APLIKASI TANK MODEL DAN ANALISIS EROSI BERBASIS DATA SPAS DI SUB-SUB DAS CIMANUK HULU KABUPATEN GARUT ASWIN RAHADIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI TANK MODEL DAN ANALISIS EROSI BERBASIS DATA SPAS DI SUB-SUB DAS CIMANUK HULU KABUPATEN GARUT ASWIN RAHADIAN"

Transkripsi

1 APLIKASI TANK MODEL DAN ANALISIS EROSI BERBASIS DATA SPAS DI SUB-SUB DAS CIMANUK HULU KABUPATEN GARUT ASWIN RAHADIAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 APLIKASI TANK MODEL DAN ANALISIS EROSI BERBASIS DATA SPAS DI SUB-SUB DAS CIMANUK HULU KABUPATEN GARUT Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor ASWIN RAHADIAN E DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN ASWIN RAHADIAN (E ). Aplikasi Tank Model dan Analisis Erosi Berbasis Data SPAS di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu, Kabupaten Garut. Dibimbing oleh NANA MULYANA ARIFJAYA. Perluasan lahan budidaya serta pemukiman di Daerah Aliran Sungai (DAS) khususnya bagian hulu menyebabkan peningkatan laju erosi dan sedimentasi. Akibat perubahan tersebut berdampak pada kondisi hidrologi DAS, maka diperlukan perencanaan pengelolaan DAS yang baik agar eksploitasi sumberdaya lahan dapat terkendali, diantaranya dengan merancang model hidrologi. Salah satu model hidrologi yang dapat menggambarkan karakteristik DAS adalah Tank Model. Aplikasi Tank Model dilakukan berdasarkan data curah hujan, evapotranspirasi, dan debit aliran sungai. Informasi data tersebut diunduh dari Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) dan diperlukan kalibrasi data agar data tepat dan akurat. Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu Desa Simpang, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cimanuk- Citanduy dan Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tujuan penelitian ini adalah : 1) Mengkalibrasi pengukuran debit, 2) Mengkaji laju sedimen dan erosi, 3) Mengaplikasikan Tank model berbasis data SPAS. Tahap penelitian meliputi : 1) Analisis hubungan debit aliran sungai dengan tinggi muka air, 2) Pengolahan data curah hujan, debit aliran sungai, dan evapotranspirasi harian, 3) Analisis laju sedimen dan erosi. Luas Sub-sub DAS Cimanuk Hulu sebesar 258,94 ha dengan penutupan lahan sebagai berikut : belukar 153,4 ha (59,2%), hutan 2,5 ha (0,9%), kebun campuran 42,4 ha (16,4%), pemukiman 2,0 ha (0,8%), dan tegalan atau ladang 58,7 ha (22,7%). Jenis tanah di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu didominasi oleh jenis tanah andosol. Hasil kalibrasi data diperoleh hubungan tinggi muka air dengan debit aliran, yaitu Q = 6,50 TMA 2,78 dengan R 2 = 0,919 dan hubungan debit aliran dengan laju sedimen, yaitu Qs = 525,9 Q 1,821 dengan R 2 = 0,964. Jumlah curah hujan tahun 2008 sebesar mm/tahun dan 2009 sebesar 2.303,5 mm/tahun. Total laju sedimen regresi (1) tahun 2008 sebesar 48,79 ton/ha/tahun (4,06 mm/tahun) dan 2009 sebesar 38,05 ton/ha/tahun (3,17 mm/tahun). Laju sedimen hasil perhitungan model MUSLE (Modification of Universal Soil Loss Equation) yaitu total laju sedimen lateral tahun 2008 sebesar 8,49 ton/ha/tahun (0,71 mm/tahun) dan 2009 sebesar 8,58 ton/ha/tahun (0,72 mm/tahun). Total laju sedimen tahun 2008 sebesar 553,14 ton/ha/tahun (46,09 mm/tahun) dan tahun 2009 sebesar 546,81 ton/ha/tahun (45,57 mm/tahun). Hubungan laju sedimen regresi (1) dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE menunjukkan korelasi yang kuat dengan persamaan regresi Qs MUSLE = 14,63 Qs REG 0,210 dan R 2 = 0,888. Hasil optimasi Tank Model diperoleh nilai parameter dengan R = 0,85, dimana aliran Sub-sub DAS Cimanuk Hulu pada tahun 2008 surface flow (Ya2) menunjukkan persentase tertinggi sebesar 43,421%, kemudian intermediate flow (Yb1) sebesar 34,585%, sub-base flow (Yc1) 19,429%, dan base flow (Yd1) sebesar 2,564%. Pada tahun 2009 surface flow (Ya2) sebesar 36,848%, kemudian intermediate flow (Yb1) dengan persentase tertinggi sebesar 40,190%, sub-base flow (Yc1) 20,384%, dan base flow (Yd1) sebesar 2,577%. Kata kunci : Tank Model, kalibrasi data, laju sedimen, model MUSLE

4 SUMMARY ASWIN RAHADIAN (E ). Tank Model Application and Erosion Analysis Base on Hydrologic Data Measurement at Cimanuk Upper Catchment, Garut District. Supervised by NANA MULYANA ARIFJAYA. The expansion of cultivation and settlement in the watershed area, especially in headwater area cause increased rates of erosion and sedimentation. As a result of these changes have an impact on watershed hydrological conditions. It is necessary to good watershed management plan for the exploitation of land resources can be controlled, such as by designed a hydrological model. One of the hydrological model that can describe the characteristics of the watershed was Tank Model. Tank Model data input consist of rainfall, evapotranspiration, and discharge. The research located at Cimanuk Upper catchment, Simpang Village, Cikajang Sub-District, Garut District, West Java. Data was processed at Regional Watershed Cimanuk-Citanduy office and Laboratory of Forest Watershed Hydrology, Departement Forest Management, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University. The objective of this research are : 1) calibrated the measurement of discharge, 2) Study of sedimentation and erosion rates, 3) Tank Model application. The step of research were : 1) Correlation analysis between discharge and the water level, 2) Rainfall data prosessing, discharge and evapotranspiration daily data as an input data for Tank Model, 3) Analysis of sediment and erosion rate. Cimanuk Upper catchment is about 258,94 ha, with land cover area consist of 153,4 ha (59,2%) shurbs, 2,5 ha (0,9%) forest, 42,4 ha (16,4%) mixed garden, 2,0 ha (0,8%) settlement, 58,7 ha (22,7%) upland agriculture. Soil type at Cimanuk Upper catchment dominated by andosol. Hydrologic data calibration results obtained correlation between water level and discharge was Q = 6,501, TMA 2,78, with R 2 = 0,919, correlation between discharge and sediment rate was Qs = 525,9 Q 1,821 with R 2 = 0,964. Total rainfall in 2008 was mm/year. Total rainfall in 2009 was 2.303,5 mm/year. Total sediment rate regression in 2008 was 48,79 ton/ha/year (4,06 mm/year) and 2009 was 38,05 ton/ha/year (3,17 mm/year). Sediment rate of calculated MUSLE model (Modification of Universal Soil Loss Equation), total of lateral sediment rate in 2008 was 8,49 ton/ha/year (0,71 mm/year) and 2009 was 8,58 ton/ha/year (0,72 mm/year). Total sediment rate in 2008 was 553,14 ton/ha/year (46,09 mm/tahun) and 2009 was 546,81 ton/ha/year (45,57 mm/year). Correlation between sediment rate regression and sediment rate of calculated MUSLE model showed a high correlation with regression equation was Qs MUSLE = 14,63 Qs REG 0,210 and R 2 = 0,888. Tank Model optimization results obtained with parameter values R = 0,85, where the flow of Cimanuk Upper catchment, surface flow in the year 2008 (Ya2) showed the highest percentage of 43,421%, intermediate flow (Yb1) amounted to 34,585%, sub-base flow (Yc1) 19,429%, and base flow (Yd1) 2,564%. In the year 2009 surface flow (Ya2) of %, then intermediate flow (Yb1) with the highest percentage of 40,190%, the sub-base flow (Yc1) 20,384%, and base flow (Yd1) of 2.577%. Keywords : Tank Model, data calibration, sediment rate, MUSLE model

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aplikasi Tank Model dan Analisis Erosi Berbasis Data SPAS di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu, Kabupaten Garut adalah benar-benar karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2010 Aswin Rahadian NRP E

6 Judul Nama Mahasiswa NRP : Aplikasi Tank Model dan Analisis Erosi Berbasis Data SPAS di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu, Kabupaten Garut : Aswin Rahadian : E Menyetujui: Dosen Pembimbing Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si NIP Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS NIP Tanggal lulus:

7 i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-nya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan rangkaian kegiatan perkuliahan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si selaku dosen pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan pula pada Bapak Engkus, Bapak Tosin, Bapak Arif, Bapak Saban, dan Bapak Budi sebagai staf pegawai BPDAS Cimanuk-Citanduy dalam bimbingannya di lapangan, Bapak Cecep Firman sebagai staf pegawai BPDAS Citarum-Ciliwung yang telah mengizinkan dalam penggunaan alat. Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini jauh dari sempurna, dan ketidaksempurnaan tersebut selayaknya menjadi tanggung jawab penulis. Untuk itu, atas kekurangannya penulis memohon maaf. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini sehingga dapat digunakan sebagaimana mestinya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bogor, Juni 2010 Penulis

8 ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 3 Mei 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Asep Rahmat dan Wawat Suparti. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Sukabumi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif dalam organisasi Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) sebagai Kepala Biro Logistik ( ), staf Pengembangan Sumberdaya Manusia Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Sukabumi (IKAMASI) ( ), panitia Pelatihan Mahasiswa Kehutanan PC Silva Fakutas Kehutanan IPB (2007), panitia pendakian massal Gunung Gede-Pangrango (2007), dan ketua panitia penelusuran Gua Gudawang (2008). Penulis pernah terlibat dalam Proyek Pengendalian Banjir Jakarta (2008), asisten produksi Lembaga Penilaian Independen IPB dalam perpanjangan IUPHHK-HA PT. Sindo Lumber, Kalimantan Tengah (2009), Interpreter dan Asisten pada Research of Support for Forest Resources Management Through Leveraging Satelite Image Information (2010), serta proyek evaluasi Peta Dasar Tematik Kehutanan (PDTK) Departemen Kehutanan (2010). Penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang dan Sancang (2007), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan KPH Cianjur, Unit III Jawa Barat (2008), dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Dumai, Provinsi Riau (2009). Selain itu, penulis menjadi asisten Mata Kuliah Dendologi, Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah, Inventarisasi Sumberdaya Hutan, Hidrologi Hutan dan Pengelolaan Ekosistem DAS. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Aplikasi Tank Model dan Analisis Erosi Berbasis Data SPAS di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu Kabupaten Garut, di bawah bimbingan Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si.

9 iii UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-nya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan rangkaian kegiatan perkuliahan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ayahanda Asep Rahmat dan Ibunda Wawat Suparti atas berkah nada-nada doa yang tak henti mengalir pada sungai kasih sayang, Alya Ditasari yang memberikan semangat dengan senyum kecilnya, serta keluarga besar Engkos Kosasih yang tanpa hentinya mengalirkan doa, semangat, dan dukungan. 2. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si selaku dosen pembimbing, atas keikhlasan beliau dalam membimbing, memberikan ilmu, dan nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga ilmu ini bermanfaat. 3. Bapak Engkus, Bapak Tosin, Bapak Arif, Bapak Saban, dan Bapak Budi sebagai staf pegawai BPDAS Cimanuk-Citanduy dalam bimbingannya di lapangan. Bapak Cecep Firman sebagai staf pegawai di BPDAS Citarum- Ciliwung yang telah mengizinkan dalam penggunaan alat. 4. Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc, Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si, dan Dr.Ir.Achmad, MS, sebagai penguji ujian komprehensif, serta nasehat yang diberikan kepada penulis. 5. Tyas Ayu Lestari, atas lantunan doa, dorongan semangat, serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. 6. Petualang Rimba, Kosan Baut Berkarat dan Kosan Aurora, Ivan, Ragil, Sogi, Gilang, Angga, Doris, Bejo, Kobul, Oki, Kura, Ari, Maung, Moji, Bowo, Ijal, Fuad, Acank, Jarwo, Dimsum, Nota, Aryo, dan Arnas atas pengalaman pembelajaran di alam, suka duka menjalani keseharian dalam menuntut ilmu, dan kebersamaan dalam ruang dan waktu. 7. Keluarga besar Manajemen Hutan 42, sahabat terbaik dalam mengejar mimpi yang selalu menghadirkan tawa dan senyuman, Alan, Tias, Syam,

10 iv Angga, Aceng, Baki, Dian, Dody, Poche, Fitri, Tian, Anita, Anjel, Anne, Budi, Buyung, Gendut, Ika, Mara, Coky, Mimit, Icha, Pipeh, Afwan, Ronal, Sidik, Rivan, dan Herry. 8. Keluarga besar RIMPALA, khususnya angkatan R-XI. 9. Bondan Prakoso dan Fade to Black, Tito, Lezzano, Santoz, dan Rezpector seluruh Indonesia, terima kasih atas karyanya yang selalu memberi semangat dalam menghadapi tantangan. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi.

11 v DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DARTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Penggunaan Lahan Curah Hujan dan Intensitas Hujan Aliran Permukaan dan Debit Aliran Pendekatan Model dalam Sistem Hidrologi dan DAS Tank Model Aplikasi Tank Model Erosi dan Sedimentasi... 8 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Analisis Data Analisis Hubungan Tinggi Muka Air (TMA) dengan Debit Aliran (Q) Analisis Hubungan Debit Aliran (Q) dengan Laju sedimen (Qs) Analisis Hidrograf Pengolahan Data Input Tank Model... 14

12 vi Pengolahan Data Curah Hujan Pengolahan Data Evapotranspirasi Pengolahan Data Debit Aliran Analisis Laju Sedimen BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Topografi Tanah Vegetasi dan Iklim Penggunaan Lahan Kondisi Sosial Ekonomi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Analisis Debit Aliran Analisis Hidrograf Aplikasi Tank Model Analisis Laju Sedimen dengan Debit Aliran Analisis Laju Sedimen Aliran Lateral (Surface Flow) dan Base Flow Analisis Laju Sedimen dari Sub DAS Analisis Hubungan Laju Sedimen Regresi (1) dengan Laju Sedimen Kalkulasi Model MUSLE (Modification of Universal Soil Loss Equation) BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 46

13 vii DARTAR TABEL No. Halaman 1. Luas kelas lereng Daerah Tangkapan Air Sub-sub DAS Cimanuk Hulu Klasifikasi iklim menurut Schmidth-Ferguson Luas dan persentase penutupan lahan di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu Hasil pengolahan data TMA lapangan untuk mencari debit aliran dengan menggunakan persamaan Manning Dua belas parameter hasil optimasi Tank Model di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu Komponen Tank Model hasil optimasi Indikator keandalan Tank Model di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu... 34

14 viii DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Bagan tahapan penelitian Skema standar representasi Tank Model (Setiawan 2003) Peta lokasi penelitian Peta kelas lereng Sub-sub DAS Cimanuk Hulu Peta tutupan lahan Sub-sub DAS Cimanuk Hulu Grafik curah hujan harian 1 Januari Desember Diagram curah hujan bulanan tahun 2008 dan Discharge rating curve SPAS Cimanuk Hulu Grafik hubungan debit aliran, TMA, dan curah hujan harian 1 Januari Desember Diagram debit aliran dan curah hujan bulanan tahun 2008 dan Hidrograf satuan tanggal maret 2008 di SPAS Cimanuk Hulu, Sub-sub DAS Cimanuk Hulu Hidrograf satuan tanggal 6-16 maret 2009 di SPAS Cimanuk Hulu, Sub-sub DAS Cimanuk Hulu Level air pada tank A tanggal 1 Januari Desember Level air pada tank B tanggal 1 Januari Desember Level air pada tank C tanggal 1 Januari Desember Level air pada tank D tanggal 1 Januari Desember Grafik hubungan laju sedimen dengan debit aliran Grafik hubungan laju sedimen dengan debit aliran berdasarkan model persamaan regresi (1), 1 Januari Desember Diagram hubungan laju sedimen dan debit aliran bulanan berdasarkan persamaan regresi (1), tahun 2008 dan Grafik hubungan laju sedimen aliran lateral dan base flow dengan debit aliran lapangan dan debit aliran kalkulasi Tank Model, 1 Januari Desember Diagram laju sedimen aliran lateral dan base flow bulanan, tahun 2008 dan Grafik hubungan laju sedimen dari Sub DAS dengan debit aliran lapangan dan debit aliran kalkulasi Tank Model 1 Januari Desember Diagram laju sedimen bulanan dari Sub DAS, tahun 2008 dan Grafik hubungan laju sedimen regresi (1) dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE... 41

15 ix DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Analisis Hubungan Debit dan Tinggi Muka Air di SPAS Cimanuk Hulu Hubungan Debit Sedimen dan Debit Aliran di SPAS Cimanuk Hulu Contoh Perhitungan Hidrograf Tanggal Maret 2008 di SPAS Hulu Cimanuk Contoh Perhitungan Hidrograf Tanggal 6-16 Maret 2009 di SPAS Hulu Cimanuk Perhitungan Debit Nilai Faktor Erodibilitas Tanah (K), Panjang dan Kemiringan Lereng (LS), Pengelolaan Tanaman (C), dan Tindakan Konservasi (P) Rekapitulasi Data Tinggi Muka Air Tahun Rekapitulasi Data Tinggi Muka Air Tahun Rekapitulasi Data Debit Aliran Sebelum Kalkulasi Tank Model Tahun Rekapitulasi Data Debit Aliran Sebelum Kalkulasi Tank Model Tahun Rekapitulasi Data Debit Kalkulasi Tank Model Tahun Rekapitulasi Data Debit Kalkulasi Tank Model Tahun Rekapitulasi Data Curah Hujan Tahun Rekapitulasi Data Curah Hujan Tahun Rekapitulasi Data Evapotranspirasi Tahun Rekapitulasi Data Evapotranspirasi Tahun Rekapitulasi Data Laju Sedimen Hasil Model Persamaan Regresi (1) Tahun Rekapitulasi Data Laju Sedimen Hasil Model Persamaan Regresi (1) Tahun Rekapitulasi Data Laju Sedimen Aliran Lateral dan Base Flow Tahun Rekapitulasi Data Laju Sedimen Aliran Lateral dan Base Flow Tahun Rekapitulasi Data Laju Sedimen dari Sub DAS Tahun Rekapitulasi Data Laju Sedimen dari Sub DAS Tahun SPAS Cimanuk Hulu... 74

16 x 24. Penutupan Lahan di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian... 76

17 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang sejalan dengan peningkatan kebutuhan pangan dan pembangunan, menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan permukiman. Perubahan tutupan lahan ini dapat berpengaruh terhadap peningkatan laju sedimen dan erosi. Peningkatan laju sedimen dan erosi berdampak pada kondisi biofisik Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sosial-ekonomi masyarakat yang semakin kehilangan kemampuannya untuk berusaha di lahannya. Sub-sub DAS Cimanuk Hulu merupakan daerah yang tergolong dalam kondisi kritis. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi tata air SPAS Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Cimanuk-Citanduy tahun 2008, laju sedimen di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu tergolong buruk, yaitu sebesar 27,5 mm/tahun. Standar evaluasi berdasarkan Pedoman Penyelenggaraan Monitoring dan Evaluasi DAS (BPDAS 2002) adalah, <1 mm/tahun (baik), 1-2 mm/tahun (sedang), >2 mm/tahun (buruk). Monitoring dan evaluasi harus didasarkan pada pendugaan dan pengukuran yang akurat dan kontinyu di SPAS Cimanuk Hulu, sebagai dasar informasi dalam perencanaan dan pengelolaan DAS yang baik untuk kedepannya. Perencanaan dan pengelolaan DAS dapat dilakukan dengan merancang model hidrologi untuk menduga karakeristik DAS. Salah satu model hidrologi yang baik dalam menduga karakteristik DAS serta mengetahui ketersediaan air di suatu DAS adalah Tank Model. Potensi air pada suatu DAS dapat dikuantifikasikan dalam bentuk hasil air yang optimum, dipandang dari aspek kuantitas dan waktu dapat dipelajari melalui keseimbangan air dinamis berdasarkan masukan dan keluaran air. Dengan demikian, dapat diketahui mengenai ketersediaan air dari waktu ke waktu (Rudiyanto & Setiawan 2003).

18 2 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1. Mengkalibrasi pengukuran debit di SPAS Cimanuk Hulu Sub-sub DAS Cimanuk Hulu. 2. Mengkaji laju sedimen dan erosi di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu. 3. Mengaplikasikan Tank model berbasis data SPAS untuk menggambarkan karakteristik hidrologi di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian antara lain : 1. Hasil kalibrasi digunakan untuk evaluasi pengelolaan Sub-sub DAS Cimanuk Hulu. 2. Memberi perspektif kondisi Sub-sub DAS Cimanuk Hulu sebagai pertimbangan dalam pengelolaan DAS dan rehabilitasi lahan. 3. Aplikasi Tank model dalam menduga karakteristik hidrologi DAS di sub-sub DAS Hulu.

19 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah yang dibatasi oleh pembatas topografi berupa punggung bukit yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara, serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau (Muchtar & Abdullah 2007). Daerah Aliran Sungai merupakan daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang merupakan daerah tangkapan air (catchment area) memiliki fungsi menerima, menampung, dan mengalirkan air ke laut melalui sungai utama (Muchtar & Abdullah 2007). Linsley (1980) dalam Muchtar dan Abdullah (2007) menyebutkan bahwa DAS sebagai sebuah kolam tempat menyalurkan air sungai di seluruh wilayah yang terkuras oleh aliran atau sistem aliran penghubung sedemikian rupa sehingga semua aliran sungai yang berasal di daerah dibuang melalui satu outlet. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Batasan-batasan DAS menurut Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air (2008) dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu DAS bagian hulu yang didasarkan pada fungsi konservasi untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. DAS bagian hulu ini mempunyai peran paling penting, terutama sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke bagian hilirnya. Berikutnya adalah DAS bagian tengah dan bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan

20 4 kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Menurut Kittredge dalam Manan (1978) diacu dalam Muchtar dan Abdullah (2007), pengelolaan DAS adalah pengelolaan sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable), seperti air, tanah dan vegetasi dalam sebuah DAS, agar dapat mengalirkan air (water yield) untuk kepentingan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan masyarakat, yaitu air minum, industri, irigasi dan tenaga listrik. Menurut Manan dalam Paembonan (1980) diacu dalam Muchtar dan Abdullah (2007), pengelolaan DAS merupakan bagian dari manajemen sumberdaya alam yang meliputi pengurusan dan pengembangan dari semua sumberdaya alam dari suatu daerah aliran yang ditujukan kepada produksi dan perlindungan sumberdaya air termasuk pengendalian erosi dan banjir serta pemeliharaan nilai-nilai perairan. 2.2 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan faktor penting dalam mempengaruhi kondisi suatu wilayah, segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap atau berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya binaan. Perubahan penggunaan lahan tidak akan membawa masalah yang serius sepanjang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air serta kelas kemampuan lahan. Perubahan lahan akan berpengaruh langsung terhadap karakteristik penutupan lahan sehingga akan mempengaruhi sistem tata air DAS yang ditunjukkan oleh respon hidrologi DAS yang diketahui melalui produksi air, erosi, dan sedimen (Seyhan 1990). Penggunaan lahan secara tepat guna dan berhasil guna hanya akan terjadi bila dilakukan berdasarkan kemampuan alami yang dimiliki oleh lahan itu. Perbedaan dalam kemampuan itu sebetulnya ditentukan oleh sifat dan ciri lahan itu sendiri. Apabila telah rusak, maka pengelolaan diarahkan bukan lagi untuk mencegah tetapi merupakan upaya rehabilitasi (Rahim 2006).

21 5 2.3 Curah Hujan dan Intensitas Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal sebelum terjadi evaporasi, run-off, dan infiltrasi. Derajat curah hujan dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu dan disebut intensitas curah hujan (Sosrodarsono & Takeda 2003). 2.4 Aliran Permukaan dan Debit Aliran Menurut Effendi (2003), aliran permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan badan air lain yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Rahim (2006) menyebutkan bahwa aliran permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah, jumlah air yang menjadi aliran permukaan ini sangat bergantung pada jumlah air hujan persatuan waktu (intensitas), keadaan penutupan lahan, topografi (terutama kemiringan lereng), jenis tanah, dan ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadinya hujan). Aliran permukaan mulai sebagai suatu aliran lapisan yang tipis. Pada akhirnya lapisan aliran air ini berkumpul ke dalam saluran sungai yang diskrit. Dalam artian yang umum, air mengalir pada saluran-saluran yang kecil ini, paritparit, sungai-sungai dan aliran-aliran merupakan kelebihan curah hujan terhadap evapotranspirasi, cadangan permukaan dan air bawah tanah (Seyhan 1990). Debit (discharge) dinyatakan sebagai volume yang mengalir pada selang waktu dan pada umumnya dinyatakan dalam satuan m 3 /detik (Effendi 2003). Sedimentasi tidak akan terlepas dari proses terjadinya erosi. Sedimentasi merupakan proses terangkutnya bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang tererosi dan terangkut oleh aliran air yang diendapkan pada suatu tempat dimana kecepatan airnya melambat atau berhenti (Arsyad 2006). Terjadinya erosi pada lahan terbuka yang diikuti oleh hilangnya bahan organik dan pemadatan tanah oleh pukulan air hujan menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas infiltrasi tanah. Akibatnya hujan yang terjadi selanjutnya akan dengan mudah untuk terakumulasi di permukaan membentuk limpasan permukaan (run-off) dengan membawa materi sedimen serta debit aliran yang tinggi, hanya sedikit air yang

22 6 masuk ke dalam yang mengakibatkan kekurangan air di musim kemarau (Rahim 2006). 2.5 Pendekatan Model dalam Sistem Hidrologi dan DAS Model dan simulasi merupakan bentuk sederhana dari sistem berjalan kompleks di alam serta merupakan sintesis yang mencoba merinci mekanisme yang bekerja pada sistem, sehingga perilaku berbagai penyusun sistem yang tergolong penting (Wulandari 2008). Suatu sistem diberi batasan sebagai kumpulan objek dan sub sistem yang disatukan dengan beberapa bentuk interaksi (saling-tindak) yang beraturan. Model-model digunakan sebagai penerapan teknik-teknik perhitungan terhadap analisis sistem. Model tersebut dapat bersifat fisik, analog, matematik, maupun statistik (Seyhan 1990). DAS sebagai sistem hidrologis yang terbuka terdiri dari tiga komponen utama dalam sistem tersebut diantaranya input berupa hujan, proses yaitu DAS sebagai pengatur, dan output yang berupa aliran permukaan, sedimen dan unsur hara. 2.6 Tank Model Tank Model adalah salah satu model hidrologi untuk menganalisis karakteristik aliran sungai. Model dapat memberikan informasi tentang ketersediaan air dan digunakan untuk memprediksi banjir. Model ini memerlukan kalibrasi dan biasanya dilakukan oleh menetapkan parameter yang terkandung (Setiawan 2003). Model hidrologi yang baik sangat diperlukan dalam manajemen sumberdaya air ataupun perencanaan pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS). Potensi air pada suatu DAS dapat dikuantifikasikan dalam bentuk hasil air yang optimum, dipandang dari aspek kuantitas dan waktu dapat dipelajari melalui keseimbangan air dinamis berdasarkan masukan dan keluaran air. Dengan demikian dapat diketahui mengenai ketersediaan air dari waktu ke waktu. Salah satu model yang memberikan gambaran keseimbangan air dinamis dalam suatu DAS adalah Tank Model (Rudiyanto & Setiawan 2003).

23 7 Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan parameter-parameter Tank Model. Penentuan parameterparameter Tank Model merupakan bagian penting dalam prosedur analisis keseimbangan air menggunakan Tank Model. Karena Tank Model memerlukan cukup banyak parameter yang harus dicari, membuat para perancang Tank Model kesulitan dalam penentuan parameter ini. Sebagian besar perancang Tank Model masih menggunakan cara trial-error untuk mendapatkannya. Selain menghabiskan waktu dalam pelaksanannya juga muncul permasalahan terhadap penerimaan nilai parameter yang dihasilkan. Sehingga arah perbincangan Tank Model bergeser ke arah penentuan parameter-parameternya (Setiawan 2003). Sugawara (1961) dalam Rudiyanto dan Setiawan (2003) menyatakan bahwa Tank Model mengasumsikan besarnya limpasan dan infiltrasi merupakan fungsi dari jumlah air yang tersimpan di dalam tanah atau tampungan air di bawah permukaan. Sugawara (1986) dalam Rudiyanto dan Setiawan (2003) memperkenalkan struktur Tank Model terdiri atas beberapa tank sederhana yang tersusun secara vertikal. Struktur Tank Model terdiri dari 4 tank yang tersusun seri secara vertikal yang kemudian disebut sebagai Standard Tank Model. Namun, dalam perkembangannya para perancang Tank Model melakukan berbagai modifikasi agar Tank Model mampu mempresentasikan kondisi lapang. 2.7 Aplikasi Tank Model Aplikasi Tank Model dalam penggunaannya sering digunakan dalam menduga ketersediaan air di suatu Derah Aliran Sungai. Fukuda dan Nakano (2001) menyatakan dalam penelitiannya di DAS Terauchi, hasil optimasi parameter run-off coeffisient dan infiltration coeffisient DAS Terauchi tahun Terdapat Pola yang hampir sama antar tahun, walaupun telah dilakukan optimasi. Pada tank A run-off coeffisient dan infiltration coeffisient hampir sama dan terjadi perubahan setiap tahunnya. Sedangkan tank B dan C mempunyai run-off coeffisient yang lebih besar dari infiltration coeffisient dan run-off coeffisient tank B dan C juga mengalami perubahan tiap tahunnya. Run-off coeffisient terbesar dimiliki tank C dikuti B, A dan run-off coeffisient pada tank D

24 8 mempunyai nilai yang paling kecil dan hampir tetap setiap tahunnya. Sedangkan infiltration coeffisient terbesar dimiliki tank A dikuti tank C dan B. Hasil optimasi Storage parameter DAS Terauchi tahun menunjukkan Storage parameter yang dihasilkan mempunyai nilai yang hampir sama untuk dari tahun ke tahun. Ha2 dan Hc1 mempunyai nilai terbesar kemudian diikuti Hb1 dan Ha1. Semakin besar Storage parameter akan semakin kecil aliran air yang dihasilkan dan sebaliknya. Pada DAS Terauchi intermediate flow paling dominan dari tahun ke tahun. Kemudian dikuti base flow, surface flow dan sub-base flow hampir tidak ada. Walaupun mempunyai run-off coeffisients yang paling kecil (Tank D) tapi mempunyai jumlah aliran air yang cukup besar. Ini menunjukkan bahwa jumlah air yang tersimpan di base storage (tinggi air pada Tank D) cukup besar. Surface flow dan intermediate flow mempunyai pola (fluktuatif) yang sama. Sedangkan besarnya base flow dari tahun ke tahun hampir sama. Ini berarti surface flow dan intermediate flow lebih dipengaruhi oleh hujan. Apabila dibandingkan dengan hasil optimasi yang dilakukan setiap tahun, total setiap komponen aliran mempunyai perbedaan pada aliran surface flow dan intermediate flow sedangkan sub-base flow dan base flow hampir sama. Pada optimasi tiap tahun lebih menggambarkan kondisi aktual lapang sedangkan kalibrasi tahun 1986 dan verifikasi tahun menganggap kondisi lapang tetap, sehingga pola aliran akan sama dari tahun ke tahun. 2.8 Erosi dan Sedimentasi Secara umum dapat dikatakan bahwa erosi dan sedimentasi merupakan proses pelepasan butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat yang lain. Erosi tanah terjadi melalui tiga tahapan, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah dan tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan (Suripin 2002).

25 9 Proses sedimen dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan merugikan. Sedimentasi dapat menguntungkan karena pada tingkat tertentu adanya aliran sedimen ke daerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir, namun pada saat yang bersamaan aliran sedimen dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan perairan (Asdak 2002). Produksi sedimen tahunan rata-rata dari suatu daerah aliran sungai tergantung dari faktor iklim, jenis tanah, tata guna lahan, topografi, dan waduk, faktor lain yang mempengaruhi besarnya sedimen yang masuk ke sungai adalah karakteristik sungai yang meliputi morfologi sungai, tingkat kekasaran sungai, dan kemiringan sungai. Prediksi erosi adalah metode untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dalam suatu penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan sudah dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan tanah dapat digunakan secara produktif dan lestari (Arsyad 2006). Prediksi erosi dan sedimentasi dapat dilakukan dengan memadukan perhitungan model hidrologi dengan model pendugaan erosi, seperti Tank Model dan model MUSLE (Modification of Universal Soil Loss Equation).

26 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Cimanuk Hulu yang secara administratif terletak pada Desa Simpang, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Balai Pengelolan Daerah Aliran Sungai Cimanuk-Citanduy dan Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS, Departemen Manejamen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Oktober 2009 sampai Januari Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu: a. Data primer dan sekunder yaitu: 1. Data curah hujan harian. 2. Data sedimen sungai. 3. Data tinggi muka air (TMA) harian. 4. Sampel Sedimen. b. Data Spasial 1. Peta digital tutupan lahan. 2. Peta digital kontur skala 1: Peta digital sungai Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu: 1. AWLR (Automatic Water Level Recorder). 2. ARR (Automatic Rainfall Recorder). 3. Currentmeter untuk mengukur kecepatan aliran sungai. 4. Turbiditymeter unutk mengukur konsentrasi sedimen. 5. Gelas ukur. 6. Seperangkat komputer dengan sistem operasi Microsoft Windows XP Professional yang dilengkapi software Minitab 14.0, ArcView GIS 3.3

27 11 dengan berbagai Extentions yang dibutuhkan dalam pengolahan data spasial, Tank Model GA Optimizer, dan Microsoft Office Excel Metode Penelitian Data TMA hasil pengukuran lapangan Data Q lapangan Data Qs lapangan Persamaan : Q = 6,501 TMA 2,78 Persamaan : Qs = 525,9 Q 1,821 Data hasil rekaman AWS TMA harian Q harian dari persamaan Q = 6,501 TMA 2,78 Pengumpulan data hasil rekaman ARR Curah hujan Output Tank Model (Q kalkulasi) Suhu Evapotranspirasi Radiasi Kelembaban Sedimentasi & Erosi (MUSLE) Kecepatan angin Gambar 1 Bagan tahapan penelitian.

28 Analisis Data Analisis Hubungan Tinggi Muka Air (TMA) dengan Debit Aliran (Q) Berdasarkan persamaan Manning nilai debit sungai diperoleh dari hasil perkalian antara kecepatan aliran dan luas penampang atau secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Seyhan 1990): Q = AxV...(1) V =... (2) Keterangan : Q = Debit sungai (m 3 /detik) A = Luas penampang melintang (m 2 ) V = Kecepatan aliran rata-rata (m/detik) P = Keliling penampang basah (m) S = Kemiringan saluran (%) N = Koefisien kekasaran Manning sebesar 0,025 Debit diperoleh dari pengambilan data kecepatan dan dilakukan dengan beberapa ulangan sehingga menghasilkan hubungan antara tinggi muka air dengan debit aliran sungai. Berdasarkan hubungan antara TMA dengan debit aliran sungai maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Q = atma b...(3) Keterangan : Q = Debit Aliran Sungai (m 3 /detik) TMA = Tinggi Muka Air (m) a,b = Konstanta Analisis Hubungan Debit Aliran (Q) dengan Laju Sedimen (Qs) Laju sedimen diperoleh dari data debit aliran sungai melalui persamaan antara debit aliran dengan debit sedimen. Konsentrasi sedimen diperoleh dari pengukuran menggunakan alat Turbidymeter dengan melakukan pengukuran pada beberapa sampel air yang diambil ketika kejadian hujan, dengan asumsi konsentrasi sedimen merata pada seluruh bagian penampang melintang sungai,

29 13 maka debit sedimen dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara konsentrasi sedimen dan debit air yang dirumuskan sebagai berikut (Asdak 2002) : Qs = 0,0864 x C x Q...(4) Keterangan : Qs = Debit sedimen (ton/hari) C = Konsentrasi sedimen (ppm) Q = Debit aliran sungai (m 3 /detik) Pengukuran sedimen dan pengukuran debit aliran dilakukan dengan beberapa pengulangan dengan variasi tinggi muka air sehingga diperoleh persamaan regresi hubungan antara debit aliran dengan laju sedimen sebagai berikut : Qs = aq b...(5) Keterangan : Qs = Debit sedimen (ton/hari) Q = Debit aliran sungai (m 3 /detik) a,b = Konstanta Analisis Hidrograf Bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise), debit puncak (peak discharge), dan waktu dasar (time of base). Waktu naik (Tp) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum yang terjadi dalam suatu kasus tertentu. Waktu dasar (Tb) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang ditetapkan. Prosedur penyusunan hidrograf satuan adalah: 1. Menentukan aliran dasar (Baseflow /BF), aliran dasar yang dipakai adalah debit minimum (m 3 /s) pada saat debit sebelum mengalami kenaikan setelah hujan. 2. Menghitung volume Direct Run-off (DRO), dihitung dengan cara debit (m 3 /s) dikurangi Interflow (m 3 /s) dan Baseflow (m 3 /s).

30 14 DRO = Q (Interflow + BF)...(6) 3. Menghitung volume aliran langsung dengan cara: VtotalDRO = DRO x t...(7) dimana, DRO adalah jumlah debit aliran langsung (m 3 /s) dan t adalah selang waktu (detik). 4. Menghitung tebal aliran langsung dalam meter dihitung dengan persamaan Tebal DRO =...(8) dimana tebal DRO ( m), luas sub DAS (m 2 ) dan DRO (m 3 ) 5. Menghitung Koefisien Run-off Koefisien Run-off =...(9) curah hujan dalam satuan (mm) 6. Membangun hidrograf satuan setelah didapat harga unit hidrograf satuan. 3.5 Pengolahan Data Input Tank Model Data masukan utama Tank Model yaitu curah hujan (P), evapotranspirasi (ETp), dan debit (Q) yang dioptimasi menghasilkan keluaran berupa nilai parameter Tank Model, indikator keandalan model, nilai keseimbangan air, kurva hidrograf, dan regresi. Masukan data harian curah hujan, evapotranspirasi, dan debit semua dikonversi menjadi satuan mm. Gambar 2 Skema standar representasi Tank Model (Setiawan 2003).

31 15 Gambar 2 menyajikan skema standar representasi Tank Model, Model tersusun dari 4 reservoir vertical. Perkolasi air yang turun ke bawah melalui lubang outlet vertikal tank akan mempresentasikan besarnya infiltrasi dan aliran yang melalui lubang outlet horizontal tank mempresentasikan teratas besarnya surface flow (Ya2) dan sub-surface flow (Ya1) (limpasan), tank kedua mempresentasikan besarnya intermediate flow (Yb1), tank ketiga mempresentasikan besarnya sub-base flow (Yc1) dan tank terbawah mempresentasikan besarnya base flow (Yd1). Infiltrasi dari lubang outlet vertikal dan aliran dari lubang outlet horizontal dikuantifikasi oleh parameter-parameter Tank Model. Aliran akan terjadi bila tinggi air pada masing-masing reservoir (Ha, Hb, Hc, dan Hd) melebihi tinggi lubangnya (Ha1, Ha2, Hb1, Hc1) Setiawan (2003) menyebutkan secara global persamaan keseimbangan air Tank Model adalah sebagai berikut: dh dt P t ET t Y t... (10) dimana, H adalah tinggi air (mm), P hujan (mm), ET evapotranspirasi (mm), Y aliran total (mm/hari) dan t waktu (hari). Pada standard Tank Model terdapat 4 tank, sehingga persamaan (10) dapat dituliskan kedalam bentuk lain berupa perubahan tinggi air tiap-tiap tank adalah sebagai berikut: dh dt dha dt dhb dt dhc dt dhd dt... (11) Aliran total merupakan penjumlahan aliran horizontal setiap tank yang dapat ditulis sebagai berikut: Y t Ya t Yb t Yc t Yd t...(12) Lebih rinci keseimbangan air dalam setiap tank dapat dituliskan sebagai berikut: dha dt dhb dt dhc dt dhd dt P t ET t Ya t... (13) Ya0 t Yb t...(14) Yb0 t Yc t...(15) Yc0 t Yd t...(16)

32 16 dimana, Ya, Yb, Yc dan Yd komponen aliran horizontal setiap tank (A, B, C dan D) dan Ya 0, Yb 0 dan Yc 0 aliran vertikal (infiltrasi) setiap tank (A, B dan C). Berdasarkan karakteristik Tank Model, outflow pada masing-masing tank dapat dituliskan dalam persamaan berikut: Tank A Ya t Ya1 t Ta 2 t...(17) Ya0 A0Ha t...(18) dengan syarat: A1 Ha t HA1 ; HA1 Ha t Ya1 t 0; HA1 Ha t...(19) A2 Ha t HA2 ; HA2 Ha t Ya2 t 0; HA2 Ha t...(20) Tank B Yb0 t B0Hb t... (21) Yb t B1 Hb t 0; HB1 HB1 ; HB1 Hb t Hb t... (22) Tank C Yc0 t C0Hc t... (23) Yc t C1 Hc t 0; HC1 HC1 ; HC1 Hc t Hc t... (24) Tank D Yd1 t D1Hd t...(25) Dalam prateknya, aliran total (Y) sering dinyatakan sebagai akumulasi aliran air dari suatu daerah pergerakan air. Dalam suatu DAS aliran total merupakan debit sungai dan di sawah merupakan aliran drainase. Pada kenyataannya, pasti terdapat jenis aliran lainnya yang sulit didefinisikan yang akan berpengaruh pada keseimbangan air. Jelas pada Tank Model hanya mempresentasikan daerah studi secara global dan tergambar betapa sulit untuk menelusuri setiap komponen aliran tersebut di lapang saat proses kalibrasi maupun verifikasi.

33 Pengolahan Data Curah Hujan Input data Tank Model untuk curah hujan dilakukan berdasarkan data curah hujan harian, data kejadian hujan pada kertas pias ARR (Automatic Rainfall Recorder) bulan Januari 2009 hingga Desember 2010 diolah menjadi data kejadian hujan harian dengan satuan mm/hari Pengolahan Data Evapotranspirasi Model Penman-Monteiht merupakan salah satu model dalam menentukan besarnya evapotranspirasi potensial (ETp), model ini membutuhkan lima parameter iklim, yaitu suhu, kelembaban relatif (RH), kecepatan angin, tekanan uap jenuh, dan radiasi netto (Doonrenbos dan Pruitt 1977, diacu dalam Suprayogi 2003). Model Penman-Montheith (Capere 2002, diacu dalam Suprayogi 2003) sebagai berikut : ETp =... (26) Keterangan : ETp = Evapotranspirasi potensial (Kg/m 2 atau mm/s) Rn = Radiasi netto (kw/m 2 ) Δ = Slope fungsi tekanan uap jenuh (Pa/ 0 C) G = Aliran batang ke dalam tanah (kw/m 2 ) e a -e d = Defisit tekanan jenuh udara (kpa) Mw = Massa molekul air (0,018 kj/mol/k) R = Konstanta gas (8,31 x 10-3 kj/mol/k) Θ = Suhu Kelvin (K) r v = Tahanan kanopi (det/m) Pengolahan Data Debit Aliran Data debit dari hasil perkalian luas penampang melintang weirs dan kecepatan aliran sungai sepanjang penampang weirs menghasilkan data debit aliran dengan satuan m 3 /s, pada input data tank model data debit harian harus dikonversi ke dalam satuan mm/hari dengan persamaan :

34 18 Q(mm/hari) = x (27) 3.6 Analisis Laju Sedimen Debit kalkulasi Tank Model sebagai Hasil Optimasi digunakan untuk menduga besarnya laju sedimen. Laju sedimen dihitung dengan menggunakan model persamaan MUSLE (Modification of Universal Soil Loss Equation). Besarnya laju sedimen dengan persamaan ini sudah menggambarkan erosi dari daerah kajian. Jumlah sedimen yang berasal dari aliran lateral (surface flow) dan base flow dihitung dengan persamaan berikut : sed lat =... (28) Keterangan : Q lat Q gw = Lateral flow (mm) = Base flow (mm) area = Luas Sub DAS (Km 2 ) conc sed = Konsentrasi sedimen yang berasal dari lateral dan base flow (mg/l) Jumlah sedimen yang berasal dari Sub DAS adalah sebagai berikut : Sed = 11,8 (Q surf.q peak.area).k USLE.C USLE.P USLE.LS USLE...(29) Keterangan : Sed = Sediment yield dari Sub DAS (tons) q peak Q surf area K USLE C USLE P USLE LS USLE = Puncak laju run-off (m 3 /s) = Run-off (mm) = Luas Sub DAS (ha) = USLE soil erodibility factor = USLE cover and management factor = USLE support practice factor = USLE topographic factor

35 19 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) Cimanuk Hulu terletak di Desa Simpang, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, pada Sub-sub DAS Cimanuk Hulu dengan letak geografis antara s/d BT dan s/d di ketinggian antara mdpl, dengan luas catchment 258,944 ha. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 4.2 Topografi Keadaan topografi di wilayah Sub-sub DAS Cimanuk Hulu bervariasi mulai dari datar sampai dengan berbukit dan bergunung, dengan kelerengan datar (0-8%), landai, agak curam, curam, sampai sangat curam (>40%). Luas masingmasing kelas lereng disajikan pada Tabel 1.

36 20 Tabel 1 Luas kelas lereng Daerah Tangkapan Air Sub-sub DAS Cimanuk Hulu. No Kelas Kemiringan Luas Lereng (%) (ha) (%) Keterangan 1 A ,86 11,91 Datar 2 B ,91 9,62 Landai 3 C ,91 43,59 Bergelombang 4 D ,67 33,08 Curam 5 E >40 4,65 1,79 Sangat curam Jumlah Sumber : pengolahan atribut dan data spasial. Berdasarkan Tabel 1, Topografi Sub-sub DAS Cimanuk Hulu didominasi oleh daerah bergelombang atau dengan kelerengan yang sedang (15-25%) dengan luasan sebesar 112,91 ha (43,59%) dan kelerengan curam 85,67 ha (33,08%). Peta kelas lereng Sub-sub DAS Cimanuk Hulu disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Peta kelas lereng Sub-sub DAS Cimanuk Hulu. 4.3 Tanah Sub-sub DAS Cimanuk Hulu didominasi jenis tanah andosol, hal tersebut dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik gunung di sekitar Sub-sub DAS Cimanuk Hulu. Tanah andosol merupakan jenis tanah yang umumnya berwarna hitam,

37 21 memiliki penampang yang berkembang, dengan horizon-a yang tebal, gembur dan kaya bahan organik. Sifat fisiknya baik, dengan kelulusan sedang. Sifat kimia sedang, peka terhadap erosi. Batuan asal adalah andesit, tufa andesit dan dasit. Di wilayah Indonesia, pada umumnya jenis tanah ini banyak terpakai untuk tanaman perdagangan karena kaya akan bahan organik, N dan K, tetapi miskin akan Fosfor dan porositas tinggi. 4.4 Vegetasi dan Iklim Keadaan vegetasi di lokasi penelitiaan pada sub-sub DAS Cimanuk Hulu meliputi vegetasi hutan, ladang atau tegalan, kebun campuran, dan semak belukar. Penyebaran vegetasi untuk masing-masing tutupan lahan adalah sebagai berikut : 1. Vegetasi hutan tanaman terdiri tegakan pinus (Pinus merkusii), jamuju (Podocarpus imbricatus), dan eucalyptus yang populasinya semakin berkurang akibat penebangan liar. 2. Ladang atau tegalan, yang ditanami kentang (Solanum tuberosum), wortel (Daucu carota), kubis (Brassica olecacea), cabe (Capsicum frutescens), tomat (Solanum lycopersicum), dan labu siam (Sechium edule). 3. Kebun campuran yang didominasi oleh tanaman buah-buahan seperti alpukat (Persea Americana), durian (Durio zibethinus), mangga (Mangifera indica), dan pisang (Musa paradisiaca), serta tanaman penyangga berupa tanaman kopi (Coffea Arabica) yang saat ini sedang digalakkan oleh kelompok tani sebagai pencegah erosi. 4. Semak belukar berupa alang-alang (Imperata cylindrica), kirinyuh (Eupatoriun odoratum), dan harendong (Melastoma malabatricum). Daerah tangkapan air di SPAS hulu Cimanuk berdasarkan peta curah hujan satuan wilayah kerja DAS Cimanuk-Citanduy memiliki curah hujan mm/tahun, maka berdasarkan klasifikasi iklim Köppen, daerah penelitian termasuk dalam kelompok A, yaitu iklim tropis atau megatermal dengan jenis iklim hutan hujan tropis, tipe iklim Af dengan karakter temparatur tinggi (pada permukaan laut atau ketinggian rendah), dalam dua belas bulan memiliki temperatur rata-rata 18 0 C (66,4 0 F) atau lebih tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengolahan data sekunder menggunakan hasil study screening dan laporan monitoring evaluasi BPDAS Brantas tahun 2009 2010. Analisis data dilakukan sejak bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 di Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Cikadu Kecamatan Arjasari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan berdasarkan data sekunder DAS Brantas tahun 2009-2010 dan observasi lapang pada bulan Februari Maret 2012 di Stasiun Pengamat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cibengang yang secara geografis terletak di ketinggian 1130 mdpl dengan koordinat 06º57 56,6 lintang selatan dan 107º53 23,2 bujur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu:

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu: BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Nopember 2011 di Stasiun Pengamat Arus Sungai Sub DAS Sibarasok Gadang, DAS Antokan, yang terletak di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Data curah hujan yang terekam pada alat di SPAS Cikadu diolah menjadi data kejadian hujan harian sebagai jumlah akumulasi curah hujan harian dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Curah hujan diukur setiap hari dengan interval pengukuran dua puluh empat jam dengan satuan mm/hari. Pengukuran curah hujan dilakukan oleh Automatic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon LAMPIRAN 40 41 Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon No Tanggal Hujan S t V air TMA A P Q ratarat (m) (m/s) (m) (m 2 ) (m) (m 3 /s) a N Beton (A/P) 2/3 S 0.5

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Presipitasi Persipitasi adalah proses pelepasan air dari atmosfer untuk mencapai permukaan bumi. Jumlah presipitasi yang jatuh pada suatu lokasi akan bervariasi secara spasial

Lebih terperinci

PENERAPAN APLIKASI TANK MODEL DAN METODE MUSLE DALAM MENDUGA NERACA AIR, EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB-DAS CICANGKEDAN KABUPATEN SERANG

PENERAPAN APLIKASI TANK MODEL DAN METODE MUSLE DALAM MENDUGA NERACA AIR, EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB-DAS CICANGKEDAN KABUPATEN SERANG PENERAPAN APLIKASI TANK MODEL DAN METODE MUSLE DALAM MENDUGA NERACA AIR, EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB-DAS CICANGKEDAN KABUPATEN SERANG NOVRIADI ZULFIDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

(Oleh : Heru Ruhendi, S.Hut/ Fungsional PEH Pertama)

(Oleh : Heru Ruhendi, S.Hut/ Fungsional PEH Pertama) TEKNIK MONEV DAS PADA CATCHMENT AREA (CA) SPAS DI BPDAS CITARUM-CILIWUNG (Oleh : Heru Ruhendi, S.Hut/ Fungsional PEH Pertama) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan IV.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian Bagan alir metodologi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Bagan Alir Metodologi Penelitian menjelaskan tentang

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) Oleh : AI MARLINA F14102084 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DESEMBER, 2014 KATA PENGANTAR Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/PRT/M/2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR. Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.

SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR. Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R. SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.N Galuh Ajeng Septaria Indri Setyawanti Dyah Puspita Laksmi Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif

Lebih terperinci

VOLUME 4 No. 2, 22 Juni 2015 Halaman

VOLUME 4 No. 2, 22 Juni 2015 Halaman VOLUME 4 No. 2, 22 Juni 2015 Halaman 101-198 APLIKASI TANK MODEL DAN KESEIMBANGAN NERACA AIR STUDI KASUS MODEL DAS MIKRO (MDM),SUB-DAS CISAMPORA, DAS CIMANUK, KABUPATEN MAJALENGKA PROVINSI JAWA BARAT Syampadzi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... iii LEMBAR PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix INTISARI... xi ABSTRACT... xii BAB 1 PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK Oleh: NURINA ENDRA PURNAMA F14104028 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa JIMT Vol. 0 No. Juni 203 (Hal. ) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan Gambar 2.1. Gambar Bagan Alir Perencanaan 2.2 Penentuan Lokasi Embung Langkah awal yang harus dilaksanakan dalam merencanakan embung adalah menentukan lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir menuju Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi faktor pendukung dalam penyediaan kebutuhan air. Lahan-lahan yang ada pada suatu DAS merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Embung merupakan bangunan air yang menampung, mengalirkan air menuju hilir embung. Embung menerima sedimen yang terjadi akibat erosi lahan dari wilayah tangkapan airnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR 5.1. Simulasi di Sub DAS Cisadane Hulu Validasi model dilakukan dengan menggunakan data debit sungai harian tahun 2008 2010. Selanjutnya disusun 10 alternatif

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Pada daerah aliran sungai terdapal berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

Tahun Penelitian 2005

Tahun Penelitian 2005 Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk (reservoir) merupakan bangunan penampung air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian, perikanan, regulator air

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 8 3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lahan kebun pala milik pengurus Forum Pala Aceh di Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan lahan yang sangat intensif serta tidak sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahan menimbulkan adanya degradasi lahan. Degradasi lahan yang umum terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian

Lampiran 1. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian Lampiran 1. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian Lampiran 2. Peta Tutupan Lahan Lokasi Penelitian Lampiran 3. Tutupan Lahan Bagian Hilir Lampiran 4. Trial-Error Parameter Model Tangki Parameter model tangki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.

Lebih terperinci