BAB III INTERAKSI OBAT DENGAN RESEPTOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III INTERAKSI OBAT DENGAN RESEPTOR"

Transkripsi

1 BAB III INTERAKSI OBAT DENGAN RESEPTOR A. KONSEP RESEPTOR Pada tahun 1970 farmakologi telah memasuki tahap baru yaitu penelitian mengenai reseptor yang meliputi teori reseptor, mekanisme reseptor yang melibatkan eksperimental labeling reseptor. Pendekatan pertama kali adalah diterapkan pada penelitian reseptor asetilkolin nikotinik. Racun ular kobra mengandung polipeptida yang berikatan sangat spesifik terhadap reseptor asetilkolin. Senyawa yang dikenal sebagai a-toksin dapat dilabel dan digunakan untuk assay reseptor pada jaringan atau ekstrak jaringan. Senyawa yang termasuk golongan tersebut adalah α-bungarotoksin, merupakan komponen utama dari racun Bungarus multicinctus. Penanganan otot atau jaringan elektrik dengan suatu detergen non-ionik digunakan untuk membuat protein reseptor terikat membran yang mudah larut. Dengan preparasi berikutnya menggunakan kromatografi afinitas dapat mengisolasi reseptor asetilkolin nikotinik. Hal di atas merupakan salah satu penelitian mengenai reseptor yaitu menyelidiki spesifisitas reseptor. Dari berbagai penelitian mengenai reseptor, terdapat tiga sifat kerja reseptor terhadap agonjs yaitu pertama adalah mempunyai potensi tinggi (sensivitas tinggi). Pada umumnya, obat bekerja pada reseptor spesifik dengan konsentrasi yang sangat kecil misalnya histamin nerinteraksi dengan reseptor H-1 dan dapat menstimulasi kontraksi otot polos trakea marmut pada konsentrasi 10-6 M. Sifat yang kedua adalah spesifisitas kimiawi. Stereoisomer suatu obat dapat mepengaruhi aktivitas biologi dari obat yang bersangkutan. Kloramfenikol yang mempunyai 4 isomer hanya mempunyai aktivitas biologi pada struktur D(-) treo. Bahkan beberapa obat seperti sotalol, warfarin dan siklofosfamid yang mempunyai stereoisomer tidak hanya berbeda pada efek farmakologi tapi juga berbeda pada jalur metabolismenya. Sifat yang ketiga adalah spesifitas biologi. Efek farmakologi dari suatu obat dapat berbeda pada beberapa jaringan, misalnya efinefrin menunjukkan efek yang kuat pada otot jantung tapi lemah pada otot lurik. Telah disampaikan pada bab sebelumnya bahwa reseptor merupakan suatu komponen spesifik sel yang berinteraksi dengan suatu agonis sehingga menimbulkan peristiwa-peristiwa biokimia yang pada akhirnya menghasilkan

2 respon fisiologi. Reseptor merupakan suatu makromolekul yang berupa lipoprotein, glikoprotein, lipid, protein atau asam nukleat. Sebagian besar dari reseptor terdapat pada membran sel misalnya reseptor asetilkolin nikotinik, reseptor insulin, dan sebagian kecil terdapat di dalam sel atau intisel misalnya reseptor hormon steroid. Fungsi dari reseptor adalah melalui perubahan permeabilitas membran sel, pembentukan pembawa kedua (second messenger} misalnya camp, diasilgliserol dan mempengaruhi transkripsi den atau DNA. Dari fungsi tersebut, reseptor terlibat di dalam komunikasi antar sel. Reseptor menerima rangsang dengan berikatan dengan pembawa pesan pertama (first messenger) yaitu agonis yang kemudian menyampaikan informasi yang diterima ke dalam sel dengan langsung menimbulkan efek seluler melalui perubahan permeabilitas membran, pembentukan pembawa pesan kedua atau mempengaruhi transkripsi gen. B. KINETIKA INTERAKSI OBAT-RESEPTOR Mengacu pada penelitian Langley dengan menggunakan alkaloid, Erlich (1909) menduga bahwa aksi alkaloid pada reseptor adalah mudah lepas dan reversibel, dan tidak melibatkan ikatan kimia yang kuat. Analog! aksi obat pada reseptor adalah konsep kunci (obat) dengan gembok (reseptor). Asumsi sederhana mengenai pembentukan kompiek obat dengan reseptor diekspresikan sebagai reaksi kimia seperti berikut: Atau, Obat + Reseptor Kompiek obat-reseptor [D] + [R] k 1 k 2 [DR] Dimana, k 1 dan k 2 merupakan konstanta kecepatan pembentukan dan peruraian kompleks. Berdasarkan hukum aksi massa, kecepatan pembentukan dan peruraian yang direpresentasikan berturut-turut k 1 [ D ] [ R ] dan k 2 [ DR ]. Konsentrasi obat atau [ D ] merupakan konsentrasi obat dalam biofase. Dalam percobaan

3 reseptor, biofase tersebut adalah medium dari organ atau jaringan terisolasi. Pada ekuilibrium, kecepatan pembentukan dan peruraian kompiek adalah seimbang : K 1 [D][R] = k 2 [DR] (1) Sehingga, k 2 [D][R] = K D = (2) K 1 [DR] Jumlah total reseptor (R T ) adalah jumlah reseptor yang berikatan dengan reseptor membentuk komplek [ DR ] ditambah dengan jumlah reseptor bebas [R]. [R] = [R T ] - [DR] (3) Substitusi [ R ] dengan persamaan 1 akan menghasilkan persamaan [DR] [D] = r = (4) [R T ] [D]+K D dimana [ DR ] / [ R T ], proporsi reseptor yang diduduki obat yang direpresentasikan r. Persamaan berikutnya adalah r [D] = - [K D ] (5) 1 -r persamaan yang sama diturunkan dari isoterm adsorpsi Langmuir dimana [ D ] merupakan konsentrasi ligan dan r adalah proporsi sisi potensial dari pembentukan komplek pada permukaan yang diduduki oleh ligan / agonis, dimana hubungan antara sisi adsorpsi dengan ligan adalah one-to-one. r [D] 2 = [K D ] 1 r

4 atau secara umum r [D] n = [K D ] (6) 1 r dimana n adalah rasio molekular ligan (obat) per sisi adsorpsi (reseptor), dan K merupakan suatu konstanta yang identik dengan K D. Gambar 3. Tiga kurva yang menggambarkan hubungan antara pendudukan reseptor dan konsentrasi obat dari persamaan 6 dengan KD = 1 dan nilai n adalah bervariasi; r adalah proporsi sisi reseptor yang diduduki (Bowman dan Rand, 1980).

5 Biofase Telah disinggung sebelumnya mengenai istilah biofase. Biofase merupakan suatu lingkungan dimana obat dalam kondisi berinteraksi dengan ieseptornya tanpa adanya gangguan barter difusinya. Pada preparat organ atau jaringan terisolasi, konsentrasi obat dalam biofase merupakan obat dalam larutan garam fisiologi pada kondisi yang jenuh (ekuilibrium). Pada percoban uji farmakologi dengan organ terisolasi, larutan dapar Krebs atau Tyrode merupakan biofasenya. Ketika aksi obat dipelajari pada sistem yang lebih komplek daripada organ terisolasi misalnya pada percobaan in vivo, faktor absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi menjadi penentu dalam aksi obat tersebut. Artinya bahwa respon fisiologi tidak secara langsung dipengaruhi oleh kadar obat karena dipengaruhi oleh farmakokinetika obat tersebut. Agonis Agonis merupakan obat beraksi pada reseptor sehingga menghasilkan respon fisiologis yang meningkatkan atau menurunkan manifestasi tertentu dari aktivitas sel atau sel itu sendiri dimana reseptor tersebut berinteraksi. Agonis tersebut dapat berupa senyawa endogen atau eksogen. Senyawa endogen adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh tubuh pada sistem homeostatis tubuh misalnya insulin atau neurotransmiiter, sedangkan senyawa eksogen adalah senyawa yang berasal dari luar tubuh misalnya parasetamol atau natrium diklofenak. Hubungan antara interaksi obat-reseptor dengan respon Terdapat dua teori utama yang mengenai hubungan tersebut yaitu : 1. Teori pendudukan (occupation theory). Dalam teori tersebut, respon yang ditimbulkan adalah fungsi dari pendudukan reseptor oleh agonis. Perlu diingat bahwa jumlah reseptor di dalam tubuh adalah terbatas sehingga apabila semua reseptor telah diduduki oleh agonis maka akan timbul suatu respon maksimum (E maks ). Pada kondisi tersebut berapapun penambahan agonis maka tidak lagi mempengaruhi atau menambah respon fisiologis tadi. 2. Teori laju (Rafe theory). Respon yang dihasilkan merupakan fungsi dari

6 kecepatan pendudukan reseptor oleh agonis. Antara reseptor dan agonis ibarat suatiu molekul yang berbenturan dan sebagai konsekuensi dari benturan tersebut adalah timbulnya suatu respon fisiologi. C. HUBUNGAN LINIER ANTARA PENDUDUKAN RESEPTOR DAN RESPON Clark menyatakan bahwa efek yang diamati (E) adalah proposional linier dengan pendudukan reseptor dan efek maksimum akan tercapai ketika jumlah reseptor total telah diduduki semuanya. [D] E r = = (7) [D] +K D E maks Dimana E maks adalah efek maksimal Asumsi-asumsi untuk persamaan 4 adalah 1. Interaksi antara molekul agonis dengan reseptor mengikuti konsep stimulus all or none 2. Terdapat penjumlahan stimulus individu 3. Efek adalah proporsional linier dengan jumlah stimuli 4. Stimulus maksimum terjadi ketika semua sisi reseptor diduduki oleh molekul agonis 5. Komplek obat-reseptor dibentuk secara cepat dan ikatan kimianya terurai reversibel secara cepat 6. Pendudukan satu reseptor tidak mempengaruhi kecenderungan reseptor yang lain untuk diduduki. Dari persamaan 4 dan 7 maka E [D] = (8) E maks [ D ] + K D Dari persamaan 8 dapat diperkirakan bahwa plot hubungan respon terhadap konsentrasi agonis adalah kurva hiperbolik yang berawal dari awal hingga mencapai asimtoat (E maks ). Apabila dibuat suatu plot hubungan antara respon dengan logaritma konsentrasi agonis akan menghasilkan suatu kurva sigmoid

7 dimana antara 20 % hingga 80 % kurva adalah mendekati linier. Kurva sigmoid ini di dalam analisa farmakodinamika lebih menguntungkan. Kedua kurva tersebut disajikan pada gambar4. Konsentrasi agonis yang digunakan untuk mencapai respon maksimum dinyatakan dengan K D. Apabila asumsi tersebut valid maka konstanta disosiasi untuk interaksi obat-reseptor dapat diperoleh dari plot antara E / E maks terhadap [ D ] atau E / Emaks terhadap log [ D ] seperti disajikan pada gambar 4. Konstanta disosiasi untuk interaksi agonis dengan sisi reseptor merupakan konsentrasi yang memproduksi separo dari respon maksimal ([ D ] maks I 2 ). Gambar 4. Kurva respon-konsentrasi, plotting respon vs. konsentrasi atau logaritma konsentrasi agonis [ D ] (Bowman dan Rand, 1980).

8 Afinitas Afinitas merupakan kemampuan obat untuk berinteraksi dengan reseptornya.sejak nilai [ D ] maks / 2 dalam satuan mol / liter jarang digunakan dalam penelitian, dan cenderung menggunakan istilah pd 2 yang diperkenalkan oleh Ariens dkk seperti pada persamaan : pd 2 = log (1 / [ D ] maks/2 ) = - log ([ D ] maks/2 ) (9) Dari persaman 8, pd 2 = log (I / K D ). Nilai K D dibedakan dengan nilai K, nilai K adalah k, I k 2 = 1/K D atau dinamakan konstanta asosiasi / pembentukan. Jika hubungan antara pendudukan reseptor dengan efek / respon adalah linier maka K D = [ D ] maks/2 yaitu merupakan kadar obat yang menghasilkan 50 % respon maksimum. Apabila nilai pd 2 besar maka afinitas semakin besar dan sensitivrtas reseptor terhadap obat juga semakin besar. Harga pd 2 merupakan suatu ukuran kemampuan agonis untuk berinterasi membentuk komplek dengan suatu reseptor. Harga pd 2 dapat diperoleh dengan membuat plot hubungan antara respon dengan logaritma konsentrasi agonis. Kurva tersebut yang berupa sigmoid dapat ditetapkan harga pd 2 -nya karena bagian 20 hingga 80 % kurva mendekati linier. Aktivitas intrinsik Selain afinitas syarat agonis agar dapat menghasilkan efek adalah aktivitas intrinsik. Aktivitas intrinsik adalah kemampuan suatu obat untuk menghasilkan efek atau respon jaringan. Fungsi dari aktivitas intrinsik adalah menentukan besarnya efek maksimum yang dicapai oleh suatu senyawa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan efek adalah dalam skala respon maksimum jaringan. Aktivitas intrinsik dinotasikan sebagai a yang merupakan besaran efek per unit komplek obat-reseptor. E D = α[dr] atau E Dmaks = α[r] T (10) E D maks α = (11) E T maks

9 E D maks adalah efek maksimum obat sedangkan E T maks adalah respon maksimum jaringan Hubungan antara dosis dengan respon adalah αe T maks [D] ED = (12) [ D ] + K D Pada penode Ariens menyatakan bahwa terdapat suatu senyawa yang mempunyai aktivitas agonistik dan juga mempunyai aktivitas antagonistik dimana dapatmenurunkan respon kebanyakan agonis aktif. Senyawa tersebut dengan dualist. Oleh Stephenson istilah tersebut adalah agonis parsial. Untuk agonis aktif yang menghasilkan respon potensial maksimum nilai α = 1, sedangkan untuk dualist nilai 1 > α > 0 dan untuk antagonis yang tanpa aktivitas intrinsik nilai α = 0. Gambar 5. Kurva hubungan respon - konsentrasi untuk agonis penuh dan agonis parsial (Bowman dan Rand, 1980).

10 Efikasi Pada tahun 1956, dari sejumlah penelitian Stephenson menyatakan bahwa hubungan antara pendudukan reseptor dengan respon adalah non-linear. Dia membenkan postulat bahwa: 1. Efek maksimum dapat diproduksi oleh agonis ketika jumlah kecil saja dari reseptor yang diduduki oleh agonis. 2. Respon tidak proporsional tinier terhadap jumlah reseptor yang diduduki. 3. Obat yang berbeda kemungkinan mempunyai kapasitas yang berbeda untuk menginisiasi respon dan menduduki proporsi yang berbeda dari reseptor ketika memproduksi respon yang seimbang. Kemampuan obat untuk menginisiasi suatu respon dinamakan efikasi (dinotasikan sebagai e). Nilai parameter dapat bervariasi antara not hingga harga positif yang besar. Efikasi ini berbeda dengan aktivitas intrinsik. Efikasi lebih cenderung pada kemampuan komplek agonis dan reseptor untuk menghasilkan stimulus yang pada akhirnya akan menghasilkan respon atau efek, sedangkan aktivitas intrinsik merupakan kemampuan komplek agonis dan reseptor untuk menghasilkan respon fisiologi. Stimulus dinotasikan sebagai S dan hubungan antara S ; e ; pendudukan reseptor dan persamaan 4 adalah disajikan persamaan berikut: e[dr] e[d] S = = (13) [R T ] [D] +K D Stimulus berbanding langsung dengan fraksi reseptor yang diduduki oleh obat sehingga efek yang dihasilkan merupakan fungsi dari stimulus. Hubungan antara stimulus dengan efek tidak selau tinier seperti pa.da persamaan berikut: [ D ] / K D S = e. dan E = f(s) (14) [ D ] / K D + 1

11 Hubungan antara stimulus dengan efek / respon bukan merupakan sifat dari agonis atau obat melainkan sifat dari jaringannya. Untuk agonis kuat mempunyai nilai e yang besar, dan efek maksimum dapat dicapai tanpa harus menduduki semua jumlah reseptor yang tersedia. Sisa reseptor tersebut tidak diperlukan untuk mencapai efek masimum dinamakan spare reseptor atau reseptor cadangan. D. ANTAGONISME Antagonisme merupakan suatu peristiwa pengurangan atau penghapusan efek suatu obat oleh obat lain. Penggolongan antagonisme adalah sebagai berikut: 1. Antagonisme fisiologis 2. Antagonisme farmakokinetika 3. Anatgonisme farmakologi 4. Antagonisme kimiawi Antagonisme fisiologi atau fungsional Antagonisme ini merupakan peristiwa antagonisme akibat dua agonis bekerja pada dua macam reseptor yang berbeda dan menghasilkan efek yang saling berlawanan pada fungsi fisiologik yang sama. Antara antagonisme fisiologi dan fungsional sebenarnya adalah berbeda. Perbedaannya bahwa pada antagonisme fungsional, dua macam reseptor yang berbeda tersebut berada dalam sistem sel yang sama sedangkan antagonisme fisiologi, dua macam reseptor tersebut berada pada sistem yang berbeda. Contoh dari antagonisme fungsional adalah antagonisme antara senyawa histamin dengan obat α1- adrenergik (fenilefrin) pada pembuluh darah, sedangkan antagonisme fisiologi adalah antagonisme glikosida jantung dengan dihidralazin. Glikosida jantung dapat meningkatkan pompa jantung lebih lanjut meningkatkan tekanan darah, sedangkan dihidralazin menghasilkan vasodilatasi perifer sehingga menurunkan tekanan darah. Antagonisme farmakokinetika Antagonisme farmakokinetika disebut juga dengan interaksi farmakokinetika. Antagonisme atau interaksi tersebut dapat terjadi pada tahapan

12 proses farmakokinetika yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme /biotransformasi, atau ekskresi (ADME). Terdapat beberapa faktor yang yang mempengaruhi proses antaraksi farmakokinetika yaitu : (1) pada tahap absorpsi yaitu stabilitas, kompleksasi dan dissolusi obat, serta fisiologi tubuh, (2) pada proses distribusi, ikatan obat dengan protein mengambil peran penting dalam suatu antaraksi, (3) Pada proses metabolisme yaitu induksi atau inhibisi enzim, (4) Pada proses ekskresi yaitu reabsorpsi tubular dan sekresi tubular. Perubahan pada level ADME dari obat kedua karena pemberian obat pertama secara bersamaan mengakibatkan perubahan konsentrasi obat kedua yang akan berinteraksi dengan reseptornya, dan membawa akibat pada efek klinik obat tersebut. Sebagai contoh adalah pengaruh fenobarbital yang dapat meningkatkan metabolisme warfarin sehingga konsentrasinya yang digunakan untuk berinteraksi dengan reseptornya berkurang, dan akhirnya efek antikoagulannya berkurang. Antagomisme farmakologi Antagonisms ini merupakan antagonisms yang melibatkan kerja atau efek dari beberapa obat, yang timbul apabila obat dan antagonisnya bekerja pada tempat kerja atau reseptor sama. Berbeda dengan antagonisms farmakokinetika, antagonisme ini seringkali dapat diekstrapolasikan ke obat-obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena penggolongan obat berdasarkan persamaan efek farmakodinamikanya. Berdasarkan sifatnya, antagonisme farmakologi dibedakan menjadi dua yaitu (1) kompetitif dan (2) nonkompetitif. Antagonisme bersifat kompetitif apabila antagonis mengikat tempat ikatan agonis pada reseptornya secara reversibel, dan efek tersebut dapat digeser oleh pemberian agonis pada dosis yang tinggi. Dalam hal ini, penambahan dosis agonis dapat mengatasi efek penghambatan antagonis tersebut. Dengan kata lain, diperlukan dosis agonis yang lebih tinggi untuk memperoleh efek yang sama. Dari skema pada gambar 6, menunjukkan bahwa antagonis [A] dapat menghambat efek farmakologi agonis [D] dengan berinteraksi secara reversibel dengan reseptor agonis [R] membentuk komplek [AR]. Dalam hal ini, afinitas agonis terhadap reseptornya menurun (gambar 7). Contoh dari antagonisme kompetitif adalah asetilkolin dengan atropin yang bekerja pada reseptor

13 kolinergik muskarinik. Dari skema pada gambar 6, dapat ditetapkan suatu konstanta disosiasi komplek antagonis dengan reseptor yaitu [A] K A = (15) [A] [R]

14 Dari persamaan 15 dan gambar 6, keberadaan antagonis mengakibatkan agonis yang berinteraksi dengan reseptor berkurang sehingga mengakibatkan efeknya juga berkurang. Pada antagonisme ini, untuk mendapatkan efek maksimum seperti pada kondisi sebelum ada antagonis adalah penambahan dosis atau kadar agonis yang lebih besar. Pada kurva logaritma dosis vs. respon (KLDR) adanya antagonis dapat menggeser kurva sejajar ke kanan dan mengakibatkan harga pd 2 agonis menjadi lebih kecil (gambar 7). Parameter yang digunakan untuk antagonis adalah pa 2 yaitu logaritma negatif kadar molar antagonis yang mengakibatkan kadar agonis harus dilipatkan menjadi dua kalinya untuk mendapatkan efek yang sama dengan efek pada kondisi sebelum adanya antagonis. Nilai pa 2 juga merupakan suatu afinitas antagonis terhadap reseptornya. Nilai dapat ditetapkan dengan menggunakan formula Schild seperti pada persamaan berikut: pa 2 = -log[a] 2 = log(1/[a] 2 ) (16) pa 2 = -log[a] x + log(x-1 ) (17) dimana x adalah rasio konsentrasi efektif agonis dengan antagonis terhadap tanpa adanya antagonis, sedangkan [ A ] merupakan konsentrasi antagonis. Antagonisme bersifat non kompetitif apabila penghambatan efek agonis oleh antagonis tidak dapat diatasi dengan peningkatan kadar agonis. Sebagai akibat, efek maksimal yang dicapai akan berkurang, akan tetapi afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah (gambar 8). Nampak pada gambar 9, antagonis tidak mengubah kadar agonis yang terikat oleh reseptor ([DR] + [DAR]), akan tetapi komplek [DAR] tersebut tidak dapat menimbulkan efek farmakologi. Sebagai akibat, efek yang ditimbulkan agonis melalui komplek [DR] akan berkurang. Contoh dari antagonisme non kompetitif adalah fenoksibenzamin mengikat reseptor a adrenergik secara irevesibel.

15 Parameter yang menerangkan antagonisme ini adalah pd ' 2 yaitu logaritma negatif kadar antagonis yang mengakibatkan pengurangan efek maksimum agonis menjadi 50 % efek maksimum sebelum adanya antagonis atau logaritma negatif tetapan disosiasi kompleks antagonis dengan reseptor. pd' 2 = -log[a'] 2 = logk' 2 (18)

16 Pada KLRD, dengan adanya antagonis kurva sigmoid lebih melandai sebagai konsekuensi adalah bahwa harga Emaks akan menurun akan tetapi nilai pd 2 - nya cenderung untuk tetap. Antagonisme kimiawi Anatgonisme kimiawi terjadi manakala dua senyawa mengalami reaksi kimia pada suatu larutan atau media sehingga mengakibatkan efek obat berkurang. Sebagai contoh adalah penggunaan agen pengkelat dimerkaprol yang mengikat pada logam-logam berat sehingga dapat menurunkan toksisitas logam tersebut, dan penggunaan antibodi yang menetralisasi mediator protein misalnya sitokin. E. DESENSITISASI Sering bahwa efek suatu obat mengalami penurunan ketika diberikan jangka waktu yang lama dan berulang-ulang. Istilah desensitisasi disinonimkan dengan takipilaksis. Mekanisme yang memperantarai peristiwa desensitisasi adalah : Perubahan reseptor Kehilangan reseptor Penurunan Mediator Peningkatan degradasi metabolic Adaptasi fisiologi Perubahan reseptor Diantara reseptor yang langsung berikatan dengan kanel ion, desensitisasi adalah sering terjadi secara cepat dan nyata. Pada neuromuscularjunction, terdapat kejadian bahwa desensitisasi disebabkan karena perubahan lambat konformasi reseptor, menghasilkan ikatan yang kuat atau rapat dari molekul agonis tanpa dapat membuka kanel ion. Perubahan yang mirip adalah pada reseptor (β-adrenergik yang tidak dapat mengaktivasi adenilat siklase. Desensitisasi tersebut diakibatkan karena fosforilasi residu spes'rfik dalam protein reseptor.

17 Kehilangan reseptor Penggunaan jangka panjang agonis sering manghasilkan penurunan bertahap dalam jumlah reseptor. Pada penelitian menggunakan kultur sel, jumlah (β-adrenergik berkurang hingga 10 % setelah 8 jam pemberian isoprenalin. Namun, kehilangan reseptor tersebut adalah terbalikkan pada beberapa hari selanjutnya. Peristiwa ini juga diakibatkan karena fosforilasi residu spesifik dalam protein reseptor. Penurunan Mediator Amfetamin yang beraksi membebaskan noradrenalin maupun amin yang lainnya dari ujung saraf autonom menunjukkan penekanan pada vesikel tempat pelepasan noradrenalin untuk melepaskan senyawa tersebut. Peningkatan degradasi metabolik Peristiwa ini disebabkan peningkatan sistem metabolisme tubuh terhadap suatu obat yang diberikan dalam jangka panjang. Sebagai contoh adalah penggunaan barbiturat dan etanol yang jika digunakan dalam jangka waktu yang lama akan mengalami pengurangan kadar obat dalam plasma akibat peningkatan metabolismenya. Sebagai konsekuensi adalah penurunan efek dari barbiturat dan etanol tersebut. Adaptasi fisiologi Peniadaan efek obat dapat terjadi akibat respon homeostatis tubuh. Efek penurunan tekanan darah oleh diuretik tiazid menjadi terbatas akibat aktivasi bertahap pada sistem renin-angiotensin. Pertanyaan 1. Jelaskan perbedaan teori pendudukan dan teori laju dalam menerangkan hubungan interaksi obat-reseptor dengan efek yang terjadi! 2. Jelaskan perbedaan antara stimulus dengan respon, parameternya dan hubungan antar keduanya! 3. Apa yang disebut dengan antagonis surmountabel dan antagonis ireversibel?

Reseptor sebagai target aksi obat

Reseptor sebagai target aksi obat Reseptor sebagai target aksi obat Review interaksi obat reseptor (agonis-antagonis) FUNGSI RESEPTOR 1. Mengenal dan mengikat suatu ligan dengan spesifisitas tinggi 2. Meneruskan signal tersebut ke dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Uji pelarut DMSO terhadap kontraksi otot polos uterus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Uji pelarut DMSO terhadap kontraksi otot polos uterus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penlitian dan pembahasan 1. Uji pelarut DMSO terhadap kontraksi otot polos uterus Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon adalah senyawa sintetis

Lebih terperinci

Interaksi Obat dengan Reseptor

Interaksi Obat dengan Reseptor Interaksi Obat dengan Reseptor Farmakodinamika Reseptor? Suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan langsung berikatan dengan ligan (obat, hormon, neurotransmiter) untuk memicu signaling kimia

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Pengantar Farmakologi Keperawatan Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik. Farmakodinamik - 2

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik. Farmakodinamik - 2 Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik Farmakodinamik - 2 1 Mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia seluler dan mekanisme kerja obat Mempelajari mekanisme

Lebih terperinci

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping, reaksi yang merugikan dan efek toksik. Interaksi reseptor Mekanisme non-reseptor

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping, reaksi yang merugikan dan efek toksik. Interaksi reseptor Mekanisme non-reseptor Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping, reaksi yang merugikan dan efek toksik Farmakodinamik - 2 Mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia seluler dan mekanisme kerja obat Mempelajari

Lebih terperinci

(G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat

(G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat Reseptor terhubung protein G (G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat merupakan keluarga terbesar reseptor permukaan sel menjadi mediator dari respon seluler berbagai molekul, seperti: hormon,

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA OBAT. Pengertian

PRINSIP KERJA OBAT. Pengertian PRINSIP KERJA OBAT Kerja obat? Pengertian Perubahan kondisi yang mengakibatkan timbulnya efek (respon) Efek obat? Perubahan fungsi, struktur atau proses sebagai akibat kerja obat Efek Efek utama Efek yang

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman 57 Lampiran 2. Hasil FTIR Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. 58 Lampiran 3. Hasil Uji Titik Lebur Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. 59 60 Lampiran

Lebih terperinci

Hubungan Kualitatif Struktur- Aktivitas

Hubungan Kualitatif Struktur- Aktivitas Hubungan Kualitatif Struktur- Aktivitas Fase Farmakokinetik Efek Fase-fase manakah yg dapat dilakukan modifikasi untuk rancangan obat? Hubungan Struktur Aktivitas Faktor yang mendukung hubungan struktur

Lebih terperinci

EFEK DAN MEKANISME TOKSIK

EFEK DAN MEKANISME TOKSIK EFEK DAN MEKANISME TOKSIK Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun mekanisme kerjanya. Pengertian yang mendalam mengenai ciri-cirinya berguna untuk menilai bahayanya bagi kesehatan,

Lebih terperinci

TUGAS FARMAKOKINETIKA

TUGAS FARMAKOKINETIKA TUGAS FARMAKOKINETIKA Model Kompartemen, Orde Reaksi & Parameter Farmakokinetik OLEH : NURIA ACIS (F1F1 1O O26) EKY PUTRI PRAMESHWARI (F1F1 10 046) YUNITA DWI PRATIWI (F1F1 10 090) SITI NURNITA SALEH (F1F1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenone

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenone BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenone Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon adalah turunan senyawa kalkon yang tersubtitusi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman LAMPIRAN 62 Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman 63 Lampiran 2. Hasil FTIR Kristal Alkaloid lada 64 Lampiran 3. Hasil uji titik lebur kristal alkaloid lada 65 66 Lampiran 4. Perhitungan konsentrasi larutan

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

KANAL ION SEBAGAI TARGET AKSI OBAT YENI FARIDA S.FARM., M.SC.,APT

KANAL ION SEBAGAI TARGET AKSI OBAT YENI FARIDA S.FARM., M.SC.,APT KANAL ION SEBAGAI TARGET AKSI OBAT YENI FARIDA S.FARM., M.SC.,APT Kanal ion Peran penting kanal ion dalam sel adalah : 1. transport ion 2. pengaturan potensi listrik di membrane sel 3. signaling sel (kanal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronik yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia akibat gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identifikasi senyawa yang terdapat pada minyak atsiri Jahe (Zingiber

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identifikasi senyawa yang terdapat pada minyak atsiri Jahe (Zingiber BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Kandungan Kimia GC-MS Analisis kandungan kimia metode GC-MS dilakukan untuk identifikasi senyawa yang terdapat pada minyak atsiri Jahe (Zingiber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus ( DM ) merupakan gangguan kesehatan yang ditandai oleh keadaan hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin ( Powers, 2005 ). DM merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat

Lebih terperinci

Signal Transduction. Dr. Sri Mulyaningsih, Apt

Signal Transduction. Dr. Sri Mulyaningsih, Apt Signal Transduction Dr. Sri Mulyaningsih, Apt Konsep umum signal transduction Komunikasi sel Tipe-tipe reseptor Molecular signaling Komunikasi antar sel Umumnya diperantarai oleh molekul sinyal ekstraseluler

Lebih terperinci

AUTAKOID DAN ANTAGONISNYA

AUTAKOID DAN ANTAGONISNYA AUTAKOID DAN ANTAGONISNYA dr. Agung Biworo,M.Kes Autakoid substansi (kimia) selain transmitor yang secara normal ada di dalam tubuh dan punya peran atau fungsi fisiologik penting baik dalam keadaan normal

Lebih terperinci

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU 2015 SEMESTER II Khusnul Diana, S.Far., M.Sc., Apt. Obat Farmakodinamis : bekerja terhadap fungsi organ dengan jalan mempercepat/memperlambat

Lebih terperinci

Enzim dan koenzim - 3

Enzim dan koenzim - 3 Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim - 2 Enzim dan koenzim - 3 Substansi

Lebih terperinci

Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim

Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim - 2 Substansi yang terdapat didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT Pendahuluan Obat adalah zat yang dapat memberikan perubahan dalam fungsi-fungsi biologis melalui aksi kimiawinya. Pada umumnya molekul-molekul obat berinteraksi dengan molekul

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

Glikogen dalam hepar mengalami deplesi setelah jam puasa Glikogen dalam otot hanya akan mengalami deplesi setelah seseorang melakukan olah raga

Glikogen dalam hepar mengalami deplesi setelah jam puasa Glikogen dalam otot hanya akan mengalami deplesi setelah seseorang melakukan olah raga METABOLIME GLIKOGEN Glikogen Bentuk simpanan karbohidrat yang utama dalam tubuh mahluk hidup Dalam hepar mencapai 6% Dalam otot 1% Fungsi glikogen otot : sebagai sumber bahan bakar yg dibutuh oleh otot

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTAGONISME ALKALOID LADA

UJI AKTIVITAS ANTAGONISME ALKALOID LADA KARYA TULIS ILMIAH UJI AKTIVITAS ANTAGONISME ALKALOID LADA (Piper nigrum L.) PADA RESEPTOR HISTAMIN H 1 OTOT POLOS ILEUM MARMUT TERISOLASI : STUDI IN VITRO DAN IN SILICO Disusun untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT UBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT UBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Oleh: Siswandono Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh Isnaini Definisi: Farmakologi: Kajian bahan-bahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Oleh: Siswandono Laboratorium Kimia Medisinal Proses absorpsi dan distribusi obat Absorpsi Distribusi m.b. m.b.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi BAB V PEMBAHASAN A. Uji Tekanan Darah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi larutan NaCl 8%, didapatkan hasil berupa penurunan rerata tekanan darah sebelum dan sesudah

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah

Lebih terperinci

Bagian Pertama PENDAHULUAN UMUM

Bagian Pertama PENDAHULUAN UMUM Bagian Pertama PENDAHULUAN UMUM Bioanalisis merupakan salah satu ilmu terapan yang bermanfaat dan memberikan dukungan yang cukup besar terhadap kemajuan berbagai aspek ilmu yang lain, diantaranya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit saluran napas kronik yang penting dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Prevalensi asma

Lebih terperinci

2/20/2012. Oleh: Joharman

2/20/2012. Oleh: Joharman PENGANTAR FARMAKOLOGI Oleh: Joharman Farmakologi Interaksi bahan dgn sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu 4 (LPPT 4) Universitas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu 4 (LPPT 4) Universitas A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada hewan uji tikus putih yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu 4 (LPPT 4) Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensi hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pendahuluan Interaksi Obat : Hubungan/ikatan obat dengan senyawa/bahan lain Diantara berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

Mekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: /16-calcium-physiology-flash-cards/)

Mekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: /16-calcium-physiology-flash-cards/) 92 PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan bukti empiris menunjukkan bahwa pegagan yang kaya mineral, bahan gizi dan bahan aktif telah lama digunakan untuk tujuan meningkatkan fungsi memori. Hasil analisa kandungan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. androgunus (L.) Merr.) terhadap mortalitas Ascaris suum Goeze secara in vitro,

BAB V PEMBAHASAN. androgunus (L.) Merr.) terhadap mortalitas Ascaris suum Goeze secara in vitro, BAB V PEMBAHASAN Penelitian tentang uji antihelmintik esktrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) terhadap mortalitas Ascaris suum Goeze secara in vitro, dilakukan dalam dua tahap penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan olahraga sudah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari. Olahraga banyak diminati oleh masyarakat karena dikenal memiliki berbagai manfaat untuk menjaga kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 PENGERTIAN SISTEM SARAF Merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh Merupan

Lebih terperinci

- Difusi air melintasi membrane permeabel aktif dinamakan osmosis. Keseimbangan air pada sel tak berdinding Jika suatu sel tanpa dinding direndam

- Difusi air melintasi membrane permeabel aktif dinamakan osmosis. Keseimbangan air pada sel tak berdinding Jika suatu sel tanpa dinding direndam Membrane sel bersifat permeabilitas selektif; artinya memungkinkan beberapa zat untuk menembus membrane tersebut secara lebih mudah daripada zat-zat yang lain Adalah suatu mosaic fluid dari lipid dan protein

Lebih terperinci

TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL

TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL Tranduksi sinyal Adalah proses perubahan bentuk sinyal yang berurutan, dari sinyal ekstraseluler sampai respon dalam komunikasi antar sel Tujuan: Untuk berlangsungnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemeriksaan Tumbuhan 5.1.1. Determinasi Tumbuhan Determinasi tumbuhan dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas dari tumbuhan biji bunga matahari (Helianthus annusl.).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Klasifikasi diabetes mellitus menurut ADA (2005) antara lain diabetes mellitus

BAB I PENDAHULUAN. Klasifikasi diabetes mellitus menurut ADA (2005) antara lain diabetes mellitus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu kelainan metabolisme pada tubuh yang dicirikan dengan kadar gula yang tinggi atau hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja

Lebih terperinci

INTERAKSI FARMAKOLOGI. Oleh: Wantiyah

INTERAKSI FARMAKOLOGI. Oleh: Wantiyah INTERAKSI FARMAKOLOGI Oleh: Wantiyah KAD: Mahasiswa mampu: Menjelaskan definisi, etiologi, dan macammacam interaksi obat Menjelaskan mekanisme terjadinya interaksi obat Menjelaskan implikasi keperawatan

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II UJI PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SUATU OBAT SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA URIN DAN DARAH Disusun oleh : Kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA. Tim Teaching MK Biofarmasetika

MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA. Tim Teaching MK Biofarmasetika 1 MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA Tim Teaching MK Biofarmasetika 2 Pendahuluan Membran sel adalah lapisan yang memisahkan satu sel dengan sel lainnya serta memisahkan berbagai organel di dalam

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sedikit. Pelarut etil asetat merupakan pelarut semi polar dengan indeks

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sedikit. Pelarut etil asetat merupakan pelarut semi polar dengan indeks BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Lada diekstraksi menggunakan metode sokhletasi dengan pelarut etil asetat. Keuntungan metode ini salah satunya karena pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai dilakukan secara rutin dengan metode yang sistematis. Hal ini juga didukung oleh perkembangan yang

Lebih terperinci

4. GLIKOGENOLISIS PROTEIN FOSFATASE-1 MENJADI ION FOSFORILASE TIDAK AKTIF

4. GLIKOGENOLISIS PROTEIN FOSFATASE-1 MENJADI ION FOSFORILASE TIDAK AKTIF 4. GLIKOGENOLISIS GLIKOGENOLISIS DI HEPAR DAPAT TIDAK TERGANTUNG camp Kerja utama glukagon memacu pembentukan camp dan aktivasi fosforilase di hepar, reseptor α 1 merupakan mediator utama untuk pacuan

Lebih terperinci

Kode/SKS : FAD 2701 Prasyarat : Anatomi dan Fisiologi Manusia (FKD 1911) Status Matakuliah : Wajib Program Studi Deskripsi Matakuliah : Mata kuliah

Kode/SKS : FAD 2701 Prasyarat : Anatomi dan Fisiologi Manusia (FKD 1911) Status Matakuliah : Wajib Program Studi Deskripsi Matakuliah : Mata kuliah Nama Matakuliah : Farmakologi Dasar Kode/SKS : FAD 2701 Prasyarat : Anatomi dan Fisiologi Manusia (FKD 1911) Status Matakuliah : Wajib Program Studi Deskripsi Matakuliah : Mata kuliah farmakologi dasar

Lebih terperinci

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990).

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990). BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah yang dalam keadaan istirahat melebihi nilai normal, nilai normal tiap orang berbeda beda disini terdapat variasi yang amat besar umumnya

Lebih terperinci

Kontribusi Ilmu Biokimia

Kontribusi Ilmu Biokimia PENGANTAR BIOKIMIA Apa itu Biokimia??? Biokimia adalah ilmu yang mempelajari struktur, organisasi, dan fungsi materi hidup pada tingkat molekul. Biokimiawan mempertanyakan: Bagaimana struktur kimia dari

Lebih terperinci

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA PATOGENESIS PENYAKIT ASMA Pendekatan terapi yang rasional terhadap penyakit asma adalah tergantung dari pengetahuan mengenai patogenesis penyakit asma Asma adalah penyakit yang diperantarai oleh ikatan

Lebih terperinci

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Terdiri dari beberapa proses seperti: 1. Perubahan anatomis dan fisiologis miometrium Pertama, terjadi pemendekan otot polos miometrium

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu Q10. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed

Pengaruh Suhu Q10. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed Pengaruh Suhu Q10 Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed http://dhadhang.wordpress.com Twitter: Dhadhang_WK Facebook: Dhadhang Wahyu Kurniawan 10/20/2015 1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Lebih terperinci

REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT

REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT Morfologi dan fungsi berbagai tipe sel organisme tingkat tinggi berbeda, misalnya: neuron mamalia berbeda dengan limfosit, tetapi genomnya sama Difenrensiasi

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Rendemen Ekstrak akar Acalypha indica Linn. dari tiga sediaan menunjukkan hasil rendemen yaitu, 1,85 %, 2,4 %, dan 1,9 %. 4.2. Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia ekstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran pola konsumsi pangan. Seiring dengan kemajuan zaman dan perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran pola konsumsi pangan. Seiring dengan kemajuan zaman dan perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini masyarakat Indonesia terutama yang di perkotaan mengalami pergeseran pola konsumsi pangan. Seiring dengan kemajuan zaman dan perbaikan sosial ekonomi masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

Gb. 5.12. STRUKTUR FOSPOLIPID (Campbell, 1999:72)

Gb. 5.12. STRUKTUR FOSPOLIPID (Campbell, 1999:72) Gb. 5.12. STRUKTUR FOSPOLIPID (Campbell, 1999:72) Rumus Umum Asam Amino (Campbell, 1999: 73) H H O N C C H R OH GUGUS AMINO GUGUS KARBOKSIL Tabel 5.1 Gambaran Umum Fungsi Protein (Campbell, 1999: 74) JENIS

Lebih terperinci

R DNA (3.1.1) k 1. DNA NTP k 3. k 2

R DNA (3.1.1) k 1. DNA NTP k 3. k 2 Bab 3 MODEL DAN ANALISA MATEMATIKA 3.1 Model Matematika Pada bab ini akan dimodelkan proses ekspresi gen dengan kontrol yang dilakukan oleh protein repressor. Kemudian kita analisis model yang diperoleh

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh: Isnaini Farmakologi Interaksi bahan dgn sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses tubuh yang normal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu reaksi kimia, khususnya antara senyawa organik, yang dilakukan dalam laboratorium memrlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor, speerti suhu,

Lebih terperinci

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON)

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) Bio Psikologi Modul ke: PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) 1. Penemuan Transmisi Kimiawi pada Sinapsis 2. Urutan Peristiwa Kimiawi pada Sinaps 3. Hormon Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi

Lebih terperinci

Interpolasi Polinom pada Farmakokinetik dengan Model Kompartemen Ganda

Interpolasi Polinom pada Farmakokinetik dengan Model Kompartemen Ganda Interpolasi Polinom pada Farmakokinetik dengan Model Kompartemen Ganda Teuku Reza Auliandra Isma (13507035) 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

TOKSIKOLOGI. RUANG LINGKUP Far. Arti Penting Toksikologi Woolf 13/9/20 10 時 45 分 FM 1. Batas Keamanan. Kondisi Mekanisme Wujud Sifat

TOKSIKOLOGI. RUANG LINGKUP Far. Arti Penting Toksikologi Woolf 13/9/20 10 時 45 分 FM 1. Batas Keamanan. Kondisi Mekanisme Wujud Sifat TOKSIKOLOGI Arief Nurrochmad, M.Si, M.Sc., Ph.D., Apt Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi UGM 2013 Arti Penting Toksikologi Kondisi Mekanisme

Lebih terperinci

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA 1. Bidang farmakologi Farmakokinetika dapat menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya

Lebih terperinci

Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf

Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf H O R M O N Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf Pada umumnya, sistem hormonal terutama berhubungan dengan pengaturan berbagai fungsi metabolisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Kristal Alkaloid Lada Langkah awal penelitian adalah ekstraksi alkaloid lada menggunakan metode sokhletasi dengan pelarut etilasetat. Pelarut etilasetat merupakan

Lebih terperinci

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1)

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2017 METABOLISME Metabolisme adalah proses-proses

Lebih terperinci

Laporan Praktikum. Fisiologi Hewan. Berbagai Rangsangan Pada Sediaan Otot Saraf

Laporan Praktikum. Fisiologi Hewan. Berbagai Rangsangan Pada Sediaan Otot Saraf Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Berbagai Rangsangan Pada Sediaan Otot Saraf Laporan ini disusun guna memenuhi nilai praktikum mata kuliah yang dibimbing oleh Dra.Moerfiah, M.Si dan Rouland Ibnu Darda,

Lebih terperinci