UJI KEMAMPUAN MAKAN PADA BURUNG GEREJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI KEMAMPUAN MAKAN PADA BURUNG GEREJA"

Transkripsi

1 UJI KEMAMPUAN MAKAN PADA BURUNG GEREJA (Passer montanus Oates) DAN UJI PREFERENSI PAKAN SERTA UMPAN BERACUN PADA BONDOL JAWA (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) DAN BONDOL PEKING (Lonchura punctulata Linnaeus) ACHMAD RIYADI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK ACHMAD RIYADI. Uji Kemampuan Makan pada Burung Gereja (Passer montanus Oates) dan Uji Preferensi Pakan serta Umpan Beracun pada Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) dan Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus). Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat besar peranannya bagi mayoritas penduduk dunia terutama Indonesia, yang merupakan sumber karbohidrat utama. Salah satu faktor pembatas dalam produksi padi yaitu hama burung. Jenis-jenis hama burung yang cukup penting pada pertanaman padi yaitu burung gereja (Passer montanus Oates), bondol jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) dan bondol peking (Lonchura punctulata Linnaeus). Diperlukan adanya alternatif cara pengendalian untuk menekan serangan hama burung tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsumsi makan burung gereja terhadap gabah dan biji-bijian lainnya, mengetahui jenis pakan yang disukai oleh burung bondol serta mengetahui jenis racun yang disukai sehingga dapat dijadikan sebagai umpan dalam pemerangkapan maupun umpan beracun sebagai cara alternatif pengendalian burung. Pengujian dalam pernelitian ini yaitu pengujian individu dengan tiga perlakuan. Perlakuan pertama yaitu uji kemampuan makan burung gereja terhadap gabah. Tingkat konsumsi burung gereja rata-rata g per hari. Perlakuan kedua yaitu uji preferensi pakan dengan metode pilihan (choice test) dan tanpa pilihan (no choice test). Pada uji preferensi pakan burung gereja dengan metode pilihan diletakkan enam jenis pakan (gabah, milet, jewawut, pelet, jagung pipilan, dan beras merah) secara bersamaan pada kandang. Pada uji preferensi burung bondol dengan metode pilihan diletakkan enam jenis pakan (gabah, ulat hongkong, ketan putih, ketan hitam, beras, dan sorgum). Sedangkan dengan metode tanpa pilihan dilakukan uji kemampuan makan burung bondol tiga jenis pakan (beras, ketan putih dan ketan hitam). Jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi oleh bondol pada uji preferensi pakan dengan metode pilihan maupun tanpa pilihan setelah gabah yaitu ketan putih. Perlakuan ketiga yaitu uji preferensi racun dengan metode pilihan. Pada pengujian menunjukkan konsumsi racun yang paling banyak dikonsumsi adalah yang berbahan aktif bromadiolon. Kata kunci : burung gereja, bondol jawa dan bondol peking.

3 ABSTRACT ACHMAD RIYADI. Feeding Test on Sparrow (Passer montanus Oates), Feed Preference and Poison Bait Test on Javan Munia (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) and Scaly-Breasted Munia (Lonchura punctulata Linnaeus). Adviced by SWASTIKO PRIYAMBODO. Rice is the most important food commodity role for the majority of people in the world, especially Indonesia, which is the main carbohydrate source. One of the limiting factor of rice production is bird as a pest. There are several important species of birds in the rice crop : sparrow (P. montanus Oates), javan munia (L. leucogastroides Horsfield & Moore) and scaly-breasted munia (L. punctulata Linnaeus). The alternative method to control the population and reduce the damage is necessary. The aim of research is to understand the consumption level of the sparrows on grain, feed preference of scaly-breasted birds to the grain and poisons which are effective. Therefore could be used as bait in trapping or poison baits as an alternative method to control this pest. The test in this experiment is individual of bird with three treatment. The first experiment is consumption of sparrows on grain. Consumption level of sparrow is per 10 g of body weight grams a day. The second experiment is feeding preference by choice test and no choice test. On feeding preference treatment of sparrow by choice test, there were six kinds of feed (grain, millet, barley, pellet, corn grain, and brown rice) simultaneously on each cage, and for scaly-breasted birds treated with grain, hongkong caterpillar, white sticky rice, black sticky rice, rice, and sorghum. In no choice test, the ability eat of scaly-breasted to three types of feed (unhulled rice, white sticky rice, and black sticky rice). The most consumed by the scaly-breasted on feed preference test with choice test and no choice test after unhulled rice is white sticky rice. The third experiment is poisons bait preference treatment by choice test. In this test, showed consumption of the most consumed poison is a feed with bromadiolon active ingredient. Keywords: Sparrow, Javan Munia, and Scaly-breasted Munia, feed preference test, poison bait test.

4 UJI KEMAMPUAN MAKAN PADA BURUNG GEREJA (Passer montanus Oates) DAN UJI PREFERENSI PAKAN SERTA UMPAN BERACUN PADA BONDOL JAWA (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) DAN BONDOL PEKING (Lonchura punctulata Linnaeus) ACHMAD RIYADI A Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 HALAMAN PENGESAHAN Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP : Uji Kemampuan Makan pada Burung Gereja (Passer montanus Oates) dan Uji Preferensi Pakan serta Umpan Beracun Pada Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) dan Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus) : Achmad Riyadi : A Menyetuji, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gunung Tua, Kec. Padang Bolak, Kab. Padang Lawas, Prov. Sumatera Utara, pada tanggal 13 September Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Husin Marsall dan Ibu Erlinawati Hasibuan. Penulis menyelesaikan sekolah di Madrasah Aliyah Swasta Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Deli Serdang, Sumatera Utara, pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kementerian Agama RI. Selama kuliah penulis mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan, yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) futsal IPB, menjadi sekretaris IKAPDA (Ikatan Alumni Pondok Pesantren Darul Arafah) Bogor ( ), dan ketua IKAPDA Bogor ( ). Penulis pernah magang di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Juara II Badminton Tunggal Putra Pekan Olahraga dan Seni Proteksi Tanaman, juara I Futsal Pekan Olahraga dan Seni Proteksi Tanaman, juara I Badminton Tunggal Putra CSS (Community of Santri Schoolars) League IPB.

7 PRAKATA Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT penulis ucapkan atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Uji Kemampuan Makan pada Burung Gereja (Passer montanus Oates) dan Uji Preferensi Pakan serta Umpan Beracun Pada Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) dan Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tamanan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan bulan Maret sampai Juni Dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, khususnya kepada: 1. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan segala bimbingan, arahan, dorongan, semangat, dan masukan kepada penulis. 2. Ir. Ivonne, MSi selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Dr.Ir. Ali Nurmansyah, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang selalu membimbing dan memberi arahan selama masa studi. 4. Bapak Don Dariono sebagai staf di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor dan staf lainnya yang telah memberi pengetahuan dan bantuan selama penelitian. 5. Ayahanda, ibunda, adik-adik serta keluargaku lainnya di Gunung Tua dan di Padang Sidempuan yang telah memberikan dorongan dan dukungan moril maupun materil serta do a restu. 6. Bapak Ahmad Soban selaku laboran Lab. Vertebrata Hama, dosen, serta staf dan administrasi Departemen Proteksi Tanaman. 7. Terimakasih juga kepada seluruh rekan-rekan angkatan 44 DPT seperjuangan. 8. Terimakasih banyak kepada teman-teman CSS MoRA (Community of santri Scholar of Ministry of Relegion Affairs) Nasional di 9 PTN (IPB, ITB, ITS, UGM, UNAIR, UIN Jakarta, UIN Jogjakarta, IAIN Surabaya dan IAIN Semarang) atas dukungannya. 9. Kepada teman-teman satu kontrakan, Lukman, bang Fahry, Eko, Sholih, dan bang Azwar atas bantuan dan sarannya. 10. Rekan-rekan seperjuangan Lab. Vertebrata Hama, Dwi Dinar Murjani dan Kurniyatus Ziyadah atas do a dan dukungannya. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Bogor, Juli 2011 Achmad Riyadi

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... 1 PENDAHULUAN... 1 Latar belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Hama Burung... 3 Burung Pemakan Biji-Bijian... 4 Burung Gereja (Passer montanus Oates)... 4 Burung Bondol atau Pipit... 5 Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore)... 6 Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus)... 6 Pakan Burung... 7 Racun... 9 Seng Fosfida (Zn 3 P 2 )... 9 Bromadiolon (C 30 H 23 BrO 4 )... 9 Kumatetralil (C 19 H 16 O 3 ) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Hewan Uji Kandang Percobaan Pakan Timbangan Racun Metode Penelitian Persiapan Kandang Persiapan Hewan Uji Pengujian Kemampuan Makan Pengujian Preferensi Pakan (choice test) Pengujian Pakan tanpa Pilihan (no choice test) Pengujian Racun Konversi Umpan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Burung Gereja Konsumsi Burung Gereja terhadap Gabah... 18

9 Pengujian Preferensi Pakan Burung Gereja Pengujian Preferensi Pakan Bondol Jawa dan Bondol Peking Konsumsi Harian Bondol Jawa dan Bondol Peking Pengujian pakan tanpa pilihan (beras, ketan putih, ketan hitam) Perbandingan Jenis Kelamin Burung Bondol terhadap Konsumsi Ketan Putih 23 Pengujian racun terhadap bondol jawa dan bondol peking Konsumsi racun dan kematian burung bondol Jumlah kematian bondol jawa dan bondol peking KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 27

10 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Burung gereja... 5 Gambar 2. Burung bondol jawa... 6 Gambar 3. Burung bondol peking... 7 Gambar 4. A. Gabah, B. Milet, C. Jagung pipil, D. Pelet, E. Jewawut, F. Beras merah Gambar 5. Jenis pakan burung bondol, A. Gabah, B. Beras, C. Ketan putih, D. Ulat hongkong, E. Sorgum, F. Ketan hitam Gambar 6. Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) Gambar 7. Jenis racun yang digunakan dalam pengujian racun, A. Sengfosfida 80 %, B. Kumatetralil 0.75 %, C. Bromadiolon 0.25 % Gambar 8. Umpan penguajian racun, A. gabah tanpa racun, B. gabah dengan racun b.a. seng fosfida, C. gabah dengan racun b.a. bromadiolon, D. gabah dengan racun b.a. Kumatetralil Gambar 9. Kandang pengujian (bahan aluminium) Gambar 10. Grafik konsumsi harian preferensi pakan bondol jawa Gambar 11. Grafik konsumsi harian preferensi pakan bondol peking Gambar 12. Histogram konsumsi bondol terhadap racun (ppm) Gambar 13. Histogram kematian burung bondol jawa dan peking DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Konsumsi burung gereja terhadap gabah dan bobot tubuhnya Tabel 2. Konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking Tabel 3. Konsumsi bondol jawa dan bondol peking terhadap beras, ketan putih, ketan hitam Tabel 4. Konsumsi bondol terhadap ketan putih berdasarkan jenis kelamin dan bobot tubuhnya Tabel 5. Konsumsi bondol jawa dan bondol peking

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran1. Analisis ragam konsumsi pakan dengan pilihan bondol jawa Lampiran 2. Analisis ragam konsumsi pakan dengan pilihan bondol peking Lampiran 3. Analisis ragam konsumsi pakan tanpa pilihan bondol jawa Lampiran 4. Analisis ragam konsumsi pakan tanpa pilihan bondol peking Lampiran 5. Analisis jenis kelamin burung bondol jawa terhadap konsumsi ketan putih Lampiran 6. Analisis jenis kelamin burung bondol peking terhadap konsumsi ketan putih Lampiran 7. Analisis bobot jantan dan betina bondol jawa Lampiran 8. Analisis ragam bobot jantan dan betina bondol peking Lampiran 9. Analisis ragam preferensi racun bondol jawa Lampiran 10. Analisis ragam preferensi racun bondol peking

12 PENDAHULUAN Latar belakang Pertanian di Indonesia merupakan salah satu sektor penting yang menunjang perekonomian, dimana sektor pertanian terdiri atas subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan perkebunan (Rahim dan Diah 2008). Salah satu subsektor pertanian yang terpenting yaitu pangan, yang merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang merupakan hak asasi yang layak dipenuhi. Salah satu komoditi pangan yang berperan penting adalah padi, yang merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia terutama Indonesia. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun membuat kebutuhan padi di negara kita tidak pernah berkurang, melainkan bertambah, sehingga untuk mencukupi kebutuhan tersebut sudah merupakan masalah yang cukup besar. Produksi padi tahun 2011 diperkirakan sebanyak 67,31 juta ton gabah kering giling (GKG), meningkat sebanyak 895,86 ribu ton dibandingkan pada tahun 2010 yang sebanyak 66,41 juta ton GKG (BPS 2011). Beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia berperan penting dalam mewujudkan stabilitas nasional (Hafsah dan Sudaryanto 2004). Perekonomian beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1960 (Timmer 1996). Pangan khususnya beras, merupakan pertahanan terakhir perekonomian Indonesia (Amang dan Sawit 2001). Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan mempunyai jumlah penduduk yang banyak ini, sangat merasakan adanya program penyediaan pangan terutama beras. Namun, hal itu dihadapkan pada salah satu kendala yaitu keberadaan organisme pengganggu tanaman (OPT) sebagai faktor pembatas dalam usaha peningkatan produksi beras. Salah satu kelompok OPT tersebut yaitu hama burung. Burung merupakan hewan vertebrata (hewan yang bertulang belakang) yang termasuk ke dalam kelompok aves. Berdasarkan data dari lembaga Burung Indonesia, jumlah jenis burung di Indonesia sebanyak 1598 jenis. Dengan ini membawa Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara yang memiliki jumlah jenis burung terbanyak se-asia. 1

13 Penelitian tentang burung, baik yang sudah menjadi hama dan yang berpotensi sebagai hama di Indonesia masih belum banyak. Hal ini diketahui dengan kurangnya informasi dan publikasi tentang sifat dan kemampuan makan burung yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengendalian hama burung terhadap tanaman padi. Berdasarkan latar belakang tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap ketiga jenis burung berikut yaitu : burung gereja (Passer montanus Oates), bondol jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore), dan bondol peking (Lonchura punctulata Linnaeus). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Tingkat konsumsi makan burung gereja terhadap gabah dan beberapa pakan lainnya, jenis pakan yang disukai oleh burung bondol dan tingkat konsumsinya, serta jenis racun yang efektif, sehingga dapat dijadikan sebagai umpan dalam pemerangkapan maupun umpan beracun sebagai alternatif teknik pengendalian burung bondol. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai: Besaran konsumsi burung gereja dan bondol terhadap jenis pakan yang diuji sebagai acuan dalam mengetahui kerugian di lapangan, jenis pakan yang disukai, dan jenis racun yang efektif untuk pengendalian burung. 2

14 TINJAUAN PUSTAKA Hama Burung Burung yang menjadi hama tanaman pertanian, terutama pada komoditas serealia (padi, jagung dan sorgum) sebagian besar adalah jenis pipit, yang termasuk ke dalam Kelas Aves, Ordo Passeriformes, Famili Ploceidae. Ciri morfologi secara umum dari jenis-jenis burung pipit adalah: ukuran tubuh relatif kecil, paruh pendek dan kokoh sesuai dengan pakannya yaitu biji-bijian, dan tungkai diadaptasikan untuk bertengger, misalnya bertengger pada malai, batang tanaman, dan sebagainya. Dari famili ini terdapat beberapa spesies penting yang dapat dianggap sebagai hama, yaitu: burung gereja (Passer montanus), burung manyar (Ploceus manyar), burung manyar raja (Ploceus philippinus), burung gelatik (Padda oryzivora), burung pipit/emprit (Lonchura leucogastroides), burung peking (Lonchura punctulata), burung bondol (Lonchura ferruginosa), dan burung bondol uban/haji (Lonchura maja) (Priyambodo 1996). Salsabila (1991), menjelaskan bahwa burung bondol peking (L. punctulata (L)) adalah burung pemakan padi dimana daerah pilihannya untuk mencari makan adalah persawahan yang biasanya jauh dari perkotaan. Menurutnya, satu ekor burung bondol peking memakan padi rata-rata sebanyak lima gram sehari. Jenis burung yang sering menyerang biji-bijian selain padi seperti milet adalah bondol, emprit, dan gelatik (Andoko 2001). Burung gereja, bondol jawa, dan bondol peking mempunyai kebiasaan hidup berkelompok, mencari makan, dan mengunjungi lahan pertanian terutama menyerbu sawah pada musim panen padi (MacKinnon, Phillipps, dan Balen 2010). Serangan burung pipit/bondol telah banyak meresahkan para petani padi, seperti yang terjadi di Kemukiman Pirak, Kecamatan Matangkuli, Kabupaten Aceh Utara, Aceh, diserang oleh hama burung pipit. Serangan burung pipit juga dirasakan oleh beberapa daerah lainnya seperti Kabupaten Ciamis, Subang, dan Bogor. Akibat serangan burung tersebut produksi padi mengalami penurunan produksi sebanyak %. Burung pipit biasanya mulai memakan bulir padi yang sedang memasuki masa masak susu atau masa tanam 70 hari. Serangan terjadi saat kondisi cuaca teduh dan burung menyerang secara bergerombol. 3

15 Burung Pemakan Biji-Bijian Berdasarkan tipe makanannya, burung dikelompokkan ke dalam tiga kelompok: pemakan biji, buah, dan serangga. Di alam, pembagian tersebut sesungguhnya lebih luas lagi dengan adanya burung pemakan ikan, pemakan mamalia kecil, pengisap nektar bunga, dan lain-lain. Kekhususan burung terhadap makanannya ini tidak berlaku mutlak karena hanya berdasarkan pada jenis makanan utamanya. Hampir seluruh burung pemakan biji-bijian tersebar di wilayah Indonesia. Burung seperti ini biasanya bertubuh kecil dan bergerak cukup gesit serta lincah sehingga dalam keadaan liar sukar ditangkap. Burung tersebut antara lain parkit, gelatik, dan pipit/bondol. Beberapa jenis burung pemakan biji antara lain jenis bondol seperti bondol jawa (Lonchura leucogastroides), cerukcuk (Pycnonotus goiaver), dan burung cabe (Dicaeum trochileum) (Suaskara, Ginatra, & Muksin 2010). Burung pemakan biji ini mengonsumsi biji sebanyak 10% dari berat tubuhnya. (Soemadi dan Mutholib 2003). Sebelum makan, burung mengupas kulit biji dengan cara meremuk, memotong, atau mengirisnya dengan bantuan sisi paruh yang tajam. Ada pula burung yang langsung menelan biji tanpa perlu bersusah-payah mengupasnya. Ada beberapa burung yang karena kesukaannya pada biji-bijian menjadi hama tanaman. Kakatua, nuri, bayan, dan gagak sering menjadi hama tanaman pertanian. Burung-burung itu menyukai biji dan kecambah yang muncul di atas permukaan tanah. Di negara lain dilaporkan bahwa gagak telah menjadi hama karena memakan biji jagung yang baru ditanam oleh petani sehingga kejadian ini tentu saja sangat merepotkan dan merugikan petani (Soemadi dan Mutholib 2003). Adapun yang termasuk hama burung pada padi adalah dari ordo Passeriformes antara lain : burung pipit pinang/bondol peking (Lonchura punctulata), pipit/bondol haji (Lonchura maja), burung manyar (Ploceus manyar), burung gelatik (Padda oryzivora) dari Famili Estrildidae, dan burung gereja (Passer montanus) dari Famili Ploceidae (Soemadi dan Mutholib 2003). Burung Gereja (Passer montanus Oates) Burung ini suka hinggap berderet pada tiap atap atau berkeliaran di halaman gereja sehingga disebut burung gereja. Ukuran burung ini sebesar anak ayam yang 4

16 baru menetas, berwarna coklat kehitaman dengan semu keabuan pada dada dan perut, serta paruh dan kaki berwarna hitam. Burung gereja bertelur sekali setahun. Telurnya sebesar biji salak berbentuk lonjong, berwarna putih kehijau-hijauan. Jumlah telur 3 6 butir dalam satu sarang yang terbuat dari alang-alang, batang padi (jerami) dan ranting-ranting kecil. Di Jawa Barat, burung gereja bertelur sepanjang tahun, kecuali pada bulan Februari, sedang di Jawa Tengah burung ini bertelur pada masa dari Maret sampai Agustus. Sampai kini burung gereja tercatat tersebar dari India sampai Kalimantan, mencapai ketinggian penyebaran dari tempat-tempat setinggi permukaan laut sampai 1800 m dpl (LIPI, 1980). Makanan burung gereja ialah biji rumput-rumputan, termasuk padi. Burung ini meningkat menjadi hama padi jika biji-biji rumput yang di sekitar sarangnya habis dan burung gereja ini datang ke persawahan dalam jumlah yang banyak. Gerombolan burung gereja dapat mencapai ekor tiap gerombol dan mendatangi sawah yang sama berkali-kali. Gambar 1. Burung gereja Burung Bondol atau Pipit Bondol adalah jenis burung kecil yang tergolong ke dalam ordo Passeriformes, famili Estrildidae. Sebelumnya burung yang termasuk dalam genus Lonchura ini dimasukkan ke dalam famili manyar-manyaran, Ploceidae. Genus atau marga ini hidup menyebar luas di Afrika dan Asia bagian selatan, mulai dari India dan Sri Lanka ke timur hingga Indonesia dan Filipina. Secara umum, bondol juga dikenal luas sebagai burung pipit. Yang termasuk ke dalam golongan bondol ini yaitu bondol jawa (Lonchura leucogastroides) dan bondol peking (Lonchura punctulata). 5

17 Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) Bondol jawa (L. leucogastrioides) adalah sejenis burung kecil pemakan padi dan biji-bijian. Burung ini juga disebut dengan nama lain seperti pipit bondol, piit bondol, emprit bondol dan lain-lain, mengikuti suara yang dihasilkannya. Burung ini berbadan kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 11 cm. Burung dewasa dominan coklat tua di punggung, sayap dan sisi atas tubuhnya, tanpa coretancoretan. Muka, leher dan dada atas berwarna hitam, dada bawah, perut dan sisi tubuh putih bersih, tampak kontras dengan bagian atasnya. Sisi bawah ekor kecoklatan. Burung muda dengan dada dan perut coklat kekuningan kotor. Penyebaran burung ini tercatat di Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok. Kemungkinan kini burung ini sudah meluas mengikuti penyebaran pertanaman padi di kepulauan lainnya. Ketinggian penyebaran belum diketahui. Membuat sarang dari alang-alang, batang padi atau rerumputan lainnya. Hidupnya selalu bergerombol sampai dalam satu pohon terdapat beberapa sarang. Dalam satu sarang terdapat 5 ekor burung. Masa bertelur sepanjang tahun dengan bentuknya lonjong berwarna putih kelabu. Dalam satu kali masa telur seekor induk dapat menghasilkan 4 5 butir telur, kadang-kadang sampai 6 butir telur. Menyukai lingkungan yang bersemak-semak, hutan sekunder, persawahan atau pekarangan, terutama yang berdekatan dengan pertanaman padi. Di jawa, burung ini pernah merupakan hama padi yang gawat, walaupun demikian, secara terperinci kerugian yang ditimbulkan oleh serangan bondol jawa ini belum diperhitungkan. Pada saat padi menguning, burung ini dating bergerombol berkali-kali untuk mendapatkan makanan yang berupa padi masak (LIPI 1980). Gambar 2. Burung bondol jawa Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus) Bondol peking atau pipit peking (L. punctulata) adalah sejenis burung kecil pemakan padi dan biji-bijian. Nama punctulata berarti berbintik-bintik, menunjuk 6

18 kepada warna bulu-bulu di dadanya. Orang Jawa menyebutnya emprit peking, prit peking; orang Sunda menamainya piit peking atau manuk peking, meniru bunyi suaranya. Burung yang berukuran kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 11 cm. Burung dewasa berwarna coklat kemerahan di leher dan sisi atas tubuhnya, dengan coretan-coretan agak samar berwarna muda. Sisi bawah putih, dengan lukisan serupa sisik berwarna coklat pada dada dan sisi tubuh. Makanan utama burung ini adalah biji rerumputan, di antaranya yang paling disukai yaitu padi. Karena kebiasaannya dalam mencari makan selalu bergerombol sampai mencapai 50 ekor atau lebih tiap gerombol, burung ini dapat bertindak sebagai hama. Penyebaran burung tersebar dari India sampai Filipina, ke selatan mencapai Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Penyebaran ini mengikuti daerah penyebaran padi. Ke arah gunung, burung ini dijumpai sampai ketinggian 1500 m dpl. Sarang burung ini berbentuk genta. Sarang tersebut dibuat dari rerumputan atau alang-alang. Dalam satu sarang biasanya terdapat beberapa induk. Bila akan bertelur burung betina membuat sarang sendiri-sendiri. Sarang burung ini dapat dijumpai di pekarangan, perkebunan dan persawahan. Seekor peking betina sekali bertelur menghasilkan 4 5 butir. Masa bertelur berlangsung sepanjang tahun, tetapi burung ini hanya bertelur sekali dalam satu tahun. Telur berbentuk bulat dengan garis tengah 1,5 2 cm dan berwarna putih keabu-abuan (LIPI 1980). Gambar 3. Burung bondol peking Pakan Burung Menurut Soemadi dan Mutholib 2003, pakan burung yang biasa diberikan kepada burung pemakan biji-bijian adalah gabah, ulat hongkong, sorgum, beras, jewawut, milet, jagung, pelet, dan ketan. Gabah sering dijadikan sebagai pakan burung pipit, gelatik, kenari, merpati, puter, dan perkutut. Ulat hongkong atau biasa dikenal sebagai ulat taiwan atau ulat bangkok merupakan larva kumbang 7

19 Tenebrio molitor. Setelah berumur dua bulan, ulat ini mencapai ukuran panjang 1,5 2 cm dan siap dijadikan sebagai pakan burung yang merupakan sumber protein dengan kadar lemak tinggi. Biji sorgum (Sorghum vulgare) sering digunakan sebagai campuran pakan burung merpati dan dapat menggantikan biji jagung dan padi. Secara umum, beras mengandung karbohidrat (berbentuk pati), protein, vitamin, mineral, dan air sehingga beras sangat penting karena mengandung unsur-unsur yang penting dalam pakan burung. Unsur-unsur yang penting dalam pakan burung antara lain karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral (Prahara 2000). Jewawut sering diberikan pada burung dalam bentuk malai atau pipilan. Beberapa burung seperti puter, pipit, gelatik, perkutut, parkit, merpati, dan kenari sangat lahap memakan biji ini, karena kandungan gizinya dapat disamakan dengan jagung dan padi. Di Indonesia milet hanya dijadikan sebagai pakan burung pemakan biji-bijian seperti bondol, pipit, gelatik, dan perkutut. Tongkol jagung muda sangat disukai oleh burung berparuh bengkok seperti kakatua, nuri, parkit, dan bayan. Burung dengan paruh kerucut (pemakan biji) lebih menyukai jagung berbentuk pipilan, yaitu biji jagung yang sudah dipecah atau ditumbuk kasar. Pelet merupakan pakan buatan yaitu, bahan makanan yang dibuat dan diramu untuk melengkapi kebutuhan pakan burung. Pelet biasanya diberikan sebagai makanan burung perkutut, murai batu, cucakrawa, kacer, jalak, poksay, cucak ijo, sambo, larwo, dan merpati. Hal ini diperkuat oleh Khairuman dan Amri 2002, yang juga menyebutkan bahwa pelet merupakan pakan ikan buatan berbentuk butiran dengan dua jenis pelet yang banyak dikenal yaitu berupa pelet basah dan pelet kering. Menurut Mujiman 1994, pelet merupakan bahan yang berupa tepung kering yang dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan yang berjumlah banyak (dedak, tepung ikan, tepung kedelai, dan lain-lain), dan golongan yang berjumlah sedikit (vitamin dan mineral). 8

20 Racun Seng Fosfida (Zn 3 P 2 ) Seng fosfida tergolong dalam jenis racun akut. Racun akut adalah racun yang menyebabkan kematian setelah mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam atau kurang (Buckle & Smith 1996). Menurut Priyambodo (2003), racun akut bekerja cepat dengan cara merusak sistem syaraf. Seng fosfida berbentuk tepung yang berwarna hitam keabu-abuan dengan bau seperti bawang putih yang diproduksi dengan cara mengkombinasikan antara seng dan fosfor (Buckle 1996). Bau bawang tersebut tidak menarik bagi manusia dan hewan peliharaan, tetapi menarik bagi tikus. Seng fosfida telah dikenal sejak dulu sebagai racun tikus yang efektif dan tidak dapat larut dalam alkohol dan air. Racun ini termasuk racun akut yang efektif (Corrigan 1997). Selain tikus, burung juga sangat sensitif terhadap racun ini. Racun akut ini telah digunakan secara luas terhadap tikus (Sikora 1981). Lama kematian tikus setelah mengonsumsi racun ini adalah antara 17 menit sampai dengan beberapa jam. Tikus yang mengonsumsi racun ini dengan dosis rendah dapat bertahan hidup selama beberapa hari. Tikus yang mati karena mengonsumsi racun ini akan mengalami kerusakan pada bagian hati dan seperti mengalami gagal ginjal (Corrigan 1997). Bromadiolon (C 30 H 23 BrO 4 ) Bromadiolon merupakan jenis racun kronis (Priyambodo 2003). Racun kronis yaitu racun yang bekerja secara lambat dengan cara mengganggu metabolisme vitamin K serta mengganggu proses pembekuan darah. Gejala keracunan dapat terlihat dalam waktu 24 jam atau lebih dan kematian dapat mencapai beberapa hari setelah aplikasi (Buckle & Smith 1996). Bromadiolon merupakan jenis rodentisida yang digunakan untuk mengendalikan hewan pengerat pada bidang pertanian dan juga bekerja dengan cara mengganggu peredaran darah normal. Bromadiolon digunakan dalam bentuk umpan siap pakai dengan konsentrasi rendah, yaitu sekitar 0,005 %. Selain itu, racun ini juga diproduksi dalam bentuk tepung atau bubuk, dimana tikus yang mengonsumsi racun ini dengan dosis yang mematikan biasanya akan mengalami kematian pada hari ketiga setelah konsumsi (Corrigan 1997). 9

21 Kumatetralil (C 19 H 16 O 3 ) Kumatetralil adalah suatu bubuk berwarna biru yang tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut dalam aseton dan ethanol. Rodentisida ini diproduksi dalam bentuk tepung dan umpan siap pakai. Kumatetralil efektif terhadap spesies tikus Norway (Rattus norvegicus) yang resisten terhadap racun antikoagulan lainnya, misalnya terhadap warfarin (Sikora 1981). Rodentisida ini merupakan suatu antikoagulan yang tidak menyebabkan jera umpan. Antidote dari racun ini adalah vitamin K 1. LD 50 sub kronis untuk tikus rumah (Rattus rattus) adalah 0,3 ppm (Sikora 1981), dan untuk R. norvegicus adalah 16,5 ppm. Racun ini digunakan dengan kandungan bahan aktif yang rendah. Resiko keracunan terhadap organisme buka sasaran termasuk manusia sangat kecil (Prakash 1988) Kumatetralil merupakan jenis racun kronis (antikoagulan) yang bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh darah kapiler (Priyambodo 2003). 10

22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Maret sampai Juni Bahan dan Alat Hewan Uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah burung gereja (P. montanus), bondol jawa (L. leucogastroides) dan bondol peking (L. punctulata) yang diperoleh dari penjual burung di Pasar Bogor, di simpangan Bogor Trade Mall dan di Ciampea. Burung yang digunakan sebanyak 250 ekor, dengan berat antara 8-15 gram. Kandang Percobaan Kandang yang digunakan dalam pengujian yaitu kandang individu yang terbuat dari aluminium berukuran 50 cm x 34,5 cm x 33 cm (p x l x t). Jumlah yang kandang yang digunakan sebanyak 15 buah dengan setiap kandang dilengkapi peralatan tambahan yaitu tempat minum, tempat makan, kayu untuk bertengger, dan penampung kotoran. Pakan Pakan yang digunakan pada pengujian kemampuan makan burung gereja (P. montanus) adalah gabah. Sedangkan untuk pengujian preferensi pakan yaitu gabah, milet, jagung pipil, pelet, jewawut, dan beras merah (Gambar 4). 11

23 A B C D E F Gambar 4. Jenis pakan untuk burung gereja, A. Gabah, B. Milet, C. Jagung pipil, D. Pelet, E. Jewawut, F. Beras merah Pakan yang digunakan pada pengujian preferensi pakan untuk burung bondol yaitu gabah, beras, ketan putih, ulat hongkong, sorgum, dan ketan hitam (Gambar 5). A B C D E F Gambar 5. Jenis pakan untuk burung bondol, A. Gabah, B. Beras, C. Ketan putih, D. Ulat hongkong, E. Sorgum, F. Ketan hitam 12

24 Timbangan Alat yang digunakan untuk menghitung bobot bahan dalam pengujian adalah timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) (Gambar 6). Timbangan digunakan untuk mendapatkan bobot burung sebelum dan sesudah perlakuan serta mendapatkan besar pakan sebelum dan sesudah konsumsi pakan hewan uji. Gambar 6. Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) Racun Racun yang digunakan dalam pengujian bersifat racun akut dan racun kronis. Racun akut yang digunakan berbahan aktif seng fosfida, racun kronis yang digunakan berbahan aktif bromadiolon dan kumatetralil (Gambar 7). Pengujian racun hanya diberikan pada burung bondol jawa dan bondol peking, karena burung gereja bersifat liar dan bukan jenis burung peliharaan sehingga mudah dan cepat mati walaupun tetap diberikan pakan. Pengujian terhadap burung gereja hanya diperoleh data sampai pada pengujian preferensi pakan saja. Ketiga jenis racun yang digunakan berbentuk serbuk yang akan dicampur dengan bahan dasar pakan pada pengujian (Gambar 8). A B C Gambar 7. Jenis racun yang digunakan dalam pengujian, A. Sengfosfida 80 %, B. Kumatetralil 0.75 %, C. Bromadiolon 0.25 %. 13

25 A B C D Gambar 8. Umpan pengujian racun, A. gabah tanpa racun, B. gabah dengan racun b.a. seng fosfida, C. gabah dengan racun b.a. bromadiolon, D. gabah dengan racun b.a. Kumatetralil. Metode Penelitian Persiapan Kandang Sebelum digunakan seluruh bagian kandang diperiksa dan dibersihkan terlebih dahulu. Setelah kandang pengujian layak digunakan, kemudian diletakkan mangkuk tempat minum dan makan burung (Gambar 9). Gambar 9. Kandang pengujian (bahan aluminium) Persiapan Hewan Uji Burung yang diperoleh dari pedagang diadaptasikan terlebih dahulu dalam kurungan pemeliharaan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman selama 2-3 hari dengan diberi pakan gabah dan air setiap hari. Penentuan bobot burung dilakukan dengan cara memasukkan seekor burung ke dalam kantong plastik kecil kemudian plastik diikat dan ditimbang. Bobot burung yang telah ditimbang kemudian dicatat dan dikurangi dengan berat plastik sebelum menimbang burung dengan jenis timbangan yang sama. 14

26 Pengujian Kemampuan Makan Pengujian kemampuan makan dilakukan untuk mengetahui besar konsumsi burung gereja yang dilakukan terhadap individu burung tersebut. Pada perlakuan individu ini, pakan yang digunakan adalah gabah. Pengamatan terhadap gabah dilakukan selama lima hari berturut-turut. Burung ditimbang sebelum dimasukkan dalam kandang individu. Setiap hari konsumsi burung terhadap gabah dihitung dan gabah diganti dengan yang baru. Pemberian gabah setiap hari sekitar 15 gram. Pada akhir pengamatan, burung ditimbang kembali dan dikembalikan ke kandang pemeliharaan untuk dilanjutkan dengan pengujian preferensi pakan. Pengujian Preferensi Pakan (choice test) Pengujian dilakukan dengan metode pilihan selama lima hari berturut-turut untuk setiap hewan uji. Penempatan pakan dipisahkan dalam tempat umpan (mangkuk) yang berbeda untuk masing-masing pakan. Pakan yang diberikan ditimbang setiap hari dan diganti dengan yang baru. Perhitungan konsumsi pakan burung dengan cara menghitung selisih pakan sebelum dan sesudah perlakuan. Pengujian Pakan tanpa Pilihan (no choice test) Setelah pengujian preferensi, dilanjutkan dengan pengujian kemampuan makan dengan metode tanpa pilihan terhadap 3 jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan jenis umpan yang paling disukai selain gabah, sehingga diperoleh jenis pakan yang paling disukai untuk digunakan sebagai pakan atau umpan beracun pada pengujian racun. Pengujian Racun Pengujian racun dilakukan untuk mengetahui jenis racun yang lebih disukai dan menarik bagi burung bondol jawa dan bondol peking. Hal ini mengingat bahwa burung gereja mudah dan cepat mati sehingga tidak sampai pada pengujian racun. Dalam aplikasi, racun yang digunakan dicampur dengan bahan dasar pakan yang disukai dari hasil pengujian pakan dengan metode tanpa pilihan (no choice test). Pengujian racun ini dilakukan dengan metode uji pilihan (choice test). Dengan menggunakan gabah tanpa racun, gabah dengan 3 racun yang masingmasing berbahan aktif kumatetralil, bromadiolon, dan seng fosfida. Pencampuran 15

27 racun dengan bahan dasar pakan (gabah) dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut : b.a kumatetralil = jumlah umpan x 1/20 b.a bromadiolon = jumlah umpan x 1/40 b.a seng fosfida = jumlah umpan x 1/100 Pengamatan dilakukan terhadap konsumsi setiap jenis umpan perlakuan (gabah tanpa racun dan gabah dengan racun) dengan cara perhitungan selisih jumlah awal dan akhir racun yang diberikan. Konversi Umpan Semua data yang diperoleh dari pengujian burung gereja dan bondol dikonversi terlebih dahulu terhadap 10 g bobot burung, dengan rumus sebagai berikut: Bobot umpan/racun yang dikonsumsi (g) Konversi umpan/racun (g) = x 10 Rerata bobot burung (g) Rerata bobot tubuh burung (g) = Bobot awal (g) + bobot akhir (g) 2 Analisis Data Penelitian ini digunakan hanya satu pengujian yaitu pengujian individu. Pengujian terhadap burung gereja dilakukan dengan tiga perlakuan. Setiap perlakuan diuji sebanyak 15 ulangan burung gereja. Pada perlakuan pertama dilakukan pengujian kemampuan makan terhadap gabah. Perlakuan kedua pengujian preferensi dan ketiga pengujian racun, namun perlakuan ketiga tidak sampai dilakukan karena burung sudah mati sebelum sampai ke tahap uji racun. Pengujian terhadap bondol jawa dan bondol peking dilakukan sebanyak 15 ulangan dengan tiga perlakuan. Perlakuan pertama adalah preferensi pakan dengan metode pilihan (choice test), perlakuan kedua uji tanpa pilihan (no choice test) terhadap tiga jenis pakan yang paling disukai setelah gabah, dan perlakuan 16

28 ketiga pengujian umpan beracun dengan metode pilihan. Data hasil penelitian diolah dengan program Statistical Analysis System (SAS) for Windows ver.9.1. Apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji selang ganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α= 5% dan α= 1%. 17

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Burung Gereja Konsumsi Burung Gereja terhadap Gabah Pada pengujian kemampuan makan burung gereja ini, dari 15 ulangan hanya diperoleh data sebanyak 6 ulangan, karena sisanya mati sebelum akhir perlakuan selama lima hari (Tabel 1). Tabel 1. Konsumsi burung gereja terhadap gabah dan bobot tubuhnya ulangan konsumsi gram konversi bobot bobot bobot konsumsi awal akhir rerata rerata stdev Berdasarkan data hasil perhitungan, maka rata-rata konsumsi (konversi) harian burung gereja adalah g dan rata-rata bobot tubuhnya adalah g. Hal ini dapat dibandingkan dengan burung bondol bahwa tingkat konsumsi harian bondol lebih tinggi daripada burung gereja yaitu sekitar 2,0 2,5 g per hari (Ziyadah 2011). Bila dilihat dari konsumsi harian kedua jenis burung ini (gereja dan bondol) maka potensi burung gereja sebagai hama lebih rendah dibandingkan bondol. Menurut Prahara 2000, jumlah pakan yang dimakan seekor burung dalam sehari sangat tergantung pada berbagai faktor di antaranya bobot tubuh burung, jenis pakan, dan tingkat metabolisme. Burung darat dengan bobot g dapat makan sebanyak 5-9% dari berat tubuhnya dalam sehari, sedangkan burung berkicau yang berbobot 1-90 g dapat makan sebanyak 10-30% dari bobot badannya per hari. Burung pemakan biji, misalnya, dapat makan per hari sebanyak 10% dari berat badannya. 18

30 Burung gereja bersifat monomorfis yaitu jantan dan betina sulit dibedakan secara morfologi (penampakan/bentuk luar tubuh) maka perbandingan antara betina dan jantan belum diketahui. Hal ini dapat disarankan untuk penelitian selanjutnya yaitu dilakukan pengetahuan jenis kelamin burung dengan cara membedah bagian dalam tubuh. Pengujian Preferensi Pakan Burung Gereja Pada pengujian ini, sisa burung gereja yang hidup dari perlakuan sebelumnya (pengujian kemampuan konsumsi gabah) yaitu satu ekor, sehingga diperoleh data tentang pengujian preferensi pakan ini. Berdasarkan pada pengujian preferensi pakan dari satu individu burung gereja tersebut, diperoleh data dengan rata-rata bobot tubuh 20,295 g (bobot awal = 21,83 g dan bobot akhir = 18,76 g) dan rata-rata konsumsi (setelah dikonversi ke 10 g bobot tubuh burung) terhadap gabah, jewawut, pelet, beras merah, jagung pipilan, dan milet berturutturut 1,547 g; 1,173 g; 1,069 g; 0,355 g; 0,350 g dan 0,197 g. Hal ini menunjukkan bahwa burung gereja termasuk ke dalam golongan burung pemakan biji-bijian dan menyukai pakan buatan seperti pelet. Pelet merupakan pakan buatan yaitu, bahan makanan yang dibuat dan diramu untuk melengkapi kebutuhan pakan burung. Pelet biasanya diberikan sebagai makanan burung perkutut, murai batu, cucakrawa, kacer, jalak, poksay, cucak ijo, sambo, larwo, dan merpati (Soemadi dan Mutholib 2003). Pengujian Preferensi Pakan Bondol Jawa dan Bondol Peking Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi preferensi pakan (gabah, ulat hongkong, ketan putih, ketan hitam, beras, dan sorgum) bondol jawa dan bondol peking dapat dilihat pada Tabel 2. 19

31 Tabel 2.Konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking jenis pakan b. jawa (g/10g bobot tubuh) b. peking (g/10g bobot tubuh) gabah aa aa ketan putih bb bb beras bb bb ketan hitam bcb bb ulat hongkong bcb bb sorgum cb bb Keterangan : angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% (huruf kecil) dan α= 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda Duncan. Untuk konsumsi bondol jawa, diperoleh jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi berturut turut adalah gabah, ketan putih, beras, ketan hitam, ulat hongkong, dan sorgum. Sedangkan pada bondol peking adalah gabah, ketan putih, beras, sorgum, ketan hitam, dan ulat hongkong. Tingkat konsumsi bondol jawa terhadap gabah lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan jenis pakan lainnya, begitu juga pada bondol peking. Hal ini disebabkan gabah (padi) merupakan sumber karbohidrat bagi burung, dimana karbohidrat merupakan unsur yang berfungsi sebagai sumber energi. Di dalam tubuh burung, kadar karbohidratnya sekitar 2%, sementara pakan burung yang baik adalah yang mengandung 70% karbohidrat (Prahara 2000). Pada bondol jawa, konsumsi terhadap gabah berbeda nyata dengan ketan putih dan beras, ketan hitam dan ulat hongkong, dan sorgum. Sedangkan pada bondol peking, konsumsi terhadap gabah berbeda nyata dengan 5 jenis pakan lainnya yaitu ketan putih, beras, ketan hitam, sorgum, dan ulat hongkong. Hal ini juga diperkuat oleh Ziyadah (2010), yang menyatakan bahwa konsumsi bondol terhadap gabah lebih tinggi dan berbeda nyata dengan jenis pakan lainnya seperti jewawut, milet, jagung pipil, dan pelet. Walaupun bondol termasuk burung pemakan biji-bijian tapi juga membutuhkan protein hewani, sehingga ulat hongkong tetap dikonsumsi walaupun dalam jumlah sedikit. Pakan burung dapat berupa pakan hewani dan pakan nabati, salah satu pakan hewani untuk burung yaitu ulat hongkong (Prahara 2000). Ulat hongkong diberikan sebagai makanan burung untuk menambah 20

32 protein hewani (Soemarjoto 2003). Kulit ulat hongkong sangat keras karena mengandung banyak kitin sehingga sulit dicerna (Sudradjad 1999). Konsumsi Harian Bondol Jawa dan Bondol Peking Konsumsi harian bondol jawa dan bondol peking terlihat berfluktuatif (Gambar 10 dan 11), namun secara umum menaik di hari ke-4 dan menurun di hari ke-5 kecuali. Pada hari pertama, kedua, dan ketiga merupakan masa di mana sedang beradaptasi dengan lingkungan (kandang) dan jenis pakan yang diberikan. Menaiknya tingkat konsumsi bondol terhadap pakan menunjukkan bahwa burung tersebut telah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan kandang dan pakannya. Sedangkan menurunnya tingkat konsumsi bondol disebabkan oleh psikologis burung terhadap keadaan yang tetap di dalam kandang dan jenis pakan yang tetap sehingga di hari ke-5 menyebabkan burung bosan dan sedikit mengonsumsi pakan. konsumsi bondol jawa (g/10 g bobot tubuh) 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Gabah Ulat hongkong Ketan putih Ketan hitam Beras Sorgum Pengamatan hari ke- Gambar 10. Grafik konsumsi harian preferensi pakan bondol jawa 21

33 Konsumsi bondol peking (g/10 g bobot tubuh) 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Gabah Ulat hongkong Ketan putih Ketan hitam Beras Sorgum Pengamatan hari ke- Gambar 11. Grafik konsumsi harian preferensi pakan bondol peking Pengujian pakan tanpa pilihan (beras, ketan putih, ketan hitam) Hasil pengujian konsumsi bondol jawa dan bondol peking terhadap pakan tanpa pilihan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Konsumsi bondol jawa dan bondol peking terhadap beras, ketan putih, ketan hitam. konsumsi pakan bondol jawa dan bondol peking jenis pakan b. jawa (g/10g bobot tubuh) b. peking (g/10g bobot tubuh) ketan putih aA aA ketan hitam aA bA beras aA bA Keterangan : angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% (huruf kecil) dan α= 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda Duncan. Pada bondol jawa, konsumsi ketan putih tidak berbeda nyata dengan ketan hitam dan beras. Sedangkan pada bondol peking, konsumsi ketan putih berbeda nyata dengan ketan hitam dan beras. Tingkat konsumsi yang tinggi terjadi pada ketan putih, hal ini disebabkan oleh tekstur biji yang halus sehingga membuat burung mudah mengonsumsinya. Biji-bijian yang dapat diberikan kepada burung antara lain biji-bijian halus dan biji-bijian kasar, jenis pakan yang meliputi bijibijian yang berukuran kecil dan halus salah satunya adalah beras ketan putih (Prahara 2000). 22

34 Data hasil pengujian pakan dengan metode tanpa pilihan (no choice test) menunjukkan bahwa konsumsi bondol jawa lebih tinggi daripada bondol peking. Hal ini menunjukkan bahwa burung bondol jawa lebih berpotensi sebagai hama daripada burung bondol peking, walaupun demikian kedua jenis bondol tersebut berpotensi sebagai hama (Soemadi dan Mutholib 2003). Jenis pakan yang lebih banyak dikonsumsi oleh kedua jenis bondol tersebut yaitu ketan putih. Jenis pakan ini (ketan putih) dapat dijadikan sebagai umpan beracun. Perbandingan Jenis Kelamin Burung Bondol terhadap Konsumsi Ketan Putih Perbandingan jenis kelamin burung bondol dan bobot tubuhnya terhadap konsumsi ketan putih pada pengujian pakan tanpa pilihan dapat dilihat pada Tabel 4. Jumlah burung yang digunakan sebanyak 15 ekor burung (ulangan) dengan rincian 6 jantan dan 9 betina bondol jawa, serta 8 jantan dan 7 betina bondol peking. Pada bondol jawa, tingkat konsumsi antara jantan dan betina berbeda nyata dimana jantan lebih tinggi daripada betina. Hal ini disebabkan tingkat metabolisme tubuh dan selera makan burung jantan lebih tinggi daripada betina. Prahara (2000), menjelaskan bahwa burung yang memiliki tingkat metabolisme tubuh yang besar maka jumlah pakan yang dikonsumsi juga besar demikian juga dengan selera. Sedangkan pada bondol peking, tingkat konsumsi jantan dan betina tidak berbeda nyata. Untuk bobot tubuh, kedua jenis burung tidak berbeda nyata. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ziyadah (2011), bahwa tingkat konsumsi jantan dan betina bondol peking terhadap gabah dan beras sama. Tabel 4. Konsumsi bondol terhadap ketan putih berdasarkan jenis kelamin dan bobot tubuhnya ketan putih (g/10 g bobot jenis kelamin tubuh) bobot tubuh (g) bondol jawa bondol peking bondol jawa bondol peking jantan aa aa aa aa betina bb aa aa aa rerata Keterangan : angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% (huruf kecil) dan α= 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda Duncan. 23

35 Pengujian racun terhadap bondol jawa dan bondol peking Hasil pengujian beberapa jenis racun terhadap bondol jawa dan bondol peking disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Konsumsi bondol jawa dan bondol peking jenis umpan b. jawa (g/10g bobot b. peking (g/10g bobot tubuh) tubuh) gabah aa aa gabah + bromadiolon bb bb gabah + kumatetralil bb bb gabah + seng fosfida bb bb Keterangan : angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% (huruf kecil) dan α= 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda Duncan. Konsumsi bondol jawa menunjukkan bahwa konsumsi terhadap gabah berbeda nyata dengan gabah dicampur racun bromadiolon, kumatetralil, dan seng fosfida, begitu juga dengan konsumsi bondol peking. Hal ini dapat disebabkan bahwa warna gabah dengan gabah campur racun membuat burung curiga dan sedikit hati-hati dalam mengonsumsi. Jenis racun yang paling banyak dikonsumsi adalah racun yang berbahan aktif bromadiolon. Racun berbahan aktif bromadiolon ini lebih disukai atau lebih menarik bagi kedua jenis burung bondol tersebut. Sehingga jenis racun berbahan aktif bromadiolon ini dapat dijadikan sebagai bahan pengendalian burung bondol tersebut yang dicampurkan dengan umpan yang disukai. Konsumsi racun dan kematian burung bondol Tingkat konsumsi bondol jawa dan bondol peking terhadap racun yang diberikan dapat diketahui pada histogram berikut. 25 Konsumsi bondol terhadap racun (ppm) seng fosfida kumatetralil bromadiolon b. jawa b. peking Jenis b.a racun Gambar 12. Histogram konsumsi bondol terhadap racun (ppm) 24

TINJAUAN PUSTAKA Hama Burung

TINJAUAN PUSTAKA Hama Burung TINJAUAN PUSTAKA Hama Burung Burung yang menjadi hama tanaman pertanian, terutama pada komoditas serealia (padi, jagung dan sorgum) sebagian besar adalah jenis pipit, yang termasuk ke dalam Kelas Aves,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Maret sampai Juni 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan September sampai Desember

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa Pengujian Individu terhadap Konsumsi Gabah Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Burung Pemakan Biji-bijian

TINJAUAN PUSTAKA Burung Pemakan Biji-bijian 5 TINJAUAN PUSTAKA Burung Pemakan Biji-bijian Burung pemakan biji memiliki ukuran tubuh kecil dan bergerak cukup gesit serta lincah, sehingga susah ditangkap. Beberapa jenis burung pemakan biji antara

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MAKAN, PREFERENSI PAKAN, DAN PENGUJIAN UMPAN BERACUN PADA BONDOL PEKING

KEMAMPUAN MAKAN, PREFERENSI PAKAN, DAN PENGUJIAN UMPAN BERACUN PADA BONDOL PEKING KEMAMPUAN MAKAN, PREFERENSI PAKAN, DAN PENGUJIAN UMPAN BERACUN PADA BONDOL PEKING (Lonchura punctulata L.) DAN BONDOL JAWA (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) KURNIATUS ZIYADAH DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Gambar 1), dari Bulan Oktober hingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta daerah pengambilan tikus uji

Lebih terperinci

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A PREFERENSI (Rattus tiomanicus MAKAN TIKUS MILLER) POHON TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA Rizka Yudha Aryata A44102051 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian Anorganik Dan Organik Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok bagi sebagian besar bangsa Indonesia (Idham & Budi, 1994). Menurut Pracaya (2002) upaya untuk mampu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida Pengujian tingkat kejeraan tikus sawah dan tikus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Ketertarikan Tikus Sawah terhadap Rodentisida dan Umpan (Choice Test) Konsumsi Tikus Sawah terhadap Empat Formulasi Rodentisida Bromadiolon Tikus sawah yang mempunyai habitat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Kontrol Gabah, Beras, dan Jagung (No Choice Test) Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi tikus terhadap umpan gabah, beras, dan jagung (no

Lebih terperinci

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK NURIHIDAYATI. Uji Bentuk Umpan

Lebih terperinci

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A44102030 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PRINGGO WIBOWO PUTRO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.) JOHAN PERMADA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN 1979 5777 145 PREFERENSI DAN EFIKASI RODENTISIDA BRODIFAKUM TERHADAP TIGA JENIS TIKUS HAMA Swastiko Priyambodo dan Rizky Nazarreta Dept. Proteksi Tanaman, Fak.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A44102059 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK ANIEF NUGROHO.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

PENYEDIAAN PROTEIN HEWANI UNTUK MENINGKATKAN KONSUMSI TIKUS POHON DAN TIKUS SAWAH TERHADAP RODENTISIDA ARIEF YANA FUJILESTARI

PENYEDIAAN PROTEIN HEWANI UNTUK MENINGKATKAN KONSUMSI TIKUS POHON DAN TIKUS SAWAH TERHADAP RODENTISIDA ARIEF YANA FUJILESTARI PENYEDIAAN PROTEIN HEWANI UNTUK MENINGKATKAN KONSUMSI TIKUS POHON DAN TIKUS SAWAH TERHADAP RODENTISIDA ARIEF YANA FUJILESTARI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD SKRIPSI RISNA HAIRANI SITOMPUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan, salah satunya melalui penganekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L.Mer) merupakan salah satu komoditi pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L.Mer) merupakan salah satu komoditi pangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai (Glycine max L.Mer) merupakan salah satu komoditi pangan dari famili leguminoseae yang dibutuhkan tubuh. Kedelai memiliki kandungan gizi tinggi yang berperan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Tikus sawah merupakan hewan pengerat yang termasuk dalam Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Mamalia, Subkelas Theria, Infrakelas Eutheria,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum perlakuan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan dengan konsentrasi 20%, 25%, dan 30% terhadap 2 tikus sawah pada masingmasing konsentrasi. Didapatkan hasil

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid RUANG LINGKUP BUDIDAYA PEMELIHARAAN JANGKRIK KALUNG KUNING A. UDJIANTO Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Ciawi Bogor RINGKASAN Komoditas jangkrik ini dapat memberikan tambahan penghasilan disamping

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG Maruca vitrata (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) SERTA HASIL PANEN PADA PERTANAMAN KACANG PANJANG MOHAMAD AFIAT PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGUJIAN EFEK SEKUNDER DARI TIKUS YANG MENGONSUMSI RODENTISIDA SEBAGAI MANGSA BURUNG HANTU CELEPUK (Otus sp.) SERTA PREFERENSINYA TERHADAP UMPAN BIDANG KEGIATAN

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis tanaman kacang-kacangan yang sangat populer di Indonesia adalah kacang hijau (Vigna radiata.wilczek). Kacang hijau ialah tanaman penting ketiga di

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI.

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI Oleh HENI PRATIWI PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ciri Morfologi Bondol Peking (Lonchura punctulata L.) Warna umum bulu bondol peking adalah coklat, dengan tubuh bagian atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ciri Morfologi Bondol Peking (Lonchura punctulata L.) Warna umum bulu bondol peking adalah coklat, dengan tubuh bagian atas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri Morfologi Bondol Peking (Lonchura punctulata L.) Warna umum bulu bondol peking adalah coklat, dengan tubuh bagian atas berwarna coklat, tangkai bulu warna putih dengan tenggorokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami berbagai tanaman komoditas pangan sehingga dapat menghasilkan bermacammacam produk pangan.

Lebih terperinci

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A44103062 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 TINDAKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

Karya Ilmiah Peluang Bisnis

Karya Ilmiah Peluang Bisnis Karya Ilmiah Peluang Bisnis STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Kampus terpadu : Jl. Ring Road Utara, Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta DI SUSUN OLEH : Nama : M.Ghufron.Wiliantoro NIM : 10.12.4963 Jurusan :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN JENIS PAKAN TERHADAP SURVIVORSHIP

PENGARUH PERBEDAAN JENIS PAKAN TERHADAP SURVIVORSHIP PENGARUH PERBEDAAN JENIS PAKAN TERHADAP SURVIVORSHIP DAN RELATIVE FITNESS BURUNG BONDOL JAWA (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) LIAR DALAM LINGKUNGAN BUDIDAYA SKRIPSI Oleh Erna Dewi Anggraini

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU

PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti kebanyakan jenis rumput-rumputan. Tetapi tanaman jagung yang termasuk genus zea ini hanya memiliki spesies

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat,

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA

UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA Oleh : SALIX FINI MARIS F14104091 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI UNJUK

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG OLAHAN BIJI ALPUKAT SEBAGAI SUBTITUSI JAGUNG TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR, SERAT KASAR DAN LAJU DIGESTA PADA AYAM BROILER

PEMANFAATAN TEPUNG OLAHAN BIJI ALPUKAT SEBAGAI SUBTITUSI JAGUNG TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR, SERAT KASAR DAN LAJU DIGESTA PADA AYAM BROILER PEMANFAATAN TEPUNG OLAHAN BIJI ALPUKAT SEBAGAI SUBTITUSI JAGUNG TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR, SERAT KASAR DAN LAJU DIGESTA PADA AYAM BROILER Oleh: SLAMET RAHARJO NIM : 23010111130166 Diajukan sebagai

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian rakyat Indonesia, namun dilain pihak dampak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian rakyat Indonesia, namun dilain pihak dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu dan teknologi menimbulkan dampak positif bagi perkembangan perekonomian rakyat Indonesia, namun dilain pihak dampak negatifnya berupa makin banyaknya limbah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau merupakan salah satu hasil perikanan pantai yang banyak disenangi masyarakat karena rasa dagingnya yang enak, terutama daging kepiting yang sedang bertelur,

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ayam Pakan merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan,ataupun bahan lain yang diberikan kepada ternak. Pakan tersebut diberikan kepada ayam dalam

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK SKRIPSI Oleh: CAROLINA SIMANJUNTAK 100301156 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peranan sektor pertanian tanaman pangan di Indonesia sangat penting karena keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan domestikasi maka terciptalah ayam kampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama menjadi bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Mula-mula manusia membunuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. digilib.uns.ac.id 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. Klasifikasi dari kumbang tepung (T. castaneum) sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Coleoptera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A PREFERENSI (Rattus tiomanicus MAKAN TIKUS MILLER) POHON TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA Rizka Yudha Aryata A44102051 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU

TERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU TERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU TIK : Setelah mengikuti kuliah II ini mahasiswa dapat menjelaskan peranan ternak perah dalam kehidupan manusia Sub pokok bahasan : 1. Peranan susu dan produk susu dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

JUMLAH DAN BOBQT MASSA LARVA KUMBANG Tenebrio molitor PADA MEDIA BERTELUR YANG BEqEDA

JUMLAH DAN BOBQT MASSA LARVA KUMBANG Tenebrio molitor PADA MEDIA BERTELUR YANG BEqEDA 64\ JUMLAH DAN BOBQT MASSA LARVA KUMBANG Tenebrio molitor PADA MEDIA BERTELUR YANG BEqEDA SKRIPSI DENNI SETIANA PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci