BAB III PERLAKUAN PENYIDIK MENAHAN ANAK BERSAMA-SAMA DENGAN TAHANAN DEWASA TELAH SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
|
|
- Susanti Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III PERLAKUAN PENYIDIK MENAHAN ANAK BERSAMA-SAMA DENGAN TAHANAN DEWASA TELAH SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK 3.1 Perlakuan penyidik menahan anak bersama-sama dengan tahanan Maraknya kasus hukum yang menimpa anak-anak di Indonesia, bukan berarti mereka sama seperti orang dewasa yang sudah mempunyai akal dan pengalaman. Prilaku ironi anak-anak disebabkan lebih banyak disebabkan lingkungan sosial, keluarga dan gagalnya tanggungjawab negara untuk memenuhi hak-hak mereka. Posisi anak-anak dalam instrumen HAM nasional dan internasional ditempatkan sebagai kelompok rentan yang harus diberlakukan istimewa, mempunyai hak-hak istimewa dan negara mempunyai tanggungjawab untuk menjamin pemenuhan hak-hak istimewa tersebut. 14 Salah satu hak istimewa anak-anak ialah ketika bermasalah dengan hukum. Anak-anak dalam penanganan kasus hukumnya harus diberlakukan berbeda dengan orang-orang dewasa. Pada Pasal 42 UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan ditegaskan bahwa dalam kasus pidana anak-anak, penyidik wajib memeriksa tersangka dengan suasana kekeluargaan, penyidikan terhadap anak nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan dan saran dari pembimbing kemasyarakatan bahkan apabila perlu dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya., serta masih banyak hak-hak anak lainnya. 14 Dalam instrumen internasional kelompok rentan itu meliputi, refugees, internally displaced persons (IDPS), national minorities, migrant workers, indigenous peoples, children; dan women. Sedangkan dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Indonesia dalam penjelasannya disebutkan bahwa kelompok rentan itu meliputi orang lanjut usia, anakanak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat. 31
2 Secara umum perlindungan dan hak-hak anak dijamain oleh UUD 1945 pada Pasal 28 D ayat 2 yang berbunyi setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ketentuan dalam UUD 1945 ini memang tidak secara langsung memerintah terkait dengan anak-anak yang bermasalah dengan hukum, tetapi secara umum menegaskan perihal hak-hak dan perlindungan anak-anak. Ketentuan dalam UUD 1945 ini kemudian dipertegas dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, Pasal 58 ayat 1 yang berbunyi Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut. Secara khusus perlindungan dan hak anak yang bermasalah dengan hukum secara material dijamin dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM. Pasal 66 ayat 1 berbunyi Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Pada ayat 2 berbunyi hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak. Pada ayat 4 berbunyi penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir. Pada ayat 5 berbunyi setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya. Pada ayat 6 berbunyi Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak 32
3 memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan pada ayat 7 yang berbunyi setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum. Perlindungan dan hak-hak anak juga ditegaskan secara spesifik dalam UU No. 3 tahun 1997 tentang Peradilan anak. Pada poin menimbang dalam Undang-Undang ini disebutkan, untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai, sehingga ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara khusus. 15 Dalam konteks perlindungan anak, dibentuklah sidang khusus anak-anak. Anak-anak yang belum mencapai 8 tahun dan melakukan atau diduga melakukan tindak pidana maka boleh dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik. Penyidik mempunyai kewenangan untuk merekomendasikan pembinaannya kepada pembinaan orang tua, wali atau orang tua asuhnya. Penyidik juga berwenang merekomendasikan setelah memeriksa anak bermasalah dengan hukum untuk diserahkan kepada Departemen Sosial setelah mendapatkan pertimbangan dari pembimbing kemasyarakatan. 16 Penahanan terhadap anak bermasalah juga harus mempertimbangkan kepentingan anak-anak dan masyarakat. Tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa. Selama dalam masa tahanan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap terpenuhi. Penahanan 15. Poin menimbang b, UU No. 3 tahun Ibid 33
4 terhadap anak paling lama 15 hari, jika dibutuhkan lagi demi kepentingan pemeriksaan, bisa dilakukan perpanjangan penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri paling lama 30 hari, jika dalam penambahan waktu, hakim masih belum memutuskan maka anak yang bermasalah tersebut harus dikeluarkan. 17 Perlindungan dan hak-hak yang bermasalah dengan hukum juga dikemukakan dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada Pasal 1 ayat 2 dikatakan bahwa perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pada Pasal 2 dikatakan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-HakAnak yang meliputi, non diskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan prinsip penghargaan terhadap pendapat anak. Pasal 17 ayat 1 dan 2 juga ditegaskan bahwa setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk, pertama, mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa. Kedua, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. Ketiga, membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Keempat, setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. 17 Ibid 34
5 Dalam konvensi juga ditegaskan bahwa negara harus berupaya meningkatkan pembentukan hukum, prosedur, kewenangan dan lembagalembaga yang secara khusus berlaku untuk anak-anak yang diduga, disangka, dituduh, atau dinyatakan melanggar hukum pidana, dan khususnya, pertama, menetapkan usia minimum sehingga anak-anak yang berusia di bawahnya dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk melanggar hukum pidana. Kedua, bilamana layak dan diinginkan, melakukan langkah-langkah untuk menangani anak-anak seperti itu tanpa harus menempuh jalur hukum, dengan syarat bahwa HAM dan perangkat pengamanan hukum sepenuhnya dihormati. Perlindungan dan hak anak yang bermasalah dengan hukum juga diatur dalam Peraturan-Peraturan Minimum Standar PBB Mengenai Adiministrasi Peradilan Bagi Anak (Beijing Rules). Peraturan ini menegaskan beberapa hal, pertama, pada saat penangkapan, orang tua harus segera diberitahu tentang penangkapan, dan pejabat yang berwenang tanpa penundaan mempertimbangkan isu pembebasan sehingga ada penghormatan terhadap status hukum, memajukan kesejahteraan dan menghindarkan kerugian. 18 Kedua, para penegak hukum harus mempertimbangkan penanganan anakanak yang bermasalah lewat jalur di luar pengadilan. 19 Ketiga, agar dilakukan pendidikan dan pelatihan khusus bagi Polisi-Polisi yang bertugas pencegahan kejahatan remaja. 20 Keempat, penahanan sebelum pengadilan hanya akan digunakan sebagai pilihan langkah terakhir dan diganti dengan langkahlangkah alternatif seperti pengawasan secara dekat, perawatan intensif atau 18 Peraturan-Peraturan Minimum Standar PBB Mengenai Administrasi Peradilan Bagi Anak (Beijing Rules), pada Bagian Kedua : Pengusutan dan Penuntutan. 19 Ibid 20 Ibid 35
6 penempatan pada sebuah keluarga atau suatu tempat atau rumah pendidikan. 21 Kelima, proses peradilan harus kondusif bagi kepentingan anakanak dan dilaksanakan dalam suasana pengertian yang memungkin anakanak terlibat di dalamnya. 22 Keenam, selama proses peradilan anak-anak yang bermasalah dengan hukum berhak mewakilkan seorang penasehat hukum, berhak atas bantuan hukum bebas biaya, dan orang tua atau walinya berhak untuk ikut serta dalam proses peradilan.ketujuh, sebelum vonis dijatuhkan, latar belakang dan keadaan anak harus diselidiki secara benar. Pada tahap penahanan, terdapat dua hal yang menjadi persoalan yaitu, masa penahanan yang selalu dihabiskan dan penahanan anak yang dicampur dengan para tahanan dewasa. Masa penahanan anak di tingkat kepolisian hanya 20 hari dan bisa diperpanjang atas ijin penuntut umum selama 10 hari. Polisi selalu menyelesaikan masa tahanan anak dengan alasan penyidikan belum selesai. Tindakan ini bertentangan dengan Pasal 37 ayat b Konvensi Tentang Hak Anak. Problem lainnya ialah dicampurnya tahanan anak-anak dengan tahanan orang dewasa. Salah satunya di Yogyakarta, kantor kepolisian di wilayah DIY masih belum menyediakan tahanan khusus untuk anak-anak. 23 Kelemahan mendasar UU No. 3 tahun 1997 ialah tidak adanya pengaturan tentang konvensi, padahal sistem kovensi telah diakui di tegakkan dan diatur dalam sistem hukum pidana di beberapa negara internasional seperti Belanda, Australia, Selandia Baru, berbagai negara bagian di Amerika 21 Ibid 22 Ibid 23 Fathuddin Muchtar, Situasi Anak yang Berkonflik dengan Hukum di Daerah Istimewa Yogyakarta hal : 8(Periode Januari April 2006) 36
7 Serikat dan Jepang. 24 Diversi ialah kebijakan para penegak hukum untuk mengalihkan penyelesaian jalur formal hukum menjadi penyelesaian yang non formal (musyawarah) dalam kasus anak. Diversi bisa dilakukan lewat kewenangan diskresi aparat penegak hukum (kewenangan meneruskan perkara atau menghentikan). 25 Diversi lewat diskresi dilakukan semata-mata untuk melindungi hak-hak anak yang selama ini mengalami stigmatisasi, kekerasan, dan berbagai pelanggaran hak anak lainnya ketika dalam proses penyelesaian mikanisme formal. Dalam konteks model penyelesaian perkara anak, Gordon Bazomore memperkenalkan tiga model peradilan anak, pertama, model pembinaan pelaku perorangan (individual treatment model). Kedua, model retributive (retributive model). Ketiga, model restorative (restorative model). Model pembinaan pelaku perorangan (individual treatment model) dan model retributive (retributive model) mempercayakan campur tangan peradilan anak dan menetapkan dengan pasti parameter-parameter kebijakan tentang peradilan anak. Model pembinaan pelaku perorangan, persidangan anak dilihat sebagai suatu agensi quasi kesejahteraan dengan mandat peradilan yang samara-samar, pembinaan dilandaskan pada cara medik terapeutik, tentang sebab-sebab timbulnya delinkuensi anak. Intervensi adalah sarana untuk mencoba meralat perilaku penyimpangan sosial lewat pemberian sanksi terhadap masalah personal seseorang dan kebutuhan pembinaan anak pelaku. Model pembinaan pelaku perorangan dirasakan kelemahannya 24 Peradilan Restoratif : Model Peradilan Anak Indonesia Masa mendatang, lihat di 25 Diversi Sebagai Upaya Penyelesaian Terhadap Anak yang Berhadapan dengang Hukum, lihat di diakses pada 4 Oktober 2010, jam
8 karena tidak terjaminnya stigmatisasi, paternalistic, mahal, tidak memadai, dan jaminan hukumnya lemah serta diragukan intensitasnya. 26 Krisis terhadap model-model penyelesaian hukum formal mendorong pada tuntutan untuk segera mereformasi peradilan anak. Peradilan diharapkan menerapkan model restoratif justice. Musa mengatakan, model peradilan anak restorative berangkat dari asumsi bahwa tanggapan atau reaksi terhadap perilaku delinkuensi anak, tidak akan efektif tanpa adanya kerja sama dan keterlibatan dari korban, pelaku dan masyarakat. Prinsip yang menjadi dasar model peradilan restorative ini bahwa keadilan paling baik terlayani, apabila setiap pihak menerima perhatian secara adil dan seimbang, aktif dilibatkan dalam proses peradilan dan memperoleh keuntungan secara memadai dari interaksi mereka dengan system peradilan anak. Model restorative justice, memandang perilaku delinkuensi anak adalah perilaku yang merugikan korban dan masyarakat, sehingga penyelesaian delinkuensi terfokus pada perbaikan kerugian korban dan penyembuhan luka masyarakat. Peradilan restorative tidak bersifat penderaan (punitive), fokusnya ialah perbaikan luka yang diderita oleh korban, pengakuan tegas pelaku dan konsiliasi serta rekonsiliasi dikalangan korban, pelaku dan masyarakat. Model peradilan restoratif juga mendorong pada perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui cara-cara menghadapkan pelaku anak pada pertanggungjawaban atas perilakunya, korban yang biasanya dihalangi ikut berperan serta dalam proses peradilan kini diberi kesempatan untuk berperan serta di dalam proses penyelesaian. 26 Ibid 38
9 Menurut Musa, tujuan akhir dari peradilan restorative diharapkan berkurangnya jumlah anak-anak yang ditangkap, ditahan, dan divonis penjara; menghapuskan stigma dan mengembalikan anak menjadi manusia normal sehingga diharapkan dapat berguna kelak di kemudian hari; pelaku pidana anak dapat menyadari kesalahannya, sehingga tidak mengulangi perbuatannya mengurangi beban kerja polisi, jaksa, rutan, pengadilan, dan Lapas; menghemat keuangan negara dan tidak menimbulkan rasa dendam karena pelaku telah dimaafkan oleh korban. Mediator dalam restoratif justice dapat diambil dari tokoh masyarakat yang terpercaya. Syarat utamanya ialah adanya pemulihan, pengakuan dari pelaku serta adanya persetujuan dari pelaku beserta keluarganya dan korban untuk menyelesaikan perkara. Tidak ada paksaan, apabila pihak-pihak tidak menghendaki penyelesaian melalui lewat restoratif justice, maka proses peradilan baru dilaksanakan oleh para penegak hukum. 27 Penganalisaan terhadap dua masalah sentral ini tidak dapat dilepaskan dari konsepsi intergral antara kebijakan kriminal dengan kebijakan sosial atau kebijakan pembangunan nasional. Ini berati pemecahan masalah-masalah diatas harus pula diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijakan sosio-politik yang telah ditetapkan. Dengan demikian kebijakan hukum pidana,. termasuk pula kebijakan dalam menangani dua masalah sentral diatas, harus pula dilakukan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach). Sudah barang tentu pendekatan kebijakan yang integral ini tidak hanya dalam bidang hukum pidana, tetapi juga pada pembangunan hukum pada umumnya. 27 Adrianus Meliala, Penyelesaian Sengketa Alternatif : Posisi dan Potensinya di Indonesia, di diakses pada 4 Oktober 2010, jam
10 Penanggulangan delinkuensi anak erat kaitannya dengan kebijakan kriminal (criminal policy), hal ini melihat suatu delikuen anak baik itu merupakan pelanggaran ataupun perbuatan pidana maka kita harus melihatnya secara logis bahwa suatu kebijakan sangatlah diperlukan menimbang anak adalah aset suatu bangsa yang perlu mendapat perhatian khusus. Kebijakan kriminal sebagai usaha rasional masyarakat untuk menanggulangi kejahatan, di dalam gerak operasionalnya terarah pada dua jalur, yaitu kebijakan penal dan kebijakan non penal. 28 Menurut Paulus Hadisuprapto penggunaan sarana penal atau jalur hukum pidana cenderung merugikan masa depan anak karena membekaskan stigma pada anak. 29 Melalui sarana penal, seorang anak terpaksa harus berhadapan dengan proses hukum yang panjang, mulai pada proses penyidikan oleh kepolisian, proses penuntutan oleh jaksa, proses persidangan di pengadilan oleh hakim, dan mengalami proses penahanan dalam rumah tahanan. Kondisi tersebut dapat memberikan tekanan baik fisik maupun mental bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Satjipto Rahardjo, dalam tulisannya berjudul : "Pembangunan Hukum yang diarahkan kepada tujuan Nasional", mengemukakan bahwa tidak dijumpai perbedaan antara fungsi hukum sebelum dan sesudah kemerdekaan. Perbedaannya terletak pada keputusan politik yang diambil dalam kedua masa tersebut dan pengimplimentasiannya kedalam system hukum masing-masing. Apabila keputusan politik yang diambil setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah mengutamakan kemakmuran rakyat yang sebesar-besamya, maka keputusan 28 Paulus Hadisuprapto, Delinkuensi Anak, Pemahaman dan Penanggulangannya (Selanjutnya disebut dengan Paulus II), Bayumedia Publishing, Malang hal Op.cit, hal.5 40
11 demikian harus dirumuskan dalam kaidah-kaidah hukum dan sruktur hukumnya pun harus menyediakan kemungkinan untuk melakukan hal itu. 30 Sebagaimana telah dipaparkan secara jelas dan kongkrit bahwa jalur penal telah diatur secara tegas dan jelas dalam aturan positif di Indonesia untuk masalah penanganan anak yang berhadapan dengan hukum yaitu sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak namun proses penanganan dalam sarana penal tersebut lebih menekankan kepada suatu proses peradilan anak yang dapat menimbulkan suatu stigmatisasi dan labeling kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Dalam konteks di Indonesia, dengan degradasi moral anak, mekanisme tersebut dapat diterapkan guna menghilangkan stigmatisasi dan labeling yang diproduksi oleh sistem peradilan anak. Anak yang tersesat dalam dunia hitam harus dikembalikan atau direhabilitasi melalui kebijakan Non Penal (tindak mempidana) khususnya melalui diversi yang bermuara pada restorative justice. Kebijakan ini sesuai dengan pemikiran-pemikiran Marc Ancel sendiri yang pernah mengungkapkan bahwa apabila terjadi suatu kejahatan dalam suatu wilayah, maka yang sakit bukan hanya pelaku tetapi juga masyarakat, Ancel yang berpandangan reformis dan moderat lebih sempurna menganalisis bahwa kegagalan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan termasuk kenakalan remaja, karena hukum pidana seharusnya bertitik tolak perlindungan sosial dan masyarakat tergantung pada perumusan yang tepat mengenai hukum pidana, karena itu sistem hukum pidana, tindak pidana, penilaian hakim terhadap pelaku serta pidana merupakan institusi yang harus 30 Masalah-masalah Hukum, No.5-6 Thn. XII/1982, FH. UNDIP, hal. 2 41
12 tetap dipertahankan, namun tidak digunakan dengan fiksi-fiksi dan teknikteknik yuridis yang terlepas dari kenyataan sosial. 31 Maka dalam proses penangan anak yang bermasalah dengan hukum khususnya sarana non-penal (aturan diversi) haruslah terlebih dahulu dirumuskan secara limitatif dalam hukum positif Indonesia dimana dalam hal ini yaitu Undang-undang Pengadilan Anak, hal ini tidak terlepas dari asas legalitas yang dianut hukum pidana khususnya Indonesia yang bersistem hukum Civil Law. maka sangatlah penting adanya suatu aturan yang telah disahkan oleh badan yang berwenang atau dilakukannya penormaan dari konvensi internasional tentang anak yang telah ada sebelumnya sehingga para aparat penegak hukum yang menangani proses penangan anak yang bermasalah dengan hukum memiliki pegangan didalam praktek sistem peradilan anak tersebut. Patut dicatat pula bahwa penormaan tersebut haruslah selaras dengan nilai filosofi dan sosial dari masyarakat Indonesia, dimana Pemikiran harmonisasi bermula dari Rudolf Stamler yang mengemukakan bahwa konsep dan prinsip-prinsip hukum yang adil mencakup harmonisasi antara maksud, tujuan dan kepentingan individu dengan maksud, tujuan dan kepentingan masyarakat umum. Dengan kata lain, hukum akan tercipta baik apabila terdapat keselarasan antara maksud, tujuan dan kepentingan penguasa (pemerintah) dengan masyarakat SR. SIanturi dan Mompang Panggabean, 1996, Hukum Penitensia di Indonesia, AHM dan PTHM, Jakarta, hal Hukum online, Serial Online September 30, 2010, availaible from : URL: 42
Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI
RUU Pengadilan Pidana Anak: Suatu Telaah Ringkas Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI Anak perlu perlindungan khusus karena Kebelum dewasaan anak baik secara jasmani
Lebih terperinciOleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)
Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Banyak anak-anak berkonflik dengan hukum dan diputuskan masuk dalam lembaga pemasyarakatan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1997 pengadilan negeri
Lebih terperinci: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK
Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diversi 1. Pengertian Diversi Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia
Lebih terperinciBahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA
Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (JUVENILE JUSTICE SYSTEM)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah
Lebih terperinciRUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku
Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Copyright@2017 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Barangsiapa
Lebih terperinciBAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan Delik Pembunuhan Tidak Disengaja Oleh Anak di Bawah Umur Menurut
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciPerbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak
Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran
Lebih terperinciKEADILAN RESTORATIF DAN PEMENUHAN HAK ASASI BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM
KEADILAN RESTORATIF DAN PEMENUHAN HAK ASASI BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM Lushiana Primasari* * ABSTRAK Hak anak merupakan hak yang melekat dalam diri seorang anak yang merupakan bagian dari hak
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciMAKALAH. Kelompok Rentan, HAM & Tanggungjawab Polisi. Oleh: M. Syafi ie, S.H. PUSHAM UII Yogyakarta
Training HAM Lanjutan Bagi Tenaga Pendidik Akpol Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Vulnerable Groups) Hotel Horison Semarang, 15-17 Januari 2014 MAKALAH Kelompok Rentan, HAM & Tanggungjawab Polisi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN
Lebih terperinciKekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang
Lebih terperinciAlternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice
Alternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice NOVELINA MS HUTAPEA Staf Pengajar Kop.Wil. I dpk Fakultas Hukum USI P.Siantar Ringkasan Undang-undang
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia sebagai subjek hukum juga semakin kompleks dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United Nations Convention on the Right of the Child), Indonesia terikat secara yuridis dan politis
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciSKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, karena anak mempunyai peran yang sangat penting untuk memimpin dan memajukan bangsa. Peran
Lebih terperinciPENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK
PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan
Lebih terperinciBAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-
BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu
Lebih terperinciTindak Kekerasan dan Pemidanaan Anak ditinjau dari Perspektif HAM
Tindak Kekerasan dan Pemidanaan Anak ditinjau dari Perspektif HAM Oleh Asep Mulyana Tindak kekerasan yang dilakukan oleh anak sekolah sudah lama terjadi, baik kekerasan yang bersifat kenakalan nonkriminal
Lebih terperinciBAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan
BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciKOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM
PEMANTAUAN DAN PENELAAHAN TERHADAP KETERLAMBATAN PEMBERIAN PETIKAN SURAT PUTUSAN PENGADILAN (EXTRACT VONNIS) OLEH PENGADILAN SERTA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH PENUNTUT UMUM Disampaikan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman kenakalan anak telah memasuki ambang batas yang sangat memperihatinkan. Menurut Romli Atmasasmita sebagaimana dikutip Wagiati Soetodjo,
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Karen Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi
Lebih terperinciPenerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Fiska Ananda *
Jurnal Daulat Hukum Vol. 1. No. 1 Maret 2018 ISSN: 2614-560X Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum... (Fiska Ananda) * Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini memuat kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan saran-saran. 6.1. Kesimpulan 1.a. Pelaksanaan kewajiban untuk melindungi anak yang berhadapan dengan hukum
Lebih terperinciAl Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA
UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA Munajah Dosen FH Uniska Banjarmasin email : doa.ulya@gmail.com ABSTRAK Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia ditandai dengan lahirnya
Lebih terperinciPERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012
PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012, SH.,MH 1 Abstrak : Peranan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Dalam Proses Peradilan
Lebih terperinci: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK
Judul : MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Disusun oleh : Hadi Mustafa NPM : 11100008 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis
Lebih terperinciHarkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN
Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus yang akan menentukan arah bangsa di kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, maka di masa mendatang
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian lapangan (Field Research). Penentuan responden didasari pertimbangan
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Karakteristik diuraikan oleh penulis dalam rangka memberikan gambaran jelas mengenai karakteristik responden yang dijadikan sebagai sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah tahapan-tahapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan
Lebih terperinciOleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN
Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA
1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Lebih terperinciKONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)
KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciKonsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia
Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia FALSAFAH PENANGANAN ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENYANGKUT TIGA HAL : 1. Sifat yang terkandung dalam
Lebih terperinciREFORMASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA. Oleh :
legal protection, child, the criminal justice system 105 REFORMASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Oleh : Lilik Purwastuti Yudaningsih.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
17 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum tentang Anak secara Umum 1. Pengertian Anak Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciPenyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum
JURNAL NANGGROE ISSN 2302-6219 Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh ARTIKEL LEPAS Penyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum Husni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus
Lebih terperinciPASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003
PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003 Pasal 1 (8) Pasal Potensi Pelanggaran HAM Kerangka hukum yang bertabrakan Tidak ada Indikator jelas mengenai keras
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang seutuhnya. Anak merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir
BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Lebih terperinciPELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
1 PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Kasus di Polresta Surakarta) TRISNA APRILLIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya persoalan anak masih menjadi perhatian kita semua. Kekerasan terhadap anak sudah banyak yang memperhatikan namun masih sedikit perhatian tertuju untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan hak asasi manusia. Hal ini karena hukum dan hak asasi manusia saling berkaitan satu sama lain.
Lebih terperinci- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan
Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi
Lebih terperinci