POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F"

Transkripsi

1 POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR Oleh : ADAM SURYA PRAJA F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Adam Surya Praja F Dilahirkan di Kabupaten Pekalongan, 18 Agustus 1981 Tanggal Lulus : 22 Mei 2007 Bogor, Juni 2007 Menyetujui, Pembimbing Akademik Dr. Ir. Erizal, M Agr. Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Dosen Pembimbing I Mengetahui, Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departeman Teknik Pertanian

3 ADAM SURYA PRAJA. F Pola Penyebaran Rembesan pada Model Tanggul dengan Saluran Drainase Tegak untuk Tanah Oxisol Darmaga, Bogor. Di bawah bimbingan Nora H. Panjaitan dan Erizal. RINGKASAN Dalam usaha konservasi tanah dan air secara mekanik ada beberapa cara yang dapat dilakukan seperti pembuatan teras dengan saluran pembuangannya, tanggul, bendungan pengendali (check dam) serta waduk. Bendung dibuat untuk menyimpan air yang nantinya digunakan untuk irigasi, bahan baku air minum, pembangkit tenaga listrik, pengendali banjir, sarana rekreasi dan berbagai kebutuhan manusia lainnya. Tanggul yang dibangun untuk menahan air diharapkan tetap kokoh dan kuat terhadap bahaya-bahaya yang timbul akibat tekanan hidrostatik. Oleh karena itu pemantauan terhadap tanggul baik selama pembuatan maupun pasca pembuatannya penting untuk dilakukan, agar tangggul mencapai umur tertentu dan dapat diambil manfaat ekonomisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menggambarkan pola rembesan (seepage) di dalam tubuh tanggul yang dibuat dengan kepadatan relatif tanah (RC)>90%, serta membandingkan pola penyebaran rembesan tersebut dengan pola rembesan dari analisis grafis dan program Geo-Slope. Model tanggul dibuat dengan menggunakan bahan tanah terganggu yang diambil dari laboratorium lapangan Leuwikopo Darmaga, Bogor pada kedalaman cm. Hasil analisa distribusi partikel tanah Oxisol Darmaga pada kedalaman cm memiliki batas cair 61,42%, batas plastis 41,36% dan indeks plastisitas 20,06%. Untuk mencapai tingkat kepadatan maksimum, kadar air optimum tanah Oxisol Darmaga pada kedalaman cm adalah 33,5 %. Pemadatan dilakukan dengan metode tumbuk, menggunakan alat tumbuk manual yang memiliki berat 2,12 kg. Jumlah tumbukan yang kemudian diterapkan pada model sebanyak 100 kali dengan tinggi jatuh 20 cm. Pemadatan dilakukan hingga mencapai kepadatan relatif (RC) yang cukup tinggi yaitu sebesar 92,45%. Nilai permeabilitas didapatkan sebesar 2,48 x 10-6 cm/detik. Dimensi model tanggul dibuat sesuai standar DPU dengan perbandingan skala 1:12 daripada ukuran sebenarnya. Pada model tanggul, tinggi muka air yang

4 direncanakan sebesar 0,15 m, lebar atas mercu sebesar 0,125 m, tinggi jagaan (freeboard) sebesar 0,05 m serta kemiringan talud 1:3 untuk bagian hulu maupun hilir tanggul. Model tanggul dibuat pada kotak model berbahan acrylic yang dilengkapi dengan inlet, spillway dan outlet. Sebaran kadar air dalam tubuh model tanggul diamati dengan memasang seperangkat sensor elektronik yang memanfaatkan perubahan resistansi tanah tanggul karena perubahan kadar air. Sensor yang digunakan berupa elektroda berdiameter 1 mm yang dibungkus gipsum dengan diameter 1,5 cm dan tinggi 2 cm. Nilai tahanan dibaca setiap 30 menit sekali ketika dilakukan pengaliran air terhadap tubuh tanggul tersebut. Sensor kadar air yang tersebar merata pada kedalaman 2,5 cm, 7,5 cm, 12,5 cm dan 17,5 cm cukup efektif dan mudah dalam pembacaannya, sehingga dapat digambarkan pola aliran rembesan yang terjadi dalam tubuh model tanggul. Pengukuran nilai tahanan pada model tanggul menunjukkan hasil yang cukup baik karena pola aliran yang digambarkan dengan metode elektrik ini hampir mendekati pola aliran yang didapatkan dengan program Geo-Slope. Dengan metode elektrik ini dapat digambarkan pola aliran dalam tubuh tanggul baik dengan drainase maupun tanpa drainase, namun tidak dilakukan pengukuran zona basahnya. Pada pengamatan model tanggul tanpa drainase dapat diukur panjang zona basah (a) yang terjadi pada hilir tanggul sebesar 9,7 cm, sedangkan dengan metode analisis grafis diperoleh nilai a sebesar 12,2 cm, dan dengan menggunakan program Geo-Slope nilai a sebesar 9,4 cm. Adapun pada model tanggul yang dilengkapi dengan saluran drainase tegak berupa capiphon drain belt tidak terbentuk zona basah (a) pada lereng hilirnya. Dari nilai-nilai panjang zona basah tersebut maka panjang zona basah yang didapatkan berdasarkan program Geo-Slope lebih mendekati hasil pengamatan dibandingkan metode analisis grafis. Hal ini disebabkan karena metode analisis grafis hanya memperhitungkan faktor dimensi tanggul tanpa memperhitungkan nilai sifat fisik tanahnya seperti permeabilitas dan pf, sehingga hasilnya berbeda.

5 RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Pekalongan, pada tanggal 18 Agustus 1981 dari ayah bernama Jono Al Paimin dan ibu bernama Suprapti. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri III Paninggaran, Kabupaten Pekalongan dan lulus pada tahun Selanjutnya penulis melanjutkan belajar ke Sekolah Menengah Pertama Negeri I Paninggaran mulai tahun 1993 hingga 1996, dan diteruskan ke SMU Negeri Kajen di Kabupaten Pekalongan dari tahun 1996 hingga lulus pada tahun Penulis masuk perguruan tinggi melalui jalur penelusuran bakat dan prestasi yang dikenal dengan USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) yang diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima pada Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah mengambil cuti akademik sejak bulan Juli 2000 hingga Juli 2001 dikarenakan sakit. Pada tahun 2003 penulis telah melaksanakan kegiatan praktek lapangan di PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian pada Produksi Air Bersih di Perusahaan Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Kota Bogor Jawa Barat. Sebagai salah satu syarat kelulusan pada program sarjana Departemen Teknik Pertanian, pada tahun 2006 penulis menyelesaikan penelitian dengan topik Pola Penyebaran Rembesan pada Model Tanggul dengan Saluran Drainase Tegak untuk Tanah Oxisol Darmaga, Bogor.

6 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah, karena dengan izin dan anugerahnya penulis dapat menyelesaikan laporan penlitian ini. Laporan ini disusun sebagai hasil penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika, serta Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian-IPB dari bulan April hingga Agustus Dengan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA sebagai Dosen Pembimbing I atas arahan dan bimbingannya. 2. Dr. Ir. Erizal, MAgr. sebagai Dosen Pembimbing II atas arahan dan bimbingannya. 3. Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, MSi. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. 4. Bapak, Ibu, Adik serta Istri tercinta yang terus memberikan dukungan serta perhatian baik secara moril maupun materiil. 5. Para staf Tata Usaha, Unit Pelayanan Terpadu Kemahasiswaan Fakultas Teknologi Pertanian serta bapak Trisnadi sebagai teknisi laboratorium yang selalu memberikan bantuan dan arahannya. 6. Agus S. Sasmita, STP yang selalu bersama-sama dalam penelitian serta rekanrekan di Sub Program Studi Teknik Sipil Pertanian, khususnya Angkatan Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap agar isi laporan dapat bermanfaat bagi pembaca serta siapa saja yang berminat dengan ilmu-ilmu keteknikan pertanian khususnya. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih. Bogor, Juni 2007 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Secara Umum Sifat-Sifat Fisik dan Mekanik Tanah Tanggul Drainase dan Filter Program GEO-SLOPE III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik Tanah Uji Tumbuk Manual Pengaliran Air Pada Kotak Model Garis Freatik dan Jaringan Aliran V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 64

8 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas tanah... 7 Tabel 2. Berat jenis partikel tanah... 9 Tabel 3. Nilai Indeks Plastisitas (IP) beberapa fraksi tanah Tabel 4. Kemiringan lereng berdasarkan jenis bahan penyusun tanggul 15 Tabel 5. Spesifikasi peralatan uji tumbuk manual Tabel 6. Dimensi dari tanggul di lapangan dan model tanggul Tabel 7. Nilai-nilai kemiringan talud yang dianjurkan untuk tanggul tanah homogen Tabel 8. Jumlah tumbukan dan berat tanah pada tiap lapisan Tabel 9. Letak dan jumlah sensor pada model tanggul Tabel 10. Sifat fisik tanah Oxisol Darmaga, Bogor Tabel 11. Spesifikasi uji tumbuk manual Tabel 12. Hasil pengujian tumbuk manual Tabel 13. Debit pada outlet model tanggul dengan drainase Tabel 14. Debit pada spillway model tanggul dengan drainase Tabel 15. Hubungan nilai RC dan permeabilitas Tabel 16. Posisi titik-titik pada garis freatik... 49

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified... 5 Gambar 2. Falling head permeameter... 8 Gambar 3. Garis rembesan dalam tubuh tanggul Gambar 4. Jaringan aliran dalam tubuh tanggul Gambar 5. Gradien rembesan Gambar 6. Model tanggul dengan saluran drainase kaki menggunakan filter berupa capiphon drain belt Gambar 7. Model tanggul dengan saluran drainase tegak menggunakan filter berupa capiphon drain belt Gambar 8. Sistem kapilarisasi pada capiphon drain belt Gambar 9. Diagram alir penelitian Gambar 10. Kotak tumbuk manual (a), dan penumbuk (rammer) (b) Gambar 11. Skema tubuh model tanggul tanpa drainase Gambar 12. Penampang melintang model tanggul dengan drainase tegak. 33 Gambar 13. Kotak model tanggul Gambar 14. Bahan filter caphiphon Gambar 15. Peletakan caphiphon Gambar 16. Perubahan debit pada outlet model tanggul Gambar 17. Pola penyebaran air di dalam tubuh tanggul dengan capiphon.. 46 Gambar 18. Pola penyebaran air di dalam tubuh tanggul tanpa capiphon Gambar 19. Garis freatik dengan metode analisis grafis Gambar 20. Garis freatik pada model tanggul tanpa capiphon dalam SEEP/W (Geo-Slope) Gambar 21. Jaringan aliran pada tubuh tanggul tanpa capiphon Gambar 22. Garis freatik pada model tanggul dengan capiphon dalam SEEP/W (Geo-Slope) Gambar 23. Jaringan aliran pada tubuh tanggul dengan capiphon Gambar 24. Grafik hubungan kadar air tanah dengan tahanan listrik dari sensor Gambar 25. Distribusi kadar air dalam tubuh tanggul (a) tanpa capiphon dan (b) dengan caphiphon... 58

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Skema rangkaian sensor kadar air Lampiran 2. Gambar teknik kotak model tanggul Lampiran 3. Urutan Peletakan Sensor Kadar Air pada model tanggul Lampiran 4. Hubungan Resistensi dengan Kadar Air pada Kalibrasi Sensor Lampiran 5. Grafik Hubungan Resistensi dengan Kadar Air pada Kalibrasi Sensor Lampiran 6. Hasil perhitungan kadar air dengan metode basis kering (%) 78 Lampiran 7. Pengamatan langsung pola rembesan pada model tanggul tanpa capiphon Lampiran 8. Pengamatan langsung pola rembesan pada model tanggul dengan capiphon Lampiran 9. Penampang melintang dan dimensi tanggul Lampiran 10.Perhitungan zona basah (a) dengan metode analisis grafis Lampiran 11.Tahap-tahap Penggambaran Dalam Program Seep/W Lampiran 12. Nilai kadar air tanah pada tubuh tanggul sebelum dan sesudah pengaliran

11 ADAM SURYA PRAJA. F Pola Penyebaran Rembesan pada Model Tanggul dengan Saluran Drainase Tegak untuk Tanah Oxisol Darmaga, Bogor. Di bawah bimbingan Nora H. Panjaitan dan Erizal. RINGKASAN Dalam usaha konservasi tanah dan air secara mekanik ada beberapa cara yang dapat dilakukan seperti pembuatan teras dengan saluran pembuangannya, tanggul, bendungan pengendali (check dam) serta waduk. Bendung dibuat untuk menyimpan air yang nantinya digunakan untuk irigasi, bahan baku air minum, pembangkit tenaga listrik, pengendali banjir, sarana rekreasi dan berbagai kebutuhan manusia lainnya. Tanggul yang dibangun untuk menahan air diharapkan tetap kokoh dan kuat terhadap bahaya-bahaya yang timbul akibat tekanan hidrostatik. Oleh karena itu pemantauan terhadap tanggul baik selama pembuatan maupun pasca pembuatannya penting untuk dilakukan, agar tangggul mencapai umur tertentu dan dapat diambil manfaat ekonomisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menggambarkan pola rembesan (seepage) di dalam tubuh tanggul yang dibuat dengan kepadatan relatif tanah (RC)>90%, serta membandingkan pola penyebaran rembesan tersebut dengan pola rembesan dari analisis grafis dan program Geo-Slope. Model tanggul dibuat dengan menggunakan bahan tanah terganggu yang diambil dari laboratorium lapangan Leuwikopo Darmaga, Bogor pada kedalaman cm. Hasil analisa distribusi partikel tanah Oxisol Darmaga pada kedalaman cm memiliki batas cair 61,42%, batas plastis 41,36% dan indeks plastisitas 20,06%. Untuk mencapai tingkat kepadatan maksimum, kadar air optimum tanah Oxisol Darmaga pada kedalaman cm adalah 33,5 %. Pemadatan dilakukan dengan metode tumbuk, menggunakan alat tumbuk manual yang memiliki berat 2,12 kg. Jumlah tumbukan yang kemudian diterapkan pada model sebanyak 100 kali dengan tinggi jatuh 20 cm. Pemadatan dilakukan hingga mencapai kepadatan relatif (RC) yang cukup tinggi yaitu sebesar 92,45%. Nilai permeabilitas didapatkan sebesar 2,48 x 10-6 cm/detik. Dimensi model tanggul dibuat sesuai standar DPU dengan perbandingan skala 1:12 daripada ukuran sebenarnya. Pada model tanggul, tinggi muka air yang direncanakan sebesar 0,15 m, lebar atas mercu sebesar 0,125 m, tinggi jagaan (freeboard) sebesar 0,05 m serta kemiringan talud 1:3 untuk bagian hulu maupun hilir tanggul. Model tanggul dibuat pada kotak model berbahan acrylic yang dilengkapi dengan inlet, spillway dan outlet. Sebaran kadar air dalam tubuh model tanggul diamati dengan memasang seperangkat sensor elektronik yang memanfaatkan perubahan resistansi tanah tanggul karena perubahan kadar air. Sensor yang digunakan berupa elektroda berdiameter 1 mm yang dibungkus gipsum dengan diameter 1,5 cm dan tinggi 2 cm. Nilai tahanan dibaca setiap 30 menit sekali ketika dilakukan pengaliran air terhadap tubuh tanggul tersebut. Sensor kadar air yang tersebar merata pada kedalaman 2,5 cm, 7,5 cm, 12,5 cm dan 17,5 cm cukup efektif dan mudah dalam pembacaannya, sehingga dapat digambarkan pola aliran rembesan yang terjadi dalam tubuh model tanggul. Pengukuran nilai tahanan pada model tanggul menunjukkan hasil yang cukup baik karena pola aliran yang digambarkan dengan metode elektrik ini

12 hampir mendekati pola aliran yang didapatkan dengan program Geo-Slope. Dengan metode elektrik ini dapat digambarkan pola aliran dalam tubuh tanggul baik dengan drainase maupun tanpa drainase, namun tidak dilakukan pengukuran zona basahnya. Pada pengamatan model tanggul tanpa drainase dapat diukur panjang zona basah (a) yang terjadi pada hilir tanggul sebesar 9,7 cm, sedangkan dengan metode analisis grafis diperoleh nilai a sebesar 12,2 cm, dan dengan menggunakan program Geo-Slope nilai a sebesar 9,4 cm. Adapun pada model tanggul yang dilengkapi dengan saluran drainase tegak berupa capiphon drain belt tidak terbentuk zona basah (a) pada lereng hilirnya. Dari nilai-nilai panjang zona basah tersebut maka panjang zona basah yang didapatkan berdasarkan program Geo-Slope lebih mendekati hasil pengamatan dibandingkan metode analisis grafis. Hal ini disebabkan karena metode analisis grafis hanya memperhitungkan faktor dimensi tanggul tanpa memperhitungkan nilai sifat fisik tanahnya seperti permeabilitas dan pf, sehingga hasilnya berbeda.

13 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai macam usaha konservasi diperlukan untuk kelestarian tanah dan air. Cara yang bisa dilakukan antara lain pembuatan teras pada lahan miring, sistem irigasi dan drainase yang baik, pembuatan bangunan terjun, pelimpah, check dam pada sungai dan saluran-saluran air serta pembangunan waduk. Pembangunan waduk berfungsi untuk mengurangi energi aliran air yang dapat menggerus tanah, selain juga bermanfaat sebagai penyimpan air untuk irigasi, bahan baku air minum, pembangkit tenaga listrik, serta tempat rekreasi. Proses yang terjadi pada sebuah waduk yaitu tanggul menerima air dari daerah hulu (upstream), menampung dan kemudian mengalirkannya ke bagian hilir (downstream). Dengan banyaknya air yang tertahan oleh tanggul maka tubuh tanggul mengalami tekanan hidrostatis. Tekanan yang besar ini harus diwaspadai, apalagi bila tanggul yang dibangun berupa urugan tanah saja, tanpa bantuan lapisan kedap. Pada jenis tanggul ini air akan segera meresap ke dalam tubuh tanggul, mengisi pori-pori tanah dan mengalir ke hilir dengan kecepatan tertentu tergantung tingkat kepadatannya. Wesley (1973) menyatakan bahwa tanah yang dipakai untuk pembuatan tanggul, bendungan tanah, serta untuk dasar jalan harus dipadatkan untuk menaikkan kekuatannya. Kegiatan pemadatan juga akan memperkecil kompresibilitas dan permeabilitas, serta memperkecil pengaruh air terhadap tanah tersebut. Kerusakan yang terjadi pada tubuh tanggul urugan tanah dapat disebabkan oleh tenaga-tenaga mekanik alam serta aktivitas makluk hidup. Biasanya disebabkan oleh adanya rembesan air dari bagian hulu yang menembus urugan tanah ke arah hilir sebagai aliran. Aliran yang erosif ini cenderung semakin besar, menghanyutkan butir-butir tanah dan menyebabkan timbulnya jalur-jalur air (piping) dalam rongga tanah, yang dalam waktu cepat membentuk lubang bila tidak segera ditanggulangi. Air yang mengalir pada lubang ini menggerus tanah dan menyebabkan dinding-dinding lubang hancur serta membahayakan stabilitas tanggul secara keseluruhan. Jalur-jalur air kecil bila tidak ditanggulangi 1

14 berkembang menjadi sembulan (boiling) yang umum terjadi di hilir tanggul. Pada kondisi ini kelongsoran mudah terjadi. Besarnya rembesan sangat dipengaruhi oleh kepadatan tanah penyusun dinding tanggul Tujuan Penelitian 1) Menganalisa dan menggambarkan pola penyebaran rembesan (seepage) di dalam tubuh tanggul yang dibuat dengan kepadatan relatif (RC) tanah >90% dan dilengkapi saluran drainase tegak, dibandingkan dengan tanggul tanpa drainase. 2) Membandingkan pola rembesan tersebut dengan pola rembesan dari hasil analisis grafis dan program Geo-Slope (SEEP/W). 3) Menganalisis dan membandingkan panjang zona basah dari hasil pengamatan dengan hasil dari analisis grafis serta program Geo-Slope (SEEP/W). 2

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Secara Umum Istilah tanah (soil) berasal dari kata Latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah dapat diartikan sebagai medium berpori yang terdiri atas padatan (solid), gas (udara), serta cairan (liquid). Fase padatan terdiri atas bahan mineral, bahan organik dan organisme hidup (Kalsim dan Sapei, 1992). Tanah juga didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat atau butiran-butiran mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah lapuk atau yang berpartikel padat disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Terzaghi dan Peck (1987) menyatakan bahwa tanah adalah kumpulan (agregat) butiran mineral alami yang bisa dipisahkan oleh suatu cara mekanik bila agregat itu diaduk dalam air. Dalam ruang lingkup teknik sipil, tanah dipandang sebagai himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock) (Hardiyatmo, 1992). Dalam lingkup ini, tanah mempunyai kategori yang lebih luas meliputi unsur-unsur pembentuk tanah, baik sebagian atau seluruh jenis berikut: berangkal (boulders), kerikil (gravel), pasir (sand), debu (silt), liat (clay) dan koloid (colloids) (Bowles, 1989). Tanah pada umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), debu (silt) atau lempung/ liat (clay), tergantung pada partikel yang paling dominan pada tanah tersebut (Das et al, 1998). Oxisol merupakan suatu jenis tanah yang mengalami hancuran paling lanjut. Hancuran dan pencucian yang hebat telah menghilangkan sebagian besar silika dan mineral silikat dalam horizon tersebut, meninggalkan perbandingan besi dan alumunium oksida terhadap silikat yang tinggi. Sejumlah kuarsa dan liat silikat tipe 1:1 tetap tertinggal, tetapi hidroksidanya tetap dominan. Kadar liat tanah ini sangat tinggi, tetapi liat itu tidak melekat. Tanah ini banyak terdapat pada daerah tropis atau subtropis, yang umumnya berada pada kondisi iklim yang cukup basah (Munir, 1995). 3

16 Tanah Oxisol mempunyai sifat cadangan hara sangat rendah, kesuburan alami sangat rendah, Alumunium dapat dipertukarkan tinggi serta struktur padat/ keras. Karakteristik tanah jenis ini diantaranya mempunyai kandungan liat 40 % atau lebih pada kedalaman 18 cm. Pembentukan tanah Oxisol pada daerah tropik mempersyaratkan curah hujan yang tinggi (>2500mm/tahun) dan perbedaan suhu rata-rata musim panas dan musim dingin kurang dari 5 o C (Munir, 1995) Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Tanah Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan bentuk/ kondisi asli tanah. Sifat tanah diantaranya tekstur, struktur, porositas, berat isi, berat jenis partikel, potensial airtanah (pf) dan permeabilitas. Kadar air juga berkaitan dengan sifat fisik tanah. a. Kadar Airtanah Kadar airtanah atau kelembaban tanah (soil moisture) adalah perbandingan antara massa air dengan massa padat dalam tanah. Kadar air dapat ditentukan dari nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering), atau nisbah antara berat air dengan berat tanah basah (basis basah), atau nisbah antara volume air dengan volume tanah utuh (basis volume). Kadar air yang umum digunakan adalah basis kering dan basis volume. Menurut Hakim, et al (1986) penetapan kadar airtanah dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu cara gravimetrik, tegangan dan hisapan, hambatan listrik (blok tahanan) dan cara pembauran neutron (neutron scattering). b. Tekstur Tanah Tekstur tanah merupakan penampakan visual suatu tanah berdasarkan komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu massa tanah tertentu. Gabungan partikel yang lebih kecil akan memberikan bahan yang bertekstur sedang, sedangkan yang berbutir halus akan menghasilkan tanah bertekstur halus (Bowles, 1989). Jenis tekstur tanah dapat ditetapkan dengan sistem klasifikasi Departemen Pertanian Amerika Serikat (United States Department of Agriculture, USDA) dan International Soil Science Society (ISSS) atau dengan sistem Unified/ Unified Soil Classification (USC). Klasifikasi yang dilakukan USDA menekankan pada ukuran butiran, bentuk dan susunan dari unsur-unsur penyusun tanah, serta 4

17 perbandingan banyaknya butir-butir pasir (sand), debu (silt) dan liat (clay). Tiga kelompok partikel ini disebut tanah terpisah (soil separate), yang menentukan tanah tergolong ke dalam fraksi pasir, debu, atau liat berdasarkan pada ukuran diameter tanah. Kalsim dan Sapei (1992) menyatakan bahwa setiap kelas ukuran partikel tanah disebut fraksi tekstur. Suatu klasifikasi tanah didasarkan pada hanya tiga kelas ukuran pasir, debu dan liat. Tanah dengan fraksi pasir yang tinggi memiliki daya lolos air dan aerasi yang tinggi, sebaliknya tanah dengan fraksi liat yang tinggi memiliki kemampuan menyerap air yang rendah. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia dari pada tanah bertekstur kasar (Hardjowigeno, 1989 dalam Sumarno, 2003). Pada klasifikasi tekstur tanah menggunakan sistem Unified/ Unified Soil Classification (USC), tanah dibedakan berdasarkan nilai-nilai konsistensi tanah, yaitu batas cair, batas plastis dan indeks plastisitas tanah. Sistem klasifikasi ini paling banyak dipakai untuk pekerjaan teknis konstruksi seperti bendungan, bangunan dan semacamnya. Gambar 1 menunjukkan grafik penentuan klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified ( Terzaghi dan Peck 1987). 60 Indeks Plastisitas PI (%) Diagram plastisitas: Untuk mengidentifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan tanah berbutir kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah diarsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. CL-ML LH ML atau OL CH Garis A MH atau OH Batas Cair LL (%) Garis A: PI = 0,73 (LL-20) Gambar 1. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified. 5

18 c. Struktur Tanah Struktur tanah adalah bentuk tertentu dari gabungan sekelompok partikelpartikel primer tanah. Struktur tanah dapat dibedakan menjadi struktur lepas (single grained), masif dan agregat. Menurut Hakim, et al (1986) struktur tanah adalah penyusunan partikel-partikel tanah primer seperti pasir, debu dan liat yang membentuk agregat-agregat. Struktur tanah dapat memberikan pengaruh terhadap kadar air, porositas dan permeabilitas suatu tanah. Kalsim dan Sapei (1992) menyatakan bahwa struktur tanah menentukan sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air, sifat drainase serta sifat-sifat mekanik dari tanah tersebut. Partikel-partikel primer bergabung ke dalam kelompok membentuk partikel sekunder atau mikro agregat. Penyusunan tiga dimensi partikel primer dan sekunder menjadi suatu pola struktur tertentu disebut makro agregat atau ped. Karakteristik struktur tanah terdiri atas stabilitas, ukuran, dan bentuk ped dalam tanah. Ped yang stabil tidak akan hancur apabila direndam dalam air. d. Permeabilitas tanah Permeabilitas adalah sifat bahan berpori yang memungkinkan terjadinya rembesan aliran baik berupa air atau minyak lewat rongga porinya. Pori-pori tanah saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga air dapat mengalir dari titik yang mempunyai energi lebih tinggi ke titik yang mempunyai tinggi energi lebih rendah. Pada tanah, permeabilitas digambarkan sebagai sifat tanah melalukan air melalui tubuh tanah. Tahanan terhadap aliran bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, bentuk butiran, rapat massa, serta bentuk geometri rongga porinya. Temperatur juga sangat mempengaruhi tahanan alirannya, karena merubah kekentalan dan tegangan permukaan (Hardiyatmo, 1992). Menurut Wesley (1973) permeabilitas atau daya rembesan adalah kemampuan tanah untuk dapat melewatkan air. Air yang dapat melewati tanah hampir selalu berjalan linear, yaitu jalan atau garis yang ditempuh air merupakan garis dengan bentuk yang teratur (smooth curve). Bahan yang memiliki rongga disebut berpori dan bila rongga tersebut saling berhubungan maka akan memiliki sifat permeabilitas. Bahan dengan rongga yang lebih besar biasanya mempunyai angka pori yang lebih besar pula, 6

19 dan karena itu tanah yang padat sekalipun permeabiliatasnya lebih besar daripada bahan seperti batuan dan beton (Bowles, 1989). Lebih lanjut Bowles (1989) menyatakan bahwa permeabilitas suatu massa tanah penting untuk : - Mengevaluasi jumlah rembesan (seepage) yang melalui bendungan dan tanggul sampai ke sumur air. - Mengevaluasi daya angkat atau gaya rembesan di bawah struktur hidrolik untuk analisis stabilitas. - Menyediakan kontrol terhadap kecepatan rembesan sehingga partikel tanah berbutir halus tidak tererosi melalui massa tanah. - Studi mengenai laju penurunan (konsolidasi) terjadi pada suatu gradien tertentu, dimana perubahan (pemadatan) volume tanah terjadi pada saat air tersingkir dari rongga tanah. Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas tanah Kelas Permeabilitas (cm/jam) Sangat rendah < 0,125 Rendah 0,125 0,5 Agak rendah 0,5 2,0 Sedang 2,0 6,35 Agak cepat 6,35 12,7 Cepat 12,7 25,4 Sangat cepat > 25,4 Sumber : Sitorus(1980) dalam Sumarno(2003) Menurut Sumarno (2003) hubungan antara pemadatan dan permeabilitas adalah pada kadar air optimum. Permeabilitas akan menurun dengan naiknya tingkat kepadatan dan akan mencapai nilai terkecil pada kadar air optimum. Pada kondisi kadar air setelah optimum, permeabilitas cenderung mengalami sedikit kenaikan dengan menurunnya tingkat kepadatan. Kondisi ini disebabkan tanah kering kepadatannya relatif kecil karena kekurangan air sehingga cenderung lebih banyak menyerap air, sedangkan pada kadar air optimum tingkat kepadatan tanah tertinggi sehingga air yang terserap sangat sedikit. Setelah kadar air optimum, air akan terserap lagi tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit karena kondisi tanah yang sudah basah/jenuh. 7

20 Sedangkan menurut Herlina (2003) dengan bertambahnya kadar air, berat isi kering tanah semakin bertambah besar dan permeabilitas semakin kecil. Pada saat pemadatan maskimum (kadar air optimum), berat isi kering tanah mencapai maksimum dan permeabilitas mencapai minimum. Bila dilakukan penambahan air melebihi optimum pada pemadatan tanah maka berat isi kering tanah semakin kecil sedangkan permeabilitasnya kembali bertambah besar. Permeabilitas untuk tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan constant head test, sedangkan untuk tanah berbutir halus digunakan falling head test. Uji tersebut telah distandarisasi pada suhu air 20 o C, karena viskositas air bervariasi dari suhu 4 o C sampai 30 o C (Craig, 1994). Gambar 2. Falling head permeameter. e. Berat Jenis Partikel Tanah Berat jenis partikel tanah (specific gravity) adalah perbandingan antara berat volume butiran padat (γ s ) dengan berat volume air murni (γ w ) pada temperatur 4 o C (Hardiyatmo,1992). Dalam Tabel 2 dipaparkan berat jenis partikel dari masing-masing jenis tanah. 8

21 Tabel 2. Berat jenis partikel tanah Jenis tanah Berat jenis partikel (Gs) Kerikil 2,65 2,68 Pasir 2,65 2,68 Lanau (debu) tak organik 2,62 2,68 Lanau (debu) organik 2,58 2,65 Lempung tak organik 2,68 2,75 Humus 1,37 Gambut 1,25 1,80 Sumber : Hardiyatmo (1992). f. Berat Isi Tanah (Bulk Density) Berat isi tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat tanah dengan volume tanah total. Berat isi tanah merupakan salah satu indikator kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah, maka nilai berat isi tanah semakin besar, sehingga tanah makin sulit untuk melewatkan air atau ditembus akar tanaman. Berat isi tanah dapat dinyatakan sebagai berat isi kering (dry bulk density) atau sebagai berat isi basah (wet bulk density) (Hakim, et al., 1986). Kalsim dan Sapei (1992) menyatakan bahwa nilai berat isi kering selalu lebih kecil daripada nilai berat isi basah. Nilai berat isi kering bervariasi dari 1000 sampai 1800 kg/m 3. Semakin halus partikel tanah atau semakin tinggi kandungan bahan organik maka bulk density akan semakin rendah. Akan tetapi jika tanah mengalami pemadatan maksimal maka tanah bertekstur halus menunjukkan berat isi kering yang lebih besar daripada tanah bertekstur kasar. g. Porositas (n) Porositas adalah perbandingan antara volume pori dan volume total, yang dinyatakan sebagai suatu desimal atau persentase (Dunn, et al., 1992). Pori-pori adalah bagian tanah yang tidak terisi oleh padatan tanah (solid), sehingga memungkinkan masuknya unsur gas dan cairan. Porositas tanah umumnya antara selang 0,3 0,6, tetapi untuk tanah gambut nilai n dapat lebih besar dari 0,8. Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah dan tekstur tanah (Hardiyatmo, 1992). Lebih penting dari porositas adalah sebaran 9

22 ukuran pori. Tanah berpasir dan tanah berliat mungkin mempunyai porositas yang hampir sama, akan tetapi sifat-sifatnya yang berhubungan dengan simpanan air, ketersediaan air dan aliran airtanah sangat berbeda, karena pada tanah pasir diameter pori relatif besar daripada tanah liat. Ruang pori tanah dibagi atas pori makro dan pori mikro. Pori makro berisi udara dan air gravitasi yaitu air yang mudah hilang oleh gaya gravitasi, sedangkan pori mikro berisi air kapiler atau udara. Tanah pasir mempunyai pori-pori makro yang lebih banyak dibandingkan dengan tanah liat. h. Angka Pori (e) Angka pori adalah rasio ruang pori terhadap volume bahan padat (Terzaghi dan Peck 1987). Angka pori merupakan perbandingan antara volume pori dan volume butiran padat. Dunn, et al (1992) menyatakan bahwa angka pori adalah rasio antara volume pori dan volume bahan padat, yang dinyatakan dalam bentuk desimal. Angka pori merupakan fungsi dari kepadatan tanah. i. Potensial Airtanah (pf) Muka airtanah (water table) atau phreatic surface adalah bidang batas atas dari kondisi tanah jenuh air. Daerah di atas muka airtanah disebut zone tak jenuh. Air dalam tanah baik jenuh maupun tidak secara umum disebut lengas tanah (soil moisture), sedangkan istilah airtanah (ground water) menunjukkan air yang dikandung oleh tanah jenuh di bawah muka airtanah (Kalsim dan Sapei, 1992). Tingkat energi airtanah bervariasi sangat besar. Perbedaan tingkat energi airtanah tersebut memungkinkan air bergerak dari satu zone ke zone yang lainnya dalam tanah. Airtanah akan bergerak dari tempat dengan tingkat energi yang tinggi (misalnya muka airtanah) ke tempat dengan energi yang lebih rendah (misalnya tanah kering). Dengan mengetahui tingkat energi dari beberapa tempat di dalam profil tanah, maka dapat diprediksi pergerakan airtanah (Hakim, et al., 1986). Potensial airtanah menurun dengan meningkatnya kandungan air (makin banyak airtanah, makin berkurang energi yang diperlukan untuk memegang air dalam tanah). 10

23 Menurut Herlina (2003) daya ikat tanah terhadap air (pf) setelah pemadatan lebih kecil dibandingkan daya ikat tanah terhadap air (pf) tanah dalam kondisi kapasitas lapang. Hal ini ditunjukkan dengan kadar air untuk pf yang sama pada kedalaman yang sama, antara tanah pada kondisi kapasitas lapang dengan tanah yang sudah mengalami pemadatan, maka akan terlihat bahwa kadar airtanah yang telah dipadatkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanah pada kondisi kapasitas lapang. Pemadatan menurunkan pori makro dan pori total sehingga energi yang diperlukan untuk memegang air lebih kecil, tetapi cenderung menaikkan pori berukuran sedang. j. Konsistensi Tanah Sifat mekanik tanah mencakup konsistensi tanah dan pemadatan tanah. Konsistensi berhubungan dengan derajat adhesi antara partikel tanah dan tahanan melawan gaya yang cenderung merubah atau meruntuhkan agregat tanah. Tanah yang derajat adhesinya tinggi, bersifat nonplastis-kohesif. Sifat plastisitas dan kohesivitas semakin tinggi dengan turunnya derajat adhesi. Konsistensi tanah tergantung pada tekstur, sifat, jumlah koloid-koloid anorganik dan organik, struktur dan terutama kandungan airtanah. Dengan berkurangnya kandungan air, umumnya tanah-tanah akan kehilangan sifat melekatnya (stickness) dan plastisitasnya sehingga dapat menjadi gembur (friabel) dan lunak (soft) dan akhirnya jika kering menjadi coherent (Hakim, et al., 1986). Konsistensi dinyatakan dengan istilah-istilah seperti keras, kaku, rapuh, lengket, plastis, dan lunak. Konsistensi tanah biasanya dinyatakan dengan batas cair dan batas plastis (disebut juga batas Atterberg). Tabel 3. Nilai indeks plastisitas (IP) beberapa fraksi tanah Fraksi tanah Plastisitas IP Pasir (sand) Nonplastis 0 Debu (silt) Plastisitas rendah < 7 Liat berlanau (loamy clay) Plastisitas sedang 7 17 Liat (clay) Plastisitas tinggi > 17 Sumber : Hardiyatmo (1992). 11

24 k. Pemadatan Tanah Pemadatan adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis. Proses pemadatan berbeda dengan proses konsolidasi dan kedua intilah ini tidak boleh dicampur baurkan (Wesley, 1973). Konsolidasi adalah kejadian pemampatan tanah oleh beban statis di atasnya dalam waktu yang lama, sedangkan pemadatan merupakan peristiwa bertambah beratnya volume kering oleh beban dinamis dalam waktu yang relatif singkat. Pemadatan tanah bertujuan untuk memperbesar kekuatan geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas dan mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lain-lainnya (Hardiyatmo, 1992). Wesley (1973) menyatakan bahwa bila kadar air rendah maka tanah akan keras dan kaku sehingga sulit dipadatkan. Apabila kadar air ditambah maka air itu akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah akan lebih mudah dipadatkan. Pada kadar air yang tinggi kepadatannya akan menurun karena pori-pori tanah menjadi terisi air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara pemadatan. Kepadatan tanah biasanya diukur dengan menentukan berat isi keringnya, bukan dengan menentukan angka porinya. Lebih tinggi berat isi kering berarti lebih padat. Menurut Forssblad (1988) pemadatan berarti bahwa kerapatan sebuah bahan dinaikkan melalui pemakaian gaya dari luar. Tanah terdiri dari partikelpartikel mineral dan rongga-rongga udara yang sebagiannya diisi dengan air. Selama pemadatan, partikel tersebut ditampung dan volume rongga udara dikurangi. Pada tanah yang berbutir kasar, air dapat ditekan keluar. Faktor-faktor penting yang menentukan hasil pemadatan diantaranya jenis bahan, kandungan air (kelembaban), metode pemadatan dan energi yang digunakan. Terzaghi dan Peck (1987) berpendapat bahwa tingkat pemadatan tertinggi terjadi pada kadar air tertentu yang disebut kadar kelembaban optimum (optimum moisture content). Prosedur untuk mempertahankan agar kadar air mendekati nilai optimumnya selama pemadatan dikenal dengan kontrol kadar kelembaban (moisture content control). Proctor (1933) dalam Hardiyatmo (1992) telah mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air dan berat volume kering tanah padat. Untuk 12

25 berbagai jenis tanah pada umumnya, terdapat satu nilai kadar air optimum tertentu untuk mencapai berat volume kering maksimumnya. Bowles (1989) mendefinisikan 4 variabel pemadatan tanah yaitu: 1. Usaha pemadatan (energi pemadatan) 2. Jenis tanah (gradasi, kohesif atau tidak kohesif, ukuran partikel, dsb.) 3. Kadar air 4. Berat isi kering (Proctor menggunakan angka pori) Hardiyatmo (1992) menyatakan bahwa tujuan dari pemadatan tanah adalah: 1. Mempertinggi kuat geser tanah 2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas) 3. Mengurangi permeabilitas 4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainlain. Pengujian pemadatan di laboratorium dapat dilakukan dengan beberapa metode yang berbeda cara pelaksanaan pemadatannya, antara lain adalah (Sosrodarsono dan Takeda, 1976) : 1. Pemadatan tumbuk yaitu dengan menjatuhkan sebuah penumbuk di atas contoh bahan. 2. Pemadatan tekan dengan dongkrak hidrolis. 3. Pemadatan getar menggunakan daya getaran mesin vibrasi. Dari ketiga metode pengujian tersebut, yang paling luas penggunaanya dan dianggap sebagai pemadatan standar adalah metode penumbukan. Hal tersebut disebabkan karena peralatan dan pelaksanaannya cukup sederhana, namun hasilnya cukup baik. Sedangkan Harjanto (2003) menyatakan bahwa secara umum pada proses pemadatan, berat isi kering (ρ d ) maksimum akan meningkat apabila total energi pemadatannya ditingkatkan. Hal ini disebabkan peningkatan energi pemadatan dapat menghancurkan struktur tanah dan merubah posisi dari struktur tanah. Selanjutnya dengan penambahan kadar air ρ d akan mengalami penurunan. Nilai 13

26 kekuatan geser (kohesi dan sudut geser dalam) mencapai nilai maksimum sebelum berat isi kering maksimum (ρ d maks) tercapai, yaitu pada kisaran 90%- 95% dari berat isi kering maksimum pemadatan tanah pada setiap tingkat energi pemadatan yang diberikan Tanggul Tanggul merupakan salah satu jenis bendungan urugan homogen, karena semua tanggul dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Tubuh tanggul sebagaimana bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu sebagai penyangga aliran air dan sekaligus menahan rembesan air (Sosrodarsono dan Takeda, 1976). Meski tanggul merupakan bendungan paling sederhana dibandingkan bendungan tipe-tipe lainnya, tanggul sering menghadapi masalah stabilitas tubuh tanggul. Hal ini disebabkan karena hampir seluruh tubuh tanggul terletak di bawah garis rembesan (seepage line). Tubuh tanggul selalu dalam kondisi jenuh, sehingga daya dukung, kekuatan geser tanah serta sudut geser alamiahnya menurun pada tingkat yang paling rendah. Semakin rendah garis rembesan di garis rembesan di hilir tanggul, maka ketahanannya terhadap gejala kelongsoran akan meningkat dan stabilitas tanggul akan meningkat pula (Rahardjo, 1991). DPU (1986) menyatakan bahwa rembesan terjadi apabila tubuh tanggul harus mengatasi beda tinggi muka air dan jika aliran yang diakibatkannya meresap masuk ke dalam tanah di sekitar tanggul. Aliran ini mempunyai pengaruh yang merusakkan stabilitas tanggul karena terangkutnya bahan-bahan halus dapat menyebabkan erosi bawah tanah. Jika erosi bawah tanah sudah terjadi, maka terbentuk jalur rembesan antara bagian hulu dan bagian hilir tanggul. Apabila garis rembesan memotong lereng hilir suatu tanggul, maka akan terjadi aliran-aliran rembesan keluar menuju permukaan lereng tersebut dan terlihat gejala keruntuhan atau longsoran kecil pada permukaan lereng hilir (Sosrodarsono dan Takeda, 1976) DPU (1986) memaparkan dimensi tanggul adalah sebagai berikut : 1.Tinggi Tanggul 14

27 Tinggi tanggul adalah beda tinggi tegak antara puncak dan bagian bawah dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap air atau dasar zona kedap air. Apabila pada tanggul tidak terdapat dinding atau zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu mercu tanggul dengan permukaan pondasi alas tanggul tersebut. Mercu adalah bidang teratas dari suatu tanggul yang tidak dilalui oleh luapan air dari saluran. 2.Tinggi Jagaan Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum rencana air dalam saluran dengan elevasi mercu tanggul. Elevasi permukaan maksimum rencana merupakan elevasi banjir rencana saluran. Pada saat-saat tertentu air meluap melebihi tinggi rata-rata, dalam keadaan demikian yang disebut elevasi permukaan air maksimum rencana adalah elevasi yang paling tinggi yang diperkirakan akan dicapai oleh permukaan air bendung tersebut. 3. Kemiringan Lereng (Talud) Kemiringan lereng tanggul adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang garis horizontal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Kemiringan lereng dirancang sedemikian rupa tergantung pada jenis bahan, sebagaimana direkomendasikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Kemiringan lereng berdasarkan jenis bahan penyusun tanggul Bahan penyusun tanggul Kemiringan Batu Hampir tegak lurus Tanah gambut (peat), rawang (muck) ¼ : 1 Lempung teguh atau tanah berlapis beton ½ : 1 sampai 1 : 1 Tanah berlapis batu atau tanah bagi saluran yang lebar 1 : 1 Lempung kaku atau tanah bagi parit kecil 1 1/2 : 1 Tanah berlapis lepas 2 : 1 Lempung berpasir atau lempung berpori 3 : 1 Sumber : Chow (1989) 15

28 Fukuda dan Tutsui (1973) dalam Anwar (1995) menyatakan bahwa perembesan air dapat terjadi di dalam tubuh tanggul, baik secara lateral (seepage) dan secara vertikal (perkolasi), yang dipengaruhi oleh permeabilitas, porositas, tekstur, kedalaman pori, kelembaban dan muka airtanah. Perkiraan rembesan penting dalam pembangunan bendungan baik jenis urugan termasuk tanggul, maupun beton. Pada sebagian besar bendungan dapat terjadi rembesan baik melalui tubuh bendungan itu sendiri (pada jenis bendungan urugan), maupun melalui dasarnya (untuk bendungan urugan maupun beton). Apabila material dasar dan pinggirnya merupakan batuan, maka batuan tersebut biasanya disuntik dengan adukan encer (grouting) untuk mengisi retakan-retakan dan mengurangi permeabilitas. Suntikan adukan encer kadang-kadang juga digunakan untuk mengurangi permeabilitas pada bendungan yang material dasarnya berupa tanah (Bowles, 1989). Garis freatik sama dengan muka airtanah, yaitu batas paling atas dari daerah dimana rembesan berjalan, seperti terlihat pada Gambar 3 (Bowles, 1989). Garis freatik dimulai pada posisi A dan berakhir hingga B. Jarak antara titik B dan ujung tanggul bagian hilir (C) merupakan panjang zona basah (a). Rembesan air berjalan searah dengan garis freatik sehingga garis rembesan juga merupakan garis aliran (Wesley, 1973). 0,3 (AD) z D A A H ds dz dx Garis freatik B a ß E d F C Lapisan kedap air Gambar 3. Garis rembesan dalam tubuh tanggul. 16

29 Schwab et al. (1981) menyatakan bahwa garis rembesan disebut juga garis freatik (phreatic line). Garis rembesan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Permeabilitas bahan timbunan dan pondasi 2. Posisi dan aliran air di lapangan 3. Tipe dan desain tubuh tanggul 4. Penggunaan saluran pembuangan (drainage devices) untuk membuang rembesan di lereng bagian hilir. Garis ekuipotensial adalah garis-garis yang mempunyai tinggi tekanan yang sama (Hardiyatmo, 1992). Kemiringan garis ekuipotensial adalah tegak lurus terhadap garis aliran. Pada tanah yang yang homogen dapat digambarkan deretan garis ekuipotensial dan deretan garis aliran yang saling berpotongan secara tegak lurus. Gambar seperti ini disebut jaringan aliran (flow net) (Wesley, 1973). Ilustrasi jaringan aliran dalam tubuh tanggul terdapat pada Gambar 4 (Hardiyatmo, 1992). Garis aliran berpotongan tegak lurus dengan garis ekuipotensial membentuk jaringan yang jumlahnya dinyatakan dengan N f. Dua buah garis ekuipotensial membentuk interval (Δh) dengan jumlah tertentu yang dinotasikan dengan N d. Muka air hulu N f = 2,33 N d = 10 Garis aliran h h h h h h h Garis ekuipotensial h h Lapisan kedap air h Gambar 4. Jaringan aliran dalam tubuh tanggul. Bentuk umum dari suatu jaringan aliran akan ditentukan oleh kondisi batas (boundary condition) dalam sebagian besar kasus, kecuali pada titik-titik tanggul, dimana jaringan aliran dapat menentukan kondisi batas. Untuk menggambarkan 17

30 jaringan aliran, maka prosedur kerja yang dapat diikuti (Hardiyatmo, 1992) adalah: 1. Garis freatik digambarkan sesuai dengan prosedur. 2. Garis-garis ekuipotensial digambarkan pada penampang melintang tanggul dengan interval antar garis ekuipotensial (Δh) yang sama (Bowles, 1989). Δh diperoleh dengan membagi tinggi tekanan air (perbedaan elevasi antara permukaan air dalam waduk dan permukaan air di bagian hilir bendungan) dengan suatu bilangan bulat (Sosrodarsono dan Takeda, 1976). 3. Garis jaringan aliran digambarkan berdasarkan ketentuan bahwa garis ekuipotensial dan garis aliran berpotongan tegak lurus. Dunn et al. (1992) menyatakan bahwa untuk menggambarkan jaringan aliran di dalam tanggul dapat digunakan berbagai metode yang telah dikembangkan dari persamaan Laplace, di antaranya adalah : 1. Penyelesaian matematis langsung 2. Penyelesaian secara numeris 3. Penyelesaian secara analogi listrik 4. Penyelesaian secara grafis Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1976) untuk menggambarkan jaringan trayektori aliran rembesan melalui tubuh tanggul perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Trayektori aliran rembesan dengan garis ekuipotensial berpotongan secara tegak lurus, sehingga akan membentuk bidang-bidang yang mendekati bentuk bujursangkar atau persegi panjang. 2. Apabila dibagi-bagi dengan bentuk yang besar hanya mendekati bentuk bujur sangkar, akan tetapi bila dibagi-bagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, maka bentuk bujur sangkarnya akan semakin nyata. 3. Garis depresi yang berpotongan dengan bidang di bawah tekanan atmosfer (titik tertinggi tersembulnya aliran rembesan) tertera pada Gambar 5 (Sosrodarsono dan Takeda, 1976). 18

31 Garis potensial sama Ah2 Permukaan rembesan Aliran Daerah dapat ditembusi Tanah dasar pondasi yang tidak dapat ditembus A Gradien rembesan (i = h2/l) Gambar 5. Gradien rembesan 4. Pada bidang di bawah tekanan atmosfer, di mana aliran rembesan tampak dari luar, bukan merupakan trayektori aliran rembesan, karena tidak akan membentuk bidang-bidang persegi panjang dan trayektori aliran rembesan dengan permukaan tersebut tidak akan berbentuk potongan secara vertikal. 5. Titik perpotongan antara garis-garis ekuipotensial dengan garis depresi adalah nilai interval Δh. Panjang zona basah a dapat dihitung dengan rumus berikut (Bowles, 1989) d a = cos β d cos 2 2 H β sin β (1) Dimana : a = panjang zona basah, cm d = jarak antara titik asal dari garis freatik dengan ujung bawah hilir, cm H = tinggi tekan air (beda tinggi muak air hulu dan muka air hilir), m Β = sudut antara muka tanggul bagian hilir dan dasar tanggul Garis freatik merupakan parabola, sehingga dapat digunakan persamaan sederhana berikut: y = x 2... (2) untuk nilai y = y o, maka besarnya nilai K bisa ditentukan dengan rumus K = y o / x 2 o... (3) Dimana : y = jarak vertikal pada garis freatik, cm K = koefisien x = jarak horizontal pada garis freatik, cm 19

32 Untuk menggambarkan garis freatik, bisa dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut (Bowles, 1989) : 1. Beberapa jarak x i ditentukan untuk menghitung y i berdasarkan persamaan garis freatik, dengan ketentuan nilai x i x o. 2. Dari titik-titik (x i, y i ) yang diperoleh, dapat digambarkan kurva mulus (smooth) dari titik-titik tersebut. Parabola tersebut akan menyinggung muka tanggul di bagian hilir pada bagian atas dari bagian bawah (titik A) dan berangsur-angsur menjadi tegak lurus terhadap muka tanggul di bagian hulu pada garis air. Selain dengan analitis grafis, penggambaran garis aliran dapat pula dilakukan dengan pengamatan dari sebuah model di laboratorium. Selain itu juga dengan adanya program (software) komputer yang dikeluarkan oleh GEO-SLOPE tahun 2002, penggambaran garis aliran semakin mudah dilakukan Drainase dan Filter Sistem drainase sangat diperlukan untuk mengatur aliran air di dalam maupun di permukaan tanah. Sistem drainase digunakan di berbagai tempat untuk mengatasi luapan dan kandungan air yang tidak diinginkan. Air rembesan mengalir dari lapisan dengan butiran yang lebih halus menuju lapisan yang kasar, kemungkinan terangkutnya bahan butiran lebih halus lolos melewati bahan yang lebih kasar tersebut dapat terjadi. Pada waktu yang lama, proses ini mungkin akan menyumbat ruang pori di dalam bahan kasarnya atau juga dapat terjadi piping pada bagian butir halusnya. Erosi butiran mengakibatkan turunnya tahanan aliran air dan naiknya gradien hidrolis. Bila kecepatan aliran membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur turun, akan terjadi erosi butiran yang lebih besar lagi, sehingga membentuk pipa-pipa di dalam tanah yang dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan. Kondisi demikian dapat dicegah dengan pemakaian filter antara dua bahan tersebut. Jika bahan timbunan yang berupa batuan dari bendungan berhubungan langsung dengan bagian bahan bendungan yang berbutir halus maka air rembesan akan dapat mengangkut butiran halusnya. Guna mencegah bahaya ini, harus diadakan suatu lapisan filter yang diletakkan di antara bahan yang halus dan kasar 20

33 tersebut. Filter atau drainase yang dimaksudkan untuk mengendalikan rembesan harus memenuhi dua persyaratan yaitu : 1) Ukuran pori-pori harus lebih kecil untuk mencegah butir tanah terbawa aliran. 2) Permeabilitas harus cukup tinggi untuk mengizinkan kecepatan drainase yang besar dari air yang masuk filternya. Ada beberapa bentuk drainase yang dapat diterapkan dalam tanggul untuk mengatasi rembesan yang terjadi, diantaranya adalah drainase kaki dan drainase tegak. Salah satu bahan cukup baik digunakan sebagai filter adalah capiphon drain belt. Gambar 6. Model tanggul dengan saluran drainase kaki menggunakan filter berupa capiphon drain belt Gambar 7. Model tanggul dengan saluran drainase tegak menggunakan filter berupa capiphon drain belt Capiphon drain belt adalah penemuan terbaru berupa lembaran yang terbuat dari plastik. Bahan ini mempunyai daya hisap, kekuatan menahan beban dan gravitasi yang baik untuk mencegah penyumbatan dan menghasilkan debit pembuangan yang tinggi dengan memanfaatkan sistem kapilarisasi. Karakteristik dari capiphon ini adalah didesain dengan memanfaatkan gaya gravitasi untuk memisahkan air dengan partikel-partikel lainnya, tahan terhadap beban yang berat, daya serap yang tinggi, tidak memerlukan agregat filter, fleksibel mengikuti kontur tanah, mudah disimpan dan lebih ekonomis. Capiphon juga dapat 21

34 digunakan untuk pencegahan terhadap tanah longsor dan erosi pantai, drainase pondasi, water proofing, drainase dalam tanah, proteksi lingkungan, irigasi untuk pertanian dan perkebunan serta pembuangan buatan air bawah tanah. Gambar 8. Sistem kapilarisasi pada capiphon drain belt (Setyowati, 2006) Program GEO-SLOPE Program GEO-SLOPE dibuat oleh sebuah perusahaan yang bernama GEO- SLOPE International, ltd. yang berada di Kanada. GEO-SLOPE International berdiri sejak GEO-SLOPE adalah suatu program yang digunakan pada bidang geoteknik dan modelling geo-environtment. Program GEO-SLOPE terdiri dari SLOPE/W, SEEP/W, SIGMA/W, QUAKE/W, TEMP/W, dan CTRAN/W yang saling berhubungan sehingga dapat digunakan untuk menganalisis berbagai jenis permasalahan dengan jenis program yang sesuai untuk setiap jenis masalah yang berbeda ( Pengertian untuk tiap program tersebut adalah sebagai berikut: 1. SLOPE/W adalah suatu software untuk menghitung faktor keamanan dan stabilitas lereng. 2. SEEP/W adalah suatu software untuk meneliti rembesan bawah tanah. 3. SIGMA/W adalah suatu software untuk menganalisis tekanan geoteknik dan masalah deformasi. 4. QUAKE/W adalah suatu software untuk menganalisis gempa bumi yang berpengaruh terehadap perilaku tanggul, lahan, kemiringan lereng, dll. 5. TEMP/W adalah suatu software untuk menganalisis masalah geotermal. 6. CTRAN/W adalah suatu software yang dapat digunakan bersama dengan SEEP/W untuk model pengangkutan zat-zat pencemar. 22

35 SEEP/W dapat diaplikasikan dalam bidang geoteknik, sipil, hidrogeologika dan proyek pembangunan tambang. SEEP/W bekerja menganalisa rembesan air dalam tanah dan tekanan air rembesan, pada material yang menyerap air misalnya tanah. Program SEEP/W mampu memecahkan hampir semua masalah yang berhubungan dengan air tanah, termasuk: 1. Penghilangan tekanan air pori setelah kondisi waduk drawdown (muka air surut tiba-tiba) 2. Jumlah rembesan yang mengalir pada penggalian 3. Drawdown dari suatu permukaan air di bawah tanah dalam kaitannya dengan pemompaan dari suatu akuifer. 4. Pengaruh dari saluran di bawah permukaan tanah dan sumur-sumur injeksi (injection wells). Adapun keistimewaan lain yang dimiliki oleh program SEEP/W diantaranya adalah 1. Jenis analisa meliputi kondisi aliran steady state (mantap), aliran transient (tidak mantap), aliran 2D dan aliran 3D. 2. Jenis boundary conditions (kondisi batas) meliputi total head, pressure head dan lain sebagainya. Kondisi batas dapat diatur dan dibatalkan untuk mengetahui kondisi bentuk rembesan. 3. Volume air dan fungsi konduktifitas dapat diperkirakan dari parameter dasar dan fungsi grain size (ukuran butiran). 4. Dapat melakukan penggambaran aliran air 5. Membatalkan dan mengulangi perintah-perintah pada program SEEP/W. Dari akhir penggunaan program SEEP/W dapat diketahui arah/ vektor aliran, garis rembesan, pola aliran air (flow net), debit rembesan dan lain sebagainya (Suherlan, 2005). 23

36 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah serta Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima bulan, dari bulan April hingga Agustus Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Contoh tanah jenis Oxisol yang berasal dari lahan percobaan Leuwikopo, Darmaga, Bogor. b. Bahan untuk membuat kotak model, yaitu acrylic, lem, pipa, selang, kran, capiphon, besi siku dan bambu penahan. c. Air 2. Alat a. Sensor kadar air yang terdiri atas gypsum block, potensiometer dan rangkaiannya. b. Saringan berukuran mesh 4760 µm c. Penumbuk tanah (rammer) d. Wadah/ember i. Pelantak e. Gelas ukur j. Cangkul f. Timbangan k. Kotak tumbuk manual g. Oven dan desikator l. Stopwatch h. Sendok pengaduk m. Ring sampel 3.3. Metode Penelitian ini dirancang berdasarkan penelitian sebelumnya, tetapi berbeda perlakuan dengan dipasangnya sistem drainase tegak menggunakan capiphon drain belt. Tahap-tahap penelitian disajikan pada Gambar 9. 24

37 mulai Pembuatan kotak model tanggul Pengambilan contoh tanah lalu dianginkan Pengayakan tanah menggunakan saringan dengan ukuran mesh 4760μm Tanah disemprot air sampai kadar airtanah optimum Pembuatan sensor kadar air Uji tumbuk manual RC>90 tidak Kalibrasi sensor kadar air ya Pembuatan model tanggul (dengan dan tanpa sistem drainase) Dan pemasangan sensor kadar air Model tanggul dialiri air Pengukuran kadar air, debit pada outlet dan spillway, pengamatan rembesan Dimensi model tanggul Pembongkaran model tanggul Uji permeabilitas Analisis grafis Program Geo-Slope Pengamatan Jaringan aliran Pola rembesan dan Panjang zona basah Gambar 9. Diagram alir penelitian. 25

38 1. Pengambilan Contoh Tanah Sebagai bahan untuk membuat model tanggul digunakan contoh tanah tidak utuh (terganggu). Contoh tanah ini diambil dengan cangkul pada kedalaman cm, Tanah kemudian dikeringkan dengan cara dianginkan untuk mengurangi kadar airnya sehingga memudahkan dalam pengayakan. Tanah yang kering selanjutnya disaring menggunakan saringan dengan ukuran mesh 4760µm sesuai dengan persyaratan uji pemadatan standar JIS A Pengukuran Kadar Air Pengukuran kadar air pada contoh tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode gravimetrik basis kering. Kadar air merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering. Kadar air dihitung dengan persamaan 4 (Kalsim dan Sapei, 1992) : ma w = mb mb mc x100 % (4) Dimana : w = kadar airtanah (%) ma = berat tanah basah dan wadah (g) mb = berat tanah kering oven dan wadah (g) mc = berat wadah (g) Selain kadar air dari contoh tanah yang digunakan pada uji tumbuk manual, kadar air dari model tanggul yang sudah terbentuk juga perlu diketahui. Hal ini untuk mengetahui tingkat perembesan dan pola penyebaran air dalam tubuh model tanggul. Kadar air diukur dengan menggunakan pengukur (sensor) yang bekerja berdasarkan besarnya tahanan listrik. Sebelum digunakan, alat pengukur (sensor) kadar air ini harus dikalibrasi terlebih dahulu. Pada sensor ini digunakan blok tahanan berupa dua buah elektroda yang dibungkus dengan gypsum block (CaSO 4 ) dan kemuadian ditanam di dalam tanah. Besarnya tahanan listrik yang terukur melalui sensor tergantung dari jumlah air yang diserap gipsum tersebut. Dengan mengkalibrasi tahanan terhadap kelembaban maka jumlah air yang terdapat pada tanah dapat diketahui (Hakim, et al.,1986). 26

39 Sensor yang digunakan terbuat dari elektroda yang dibungkus gypsum mempunyai diameter 1,5 cm, tinggi 2 cm, dan diameter elektroda 1 mm. Kalibrasi sensor dilakukan dengan cara menanam sensor pada tanah yang ada dalam wadah plastik, kemudian dihubungkan pada sebuah rangkaian elektronik yang digunakan untuk mengukur tahanan listrik. Nilai kadar air yang berbeda diperoleh dengan menyemprotkan air pada tanah di dalam wadah plastik dan didiamkan selama 24 jam. Kalibrasi dilakukan dengan melihat hubungan antara angka yang diperagakan pada alat ukur (amperemeter) dengan kadar airtanah yang diukur secara gravimetrik. Pada setiap pembacaan arus, wadah plastik ditimbang (Ww total) dengan sensor (Wsensor) dan gelas (Wgelas). Tanah dalam gelas dibiarkan menguap pada suhu ruang (± 27 0 C) selama 24 jam untuik mendapatkan nilai kadar air yang berbeda. Setelah beberapa kali pengambilan nilai kadar air dan arus, tanah dalam wadah (W wadah) dikeringkan untuk mendapatkan nilai berat tanah kering (W kering). Nilai kadar air ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Latif, 2004): ω = ( Wwtotal Wgelas Wsensor) ( W ker ing Wwadah) W ker ing Wwadah Dimana ω : Kadar air (%) x 100%... (5) Wwtotal W gelas W sensor W kering W wadah : Berat total tanah dalam gelas (g) : Berat gelas (g) : Berat sensor (g) : Berat tanah kering oven + wadah (g) : Berat wadah (g) Besarnya nilai resistansi dari tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Suherman, 2004): Ω = I V... (6) Dimana Ω : Resistansi (k Ohm) V I : Potensial listrik (volt) : Arus listrik (mikro ampere) 27

40 3. Pengujian Konsistensi Tanah Pengujian konsistensi tanah terdiri dari dua jenis pengujian yaitu: penentuan batas cair, batas plastis dan indeks plastisitas. Atterberg (1911) dalam Hardiyatmo (1992) memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya. a. Batas Cair (Liquid Limit) Batas cair (LL) adalah batas atas dari rentang kadar air dimana tanah masih bersifat plastis atau dapat dikatakan sebagai batas atas dari daerah plastis. Batas cair biasanya ditentukan dari pengujian Cassagrande. Metode pengukuran yang digunakn merupakan standar JIS A Peralatan yang digunakan disebut LL Device Grooving Tools. b. Batas Plastis (Plastic Limit) Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air di mana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai retak-retak bila digulung. Metode yang digunakan adalah metode standar JIS A (1978). c. Indeks Plastisitas (Plasticity Indeks) Indeks Plastisitas (IP) adalah selisih dari batas cair dan batas plastis : PI = LL PL... (7) Dimana : PI = Indeks Plastisitas LL = Liquid Limit (batas cair), satuan % PL = Plastic Limit (batas plastis), satuan % Jika tanah mempunyai kadar interval air daerah plastis yang kecil, maka disebut tanah kurus. Sebaliknya, jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Nilai-nilai batas cair dan palastis yang diperoleh diplotkan dalam grafik plastisitas untuk mengetahui klasifikasi tanah yang diuji. Klasifikasi tanah yang digunakan adalah sistem klasifikasi tanah Unified (Unified Soil Classification System). d. Pengukuran Berat Isi (Bulk Density) Berat isi (bulk density) dari tanah tergantung pada kadar airnya. Pengukuran berat isi dilakukan pada contoh tanah utuh di mana berat isi 28

41 merupakan berat tanah kering oven yang terdapat dalam volume tanah utuh. Perhitungannya menggunakan persamaan berikut : ρ w = W tb V... (8) W ρ tk d = V Dimana : atau ρ d = 100ρ w (100 + w) ρ w = Berat isi basah (g/cm 3 ) ρ d = Berat isi kering (g/cm 3 ) W tb = Berat tanah basah ( g) W tk = Berat tanah kering oven (g) V = Volume tanah (cm 3 ) w = kadar air (%)... (9) Pada uji pemadatan, nilai berat isi kering maksimum dari beberapa selang kadar air merupakan tingkat kepadatan maksimum dari suatu tingkat pemadatan. Sedangkan kadar air pada berat isi maksimum tersebut merupakan kadar air optimum dari suatu pemadatan. e. Permeabilitas Permeabilitas merupakan kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium yang berpori (Bowles, 1989). Pengujian permeabilitas menggunakan metode falling head. Untuk mendapatkan koefisien permeabilitas tanah dengan metode ini digunakan persamaan berikut (Kalsim dan Sapei, 1992) : K r a * l h = 2,3* log A* T h 1... (10) 2 Dimana : K r = koefisien permeabilitas tanah pada T o C a = luas permukaan pipa gelas (cm 2 ) l = panjang contoh tanah (cm) A = luas permukaan contoh tanah (cm 2 ) 29

42 T = waktu (detik) h 1 = tinggi miniskus atas (cm) h 2 = tinggi miniskus bawah (cm) f. Porositas Porositas (n) adalah bagian dari volume tanah yang diisi oleh pori-pori dan didefinisikan sebagai (Kalsim dan Sapei, 1992) : n = V v / V... (11) Nisbah antara volume pori-pori (void) dengan bahan padatan disebut dengan nisbah void (e), dan dinyatakan sebagai: e = V v / V s...(12) Dimana: V v = V w +V a n = porositas e = angka pori V = volume total contoh tanah (cm 3 ) V v = volume pori (cm 3 ) V s = volume butiran padatan (cm 3 ) V w = volume air di dalam pori (cm 3 ) V a = volume udara di dalam pori (cm 3 ) 4. Uji tumbuk manual Pada dasarnya pemadatan adalah usaha sebanyak mungkin mengeluarkan udara dari celah-celah di antara butiran-butiran tanah, agar dapat dicapai tingkat kerapatan butiran-butiran bahan tanah yang semaksimal mungkin (Sosrodarsono dan Takeda, 1976). Uji tumbuk manual dilaksanakan untuk menentukan nilai ρ d dari pemadatan di lapangan, yaitu pada proses pemadatan tanggul. Nilai ρ d dihitung dengan persamaan 4 berdasarkan kepadatan relatif (RC) yang didefinisikan sebagai berikut (Bowles, 1989): Berat isi kering di lapangan RC = x 100 %... (13) Berat isi kering maks percobaan di laboratorium Uji tumbuk manual ini dilakukan untuk mendapatkan ratio compaction (RC) > 90 %. Tanah dipadatkan dengan menggunakan alat tumbuk manual yang 30

43 mempunyai berat, tinggi jatuh, jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan energi serta frekuensi penumbukan yang telah diperhitungkan sehingga jumlah tumbukan (besarnya energi yang diberikan) akan menunjukkan kepadatan maksimum dan kadar air optimum bahan tersebut. Uji pemadatan maksimum dilakukan dengan uji Proctor sebagai uji standar. Dari uji ini diperoleh kadar air optimum (OMC) dan berat isi kering maksimum (ρ dmaks ). Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji Proktor, karena untuk uji pemadatan digunakan hasil penelitian Sumarno (2003) yang menyatakan kadar air optimum sebesar 33,50% dengan berat isi kering maksimum sebesar 1,30 g/cm 3. Kedua nilai ini merupakan nilai uji pemadatan standar sebagai acuan untuk melakukan pemadatan, baik pada uji pemadatan di laboratorium (uji tumbuk manual) maupun pada proses pemadatan tanggul di lapangan, pada penelitian ini. Jumlah energi yang diberikan saat melakukan pemadatan bahan tanah dihitung dengan persamaan (Proctor, 1933 dalam Bowles, 1989): WxHxNxLxg CE = (14) V dengan : CE = jumlah energi pemadatan (kj/m 3 ) W = berat rammer (kg) H = tinggi jatuhan rammer (m) L = jumlah lapisan V = volume cetakan (m 3 ) g = gravitasi (m/dtk 2 ) N = jumlah tumbukan pada setiap lapisan Spesifikasi peralatan uji tumbuk manual disajikan pada Tabel 5, sedangkan bentuk peralatannya seperti pada Gambar 10. Tabel 5. Spesifikasi peralatan uji tumbuk manual Spesifikasi Nilai Berat Rammer (kg) 2,115 Tinggi jatuh (cm) 20,00 Saringan (μm) 4760,00 Kotak Tumbuk Panjang (cm) 40,00 Lebar (cm) 30,00 Tinggi (cm) 7,50 31

44 a b Gambar 10. Kotak tumbuk manual (a) dan penumbuk (rammer) (b) Perhitungan untuk pemadatan tanah meliputi (Sapei, et al.,1990) : Berat isi basah (ρ t ) ( m m ) 2 1 ρ t = v... (15) Berat isi kering (ρ d ) 100ρ t ρd = 100+ w... (16) Berat isi jenuh (ρ dsat ) ρ dsat ρw = 1/ Gs+ w/ (17) Dimana : m 1 = berat cetakan dan piringan dasar (kg) m 2 = berat tanah padat, cetakan dan piringan dasar (kg) v = kapasitas cetakan (cm 3 ) Gs = berat jenis W = kadar air (%) ρ w = berat jenis air (kg/cm 3 ) 5. Tanggul Tanggul dibuat di dalam sebuah kotak yang terbuat dari bahan acrylic dengan kerangka besi siku. Kotak model dilengkapi dengan inlet, spillway sebagai pengontrol ketinggian air, outlet untuk pembuangan rembesan air dan saluran drainase tegak. Ukuran kotak model tanggul berdasarkan ukuran tanggul yang 32

45 direncanakan dengan skala 1:12. Kotak model tanggul yang digunakan berukuran panjang 150 cm, lebar 50 cm dan tinggi 30 cm (Gambar 11) INLET TANGGUL SPILLWAY (KONTROL h) SENSOR Gambar 11. Skema tubuh model tanggul tanpa drainase Tinggi rencana tanggul (H d ) merupakan jumlah tinggi muka air rencana (H) dan tinggi jagaan (H f ). Ketinggian tersebut termasuk penyesuaian untuk kemungkinan penurunan tanah (H s ), yang tergantung pada pondasi dan bahan yang akan dipakai dalam pembangunan tanggul. Tinggi muka air rencana yang sebenarnya didasarkan pada profil permukaan air. Tinggi jagaan (H f ) merupakan nilai penyesuaian yang ditambahkan untuk tinggi muka air yang diambil, termasuk tinggi gelombang. Tinggi minimum biasanya diambil 0,60 m (DPU, 1986). caphiphon drain belt Gambar 12. Penampang melintang model tanggul dengan drainase tegak 33

46 Pada ukuran sebenarnya, untuk tanggul yang direncanakan guna mengontrol kedalaman air kurang dari 1,5 m, lebar atas minimum tanggul dapat diambil 1,5 m. Jika kedalaman air yang akan dikontrol lebih besar dari 1,5 m, maka lebar atas minimum biasanya 3 m. Lebar atas diambil sekurang-kurangnya 3 m jika tanggul dipakai untuk pemeliharaan saluran. Tanah dipadatkan menggunakan rammer dengan jumlah tumbukan, jumlah lapisan dan tinggi jatuhan berdasarkan uji tumbuk manual. Jumlah tumbukan tiap lapisan didapatkan dengan dengan persamaan berikut : Luas lapisan model ke - n N model = x N box... (18) Luas lapisan box dengan : N model N box = Jumlah tumbukan pada model tanggul = Jumlah tumbukan pada uji tumbuk manual Tanggul pada penelitian ini merupakan model dengan skala 1:12 geometrically similar, yaitu mempunyai skala horizontal dan vertikal yang bernilai sama. Nilai 1: 12 diambil dengan pertimbangan untuk memudahkan dalam penentuan dan perhitungan dimensi model.model tanggul dibuat dalam kotak model tanggul dengan ukuran seperti pada Tabel 6. Pada tabel tersebut disajikan ukuran tanggul yang sebenarnya di lapangan dan ukuran model tanggul yang digunakan untuk penelitian. Kotak model tanggul seperti pada Gambar 13, terbuat dari bahan acrylic berkerangka besi. Pondasi kotak model terbuat dari bambu. Gambar 13. Kotak model tanggul. 34

47 Tabel 6. Dimensi dari tanggul di lapangan dan model tanggul Spesifikasi Sebenarnya (cm) Dimensi Model (cm) Tinggi muka air (H) ,5 Tinggi jagaan (H f ) 60 5,0 Tinggi tanggul (H d ) ,5 Lebar puncak atas/mercu (B) ,5 Lebar bagian bawah tanggul (L) ,0 Tinggi muka air dari dasar tanggul (H p ) ,0 Kemiringan 1 : 3 1 : 3 Dimensi tanggul ditentukan berdasarkan kriteria yang disebutkan oleh DPU (1986). Menurut kriteria kemiringan talud pada Tabel 7, tanggul dengan bahan tanah oxisol kelas MH atau OH menggunakan selang kemiringan talud antara 1 : 2,5 sampai 1 : 3,5. Sedangkan skala yang digunakan dalam pembuatan tanggul pada penelitian ini adalah 1:3 dengan pertimbangan untuk memudahkan perhitungan. Selain itu, kemiringan talud ini sudah cukup aman pada selang tersebut. Lebar bawah tanggul dihitung berdasarkan kemiringan talud dan lebar atas. Sehingga lebar bawah tanggul adalah jumlah lebar atas dan dua kali tinggi tanggul yang dikalikan dengan talud. Tabel 7. Nilai-nilai kemiringan talud yang dianjurkan untuk tanggul tanah homogen Klasifikasi tanah *) Kemiringan sungai Kemiringan talud tanah GW, GP, SW, SP Lulus air, tidak dianjurkan GC, GM, SC, SM 1 : 2,5 1 : 2,0 CL, ML 1 : 3,0 1 : 2,5 CH, MH 1 : 3,5 1 : 2,5 Sumber : DPU (1986) Keterangan : *) Menurut The Unified Soil Classification System G: Gravel W: Well graded H: High liquid limit S: Sand P: Poor graded M: Medium silt C: Clay L: Low liquid limit 35

48 Jumlah tumbukan yang akan diberikan di tiap lapisan pada model tanggul disajikan pada Tabel 8. Kemiringan talud dibuat mengacu pada nilai-nilai ini dianjurkan untuk tanah homogen pada pondasi stabil untuk tanggul yang tingginya kurang dari 5 m. Tabel 8. Jumlah tumbukan dan berat tanah pada tiap lapisan Lapisan Luas lapisan Jumlah Berat tanah (cm 2 ) tumbukan (g) x 50 = x 50 = x 50 = x 50 = x 50 = x 50 = x 50 = x 50 = Total Pada model tanggul dengan menggunakan filter dipasang 12 sensor, sedangkan untuk model tanggul tanpa menggunakan filter dipasang 25 sensor. Sensor yang dipasang pada lapisan tanah ke 2, 4, 6 dan ke 8. Jumlah sensor yang dipasang pada tiap lapisan tergantung dengan luas tiap lapisan model tanggul, dan jarak antar sensor pada lapisan yang sama yaitu 2.5 cm. Jumlah letak sensor pada tiap lapisan dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan gambar selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Tabel 9. Letak dan jumlah sensor pada model tanggul Jumlah sensor (unit) Lapisan Jarak dari dasar ke Tanpa sistem Dengan sistem tanggul (cm) drainase drainase 2 2, , , ,5 2 1 Jumlah

49 Setelah air merembes ke dalam tubuh tanggul, maka panjang zona basah a dapat dihitung dengan rumus persamaan (1), penentuan garis freatik dengan persamaan (2), serta nilai K dengan persamaan (3). Penggambaran garis freatik kemudian dilakukan dengan analisis grafis, pengamatan langsung pada model tanggul, dan dengan menggunakan program Geo-Slope. 6. Drainase Air rembesan yang mengalir dalam waktu yang lama mungkin akan menyumbat ruang pori di dalam bahan kasar struktur tanah atau juga dapat terjadi piping pada bagian butir halus tanah. Erosi butiran mengakibatkan turunnya tahanan aliran air dan naiknya gradien hidrolis. Bila kecepatan aliran membesar akibat pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur turun, maka akan terjadi erosi butiran yang lebih besar lagi, sehingga membentuk pipa-pipa di dalam tanah yang akhirnya dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan. Kondisi demikian dapat dicegah dengan pemakaian filter antara dua bahan tersebut. Filter atau drainase yang dimaksudkan untuk mengendalikan rembesan. Bahan yang digunakan sebagai filter adalah caphiphon yang terbuat dari bahan dasar karet yang elastis dan memiliki bentuk khusus pada bagian atasnya (Gambar 14). Filter (caphiphon) diletakkan tegak di bagian tengah model tanggul (Gambar 15). Gambar 14. Bahan filter caphiphon 37

50 Gambar 15. Peletakan caphiphon 38

51 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah. Beberapa sifat fisik tanah Oxisol Darmaga, Bogor pada kedalaman 20 sampai 40 cm dapat diketahui dari hasil penelitian Herlina (2003) dimana lokasi pengambilan tanah pada kedua penelitian ini sama. Sifat-sifat tanah yang diasumsikan belum berubah dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sifat fisik tanah Oxisol Darmaga, Bogor. Sifat fisik Nilai Berat isi kering (g/cm 3 ) 1,30 Liat (%) 62,13 Fraksi Debu (%) 12,94 Pasir (%) 24,93 Batas cair (%) 61,42 Batas plastis (%) 41,36 Indeks plastisitas (%) 20,06 Berat jenis partikel tanah (%) 2,64 Angka pori 0,61 Porositas 1,55 Potensial air tanah, pf 2,59 Kadar air optimum (%) 33,5 Sumber: Herlina (2003). Klasifikasi tanah ditentukan dengan menggunakan sistem Unified yang didasarkan pada analisa konsistensi tanah. Hasil analisa menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki nilai batas cair (LL) 61,42 % dan indeks plastisitas (PI) 20,06 %. Kemudian nilai-nilai batas cair dan indeks plastisitas diplotkan ke dalam grafik plastisitas pada Gambar 1 sehingga didapatkan hasil berupa titik di bawah garis A pada daerah MH. Daerah MH menunjukkan bahwa klasifikasi tanah tersebut adalah lanau anorganik plastisitas tinggi. 39

52 a. Pemeabilitas Nilai koefisien permeabilitas yang diperoleh merupakan rata-rata dari tiga kali ulangan percobaan yang dilakukan dengan metode falling head. Besarnya nilai koefisien permeabilitas juga dipengaruhi oleh porositas dan angka pori tanah. Semakin besar porositas dan angka pori maka semakin besar pula koefisien permeabilitasnya (Sumarno, 2003). Pengukuran permeabilitas tanah yang dilakukan pada contoh tanah yang diambil dari tubuh tanggul setelah pangaliran sebesar 2,48 x 10-6 cm/detik (0,0083 cm/jam). Nilai permeabilitas yang didapat pada penelitian kali ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Suherlan dkk, 2004) yaitu 2,57x10-6 cm/detik, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tekanan pamadatan yang dilakukan sebesar 138,27 kj/m 3 dan kepadatan relatif (RC) yang dilakukan ditambah menjadi 92,45 %. Berdasarkan klasifikasi permeabilitas menurut Sitorus (1980) dalam Sumarno (2003), yang ditunjukkan pada Tabel 1, tanah Oxisol yang digunakan untuk pembuatan tubuh tanggul termasuk ke dalam kelas permeabilitas sangat rendah yaitu kurang dari 0,125 cm/jam. Tanah Oxisol yang dipergunakan pada pembuatan model tanggul memiliki komposisi fraksi liat yang cukup besar (62,13 %). b. Pengukuran Kadar Air Pengukuran kadar air yang dilakukan menggunakan metode basis kering dengan menggunakan 3 sampel pada setiap pengukurannya. Dari pengukuran ini didapatkan nilai kadar air rata-rata uji tumbuk manual 33,49%. Hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran Uji Tumbuk Manual Uji tumbuk manual dilaksanakan di laboratorium dengan alat dan energi pemadatan tertentu. Alat yang digunakan dalam uji tumbuk manual maupun proses pemadatan tanggul ini adalah penumbuk (rammer) yang terbuat dari kayu. Pada proses uji tumbuk manual dipergunakan cetakan dengan ukuran yang telah disesuaikan dengan rammer buatan. Spesifikasi pemadatan pada Tabel 11 diperoleh dari pengujian yang dilaksanakan dengan variasi jumlah tumbukan untuk mendapatkan nilai kadar air 40

53 yang mendekati optimum dan berat isi kering yang mendekati maksimum dari hasil pengujian standar. Berat isi kering dihitung berdasarkan persamaan (15), sedangkan kadar air diteliti kembali dengan persamaan (4). Tabel 11. Spesifikasi uji tumbuk manual Spesifikasi Uji tumbuk manual Berat rammer (kg) 2,115 Tinggi jatuh rammer (m) 0,2 Volume cetakan (m 3 ) 0,009 Ukuran mesh saringan tanah (μm) 4760 Jumlah tumbukan (kali) 100 Jumlah lapisan 3 Energi pemadatan (CE) (kj/m 3 ) 138,27 Berat isi kering (ρ d )(gr/cm 3 ) 1,24 Uji tumbuk manual dilakukan 3 ulangan dengan 3 lapisan tanah pada setiap ulangan dan jumlah tumbukan yang berbeda seperti terlihat pada Tabel 12. Dari hasil uji tumbuk manual didapatkan nilai energi pemadatan sebesar kj/m 3 dan RC % dengan jumlah tumbukan 100. Untuk mendapatkan nilai RC yang besar maka dibutuhkan energi pemadatan yang besar dan tingkat energi pemadatan yang besar akan meningkatkan nilai berat isi keringnya. Jumlah tumbukan yang didapatkan akan dijadikan pembanding dalam menghitung jumlah tumbukan yang akan diberikan pada model tanggul dengan menggunakan persamaan (14). Tabel 12. Hasil pengujian tumbuk manual Jumlah Tinggi m No box m tanah+box ρ t ρ d RC tumbukan jatuh (cm) (g) (g) (g/cm 3 ) (g/cm 3 ) (%) ,26 0,95 72, ,55 1,16 89, ,60 1,24 92,45 Lee dan Singh (1971) dalam Bowles (1989) menyebutkan bahwa kepadatan relatif yang bersesuaian dengan kerapatan relatif nol adalah 80 % sehingga kepadatan relatif tidak akan pernah kurang dari 80 %. Kepadatan relatif merupakan tolok ukur angka pori di lapangan yang dinyatakan dalam berat isi maksimum (ρ d maks ), minimum (ρ d min ) dan di lapangan (ρ dn ) sebagai: 41

54 Dr ρ dmaks = x ρ dn ρ ρ ρ dn d min... (19) dmaks ρ d min Setelah diperoleh hasil uji tumbuk manual, maka dibuatlah model tanggul dengan pemadatan. Perlakuan pemadatan sama dengan perlakuan uji tumbuk manual dengan rata-rata tumbukan per lapisan sebanyak 323 kali dan jumlah lapisan ada 8. Setelah tanggul terbentuk dalam kotak, air dialirkan Pengaliran Air Pada Kotak Model Debit aliran air yang diberikan pada model tanggul adalah m 3 /detik. Selama pengaliran dilakukan pengambilan foto pada model tanggul setiap 6 menit Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 7 untuk pengaliran model tanggul tanpa capiphon drain belt dan Lampiran 8 untuk pengaliran model menggunakan capiphon drain belt. Pengaliran dihentikan apabila debit outlet konstan. Pada model tanggul debit oulet konstan sebesar 1, m 3 /detik. Pada model dengan drainase, debit puncak outlet sebesar 1, m 3 /detik dicapai pada waktu ke-13 atau 26 menit setelah air keluar dari outlet. Secara lebih jelas perubahan debit oulet pada model tanggul disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 16. Tabel 13. Debit pada outlet model tanggul dengan drainase Q (10-6 m 3 /detik) Pengukuran ke- Waktu ke- (menit) Waktu untuk mengisi gelas ukur 150 ml (detik) 0,43 1 1,0 350,00 1,12 2 6,2 133,94 1,25 3 8,1 120,34 1, ,0 115,90 1, ,1 110,90 1, ,0 101,31 1, ,3 93,15 1, ,6 92,23 1, ,0 89,59 1, ,6 87,97 1, ,2 86,66 1, ,5 85,56 1, ,0 81,25 1, ,2 80,58 1, ,4 81,18 1, ,6 81,25 1, ,8 81,28 1, ,0 81,34 1, ,0 81,34 1, ,0 81,34 1, ,0 81,34 42

55 debit (10-6 m 3 /dtk) 2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0, Pengukuran ke- Gambar 16. Perubahan debit pada outlet model tanggul Pengukuran debit dengan cara menampung air yang keluar pada outlet model tanggul dengan gelas ukur berukuran 150 ml dilakukan sebanyak 21 ulangan. Pada ulangan ke-18 atau 36 menit setelah air keluar melalui outlet dan pengukuran selanjutnya dibutuhkan waktu 81,34 detik untuk memenuhi gelas ukur. Ini berarti laju air rembesan melalui outlet telah konstan setelah 36 menit. Pengukuran debit pada spillway juga dilakukan untuk menggambarkan kemantapan aliran, dimana debit spillway merupakan selisih antara debit inlet dan debit rembesan (outlet). Tabel 14. Debit pada spillway model tanggul dengan drainase Pengukuran ke- Waktu ke- (menit) Waktu untuk mengisi gelas ukur 2000 ml (detik) Q (10-6 m 3 /detik) ,0 46, ,6 45, ,8 46, ,2 48, ,7 47, ,1 48, ,2 47,39 43

56 Dari hasil pengujian falling head didapatkan nilai permeabilitas model tanggul sebesar 2,48x10-6 cm/detik. Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya maka terdapat perbedaan laju permeabilitas. Perbedaan ini salah satunya dapat disebabkan oleh perbedaan nilai kepadatan tanah (RC) yang digunakan (Tabel 15). Tabel 15. Hubungan nilai RC dan permeabilitas No RC (%) Permeabilitas (cm/detik) 1* 91,44 2,57 x ** 95,40 2,31 x ,45 2,48 x 10-6 Ket : * Suherman (2004) ** Azizah (2005) Pada Tabel 15, perbedaan nilai RC pada penelitian Suherman dan Azizah disebabkan oleh perbedaan jumlah tumbukan yang dilakukan pada uji tumbuk manual, sedangkan spesifikasi alat yang digunakan tidak berbeda. Pada penelitian Suherman(2004) jumlah tumbukan pada uji tumbuk manual sebanyak 75 kali, sedangkan pada penelitian Azizah (2005) jumlah tumbukan 100 kali. Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 ini alat dan jumlah tumbukan uji tumbuk manual sama dengan penelitian Azizah, tetapi berat alat penumbuk (rammer) yang digunakan berbeda Garis Freatik dan Jaringan Aliran a. Pengamatan terhadap model tanggul di laboratorium. Pengamatan langsung terhadap model tanggul mempermudah dalam mempelajari teori garis aliran pada tubuh tanggul. Melalui pengamatan ini dapat dilihat secara langsung bagaimana proses perembesan air yang terjadi di dalam tubuh tanggul. Dengan adanya proses perembesan air secara visual ini maka dapat dibandingkan hasilnya dengan teori yang sudah ada. Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan model ini yaitu dapat menggambarkan batas atas dari rembesan sehingga garis aliran yang terjadi dapat diperoleh secara lebih tepat untuk menggambarkan kondisi sesungguhnya di lapangan (Jumikis, 1962). Hal ini disebabkan adanya kemungkinan beberapa kondisi batas pada tanggul di lapangan 44

57 yang tidak dapat diperhitungkan dalam teori, sehingga menyebabkan perbedaan hasil antara teori dan kondisi di lapangan. Dari kelima ulangan menggunakan spesifikasi pemadatan yang sama. Nilai 138,27 kj/m 3 merupakan nilai uji tumbuk diperoleh dengan acuan dari pemadatan standar pada penelitian Sumarno (2003). Jumlah tumbukkan rata-rata pada pemadatan merupakan konversi dari jumlah tumbukan rata-rata pada uji tumbuk manual berdasarkan perbandingan antara luas dengan permukaan rata-rata pada uji tumbuk dengan luas permukaan rata-rata pada model tanggul. Proses pemadatan yang dilakukan pada pembuatan model tanggul tidak terlalu mengalami kesulitan. Pemadatan yang dilakukan sesuai dengan nilai sifat fisik yang sudah didapatkan berdasarkan hasil penelitian Herlina (2003). Adapun nilai permeabilitas yang didapatkan dari hasil pengukuran model tanggul rata-rata yaitu 2,48 x 10-6 cm/detik. Nilai permeabilitas yang didapatkan lebih kecil dari nilai permeabilitas hasil penelitian sebelumnya yaitu 2,57x 10-6 cm/detik (Suherlan, 2005). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tekanan pamadatan yang dilakukan sebesar 138,27 kj/m 3 dan kepadatan relatif (RC) yang dilakukan ditambah menjadi 92,45%. Penentuan nilai potensial air tanah (pf) dilakukan dengan konversi persamaan grafik hubungan antara kadar air dengan pf dari penelitian Herlina (2003). Dari konversi tersebut dapat diperoleh nilai pf sebesar 2,59 pada kadar air 33,5 %. Kadar air ini merupakan kadar air optimum dan pf dipengaruhi oleh kadar air (Herlina, 2003). Semakin jenuh tanah, maka nilai pf akan semakin rendah, tanpa terpengaruh oleh berat isi kering atau kepadatan tanah. Proses pemadatan yang dilakukan pada waktu membuat model tanggul dilakukan sesuai dengan teori yang sudah ada yaitu menggunakan RC diatas 90 %. Nilai RC yang digunakan pada pemadatan tanggul ini adalah 92,45%. Adapun jumlah tumbukan yang dilakukan pada tiap lapisan tanggul dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai RC dan jumlah tumbukan pada penelitian kali ini berbeda dari penelitian sebelumnya baik pada penelitian Latif (2004) yang menggunakan RC 69,4%, Suherlan (2004) yang menggunakan RC 91,4%, dan Azizah (2005) dengan RC 95,4%. 45

58 Pada model tanggul dengan menggunakan drainase tegak berbahan capiphon tidak terbentuk zona basah di lereng hilir karena air mengalir melalui saluran drainase langsung menuju ke outlet, sedangkan pada model tanggul tanpa capiphon terbentuk zona basah dan garis freatik memotong dan merembes dari tubuh model tanggul pada jarak a dari muka hilir bagian bawah tanggul. Dari ulangan I (tanpa drainase) diperoleh nilai a sebesar 10 cm. Dalam perhitungan atau teori hanya memasukkan parameter beda tinggi (head) sehingga secara teoritis perubahan kepadatan, permeabilitas, maupun pf tidak berpengaruh terhadap pola ataupun bentuk garis freatik dalam model tubuh tanggul. Padahal pada kondisi di lapangan berdasarkan hasil pengamatan perubahan nilai-nilai tersebut akan berpengaruh terhadap pola perembesan atau garis freatik dalam tubuh tanggul. Proses pengaliran pada ulangan I berlangsung sekitar 154 menit dan panjang a tidak berubah setelah memotong tubuh model tanggul. Pola penyebaran dalam tubuh tanggul dapat dilihat pada Gambar 17 untuk model tanggul yang menggunakan capiphon dan Gambar 18 tanpa menggunakan capiphon. Pada ulangan II (tanpa drainase), garis freatik memotong tubuh tanggul pada waktu sekitar 160 menit dengan a sebesar 9 cm, sensor kadar air dipasang pada sekitar model tubuh tanggul. Sedangkan pada ulangan III (tanpa drainase), garis freatik memotong tubuh model tanggul pada waktu sekitar 148 menit dengan nilai a sebesar 10 cm. Gambar 17. Pola penyebaran air di dalam tubuh tanggul dengan capiphon 46

59 Gambar 18. Pola penyebaran air di dalam tubuh tanggul tanpa capiphon Dari ketiga ulangan tersebut memperlihatkan bahwa semakin cepat garis freatik memotong tubuh model tanggul, maka nilai a semakin besar sesuai dengan hasil penelitian Latief (2004). Hal ini disebabkan pada saat dilakukan penumbukkan kurang merata sehingga nilai permeabilitas dan kepadatan yang terjadi pada setiap tubuh tanggul berbeda. Hasil zona basah yang didapat pada penelitian kali ini lebih kecil dari penelitian sebelumnya (Latif, Suherlan, dan Azizah) yaitu pada ulangan I, garis freatik memotong tubuh tanggul pada waktu sekitar 150 menit dengan a sebesar 15 cm. Pada ulangan II, garis freatik memotong tubuh model tanggul pada waktu sekitar 140 menit dengan nilai a sebesar 17 cm, dan pada ulangan III, garis freatik memotong tubuh model tanggul pada waktu sekitar 160 menit dengan nilai a sebesar 16 cm. Perbedaan ini terjadi karena untuk memperoleh nilai kepadatan (ρ d ) dan permeabilitas yang seragam kemungkinannya sangat kecil meskipun spesifikasi pemadatan yang dilakukan sudah sama pada setiap ulangan. Semakin besar nilai permeabilitas, maka akan semakin cepat aliran air (rembesan) pada tubuh model tanggul. Nilai permeabilitas akan dipengaruhi oleh pemadatan tanahnya. Semakin besar angka pemadatan (ρ d ), maka nilai permeabilitas akan semakin kecil. Gambar proses pengaliran air dan pola perembesan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7 untuk model tanggul tanpa drainase dan Lampiran 8 untuk model tanggul dengan drainase tegak. 47

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR Oleh : ADAM SURYA PRAJA F01499004 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Gleisol Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah gleisol di Kebon Duren,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Pada penelitian ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan model tanggul adalah tanah jenis Gleisol yang berasal dari Kebon Duren, Depok, Jawa Barat.

Lebih terperinci

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F14103033 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol B. Sifat Fisik Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol B. Sifat Fisik Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol Tanah adalah tubuh alam (natural body) yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya gaya alam (natural force) terhadap bahan bahan alam (natural material)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Menurut Kalsim dan Sapei (2003), tanah (soil) berasal dari bahasa Latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Menurut

Lebih terperinci

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm DEW1 WULAN RATNASARI

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm DEW1 WULAN RATNASARI w Ef POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : DEW1 WULAN RATNASARI P14103033 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTAMAN MSTITUT

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah dan Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : ERLY PRATITA F

DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : ERLY PRATITA F DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : ERLY PRATITA F14103037 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL YANG DILENGKAPI SALURAN DRAINASE KAKI UNTUK JENIS TANAH LATOSOL DARMAGA, BOGOR OLEH :

ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL YANG DILENGKAPI SALURAN DRAINASE KAKI UNTUK JENIS TANAH LATOSOL DARMAGA, BOGOR OLEH : ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL YANG DILENGKAPI SALURAN DRAINASE KAKI UNTUK JENIS TANAH LATOSOL DARMAGA, BOGOR OLEH : YULI SETYOWATI F14102072 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

POLA PENYEBARAN AIR REMBESAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL. Oleh MARIE HANNASTRY F

POLA PENYEBARAN AIR REMBESAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL. Oleh MARIE HANNASTRY F POLA PENYEBARAN AIR REMBESAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL Oleh MARIE HANNASTRY F14052500 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POLA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah 1. Sifat fisik tanah gleisol Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika - Mekanika Tanah dan Laboratorium Hidrolika Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL TANAH. Oleh : MOHAMAD JAYADI F

ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL TANAH. Oleh : MOHAMAD JAYADI F ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL TANAH Oleh : MOHAMAD JAYADI F14051016 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Lapisan bumi ditutupi oleh batuan, dimana material tersebut mengandung

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Lapisan bumi ditutupi oleh batuan, dimana material tersebut mengandung 6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah 1. Definisi Tanah Lapisan bumi ditutupi oleh batuan, dimana material tersebut mengandung berbagai macam unsur senyawa kimia yang dinyatakan sebagai material pembentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini penulis akan membahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F14103033 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Asli Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : 1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah mempunyai peranan yang sangat penting karena tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul, jalan

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA A. TA AH Istilah tanah (soil) berasal dari kata latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DIAS KURNIASARI F

STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DIAS KURNIASARI F STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : DIAS KURNIASARI F14103022 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Sampel tanah yang disiapkan adalah tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) Qunik Wiqoyah 1, Anto Budi L, Lintang Bayu P 3 1,,3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

IV. SIFAT FISIKA TANAH

IV. SIFAT FISIKA TANAH Company LOGO IV. SIFAT FISIKA TANAH Bagian 2 Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS SIFAT SIFAT FISIKA TANAH A. Tekstur Tanah B. Struktur Tanah C. Konsistensi Tanah D. Porositas Tanah E. Tata Udara Tanah F. Suhu

Lebih terperinci

DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : ERLY PRATITA F

DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : ERLY PRATITA F DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : ERLY PRATITA F14103037 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tanah Lempung Menurut Terzaghi ( 1987 ) Lempung adalah agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun

Lebih terperinci

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Analisa Pola Penyebaran Aliran Air Tanah Pada Model Tanggul

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Analisa Pola Penyebaran Aliran Air Tanah Pada Model Tanggul JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Analisa Pola Penyebaran Aliran Air Tanah Pada Model Tanggul Fitri Herawaty 1), Mustafril 1), Dewi Sri

Lebih terperinci

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurnal Rancang Sipil Volume 1 Nomor 1, Desember 2012 57 PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE Klasifikasi tanah metode USDA Klasifikasi tanah metode AASHTO Klasifikasi tanah metode USCS Siklus HIDROLOGI AIR TANAH DEFINISI : air yang terdapat di bawah permukaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Pengertian Sumur Resapan Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersedimentasi (terikat

Lebih terperinci

Himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yg relatif lepas (loose) yg terletak di atas batuan dasar (bedrock) Proses pelapukan batuan atau

Himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yg relatif lepas (loose) yg terletak di atas batuan dasar (bedrock) Proses pelapukan batuan atau Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE)

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE) BAB 5 DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE) Tujuan Untuk mengeringkan lahan agar tidak terjadi genangan air apabila terjadi hujan. Lahan pertanian, dampak Genangan di lahan: Akar busuk daun busuk tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek jalan tambang Kota Berau Kalimantan Timur, maka pada bab ini akan diuraikan hasil

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Tanah Pada sistem klasifikasi Unified, tanah diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari 50 % lolos saringan nomor 200, dan

Lebih terperinci

DINAMIKA MESIN DAN TANAH PEMADATAN TANAH

DINAMIKA MESIN DAN TANAH PEMADATAN TANAH DINAMIKA MESIN DAN TANAH PEMADATAN TANAH Joko Prasetyo, M.Si Pemadatan Bertambahnya berat vol kering oleh beban dinamis shg butir-2 tanah akan merapat & Mengurangi rongga udara Yaitu usaha secara mekanik

Lebih terperinci

Modul (MEKANIKA TANAH I)

Modul (MEKANIKA TANAH I) 1dari 16 Materi I Karakteristik Tanah 1. Proses pembentukan Tanah Tanah dalam Mekanika Tanah mencakup semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil kecuali batuan. Tanah dibentuk oleh pelapukan

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK TANAH 2

SIFAT-SIFAT FISIK TANAH 2 SIFAT-SIFAT FISIK TANAH 2 KONSISTENSI TANAH Ketahanan tanah terhadap pengaruh luar yang akan merubah keadaannya. Gaya : 1. kohesi 2. adhesi Konsistensi ditentukan oleh tekstur tanah dan struktur tanah.

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Parameter Tanah 3.1.1 Berat Jenis Berat jenis tanah merupakan nilai yang tidak bersatuan (Muntohar 29). Untuk menentukan tipikal tanah dapat dilihat dari Tabel 3.1. Tabel 3.1

Lebih terperinci

STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. G.

STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. G. STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT G. Perangin-angin 1 Abstrak Tanah merupakan salah satu material penting sebagai

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

Sifat-sifat fisik tanah. Texture Structure Soil density Bulk density Moisture content Porosity Measurement methods

Sifat-sifat fisik tanah. Texture Structure Soil density Bulk density Moisture content Porosity Measurement methods Sifat-sifat fisik tanah Texture Structure Soil density Bulk density Moisture content Porosity Measurement methods Physical properties of a soil Karakteristik sifat fisik tanah dapat dilihat dengan mata

Lebih terperinci

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi 1. Fase Tanah (1) Sebuah contoh tanah memiliki berat volume 19.62 kn/m 3 dan berat volume kering 17.66 kn/m 3. Bila berat jenis dari butiran tanah tersebut

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET SNI 19-6413-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di lapangan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Tanah merupakan pijakan terakhir untuk menerima pembebanan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, jembatan, landasan, gedung, dan lain-lain. Tanah yang akan dijadikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Daerah penelitian merupakan daerah yang memiliki karakteristik tanah yang mudah meloloskan air. Berdasarkan hasil borring dari Balai Wilayah

Lebih terperinci

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR Johannes Patanduk, Achmad Bakri Muhiddin, Ezra Hartarto Pongtuluran Abstrak Hampir seluruh negara di dunia mengalami

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Teknik Mesin dan Budidaya Pertanian Leuwikopo dan di Laboratorium Mekanika

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR Alpon Sirait NRP : 9921036 Pembimbing : Theo F. Najoan, Ir., M.Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara.

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara. TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI 1. : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? : butiran tanah, air, dan udara. : Apa yang dimaksud dengan kadar air? : Apa yang dimaksud dengan kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH SIFAT INDEKS PROPERTIS TANAH MODUL 2. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH SIFAT INDEKS PROPERTIS TANAH MODUL 2. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH MODUL 2 SIFAT INDEKS PROPERTIS TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Sifat-sifat indeks (index properties) menunjukkan

Lebih terperinci

ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF

ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF bidang REKAYASA ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF YATNA SUPRIYATNA Jurusan Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia Penelitian ini bertujuan untuk mencari kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam dunia geoteknik tanah merupakansalah satu unsur penting yang yang pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang teknik sipil baik sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Ekspansif Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi 12 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai peristiwa masuknya air ke dalam tanah. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan

Lebih terperinci

PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED)

PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED) PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED) Adzuha Desmi 1), Utari 2) Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh email:

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sifat Fisik Tanah. 1. Tekstur Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sifat Fisik Tanah. 1. Tekstur Tanah TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Fisik Tanah 1. Tekstur Tanah Menurut Haridjadja (1980) tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir tanah atau perbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir

Lebih terperinci

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM :

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM : ANALISIS PARAMETER KUAT GESER TANAH DENGAN GEOTEXTILE Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil diajukan oleh : BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D 100 030 074 NIRM

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI KEMBANG SUSUT TANAH AKIBAT VARIASI KADAR AIR (STUDI KASUS LOKASI PEMBANGUNAN GEDUNG LABORATORIUM TERPADU UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO)

KAJIAN POTENSI KEMBANG SUSUT TANAH AKIBAT VARIASI KADAR AIR (STUDI KASUS LOKASI PEMBANGUNAN GEDUNG LABORATORIUM TERPADU UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO) KAJIAN POTENSI KEMBANG SUSUT TANAH AKIBAT VARIASI KADAR AIR (STUDI KASUS LOKASI PEMBANGUNAN GEDUNG LABORATORIUM TERPADU UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO) Abdul Samad Mantulangi Fakultas Teknik, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE)

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) MAKSUD Yang dimaksud dengan lapis tanah dasar (sub grade) adalah bagian badna jalan yang terletak di bawah lapis pondasi (sub base) yang merupakan landasan atau dasar konstruksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air.

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Tetes Irigasi tetes adalah suatu metode irigasi baru yang menjadi semakin disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. Irigasi tetes merupakan metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian tanah asli dan tanah campuran dengan semen yang dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH TAK JENUH AIR SECARA TIDAK LANGSUNG MENGGUNAKAN SOIL-WATER CHARACTERISTIC CURVE

PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH TAK JENUH AIR SECARA TIDAK LANGSUNG MENGGUNAKAN SOIL-WATER CHARACTERISTIC CURVE PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH TAK JENUH AIR SECARA TIDAK LANGSUNG MENGGUNAKAN SOIL-WATER CHARACTERISTIC CURVE Bona Johanes Simbolon NRP : 01211116 Pembimbing : Ir. Theo F. Najoan, M. Eng. FAKULTAS

Lebih terperinci

2.8.5 Penurunan Kualitas Udara Penurunan Kualitas Air Kerusakan Permukaan Tanah Sumber dan Macam Bahan Pencemar

2.8.5 Penurunan Kualitas Udara Penurunan Kualitas Air Kerusakan Permukaan Tanah Sumber dan Macam Bahan Pencemar DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN... i LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR... ii ABSTRAK... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix BAB I PENDAHULAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Bahan Timbunan 1. Berat Jenis Partikel Tanah (Gs) Pengujian Berat Jenis Partikel Tanah Gs (Spesific Gravity) dari tanah bahan timbunan hasilnya disajikan dalam

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL. Oleh DIAN OKTAVIA RANTESAPAN F

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL. Oleh DIAN OKTAVIA RANTESAPAN F ANALISIS STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL Oleh DIAN OKTAVIA RANTESAPAN F14104095 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 iv ANALISIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam 6 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam tanah.infiltrasi (vertikal) ke dalam tanah yang pada mulanya tidak jenuh, terjadi di bawah pengaruh hisapan matriks

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau 39 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau anorganik atau berlempung yang terdapat yang terdapat di Perumahan Bhayangkara Kelurahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir. III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel 1. Tanah Lempung Anorganik Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti

Lebih terperinci

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR Heru Dwi Jatmoko Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAKSI Tanah merupakan material

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam.

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu tahapan paling awal dalam perencanaan pondasi pada bangunan adalah penyelidikan tanah. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang

Lebih terperinci

ANALISIS UJI KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH DI LABORATORIUM DENGAN MODEL PENDEKATAN. Anwar Muda

ANALISIS UJI KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH DI LABORATORIUM DENGAN MODEL PENDEKATAN. Anwar Muda ANALISIS UJI KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH DI LABORATORIUM DENGAN MODEL PENDEKATAN Anwar Muda Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional II Kalimantan Tengah Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII ABSTRAK

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO... DAFTAR ISI TUGAS AKHIR... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii PERNYATAAN... iv PERSEMBAHAN... v MOTTO... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang. sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang. sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai : 1. Secara umum tanah terdiri dari tiga bahan, yaitu

Lebih terperinci

ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA

ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA Nurnilam Oemiati Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci