BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian. nafas dalam pada pasien post kateterisasi jantung ini dilaksanakan di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian. nafas dalam pada pasien post kateterisasi jantung ini dilaksanakan di"

Transkripsi

1 63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian Penelitian tentang efektifitas kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada pasien post kateterisasi jantung ini dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Instalasi Rawat Jantung pada bulan Mei Instalasi Rawat Jantung (IRJAN) merupakan pelayanan di bidang kardiovaskuler dan menjadi pusat jantung terpadu di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan, yang memiliki jenis pelayanan Intensive Cardiac Care Unit ( ICCU) dengan kapasitas 15 tempat tidur, Intermediate Cardiac Care (IMCC) dengan kapasitas 5 tempat tidur, ruang rawat inap Anggrek 1 dengan 27 tempat tidur yang terdiri dari kelas 1 ada 3 bed, kelas 2 ada 12 bed dan kelas 3 ada 12 bed serta mempunyai pelayanan diagnostic non invasive, diagnostic invasive,intervensi invasive dan rehabilitasi jantung fase I dan II. Pada saat penelitian di IRJAN sudah mempunyai standar prosedur operasional (SPO) tentang melatih pasien untuk bernafas dalam dan sudah tertulis dalam lembar pendidikan kesehatan yang harus diberikan kepada pasien. Jumlah pasien yang masuk di ruang ICCU dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2015 setelah menjalani kateterisasi jantung / PTCA sebanyak 240 pasien. 63

2 64 Jumlah responden dalam penelitian ini 38 pasien yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan jumlah masing-masing 19 pasien. Selama proses penelitian ini tidak ada pasien yang mengundurkan diri atau drop out. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 1 bulan dari tanggal 9 Mei sd 6 Juni 2016, dimulai dari pengumpulan data karakteristik responden dan pengukuran vital sign dan skala nyeri yang dilakukan masing masing responden dua kali sebelum dan sesudah intervensi. Hasil pengumpulan data ini disajikan dalam bentuk tabel analisis univariat untuk mendeskripsikan karakteristik responden dengan menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran prosentase sedangkan bivariat dilakukan untuk melihat adanya pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik wilcoxon karena distribusi tidak normal dengan melihat pengaruh skala nyeri dan respirasi sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam dengan nilai signifikasi p-value 0,05 serta menggunakan uji statistik paired t-test untuk distribusi normal dengan melihat pengaruh sistole, diastole, nadi sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam dengan nilai signifikasi p-value 0,05. Uji mann whitney dengan nilai signifikasi p-value 0,05 karena distribusi tidak normal untuk melihat analisis perbedaan skala nyeri, respirasi dan nadi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol serta uji independen t-test dengan nilai signifikasi p-value 0,05 karena

3 65 distribusi normal, untuk melihat analisis perbedaan systole dan diastole pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol serta uji mann whitney untuk analisis selisih nyeri, sistole, diastole, nadi, respirasi pada kelompok intervensi dan kontrol. 2. Analisis Karakteristik Responden Analisis univariat pada penelitian ini menggambarkan karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pengalaman dilakukan kateterisasi jantung di IRJAN RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pengalaman pernah dilakukan kateterisasi jantungdi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Mei 2016, N=38) Variabel Intervensi Kontrol p-value (n=19) (n=19) Usia (Mean, ±SD) 55,26, ±11,04 55,37, ±10,12 0,98 Jenis Kelamin(F, %) Laki-laki Perempuan Pengalaman(F, %) Satu kali Dua kali ,2 36,8 84,2 15, ,7 26,3 78,9 21,1 0,49 0,68 Sumber : Data Primer tahun 2016 Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik usia, jenis kelamin, pengalaman pernah dilakukan kateterisasi jantung antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. 3. Analisis Skala Nyeri dan Vital Sign Sebelum dan Sesudah Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol.

4 66 Tabel 4.2 Rata-rata Skala Nyeri dan Vital sign Sebelum dan Sesudah Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Pasien Post Kateterisasi Jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ( Mei 2016, N=38) Kelompok Variabel n Mean SD Min Mak p-value Intervensi Nyeri pre terapi ± ** Nyeri post terapi ± Sistole pre terapi ± * Sistole post terapi ± Diastole pre terapi ± * Diastole post terapi ± Nadi pre terapi ± * Nadi post terapi ± Respirasi pre terapi ± ** Respirasi post terapi ± Kontrol Nyeri pre ± ** Nyeri post ± Sistole pre ± * Sistole post ± Diastole pre ± * Diastole post ± Nadi pre ± * Nadi post ± Respirasi pre ± ** Respirasi post ± * p 0,05 based on Paired t-test **p 0,05 based on Wilcoxon Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata skala nyeri sebelum diberikan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi 5,26 dan setelah diberikan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam didapatkan 2,58 pada kelompok intervensi. Rata-rata tekanan darah sistole pre intervensi 127,95 mmhg dan post intervensi 121,68 mmhg. Rata-rata tekanan darah diastole pre intervensi 79,42 mmhg dan post intervensi 76,37 mmhg. Rata-rata frekuensi nadi pre

5 67 intervensi 79,32 x/menit dan post intervensi 77,32 x/menit. Rata-rata frekuensi respirasi pre intervensi 22,26 x/menit dan post intervensi 19,89 x/menit. Hasil uji statistik nilai p value 0,05 berarti ada pengaruh yang bermakna untuk skala nyeri, tekanan darah sistole, tekanan darah diastole, frekuensi nadi dan frekuensi respirasi pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam. Nilai rata-rata skala nyeri pre 4,26 dan post 4,05 pada kelompok kontrol. Rata-rata tekanan darah sistole pre 130,21 mmhg dan post 129,32 mmhg pada kelompok kontrol. Rata-rata tekanan darah diastole pre 75,63 mmhg dan post 72,47 mmhg pada kelompok kontrol. Rata-rata frekuensi nadi pre 73,00 x/menit dan post 69,37 x/menit pada kelompok kontrol. Rata-rata frekuensi respirasi pre 21,32 x/menit dan post 21,16 x/menit pada kelompok kontrol. Hasil uji statistik nilai p value 0,05 berarti tidak ada pengaruh yang bermakna untuk skala nyeri, tekanan darah sistole, tekanan darah diastole, frekuensi nadi dan frekuensi respirasi pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah pelaksanaan protap Rumah Sakit. 4. Analisis perbedaan Skala Nyeri dan Vital Sign Sebelum dan Sesudah Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol.

6 68 Tabel 4.3 Rata-rata Perbedaan Skala Nyeri dan Vital Sign Sebelum dan Sesudah Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Pasien Post Kateterisasi Jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ( Mei 2016, N=38) n Mean SD Min Mak p-value Pre Nyeri Intervensi ± ** Kontrol ± Sistole Intervensi ± * Kontrol ± Diastole Intervensi ± * Kontrol ± Nadi Intervensi ± * Kontrol ± Respirasi Intervensi ± ** Kontrol ± Post Nyeri Intervensi ± ** Kontrol ± Sistole Intervensi ± * Kontrol ± Diastole Intervensi ± * Kontrol ± Nadi Intervensi ± * Kontrol ± Respirasi Intervensi ** Kontrol

7 69 *p 0,05 based on Independent sample t- test **p 0,05 based on Mann whitney Tabel 4.3 menunjukkan bahwa rata-rata skala nyeri sebelum diberikan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi 5,26 sedangkan skala nyeri pre pada kelompok kontrol 4,26. Analisis data selanjutnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara skala nyeri pre pada kelompok intervensi dan kontrol (p value 0,05). Rata-rata tekanan darah sistole sebelum intervensi 127,95 mmhg, sedangkan tekanan darah sistole pre pada kelompok kontrol 130,21 mmhg.

8 70 Analisis data selanjutnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sistole pre pada kelompok intervensi dan kontrol (p value 0,05). Rata-rata tekanan darah diastole sebelum intervensi 79,42 mmhg, sedangkan tekanan darah sistole pre pada kelompok kontrol 75,63 mmhg. Analisis data selanjutnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara tekanan darah diastole pre pada kelompok intervensi dan kontrol (p value 0,05). Rata-rata frekuensi nadi sebelum intervensi 79,32 x/menit, sedangkan frekuensi nadi pre pada kelompok kontrol 73,00 x/menit. Analisis data selanjutnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi nadi pre pada kelompok intervensi dan kontrol (p value 0,05). Rata-rata frekuensi respirasi sebelum intervensi 22,26 x/menit, sedangkan frekuensi respirasi pre pada kelompok kontrol 21,32 x/menit. Analisis data selanjutnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi respirasi pre pada kelompok intervensi dan kontrol (p value 0,05). Rata-rata skala nyeri sesudah diberikan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi 2,58, sedangkan skala nyeri post pada kelompok kontrol 4,05. Analisis data selanjutnya menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara skala nyeri post pada kelompok intervensi dan kontrol (p value 0,05). Rata-rata tekanan darah sistole sesudah intervensi 121,68 mmhg, sedangkan tekanan darah sistole post pada kelompok kontrol 129,32 mmhg,

9 71 sehingga tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sistole post pada kelompok intervensi dan kontrol (p value 0,05). Rata-rata tekanan darah diastole sesudah intervensi 76,37 mmhg, sedangkan tekanan darah diastole post pada kelompok kontrol 72,47 mmhg, sehingga tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara tekanan darah diastole post pada kelompok intervensi dan kontrol (p value 0,05). Rata-rata frekuensi nadi sesudah intervensi 77,32 x/menit, sedangkan frekuensi nadi post pada kelompok kontrol 69,37 x/menit, sehingga terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi nadi post pada kelompok intervensi dan kontrol (p value 0,05). Rata-rata frekuensi respirasi sesudah intervensi 19,89 x/menit, sedangkan frekuensi respirasi post pada kelompok kontrol 21,16 x/menit. Analisis data selanjutnya menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi respirasi post pada kelompok intervensi dan kontrol (p value 0,05). 5. Analisis Selisih Skala Nyeri dan Vital Sign pada kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol. Tabel 4.4 Selisih Rata-rata Skala Nyeri dan Vital Sign pada kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Pasien Post Kateterisasi Jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Mei 2016, N=38) Variabel Kelompok n Mean SD p-value Nyeri Intervensi ± Kontrol ±0.419 Sistole Intervensi ±

10 72 Kontrol ±6.311 Diastole Intervensi ± Kontrol ±7.336 Nadi Intervensi ± Kontrol ±6.181 Respirasi Intervensi ± Kontrol ±1.336 p 0,05 based on Mann whitney Tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan selisih rata-rata skala nyeri pada kelompok intervensi (2.68±0.749), sedangkan kelompok kontrol (0.21±0.419). Hal ini menunjukkan terdapat selisih perubahan skala nyeri antara kelompok intervensi setelah diberikan kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam dengan kelompok kontrol yang secara statistik bermakna dengan p value 0,05. Selisih rata-rata tekanan darah sistole pada kelompok intervensi adalah (9.32±8.131) mmhg, sedangkan kelompok kontrol (6.05±6.311) mmhg. Hal ini menunjukkan tidak terdapat perubahan yang bermakna selisih tekanan darah sistole antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p value 0,05). Selisih rata-rata tekanan darah diastole pada kelompok intervensi adalah (4.21±3.172) mmhg, sedangkan kelompok kontrol (6.47±7.336) mmhg. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan selisih tekanan darah diastole antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p value 0,05). Selisih rata-rata frekuensi nadi pada kelompok intervensi adalah (3.79±2.485) x/menit, sedangkan kelompok kontrol (5.74±6.181) x/menit. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan selisih frekuensi nadi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p value 0,05).

11 73 Selisih rata-rata frekuensi respirasi pada kelompok intervensi adalah (2.37±2.140) x/menit, sedangkan kelompok kontrol (1.32±1.336) x/menit. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan selisih frekuensi respirasi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p value 0,05). B. PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden a. Usia Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak jauh berbeda. Tidak ada perbedaan rerata karakteristik usia antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini homogen. Usia termasuk dalam salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa rata-rata usia responden 55,26 ±11,04 untuk kelompok intervensi dan 55,37 ±10,12 untuk kelompok kontrol, penelitian ini menunjukkan bahwa pada usia rentang antara 45 sampai dengan 65 tahun mempunyai gangguan penyakit jantung koroner, hal ini sesuai pendapat Kern, (2003) mengatakan bahwa PJK lebih sering menyerang usia dewasa tua karena pada usia dewasa tua memiliki faktor risiko yang lebih besar seperti adanya riwayat merokok, kadar kolesterol total dan LDL yang meningkat, hipertensi, DM dan faktor usia sendiri.

12 74 Menurut Dezta,H., (2011) faktor risiko seseorang untuk menderita PJK ditentukan melalui interaksi dua atau lebih faktor risiko antara lain: faktor biologis yang tidak dapat diubah yang meliputi: hereditas, usia lebih dari 40 tahun dimana makin tua makin risiko dan faktor biologis yang dapat diubah: dislipidemia, hipertensi, merokok, obesitas, diabates mellitus, diet tinggi lemak jenuh dan kalori serta stres psikologis berlebihan, inaktifitas fisik. Proporsi angka kematian kelompok usia tahun 8,7% disebabkan karena penyakit jantung koroner (Dezta, 2011). Penderita PJK didominasi usia lebih dari 45 tahun dengan analisis data demografi menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mengalami PJK dikarenakan perubahan atau kemunduran dalam berbagai aspek kehidupannya, baik secara fisik maupun psikis menurut Framingham (2009). Hasil penelitian sependapat dengan penelitian Supriyono, (2008), tentang pengaruh usia terhadap kejadian penyakit jantung koroner (PJK) yaitu telah dibuktikan adanya hubungan antara usia dan kematian akibat PJK meningkat dengan bertambahnya usia. Juga didapatkan hubungan antara usia dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya usia. Kejadian penyakit jantung koroner akan semakin bertambah dengan bertambahnya usia kondisi ini diakibatkan karena pada tahap proses penuaan akan mengubah fungsi vaskuler termasuk perubahan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah atau lapisan sel terdalam dari struktur pembuluh darah ini akan meningkatkan produksi endothelin (ET)

13 75 yang merupakan vasokostriktor kuat pada saat proses penuaan, kondisi ini berperan terhadap proses terjadinya aterosklerosis (Lewis, 2000). Penyebab utama PJK adalah aterosklerosis, kelainan ini sudah mulai terjadi pada usia muda, diawali terbentuknya sel busa, kemudian pada usia antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40 sampai 50 tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi plak aterosklerotik yang dapat berkomplikasi mempercepat pembentukan trombus yang bermanifestasi klinis berupa infark miokardium maupun nyeri dada (Brunner & Suddarth, 2009). Penelitian ini didukung teori yang mengatakan bahwa usia mempunyai peranan yang penting dalam mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri. Pasien dewasa memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan pada lansia. Nyeri pada lansia dianggap sebagai kondisi yang alami dari proses penuaan. Cara menafsirkan nyeri ada dua: pertama rasa sakit adalah normal dari proses penuaan, kedua sebagai tanda penuaan menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan menurut Bernis, (2007) usia dewasa secara verbal lebih mudah mengungkapkan rasa ketidaknyamanan. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian bahwa hubungan antara usia dengan intensitas nyeri tidak terdapat signifikasi yang bermakna, demikian juga hasil penelitian usia dengan vital sign tidak ada signifikasinya walaupun menurut teori usia juga mempengaruhi tekanan darah, nadi dan kecepatan pernafasan pasien (Ganong, 2001). Hal

14 76 ini dimungkinkan karena usia dalam penelitian ini homogen atau setara, sehingga tidak berbeda dalam klasifikasinya. b. Jenis Kelamin Data yang diperoleh dari responden pada kedua kelompok menunjukkan 68,4% responden berjenis kelamin laki-laki dan 31,6% berjenis kelamin perempuan, hal ini berarti sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik jenis kelamin antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kondisi ini sesuai dengan teori bahwa laki-laki lebih banyak menderita penyakit jantung dibandingkan dengan perempuan menurut Menyar, (2009) dalam penelitiannya terhadap 8169 pasien berturut-turut (74 % laki-laki, 24 % wanita) yang mengalami sindrom koroner akut, perempuan 9 tahun lebih tua dari laki-laki (wanita risikonya meningkat sesudah menopouse). Perbedaan jenis kelamin berbeda juga gaya hidup dan kebiasaan baik maupun tidak baik, pada kasus penyakit jantung koroner sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan berjenis kelamin perempuan, ini dikarenakan perbedaan gaya hidup yang tidak sehat sebagian contoh laki-laki lebih banyak melakukan kebiasan merokok (Bernis, 2007). Hal ini senada dengan pernyataan Djohan (2009), penyebab penyakit jantung koroner salah satunya rokok, dan tentang penyebab kejadian penyakit jantung koroner pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10

15 77 tahun lebih dini pada laki-laki. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan sebanding insidensi pada laki-laki. Menurut Dezta, (2011), sependapat dengan penelitian yang dilakukan tentang hubungan gaya hidup dengan kejadian penyakit jantung koroner, yang menyatakan bahwa laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dikarenakan kebiasan merokok lebih didominasi lakilaki. Penelitian yang terkait hubungan merokok dengan kejadian PJK oleh Shofa, et al. (2006) menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan PJK adalah riwayat merokok. Pada orang yang merokok lebih besar risiko terkena penyakit koroner atau pembuluh darah yang dapat berperan meningkatkan tekanan darah. Rokok mengandung beberapa bahan kimia antara lain nikotin, tar dan komponen gas termasuk karbon monoksida (CO). Nikotin mempunyai efek akut dan kronik dalam meningkatkan aktivitas simpatis. Mekanisme utama karbon monoksida juga berkontribusi terhadap terjadinya arterosklerosis akibat kerusakan endotel pembuluh darah. Hasil penelitian Kern, (2003) juga menyimpulkan mayoritas penderita CAD sebagai indikasi kateterisasi jantung adalah laki-laki. Doyle,et al.(2006) menyimpulkan mayoritas responden penelitiannya (61,8%) adalah laki-laki, sementara Koch, et al. (1999) mengungkapkan bahwa 300 pasien pasca PTCA 80% adalah laki-laki. Penelitian lain oleh Wagner (2007), sebanyak 58% responden laki-laki. Dengan demikian

16 78 dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih sering dilakukan tindakan kateterisasi jantung/ptca. Berdasarkan patofisiologi dan faktor resiko terjadinya CAD menurut Price dan Wilson (2006) menyatakan bahwa lakilaki memiliki faktor resiko yang lebih tinggi menderita CAD terkait dengan pola/gaya hidup seperti kebiasaan merokok dan pola makan serta aktifitas / istirahat yang kurang teratur. Dari hasil penelitian tidak ada hubungan antara nyeri dengan jenis kelamin sehingga ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda secara bermakna dalam merespon nyeri (Smeltzer and Bare, 2012) dan menurut Potter & Perry (2005), juga mengatakan bahwa antara laki-laki dan perempuan secara umum tidak mempunyai perbedaan yang bermakna terhadap nyeri. Sedangkan menurut Menyar (2009), ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam merespon nyeri yaitu perempuan mempunyai respon nyeri lebih baik dari pada laki-laki dan wanita lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri, tetapi menurut Knale (2011) menyebutkan bahwa lakilaki lebih mampu untuk menahan nyeri tetapi tidak berarti laki-laki mengalami nyeri lebih ringan daripada perempuan. Hal ini didukung oleh Margareta, (2009) yang menyebutkan bahwa nyeri pasca operasi saat istirahat dan nyeri saat bergerak dalam sampel besar pasien di Cina pada laki-laki didapatkan hasil peningkatan rasa sakit pasca operasi lebih sering daripada perempuan. Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pendapat

17 79 tersebut diatas bahwa antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda dalam merespon nyeri, hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini. c. Pengalaman Karakteristik responden berdasarkan pengalaman pernah dilakukan tindakan kateterisasi jantung sebelumnya, dalam penelitian ini sebagian besar responden belum memiliki pengalaman dilakukan tindakan kateterisasi jantung sebesar 81,6%. Penelitian Novita, (2012) menunjukkan responden terbanyak adalah belum pernah memiliki pengalaman dilakukan tindakan operasi sebesar 52,8%. Penelitian lain juga menunjukkan mayoritas responden belum memiliki pengalaman operasi sebelumnya sebesar 60% (Ayudianingsih, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman pernah dilakukan tindakan kateterisasi jantung sebelumnya atau tidak, dengan intensitas nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mengatakan bahwa setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman yang telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu tersebut akan mudah menghadapi nyeri pada masa yang akan datang (Prasetyo, 2010). Sedangkan menurut peneliti lain mengatakan bahwa pengalaman mengatasi nyeri tergantung pengalaman masa lalu dalam mengatasi nyeri ( Potter&Perry, 2005), hal ini sesuai pendapat Smeltzer & Bare, (2012) bahwa pengalaman seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri masa lalu dan saat ini mengalami nyeri maka

18 80 akan lebih mudah mengatasi nyerinya, sedangkan menurut penelitian Arnt (2003) bahwa pengalaman nyeri akan berpengaruh terhadap derajat nyeri dengan mekanisme yaitu fokus perhatian yang diarahkan pada sensasi nyeri maka derajat nyerinya semakin kuat, kecemasan dan ketakutan akan memperkuat derajat nyeri. Pasien yang pernah mengalami nyeri dan tidak mampu mengatasi nyeri, maka akan mempunyai persepsi atau sensasi terhadap nyeri sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan (Potter & Perry, 2005). 2. Pengaruh Skala Nyeri dan Vital Sign Sebelum dan Sesudah Kombina Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol. Hasil penelitian menunjukkan distribusi data tidak normal untuk skala nyeri dan respirasi, sehingga dilakukan uji statistik dengan uji wilcoxon, sedangkan tekanan darah sistole, diastole dan frekuensi nadi menunjukkan distribusi data normal, sehingga dilakukan uji statistik dengan uji paired t-test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien post kateterisasi jantung / PTCA yang diberikan perlakuan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam yang dilakukan 2 jam dan 3 jam setelah kateterisasi jantung masing-masing dilaksanakan selama 15 menit dan evaluasi setelah 30 menit dari intervensi kedua atau 3,5 jam post kateterisasi jantung terjadi penurunan intensitas nyeri dan kestabilan vital sign (tekanan darah sistole, diastole, frekuensi nadi dan frekuensi respirasi)

19 81 pada pasien penyakit jantung koroner pada pre intervensi dan post intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol setelah 2 jam dan 3,5 jam post kateterisasi jantung/ptca menunjukkan tidak terdapat penurunan yang bermakna untuk skala nyeri dan vital sign, tetapi terdapat perubahan penurunan antara pre post pada kelompok kontrol yang secara statistik tidak bermakna. Perubahan penurunan yang lebih kecil pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok intervensi membuktikan bahwa perlakuan dengan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam membuat pasien lebih relaks dan intensitas nyeri serta vital sign lebih stabil dibandingkan hanya menggunakan protap rumah sakit yang berupa teknik relaksasi nafas dalam saja. Adanya perubahan penurunan skala nyeri dan vital sign setelah perlakuan dengan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam, bukan karena adanya faktor lain yang berpengaruh selama pengamatan, seperti faktor usia, jenis kelamin dan pengalaman pernah dilakukan tindakan kateterisasi jantung/ptca, dengan ini dibuktikan bahwa hasil analisa bivariat hubungan variabel secara statistik tidak bermakna. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang terjadi akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri yang dirasakan oleh individu yang mengalami postoperasi, bisa dari skala yang paling ringan hingga terberat (Brunner & Suddart, 2009). Adanya rangsangan pembedahan menimbulkan kerusakan

20 82 pada jaringan kemudian akan melepaskan zat histamine, serotonin, plasmakin, bradikinin, prostaglandin yang disebut mediator nyeri. Mediator ini merangsang reseptor nyeri yang terletak di ujung saraf bebas dari kulit, selaput lendir dan jaringan lain sehingga rangsangan dirasakan sebagai nyeri. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan vasokontriksi yang akan meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang pada akhirnya akan menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri ke medula spinalis ke otak terus berjalan sehingga terjadi persepsi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Manajemen nyeri non farmakologik yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri adalah terapi musik, relaksasi, terapi bermain, terapi aktivitas, kompres dan pijat. Teknik ini dapat membantu pasien mencapai rasa kontrol atas rasa sakit (Van Kouten, 1999). Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah, termasuk pemberian terapi musik bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Purwanto, 2008). Jika getaran musik dapat dibawa kedalam resonansi dekat dengan getaran rasa sakit, maka persepsi psikologis rasa sakit akan diubah dan dihilangkan (Journal of the American Association for Musik Therapist, 2011). Relaksasi merupakan managemen nyeri non farmakologi yang mempunyai efek sangat baik untuk mengatasi nyeri. Relaksasi akan

21 83 menyebabkan penurunan hormon adrenalin sehingga akan menyebabkan rasa tenang dan aktifitas saraf simpatik menurun sehingga akan menyebabkan penurunan nyeri. Menurut penelitian Houston dan Jesurum dalam Purwanto, (2011). Mendengarkan musik dapat memproduksi zat endorphins substansi sejenis morfin yang disuplai tubuh yang dapat mengurangi rasa sakit/nyeri) yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri di sistem saraf pusat, sehingga sensasi nyeri dapat berkurang, musik juga bekerja pada sistem limbik yang akan dihantarkan kepada sistem saraf yang mengatur kontraksi otot-otot tubuh, sehingga dapat mengurangi kontraksi otot (Potter & Perry, 2011). Karakteristik respon relaksasi yang ditimbulkan berupa penurunan frekuensi nadi, relaksasi otot dan tidur. Musik dan nyeri mempunyai persamaan penting yaitu bahwa keduanya bisa digolongkan sebagai input sensor dan output. Sensori input berarti bahwa ketika musik terdengar, sinyal dikirim keotak ketika rasa sakit dirasakan (Journal of the American Association for Musik Therapist, 2011). Jenis musik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pain relief maupun natural healing tentang suara alam dan instrumentalia yang mempunyai karakteristik frekuensi Hz dan tempo beat/menit memenuhi kriteria sebagai terapi musik untuk relaksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri minimal satu hari satu kali (Perdana, 2016). Penelitian Dody, (2012) menyatakan bahwa terapi musik

22 84 instrumental dapat merangsang pengeluaran endorphin yang berdampak menurunkan nyeri dan menimbulkan rasa nyaman pada pasien. Musik berdasarkan pilihan responden merupakan salah satu faktor penting dalam pemberian terapi musik (Susanti, 2014). Musik yang direkomendasikan untuk terapi musik adalah klasik, musik instrumentalia, musik unsur suara alam, musik jazz (Nilson, 2008). Suatu upaya untuk mengurangi nyeri dan menstabilkan vital sign, menurut Suselo, (2010) dapat dilakukan dengan mendengarkan musik yang lembut dan relaks, karena seseorang yang mendengarkan musik dan relaks akan menghasilkan stimulus yang dikirimkan ke akson serabut sensori asenden ke neuron yang akan ditransmisikan dari thalamus melewati area korteks cerebral ke system limbic dan korpus collosum sehingga terjadi relaksasi. Hasil penelitian ini bahwa musik mempunyai pengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri dan kestabilan vital sign karena dengan mendengarkan musik dan relaksasi nafas dalam akan menghasilkan stimulasi yang akan merangsang pengeluaran endorphine sehingga akan mengurangi nyeri, meningkatkan kekebalan tubuh, menjaga jantung dan aliran darah. Dengan demikian musik dapat menurunkan intensitas nyeri dan menstabilkan vital sign. Hasil penelitian ini didukung Purwanto (2011) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil perubahan intensitas nyeri pasien post operasi sebelum dan sesudah diberikan terapi musik pada kedua kelompok di ruang bedah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini juga

23 85 didukung oleh Nurdiansyah (2015) yang mengatakan bahwa penurunan tekanan darah pada kelompok yang mendengarkan musik lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Menurunnya tekanan darah ini diduga bahwa konsentrasi katekolamin plasma mempengaruhi aktivitas simpatoadrenergik dan juga menyebabkan pelepasan stress-released hormone karena pengaruh dari musik. Penelitian serupa dari Turana, (2008) mengatakan bahwa musik membuat rasa tenang dan nyaman, juga dapat mengurangi kecemasan, nyeri dan membuat lebih relaks dengan memberikan efek akhir positif terhadap kestabilan tekanan darah, detak jantung, nadi dan laju nafas. Penelitian Campbell, (2003) menjelaskan bahwa musik mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan, dapat menyeimbangkan gelombang otak yang mempengaruhi irama nafas, denyut jantung dan tekanan darah manusia. Penelitian lain juga mengatakan bahwa terapi musik itu murah dan efektif serta tidak memiliki efek yang negative (Alen, 2008). Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak dan berpengaruh terhadap kestabilan irama pernafasan, denyut jantung dan tekanan darah manusia ( Bally et al, 2010). Musik dan relaksasi membuat rasa tenang dan nyaman serta membuat pasien lebih relaks dengan hasil akhir memberikan efek positif terhadap tekanan darah, detak jantung dan laju pernafasan (Suselo, 2010). Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri dan

24 86 menurunkan tekanan darah (Bally et al, 2010). Penelitian lain tentang efektifitas terapi musik terhadap penurunan tanda-tanda vital pada pasien hipertensi primer di Rumah Sakit Umum Jayapura oleh Suselo (2010). Teknik relaksasi efektif dalam pengelolaan nyeri pasca operasi (Gonzales et al, 2010). Menurut Van Kouten, (1999) bahwa ada pengaruh yang signifikan strategi manajemen nyeri non farmakologis dengan teknik relaksasi pada klien post operasi coronary artery by pass graft. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi musik efektif sebagai metode non farmakologi, murah, non invasive dan memiliki efek untuk mengurangi intensitas nyeri pasca operasi ( Margaretha et al, 2009; Jafary et al, 2012; Motahedian et al, 2012). Kelompok kontrol yang mendapatkan terapi standar ruangan menunjukkan hasil yang tetap, sedangkan berdasarkan beberapa penelitian terdapat perbedaan antara kelompok sebelum dan sesudah diberikan prosedur standar. Berdasarkan penelitian Novita (2012) menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberikan prosedur standar. Menurut analisa peneliti bahwa pada kelompok kontrol hanya dianjurkan tarik nafas dalam oleh perawat ruangan tanpa instruksi yang rinci seperti yang tercantum dalam standar prosedur operasional Rumah Sakit yang ada.

25 87 3. Perbedaan Skala Nyeri Tekanan Darah, Nadi, Pernafasan Sebelum dan Sesudah Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol. Hasil penelitian menunjukkan distribusi data tidak normal untuk skala nyeri dan respirasi, sehingga dilakukan uji statistik dengan uji mann whitney, sedangkan tekanan darah sistole, diastole dan frekuensi nadi menunjukkan distribusi data normal, sehingga dilakukan uji statistik dengan uji independen t-test, dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan perlakuan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam yang dilakukan 2 jam dan 3 jam setelah kateterisasi jantung masing-masing dilaksanakan selama 15 menit dan evaluasi setelah 30 menit dari intervensi kedua atau 3,5 jam post kateterisasi jantung terjadi penurunan lebih besar dibandingkan yang hanya menggunakan protap Rumah Sakit. Sebelum perlakuan kelompok intervensi skala nyerinya lebih tinggi dibanding kelompok kontrol dan tidak bermakna. Sesudah perlakuan, kelompok intervensi skala nyerinya lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol, sedangkan perbedaan tekanan darah sistole dan diastole, nadi, pernafasan antara kelompok intervensi lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok post skala nyeri, frekuensi nadi dan frekuensi respirasi menurun karena kelompok tersebut mendapatkan teknik relaksasi nafas

26 88 dalam, tetapi yang menjadi perbedaan menurunnya masing-masing variabel berbeda, karena pada kelompok intervensi mendapat perlakuan yang lebih yaitu dengan terapi musik, tetapi pada kelompok kontrol hanya mendapatkan teknik relaksasi nafas dalam saja. Penelitian yang mendukung dari penelitian ini adalah tentang pengaruh comfort technical intervention dengan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur (Susanti, 2014), dimana diperoleh perbedaan yang bermakna intensitas nyeri kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dan di dukung pula oleh Tarwoto (2011) bahwa bernafas kurang dari 10 kali permenit dan fase inhalasi yang panjang menunjukkan perbedaan yang bermakna rerata intensitas nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam. Mendengarkan musik yang sesuai dan mengatur pola nafas yang lambat secara teratur memberikan efek ketenangan pada tubuh baik secara fisik dan psikis. Apabila tubuh merasa nyaman sistem kerja tubuh akan sesuai, jantung berdenyut secara normal, transport oksigen pada sel tubuh terpenuhi, metabolisme tubuh sesuai kebutuhan, homeostasis tubuh seimbang dan tidak memicu timbulnya stresor (Joohan, 2000). Pada dasarnya beat/ketukan yg mempunyai frekuensi tertentu atau hertz akan meningkatkan kerja saraf parasimpatik dan menekan saraf simpatik sehingga dengan tertutupnya saraf simpatik respon jantung akan

27 89 menurunkan denyutnya. Irama dengan hertz tertentu akan merangsang sistem emosi di sistem limbic lebih tenang dan lebih stabil sehingga akan meningkatkan kerja saraf parasimpatik sehingga denyutan jantung menjadi normal/stabil (Santoso, 2015). Musik dan relaksasi membuat rasa tenang dan nyaman serta membuat pasien lebih relaks dengan hasil akhir memberikan efek positif terhadap detak jantung (Suselo, 2010). Rangsangan musik ternyata dapat menghambat dan menyeimbangkan gelombang otak, mampu mengaktivasi sistem limbik yang berhubungan dengan emosi, saat sistem limbik teraktivasi otak menjadi rileks. Alunan musik juga dapat mempengaruhi aktivitas simpatoadrenergik yang berperan dalam konsentrasi katekolamin plasma dan juga mempengaruhi dalam pelepasan stress-released hormone serta menstimulasi tubuh untuk memproduksi molekul nitric oxide (NO) yang bekerja pada tonus pembuluh darah yang dapat mengurangi tekanan darah. Menurut Bradt dan Dileo, (2009), tekanan sistolik salah satunya dipengaruhi oleh psikologis sehingga dengan relaksasi akan mendapatkan ketenangan dan tekanan sistolik akan turun. 4. Selisih Skala Nyeri dan Vital sign Sebelum dan Sesudah Kombinasi Terap Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat selisih yang bermakna pada nyeri, sedangkan untuk vital sign tidak terdapat selisih yang

28 90 bermakna pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Perbedaan selisih menurunnya dari masing-masing variabel berbeda, karena pada kelompok intervensi mendapatkan perlakuan yang lebih yaitu dengan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam, tetapi pada kelompok kontrol hanya sesuai dengan protap Rumah Sakit yang ada. Dalam penelitian ini yang dilakukan 1 hari didapatkan hasil terjadi penurunan rata-rata intensitas nyeri pada kelompok intervensi sebesar 2,68 poin dan dibandingkan dengan kelompok kontrol secara statistik bermakna, hal ini didukung beberapa penelitian antara lain musik efektif untuk manajemen nyeri pasca operasi jantung karena terjadi penurunan intensitas nyeri pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tanpa terapi musik (Jafari, et al., 2012). Penelitian tentang kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur yang dilakukan selama 3 hari masing-masing 20 menit didapatkan hasil terjadi penurunan intensitas nyeri sesudah dilakukan intervensi sebesar 5 poin oleh Susanti (2014). Terapi musik relaksasi dan suara alam (nature sound) terhadap tingkat nyeri dan kecemasan: literatur review oleh Dody Setiawan (2012). Hasil dalam penelitian ini didapatkan pada kelompok intervensi selisih sistole 9,32 poin, secara statistik tidak bermakna, untuk selisih diastole pada penelitian ini didapatkan pada kelompok intervensi 4,21 poin, secara statistik penurunan tidak bermakna, selisih frekuensi nadi 3,79

29 91 poin, secara statistik tidak bermakna, untuk selisih frekuensi respirasi pada penelitian ini didapatkan hasil pada kelompok intervensi 2,37 poin, secara statistik tidak bermakna, menurut peneliti hal ini disebabkan karena penelitian ini hanya dilakukan dalam 1 hari dengan rentang 1,5 jam, sehingga lama waktu intervensi juga berpengaruh sesuai penelitian yang dilakukan Tori (2008) bahwa relaksasi yang dilakukan secara teratur dan jangka waktu yang lama akan membantu mengendalikan emosi sehingga berdampak pada sistem syaraf otonom yang mengendalikan tekanan darah, nadi dan pernafasan. Menurut Tori (2008) lamanya waktu pelaksanaan intervensi pada responden menyebabkan tidak berpengaruhnya terhadap tekanan darah, nadi dan pernafasan sehingga tidak terdapat perbedaan perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan dengan kelompok kontrol. Synder, (2002) dalam Tori (2008) menyebutkan bahwa salah satu langkah dalam terapi musik maupun relaksasi adalah memilih tempat yang tenang dan bebas dari gangguan orang lain. Ruangan yang tenang akan memungkinkan seseorang untuk berkonsentrasi menikmati terapi yang diberikan. Responden dalam penelitian ini tidak berada di ruang khusus tetapi di ruang rawat inap, dimana ada yang satu kamar untuk 1 orang ada yang untuk 2 dan ada yang 3 orang serta ada dibatasi korden antar pasien, sehingga masih memungkinkan ada stimulus yang menyebabkan responden kurang berkosentrasi saat intervensi. Penggunaan headset juga belum 100 % menjamin responden tidak mendengar suara dari luar, hal ini

30 92 berdampak tidak ada perbedaan tekanan darah, nadi, respirasi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Relaksasi nafas dalam berefek pada peningkatan konsentrasi oksigen pada alveoli, difusi oksigen dari alveoli ke vena pulmonalis meningkat disertai peningkatan oksigen di plasma. Oksigen yang meningkat berefek pada vasodilatasi perifer sehingga resistensi perifer menurun dan tekanan darah juga menurun. Konsentrasi oksigen yang normal plasma menurunkan ditangkap oleh baroreseptor dan kemoreseptor untuk menurunkan frekuensi bernafas sehingga nafas menjadi normal (Santoso, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Anderson, et al, (2010) menunjukan bahwa dengan pernafasan yang dalam dan lambat 6-10 kali permenit pada orang dewasa akan meningkatkan sensitifitas baroreseptor dengan menstimulasi respon saraf otonom melalui pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada penurunan respon saraf simpatis dan peningkatan respon parasimpatis sehingga dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak dan berpengaruh terhadap kestabilan irama pernafasan, hal ini sependapat dengan yang dikemukakan oleh Bally et al, (2010). Sedangkan dalam penelitian ini yang dilakukan dalam 1 hari didapatkan hasil pada kelompok intervensi selisih respirasi 2,37 poin, yang secara statistik tidak bermakna. Dengan melakukan kombinasi dari kedua terapi ini dapat memberikan kondisi relaksasi yang lebih baik. Menurut Anderson, et al.

31 93 (2010) bahwa banyak proses dalam hidup kita berakar dari irama sebagai contoh, napas kita detak jantung, dan pulsasi berulang dan berirama. Hal inilah yang mendasari kita dalam merawat pasien dengan terapi musik (Sebastian, 2014). Musik merangsang pengeluaran endorphin dan mengurangi pengeluaran katekolamin seperti epineprin dan norepineprin dari medulla adrenal, penurunan hormone ini akan mengurangi vasokontriksi yang diakibatkan oleh nyeri sehingga membantu memperbaiki tanda-tanda vital diantaranya adalah penurunan kekuatan kontraksi ventrikel yang dimanisfestasikan dengan adanya kestabilan tekanan darah dan denyut jantung dengan hasil akhir dapat menurunkan frekuensi nadi, tekanan darah dan konsumsi oksigen (Bally et al, 2010). Pengaturan pernafasan yang lambat selama terapi untuk mendorong peningkatan fungsi syaraf parasimpatik dan penurunan kerja syaraf simpatik akan berdampak pada penurunan nadi (Suselo, 2010). Selisih nadi dan pernafasan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan secara statistik tidak bermakna. Hal ini sama dengan penelitian Sitepu, (2009) yang didapatkan selisih denyut jantung 1,9 x/menit dan respirasi 0,98 x/menit dan secara statistik tidak bermakna. Penelitian relaksasi nafas dalam yang dilakukan oleh Anderson et al. (2010), melibatkan 40 responden dengan metode quasi eksperimen prepost test terhadap kelompok intervensi dan kelompok kontrol selama 4 minggu, hasil pengukuran tekanan darah setiap hari menunjukkan hasil

32 94 penurunan tekanan darah sistolik rata-rata 11 poin dan diastolik 6 poin. Hasil penelitian lain menurut Sebastian, (2014) ditemukan dengan slow breathing dapat menurunkan tekanan darah sistolik 6,7 mmhg dan tekanan darah diastolik 4,9 mmhg dimana nilai p=0,001 < α 0,05 ini pada pasien hipertensi. Kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam berpengaruh menurunkan tekanan darah secara bertahap sampai ke batas normal sesuai dengan sistem adaptasi tubuh (Muttaqin, 2009). Hal ini didukung hasil penelitian tentang kombinasi terapi musik dan slow deep breathing selama 14 hari menunjukkan pada kelompok intervensi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 41,46 poin dan distolik sebesar 37,52 yang berarti penurunan tekanan darah secara signifikan. Kombinasi dari kedua terapi non farmakologis ini memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan menggunakan salah satu terapi non farmakologis. Berdasarkan hasil penelitian Suselo (2010), pemberian terapi musik selama 3 hari berturut-turut menunjukkan penurunan rata-rata tekanan darah sitolik sebesar 39,34 poin dan penurunan rata-rata tekanan darah distolik sebesar 7 poin. Sedangkan dalam penelitian ini pada pasien post kateterisasi jantung yang dilakukan dalam 1 hari didapatkan hasil pada kelompok intervensi selisih tekanan darah sistolik sebesar 9,32 poin dan distolik sebesar 4,21 poin, nadi sebesar 3,79 poin dan respirasi 2,37 poin, yang berarti terjadi kestabilan vital sign tetapi secara statistik tidak bermakna.

33 95 Berdasarkan hasil tersebut peneliti berasumsi bahwa kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam yang dilakukan mengambil waktu minimal 15 menit karena masa rawat inap pasien pendek yaitu 2 hari dan keluhan yang dirasakan pasien rentang 2 sampai 6 jam setelah dilakukan kateterisasi jantung, kemudian intervensi (kadang jam berkunjung) sehingga kurang konsentrasi. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri (Brunner & Suddart, 2009). Musik harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri pasca operasi klien (Potter dan Perry, 2000). Tetapi ada pendapat lain dari Mucci & Mucci, (2002) bahwa lama waktu memperdengarkan terapi musik sangat tergantung keadaan pasien yang akan dilakukan terapi musik. Pada beberapa pasien, terapi musik yang hanya sebentar sudah dapat memberikan efek yang positif, tetapi ada yang dalam waktu lama, baru memberikan efek positif yang sedikit kepada pasiennya, jadi dalam hal ini antara satu orang dengan yang lain bisa berbeda.

34 96 Berdasarkan data hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa nyeri yang dirasakan pasien bersifat subyektif dan berbeda antara satu orang dengan yang lain dan menganggap nyeri, terutama nyeri ringan sebagai suatu hal yang biasa setelah pasien menjalani suatu tindakan. Penurunan skala nyeri lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya diasumsikan karena waktu pemberian yang minimal yaitu 15 menit dalam rentang waktu 1 jam dari pemberian terapi sampai evaluasi, hal ini dikarenakan masa rawat inap pasien yang rata-rata hanya 2 hari. Untuk vital sign terjadi perbedaan selisih bukan penurunan karena responden penelitian ini pasien post kateterisasi jantung dimana vital sign awal ada yang diatas normal dan ada yang normal, sehingga intepretasi hasilnya adalah kestabilan bukan penurunan. Adanya peningkatan kenyamanan yang dilihat dari hasil observasi pada responden saat penelitian sebelum dilakukan kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam respon responden memperlihatkan expresi wajah tampak menahan sakit dan setelah intervensi ± 80% tampak relaks. Pemberian intervensi pada kelompok kontrol skala nyerinya tetap, kemungkinan karena standar prosedur operasional yang sudah ada diruangan kurang optimal pelaksanaannya. 5. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian a. Kekuatan Penelitian 1) Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang merupakan rumah sakit pendidikan tipe A dan memiliki pasien rujukan dengan kasus

35 97 penyakit jantung di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah Bagian selatan. Untuk itu, sampel yang diperoleh di rumah sakit ini cukup mewakili tindakan kateterisasi jantung di wilayah DIY. Rumah sakit ini memiliki tenaga kesehatan serta peralatan yang memadai cukup canggih untuk pelaksanaan prosedur kateterisasi jantung. Pelaksanaan kateterisasi jantung dilakukan langsung oleh tim yang terdiri dari ahli jantung, perawat terlatih, radiografer dan tim yang lain, dimana pasien yang akan melakukan kateterisasi jantung menjalankan konsultasi baik tentang kondisi kesehatan maupun perkembangan keadaan pasien serta kesiapan dan izin dari keluarga pasien. 2) Hasil penelitian ini merupakan penjelasan dari efektifitas pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pasien post kateterisasi jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi eksperiment dengan pre - post test with control group design, dimana pada kelompok pertama diberikan perlakuan terapi musik dan relaksasi nafas dalam serta terapi standar ruangan, kelompok kedua tidak diberikan perlakuan (memakai protap rumah sakit/terapi standar ruangan). 3) Selama penelitian terjalin komunikasi yang baik antara peneliti, asisten peneliti, responden dan pihak Rumah Sakit khususnya Instalasi Rawat Jantung tempat penelitian.

36 98 4) Penggunaan instrumen penelitian NRS sudah ada uji validitas dan reabilitas dan mempunyai hubungan kekuatan r = 0,71-0,99. Kondisi ini menunjukkan dengan menggunakan skala NRS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable1 (Liu & Herr,2007 dalam Tubagus 2015) 5) Alat yang dipakai untuk pengukuran tekanan darah dan nadi dikalibrasi secara nasional oleh Badan Pemeliharaan Fasilitas Kesehatan (BPFK) pusat dari Surabaya 6) Jenis musik yang dipakai sudah di validasi oleh tim dari terapi musik 7) Musik dipilih berdasarkan pilihan responden yang merupakan salah satu faktor penting dalam pemberian terapi musik. b. Kelemahan Penelitian 1) Peneliti hanya melakukan dua kali pada 2 jam dan 3 jam post tindakan kateterisasi jantung padahal untuk tindakan tersebut dianjurkan immobilitas kurang lebih selama 6 jam post tindakan kateterisasi jantung. 2) Pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri serta pengukuran tanda-tanda vital pasien post kateterisasi jantung hanya diberikan satu hari karena masa rawat pasien rata-rata hanya 2 hari, untuk pre tindakan dan post tindakan. 3) Pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam membutuhkan konsentrasi untuk memberikan efek relaksasi yang maksimal. c. Kesulitan Penelitian 1). Bagi responden yang mendapat jadwal diatas jam 13.00, peneliti harus lebih ekstra untuk memberikan pengertian kepada pasien maupun

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan pre - post

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan pre - post BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Desain penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan pre - post test with control group design, dimana pada kelompok pertama diberikan perlakuan terapi musik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler telah menjadi salah satu masalah penting

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler telah menjadi salah satu masalah penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler telah menjadi salah satu masalah penting kesehatan masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi kasus terbanyak

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS KOMBINASI TERAPI MUSIK DAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST KATETERISASI JANTUNG

EFEKTIFITAS KOMBINASI TERAPI MUSIK DAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST KATETERISASI JANTUNG EFEKTIFITAS KOMBINASI TERAPI MUSIK DAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST KATETERISASI JANTUNG DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Naskah Publikasi Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea di RSUD Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea di RSUD Surakarta BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Univariat Penelitian dengan judul Perbedaan terapi musik dan relaksasi terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea di RSUD Surakarta telah dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak tahun 2000, angka kejadian penyakit tidak menular semakin

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak tahun 2000, angka kejadian penyakit tidak menular semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak tahun 2000, angka kejadian penyakit tidak menular semakin meningkat yaitu berupa penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, diabetes, dan penyakit saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Partisipan Penelitian Partisipan pada penelitian ini yaitu para lanjut usia (lansia) yang ada di Panti Wredha Salib Putih Salatiga sebagai kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 52 Jombang. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jombang. dalam layanan pilihan utama masyarakat di Kabupaten Jombang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 52 Jombang. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jombang. dalam layanan pilihan utama masyarakat di Kabupaten Jombang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jombang yang berlokasi di Jl. KH. Wahid Hasyim 52 Jombang.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat BAB V PEMBAHASAN A. Tingkat Dismenorea Pada Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Diberi Terapi Musik Klasik Mozart Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat dismenorea sebelum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe merupakan Rumah Sakit Umum (RSU) terbesar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memompa dengan kuat dan arteriol yang sempit sehinggga darah mengalir

BAB I PENDAHULUAN. yang memompa dengan kuat dan arteriol yang sempit sehinggga darah mengalir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam arteri. Hipertensi dihasilkan dari dua faktor utama yaitu jantung yang memompa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ditandai oleh penduduk dunia yang mengalami pergeseran pola pekerjaan dan aktivitas. Dari yang sebelumnya memiliki pola kehidupan agraris berubah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Di era globalisasi sekarang ini penyakit yang berhubungan dengan penyakit

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Di era globalisasi sekarang ini penyakit yang berhubungan dengan penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Di era globalisasi sekarang ini penyakit yang berhubungan dengan penyakit degeneratif telah menjadi suatu masalah besar di dalam dunia kesehatan. Terutama gangguan jantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Musik adalah segala sesuatu yang memberikan efek menyenangkan, keceriaan, dan mempunyai irama (ritme) melodi, timbre tertentu untuk membantu tubuh dan pikiran saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi Hipertensi adalah apabila tekanan sistoliknya diatas 140 mmhg dan tekanan diastolik diatas 90 mmhg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, data univariat serta bivariat 1. Gambaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan Banyakprodo Tirtomoyo. Jumlah remaja laki- laki yang dilakukan pengukuran berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis. Maslow (1970) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) adalah komitmen negara terhadap rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) adalah komitmen negara terhadap rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) adalah komitmen negara terhadap rakyat sendiri dan masyarakat global yang merupakan suatu kesepakatan dan kemitraan global untuk

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG Siti Romadoni, Aryadi, Desy Rukiyati PSIK STIKes Muhammadiyah Palembang Rumah

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK. Saya, Nanik Sri K Perawat RSUP Dr. Sardjito yang sedang menempuh pendidikan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK. Saya, Nanik Sri K Perawat RSUP Dr. Sardjito yang sedang menempuh pendidikan LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK Saya, Nanik Sri K Perawat RSUP Dr. Sardjito yang sedang menempuh pendidikan S2 keperawatan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta akan melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia tersebut, tidak hanya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik. Berat

Lebih terperinci

SKRIPSI SULASTRI J

SKRIPSI SULASTRI J PERBEDAAN TINGKAT NYERI ANTARA KELOMPOK KONTROL DAN EKSPERIMEN SETELAH DIBERIKAN TERAPI MUSIK PADA PASIEN POST OP FRAKTUR FEMUR DI RUANG RAWAT INAP BEDAH RUMAH SAKIT KARIMA UTAMA KARTASURA SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), ada sebanyak 234,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), ada sebanyak 234,2 juta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan tindakan pengobatan dengan cara membuka atau menampilkan bagian dalam tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai bangsa yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan pembangunan kelak di kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang

Lebih terperinci

FIRMAN FARADISI J

FIRMAN FARADISI J PERBEDAAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI MUROTAL DENGAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUMAH SAKIT Dr.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (UMY). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (UMY). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi, manusia modern semakin menemukan sebuah ketidak berjarakan yang membuat belahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian karena dapat menyebabkan kematian utama di negara-negara maju maupun berkembang. Diseluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hipertensi merupakan penyakit asimptomatik yaitu seringnya tidak menunjukkan tanda gejala sebelum menyerang organ lain seperti serangan jantung atau stroke. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah salah satu penyakit jantung yang sering ditemui pada orang dewasa. Pada PJK, fungsi jantung terganggu akibat adanya penyempitan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 orang, PNS yang mengajar di SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta sebanyak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 orang, PNS yang mengajar di SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta sebanyak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Responden Penelitian mengambil tempat di dalam ruangan kerja karyawan kantor dan ruang guru di sekolah-sekolah negeri. Responden dalam penelitian ini terdiri

Lebih terperinci

Kata Kunci : Intensitas nyeri, Transcutan Electric Neurogenic Stimulator (TENS), Terapi es

Kata Kunci : Intensitas nyeri, Transcutan Electric Neurogenic Stimulator (TENS), Terapi es GASTER, Vol. 7, No. Agustus (56-573) PERBANDINGAN KEEFEKTIFAN STIMULASI SARAF ELEKTRIK TENS DAN TERAPI ES TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN SIMPLE FRAKTUR DIRUANG PREMEDIKASI INSTALASI BEDAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA STROKE NON HEMORAGI DENGAN TERAPI MUSIK

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA STROKE NON HEMORAGI DENGAN TERAPI MUSIK PENELITIAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA STROKE NON HEMORAGI DENGAN TERAPI MUSIK Arini Rukmana*, Giri Udani** Terapi musik diyakini memiliki potensi untuk penyembuhan diri yang dimiliki oleh klien sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan kesempatan untuk melewati masa ini. tahun 2014, jumlah lansia di Provinsi Jawa Tengah meningkat

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan kesempatan untuk melewati masa ini. tahun 2014, jumlah lansia di Provinsi Jawa Tengah meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (2014), menyebut usia yang telah lanjut atau lebih dikenal dengan istilah lanjut usia (lansia)

Lebih terperinci

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat 2 Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, penyakit jantung koroner, pembuluh darah jantung dan otot jantung.

Lebih terperinci

Margono, Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang ABSTRAK

Margono, Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang   ABSTRAK EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENINGKATAN ADAPTASI REGULATOR TUBUH UNTUK MENURUNKAN NYERI PASIEN POST OPERASI FRAKTUR DI RUMAH SAKIT ORTOPEDI SOEHARSO SURAKARTA Margono, Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global,

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat sangat sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, banyak stresor dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah hipertensi. Dampak ini juga diperjelas oleh pernyataan World Health

BAB I PENDAHULUAN. adalah hipertensi. Dampak ini juga diperjelas oleh pernyataan World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan nasional yang berlangsung beberapa tahun terakhir telah menimbulkan pergeseran pola penyebab kematian dan masalah kesehatan. Sunaryo

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 7-9 Agustus 2014 di Ruang Prabu Kresna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN A. PENGARUH PEMBERIAN PISANG AMBON TERHADAP. kelompok kontrol pemberian pisang ambon, rata-rata tekanan darah sistolik

BAB V PEMBAHASAN A. PENGARUH PEMBERIAN PISANG AMBON TERHADAP. kelompok kontrol pemberian pisang ambon, rata-rata tekanan darah sistolik BAB V PEMBAHASAN A. PENGARUH PEMBERIAN PISANG AMBON TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 20 responden pada kelompok kontrol pemberian pisang ambon, rata-rata

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL Karya Tulis Ilmiah Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan kebutuhan manusia secara universal yang tidak pernah berdiri sendiri lepas dari masyarakat (Boedhisantoso, 1982). Konfusius mengatakan, Jika musik terdengar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan kateter merupakan tindakan keperawataan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup dan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Operasi atau pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi pengobatan dan merupakan upaya yang dapat mendatangkan ancaman terhadap integritas tubuh dan jiwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. quasi eksperiment dengan bentuk pretest posttest with control. group, dengan desain penelitian sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. quasi eksperiment dengan bentuk pretest posttest with control. group, dengan desain penelitian sebagai berikut: BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan bentuk pretest posttest with control group, dengan desain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling umum untuk mencari pertolongan kesehatan. Seseorang yang nyeri

BAB I PENDAHULUAN. paling umum untuk mencari pertolongan kesehatan. Seseorang yang nyeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti pernah mengalami nyeri itu merupakan alasan yang paling umum untuk mencari pertolongan kesehatan. Seseorang yang nyeri biasanya menderita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode Quasy

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode Quasy BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode Quasy Experiment meggunakan pendekatan two group pre-test and posttestt design yang terdiri

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014 PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh: Tresna Komalasari ABSTRAK Teknik relaksasi dengan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan tipe penyakit jantung yang paling banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat a. Usia Responden Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang dilakukan dengan cara insisi pada dinding abdomen ibu (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang dilakukan dengan cara insisi pada dinding abdomen ibu (WHO, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio Caesarea (SC) merupakan tindakan bedah untuk melahirkan bayi yang dilakukan dengan cara insisi pada dinding abdomen ibu (WHO, 2010). Sebanyak 18.5 juta SC dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo berkedudukan di jalan Prof. Dr. H.

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini 61 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 subyek pasien pasca stroke iskemik dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instalasi gawat darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui standart tim kesehatan

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Kata Kunci: Hipertensi, musik klasik, relaksasi autogenik

Abstrak. Abstract. Kata Kunci: Hipertensi, musik klasik, relaksasi autogenik PERBANDINGAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH LANSIA PENDERITA HIPERTENSI SETELAH DILAKUKAN TERAPI MUSIK KLASIK DAN RELAKSASI AUTOGENIK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEMBINA PALEMBANG 1 Dewi Ismarina, 2* Herliawati,

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR Niken Andalasari 1 Kebutuhan Istirahat dan tidur Istirahat sangat luas jika diartikan meliputi kondisi santai, tenang, rileks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen miokardium yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami berbagai perkembangan penyakit yang bersifat degeneratif.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami berbagai perkembangan penyakit yang bersifat degeneratif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi alam dan masyarakat saat ini sangat kompleks sehingga banyak masalah kesehatan yang muncul. Saat ini masyarakat modern banyak mengalami berbagai perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Lansia mengalami proses menua (aging process) secara alami yang tidak dapat dihindari (Hawari, 2007). Namun pengaruh proses menua sering menimbulkan bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu di dunia, sehingga stroke menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting saat ini. Dua pertiga stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak,

BAB I PENDAHULUAN. Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan disekitarnya dan dapat bermetastatis atau menyebar keorgan lain (WHO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan jaman dan perkembangan teknologi dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. Banyak masyarakat saat ini sering melakukan pola hidup yang kurang baik

Lebih terperinci

INFOKES, VOL. 3 NO. 1 Februari 2013 ISSN :

INFOKES, VOL. 3 NO. 1 Februari 2013 ISSN : TERDAPAT PENGARUH PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP TINGKAT NYERI PADA PASIEN POST OPERASI DENGAN ANESTESI UMUM DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Oleh: Satriyo Agung, Annisa Andriyani, Dewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi tekanan darah didalam pembuluh darah yang meningkat secara kronis. Hal ini disebabkan oleh kerja jantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter &Perry, 2010). Sedangkan organisasi kesehatan dunia WHO 2012 dalam Nugroho (2012) menyatakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang utama 1.Masalah kesehatan yang timbul akibat stoke sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Responden Penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah adalah ibu primigravida

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Responden Penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah adalah ibu primigravida BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah adalah ibu primigravida yang mengalami nyeri persalinan kala 1 fase aktif di RSB Mutiara Bunda-Salatiga.

Lebih terperinci

The 7 th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

The 7 th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta Perbedaan Pengaruh Pemberian Meditasi Sederhana Dan Latihan Deep Breathing Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Posyandu Lansia Mentari Senja Semanggi Surakarta Nur Annisa 1, Maryatun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit kardiovaskular merupakan gangguan pada jantung dan pembuluh darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark miokardium, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan tekanan darah seseorang berada di atas batas normal atau optimal yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal

Lebih terperinci