PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP GERAKAN TANAH DI DUSUN WINDUSARI, DESA METAWANA, KECAMATAN PAGENTAN KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP GERAKAN TANAH DI DUSUN WINDUSARI, DESA METAWANA, KECAMATAN PAGENTAN KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP GERAKAN TANAH DI DUSUN WINDUSARI, DESA METAWANA, KECAMATAN PAGENTAN KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH RR. Mekar Ageng Kinasti Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRACT Landslide occurring in Hamlet Windusari, Metawana Village, District Pagentan, Banjarnegara, Central Java Province is included into the type of Rotation Slide, based Verhoef Landslide has a direction of movement of the turn of N040 E - N050 E / 70 to N070 E - N110 E / 30 º - 40 º, then on the bottom moving with the general direction of N090 E - N120 E / 30 º - 40 º. Overall, the general direction of movement of the landslide (ground motion) is N070 E - N110 E / 30 º - 40 º. Based on the measurement of fracture, through a comparison of the general direction of fault movement, fracture and landslide, it is known that the landslide occurring has the same general direction relative to the general direction of the fault and fracture area carefully situations. So it can be concluded that in addition influenced by external factors such as climate, environment, or natural factors, the structure that develops in the area very carefully situations affect the landslide happens. Keywords: Landslide, Influence of the structure SARI Pergerakan tanah yang terjadi di Dusun Windusari, Desa Metawana, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah adalah termasuk kedalam tipe gelinciran (Rotation Slide), berdasarkan Verhoef Gerakan tanah mempunyai arah pergerakan yang membelok dari N040ºE N050ºE/ 70º menjadi N070ºE N110ºE/ 30º - 40º, kemudian pada bagian bawah bergerak dengan arah umum N090ºE N120ºE/ 30º - 40º. Secara keseluruhan, arah umum pergerakan longsoran (gerakan tanah) adalah N070ºE N110ºE/ 30º - 40º. Berdasarkan pengukuran rekahan, melalui perbandingan arah umum pergerakan sesar, kekar dan pergerakan tanah, dapat diketahui bahwa pergerakan tanah yang terjadi mempunyai arah umum yang relatif sama dengan arah umum sesar maupun kekar daerah telitian. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa selain dipengaruhi oleh faktor faktor eksternal seperti iklim, lingkungan, ataupun faktor alam, struktur yang berkembang pada daerah telitian sangat berpengaruh terhadap gerakan tanah yang terjadi. Kata Kunci : Pergerakan tanah, pengaruh struktur 1

2 PENDAHULUAN Gerakan tanah (longsoran) merupakan salah satu peristiwa alam yang sering menimbulkan bencana dan kerugian material, atau biasa diartikan dengan perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan, tanah, bahan timbunan dan material campuran yang bergerak kearah bawah dan keluar dari lereng. Beberapa faktor utama penyebab terjadinya gerakantanah antara lain adalah kondisi alam dan aktivitas manusia. Faktor alam yang menjadi penyebab terjadinya gerakantanah antara lain tingginya curah hujan, kondisi tanah, batuan, vegetasi, dan faktor kegempaan sebagai pemicunya. Aktivitas manusia juga dapat menjadi penyebab terjadinya gerakantanah, sebagai contohnya adalah penggunaan lahan yang tidak teratur, seperti pembuatan areal persawahan pada lereng yang terjal, pemotongan lereng yang terlalu curam, penebangan hutan yang tidak terkontrol, dan sebagainya. Kabupaten Banjarnegara terletak pada daerah yang mempunyai topografi perbukitan hingga pegunungan, yaitu Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan yang membujur barat - timur dan dipisahkan oleh Sungai Serayu yang membentuk lembah serta kondisi geologi yang kompleks. Kawasan lembah Sungai Serayu yang membentuk suatu dataran merupakan daerah yang relatif stabil, sedangkan pada daerah Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan merupakan daerah-daerah yang labil, karena dikontrol oleh topografi curam dan mempunyai berbagai jenis batuan serta struktur geologi yang komplek. Jalan merupakan sarana transportasi yang vital bagi kehidupan manusia. Perencanaan, pengembangan maupun perawatan (treatment) yang diberikan harus sesuai dengan fungsi atau peruntukkannya. Kondisi geologi pada jalan utama pada Dusun Windusari, dimana merupakan penghubung dengan Desa yang berada di atasnya, antara lain Desa Metawana, dan Desa Pagentan, sangat mendukung terjadinya gerakan tanah pada jalan tersebut, sehingga jalan tersebut akhirnya terputus. Daerah tersebut merupakan endapan lunak, serta adanya gejala struktur, sehingga rentan akan gerakan tanah (longsoran). Lokasi penelitian, secara administratip berada di Desa Metawana, Desa Pagentan, Desa Wonosroyo, Desa Watumalang, dimana keseluruhan adalah termasuk ke dalam Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah dengan sasaran utama berada pada Dusun Windusari, Kecamatan Metawana. Secara geografis daerah penelitian berada pada posisi bujur timur dan lintang selatan. Pencapaian daerah penelitian dapat ditempuh melalui sarana transportasi darat dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat. Dari Kota Yogyakarta ke arah Baratlaut menuju Kota Banjarnegara dengan jarak tempuh sekitar 200 Km., selanjutnya menuju lokasi daerah sasaran utama yaitu Dusun Windusari dengan jarak tempuh sekitar 50 Km ke arah Utara Kota Banjarnegara. Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei 2007 sampai bulan Agustus SEJARAH GEOLOGI Batuan tertua yang dijumpai di daerah telitian adalah Batulempung yang diendapkan bersamaan dengan terjadinya peristiwa genanglaut menjelang Miosen Tengah. Kegiatan tektonik yang disertai dengan kegiatan gunungapi terjadi pada Miosen Akhir sampai Pliosen Awal yang menghasilkan Formasi Halang yang diendapkan secara selaras di atas Formasi Rambatan, yang 2

3 disusun oleh satuan batupasir gampingan, dan batupasir silikaan, serta breksi vulkanik, dimana pada Formasi Halang, anggotanya mempunyai hubungan interfingering. Penerobosan batuan bersusunan andesit terjadi pada akhir Miosen Tengah. Diatas Formasi Halang diendapkan secara selaras Formasi Tapak. Peristiwa tektonik kembali terjadi lagi pada Pliosen Awal Pliosen Akhir menyebabkan terjadinya pengangkatan, perlipatan, dan penyesaran. Peristiwa ini diindikasikan sebagai penyebab hilangnya Formasi Tapak pada daerah telitian. Pada masa ini terbentuk Formasi Damar pada suasana peralihan darat. Formasi Damar di daerah telitian yang didominasi oleh satuan batupasir tufan diendapkan secara tidak selaras dengan Formasi yang berada di bawahnya, yaitu Formasi Halang dengan batas kontak erosional. GEOMORFOLOGI DAERAH TELITIAN Daerah telitian berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949), termasuk ke dalam fisiografi Pegunungan Serayu Utara Bagian Tengah. Penulis melakukan pembagian satuan geomorfik daerah telitian menjadi dua satuan geomorfik dimana kedua satuan geomorfik tersebut akan dibagi lagi menjadi beberapa subsatuan geomorfik (Van Zuidam, 1983). Daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan geomorfik dan lima subsatuan geomorfik. Satuan geomorfik fluvial dengan subsatuan geomorfik dataran aluvial (F1). Satuan geomorfik struktural meliputi subsatuan geomorfik perbukitan antiklin (S1) dan subsatuan geomorfik perbukitan sinklin (S2) dan subsatuan geomorfik lembah sinklin (S3). Satuan Geomorfik Vulkanik meliputi Subsatuan geomorfik dike (V1). STRATIGRAFI DAERAH TELITIAN Daerah telitian berada pada cekungan Jawa Tengah bagian Utara (Asikin dkk, 1987). Penulis memakai acuan stratigrafi regional menurut Asikin dkk (1987) yang menyederhanakan untuk membakukan nama-nama formasi yang ada di Jawa Tengah Utara. Penulis mengelompokkan satuan batuan berdasarkan dominasi penyebaran suatu batuan dengan kesamaan ciri fisik batuan yang ditemui dilapangan yaitu ukuran butir, warna, dan komposisi. Urutan stratigrafi daerah telitian dari tertua sampai ke muda berdasarkan beberapa formasi yang dijumpai adalah antara lain sebagai berikut : Formasi Rambatan. Berumur Miosen Tengah Miosen Akhir (N14 N 17), anggota Formasi Rambatan yang dijumpai dilapangan adalah satuan batulempung. Batulempung Formasi Rambatan, berwarna abu-abu, ukuran butir <1/256mm, semen karbonatan. Batulempung F. Rambatan mempunyai ciri fisik yang mudah diremas, menyerpih. Formasi Halang. Formasi Halang, Formasi ini berumur Pliosen Awal (N18 N19), anggota Formasi Halang yang dijumpai dilapangan terdiri dari satuan batupasir silikaan, batupasir gampingan, dan bagian bawah berupa breksi andesit. Tebal formasi ini bervariasi dari 200 meter sampai 500 meter disebelah Utara dan menipis kearah Timur. Formasi ini diendapkan sebagai endapat turbidit dalam lingkungan batial 3

4 atas. Pada daerah lelitian, anggota F. Halang dengan satuan batupasir gampingan, mempunyai hubungan menjadi dengan breksi vulkanik. Formasi Damar. Formasi Tapak, formasi ini berumur Pliosen Akhir (N19-N21), diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Rambatan, terdiri dari batulempung tufan, breksi gunungapi, batupasir, dan tuf. Diendapkan pada lingkungan non marine Anggota Formasi Damar yang dijumpai dilapangan adalah satuan batupasir tufan, diendapkan dilingkungan non - marine. Batupasir tufan, berwarna putih keabu-abuan, matrik terdiri dari kuarsa, feldspar. Ukuran butir pasir halus - sedang, bentuk butir membulat, terpilah baik, tebal antara 10 sampai 20 cm. Dijumpai dalam keadaan lapuk. Intrusi Intrusi di daerah telitian dijumpai secara setempat setempat dan dengan skala kecil, antara lain di Desa Watumalang dan Desa Windusari. Kedua intrusi yang dijumpai mempunyai komposisi yang sama. Batuannya berupa andesit, berwarna abu abu kehitaman, hipokristalin, fn. halus fn. sedang (<1-5mm), subhedral euhedral, inequigranular, komposisi plagioklas, piroksen, gelas, mineral opak. Berdasarkan radiometric dating (Soeria Atmadja, 1994), intrusi ini berumur 3,01 juta tahun (Pliosen Bawah). STRUKTUR GEOLOGI DAERAH TELITIAN struktur yang berkembang, yang dapat dijumpai di daerah telitian adalah: 1. Sesar Naik Kali Tulis Tidak dijumpai bidang sesar pada sesar naik di daerah telitian, penarikan sesar naik dengan bentukan membelok sepanjang Kali Tulis didasarkan data lapangan pendukung, antara lain sebagai berikut : Adanya lapisan tegak di sepanjang Kali Tulis (Foto 1) yang berada pada lithologi batulempung dan batugamping pasiran F. Rambatan. Dijumpai adanya zona hancuran (hanging wall) di sepanjang Kali Tulis. (Foto 2) Adanya zona lipatan mikro (Mikro fold) pada daerah telitian (Foto 3) Didapatkan kekar kekar dengan arah umum N051ºE/ 80º N085ºE/ 79º (Foto 4) Foto 1. Singkapan lapisan tegak di Kali Tulis. Arah kamera N035 ºE. (LP 2 ) 4

5 Foto 2. Kenampakan zona hancuran di K. Tulis Desa Wonosroyo dengan azimuth N065ºE. Arah kamera N035ºE. (LP 5) Foto 3. Kenampakan mikro fold di Ds Wonosroyo (LP47). Arah kamera relative ke Selatan Foto 4. Kenampakan Shear Fracture di K. Tulis, Arah kamera N035 ºE. (LP5) 2. Sesar Mendatar Kali Tulis Dijumpai bidang sesar pada sesar mendatar yang terletak di Kali Tulis dengan kedudukan bidang sesar N153ºE/ 78º (Foto 5), pada bidang sesar, dapat ditemukan struktur gores garis (Foto 6) dengan besar plunge 28º, bearing 157º, dan rake sebesar 30º. 5

6 Data dari sesar mendatar Kali Tulis ini kemudian dimasukkan kedalam tabel klasifikasi berdasarkan Rickard, 1972, didapatkan nama sesar Kali Tulis ini adalah Reverse Right Slip Fault. Dengan arah kemenerusan Tenggara Barat Laut. Bagian Tenggara peta dapat dijumpai punggungan (G. Pandan) sebagai indikasi kemenerusan sesar mendatar Kali Tulis 3. Sesar Mendatar Tedunan Penarikan sesar mendatar yang berlokasi di Desa Tedunan dilakukan setelah dilakukan analisa stereonet dengan menggunakan data kekar pada Lp 39 dan LP 42, yaitu kekar gerus (Shear) dan kekar tarik (Gash). Berdasarkan data kekar, didapatkan arah umum shear yaitu N047ºE/ 83º dan arah umum gash yaitu N080º/ 62º. Dari arah tersebut didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N032º/ 70º, plunge 38º, bearing 53º, dan rake sebesar 43º (Foto. 7). Penamaan sesar mendatar Tedunan ini adalah Reverse Left Slip Fault (Rickard, 1972). Sesar tedunan ini diperkirakan memotong dua satuan batuan yaitu satuan batupasir Formasi Halang dan satuan batupasir gampingan Formasi Halang. Foto 7. Kenampakan kekar di Desa Tedunan, Arah kamera N170ºE. (LP42) 6

7 4. Antiklin Metawana Penarikan sturktur antiklin yang terletak di Desa Metawana ini didasarkan data data kedudukan pada lokasi pengamatan (LP) antara lain LP 16, LP 15, LP 29, LP 27, LP 35 dan lokasi pengamatan yang berada disekitarnya. Didapatkan kedudukan sayap antiklin rata rata N086ºE/ 30 dan N260ºE/ 50. Dari data kedudukan tersebut kemudian dilakukan analisa lipatan dengan denggunakan stereonet (Gambar 1) hingga diketahui interlimb angle sebesar 99º, hinge surface N087ºE/76, hinge line N087ºE/ 1º, rake 1º. Dari analisa lipatan didapatkan pula kedudukan tegasan utama terbesar, menengah dan terkecil, yaitu; δ1 12, N357ºE ; δ2 1º, N188ºE ; δ3 75, N185ºE. Penamaan antiklin ini adalah Open Fold (Fleuty, 1964), dan Steeply Inclined Horizontal Fold (Rickard, 1971) 5. Antiklin Kali Tulis Penarikan sturktur antiklin yang terletak di Kali tulis ini didasarkan data data kedudukan pada lokasi pengamatan (LP) antara lain LP 5, LP 2, LP 45, LP 46, LP 70, LP 70 dan lokasi pengamatan yang berada disekitarnya. Didapatkan kedudukan sayap antiklin rata rata N246ºE/ 79 dan N076ºE/ 36. Dari data kedudukan tersebut kemudian dilakukan analisa lipatan dengan denggunakan stereonet hingga diketahui interlimb angle sebesar 60º, hinge surface N070ºE/70, hinge line N0248ºE/ 6º, rake 7º. Dari analisa lipatan didapatkan pula kedudukan tegasan utama terbesar, menengah dan terkecil, yaitu; δ1 19, N338ºE ; δ2 6º, N248ºE ; δ3 69, N142ºE. Penamaan antiklin ini adalah Close Fold (Fleuty, 1964), dan Inclined Horizontal Fold (Rickard, 1971). Berikut merupakan hasil analisa stereonet pada Antiklin Kali Tulis (Gambar 2) 7

8 6. Sinklin Kali Tulis Penarikan sturktur sinklin yang terletak di Kali tulis ini didasarkan rekonstruksi penampang sayatan geologi daerah telitian, dimana sinklin ini terbentuk sebagai akibat adanya sesar naik, sehingga sinklin ini merupakan seretan (Drag Fold) dari sesar naik. GEOLOGI TEKNIK DAERAH TELITIAN Sifat fisik dan mekanik tanah daerah telitian di dapatkan dari hasil analisa sampel undisturb yang diambil di lapangan. Pengambilan sampel undisturb dilakukan pada lokasi longsor, yaitu jalan utama sebagai penghubung antara desa Windusari dengan Desa Metawana, Anggrongsari, Tanjung, ataupun desa yang berada di sebelah Utara Windusari. Pada titik longsor, dilakukan pengambilan contoh di tiga tempat, yaitu bagian atas atau bagian tanah yang tidak longsor, bagian tengah atau tepat pada tanah yang longsor, dan bagian bawah atau bagian setelah longsoran. pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan pipa paralon dengan panjang ± 40cm. Setelah undisturb tube tersebut masuk semua ke dalam tanah, kemudian akan ditarik kembali, lalu undisturbed tube tersebut ditutup kedua ujungnya dengan menggunakan lilin/malam agar sifat aslinya tidak terganggu. Sampel undisturb yang diambil dari lapangan kemudian dianalisa di laboratorium mekanika tanah sehingga didapatkan sifat fisik dan mekanik dari sampel tersebut. Adapun parameter yang diuji antara lain : kadar air, berat jenis, batas atterberg, dan direct shear test. Beberapa uji sifat fisik dan mekanik yang dilakukan antara lain : a. Batas Atteberg Hasil pemeriksaan didapatkan bahwa tanah daerah telitian mempunyai nilai batas plastis rata rata sebesar %, batas cair sebesar 40%, dan indeks plastis rata rata sebesar %. b. Pemeriksaan Berat Jenis Pemeriksaan Berat Jenis dilakukan untuk dapat mengetahui berat jenis tanah pada daerah telitian. Setelah dilakukan pemeriksaan Berat Jenis tanah, dapat diketahui bahwa berat jenis rata rata tanah pada lokasi longsor adalah sebesar gr/ cm 3. c. Pemeriksaan Berat Isi Tanah Pemeriksaan Berat Isi Tanah dilakukan untuk mengetahui berat isi tanah daerah telitian yang merupakan perbandingan antara berat tanah basah dengan volumenya dalam satuan gr/ cm 3. Dari pemeriksaan Berat Isi Tanah didapatkan hasil berat isi tanah sebesar gram/ cm 3, berat isi kering sebesar gram/ cm 3, dan nilai kadar air sebesar %. d. Uji Geser Langsung Uji Kuat Geser Langsung dilakukan untuk dapat mengetahui kekuatan tanah terhadap gaya horizontal. Hasil pemeriksaan yang dilakukan menunjukkan bahwa kohesi tanah pada lokasi longsor adalah sebesar 0.9, sedangkan nilai dari sudut pergeserannya adalah sebesar 15º. 8

9 DATA PENDUKUNG PENELITIAN Dalam penelitian kali ini, ada beberapa data skunder yang diperlukan untuk mendukung hasil penelitian, melalui beberapa data pendukung tersebut diharapkan hasil penelitian dapat lebih akurat. Adapun data pendukung penelitian antara lain sebagi berikut : 1. Analisa Faktor Keamanan Tujuan dari analisis faktor keamanan adalah untuk menghitung faktor keamanan minimum dari suatu lereng dan letaknya dari pusat keruntuhannya. Dalam hal ini penulis menggunakan SLOPE/W. Analisa dilakukan pada lereng lokasi longsor daerah telitian. Dari hasil analisis, diperoleh nilai Factor Safety (FS) sebesar atau Labil. Gambar 3. Hasil analisa gerakan tanah dengan metode Bishop Exit Entry Berikut ini adalah pembahasan hasil analisis yang dilakukan pada lokasi telitian. Berdasarkan observasi lapangan didapatkan dimensi lereng sebagai berikut: Ketinggian lereng = 36 meter Panjang lereng = meter Sudut lereng = 20 o 76 o Kedalaman rekahan = meter Data diatas termasuk data data struktur daerah telitian, jika didukung dengan adanya data curah hujan dan data gempa yang dirasakan hingga ke daerah telitian diharapkan akan menjadi data yang akurat untuk memprediksi penyebab kelongsoran lokasi telitian serta prediksi pergerakannya. 9

10 2. Data Kegempaan Gempa berasal dari energi regangan (strain energy) yang lepas secara tiba tiba setelah terhimpun secara berangsur angsur selama kurun waktu tertentu. Proses tersebut menimbulkan penjalaran getaran ke segala arah dalam tubuh bumi, termasuk tubuh lereng yang akhirnya dapat berfungsi sebagai pemicu terjadinya longsoran. Berikut ini data gempa bumi yang dirasakan sampai wilayah Kabupaten Banjarnegara (Tabel 1 ). Tabel 1. Data gempa bumi stasiun geofisika Kabupaten Banjarnegara 3. Data Curah Hujan Data curah hujan digunakan sebagai data pendukung metode pendekatan pada perhitungan besarnya curah hujan. Hal tersebut dikarenakan musim di Indonesia sudah tidak dapat di prediksi lagi. Berikut ini adalah data curah hujan di Kabupaten Banjarnegara (Tabel 2) Tabel 2. Laporan jumlah curah hujan stasiun geofisika Kabupaten Banjarnegara PENGARUH STRUKTUR TERHADAP PERGERAKAN TANAH Gerakan tanah yang terjadi pada daerah telitian, selain dipengaruhi oleh faktor faktor seperti curah hujan, berat jenis tanah, jenis lithologi, kelerengan, dan faktor kegempaan, juga sangat dipengaruhi oleh adanya struktur yang berkembang di daerah telitian. Hal tersebut diasumsikan berdasarkan kesamaan arah kelurusan sesar naik N065º/ 85 dengan arah kelurusan pergerakan longsoran yang mempunyai arah umum N070º - 110ºE/ 30º - 40º. Selain dilihat dari arah kelurusan sesar naik, pergerakan tanah yang terjadi juga dikontrol oleh kekar kekar yang terbentuk oleh sesar tersebut. Lokasi longsoran berada di jalan beraspal penghubung utama desa Windusari, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara, dengan koordinat batas jalan , Arah pergerakan tanah pada daerah telitian dipengaruhi oleh kekar kekar yang berkembang sebagai akibat adanya sesar naik sebagi 10

11 pengontol struktur lain pada daerah ini. Pada lokasi telitian dapat dijumpai kekar kekar yang dibentuk oleh gerakan tanah, sehingga dapat dijadikan indikasi arah pergerakan longsoran tersebut. Gerakan tanah pada bagian paling atas mempunyai arah umum N 40 o -50 o E/70 o dan arah umum N 80 o -90 o E/70 o. Foto 8. Pergerakan tanah bagian atas dengan arah umum dan arah umum N 80 o -90 o E/70 o. kekar N 40 o -50 o E/70 o Foto 9. Pergerakan tanah bagian tengah dengan arah umum N70 o o E/30 o -40 o. Foto 10. Pergerakan tanah bagian bawah dengan arah umum N 90 o -120 o E/30 o -40 o. 11

12 Secara keseluruhan, berdasarkan pengukuran data kekar, didapatkan arah umum kekar pada gerakan tanah ini adalah N 60 o -70 o E/70 o dan N 100 o 120 o E/70 o. Menurut klasifikasi Verhoef 1985, secara umum gerakan tanah didaerah telitian dapat digolongkan kedalam tipe Rotation Slide (gelinciran). Gelinciran rotasi adalah gerakan yang terjadi pada regangan geser dan perpindahan sepanjang bidang longsor yang berbentuk setengah lingkaran, log, spiral atau hiperbola, retakan berbentuk konsentris atau mengarah pada gerakannya. MEKANISME GERAKAN TANAH Gerakan massa pada suatu lereng, secara umum disebabkan oleh ketidakseimbangan antara gaya pendorong terhadap gaya penahan pada suatu lereng, yaitu jika besarnya gaya pendorong melampaui besarnya gaya penahan. Gaya yang dapat bertindak sebagai gaya pendorong atau penggerak antara lain gaya berat massa tanah atau batuan, tekanan air pori di dalam massa batuan, dan beban di atas massa tanah atau batuan Gambar 4. Model pergerakkan tanah memutus jalan uatama daerah Windusari berdasarkan data kekar. Berdasarkan klasifikasi menurut Verhoef (1985) gerakan tanah yang terjadi di daerah penelitian merupakan jenis Rotational Slide dengan bidang longsoran senderung memutar, material yang bergerak berupa soil hasil lapukan dari breksi vulkanik Formasi Halang. Keberadaan satuan breksi vulkanik lapuk Formasi halang ini secara tidak selaras berada di atas satuan batulempung Formasi Rambatan yang mempunyai kedudukan relatif tegak. Batas kontak kedua satuan tersebut dibatasi oleh sesar naik yang relatif memotong daerah telitian menjadi 2 bagian. Adanya sesar naik yang kemudian menjadi struktur utama pengontrol daerah telitian, dimana sesar nai ini mempunyai struktur struktur penyerta diantaranya adalah kekar kekar (Shear dan Gash). Tingginya frekuensi kegempaan yang terjadi pada daerah 12

13 telitian, juga merupakan faktor penting sebagai pemicu ketidakstabilan material baik batuan, ataupun tanah pada daerah telitian. Hujan yang turun di daerah penelitian sebagian besar akan menjadi aliran permukaan dan sebagian meresap kedalam tanah melalui kekar-kekar yang ada. Kekar pada batuan akan menyebabkan tanah/batuan tersebut menjadi lapuk sehingga mengalami penurunan kuat geser, karena kehilangan kekuatan geser dan dengan kondisi kemiringan lereng yang curam, serta beban yang berada di atasnya menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak stabil. Faktor lain yaitu basement dari daerah telitian yang mempunyai litologi berupa batulempung Formasi Rambatan, sehingga apabila terjadi gempa bumi lokal maupun regional pengaruhnya sangat besar terhadap gerakan massa tanah/batuan karena sifatnya yang tidak mampu meredam getaran. Sifat batulempung yang relatif impermeable juga menyebabkan peresapan air pada permukaan akan terhenti pada bidang kontak kedua satuan tersebut, sehingga mengaakibatkan jenuhnya material lapukan terhadap air. Faktor lain selain faktor alam yang berperan terhadap terjadinya gerakan tanah daerah Telitian ini adalah adanya penebangan liar oleh masyarakat setempat. Gundulnya lahan didaerah telitian akan semakin mendorong cepatnya resapan air oleh material lapukan dan mendorong terjadinya penurunan kekuatan geser pada soil dan batuan. Kondisi alam serta faktor manusia yang terjadi di daerah telitian inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya gerakan tanah. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data, perhitungan serta pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian di lapangan didapatkan enam satuan batuan, yaitu satuan batulempung Rambatan, batupasir Halang, satuan batupasir gampingan Halang, satuan breksi vulkanik lapuk Halang, batupasir tufan Damar dan Andesit. 2. Tingginya frekuensi kegempaan yang terjadi di daerah telitian merupakan salah satu faktor penting sebagai pendukung gerakan tanah yang terjadi. Faktor kegempaan ini merupakan pendorong ketidakstabilan material, tanah, batuan yang berada pada lereng yang mengalami gerakan tanah. 3. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian adalah berupa Sesar Naik Kali Tulis, Sesar Mendatar Tedunan dan Sesar Mendatar Kali Tulis. Selain ketiga sesar tersebut struktur geologi yang terdapat di daerah telitian adalah adanya Antiklin dengan sumbu yang berada di Desa Metawana dan antiklin Kali Tulis, serta kekar kekar penyerta sesar yang berkembang, dengan arah kelurusan sesar naik adalah N065ºE, dengan arah umum kekar N051ºE/ 80º - N085ºE/ 79º. 4. Arah pergerakan tanah membelok dari N040ºE N050ºE/ 70º menjadi N070ºE N110ºE/ 30º - 40º, kemudian pada bagian bawah bergerak dengan arah umum N090ºE N120ºE/ 30º - 40º. Secara keseluruhan, arah umum pergerakan longsoran (gerakan tanah) adalah N070ºE N110ºE/ 30º - 40º, sehingga jenis gerakan tanah yang terjadi di daerah telitian berdasarkan Verhoef 1985 adalah termasuk kedalam tipe gelinciran (Rotation Slide). 13

14 5. Berdasarkan analisa yang dilakukan dengan menggunakan software Slope/W didapatkan faktor keamanan pada daerah telitian adalah sebesar yaitu tergolong dalam kelas labil dengan kemungkinan longsor adalah biasa terjadi. 6. Penanggulangan atau cara untuk menanggulangi gerakan tanah serupa adalah dengan, mensosialisasikan kepada masyarakat setempat agar tidak membangun bangunan yang mempunyai beban massa terlalu berat, serta mensosialisasikan penggunaan lahan yang tepat pada daerah tersebut. Penyuluhan tentang akibat dari penebangan liar yang dilakukan selama ini, juga dirasa perlu dilakukan. Metode keteknikan yang dapat dilakukan adalah dengan cara membuat saluran permukaan (Surface drainage) yang terencana, untuk mengatur aliran permukaan agar lereng dan daerah sekitar lereng tidak tergenang oleh air atau dapat mengurangi jumlah resapan sehingga dapat mengurangi resiko longsor pada daerah tersebut. 7. Metode penanggulangan lain yang dapat dilakukan untuk bangunan yang berada di tepi lereng adalah dengan dibangun bronjong searah dengan arah umum kekar yang ada pada daerah telitian 8. Melalui perbandingan arah umum pergerakan sesar, kekar dan pergerakan tanah, dapat diketahui bahwa pergerakan tanah yang terjadi mempunyai arah umum yang relatif sama dengan arah umum sesar maupun kekar daerah telitian. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa struktur yang berkembang pada daerah telitian mempunyai pengaruh terhadap gerakan tanah yang terjadi. DAFTAR PUSTAKA Bell, F. G., 1981, Engineering Properties of Soils and Rocks, first published, Butterworths, New York, 449 p. Bowles, J. E., 1991, Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Edisi ke-2, Erlangga, Jakarta. Braja, M. D., 1995, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknik), Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Condon W.H., L Pardyanto, K.B Ketner, T.C Amin, S. Gafoer, H. Samodra, 1996, Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Hatcher, R.D., Jr, 1990, Structural Geology, Principles, Concept, and Problem, Merril Publishing Company, Columbus, 257p. John Krahn.,2004, Stability Modeling with SLOPE/W An Engineering Methodology, GEO-SLOPE/W International Ltd, Alberta, Canada. Ragan, D. M, 1973, Structural Geology An Introduction to Geometrical Techniques, Second Edition, John Wiley & Sons, Inc, New York, 58, 133p Verhoef., 1985, Slope Movement and Type of Processes in Landslide, Analysis and Control Transportation Research Board, National Academy of Science, Washington D.C. 14

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II DASAR TEORI

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II DASAR TEORI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI SKRIPSI... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR FOTO... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU 1 ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU Data : Diketahui arah dip semu dari batuan yang sama pada dua singkapan batuan sedimen adalah 30, N 45 E dan 40, N 150 E dan tidak menunjukkan

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI Analisis Struktur 4.1 Struktur Lipatan 4.1.1 Antiklin Buniasih Antiklin Buniasih terletak disebelah utara daerah penelitian dengan arah sumbu lipatan baratlaut tenggara

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT RACHMAN SOBARNA Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL...xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SARI... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN... xiv

DAFTAR ISI. SARI... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR ISI Halaman SARI... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk dari suatu permukaan bumi (Thornbury, 1969). Terbentuknya

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR FOTO... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bendungan Kuningan merupakan bendungan tipe urugan yang mampu menampung air sebesar 25,955 juta m 3. Air dari bendungan ini akan menjadi sumber air bagi Daerah Irigasi

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Berdasarkan pembagian Fisiografis Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) (gambar 2.1) dan menurut Pardiyanto (1970), daerah penelitian termasuk

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar sesar anjak berarah WNW - ESE, sesar-sesar geser berarah NE - SW. Bukti-bukti

Lebih terperinci

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB II. METODELOGI PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Sari... iii Kata Pengantar... iv Halaman Persembahan... vi Daftar Isi... vii Daftar Tabel... xi Daftar Gambar... xii Daftar Foto... xiii Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTARTABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB 1 PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN UCAPAN TERIMAKASIH KATA PENGANTAR SARI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB 1 PENDAHULUAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN UCAPAN TERIMAKASIH KATA PENGANTAR SARI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB 1 PENDAHULUAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xvii BAB

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. 4.1.4 Sesar Anjak Cisaar 1 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar pada lokasi CS 40, CS 41, CS 4, CS 2, dan CS 10. Kehadiran sesar ini ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1. Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 METODA PENELITIAN Analisis struktur geologi terhadap daerah penelitian dilakukan melalui tiga tahap penelitian. Tahap pertama merupakan pendekatan tidak langsung, yaitu

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

STUDI LONGSORAN YANG TERDAPAT DI JALAN TOL SEMARANG SOLO SEGMEN SUSUKAN-PENGGARON

STUDI LONGSORAN YANG TERDAPAT DI JALAN TOL SEMARANG SOLO SEGMEN SUSUKAN-PENGGARON STUDI LONGSORAN YANG TERDAPAT DI JALAN TOL SEMARANG SOLO SEGMEN SUSUKAN-PENGGARON Fahrudin 1, Imam A. Sadisun 2, Agus H 2 1 Prodi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang 2 Jurusan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Pela dan Sekitarnya...Wahyu Haryadi 14

Geologi Daerah Pela dan Sekitarnya...Wahyu Haryadi 14 GaneÇ Swara Vol. 6 No.1 Maret 2012 GEOLOGI DAERAH PELA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN MONTA KABUPATEN BIMA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ABSTRAKSI WAHYU HARYADI Staf Pengajar Uniersitas Sumbawa Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL A. Fisiografi yaitu: Jawa Bagian Barat terbagi menjadi 4 zona fisiografi menurut van Bemmelen (1949), 1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa 2. Zona Antiklinorium Bogor atau Zona Bogor

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

IV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian

IV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian Pola struktur yang berkembang pada daerah penelitian sebagian besar dipengaruhi oleh pola Jawa dengan kompresi berarah utara-selatan karena terbentuk pola struktur dan kelurusan yang berarah relatif barat-timur.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium

Lebih terperinci

Evaluasi Ringkas Geologi Waduk Penjalin

Evaluasi Ringkas Geologi Waduk Penjalin Evaluasi Ringkas Geologi Waduk Penjalin LITOLOGI Susunan litologi disekitar Waduk Penjalin didominasi batuan hasil gunung api maupun sedimen klastik dengan perincian sebagai berikut : Gambar 1 : Peta geologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH P.A. Pameco *, D.H. Amijaya Jurusan Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar (Gambar 4.1) yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar naik berarah relatif WNW-ESE, sesar geser berarah relatif utara-selatan dan

Lebih terperinci

SKRIPSI FRANS HIDAYAT

SKRIPSI FRANS HIDAYAT GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH TOBO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN JATI, KABUPATEN BLORA, PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Oleh : FRANS HIDAYAT 111.080.140 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesarsesar mendatar yang umumnya berarah timurlaut baratdaya dan lipatan yang berarah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir). Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT

GEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT GEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan tugas akhir merupakan hal pokok bagi setiap mahasiswa dalam rangka merampungkan studi sarjana Strata Satu (S1) di Institut Teknologi Bandung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bendungan adalah suatu konstruksi atau massa material dalam jumlah besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan untuk menahan laju

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Lokasi Penelitian Gambar 3. Letak cekungan Asam-asam (Rotinsulu dkk., 2006) Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain itu juga terdapat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Halaman Persembahan... Kata Pengantar... Sari...... Daftar Isi...... Daftar Gambar... Daftar Tabel...... Daftar Lampiran...... i ii iii iv vi vii x xiv

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Persembahan... iii Ucapan Terima Kasih... iv Kata Pengantar... v Sari/Abstrak... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... x Daftar Tabel... xiv

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) dan Pardiyanto (1979) (gambar 2.1), daerah penelitian termasuk ke dalam

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN STUDI KUA LITAS BATUAN RESERVOAR FORMASI NGRAYONG DAERA

GEOLOGI DAN STUDI KUA LITAS BATUAN RESERVOAR FORMASI NGRAYONG DAERA GEOLOGI DAN STUDI KUALITAS BATUAN RESERVOAR FORMASI NGRAYONG DAERAH KADIWONO DAN SEKITARNYA KECAMATAN BULU KABUPATEN REMBANG-BLORA PROPINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Oleh : DYAH AYU ANITASARI 111.070.031 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci