KERANGKA HUKUM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERDASARKAN KONSEP INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DALAM RANGKA PEMBANGUNAN KELAUTAN BERKELANJUTAN
|
|
- Iwan Pranoto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KERANGKA HUKUM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERDASARKAN KONSEP INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DALAM RANGKA PEMBANGUNAN KELAUTAN BERKELANJUTAN SUNYOWATI, DINA JURISDICTION, TERRITORIAL LAW AND LEGISLATION KKB KK-2 Dis H 14 / 09 Sun k Promotor : Prof.Dr. Siti Sundari Rangkuti, SH. Copyright 2008 by Airlangga University Library RINGKASAN Wilayah pesisir Indonesia memiliki nilai strategic dengan berbagai keunggulannya, dari segi fisik, geografis dan sebagai pusat kegiatan masyarakat. Potensi wilayah pesisir tersebut berpengaruh terhadap peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam, jumlah penduduk di wilayah pesisir, dan pemanfaatan lain yang diperlukan bagi pembangunan. Sumberdaya alam di wilayah pesisir sangat penting bagi perekonomian dan pembangunan, harus dikelola secara terpadu dan berkelanjutan. Pembangunan kelautan pada dasarnya harus memperhatikan lingkungan laut secara keseluruhan, termasuk di dalamnya wilayah pesisir, karena lingkungan laut merupakan komponen penting sistem penyangga kehidupan global dan asset positif yang membuka peluang bagi pembangunan berkelanjutan (Agenda 21 Chapter 17). Ketentuan mengenai pentingnya perlindungan dan pelestarian lingkungan laut untuk mendukung pembangunan kelautan di atur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Bab XII tentang Protection and Preservation of The Marine Environment Pasal 192 sampai dengan 237. Dengan UU Nomor 17 Tabun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS 1982, Indonesia memiliki dasar hukum tentang perlindungan dan pelestarian
2 lingkungan laut, karena berlakunya UNCLOS 1982 memiliki sifat sebagai "hard law" bagi Indonesia dengan segala akibat hukumnya. UNCLOS 1982 bare mempunyai kekuatan berlaku sejak tanggal 26 November Pembangunan kelautan berkelanjutan, menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi dengan daya dukung lingkungan baik di pesisir maupun Iaut, didasarkan pada Agenda 21 Chapter 17 yang merupakan hash dari United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) di Rio de Janeiro Sebagai salah satu basil Konferensi Rio, Agenda 21 Chapter 17 Progam (a) secara implisit mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir berdasar konsep integrated coastal management, yaitu Integrated management and sustainable development of coastal areas, including exclusive economic zones. Bagi Indonesia, Agenda 21 merupakan "soft Iaw" dari aspek hukum internasional. Mengacu pada Agenda 21, dan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas sumber daya di wilayah pesisir tanpa harus mengurangi kualitas lingkungan laut, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Agenda 21 Indonesia (1996); Bab 18 mengatur mengenai Pengelolaan Terpadu Daerah Pesisir dan Laut. Pengelolaan wilayah pesisir sesuai dengan Agenda 21 Indonesia menjadi bagian dari kebijakan Pemerintah Indonesia yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tabun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun Selanjutnya, diimplementasikan pada peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan sumberdaya alam yang terkait dengan kewenangan dan kelembagaan di bidang kelautan. Ketentuan mengenai pengelolaan wilayah pesisir diatur dalam Undang-undang Nomor 27
3 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4739, selanjutnya disebut Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK, disahkan tanggal 17 Juli Tujuan umum penelitian ini, untuk menemukan dan mengkaji kerangka hukum pengelolaan wilayah pesisir yang mengacu pada hukum internasional, hukum nasional dan ketentuan lain yang terkait, sebagai implementasi konsep integrated coastal management untuk mewujudkan pembangunan kelautan berkelanjutan. Penelitian ini mengarahkan analisisnya terhadap latar belakang, dan pengaturan serta analisis substansial, prinsip-prinsip yang terkandung dalam pengelolaan wilayah pesisir berdasar konsep integrated coastal management, sebagai upaya untuk menemukan penyelesaian konflik norma dalam pengelolaan wilayah pesisir. Penelitian untuk Disertasi ini merupakan penelitian hukum (legal research), dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach). Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut untuk mendukung pembangunan kelautan diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Bab XII tentang Protection and Preservation of The Marine Environment Pasal 192 sampai dengan 237. Untuk mewujudkan pembangunan kelautan berkelanjutan dapat dilakukan dengan menerapkan konsep Integrated coastal management, suatu pendekatan holistic dalam pengelolaan wilayah pesisir, sebagai upaya untuk memperkecil potensi konflik dalam pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir. Wilayah pesisir mempunyai nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat rentan terhadap berbagai perubahan akibat pembangunan, dan mempunyai fungsi yang terkait satu dengan yang lain, sehingga pengembangan dan pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir memerlukan pengaturan secara terencana dan terpadu. Integrated coastal management merupakan konsep pengelolaan wilayah pesisir yang diatur dalam Agenda 21 Chapter 17 Program (a). Pelaksanaan program ini berkaitan dengan prinsip-prinsip sustainable development, karena sustainable development tidak akan dapat dilaksanakan tanpa pengelolaan yang terintegrasi diantara para pengguna dan pemerintah sebagai pelaksana pengelolaan. Untuk itu diperlukan perencanaan program kerjasama dan koordinasi diantara pengguna dan pengelola yang terangkum dalam integrated coastal management. Integrated coastal management merupakan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terdapat di kawasan pesisir, dengan cara melakukan penilaian menyeluruh (comprehensive assessment) tentang wilayah pesisir beserta sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, dan kemudian Untuk mewujudkan pembangunan kelautan berkelanjutan dapat dilakukan dengan menerapkan konsep Integrated coastal management,
4 suatu pendekatan holistic dalam pengelolaan wilayah pesisir, sebagai upaya untuk memperkecil potensi konflik dalam pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir. Wilayah pesisir mempunyai nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat rentan terhadap berbagai perubahan akibat pembangunan, dan mempunyai fungsi yang terkait sate dengan yang lain, sehingga pengembangan dan pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir memerlukan pengaturan secara terencana dan terpadu. Integrated coastal management merupakan konsep pengelolaan wilayah pesisir yang diatur dalam Agenda 21 Chapter 17 Program (a). Pelaksanaan program ini berkaitan dengan prinsip-prinsip sustainable development, karena sustainable development tidak akan dapat dilaksanakan tanpa pengelolaan yang terintegrasi diantara para pengguna dan pemerintah sebagai pelaksana pengelolaan. Untuk itu diperlukan perencanaan program kerjasama dan koordinasi diantara pengguna dan pengelola yang terangkum dalam integrated coastal management. Integrated coastal management merupakan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terdapat di kawasan pesisir, dengan cara melakukan penilaian menyeluruh (comprehensive assessment) tentang wilayah pesisir beserta sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, dan kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya, guna mencapai pembangunan berkelanjutan. Pedoman untuk pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir berdasarkan pada aturan-aturan atau norma internasional untuk lingkungan dan pembangunan yang berasal dari kesepakatan negara-negara yang dipelopori oleh PBB (soft law) dan perjanjian-perjanjian internasional yang menghasilkan prinsip-prinsip dasar yang berhubungan dengan karakter khusus wilayah pesisir yang telah dituangkan dalam perangkat hukum nasional dan aturanaturan lain yang terkait (hard law). Pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil (selanjutnya disebut Undang-undang PWP-PK). Dalam pelaksanaannya, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWPPK membawa implikasi terhadap pengaturan perundangan terkait lainnya, karena pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir melibatkan banyak kepentingan, baik pemerintah maupun swasta. Berlakunya Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK berakibat pada benturan kepentingan dan tumpang tindih wewenang di wilayah pesisir. Sebagian besar peraturan perundang-undangan tersebut bersifat sektoral mengatur sektorsektor pembangunan tertentu dan bersifat sektoral, yang secara Iangsung dan tidak langsung terkait dengan pengelolaan sumberdaya pesisir, seperti misalnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Hukum Laut PBB 1982, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
5 tentang Kehutanan, Undangundang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undangundang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penentuan batasan zonasi pengelolaan wilayah pesisir didasarkan pada batasan kewenangan daerah untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan bukan merupakan kedaulatan yang dimiliki oieh daerah. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 3 Undang-undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Wilayah Perairan Indonesia mencakup: (a) Laut Teritorial Indonesia, (b) Perairan Kepulauan, (c) Perairan Pedalaman. Di luar wilayah kedaulatannya Indonesia mempunyai hakhak eksklusif dalam memanfaatkan sumberdaya kelautan yang terkandung dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen menurut UNCLOS Zona Ekonomi Eksklusif adalah suatu bagian wilayah laut di Iuar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan dalam Bab V UNCLOS 1982 dan diiinplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Perencanaan tata ruang pesisir hams diletakkan dalam sistem perencanaan ruang yang berlaku. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada faktanya terkait dengan tata ruang daratan, sehingga Pasal 6 ayat (5) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa ruang laut dan ruang udara pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri. Batas wilayah perencanaan, termasuk baths taut, disesuaikan dengan batas kewenangan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Seperti halnya di beberapa negara maka kerangka hukum (Legal Framework) untuk pengaturan pengelolaan wilayah pesisir menggunakan konsep integrated coastal management dengan penekanan pada sistem kewenangan kewilayahan/zonasi. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya mengatasi konflik dalam pemanfaatan atau eksploitasi sumberdaya pesisir yang berlebihan, atau berupa konflik kewenangan, konflik kepentingan, konflik pembangunan antar sektor dan ketidakserasian antar peraturan perundangundangan. Kerangka hukum dalam penyusunan pengaturan pengelolaan wilayah pesisir di setiap Negara memadukan dan menyelaraskan antara hukum internasional (seperti Konvensi, perjanjian internasional, protocol dan lainnya) dan hukum nasional (sesuai dengan struktur hirarkhi perundang-undangan yang berlaku). Kebijakan kelautan nasional menurut Draft Kebijakan Kelautan Indonesia, 2005, mencakup 2 (dua) dimensi, Pertama, kepentingan dan kewenangan nasional terhadap wilayah kedaulatan dan yurisdiksi, dan kedua, kepentingan dan keterkaitan Indonesia terhadap peraturan global di perairan laut internasional. Pengaturan yang diinginkan diwujudkan
6 dalam bentuk tata kelola kelautan (ocean governance) sebagai instrumen kebijakan kelautan (ocean policy). Tujuan yang ingin dicapai dalam pemantapan tata kelola kelautan (ocean governance) adalah terselenggaranya tata kelola kelautan yang baik (good ocean governance) di tingkat nasional sehingga dapat melaksanakan koordinasi dan memadu-serasikan pembangunan kelautan di berbagai sektor mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. 2 (dua) hal pokok dalam pelaksanaan tata kelola kelautan (ocean governance), yaitu pertama secara eksternal, adalah menata batas-batas maritim dengan negara-negara tetangga sesuai dengan ketentuan internasional yang berlaku dan kedua, secara internal adalah menata wilayah taut khususnya batas-batas peruntukan ruang laut sebagai suatu langkah pengaturan untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang laut antar sektor yang memiliki kepentingan dalam mengelola sumberdaya kelautan. Berdasarkan basil penelitian, dapat dikemukakan simpulan yang dikonstruksikan sebagai temuan sebagai berikut: Impiementasi konsep integrated coastal management pada wilayah pesisir menurut hukum internasional berhubungan dengan karakter khusus wilayah pesisir mengacu kepada Agenda 21-Chapter 17 Program (a). Konsep integrated coastal management telah diterapkan oleh banyak Negara dalam peraturan pengelolaan wilayah pesisirnya. Sebagaimana praktek negara-negara dalam pengelolaan wilayah pesisir sesuai dengan konsep integrated coastal management, maka Indonesia mengimplementasikan konsep integrated coastal management dengan menuangkannya dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP-PK). Dalam pelaksanaannya, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK membawa implikasi terhadap peraturan perundang-undangan terkait lainnya, karena sebagian besar peraturan perundang-undangan tersebut bersifat sektoral yang mengatur sektor-sektor pembangunan tertentu, yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir. Berlakunya Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK mengakibatkan konflik norma berupa benturan kepentingan dan tumpang tindih wewenang di wilayah pesisir. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK dan peraturan perundangundangan terkait yang mengatur mengenai pengelolaan wilayah pesisir belum seluruhnya mengimplementasikan prinsip-prinsip yang terdapat dalam integrated coastal management dan prinsip sustainable development. Tata kelola kelautan sebagai bagian dari Ocean Policy disusun dalam kerangka hukum pengelolaan wilayah pesisir dengan menggunakan konsep integrated coastal management yang menekankan pada sistem kewenangan kewilayahan/zonasi. Hal ini
7 dimaksudkan sebagai upaya mengatasi konflik dalam pemanfaatan atau eksploitasi sumberdaya pesisir yang berlebihan. Kerangka hukum pengelolaan wilayah pesisir memadukan dan menyelaraskan antara aturan-aturan hukum internasional, hukum nasional dan peraturan daerah untuk mewujudkan pembangunan kelautan berkelanjutan. Dari simpulan berupa temuan di atas, dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut: Konsep integrated coastal management dan sustainable development, hendaknya dituangkan juga dalam undang-undang sektoral terkait yang mengatur mengenai pengelolaan wilayah pesisir. Pengaturan mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir, hendaknya ditindaklanjuti dengan penetapan penataan ruang wilayah. Untuk itu sinkronisasi terhadap peraturan pengelolaan wilayah pesisir sangat diperlukan dengan cara melakukan integrasi dan koordinasi terhadap peraturan perundang-undangan terkait lainnya, sehingga akan meminimalisir konflik norma dalam penataan ruang wilayah pesisir. Kerangka hukum yang mengacu pada konsep integrated coastal management dengan menyelaraskan antara aturan hukum internasional dan hukum nasional dapat digunakan sebagai acuan dalam evaluasi peraturan perundang-undangan yang berlaku baik Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK maupun Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Peraturan Daerah. Pemberdayaan semua komponen atau stakeholders di daerah, terutama masyarakat adat akan mengurangi konflik dalam pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir.
8 ABSTRACT THE LEGAL FRAMEWORK OF COASTAL MANAGEMENT CONCERNING THE IMPLEMENTATION OF INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT CONCEPT RELATING TO SUSTAINABLE MARINE DEVELOPMENT Sustainable marine development can be pursued when it is supported by a legal framework that refers to coastal zone management plan. Regulation that suitable with to legal framework is more focused on national maritime jurisdictional zones and administrative areas approach, and on dispute settlement related to coastal zone management, whether procedure managed through agreement, arbitration, and other solution that has been ag The purpose of this research are : (1) studying principles of integrated coastal management concept to be used in the coastal zone management, examining its relevance from international law aspect, its implementation in national positive law and state practices, (2) analyzing the implementation of integrated coastal management principles in the rules concerning with coastal zone management, and finding out any possible legal conflicts in implementing of coastal zone management rules, (3) finding out and examining legal framework in the form of rules necessary to be developed in the future (fus eonstituendurn) which related to the management of coastal zone in the ocean management, based on the concept of integrated coastal management as an effort to actualize sustainable marine development. This research for dissertation is a legal research and utilizes statute approach, conceptual approach, and comparative approach. This research concluded that: (1) Protection and preservation of the marine environment to support ocean development are provided in United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Part XII of Protection and Preservation of the Marine Environment-Article There is an implication of principles of integrated coastal management in the management of coastal zones, when it is seen from international law aspect and practices in several countries, (2) Law Number 27 of 2007 concerning The Management of Coastal Zones and Small Islands has an implication to other related regulation, that arrange certain development sectors, therefore the existence of Law Number 27 of 2007 concerning The Management of Coastal Zones and Small Lslands may cause conflict of law, conflict of interest, and authority problems, (3) legal framework that refers to the concept of Coastal Zone Management can be used as a model in changing or revising the existing law, i.e., whether or not Law Number 27 of 2007 concerning The Management of Coastal Zones and Small Islands shall be revised. The development of every component or stakeholders in the region, especially indigenous community would decrease any conflict in the utilization of coastal areas. Keywords : Integrated Coastal Management; Sustainable Development; Marine Natural Resources; Good Ocean Governance.
ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,
Lebih terperinciPEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT
PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT Suparman A. Diraputra,, SH., LL.M. Fakultas Hukum. Universitas Padjadjaran Bandung 1 PERMASALAHAN Sebagai Negara Kepulauan, Indonesia mempunyai
Lebih terperinciSE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17
Daftar lsi leata PENGANTAR DAFTAR lsi v vii BAB I SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1 BAB II PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 A. Pendahuluan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa di Honolulu, Amerika Serikat, pada tanggal 5 September 2000, Konferensi Tingkat Tinggi Multilateral mengenai Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan
Lebih terperinciPENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak
PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA Oleh : Ida Kurnia * Abstrak Sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982, Indonesia telah mempunyai
Lebih terperinciPEMBAGIAN ZONA MARITIM BERDASARKAN KONVENSI HUKUM LAUT PBB (UNCLOS 82)
PEMBAGIAN ZONA MARITIM BERDASARKAN KONVENSI HUKUM LAUT PBB (UNCLOS 82) Mufti Fathonah Muvariz Prodi Teknik Informatika Konsentrasi Teknik Geomatika Course Outline Perairan Pedalaman Laut Teritorial Zona
Lebih terperinciNo b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BAGI PENYELENGGARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan
Lebih terperinciHukum Laut Indonesia
Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN LAUT
2014 LAPORAN PENELITIAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN LAUT Dr. Ronny Sautma Hotma Bako, S.H., M.H. Novianto M. Hantoro, S.H., M.H. Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. Denico Dolly, S.H., M.Kn.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,
Lebih terperinciSTATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Oleh: Anak Agung Gede Seridalem Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI
LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI KEMENTERIAN PERTAHANAN, KEMENTERIAN LUAR NEGERI, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, TENTARA NASIONAL INDONESIA, BADAN INTELIJEN NEGARA, DEWAN KETAHANAN NASIONAL, LEMBAGA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE CONSERVATION AND MANAGEMENT OF HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS IN THE WESTERN AND CENTRAL PENGELOLAAN SEDIAAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.10, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AGREEMENT. Pengesahan. RI - Republik Singapura. Timur Selat Singapura. Wilayah. Laut. Garis Batas. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciPENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN
PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Made Nanika Mawapusti Yadnya I Ketut Sudiarta Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciPERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika merupakan hari bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Internasional. Saat itu diadakan Konferensi
Lebih terperincih. 17. h.1. 4 Ibid, h C.S.T Kansil dan Christine S.T., 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Pengertian
IMPLIKASI YURIDIS DENGAN DIUNDANGKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP KEWENANGAN PENGELOLAAN LAUT, PESISIR, DAN PULAU-PULAU KECIL Oleh: Anak Agung Gede Manik Surya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER
Lebih terperinciPENGATURAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT DI INDONESIA. Oleh : Dina Sunyowati
PENGATURAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT DI INDONESIA Oleh : Dina Sunyowati Abstract Marine development basically must pay attention to the environment as a whole, includes coastal zones since marine
Lebih terperinciPERJALANAN PANJANG PERKEMBANGAN KONSEPSI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI
2. Pengusahaan hutan diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan hutan yang didasarkan atas azas kelestarian dan azas perusahaan yang meliputi penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan
Lebih terperinciPENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com
PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi
Lebih terperinciPENATAAN RUANG LAUT BERDASARKAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT
PENATAAN RUANG LAUT BERDASARKAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT Dina Sunyowati* Abstract The planning of coastal spatial arrangement must be put in the valid spatial planning system. Law Number 26 of 2007
Lebih terperinciKata kunci: GO-JEK, angkutan umum, perlindungan hukum
PENYEDIA LAYANAN GO-JEK DAN PENGGUNA JASA GO-JEK BERDASARKAN KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA ABSTRAK Angkutan umum merupakan hak sosial masyarakat dan bentuk pelayanan serta fasilitas yang diberikan
Lebih terperinciPUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH
Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN
Lebih terperinciUniversitas Kristen Maranatha
KONSEPSI GREEN CONSTITUTION DAN PERAN SWASTA DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SEBAGAI BENTUK PEMENUHAN HAK-HAK KONSTITUSIONAL RAKYAT ABSTRAK Pasal 33 UUD RI 1945 mengamanatkan pentingnya penegakan pembangunan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,
Lebih terperinciKata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS
YURISDIKSI INDONESIA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN PENENGGELAMAN KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA Oleh : Kadek Rina Purnamasari I Gusti
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL
Lebih terperinci7. SIMPULAN DAN SARAN
7. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Metode analisis kebijakan pemanfaatan ruang pesisir dan laut dengan SPLL, yang dikembangkan dalam penelitian ini telah menjawab hipotesis, bahwa penerapan konsep marine
Lebih terperinciPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERINTEGRASI DI INDONESIA. Dirhamsyah 1)
Oseana, Volume XXXI, Nomor 1, Tahun 2006 : 21-26 ISSN 0216-1877 PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERINTEGRASI DI INDONESIA Oleh Dirhamsyah 1) ABSTRACT INTEGRATED COASTAL ZONE MANAGEMENT (ICZM). The concept
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciWilayah Negara Dalam Hukum Internasional
Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a
Lebih terperinciPB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP
PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP A. Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kependudukan 1. Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia a. Menjelang konferensi Stockholm (5 Juni 1972)
Lebih terperinciPerkembangan Hukum Laut Internasional
Perkembangan Hukum Laut Internasional Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai, yang terkurung oleh
Lebih terperinciKata Kunci: Ekspresi budaya tradisional, Tarian tradisional, Perlindungan Hukum
vi TINJAUAN YURIDIS TARIAN TRADISIONAL DALAM RANGKA EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL YANG DIGUNAKAN WARGA NEGARA ASING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA ABSTRAK Indonesia merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciA. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi
I. U M U M PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebuah keberhasilan diplomatik yang monumental. Perjuangan Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengakuan konsepsi Indonesia sebagai Negara Kepulauan merupakan sebuah keberhasilan diplomatik yang monumental. Perjuangan Indonesia sebagai Negara Kepulauan telah
Lebih terperinciKEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA
KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA LATIF, BIRKAH Pembimbing : Prof. Dr. Muchammad Zaidun, SH., Msi INTERNATIONAL LAW ; INVESTMENT, FOREIGN KKB
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,
Lebih terperinciLaporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN
BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara
Lebih terperinciThe Exclusive Economic Zone. Batas/Delimitasi ZEE. Definisi Umum ZONA MARITIM
ZONA MARITIM The Exclusive Economic Zone Iman Prihandono, SH., MH., LL.M Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-Mail: iprihandono@unair.ac.id Blog: imanprihandono.wordpress.com
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
Lebih terperinci6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.
243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah
Lebih terperinciPENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER
PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER oleh JOHN PETRUS ADITIA AMBARITA I Made Pasek Diantha Made Maharta Yasa BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS
Lebih terperinciKeywords: UNCLOS 1982, Laut Yuridiksi Nasional, Pembajakan dan Perompakan
KEWENANGAN PENANGANAN PEMBAJAKAN DAN PEROMPAKAN DI LAUT YURIDIKSI NASIONAL OLEH TNI ANGKATAN LAUT PASCA LAHIRNYA UU RI NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TNI Oleh Juang Pawana Ida Bagus Rai Djaja Bagian Hukum
Lebih terperincidan pengelolaan wilayah perairan Indonesia yang dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan
PRES IDEN REPU BLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF, 2OI4 IAGREEMENT
Lebih terperinciINSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Kajian Aspek Teknis terhadap UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial Tematik dalam Perspektif Bidang Kelautan TUGAS AKHIR Karya Tulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sarjana Oleh IHSAN
Lebih terperinciDAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan
Lebih terperinciKata Kunci: BUMN, Penunjukan Langsung, Good Corporate Governance, Asas Kewajaran.
ABSTRAK ANALISIS YURIDIS IMPLEMENTASI ASAS KEWAJARAN SEBAGAI SALAH SATU PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG SEBAGAIMANA
Lebih terperinciI Ketut Partha Cahyadi I Made Arya Utama Kadek Sarna. Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana. Abstract
IMPLIKASI PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DI KABUPATEN GIANYAR I Ketut Partha Cahyadi I Made Arya Utama Kadek Sarna
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina
1 TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA Jacklyn Fiorentina (Pembimbing I) (Pembimbing II) I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Progam Kekhususan
Lebih terperinciMANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE
MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciTARGET INDIKATOR KETERANGAN
TARGET INDIKATOR KETERANGAN 14.1 Pada tahun 2025, mencegah dan secara signifikan mengurangi semua jenis pencemaran laut, khususnya dari kegiatan berbasis lahan, termasuk sampah laut dan polusi nutrisi.
Lebih terperinciKEDAULATAN NEGARA PANTAI (INDONESIA) TERHADAP KONSERVASI KELAUTAN DALAM WILAYAH TERITORIAL LAUT (TERRITORIAL SEA) INDONESIA
KEDAULATAN NEGARA PANTAI (INDONESIA) TERHADAP KONSERVASI KELAUTAN DALAM WILAYAH TERITORIAL LAUT (TERRITORIAL SEA) INDONESIA Erlina Dosen Fakultas Syari ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Abstrak Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu hingga dewasa ini, Indonesia terkenal dengan julukan negara kepulauan. Negara dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 pulau yang tersebar dari Sabang sampai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPERENCANAAN KAWASAN PESISIR
PERENCANAAN KAWASAN PESISIR Hukum Laut Internasional & Indonesia Aditianata Page 1 PENGERTIAN HUKUM LAUT : Bagian dari hukum internasional yang berisi normanorma tentang : (1) pembatasan wilayah laut;
Lebih terperinciKawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Kebijakan dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DISAMPAIKAN OLEH Ir. Agus Dermawan, M.Si DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA,
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 oleh Eko Budi Kurniawan Kasubdit Pengembangan Perkotaan Direktorat Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang disampaikan dalam
Lebih terperinciLAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI
g LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI A. Pendahuluan Sebagai lembaga konservasi,wwf Indonesia memiliki visi melestarikan
Lebih terperinciKONSEP NEGARA KEPULAUAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL (UNCLOS 1982) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA NIGER GESONG ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA
KONSEP NEGARA KEPULAUAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL (UNCLOS 1982) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA NIGER GESONG ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA Immanuel Yulian Yoga Pratama Ilmu Hukum, Universitas Atma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PEMBATALAN INITIAL PUBLIC OFFERING TERHADAP EMITEN DAN INVESTOR
TESIS AKIBAT HUKUM PEMBATALAN INITIAL PUBLIC OFFERING TERHADAP EMITEN DAN INVESTOR OLEH: HERNY WAHDANIYAH WAHAB, S.H. NIM: 031314253110 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lebih terperinciPENENTUAN TITIK TERLUAR DARI PULAU REKLAMASI BERDASARKAN UNCLOS 1982
SKRIPSI PENENTUAN TITIK TERLUAR DARI PULAU REKLAMASI BERDASARKAN UNCLOS 1982 ANAK AGUNG DALEM ARIYUDHA NIM. 1203005020 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i PENENTUAN TITIK TERLUAR DARI PULAU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya
Lebih terperinciI. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia
I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia B.POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN: Konsep Negara kepulauan Evolusi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. makhluk hidup lainnya dan sebagai sumber daya alam. Ruang baik sebagai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Penataan Ruang 1. Tinjauan Umum Penataan Ruang Ruang dapat diartikan sebagai wadah kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya dan sebagai sumber daya alam. Ruang baik
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bedasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, maka penulis mencoba menarik kesimpulan, yaitu: Pertama, telah terjadinya pelanggaran klaim kedaulatan wilayah yang dilakukan
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus
PENATAAN RUANG DI INDONESIA DILIHAT DARI ASPEK PENGUSAAN RUANG UDARA MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL 1 Oleh: Victor Trihart Paul Batubuaja 2
Lebih terperinciKeywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration
1 KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Oleh : Ni Luh Putu Arianti A.A Ariani Program Kekhususan : Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak;
Lebih terperinciPrinsip-Prinsip Penentuan Garis Pangkal dan Garis Batas Laut Teritorial antara Republik Indonesia dan Republik Demokratis Timor Leste
iv Prinsip-Prinsip Penentuan Garis Pangkal dan Garis Batas Laut Teritorial antara Republik Indonesia dan Republik Demokratis Timor Leste Robby Setiawan 110110060361 Skripsi ini mengkaji prinsip-prinsip
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciKata kunci: Laporan Keuangan Bank, Pencatatan Palsu,
ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN BANK DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERKAIT TINDAKAN PENCATATAN PALSU BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PERBANKAN ABSTRAK Laporan keuangan bank
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciAPLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENILAIAN PROPORSI LUAS LAUT INDONESIA
Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penilaian Proporsi Luas Laut...(Ramdhan, M. dan Arifin, T.) APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENILAIAN PROPORSI LUAS LAUT INDONESIA (Application of Geographic
Lebih terperinciRENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA
Lampiran Surat Nomor: Tanggal: PENANGGUNGJAWAB: KEMENTERIAN LUAR NEGERI RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA 2016 2019 NO. A. BATAS MARITIM, RUANG LAUT, DAN DIPLOMASI MARITIM A.1 PERUNDINGAN DAN PENYELESAIAN
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional
Lebih terperinciDAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... iii I. PENDAHULUAN... 1 II. KONSEP PENGELOLAAN... 1
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.... i DAFTAR ISI..... iii I. PENDAHULUAN... 1 II. KONSEP PENGELOLAAN.... 1 III. STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN... 5 A.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinci