PENYEBARAN DAN KETERDAPATAN MINERAL LOGAM LETAKAN DAN MINERAL PEMBAWA UNSUR RADIOAKTIF DASAR LAUT. Noor C.D Aryanto dan L. Sarmili
|
|
- Hengki Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENYEBARAN DAN KETERDAPATAN MINERAL LOGAM LETAKAN DAN MINERAL PEMBAWA UNSUR RADIOAKTIF DASAR LAUT Noor C.D Aryanto dan L. Sarmili Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan S A R I Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, sebagai salah satu instansi pemerintah di bawah Balitbang ESDM memiliki tugas dan fungsi melaksanakan penelitian geologi kelautan dalam hal ini antara lain berupa inventarisasi dan penyelidikan mineral kelautan. Mengingat letak dan kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar terdiri atas laut dan juga kondisi geologi yang unik, keterdapatan dan potensi atas mineral dasar laut sangatlah memungkinkan seperti mineral berat (pembawa unsur radioaktif) seperti monasit, zirkon, xenotime dll juga mineral laut dalam, seperti mineral-mineral "polymetallic nodule" dan "polymetallic crust". Di dasar perairan laut-dalam ini, diperkirakan tersimpan potensi sumberdaya mineral dasar laut bernilai ekonomis tinggi, seperti: mangan, molibdenum, vanadium, titanium, nikel, emas, tembaga, dan kobal yang mempunyai konsentrasi tinggi. Kata kunci : mineral berat, mineral laut dalam 1. PENDAHULUAN Pemberlakuan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara atau yang dikenal dengan Undang-Undang Minerba, yang telah disahkan dan diundangkan awal Januari 2009 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan mengamanatkan dengan jelas peluang dilakukannya penyelidikan dan atau eksplorasi umum kemineralan di wilayah perairan lintas wilayah Provinsi, laut mulai dari 12 mil ke atas dan atau di perairan yang berbatasan langsung dengan Negara lain (Pasal 6, ayat 1 PP No. 22 tahun 2010), yang semuanya merupakan lingkup tugas Puslitbang Geologi Kelautan - sebagai satu-satunya lembaga riset di Kementerian ESDM yang memiliki fungsi antara lain melaksanakan penelitian, pengembangan, perekayasaan, pengkajian, survey dan pemetaan di bidang geologi kelautan (PerMen ESDM ). Implementasi dari fungsi tersebut antara lain melakukan inventarisasi dan penyelidikan mineral yang terdapat di pantai dan dasar laut. 2. ARTI PENTING PENYELIDIKAN MINERAL KELAUTAN Kepulauan Indonesia sangat unik karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama yaitu: Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Pertemuan lempenglempeng tersebut membentuk laut dalam di kawasan perairan Indonesia, pada kedalaman 2000 sampai 6000 m yang bersifat samudera (oceanic basins) seperti laut Banda, laut Maluku, 72 M&E, Vol. 10, No. 4, Desember 2012
2 laut Sulawesi, laut Flores dan palung-palung samudera dalam seperti palung Sunda, dan laut dangkal yang berada pada landas kontinen seperti laut Jawa, laut China Selatan (paparan Sunda), dan laut Arafura (paparan Sahul). Berbagai hal yang melatarbelakangi arti penting penyelidikan mineral dasar laut (seabed minerals), adalah: Wilayah Indonesia sebagian besar adalah lautan dan lebih dari 2/3nya merupakan laut dalam; Penelitian mineral dasar laut (seabed minerals) masih dalam tataran penelitian dasar; Penelitian mineral dasar laut (seabed minerals) memiliki karakteristik yang khas, yaitu penelitian yang memerlukan biaya besar, sumber daya manusia (SDM) yang handal dan teknologi tinggi; Potensi sumberdaya mineral dan batuan di pantai dan dasar laut di wilayah perairan dan pesisir akhir-akhir ini menjadi suatu alternatif pilihan target eksplorasi mengingat makin terbatasnya cadangan dan sumberdaya di daratan. Mineral dan batuan merupakan salah satu dari banyak jenis sumber daya alam yang berpotensi untuk dapat meningkatkan perekonomian suatu daerah Keberadaan dan kandungan mineral dasar laut menyimpan potensi yang tidak kecil di masa depan, baik dari sisi ekonomi (kemanfaatan) maupun politis (eksistensi suatu bangsa) Mineral pantai dan laut dangkal umumnya berupa produk letakan (plaser), sedangkan mineral dasar laut (dalam) Umumnya hadir sebagai mineral bintik/ kerak mangan (manganese crust or manganese nodule). Potensi kekayaan dasar laut yang tersimpan dalam perairan Indonesia ternyata telah mengundang perhatian institusi internasional, terbukti dengan terlaksananya Ekspedisi Bandamin 1, 2 dan 3 yang merupakan kerjasama riset geologi kelautan terselenggara atas kerjasama University Free, Berlin dengan beberapa instansi terkait di Indonesia, seperti Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL), Kementerian (saat itu masih Departemen) Energi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), serta institusi Perguruan tinggi dengan tujuan mencari endapan hidrotermal bawah laut di Perairan Flores antara pemerintah Federal Jerman dan Pemerintah Indonesia juga Ekspedisi IAASHA 1 dan 2 dengan Pemerintah Australia dan Geoteknologi-LIPI di Perairan Laut Tomini hingga Laut Sulawesi, serta ekspedisi-ekspedisi lain. 3. ARTI DAN DEFINISI Mineral letakan yang biasa ditambang dimaksud dengan pasir laut dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 117/MPP/ Kep/2/2003 (Pasal 1) adalah bahan galian pasir yang terletak pada wilayah perairan Indonesia yang tidak mengandung unsur mineral golongan A dan/atau golongan B (klasifikasi sebelum diterapkannya UU No.4 Tahun 2009) dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Sedangkan berdasarkan pengertian geologi, yang dimaksud dengan pasir laut adalah segala material (sediment) yang berukuran pasir yang karena proses transportasi akhirnya terendapkan dan terakumulasi dalam sediment di dasar laut atau yang biasa disebut mineral letakan (plaser).secara umum yang dimaksud dengan pengertian mineral berat adalah mineral-mineral dengan berat jenis (BJ) lebih besar daripada BJ kuarsa (2,65 gr/cm 3 ) atau feldspar (2,54-2,76 gr/cm 3 ), sedangkan pengertian secara teknis di laboratorium adalah mineral-mineral dengan BJ lebih besar daripada BJ larutan bromoform (2,85 gr/cm 3 ), (Breniinkmeyer, 1978 in A.W Rose, 1979). Mineral ikutan (ganggue minerals) dalam hal ini adalah segala asosiasi mineral yang ikut menyertai mineral utama dalam suatu cebakan yang diusahakan dan menurut genesanya terjadi secara bersama-sama dengan mineral utama (Lampiran XI, KepMen ESDM No K/29/ MEM/ 2000). Penyebaran dan Keterdapatan Mineral Logam Letakan... ; Noor CD Aryanto, L. Sarmili 73
3 Unsur tanah jarang (Rare Earth Element/ REE) adalah sederetan unsur dari mulai lantanum hingga lutetium yang dalam susunan tabel berkala memiliki sifat kimia dan kenampakan yang hampir sama satu dengan lainnya (P. Henderson, 1984). Secara umum merupakan kelompok lanthanid yang bernomor atom mulai dari 57 hingga 71. Namun demikian khusus untuk unsur Yttrium (Y) dan Niobium (Nb) serta Tantalum (Ta) karena secara sifat kimiawi memperlihatkan kenampakan yang sama, maka kerap dimasukkan dalam kelompok ini. Geokimia unsur tanah jarang ini merupakan hal yang menarik untuk diketahui karena dengan mengamati derajat fraksinasi REE dalam suatu batuan atau mineral dapat mengetahui keterjadian batuan atau mineral (petrogenesis) yang bersangkutan. Untuk kesempatan penulisan kali ini, penulis baru menitikberatkan pada wilayah kawasan Indonesia bagian Barat khususnya yang dipengaruhi oleh jalur granit Asia Tenggara (Gambar 1). Gambar 1. Peta jalur granit regional (Batchelor, 1982) 74 M&E, Vol. 10, No. 4, Desember 2012
4 4. MINERAL LETAKAN DASAR LAUT Dalam pembahasannya berdasarkan Gambar 2, yang termasuk dalam mineral-mineral letakan dasar laut adalah mineral-mineral yang merupakan komoditi atau berpotensi memiliki nilai komoditi, seperti: pasir besi (magnetit), pasir timah (kasiterit), mineral berat (ilmenit, rutil, Gambar 2. Peta Sebaran Mineral Letakan Dasar Laut Indonesia Bagian Barat Sumber data : - Peta Bakosurtanal, 2008, Peta Batas Negara Kesatuan Republik Indonesia - T.E. Chase, B.A. Seekins, J.D. Youtng dan H. Prasetyo, 1994, Batimetri Indonesia dan Sekitarnya - Katili, J.A., 1995, Advancement of Geoscience in The Indonesian Region, Jakarta - USGS/NASA, SRTMDATA, Detum WGS 84, Reuter et al Hasil Pemetaan Indeks Sistematik Skala 1: , Puslitbang Geologi Kelautan di Paparan Sunda dari Tahun 1993 sampai dengan Masria, M., Peta Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut Wilayah Laut Indonesia, PPGL Bandung - Scrpps Data - DPE, 1995, 50 Tahun Pertambangan dan Energi - M. Salahudin, E.Usman, Noor C.D Aryanto dan Hartana, Peta Sumberdaya Mineral Non Logam Penyebaran dan Keterdapatan Mineral Logam Letakan... ; Noor CD Aryanto, L. Sarmili 75
5 leukosen, columbit-tantalit dan topas), serta mineral jarang sebagai pembawa unsur tanah jarang (REE), seperti: monasit, xenotime, zirkon dan apatit sebagai pembawa unsur radioaktif seperti cerium, yttrium, dan zirconium. Berdasarkan keterdapatannya di alam yang dipengaruhi oleh karakteristik geologi, mineral letakan dasar laut - dalam hal ini timah senantiasa hadir bersama dengan mineral-mineral ikutannya yang selama ini hanya diberlakukan sebagai material buangan (tailing) sehingga belum dimanfaatkan secara optimal. Namun seiring berjalannya waktu dimana saat ini timah tidak lagi menjadi andalan yang dapat diharapkan sebagai produk primadona, tentu haruslah dicari pengganti mineral lain yang mampu mengambil alih peran penyumbang dan penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain sektor lain yang juga mulai dan telah digiatkan. Untuk itu tentu diperlukan suatu kajian yang lebih menitikberatkan kepada aspek mineralogi (laboratorium) guna mengetahui kandungan mineral lain yang terdapat dalam sedimen pasir laut Mineral Berat Endapan pasir besi, penyusun utamanya adalah mineral magnetit (Fe 3 O 4 ), termasuk dalam kelompok oksida kenampakan sepintas mirip dengan ilmenit dengan variasi warna hitam hingga hitam agak kebiruan, kilap sub metalik, dengan bentuk khas biasanya berupa untaian (saling berangkai membentuk untaian rantai). Magnetit terbentuk dibawah kondisi yang agak lemah dibanding hematit berupa endapan bijih, umumnya terjadi pada beberapa tipe batuan magmatik, pegmatit dan kontak metasomatik. Di Perairan Selat Malaka kehadiran mineral ini dijumpai di timurlaut P. Rangsang dekat dengan perbatasan perairan Malaysia sebesar 25,84% pada sedimen pasir lanauan di kedalaman dasar laut 25 meter dan di baratdaya P. Buaya sebesar 5,87% yang dijumpai pada lumpur pasiran sedikit kerikilan di kedalaman dasar laut 21 meter. Kenampakan di bawah mikroskop memberikan warna hitam metalik dengan bentuk menyudut hingga membulat tanggung, mempunyai sifat magnit yang sangat kuat sehingga membentuk seolah untaian rantai, ukuran butir antara mikron (Foto 1). Foto 1. Kenampakan mineral magnetit, hitam submetalik-metalik dan membentuk untaian (PPPGL, 2003) Ilmenit (FeTiO3) termasuk dalam grup oksida. Komposisi kimiawi (tekstual) terdiri atas Fe 36.8%, Ti 31.6% dan O 31.6%. Mineral ini umum terdapat dalam batuan plutonik atau batuan beku basa (gabro, diabas, piroksenit, dll) sering dijumpai berasosiasi dengan magnetit. Di lokasi kajian, ilmenit dijumpai dengan kenampakan bentuk butir umumnya membulat tanggung (sub rounded), agak kotor dengan ukuran relatif seragam. Pada sedimen permukaan dasar lautnya pelimpahan secara lateral dijumpai pada bagian utara di sekitar Selat Malaka dengan keterdapatan 86,7% dijumpai pada sedimen pasir lanauan dengan ukuran ± 300 mikron (Foto 2). Kolumbit-Tantalit (Fe,Mn)Nb 2 O 6 - (Fe,Mn) Ta 2 O 6 ; merupakan mineral yang biasa terdapat pada daerah pegmatit, memiliki sistem kristal orthorombic; simetri dan rhombic dipyramidal yang secara tampilan luar sulit dibedakan dengan mineral ilmenit. Di lokasi telitian mempunyai kenampakan di bawah mikroskop yang hitam 76 M&E, Vol. 10, No. 4, Desember 2012
6 (A) pasir coklat kehitaman. Kenampakan di bawah mikroskop berwarna abu-abu hingga kuning kecoklatan, bentuk membulat tanggung hingga membulat dengan ukuran butir mikron (Foto 4). Di daerah telitian keterdapatannya dijumpai pada lokasi di sekitar pantai Tg. Pesa, Belitung pada sedimen pasiran di kedalaman bor hingga 0,40 meter dengan kandungan sebesar 2,78 %. Foto 2. Kenampakan ilmenit (A) relatif membundar di Pantai Belitung hingga coklat kehitaman dengan kilap submetalik hingga metal. Bentuk membulat hingga membulat tanggung dengan ukuran mikron (Foto 3). (B) Foto 4. Kenampakan membulat dari mineral leukosen Foto 2. Kenampakan kolumbit-tantalit (B) Leukosen (Fe-Ti)O 3 ; merupakan mineral hasil alterasi hidrotermal dari kelompok mineral-mineral titanium (Fe-Ti Oxide), seperti ilmenite, perovskite dan titanite. Komposisi unsurnya terdiri atas TiO 2 berkisar 88%, Fe 2 O 3 2,8%-3,9% dan ZrO 2 0,6% - 1,8%. Biasanya dijumpai bersama-sama dengan rutil atau anastase. Bentuk yang umum dijumpai di alam berupa Rutil (TiO 2 ), merupakan mineral dari kelompok oksida dengan sistem kristal tetragonal (simetri maupun dipiramidal), kekerasan 6 (skala Moh's) Kenampakan umum mineral ini dibawah mikroskop berwarna coklat-kemerahan, membulat tanggung-menyudut tanggung dengan ukuran butir mikron (Foto 5). Mineral ini umumnya hadir pada semua contoh yang dianalisa dengan kisaran dari yang terendah 1,07 % hingga yang tertinggi 4,37 % pada sedimen pasiran. Turmalin (Na(Mg,Fe,Li,Mn,Al) 3 Al6 (BO 3 ) 3 Si 16 O 18 (OH,F) 4 ), termasuk dalam grup silikat, umumnya terdapat pada batuan pegmatit yang berasosiasi dengan mineral yang mengandung lithium, cesium, rubidium dan unsur jarang lainnya dengan sistem kristal trigonal. Kenampakan di bawah mikroskop memperlihat- Penyebaran dan Keterdapatan Mineral Logam Letakan... ; Noor CD Aryanto, L. Sarmili 77
7 (trace), walaupun demikian kenampakan di bawah mikroskop masih teramati dengan ciriciri transparan, merah muda (pink), hexagonal memanjang ukuran ± mikron. Di sekitar Perairan Bengkalis dari 6 contoh sedimen yang dianalisa hanya menunjukkan indikasi keterdapatan berupa penjejak (trace), walaupun demikian kenampakan di bawah mikroskop masih teramati dengan ciri-ciri transparan, merah muda (pink), hexagonal memanjang ukuran ± mikron (Foto 7). Foto 5. Butiran Mineral Rutil mikron kan warna coklat, sampai dengan coklat tua, pleokroisem kuat, bentuk membulat dengan ukuran butir mikron (Foto 6). Umum dijumpai di pantai dan dasar laut perairan Riau, dan Bangka Belitung. Foto 7. Butiran Mineral Zirkon mikron 4.2. Mineral Laut Dalam Foto 6. Butiran Mineral Turmalin mikron Zirkon (ZrSiO 4 ), termasuk grup silikat putih/ bening, terjadi pada daerah yang berasosiasi dengan batuan intrusi magmatik (granitik), nephelin, syenit dan diorit. Di sekitar lokasi kajian, terhadap beberapa contoh yang dianalisa hanya menunjuk kan indikasi keterdapatan berupa penjejak Terbentuk berupa nodul berasal dari hasil erosi batuan di daratan kemudian terangkut ke perairan lepas pantai dalam bentuk larutan dan mengalami proses koagulasi di dasar laut dalam. Proses alam lainnya terkait adalah aktivitas vulkanik bawah laut seperti gunung bawah laut (seamount), endapan hidrotermal maupun tektonik bawah permukaan (intra-plate hotspot) dan juga di pematang tengah samudra (midoceanic ridge). Nodul dasar laut dalam mengandung berbagai mineral ekonomis seperti nikel, tembaga, kobal, mangan dan juga molibdenum, vanadium dan titanium. Mineral dasar laut (seabed mineral) hingga saat ini masih dalam tahap eksplorasi awal, termasuk mengiventarisasi lokasi-lokasi yang secara 78 M&E, Vol. 10, No. 4, Desember 2012
8 geologi diduga mengandung mineral-mineral ekonomis penting di atas. Untuk sampai kepada tahap eksploitasi, diperlukan upaya penelitian yang intensif dan sistematis dalam jangka waktu yang lama. 5. PENUTUP Ketersediaan data dan informasi menyangkut keberadaan, kandungan dan kemanfaatan mineral-mineral ikutan (mineral langka) harus lebih diintensifkan melalui berbagai kegiatan penelitian (riset) khususnya pada daerah-daerah yang secara geologis menunjang keterjadian dan keterdapatan mineral dimaksud. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya mineral ini, berpotensi sebagai salah satu tumpuan pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang. Namun demikian, eksploitasi mineral kelautan, khususnya laut dalam pada skala industri membutuhkan kapital yang cukup besar dengan resiko investasi yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA A. Betekhtin, 1979; A course of Mineralogy, Moscow Peace Publisher. Arthur W. Rose, 1979; Geochemistry in Mineral Exploration-second edition. Industrial Minerals, January Aryanto Noor C.D dan Nana Sukmana, 1996; Mineral Zirkon sebagai Mineral Alternatif untuk Kepentingan Industri; Seminar Nasional-Peran Sumberdaya Geologi Dalam PJP II; Fak. Teknik UGM, Yogyakarta. Aryanto Noor C.D, 2005, Studi Provenan Berdasarkan Karakteristik Mineral Berat dan Unsur Tanah Jarang di Pantai Dendang, Kabupaten Belitung Timur; Thesis Magister ITB. Henderson P., 1984; Rare Earth Element (REE) Geochemistry, Departement of Mineralogy, British Museum, London, U.K. KepMen Perindustrian dan Perdagangan No 117/MPP/Kep/2/2003; tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut; Lembaran Negara. KepMen ESDM No K/29/MEM/ 2000, Lampiran XI tentang Definisi Mineral Ikutan; Lembaran Negara. Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 22, Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Permana, H., Aryanto, Noor C.D., Syaifudin, 2008, Sub Pokja Mineral Laut Dalam dalam Penyiapan Draft Jasa Kelautan dan Kemaritiman, DKP. Penyebaran dan Keterdapatan Mineral Logam Letakan... ; Noor CD Aryanto, L. Sarmili 79
PENYEBARAN DAN KETERDAPATAN MINERAL BERAT DI PERAIRAN KALIMANTAN BARAT. Noor Cahyo D. Aryanto
PENYEBARAN DAN KETERDAPATAN MINERAL BERAT DI PERAIRAN KALIMANTAN BARAT Noor Cahyo D. Aryanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan noor_aryanto@yahoo.com S A R I Berdasarkan pengambilan 45
Lebih terperinciPusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015
Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung, Maret 2015 MINERAL LOGAM Terdapat 24 komoditi mineral yang memiliki nilai sumber daya dan cadangan yang sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Timah merupakan salah satu mineral ekonomis yang sangat penting dan potensial di dunia karena mempunyai manfaat yang sangat melimpah. Timah banyak digunakan di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Studi Mineral Berat Dalam Endapan Pasir Kuarsa di Daerah Singkawang dan Sekitarnya, Propinsi Kalimantan Barat. I.2. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Instasi Sejarah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) dimulai dengan dibentuknya Seksi Geologi Marin dan Seksi Geofisika Marin pada Pusat Penelitian
Lebih terperinciEKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU
EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo*, Rudy Gunradi* dan Juju Jaenudin** *Kelompok Penyelidikan Mineral, **Sub Bidang Laboratorium
Lebih terperinciPENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Heru Sigit Purwanto Program Pascasarjana Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta
Lebih terperinciEKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT
EKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan keterjadian dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia akan timah terus meningkat seiring dengan pengurangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebutuhan dunia akan timah terus meningkat seiring dengan pengurangan penggunaan timah hitam oleh negara maju. Peningkatan konsumsi untuk berbagai kebutuhan
Lebih terperinciKeterkaitan Unsur Tanah Jarang Terhadap Mineral Berat Ilmenit dan Rutil Perairan Pantai Gundi, Bangka Barat
Keterkaitan Unsur Tanah Jarang terhadap Mineral Berat Ilmenit dan Rutil (N.C.D Aryanto, et.al) Keterkaitan Unsur Tanah Jarang Terhadap Mineral Berat Ilmenit dan Rutil Perairan Pantai Gundi, Bangka Barat
Lebih terperinciKETERDAPATAN MINERAL DAN UNSUR JARANG PADA SEDIMEN PANTAI DAN PERMUKAAN DASAR LAUT DI PERAIRAN SELAT PULAU BATAM DAN PULAU BINTAN
Keterdapatan Mineral dan Unsur Tanah Jarang pada Sedimen Pantai dan Permukaan Dasar Laut di Perairan Selat Pulau Batam dan Pulau Bintan (D. Setiady, et.al) KETERDAPATAN MINERAL DAN UNSUR JARANG PADA SEDIMEN
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I: PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Bangka memiliki batuan granitik yang melampar luas dengan beberapa variasi sifat (Cobbing et al., 1992). Granit di Pulau Bangka merupakan bagian
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan
BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Judul Penelitian Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan Bijih Besi di Daerah Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. 1.2. Latar
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2014 KEMENESDM. Peningkatan. Nilai Tambah. Mineral. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENINGKATAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengusahaan mineral
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPOTENSI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN PERTAMBANGAN RAKYAT DI NAD
POTENSI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN PERTAMBANGAN RAKYAT DI NAD Ditulis Oleh SAID AZIZ Selasa, 06 Januari 2009 Pusat Survei Geologi - Badan Geologi Dept. ESDM Bandung-Indonesia Dipresentasikan pada Temu Sinkronisasi
Lebih terperinciBedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral
Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Emas termasuk bahan galian mineral logam mulia yang harganya sangat tinggi sehingga keberadaannya perlu diteliti secara detail. Oleh karena itu penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Provinsi Sulawesi Barat terletak di bagian barat Pulau Sulawesi dengan luas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mamuju merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Barat yang merupakan Provinsi baru hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2004. Provinsi Sulawesi
Lebih terperinciBIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI
BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA (12 02 0034) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan sumber daya energi dan mineral semakin banyak. Salah satu yang paling banyak diminati oleh penduduk di dunia
Lebih terperinciPOTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Mardiah Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Penelitian tentang
Lebih terperinci- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM
- 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinci2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2017 KEMEN-ESDM. Nilai Tambah Mineral. Peningkatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Timah merupakan komoditas tambang tertua dan penting di Indonesia. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum gunung api pasifik (ring of fire) yang diakibatkan oleh zona subduksi aktif yang memanjang dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi
I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Daerah Solok Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi sebagai penghasil sumber daya mineral terutama pada sektor bijih besi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan
Lebih terperinciTentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri
Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar
Lebih terperincilajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Pegunungan Selatan Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan bagian dari lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Yogyakarta, 19 Juni 2012 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN SUBSEKTOR
Lebih terperinciINVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia Merupakan negara yang terletak di pertemuan tiga lempeng dunia (Ring Of Fire) yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa Jawa Barat memiliki endapan pasir besi yang berpotensi
Lebih terperinciBAB II TATANAN GEOLOGI
BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendorong bertambahnya permintaan terhadap bahan baku dari barangbarang. industri. Zirkon merupakan salah satu bahan baku di dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertambahnya permintaan terhadap barang-barang industri mendorong bertambahnya permintaan terhadap bahan baku dari barangbarang industri. Zirkon merupakan salah satu
Lebih terperinciKandungan Unsur Tanah Jarang Sedimen Permukaan Dasar Laut di Perairan Kampar, Propinsi Riau. Abstract
Kandungan Unsur Tanah Jarang Sedimen Permukaan Dasar Laut di Perairan Kampar, Propinsi Riau D. Setiady, A. Sianipar, R. Rahardiawan, Y. Adam dan Sunartono Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Lebih terperinciHUBUNGAN KANDUNGAN MINERAL KUARSA DAN MINERAL LAINNYA DENGAN SEDIMEN DASAR LAUT DI KEPULAUAN ARUAH PROVINSI RIAU
SARI HUBUNGAN KANDUNGAN MINERAL KUARSA DAN MINERAL LAINNYA DENGAN SEDIMEN DASAR LAUT DI KEPULAUAN ARUAH PROVINSI RIAU Oleh: Deny Setiady dan Ediar Usman Puslitbang Geologi Kelautan Jalan DR. Junjunan No.
Lebih terperinciKEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN
KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Lebih terperinciFORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM
FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM No. Record : Judul Laporan : DATA UMUM Instansi Pelapor : Penyelidik : Penulis Laporan : Tahun Laporan : Sumber Data : Digital Hardcopy Provinsi : Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Endapan mineral merupakan sumberdaya alam yang memiliki peranan penting dan dapat memberikan kontribusi terhadap sektor pembangunan industri terutama dibidang infrastruktur,
Lebih terperinciDESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS)
DESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS) QUARTZ Rumus kimia : SiO 2 : bening atau putih : kaca (viteorus luster) : tidak ada 7 2,65 heksagonal mineral kuarsa dialam ditemukan didalam batuan beku dan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili
Lebih terperinciBab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi
Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi II.1. Kriteria Geologi Kriteria geologi merupakan gejala yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral dan pengetahuan ini bertujuan melokalisir daerah yang mempunyai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,
Lebih terperinciIntegrasi SIG dan citra ASTER BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik tersingkap
Lebih terperinciBerdasarkan susunan kimianya, mineral dibagi menjadi 11 golongan antara lain :
MINERAL Dan KRISTAL Mineral didefinisikan sebagai suatu benda padat homogen yang terdapat di alam, terbentuk secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan memiliki atom-atom
Lebih terperinciINVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT
INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Bandung, Maret Penulis
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Alloh SWT, karena atas rahmat dan hidayahnya penyusunan tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis mengenai Kandungan emas pada sedimen laut sebagai indikasi adanya batuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciJENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN
JENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN Jenis Bahan Galian Bahan Galian (Mineral) Logam: bahan galian yang terdiri dari mineral logam dan dalam pengolahan diambil/diekstrak logamnya. Bahan Galian (Mineral)
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada
Lebih terperinciDitulis oleh Aziz Rabu, 07 Oktober :16 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 11 Oktober :06
POTENSI DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI UNTUK MENINGKATKAN POTENSI EKONOMI DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Said Aziz Al-Idruss PhD. Pusat Survey Geologi Departemen Energi dan Sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki tatanan tektonik yang kompleks, hal ini karena wilayah Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling bertumbukan,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciKONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun
KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan
Lebih terperinciTema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju
Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Peta Konsep Potensi lokasi Potensi Sumber Daya Alam Potensi Sumber Daya Manusia Potensi Sumber Daya Manusia Upaya Pemanfaatan Potensi lokasi, Sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pulau Sumbawa terletak di sebelah timur dari Pulau Lombok yang secara administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau Sumbawa
Lebih terperinciHUBUNGAN KEBERADAAN MINERAL KASITERIT DENGAN BESAR BUTIR BERDASARKAN DATA SEDIMEN PERMUKAAN DI PERAIRAN KUNDUR - MENDOL
HUBUNGAN KEBERADAAN MINERAL KASITERIT DENGAN BESAR BUTIR BERDASARKAN DATA SEDIMEN PERMUKAAN DI PERAIRAN KUNDUR - MENDOL Oleh: D. Setiady dan U. Kamiludin Puslitbang Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No.236,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian tepi lempeng Eurasia. Batas lempeng ini merupakan tempat bertemunya tiga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki tatanan tektonik yang aktif yang berada pada bagian tepi lempeng Eurasia. Batas lempeng ini merupakan tempat bertemunya tiga lempeng besar,
Lebih terperinciKONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun
KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan galian sebagai sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)
Lebih terperinciOSEANOGRAFI. Morfologi Dasar Laut
OSEANOGRAFI Morfologi Dasar Laut Outline Teori Continental Drift Teori Plate Tectonic Morfologi Dasar Laut 2 Games!!! Bagi mahasiswa menjadi 3 kelompok. Diskusikan mengenai hal-hal berikut : - Kelompok
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBatuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan
Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan
Lebih terperinciPROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014
PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 Wahyu Widodo, Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam S A R I Prospeksi mineral logam di Kabupaten
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Lintasan Dan Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam cakupan peta 1212 terdiri dari 44 lintasan yang terbentang sepanjang 2290 km, seperti yang terlihat pada peta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki potensi pertambangan yang sangat potensial. Secara geologist Indonesia berada pada tumbukan dua lempeng besar yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan dalam berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo, bagian timur dari zona jajaran punggungan oblong domes / ridges, di sebelah barat perbatasan Propinsi
Lebih terperinciWILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi
WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah
Lebih terperinciSurvei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung
Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung Oleh : Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber Daya Geologi
Lebih terperinciKOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU
KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU 1) oleh: Devy Yolanda Putri 1), Rifardi 2) Alumni Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 2) Dosen Fakultas
Lebih terperinciANALISIS KANDUNGAN LOGAM OKSIDA MENGGUNAKAN METODE XRF (X-RAY FLOURESCENCE) SARI BACAAN
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM OKSIDA MENGGUNAKAN METODE XRF (X-RAY FLOURESCENCE) Jamaluddin 1,Muh.Altin Massinai 1, Dahlang Tahir 2 1 Program StudiGeofisika 2 Program Studi Fisika Fakultas MatematikadanIlmuPengetahuan
Lebih terperinciPOTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, PROVINSI LAMPUNG
Potensi bahan galian pasir kuarsa di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung (Agung Mulyo) POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bauksit adalah material yang berupa tanah atau batuan yang tersusun dari komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit, buhmit dan diaspor.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hartini Susanti, 2015
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan mineral, seperti batubara, timah, minyak bumi, nikel, dan lainnya. Peraturan Presiden
Lebih terperinciSURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG
SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG Edy Purwoto, Yuanno Rezky, Robertus S.L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. batuan dan kondisi pembentukannya (Ehlers dan Blatt, 1982). Pada studi petrologi
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Petrologi merupakan suatu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang batuan dan kondisi pembentukannya (Ehlers dan Blatt, 1982). Pada studi petrologi batuan beku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa mineral bukan logam dan batuan berkualitas super, sumberdaya ini berasal
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan wilayah yang kaya akan sumberdaya alam berupa mineral bukan logam dan batuan berkualitas super, sumberdaya ini berasal dari Gunung Merapi
Lebih terperinciRecovery Logam Titanium Dioxide (TiO 2 ) dari Limbah Proses Pengambilan Pasir Besi
LAPORAN PENELITIAN Recovery Logam Titanium Dioxide (TiO 2 ) dari Limbah Proses Pengambilan Pasir Besi Disusun Oleh : Mei Liana Sukarti 0931010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan hidup masyarakat dengan penggunaan tertinggi urutan ketiga setelah bahan bakar minyak dan gas. Kebutuhan energi listrik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumber daya alam di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada di perairan Indonesia sangatlah melimpah ruah, dikarenakan Indonesia merupakan negara maritim.
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2
SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 1. Berdasarkan teori geologi modern, Indonesia terbentuk dari pertemuan beberapa lempeng benua yaitu... Lempeng Eurasia,
Lebih terperinciIII.1 Morfologi Daerah Penelitian
TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur
Lebih terperinciKONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL PADA WILAYAH BEKAS TAMBANG EMAS ALUVIAL. Oleh : Tim Penyusun
KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL PADA WILAYAH BEKAS TAMBANG EMAS ALUVIAL Oleh : Tim Penyusun 1. Pendahuluan Endapan emas aluvial umumnya sudah diusahakan oleh masyarakat menggunakan
Lebih terperinci2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L
No.1662, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Cagar Aalam Geologi. Penetapan Kawasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciLAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN Komoditas : Lokasi : Provinsi : Kabupaten/Kota : Kode : Luas (Ha) : No. Titik o Garis
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur
Lebih terperinciPROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam
PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Morfologi Desa Meliah terdiri dari morfologi perbukitan bergelombang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak
Lebih terperinci