Alternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Alternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice"

Transkripsi

1 Alternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice NOVELINA MS HUTAPEA Staf Pengajar Kop.Wil. I dpk Fakultas Hukum USI P.Siantar Ringkasan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak telah mengatur secara khusus tata cara penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum sebagai pelaku tindak pidana. Pengaturan tersebut dimaksudkan untuk melindungi anak agar terhindar dari proses penanganan yang salah selama menjalani proses hukum yang formal guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. Proses penanganan yang salah yang dialami anak dalam penyelesaian perkaranya dapat menimbulkan trauma bagi anak sehingga dapat menghambat bahkan merusak perkembangan mentalnya dalam meyongsong masa depannya yang masih panjang. Dalam kenyataannya bahwa proses hukum yang formal dalam penyelesaian perkara anak sebagai pelaku tindak pidana tidak selalu efektif untuk membuat anak menjadi jera. Banyak anak yang telah selesai menjalani pidananya ternyata kembali mengulangi perbuatannya. Berdasarkan hal tersebut timbul pemikiran untuk menyelesaikan perkara anak yang telah melanggar hukum dengan cara diversi dan restoratif justice yaitu suatu cara penyelesaian perkara di luar sistem peradilan pidana dengan memberikan kesempatan kepada pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya kepada korban maupun masyarakat yang telah dirugikan atas perbuatannya. Kata Kunci : Divesi, Restoratif Justice, Perkara Anak Pendahuluan Masa anak atau pengalaman hidup sebagai anak punya daya tarik tersendiri. Masa anak juga merupakan masa yang istimewa, tetapi juga adalah suatu periode batas dalam sejarah hidup seseorang, sebab keberhasilan atau kegagalan dirinya di awal kehidupan ini sangat menentukan perkembangan pribadi dan masa depannya kelak. Tidak semua anak akan lancar mencapai tugas-tugas perkembangannya, karena dalam kenyataannya gangguan dalam perkembangannya akan selalu bisa timbul yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor ekonomi, keluarga, lingkungan maupun faktor media massa. Tidak jarang hal itu membuat anak terjerumus melakukan tindakan yang menjurus kepada pelanggaran hukum. Perilaku yang tidak sesuai norma atau disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketenteraman hidup manusia. Perilaku yang demikian, biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dikenal pula dengan istilah perbuatan pidana, delik ataupun tindak pidana. Tentang tindak pidana anak, sesungguhnya tidak ada pengertian tertentu, yang ada ialah perbuatan pelanggaran hukum dilakukan seseorang, mungkin ia seorang

2 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 dewasa atau seorang anak. Jadi hanya perbedaan siapa pelakunya. Jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh seorang anak yang masih di bawah umur sesuai dengan batas umur seorang anak sebagaimana ditentukan oleh suatu undang-undang, maka disebut dengan tindak pidana anak atau kenakalan anak ataupun juvenile delinquency. Akibat dari perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya, ada kalanya seorang anak harus dihadapkan ke sidang pengadilan. Dalam rangka mewujudkan suatu peradilan yang benar-benar memperhatikan anak, maka keluarlah Undang-undang Momor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Menurut ketentuan undang-undang tersebut, perkara anak nakal disidangkan dalam peradilan bagi anak yang ada pada pengdilan di lingkungan Peradilan Umum. Dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, anak diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu : 1. Anak berusia kurang dari 8 (delapan) tahun, tidak boleh diadili. 2. Anak usia 8 (delapan) sampai dengan kurang dari 12 (dua belas) tahun, boleh diadili tetapi tidak boleh dijatuhi pidana. Dalam usia ini anak hanya boleh dijatuhi tindakan seperti : diberikan teguran/nasihat, dikembalikan kepada orang tua atau dijadikan anak negara. 3. Anak usia 12 (dua belas) tahun sampai dengan kurang dari 18 (delapan belas) tahun. Dalam usia tersebut anak dapat dipidana, akan tetapi anak hanya boleh dipidana ½ dari maksimum ancaman hukuman dari orang dewasa (Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997). Anak juga tidak boleh dijatuhi hukuman mati atau hukuman seumur hidup (Pasal 26 ayat (2)). Dari ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dapat diketahui bahwa meskipun telah diatur tentang perlakuan-perlakuan khusus terhadap anak pelaku tindak pidana dalam proses pemeriksaannya, namun hal itu tetap berada dalam proses hukum (formal) atau peradilan pidana konvensional. Demi kepentingan terbaik bagi anak dan demi masa depannya maka penyelesaian terhadap perkara anak hendaknya tidak dilakukan melalui proses hukum yang formal apalagi sampai menyebabkan anak dijatuhi hukuman. Hal ini dapat memberi pengaruh negative terhadap perkembangan fisik maupun mental anak. Penjatuhan hukuman tidak menjadi jaminan bahwa anak tidak akan mengulangi perbuatannya. Berdasarkan hal tersebut, timbullah perkembangan pemikiran dari para pemerhati anak untuk menyelesaikan perkara anak sebagai pelaku dengan diversi dan restoratif justice. Melalui upaya ini diharapkan kepentingan anak sebagai pelaku tindak pidana dan kepentingan korban serta kepentingan umum dapat terlindungi sehingga tercapai keadilan. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaturan hukum terhadap perlindungan hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana?

3 3 Alternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice- Novelina MS Hutapea 2. Bagaimana penyelesaian perkara anak sebagai pelaku tindak pidana selama ini? 3. Bagaimana penyelesaian perkara anak sebagai pelaku tindak pidana dengan diversi dan restorative justice? Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif untuk memperoleh data sekunder yaitu melalui buku-buku kepustakaan dan perundang-undangan yang relevan dengan judul dan permasalahan yang akan diteliti, sedangkan untuk memperoleh data primer dilakukan metode penelitian hukum empiris yaitu dengan mengobservasi secara langsung cara penyelesaian perkara anak sebagai pelaku tindak pidana yang telah berjalan selam ini di Pengadilan Negeri Kota Pematangsiantar. PEMBAHASAN a. Pengaturan Hukum terhadap Perlindungan Hak-hak Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Membicarakan sampai batas usia berapa seseorang dapat dikatakan tergolong anak, ternyata banyak undang-undang yang tidak seragam batasannya karena dilator belakangi oleh maksud dan tujuan masingmasing undnag-undang itu sendiri. Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang disebut anak adalah sampai batas usia sebelum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 butir 2). Didalam Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak, batasan umur anak adalah di bawah 18 (delapan belas) tahun. Demikian juga dalam Undangundang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, disebut setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Sedangkan batasan umur anak sebagai pelaku tindak pidana menurut Undnag-undang Nomor 3 Tahun 1997 adalah : 1. Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 2. Anak Nakal adalah : a. anak yang melakukan tindak pidana; atau b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundangundangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Ciri dan watak bangsa Indonesia saat ini banyak ditentukan oleh kasih sayang, perhatian dan pendidikan yang kita berikan kepada anak cicit kita pada saat sekarang. Tidaklah berlebihan kiranya apabila mengenai pembinaan kesejahteraan anak kita berpegang pada etos bahwa hari depan (generasi muda) ditentukan oleh hari ini.

4 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 Lebih tegas lagi dikatakan bahwa The Future Is Now. Perhatian terhadap anak di suatu masyarakat atau bangsa, paling mudah dilihat dari berbagai produk peraturan perundang-undangan yang menyangkut perlindungan hak-hak anak. Ketika penelusuran itu menghasilkan kesimpulan bahwa di dalam masyarakat telah ada peraturan perundang-undangan yang memadai sebagai sarana pemberian perlindungan hak-hak anak, lazimnya orang telah memfokuskan perhatiannya pada kajian yang mengarah bagi pratek penegakkan peraturan itu dalam kehidupan nyata anak-anak dei masyarakat. Perlindungan hak dimaksud adalah termasuk perlindungan hak bagi anak pelaku tindak pidana. Peraturan perundangundangan yang mengatur hak-hak anak sebagai pelaku, misalnya : Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Adapun hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana, yaitu : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun Pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana adalah Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 23, Pasal 24, Pasal, 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 51, Pasal 53, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 61, Pasal 62 dan Pasal 63. Hak-hak anak tersebut adalah : a. Hak anak untuk diperiksa oleh petugas khusus sejak dini. b. Hak untuk diperiksa dalam sidang tertutup, kecuali dalah hal tertentu dan dipandang perlu dapat dilakukan dalam sidang terbuka. c. Hak untuk diperiksa dalam suasana kekeluargaan. d. Hak untuk didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan. e. Hak untuk didampingi oleh orang tua, wali atau orang tua asuh. f. Hak untuk dirahasiakan selama proses penyidikan. g. Hak untuk ditahan lebih singkat dari masa penahanan untuk orang dewasa. h. Hak untuk tetap dipenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak selama ditahan. i. Hak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasehat Hukum sejak ditangkap atau ditahan dan selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan. j. Hak untuk memperoleh pidana yang lebih ringan dari pidana untuk orang dewasa. k. Hak untuk ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak atau harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa. l. Hak untuk memperoleh pendidikan dan latihan sesuai dengan bakat dan kemampuannya di Lembaga Pemasyarakatan Anak.

5 5 Alternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice- Novelina MS Hutapea m. Hak untuk diberikan pembebasaan bersyarat di bawah pengawasan jaksa dan pembimbing kemasyarakatan bagi anak pidana yang berkelakuan baik dan telah menjalani pidana 2/3 (dua per tiga) dari pidana yang dijatuhkan yang sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan. 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan terhadap hak-hak anak sebagaimana diatur di dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 59 jo Pasal 64 ayat (2) adalah : a. Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. b. Hak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. c. Penangkapan, penahanan, atau pidana hanya dapat dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. d. Hak memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan. e. Hak membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. f. Hak untuk memperoleh petugas pendamping khusus sejak dini. g. Hak untuk mendapat sarana dan prasarana khusus. h. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum. i. Perlindungan dan pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. j. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga. b. Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Selama Ini Proses pemeriksaan perkara anak pelaku tindak pidana sebagaimana halnya dengan perkara orang dewasa, dilakukan mulai tahap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan. Proses pemeriksaan mengacu kepada ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 dan hukum acara lainnya sepanjang tidak diatur di dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, misalnya : KUHAP. Tahap pemeriksaan perkara anak seorang pelaku tindak pidana adalah sebagai berikut : 1. Tahap penyidikan Penyidikan terhadap anak nakal dilakukan oleh penyidik anak yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. Dengan demikian Penyidik Umum tidak dapat melakukan penyidikan atas perkara anak nakal kecuali dalam hal

6 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 tertentu, seperti belum ada Penyidik Anak di tempat tersebut. Adapun syarat-syarat untuk menjadi Penyidik Anak sesuai dengan Pasal 41 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 adalah : a. Telah berpengalaman sebagai penyidik; b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak. Akan tetapi dalam hal-hal tertentu, karena Penyidik Anak belum ada, maka tugas penyidikan dapat dilakukan oleh penyidik biasa bagi tindak pidana yang dilakukan orang dewasa, atau penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan undangundang yang berlaku. Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan (Pasal 42 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997). Ketentuan ini menghendaki bahwa pemeriksaan dilakukan dengan pendekatan secara efektif dan simpatik. Efektif dapat diartikan, bahwa pemeriksaan tidak memakan waktu lama, dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, dan dapat mengajak tersangka memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya. Simpatik, maksudnya pada waktu pemeriksaan, penyidik bersifat sopan dan ramah serta tidak menakut-nakuti tersangka. Pasal 43 ayat (1) huruf a Undnagundang Nomor 3 Tahun 1997, menentukan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan bertuga membantu memperlancar penyidikan dengan membuat laporan penelitian kemasyarakatan. Pembimbing kemasyarakatan harus siap memberikan pertimbangan atau saran yang diperlukan oleh penyidik. Bila penyidikan dilakukan tanpa melibatkan pembimbing kemasyarakatan, penyidikan batal demi hukum. Prose penyidikan anak nakal, wajib dirahasiakan (Pasal 42 ayat(3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997). Tindakan penyidikan berupa penangkapan, penahanan dan tindakan lain yang dilakukan mulai dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap penyidikan, wajib dilakukan secara rahasia. 2. Tahap penyelidikan Perkara anak nakal dapat diajukan ke sidang pengadilan, adalah perkara anak nakal yang berumur 8 (delapan) tahun dan maksimum belum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan yang belum pernah kawin. Namun Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, masih memungkinkan dilakukan penyidikan bagi anak yang berumur di bawah 8 (delapan) tahun, pada hal berkas perkaranya tidak akan dilimpahkan ke Kejaksaan untuk dilakukan penuntutan di persidangan. Tujuan dilakukan penyidikan terhadap anak yang belum berumur 8 (delapan) tahun

7 7 Alternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice- Novelina MS Hutapea yang diduga melakukan kenakalan, adalah untuk mengetahui bahwa anak yang bersangkutan melakukan tindak pidana seorang diri, atau ada orang lain yang terlibat atau anak yang bersangkutan melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orng lain, yang dalam hal ini yang berumur 8 (delapan) tahun ke atas dan atau dengan orang dewasa. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang menahan selama 20 (dua puluh) hari dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai atas permintaan penyidik dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang selama 10 (sepuluh) hari dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sudah harus menyerahkan berkas perkara yang bersangkutan kepada penuntut umum. Apabila dilampaui dan berkas perkara belum diserahkan maka tersangka harus dikeluarkan demi hukum. 3. Tahap penuntutan Pasal 53 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, menentukan bahwa penuntut umum anak diangkat berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Penuntut umum anak adalah yang memenuhi syarat : telah berpengalaman sebagai penuntut umum tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa, mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak. Pada prinsipnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, menghendaki agar setiap Kejaksaan Negeri memiliki penuntut umum anak untuk menangani anak nakal. Tetapi apabila Kejaksaan Negeri tidak mempunyai penutut umum anak, karena belum ada yang memnuhi syarat-syarat yang ditentukan atau karena pindah/mutasi, maka tugas penuntutan perkara anak nakal dibebankan kepada penuntut umum yang melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Apabila penuntut umum sudah selesai mempelajari berkas perkara hasil penyidikan, dan penuntut umum berpendapat bahwa tindak pidana yang disangkakan dapat dituntut, maka menurut ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 sejalan dengan ketentuan Pasal 140 ayat (1) KUHAP, penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. Waktu secepatnya dimaksud adalah berkaitan dengan masalah penahanan atas diri tersangka/terdakwa, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 50 Undang-undang Nomor 3 Tahun Surat dakwaan merupakan dasar adanya suatu perkara pidana yang juga merupakan dasar bagi hakim melakukan pemeriksaan. Setelah penutut umum membuat surat dakwaan, dilimpahkan ke Pengadilan

8 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 dengan membuat surat pelimpahan perkara. 4. Tahap pemeriksaan di sidang pengadilan Pemeriksaan sidang anak dilakukan oleh hakim anak yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Makahmah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997). Sedangkan syarat-syarat untuk menjadi hakim anak diatur dalam Pasal 10, yaitu : a. telah berpengalaman sebagai hakim di Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum; dan b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalh anak. Dalam konteks ketentuan tersebut, sebaiknya dibuat peraturan pelaksanaan yang mengatur tentang syaratsyarat menjadi hakim anak. Seperti tentang pengalaman menjadi hakim, perlu ditegaskan disamping pendidikan-pendidikan khusus yang perlu ditempuh. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa hakim anak merupakan hakim khusus yang memiliki keahlian khusus dalam rangka perlindungan anak. Hakim yang memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama adalah hakim tunggal, kecuali dalam hal tertentu dan dipandang perlu Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak dengan hakim majelis (Pasal 11 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997). Adapun acara pemeriksaan sidang anak dilakukan sebagai berikut : a. Penuntut umum, penasihat hukum, pembimbing kemasyarakatan, orang tua, wali atau orang tua asuh dan saksi wajib hadir dalam sidang anak selama persidangan (Pasal 55 dan Pasal 57 ayat (1) Undangundang Nomor 3 Tahun 1997). b. Sebelum sidang dibuka, atas perintah hakim, pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan, yang berisi tentang data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak serta kesimpulan dan sara dari pembimbing kemasyarakatan (Pasal 51 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun c. Persidangan dilakukan secara tertutup untuk umum tetapi pada waktu pengucapan putusan, wajib dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal 57 ayat (1) jo Pasal 59 ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997). Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut di atas mengakibatkan putusan batal demi hukum. Pada waktu pemeriksaan saksi, hakim dapat memerintahkan

9 9 Alternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice- Novelina MS Hutapea agar terdakwa dibawa ke luar sidang (Pasal 58 ayat (1) Undangundang Nomor 3 Tahun 1997). Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya hal yang mempengaruhi jiwa anak. d. Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal yang bermanfaat bagi anak sebelum mengucapkan putusannya. Disamping itu harus pula dipertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyrakatan (Pasal 59 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997). Putusan yang tidak mempertimbangkan laporan penelitian kemayarakatan mengakibatkan putusan batal demi hukum. e. Putusan hakim dalam sidang anak dapat berupa menjatuhkan pidana atau tindakan kepada terdakwa anak (Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-undang Nomor 3 tahun 1997). Pidana, dapat berupa : 1. Pidana penjara; 2. Pidana kurungan; 3. Pidana denda; 4. Pidana pengawasan. Pidana tambahan dapat berupa : 1. Perampasan barang tertentu dan atau 2. Pembayaran ganti kerugian. Sedangkan tindakan yang dijatuhkan kepada anak nakal, dapat berupa : a. Mengembalikan anak kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh. b. Menyerahkan anak kepada negara (anak negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja), atau c. Menyerahkan anak nakal kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Tindakan dalam hal ini disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim. C. Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restorative Justice Melihat dari kenyataan yang ditemui dalam praktek proses peradilan anak, bahwa walaupun undang-undang telah mengatur perlakuan khusus yang seharus diterapkan pada anak, ternyata masih banyak petugas yang menangani perkara anak melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak anak. Misalnya kekerasan fisik maupun mental yang dilakukan pada pemeriksaan di tingkat penyidikan. Hal mana akan menimbulkan trauma atau dampak psikologis yang buruk bagi anak.

10 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 Sudah banyak kajian dan catan pengalaman yang menunjukkan dampak destruktif dari peradilan pidana bagi anak terutama proses penahanan dan pemenjaraan yang hampir selalu melekat dalam penanganan melalui sistem ini. Data dunia menunjukan 50% - 70% anak yang pernah terintegrasi dalam sistem peradilan pidana serta mengalami penahanan dan pemenjaraan ternyata kembali terlibat dalam tindak pidana lainnya dikemudian hari. Artinya jika pemenjaraan dimaksudkan untuk membuat anak menjadi jera, itu tidak terbukti. Berdasarkan hal tersebut, berkembanglah pemikiran untuk mencari penanganan alternative terhadap penyelesaian kasus-kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana yaitu dengan diversi dan restorative justice. Konsep penyelesaian berbasis masyarakat ini sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, sebab masyarakat Indonesia suka menyelesaikan konflikkonflik dalam relasi sosialnya tanpa proses forma atau peradilan pidana konvensional. Divesi dalam sistem peradilan pidana merupakan upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk mengalihkan kasus pidana dari mekanisme formal kemekanisme yang informal. Diversi dilakukan untuk menemukan suatu bentuk penyelesaian yang memberikan perlindungan terhadap semua pihak dengan pengedepankan prinsip kebersamaan. Konsep ini lahir didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana dalam tindak pidana tertentu melalui sistem peradilan pidana konvensional lebih banyak menimbulkan bahaya dari pada kebaikan. Tujuan dari diversi adalah : 1. Untuk menghidari penahanan 2. Untuk menghindari cap/label sebagai penjahat 3. Untuk meningkatkan ketrampilan hidup bagi pelaku 4. Agar pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya 5. Untuk mencegah pengulangan tindak pidana 6. Untuk memajukan intervensi-intervensi yang diperlukan bagi korban dan pelaku tanpa harus melalui proses formal 7. Program diversi juga akan menghindari anak mengikuti proses sistem peradilan pidana 8. Lebih lanjut program ini akan menjauhkan anak-anak dari pengaruhpengaruh dan implikasi negative dari proses peradilan tersebut Dalam ketentuan hukum Indonesia, diversi hanya dimungkinkan di tingkat penyidikan artinya merupakan kewenangan dari polisi, sementara di lembaga lain seperti kejaksaan, kehakiman atau lembaga pemasyarakatan belum ada peraturan yang mengaturnya sehingga disarankan agar lembaga-lembaga tersebut mulai memikirkan kemungkinan jalan keluarnya tentang penerapan diversi ini. Dalam ketentuan hukum Indonesia diversi diatur dalam Undang-undang Nomor 2

11 11 Alternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice- Novelina MS Hutapea Tahun 2002 tentang Kepolisian yang menyangkut hak diskresi yang dimiliki polisi sedangkan menurut hukum internasional diatur di dalam Konvensi Hak-hak Anak, Pasal 40 ayat (3) dan Beijing Rules Pasal 11. Restorative Justice sendiri dimaknai sebagai suatu proses penyelesaian dimana semua pihak yang terlibat dalam pelanggaran hukum tertentu berkumpul bersama untuk memutuskan secara kolektif cara mengatasi konsekwensi pelanggaran dan implikasinya dimasa mendatang. Dalam konteks ini upaya penyelesaian lebih difokuskan pada pemulihan atas kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran tersebut, bukan pembalasan bagi pelaku. Program-program diversi dapat menjadi bentuk keadilan restoratif, bila : 1. Mendorong pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya 2. Memberikan kesempatan bagi pelaku untuk mengganti kesalahan dilakukannya dengan berbuat kebaikan bagi si korban 3. Memberikan kesempatan bagi si korban untuk ikut serta dalam proses 4. Memberikan kesempatan bagi pelaku untuk dapat mempertahankan hubungan keluarga 5. Memenuhi kebutuhan mereka yang dirugikan oleh tindak pidana 6. Memberikan kesempatan bagi rekonsiliasi dan penyembuhan dalam masyarakat yang dirugikan oleh tindak pidana Dari uraian-uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dengan diversi dan restorative justice diusahakan untuk menyelesaikan perkara anak sebagai pelaku di luar sistem peradilan pidana dengan memberikan kesempatan kepada pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya kepad korban maupun masyarakat. Semua pihak yang terlibat dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesempatan tentang tindakan apa yang terbaik untuk anak pelaku tindak pidana tersebut. Kesimpulan dan Saran DAN SARAN a. Kesimpulan 1. Indonesia telah mengatur perlindungan hak bagi anak sebagai pelaku tindak pidana di dalam beberapa ketentuan perundang-undangan, antara lain : Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang-undang Nomor 223 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 mengatur proses hukum (formal) terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, dimulai tahap penyidikan, penuntutan, dan persidangan pengadilan anak. Pada setiap tahap pemeriksaan, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 pada dasarnya telah mengatur perlakuan khusus yang harus diterapkan pada perkara anak demi kepentingan terbaik anak. 3. Diversi dan Restorative Justice adalah suatu perkembangan terhadap

12 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 penyelesaian perkara anak dengan jalan mengalihkan suatu proses peradilan formal menjadi proses yang tidak formal untuk menghindari trauma dan stigmatisasi bagi anak selam dalam sistem peradilan. Tindakan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap semua pihak sehingga tercapai keadilan. B. Saran 1. Agar penyidik yang menangani perkara anak sebagai pelaku, sepanjang memungkinkan dapat melakukan diversi lebih banyak lagi pada masa yang akan datang. 2. Agar Mahkamah Agung, Jaksa Agung dan Menteri Hukum Dan HAM dapat membuat kebijakan-kebijakan sebagai dasar penerapan diversi dalam perkara anak pelaku tindak pidana di tingkat penuntutan, pengadilan atau Lembaga Pemasyarakatan sambil menunggu keluarnya undang-undang yang mengatur tentang diversi tersebut. DAFTAR PUSTAKA Aminah Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Universitas Sumatera Utara (USU Press), Medan, Sunaryati CFG., Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, Herlina Apong et all, Perlindungan Terhadap Anak Ynag Berhadapan Dengan Hukum, Manual Pelatihan Untuk Polisi, Pemerintah RI Kerjasama Dengan UNICEF, Jakarta, Mulyadi Mahmud, Hukum pidana Perkembangan, Badan Juliah Semester Genap, Program Pascasarjana Ilmu Hukum, UMSU Medan, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Catatan : Tulisan ini telah dipublikasi pada Jurnal Habonaron Do Bona Edisi 3 Nopember 2009; ISSN :

Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar)

Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar) 1 Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar) Novelina M.S. Hutapea* *Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Seorang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA www.legalitas.org UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul) WAWANCARA Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul) Terwawancara : AKP Sri Pamujiningsih (Kanit dan Penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Utara. A. Wawancara dengan unit

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak 1 Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Undang-undang Nomor 3

Lebih terperinci

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Banyak anak-anak berkonflik dengan hukum dan diputuskan masuk dalam lembaga pemasyarakatan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1997 pengadilan negeri

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan Delik Pembunuhan Tidak Disengaja Oleh Anak di Bawah Umur Menurut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan 1 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk FH USI Di satu sisi masih banyak anggapan bahwa penjatuhan pidana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap sejumlah responden yang akan memberikan gambaran

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2

ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2 ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2 ABSTRAK Pemidanaan terhadap orang yang belum dewasa atau yang belum cukup umur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diversi 1. Pengertian Diversi Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami

Lebih terperinci

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab Program Studi Ilmu Hukum-Universitas Narotama Surabaya Abstrak Maraknya peredaran narkotika

Lebih terperinci

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik 1 Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Penyidikan suatu tindak pidana adalah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668] UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668] BAB III PIDANA DAN TINDAKAN Pasal 22 Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH ANALISIS KASUS DAN PRAKTEK BERACARA

TUGAS MATA KULIAH ANALISIS KASUS DAN PRAKTEK BERACARA TUGAS MATA KULIAH ANALISIS KASUS DAN PRAKTEK BERACARA OLEH : MAHASISWA BAGIAN ACARA SEMESTER VII JANUARSE DJAMI RIWU NIM. 1202011076 DPA. BILL NOPE,SH.,LLM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NUSA CENDANA TAHUN

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI RUU Pengadilan Pidana Anak: Suatu Telaah Ringkas Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI Anak perlu perlindungan khusus karena Kebelum dewasaan anak baik secara jasmani

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia FALSAFAH PENANGANAN ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENYANGKUT TIGA HAL : 1. Sifat yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan hidup manusia dimasyarakat yang diwujudkan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah tahapan-tahapan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang akan datang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori atau Konseptual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori atau Konseptual BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori atau Konseptual 1. Tinjauan tentang Proses Pemeriksaan Perkara Anak a. Pengertian Anak 1) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak dalam

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini memuat kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan saran-saran. 6.1. Kesimpulan 1.a. Pelaksanaan kewajiban untuk melindungi anak yang berhadapan dengan hukum

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN PENYIDIK DALAM PROSES PENYIDIKAN PIDANA ANAK. 2.1 Prosedur Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana

BAB II KEWENANGAN PENYIDIK DALAM PROSES PENYIDIKAN PIDANA ANAK. 2.1 Prosedur Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana BAB II KEWENANGAN PENYIDIK DALAM PROSES PENYIDIKAN PIDANA ANAK 2.1 Prosedur Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana Dalam sistem hukum Indonesia, hukum pidana dapat diartikan secara sempit dan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT Modul Penanganan ABH di Bapas merupakan bagian dari Modul Penyuluhan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum terkait diversi dan keadilan restoratif bagi petugas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Copyright@2017 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Barangsiapa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Karen Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Anak Nakal diatur dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 3

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Anak Nakal diatur dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 3 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak Pelaku Tindak Pidana 1. Pengertian Anak Nakal Pengertian Anak Nakal diatur dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 sebagai berikut: Anak Nakal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN.

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN. BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN. Marisa Tentang Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak Setelah proses pemeriksaan dipersidangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum

Lebih terperinci

EKSPLORASI, Volume XXVII No. 1 Agustus Tahun

EKSPLORASI, Volume XXVII No. 1 Agustus Tahun PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA MENURUT UU NO 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DAN UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK LEGAL

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini menyebabkan pergeseran perilaku di dalam masyarakat dan bernegara yang semakin kompleks. Perilaku-perilaku

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PENANGANAN YANG EDUKATIF TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

BAB II PROSES PENANGANAN YANG EDUKATIF TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA BAB II PROSES PENANGANAN YANG EDUKATIF TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA Anak harus dididik untuk dapat bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukannya, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum yang pada masa sekarang ini sedang melakukan pembangunan disegala aspek tidak terkecuali bidang hukum, maka segala usaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia sebagai subjek hukum juga semakin kompleks dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci