Penyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum"

Transkripsi

1 JURNAL NANGGROE ISSN Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh ARTIKEL LEPAS Penyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum Husni 1 Abstrak Correspondence: husni7790@yahoo.co.id 1. Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai suksesor suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita cita perjuangan bangsa. Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional untuk melahirkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak sebagai makhluk manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hakhak yang dimilikinya. Perlindungan yang diberikan terhadap anak harus diberikan secara menyeluruh, jadi masalah perlindungan hukum bagi anak tidak hanya perlindungan hukum dalam proses peradilan, tetapi mencakup spektrum yang sangat luas. Dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia, masalah perlindungan hukum terhadap anak di atur dalam Undang-undang N0. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradila Pidana Anak,, dan Undang undang No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak. Kata Kunci: Anak, Berkonflik dengan Hukum Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 36

2 LATAR BELAKANG Pemerintah berupaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat agar tercipta suasana aman, tentram dan makmur seperti yang tersirat dalam tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alenia IV yakni mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila. Hal tersebut mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat baik individu maupun kelompok, baik individu yang sudah dewasa maupun yang masih anakanak. Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai suksesor suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita cita perjuangan bangsa. Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional untuk melahirkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak sebagai makhluk manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hakhak yang dimilikinya. Berkaitan dengan anak yang berkonflik dengan hukum maka lahirlah UU No. 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak sebagai hukum pidana khusus yang mencoba melakukan penyimpangan dari ketentuan yang mengatur masalah anak baik secara materil sebagaimana diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun secara formil dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun dalam perkembangannya undang-undang pengadilan Anak tersebut diganti dengan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, karena dinilai memiliki banyak kelemahan dan dianggap tidak memihak dan tidak memberikan perlindungan hukum kepada anak yang berkonflik dengan hukum. Adapun yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Sedangkan yang dimaksud dengan anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 37

3 belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan suatu perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana. Perlindungan yang diberikan terhadap anak harus diberikan secara menyeluruh, jadi masalah perlindungan hukum bagi anak tidak hanya perlindungan hukum dalam proses peradilan, tetapi mencakup spektrum yang sangat luas. Dalam berbagai dokumen internasional didapatkan bahwa perlindungan hukum bagi anak dapat mencakup berbagai aspek, anatara lain: 1. perlimdungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak, 2. perlindungan kesejahteraan anak, 3. perlindungan anak dalam masalah penahanan, perampasan kemerdekaan, dan perlindungan anak dalam proses peradilan, 4. perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi, perbudakan, pornografi, perdagangan anak dan pelacuran anak, 5. perlindungan terhadap anakanak jalanan, 6. perlindungan anak dari akibat konflik bersenjata, dan 7. perlindungan anak dari tindakan kekerasan. 1 Dalam Commentary yang terdapat di bawah Rule 5.1 dari The Beijing Rules, 2 juga menunjuk pada dua tujuan atau sasaran yang sangat penting yaitu: 1. memajukan kesejahteraan anak,dan 2. prinsip proporsionalitas. 3 Dalam ketentuan perundangundangan di Indonesia, masalah perlindungan hukum terhadap anak di atur dalam Undang-undang N0. 4 Tahun 1979, tentang kesejahteraan anak, Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, yang kemudian diganti dengan Undangundang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradila Pidana Anak, dan Undang undang No Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1998, hal Standard Minimum Rules for the administration of Juvenile Justice, Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: alumni, 1992, hal 112 Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 38

4 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, Dalam Konsideran Undangundang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1997, Tentang Pengadilan Anak dalam sub b pertimbangannya menyebutkan: Bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan perlindungan khusus, terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan". Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan berlakunya Undang-undang sistem peradilan pidana anak, maka tidak ada alasan lagi yang dijadikan sebagai dasar hukum untuk melakukan kriminalisasi perbuatan nakal yang dilakukan oleh anak. Begitu juga seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan khusus bagi anak yang berkonflik dengan hukum tercantum dalam pasal 59 yang yang berbunyi: Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Dari uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa anak sebagai bagian dari generasi muda, merupakan potensi dan penerus perjuangan bangsa, yang mempunyai hak dan kewajiban membangun bangsa dan negara di mana memerlukan perlindungan dari berbagai bahaya yang mengganggu perkembangannya. Kasus-kasus kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak kejahatan membawa fenomena tersendiri. Mengingat anak adalah individu yang masih labil emosinya, maka penanganan kasus kejahatan dengan pelaku anak perlu mendapat perhatian khusus. Perlindungan hukum terhadap anak yang di dalamnya menyangkut kepentingan dan hak-hak anak maka cita-cita Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 39

5 hukum, gagasan abstrak dan dokrin-dokrin tak dapat dilepaskan dari ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah hak-hak anak pada umumnya, apalagi Indonesia telah meratifikasi konvensi hakhak anak (Convention on the Right of Children) lewat Keppres No. 36 Tahun Dengan meratifikasi konvensi ini, Indonesia memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak bagi semua anak tanpa terkecuali, salah satu hak anak yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan adalah hak anak yang berkonflik dengan hukum. 4 Asas-asas perlindungan hak-hak anak dan kesejahteraan anak tidaklah dapat dilepaskan dari asas-asas dasar perlindungan hak-hak anak pelaku delinkuen (juvenile delinquen) yang ditangani lewat penerapan hukum pidana anak yang penyelenggaraannya lewat sistem peradilan pidana anak (juvenile justice system). Asas-asas dasar itu antara lain yaitu: Pertama, kepentingan terbaik anak harus menjadi prioritas utama. Kedua, hak-hak anak pelaku delekuen harus tetap diperhatikan dalam penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak, asas praduga tak bersalah, asas parens patriae, asas proporsionalitas, asas-asas yang menyangkut aspek perkembangan kejiwaan anak, asas perlindungan privacy anak, asas perlindungan anak dari stigmatisasi. 5 Asas-asas tersebut di atas, haruslah terekpresikan dalam norma-norma hukum pidana anak, baik hukum materiil maupun hukum formilnya. Kehadiran berbagai perangkat hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia seperti UU No. 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak, yang kemudian diganti dengan 4 Lingga Setiawan, Konvensi Hak Anak dan Bangsa Yang Beradab, Kompas, 24 Februari Paulus Hadi Saputro, Stigmatisasi: Faktor Korelasional Kriminogen Perilaku Delikuensi Anak, Makalah DalamSemiloka Nasional Konsep dan Sistem Peradilan Anak di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 14 Agustus 2005 Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 40

6 UU No.11 Tahun 2012 Tentang system peradilan pidana anak, UU N0. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak maupun UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, belum membawa perubahan yang signifikan bagi perlindungan anak pada umumnya dan bagi anak pelaku delekuen yang tengah berada dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system). Ketika Undang-undang No. 3 Tahun 1997 belum bisa dilihat sebagai suatu sistem hukum pidana anak, karena undang-undang ini belum mampu memposisikan dirinya sebagai hukum pidana anak materiil, hal ini tampak dari ketentuan substantive yang terkandung di dalamnya, dalam undang-undang ini sama sekali tidak dijumpai ketentuan tentang tujuan pemidanaan terhadap anak dan apa yang disebut sebagai kenakalan anakpun masih harus mengacu pada KUHP. Sehingga secara substansial dapat dikatakan bahwa Undangundang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak cenderung dikatagorikan sebagai Hukum Pidana Anak Formil atau Hukum Acara Pidana Anak. Namun karena perlindungan terhadap anak (termasuk anak yang berhadapan dengan hukum) menjadi suatu keharusan, maka melalui Undang-undang Sistem Peadilan Pidana anak, pemerintah mencoba untuk mengimplementasikan keadilan restorative melalui diversi dalam menyelesaikan masalah anak yang berkonflik dengan hukum. Sehubungan dengan perlindungan hukum terhadap anak, maka dalam hal ini penyelenggaraan hukum pidana anak lewat sistem peradilan pidana anak masih memerlukan penetaan managerial kelembagaannya dan penataan lembaga yang mendukung bekerjanya ketentuan substantif Undangundang No. 11 Tahun Ketentuan substantive yang memerlukan dukungan lembaga seperti; penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak dan lembaga pemasyarakatan/ pembinaan anak, sehingga anak pelaku delekuen tidak memperoleh perlakuan yang buruk dalam proses peradilan pidana (juvenile justice proces). Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 41

7 PERMASALAHAN Kenyatan-kenyataan sebagaimana dikemukakan di atas, memaksa kita untuk tidak terlalu berharap banyak dari Sistem Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system) yang ada, kecuali penderitaan dan efek jangka panjang bagi anak pelaku delekuen. Bertitik tolak dari hal yang demikian, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum? 2. Bagaimanakah penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum? PEMBAHASAN Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum Dalam Konvensi Hak-hak Anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan, mencakup perlindungan dari segala eksploitasi, perlakuan kejam dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana khususnya dinyatakan dalam Artike1 37 dan Sebagai pengimplementasian secara optimal prinsip-prinsip Konvensi Hak-hak Anak, pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi hak-hak anak (Convention on the Right of Children) melalui Keppres No. 36 Tahun 1990 dan membentuk Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang dalam perkembanganya diganti dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem Peradilan Pidana Anak. Hal ini dilakukan sebagai wujud perlindungan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum atau anak peleku delinkuen. Dalam Konvensi Hak-hak anak (Convention of the Right of Children), hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum diatur dalam Pasal 37 ayat b, pasal 37 ayat c dan pasal 40. Dalam pasal 37 ayat b Konvensi Hak-hak anak menyatakan : Tidak seorang anakpun akan dirampas kemerdekaannya secara tidak sah dan sewenang-wenang. 6 Barda Nawawi Arief, Peradilan Anak di Indonesia, Bandung: Mandar Maju,1997, hal 72 Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 42

8 penangkapan, penahanan ataupun penghukuman seorang anak harus sesuai dengan hukum dan akan diterapkan sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu yang paling pendek. Sementara dalam Pasal 37 ayat c Konvensi Hak-hak anak menyatakan bahwa: Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan diperlakukan secara manusiawi dan dihormati martabat kemanusiaanya dan dengan memperhatikan kebutuhankebutuhan orang seusianya. Sedangkan dalam pasal 40 Konvensi Hak-hak anak menyebutkan, bahwa: Negara-negara peserta mengakui hak setiap anak yang disangka, dituduh atau diakui sebagai telah melanggar undang-undang hukum pidana untuk diperlakukan dengan cara yang sesuai dengan peningkatan martabat dan nilai anak, yang memperkuat penghargaan anak pada hak-hak azazi manusia dan kebeasan dasar dari orang lain dengan memperhatikan usia anak dan hasrat untuk meningkatkan penyatuan kembali/reintegrasi anak dan peningkatan peran yang konstruktif dari anak dalam masyarakat. Di Indonesia perlindungan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum untuk pertama kalinya diatur di dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, namun aturan tersebut tidak member ruang kepada anak yang berhadapan dengan hukum untuk mendapatkan keadilan restoratif, yaitu penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Dalam hal ini perlakuan selama proses Peradilan Pidana Anak harus memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan anak dan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat anak tanpa mengabaikan terlaksananya keadilan, dan bukan membuat nilai kemanusiaan anak menjadi lebih rendah, begitu juga pemeriksaan terhadap anak harus dalam suasana kekeluargaan, setiap anak berhak didampingi oleh penasehat hukum, tempat tahanan anak harus terpisah dari tahanan orang dewasa, penahanan dilakukan setelah sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat, hukuman yang diberikan tidak harus dipenjara /ditahanan melainkan bisa berupa hukuman tindakan dengan Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 43

9 mengembalikan anak keorang tua atau walinya serta pasal-pasal lainnya yang cukup memberikan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Selanjutnya Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi manusia (HAM) pada Pasal 66 juga mengatur hak anak yang berkonflik dengan hukum. Demikian juga dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dalam pasal 64 mengatur tentang: (1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. (2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui : a. Perlakuan atas anak secara manusiawi dengan martabat dan hak-hak anak. b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini; c. Penjediaan sarana dan prasarana khusus; d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak; e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum; f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga dan g. Perlindungan dari pemberian identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. (3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui: a. upaya rehabilitasi, baik dalam lenbaga maupun diluar lembaga; b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi; Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 44

10 c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan d. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. Penyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum Sebelum berlakunya UU No. 11 Tahun 2012 Tentang sistem peradilan pidana anak, maka upaya penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum masih dilakukan dalam konteks sistem peradilan pidana anak yang konvensional, padahal diketahui bahwa pengadilan konvensional bukun cara terbaik atasi anak pelaku delekuen. Oleh karena itu kehadiran UU No, 11 tahun 2012 tentang system peradilan pidana anak, mengakomodasikan ketentuan yang memungkinkan adanya diskresi dan diversi (restorative justice) dalam penanganan anak peleku delinkuen, sehingga penghukuman bagi anak bukan salah satu solusi, karena anak bukan untuk dihukum melainkan harus diberi bimbingan dan pembinaan, sehingga terwujudnya keadilan yang restorative. Selanjutnya berkaitan dengan proses penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang sistem peradilan pidana anak, dimana dalam menyelesaikan masalah anak yang berkonflik dengan hukum selalu mengutamakan pendekatan keadilan resroratif dan selalu mengupayakan tindakan diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. 7 Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah: 8 a. Mencapai perdamaiaan antara korban dan anak b. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan 7 Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang system peradilan pidana anak. 8 Pasal 6 Undang undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang system peradilan pidana anak. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 45

11 c. Menghindari anak dari perampasan kemerdekaan, d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Dalam hal melakukan proses diversi, harus berpedoman pada ketentuan pasal 8 Undang undang Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu dilakukan melalui musyaewarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan orang tua atau walinya. sedangkan diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat, sedangkan keadilan restorative adalah proses dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana bersamasama memecahkan masalah dan bagaimana menangani akibatnya dimasa yang akan datang. Program diversi dapat menjadi bentuk keadilan restoratif jika : Menurut Sri Yudha Ningsih, 9 proses peradilan pidana anak harus dilakukan secara Restorative justice. Restorative justice, adalah bentuk penyelesaian konflik anak dengan hukum berdasarkan partisipasi masyarakat. Jadi kasusnya tidak sampai ke pengadilan dan diproses secara hukum, tapi cukup diselesaikan pada tingkat forum atau komunitas di masyarakat dengan jalan kekeluargaan, merupakan salah satu langkah yang tepat bagi penyelesaian kasus-kasus anak yang berkonflik dengan hukum, a. mendorong anak untuk bertanggung jawab atas perbuatannya; b. memberikan kesempatan bagi anak untuk mengganti kesalahan yang dilakukan dengan berbuat kebaikan bagi si korban; c. memberikan kesempatan bagi sikorban untuk ikut serta dalam proses; d. memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat mempertahankan hubungan dengan keluarga; dan 9 Sri Yudha Ningsih, pengadilan Konvensional Bukan Cara Terbaik Atasi Anak Pelanggar Hukum, diakses dari http// pikiran Rakyat. Com. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 46

12 e. memberikan kesempatan bagi rekonsiliasi dan penyembuhan dalam masyarakat yang dirugikan oleh tindak pidana. Konsep restorative justice telah muncul lebih dari 20 tahun yang lalu sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana dengan pelaku anak. Kelompok Kerja Peradilan Anak Perserikatan Bangsabangsa (PBB) mendefinisikan restorative justice sebagai suatu proses semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi akibat di masa yang akan datang. Proses restorative justice pada dasarnya dilakukan melalui diskresi (kebijaksanaan) dan diversi, yaitu pengalihan dari proses peradilan pidana ke luar proses formal untuk diselesaikan secara musyawarah. Penyelesaian melalui musyawarah sebetulnya bukan hal baru bagi bangsa Indonesia. Sebelum pendudukan Belanda, bangsa kita sudah memiliki hukum sendiri, yaitu hukum adat. Hukum adat tidak membedakan penyelesaian perkara pidana dengan perkara perdata, semua perkara dapat diselesaikan secara musyawarah dengan tujuan untuk mendapatkan keseimbangan atau pemulihan keadaan. Dengan menggunakan konsep restorative justice, hasil yang diharapkan adalah berkurangnya jumlah anak-anak yang ditangkap, ditahan, dan divonis penjara; menghapuskan stigma/cap dan mengembalikan anak menjadi manusia normal sehingga diharapkan dapat berguna kelak di kemudian hari; pelaku pidana anak dapat menyadari kesalahannya, sehingga tidak mengulangi perbuatannya mengurangi beban kerja polisi, jaksa, rutan, pengadilan, dan Lapas; menghemat keuangan negara tidak menimbulkan rasa dendam karena pelaku telah dimaafkan oleh korban korban cepat mendapatkan ganti kerugian; memberdayakan orang tua dan masyarakat dalam mengatasi kenakalan anak dan; pengintegrasian kembali anak ke dalam masyarakat. Adapun sebagai mediator dalam musyawarah dapat diambil dari tokoh masyarakat yang terpercaya dan bila kejadiannya di Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 47

13 sekolah dapat dilakukan kepala sekolah atau guru. Restorative justice merupakan upaya alternatif menyelesaikan masalah anak yang berkonflik dengan hukum karena tidak melalui mekanisme Sistem Peradilan Pidana Anak, dan upaya ini sudah diakomodasikan dalam Undang- Undang No. 11 Tahun 2012 sebagai hukum acara pidana anak, dan sudah diterapkan dalam menyelesaikan masalah anak yang berhadapan dengan hukum. Berdasarkan pada kenyataan sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka diperlukan berbagai langkah guna mendorong dilakukannya diversi. Dalam rangka mendorong diversi pada tingkat Penyidikan oleh Polisi, diperlukan beberapa langkah sebagai berikut: 1. Peningkatan pengetahuan Polisi khususnya Penyidik Anak tentang ekses-ekses negatif dari SPP anak serta manfaat dari pendekatan non penal terhadap masalah kenakalan anak. Dengan demikian diharapkan tumbuhnya keyakinan dikalangan Penyidik Anak bahwa prosedur hukum bukanlah satu-satunya cara penyelesaian kasus anak. 2. Diperlukan adanya pedoman tentang prosedur penangkapan maupun penahanan terhadap tersangka anak yang berorientasi pada UU Sistem Piradila Pidana Anak, UU Perlindungan Anak, maupun instrumen-instrumen internasional lainnya. 3. Diperlukan adanya pedoman bagi Penyidik Anak yang berisi kreteria maupun prosedur dalam menggunakan kewenangan diskretionernya untuk melakukan diversi. 4. Manajemen Kepolisian perlu mengembangkan nilai yang memandang penggunaan kewenangan diskretioner yang tepat sebagai langkah positip, daripada sebagai langkah yang perlu dimintakan pertanggungjawaban. Dengan kata lain, diversi hendaknya dipandang sebagai kewajaran dan bukan sebagai pengecualian (eksepsional). 5. Diperlukan upaya untuk menjalin kerjasama, baik dengan instansi pemerintah terkait maupun dengan LSM, sebagai bagian dari upaya Polisi dalam melakukan Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 48

14 diversi. Dalam hal ini perlu dipromosikan dan dikembangkan model restorative justice (konsep keadilan pemulihan) sebagai solusi. PENUTUP Kesimpulan 1. Perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak harus secara menyeluruh, jadi masalah perlindungan hukum bagi anak tidak hanya perlindungan hukum dalam proses peradilan, tetapi mencakup spektrum yang sangat luas, karena Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak lewat Keppres No. 36 Tahun Perlindungan hukum terhadap anak di atur dalam Undang-undang N0. 4 Tahun 1979, tentang kesejahteraan anak,, tentang Peradilan Anak, dan Undang undang No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, dan Undangundang Nomor 11 Tahun2012 Tentang system Peradilan Pidana Anak. 2. Penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum sudah dilakukan melalui mekanisme sistem peradilan pidana anak sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 sebagai hukum acara pidana anak yang sudah mengakomodasikan ketentuan yang memungkinkan adanya diskresi dan diversi (Restorative justice ) yang merupakan Uupaya alternatif menyelesaikan masalah anak yang berkonflik dengan hukum. Saran 1. Perlu peningkatan pengetahuan Penyidik Anak, bahwa anak bukan untuk dihukum sehingga penyelesaian masalah anak melalui sarana Sistem Peradilan Pidana Anak menjadi alternatif penyelesaian masalah. 2. Perlu adanya upaya untuk menjalin kerjasama yang positip, baik dengan instansi pemerintah maupun maupun masyarakat dengan LSM sebagai bagian dari upaya polisi dalam melakukan diversi. Serte Perlu adanya sosialsisasi kepada masyarakat bahwa dalam penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum harus dikedepankan model restorative Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 49

15 justice (konsep keadilan pemulihan). DAFTAR PUSTAKA Buku/Jurnal/Makalah Arief, Barda Nawawi, Peradilan anak di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, , Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bhakti, , Bunga Rampai Kebijakan hukum Pidana, Bandung: Citra aditya Bhakti, , Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bhakti, 2003 Hadi Saputro, Paulus, Stigmatisasi: Faktor Korelasional Kriminogen Perilaku Delikuensi Anak, Makalah Semiloka Nasional Konsep dan Sistem Peradilan Anak di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 14 Agustus , Pembaharuan Hukum Pidana Anak Di Indonesia, Makalah Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, 23 April 2005 Ningsih, Sri Yudha, Pengadilan Konvensional Bukan Cara Terbaik Atasi Pelanggar Hukum, di Akses dari http// Pikiran Rakyat.Com. M. Billah, Hak Anak dan Kekerasan Terhadap Anak, Newsletter, Jejaring HAM, Edisi No. 1/Thn.II/Januari/2006 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1992 Setiawan, Lingga, Konvensi Hak Anak Dan Bangsa Beradab, Kompas 24 Februari 2006 Sudarsono, Kenakalan Remaja, Jakarta : Rineka Cipta, 1991 Peraturan Perundang-Undangan Standard Minimum Rules for the administration of Juvenile Justice, 1985 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 3143 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165 Undang undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) 50

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Banyak anak-anak berkonflik dengan hukum dan diputuskan masuk dalam lembaga pemasyarakatan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1997 pengadilan negeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diversi 1. Pengertian Diversi Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE Oleh : Dheny Wahyudhi 1 Abstrak Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam proses peradilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

SKRIPSI. SINKRONISASI HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA (Kajian Tentang Sinkronisasi Hak Anak Sebagai Pelaku Kejahatan)

SKRIPSI. SINKRONISASI HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA (Kajian Tentang Sinkronisasi Hak Anak Sebagai Pelaku Kejahatan) SKRIPSI SINKRONISASI HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA (Kajian Tentang Sinkronisasi Hak Anak Sebagai Pelaku Kejahatan) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus yang akan menentukan arah bangsa di kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, maka di masa mendatang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana, karena hakekat dari hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang tindak pidana, yang mengandung

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Karen Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga baik oleh masyarakat maupun Negara karena dalam dirinya melekat harkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia FALSAFAH PENANGANAN ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENYANGKUT TIGA HAL : 1. Sifat yang terkandung dalam

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peran-peran strategis

Lebih terperinci

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah kekerasan seksual terhadap anak. Anak adalah anugerah tidak ternilai yang dikaruniakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Disampaikan pada acara Pembahasan Indikator KLA, 18 April 2015 INDIKATOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan di Indonesia 1. Undang-Undang 2.1 Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang

Lebih terperinci

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak Terdapat beberapa perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini yang mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang masih

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015. PENANGKAPAN ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA 1 Oleh: Joice H. Hontong 2

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015. PENANGKAPAN ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA 1 Oleh: Joice H. Hontong 2 PENANGKAPAN ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA 1 Oleh: Joice H. Hontong 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara penangkapan anak dalam perkara pidana menurut

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia sebagai subjek hukum juga semakin kompleks dan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang- BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pencarian kenikmatan seksual orang dewasa yang berakibat merusak fisik dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG { PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Copyright@2017 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Barangsiapa

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.320, 2017 KEMENPP-PA. Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Partisipasi Masyarakat. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Fiska Ananda *

Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Fiska Ananda * Jurnal Daulat Hukum Vol. 1. No. 1 Maret 2018 ISSN: 2614-560X Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum... (Fiska Ananda) * Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI RUU Pengadilan Pidana Anak: Suatu Telaah Ringkas Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI Anak perlu perlindungan khusus karena Kebelum dewasaan anak baik secara jasmani

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak Pengertian anak menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, adalah seseorang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun Peratifikasian ini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun Peratifikasian ini sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 990. Peratifikasian ini sebagai upaya negara untuk memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan Delik Pembunuhan Tidak Disengaja Oleh Anak di Bawah Umur Menurut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi masa depan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SOSIAL. Perlindungan Anak. Kewajiban. Tanggung Jawab. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan atas Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) Induk peraturan hukum pidana positif di Indonesia adalah Kitab Undangundang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya, sebagai generasi muda penerus cita-cita

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini memuat kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan saran-saran. 6.1. Kesimpulan 1.a. Pelaksanaan kewajiban untuk melindungi anak yang berhadapan dengan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum tentang Anak secara Umum 1. Pengertian Anak Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya persoalan anak masih menjadi perhatian kita semua. Kekerasan terhadap anak sudah banyak yang memperhatikan namun masih sedikit perhatian tertuju untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa, namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat juga anak-anak yang melakukan kejahatan. Hal ini menunjukkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menunjangnya skripsi ini, penulis terlebih dahulu akan menguraikan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menunjangnya skripsi ini, penulis terlebih dahulu akan menguraikan 40 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Untuk menunjangnya skripsi ini, penulis terlebih dahulu akan menguraikan karakteristik responden yang nantinya akan memberikan gambaran

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman kenakalan anak telah memasuki ambang batas yang sangat memperihatinkan. Menurut Romli Atmasasmita sebagaimana dikutip Wagiati Soetodjo,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak mempunyai permasalahan atau berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial sesuai dengan apa yang termuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketua Komisi Nasional Anak (Komnas Anak) Arist Merdeka Sirait, ia menjelaskan, berdasarkan fakta dan data yang diterima empat tahun terakhir (2010 hingga 2014) sebanyak

Lebih terperinci

BAB III PERLAKUAN PENYIDIK MENAHAN ANAK BERSAMA-SAMA DENGAN TAHANAN DEWASA TELAH SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III PERLAKUAN PENYIDIK MENAHAN ANAK BERSAMA-SAMA DENGAN TAHANAN DEWASA TELAH SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK BAB III PERLAKUAN PENYIDIK MENAHAN ANAK BERSAMA-SAMA DENGAN TAHANAN DEWASA TELAH SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK 3.1 Perlakuan penyidik menahan anak bersama-sama dengan tahanan Maraknya kasus

Lebih terperinci