bahasa Latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Menurut

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL YANG DILENGKAPI SALURAN DRAINASE KAKI UNTUK JENIS TANAH LATOSOL DARMAGA, BOGOR OLEH :

ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL YANG DILENGKAPI SALURAN DRAINASE KAKI UNTUK JENIS TANAH LATOSOL DARMAGA, BOGOR OLEH : ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL YANG DILENGKAPI SALURAN DRAINASE KAKI UNTUK JENIS TANAH LATOSOL DARMAGA, BOGOR OLEH : YULI SETYOWATI F14102072 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol B. Sifat Fisik Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol B. Sifat Fisik Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol Tanah adalah tubuh alam (natural body) yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya gaya alam (natural force) terhadap bahan bahan alam (natural material)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika - Mekanika Tanah dan Laboratorium Hidrolika Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR Oleh : ADAM SURYA PRAJA F01499004 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah 1. Sifat fisik tanah gleisol Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah

Lebih terperinci

STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DIAS KURNIASARI F

STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DIAS KURNIASARI F STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : DIAS KURNIASARI F14103022 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL TANAH. Oleh : MOHAMAD JAYADI F

ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL TANAH. Oleh : MOHAMAD JAYADI F ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL TANAH Oleh : MOHAMAD JAYADI F14051016 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F14103033 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

POLA PENYEBARAN AIR REMBESAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL. Oleh MARIE HANNASTRY F

POLA PENYEBARAN AIR REMBESAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL. Oleh MARIE HANNASTRY F POLA PENYEBARAN AIR REMBESAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL Oleh MARIE HANNASTRY F14052500 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POLA

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini penulis akan membahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Teknik Mesin dan Budidaya Pertanian Leuwikopo dan di Laboratorium Mekanika

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tanah Lempung Menurut Terzaghi ( 1987 ) Lempung adalah agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Lapisan bumi ditutupi oleh batuan, dimana material tersebut mengandung

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Lapisan bumi ditutupi oleh batuan, dimana material tersebut mengandung 6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah 1. Definisi Tanah Lapisan bumi ditutupi oleh batuan, dimana material tersebut mengandung berbagai macam unsur senyawa kimia yang dinyatakan sebagai material pembentuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data.

Lebih terperinci

Himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yg relatif lepas (loose) yg terletak di atas batuan dasar (bedrock) Proses pelapukan batuan atau

Himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yg relatif lepas (loose) yg terletak di atas batuan dasar (bedrock) Proses pelapukan batuan atau Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam dunia geoteknik tanah merupakansalah satu unsur penting yang yang pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang teknik sipil baik sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Daerah penelitian merupakan daerah yang memiliki karakteristik tanah yang mudah meloloskan air. Berdasarkan hasil borring dari Balai Wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersedimentasi (terikat

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara = V U Massa Padatan

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA A. TA AH Istilah tanah (soil) berasal dari kata latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Sampel tanah yang disiapkan adalah tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Asli Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : 1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurnal Rancang Sipil Volume 1 Nomor 1, Desember 2012 57 PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT FISIK TANAH AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara =

Lebih terperinci

STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. G.

STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. G. STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT G. Perangin-angin 1 Abstrak Tanah merupakan salah satu material penting sebagai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Tanah Pada sistem klasifikasi Unified, tanah diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari 50 % lolos saringan nomor 200, dan

Lebih terperinci

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Analisa Pola Penyebaran Aliran Air Tanah Pada Model Tanggul

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Analisa Pola Penyebaran Aliran Air Tanah Pada Model Tanggul JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Analisa Pola Penyebaran Aliran Air Tanah Pada Model Tanggul Fitri Herawaty 1), Mustafril 1), Dewi Sri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah mempunyai peranan yang sangat penting karena tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul, jalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek jalan tambang Kota Berau Kalimantan Timur, maka pada bab ini akan diuraikan hasil

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Kebon Duren, Depok, Jawa Barat. Skala : 1: 100. Sumber : http//www.google.com/peta jabodetabek/7/8/2009

Lampiran 1. Peta Kebon Duren, Depok, Jawa Barat. Skala : 1: 100. Sumber : http//www.google.com/peta jabodetabek/7/8/2009 LAMPIRAN 51 Lampiran 1. Peta Kebon Duren, Depok, Jawa Barat u Skala : 1: 100 Sumber : http//www.google.com/peta jabodetabek/7/8/2009 sebaran tanah Gleisol sebaran tanah Latosol batas sebaran tanah 52 Lanjutan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Parameter Tanah 3.1.1 Berat Jenis Berat jenis tanah merupakan nilai yang tidak bersatuan (Muntohar 29). Untuk menentukan tipikal tanah dapat dilihat dari Tabel 3.1. Tabel 3.1

Lebih terperinci

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE)

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE) BAB 5 DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE) Tujuan Untuk mengeringkan lahan agar tidak terjadi genangan air apabila terjadi hujan. Lahan pertanian, dampak Genangan di lahan: Akar busuk daun busuk tanaman

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH SNI 03-1742-1989 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan berat isi tanah dengan memadatkan di dalam

Lebih terperinci

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM :

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM : ANALISIS PARAMETER KUAT GESER TANAH DENGAN GEOTEXTILE Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil diajukan oleh : BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D 100 030 074 NIRM

Lebih terperinci

Modul (MEKANIKA TANAH I)

Modul (MEKANIKA TANAH I) 1dari 16 Materi I Karakteristik Tanah 1. Proses pembentukan Tanah Tanah dalam Mekanika Tanah mencakup semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil kecuali batuan. Tanah dibentuk oleh pelapukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam hal ini, tanah berfungsi sebagai penahan beban akibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Tanah merupakan pijakan terakhir untuk menerima pembebanan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, jembatan, landasan, gedung, dan lain-lain. Tanah yang akan dijadikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR Johannes Patanduk, Achmad Bakri Muhiddin, Ezra Hartarto Pongtuluran Abstrak Hampir seluruh negara di dunia mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang penting yaitu sebagai pondasi pendukung pada

I. PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang penting yaitu sebagai pondasi pendukung pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki peranan yang penting yaitu sebagai pondasi pendukung pada setiap pekerjaan konstruksi baik sebagai pondasi pendukung untuk konstruksi bangunan, jalan (subgrade),

Lebih terperinci

PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED)

PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED) PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED) Adzuha Desmi 1), Utari 2) Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh email:

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL. Oleh DIAN OKTAVIA RANTESAPAN F

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL. Oleh DIAN OKTAVIA RANTESAPAN F ANALISIS STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL Oleh DIAN OKTAVIA RANTESAPAN F14104095 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 iv ANALISIS

Lebih terperinci

PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH TAK JENUH AIR SECARA TIDAK LANGSUNG MENGGUNAKAN SOIL-WATER CHARACTERISTIC CURVE

PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH TAK JENUH AIR SECARA TIDAK LANGSUNG MENGGUNAKAN SOIL-WATER CHARACTERISTIC CURVE PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH TAK JENUH AIR SECARA TIDAK LANGSUNG MENGGUNAKAN SOIL-WATER CHARACTERISTIC CURVE Bona Johanes Simbolon NRP : 01211116 Pembimbing : Ir. Theo F. Najoan, M. Eng. FAKULTAS

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT FISIK TANAH AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara =

Lebih terperinci

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi 1. Fase Tanah (1) Sebuah contoh tanah memiliki berat volume 19.62 kn/m 3 dan berat volume kering 17.66 kn/m 3. Bila berat jenis dari butiran tanah tersebut

Lebih terperinci

PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10)

PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10) PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10) Ilham Idrus Staf Pengajar Dosen pada Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar ABSTRAK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik 26 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan Penetilian 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah lempung yang berasal dari Kecamatan Yosomulyo, Kota Metro, Provinsi Lampung. 2.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. 24 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. 2. Bahan campuran yang akan

Lebih terperinci

Korelasi antara OMC dengan Batas Plastis pada Proses Pemadatan untuk Tanah Timbun di Aceh

Korelasi antara OMC dengan Batas Plastis pada Proses Pemadatan untuk Tanah Timbun di Aceh Korelasi antara OMC dengan Batas Plastis pada Proses Pemadatan untuk Tanah Bambang Setiawan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,Universitas Syiah Kuala, Indonesia Khalidin Dinas Bina Marga dan Cipta

Lebih terperinci

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) Qunik Wiqoyah 1, Anto Budi L, Lintang Bayu P 3 1,,3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

IV. SIFAT FISIKA TANAH

IV. SIFAT FISIKA TANAH Company LOGO IV. SIFAT FISIKA TANAH Bagian 2 Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS SIFAT SIFAT FISIKA TANAH A. Tekstur Tanah B. Struktur Tanah C. Konsistensi Tanah D. Porositas Tanah E. Tata Udara Tanah F. Suhu

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Lempung Ekspansif Petry dan Little (2002) menyebutkan bahwa tanah ekspansif (expansive soil) adalah tanah yang mempunyai potensi pengembangan atau penyusutan yang tinggi

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE Klasifikasi tanah metode USDA Klasifikasi tanah metode AASHTO Klasifikasi tanah metode USCS Siklus HIDROLOGI AIR TANAH DEFINISI : air yang terdapat di bawah permukaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada penelitian ini III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada penelitian ini dilakukan sebuah perumahan yang berada di kelurahan Beringin Jaya Kecamatan Kemiling Kota

Lebih terperinci

PERMEABILITAS DAN ALIRAN AIR DALAM TANAH

PERMEABILITAS DAN ALIRAN AIR DALAM TANAH PERMEABILITAS DAN ALIRAN AIR DALAM TANAH Permeabilitas : sifat bahan berpori (permeable / pervious), yang memungkinkan zat cair dapat mengalir lewat rongga porinya. Derajat permeabilitas tanah ditentukan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN

METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN SNI 03-6877-2002 1. Ruang Lingkup 1.1 Metoda pengujian ini adalah untuk menentukan kadar rongga agregat halus dalam keadaan lepas (tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam.

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu tahapan paling awal dalam perencanaan pondasi pada bangunan adalah penyelidikan tanah. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR Alpon Sirait NRP : 9921036 Pembimbing : Theo F. Najoan, Ir., M.Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi dengan material pasir. Sampel tanah yang akan digunakan adalah dari daerah Belimbing Sari,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau 39 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau anorganik atau berlempung yang terdapat yang terdapat di Perumahan Bhayangkara Kelurahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Pengujian sifat fisik tanah ini dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

IV. PEMADATAN TANAH. PEMADATAN TANAH Stabilitas tanah Pendahuluan :

IV. PEMADATAN TANAH. PEMADATAN TANAH Stabilitas tanah Pendahuluan : IV. PEMADATAN TANAH PEMADATAN TANAH Stabilitas tanah Pendahuluan : Maksud : Cara : Menumbuk Menggilas usaha secara mekanis agar bahan-bahan tanah lebih merata dan akan mengeluarkan udara yang ada dalam

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI

PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI 50 PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI Tugiran 1) Subari 2) Isman Suhadi 3) 1) Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Islam

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Bahan Timbunan 1. Berat Jenis Partikel Tanah (Gs) Pengujian Berat Jenis Partikel Tanah Gs (Spesific Gravity) dari tanah bahan timbunan hasilnya disajikan dalam

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Lempung Ekspansif Tanah ekspansif merupakan tanah yang memiliki ciri-ciri kembang susut yang besar, mengembang pada saat hujan dan menyusut pada musim kemarau (Muntohar,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang terdapat yang terdapat di Kecamatan Kemiling,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang. sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang. sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai : 1. Secara umum tanah terdiri dari tiga bahan, yaitu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO... DAFTAR ISI TUGAS AKHIR... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii PERNYATAAN... iv PERSEMBAHAN... v MOTTO... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan Pengaruh variasi kepadatan awal terhadap perilaku kembang susut tanah lempung ekspansif di Godong -Purwodadi

Bab 1. Pendahuluan Pengaruh variasi kepadatan awal terhadap perilaku kembang susut tanah lempung ekspansif di Godong -Purwodadi BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Umum Tanah dalam pekerjaan Teknik Sipil selalu diperlukan, baik sebagai bahan konstruksi ataupun sebagai pendukung beban. Hal ini menyebabkan fungsi tanah dalam dunia Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air.

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Tetes Irigasi tetes adalah suatu metode irigasi baru yang menjadi semakin disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. Irigasi tetes merupakan metode

Lebih terperinci

RESUME APLIKASI MEKANIKA TANAH DALAM PERTAMBANGAN

RESUME APLIKASI MEKANIKA TANAH DALAM PERTAMBANGAN RESUME APLIKASI MEKANIKA TANAH DALAM PERTAMBANGAN A. Pengertian Tanah Sejarah terjadinya tanah, pada mulanya bumi ini berupa bola magma cair yang sangat panas. Karena adanya proses pendinginan permukannya

Lebih terperinci