II. KONDISI AGRIBISNIS KEDELAI SAAT INI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. KONDISI AGRIBISNIS KEDELAI SAAT INI"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Komoditas ini kaya protein nabati yang diperlukan untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi, dan harganya murah. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan untuk bahan industri pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco dan snack. Konsumsi kedelai per kapita meningkat dari 8,13 kg pada tahun 1998 menjadi 8,97 kg pada tahun Produk kedelai sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan industri kecil menengah bahkan berpeluang pula sebagai komoditas ekspor. Berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai membuka peluang kesempatan kerja dalam sistem produksi, mulai dari budidaya, panen, pengolahan pascapanen, transportasi, pasar hingga industri pengolahan pangan. Agar produksi kedelai dan produk olahannya mampu bersaing di pasar, maka mutunya perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap pengembangan proses produksi, pengolahan dan pemasaran, khususnya penerapan jaminan mutu memegang peranan penting. Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 sudah mencapai 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru 0,71 juta ton dan kekurangannya terpaksa diimpor. Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan yang dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus, mengingat potensi lahan cukup luas, teknologi, dan sumberdaya lainnya cukup tersedia. Untuk menekan laju impor kedelai dapat diupayakan melalui berbagai strategi, yaitu peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas dan nilai tambah produk, perbaikan akses pasar dan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Mengingat penduduk Indonesia cukup besar dan industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat maka pengembangan kedelai perlu mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian nasional. 1

2 II. KONDISI AGRIBISNIS KEDELAI SAAT INI A. Usaha Pertanian Primer Kedelai yang merupakan tanaman cash crop dibudidayakan di lahan sawah dan lahan kering. Sekitar 60% areal pertanaman kedelai terdapat di lahan sawah dan 40% di lahan kering. Areal pertanaman kedelai tersebar di seluruh Indonesia dengan luas di masing-masing wilayah disajikan pada Tabel 1. Luas areal tanam kedelai mencapai puncaknya pada tahun 1992, yaitu 1,67 juta ha. Namun sejak tahun 2000 areal tanam terus menurun dan hanya 0,53 juta ha pada tahun Penurunan areal tanam ada kaitannya dengan membanjirnya kedelai impor sehingga nilai kompetitif dan komparatif usahatani kedelai dalam negeri menurun. Penentuan pola tanam didasarkan atas tipe lahan, curah hujan, dan musim. Di lahan sawah irigasi pada MK I (Maret-Juni), kedelai diusahakan dalam pola padi - palawija - sayuran atau padi - palawija - palawija, sedangkan pada MK II (Juli-September) diusahakan dalam pola padi - padi - palawija. Penanaman kedelai di lahan sawah tadah hujan dilakukan pada MH (Nopember-Februari) dalam pola palawija - padi dan pada MK I (Maret-Juni) dalam pola padi - palawija. Di lahan kering pada MH I (Nopember-Februari), kedelai ditanam dalam pola palawija - palawija dan pada MK I (Maret-Juni) dalam pola padi gogo - 1) palawija atau sayuran - palawija. Tabel 1. Penyebaran areal kedelai menurut wilayah (ha) Wilayah 1992 (%) 2003 (%) Sumatera , ,76 Jawa , ,06 Kalimantan , ,82 Bali dan NTB , ,04 Sulawesi , ,36 Maluku dan Papua , ,96 Jumlah , ,00 Sumber: Anonimous 2004b Salah satu kendala dalam penentuan komoditas dalam pola tanam adalah nilai kompetitif komoditas tersebut pada saat ini. Kedelai memiliki nilai kompetitif yang lebih rendah daripada jagung, pada saat ini. Secara finansial, usahatani kedelai cukup menguntungkan, dengan pendapatan bersih mencapai Rp /ha. Biaya produksi terdiri atas biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi. Penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi meliputi penyiapan lahan (20 HOK), penanaman (15 HOK), pemupukan (5 HOK), penyiangan (15 HOK), penyemprotan (5 HOK), panen (30 HOK), pengangkutan dan penyimpanan (4 HOK). Kalau biaya tenaga kerja diperhitungkan sebesar Rp /HOK, maka total biaya tenaga kerja adalah Rp Sarana produksi Pengembangan kedelai antara lain diarahkan pada lahan sawah setelah panen padi. terdiri atas benih 50 kg, pupuk urea 30 kg, SP36 60 kg, KCl 30 kg, pestisida 1 liter dengan total biaya Rp Dengan demikian, total biaya produksi kedelai adalah Rp Pada tingkat hasil kg dan harga jual Rp.3000/kg diperoleh penerimaan kotor Rp atau pendapatan bersih Rp /ha dengan R/C 2,14. B. Usaha Pertanian Hulu Benih bermutu varietas unggul merupakan salah satu sarana produksi yang menentukan produktivitas kedelai. Dalam penyediaan benih kedelai bermutu, industri benih memegang peranan penting. Kenyataannya, produsen benih nasional maupun penangkar lokal belum banyak berperan. Berbeda dengan komoditas padi dan jagung, usaha perbenihan kedelai masih tertinggal, petani lebih banyak memakai benih dari hasil panen pada pertanaman sebelumnya. Dari 1) Marwoto dan Y. Hilman Teknologi kacang-kacangan dan umbi-umbian mendukung ketahanan pangan. Kinerja Balitkabi Balitkabi. 20 hlm. 2 3

3 total areal pertanaman kedelai, penggunaan benih bersertifikat kurang 2) dari 10%. Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai nasional. Di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada tahun 2004, lebih dari 200 ha pertanaman kedelai puso karena benih yang digunakan diduga berasal dari kedelai impor. Pada MT 2005, penggunaan benih bersertifikat mampu memberikan hasil rata-rata 1,5 t/ha. Kenyataan ini menunjukkan pentingnya penggunaan benih bermutu dalam meningkatkan produksi kedelai sehingga merupakan peluang bagi industri benih untuk memproduksi benih berkualitas. Areal tanam kedelai pada tahun 2004 mencapai 550 ribu ha, berarti diperlukan benih bermutu sebanyak 22 ribu ton. Untuk menyediakan benih kedelai bermutu diperlukan pembinaan terhadap produsen dan penangkar benih. C. Usaha Pertanian Hilir Industri tahu, tempe, dan kecap membutuhkan kedelai dalam jumlah yang terus meningkat. Pada tahun 2002 saja, kebutuhan kedelai untuk tahu dan tempe mencapai 1,78 juta ton, atau 88% dari total kebutuhan nasional. Industri pakan ternak (unggas) merupakan usaha hilir yang cukup penting dalam agribisnis kedelai. Dalam pembuatan pakan ternak diperlukan bungkil kedelai dengan proporsi 15-20% dari komposisi bahan pakan. Kedelai juga diperlukan sebagai bahan baku industri tepung, pangan olahan, dan pati. Industri lainnya membutuhkan kedelai sebanyak 12% dari total kebutuhan nasional. III. TUJUAN DAN SASARAN Pengembangan kedelai diarahkan untuk tujuan jangka pendekmenengah dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek-menengah adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi 60% kebutuhan. Dengan kata lain, impor kedelai yang saat ini mencapai 60-65% dari total kebutuhan dapat ditekan menjadi 40%. Tujuan jangka panjang adalah swasembada kedelai. Upaya peningkatan produksi dibarengi dengan upaya peningkatan efisiensi, kualitas dan nilai tambah produksi, penguasaan pasar, dan perluasan peranan pengguna. Dalam hal ini diperlukan dukungan dari pemerintah dan swasta. Sasaran yang ingin dicapai dari pengembangan kedelai secara nasional adalah (i) terciptanya harga yang wajar yang dapat memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi; (ii) terbentuknya kelembagaan pemasaran yang kuat di tingkat petani, (iii) terciptanya mata rantai pemasaran yang efisien sehingga dapat memberikan keuntungan dan meningkatkan pendapatan petani, dan (iv) berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku kedelai di dalam negeri. 2) Nugraha. U.S Produksi benih kedelai bermutu melalui sistem JABAL dan partisipasi petani. 4 5

4 A. Potensi Lahan IV. PROSPEK, POTENSI, DAN ARAH PENGEMBANGAN Pengembangan kedelai diarahkan ke propinsi-propinsi yang pernah berhasil mengembangkan kedelai. Luas lahan yang dapat dikembangkan untuk usahatani kedelai lebih dari 1,6 juta ha (Tabel 2). Indikator yang digunakan dalam penentuan kesesuaian agroekosistem bagi pengembangan kedelai adalah peta wilayah potensial sumber pertumbuhan baru produksi dan Location Quotient (LQ). Wilayah sasaran pengembangan intensifikasi adalah daerah dengan LQ tinggi dan LQ sedang. Tabel 2. Potensi lahan untuk pengembangan kedelai. Wilayah Sumber: Anonimous, 2004 Luas (Ha) Sumatera Jawa Kalimantan Bali & NTB Sulawesi Maluku & Papua Jumlah Pengembangan areal panen kedelai diarahkan pada lahan sawah, lahan kering (tegalan), lahan bukaan baru dan lahan pasang surut. Secara rinci peluang penambahan areal panen kedelai adalah sebagai berikut: 1. Lahan sawah pada MK II (Juli-Oktober) yang biasanya diberakan seperti di jalur pantura Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara, NTB, dan Kalimantan Selatan. 2. Lahan sawah tadah hujan pada MK I (Maret-Juni), awal musim hujan sebelum ditanami padi, seperti di Jawa dan NTB. 3. Lahan kering (tegalan) pada MH I (Oktober-Januari) atau MH II (Februari-Maret), terutama di Lampung, Jambi, Sumatera Barat, Aceh, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, NTB, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. 4. Ladang yang belum ditanami. 5. Tumpangsari pada lahan peremajaan perhutani. 6. Tumpangsari dengan jagung pada areal perkebunan. 7. Lahan bukaan baru, bekas alang-alang. 8. Lahan pasang surut yang telah direklamasi. Untuk dapat berproduksi optimal, tanaman kedelai memerlukan tanah dengan tekstur berlempung atau berliat, solum sedang-dalam, drainase sedang-baik, hara NPK dan unsur mikro sedang-tinggi, ph tanah 5,6-6,9. Jenis tanah yang sesuai untuk kedelai adalah Aluvial, Regosol, Andosol, Latosol, Gromusol, dan Ultisol/Oxisol dengan pemberian kapur, fosfat dan bahan organik. Lahan gambut yang sudah direklamasi juga sesuai untuk tanaman kedelai. B. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Data statistik dari Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan bahwa areal panen kedelai meningkat dari 1,33 juta ha pada tahun 1990 menjadi 1,48 juta ha pada tahun 1995, dengan laju peningkatan 2,06% per tahun. Sejak 1995 terjadi penurunan areal panen secara tajam, dari 1,48 juta ha menjadi 0,83 juta ha pada tahun 2000, dengan laju penurunan 11% per tahun. Dalam periode , areal panen kedelai terus menurun dengan laju 9,7% per tahun. Dalam periode 15 tahun terakhir ( ) luas areal kedelai menurun dengan laju 6,1% per tahun (Tabel 3) Penggunaan varietas unggul dan penerapan teknologi budidaya dapat meningkatkan produktivitas kedelai dari 1,11 ton/ha pada tahun 1990 menjadi 1,29 ton/ha pada tahun 2004 dengan laju peningkatan 1,03% per tahun. Peningkatan produktivitas mencapai puncaknya pada periode , dengan laju 1,65% per tahun. Meskipun produktivitas meningkat, namun luas panen menurun, sehingga total produksi pada periode tersebut turun dengan laju 9,53% per tahun. 6 7

5 Tabel 3. Perkembangan areal, produktivitas, produksi dan konsumsi kedelai di Indonesia, Tahun Areal Produktivitas Produksi Konsumsi Penduduk Kons/kap Defisit (000 ha) (t/ha) (000 ton) (ton) (000 jiwa) (kg/kap) (000 ton) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Pertumbuhan ,06 0,39 2,46 2,43 1,66 0,75 2, ,00 1,65-9,53 0,06 1,65-1,57 16, ,66 1,06-8,70-3,19 1,70-4,81 0,61 Rata-rata -6,14 1,03-5,17-0,05 1,67-1,69 6,51 Sumber FAO BPS. 2004, diolah C. Perkembangan Konsumsi Sebagai sumber protein nabati, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan, terutama tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan (snack). Data statistik FAO menunjukkan bahwa konsumsi kedelai per kapita dalam 15 tahun terakhir menurun dari 11,38 kg pada tahun 1990 menjadi 8,97 kg pada tahun 2004, dengan laju penurunan 1,69% per tahun. Penurunan konsumsi terjadi sejak Selama periode , konsumsi per kapita menurun dari 11,82 kg pada tahun 1995 menjadi 10,92 kg pada tahun 2000, dengan laju 1,57% per tahun. Penurunan paling tajam terjadi pada periode , rata-rata 4,81% per tahun. Secara nasional, penurunan konsumsi kedelai jauh lebih rendah daripada penurunan produksi. Implikasinya, tanpa terobosan peningkatan produksi Indonesia akan menghadapi defisit yang makin besar. Dalam periode , volume impor kedelai terus meningkat, dari 0,54 juta ton pada tahun 1990 menjadi 1,31 juta ton pada tahun 2004 (Tabel 4). Mengingat laju penurunan produksi kedelai lebih tajam daripada laju penurunan konsumsi, maka ke depan impor kedelai untuk menutupi defisit diperkirakan akan terus meningkat. Padahal Indonesia pernah berswasembada kedelai sebelum tahun 3) 1976, dengan indeks swasembada lebih besar dari satu. Selain sebagai sumber protein, kedelai dapat juga bermanfaat untuk menurunkan cholesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung. Kedelai dapat pula berfungsi sebagai antioksidan dan mencegah penyakit kanker. Oleh karena itu, kebutuhan kedelai diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan makanan bergizi. Tabel 4. Neraca produksi, konsumsi dan perdagangan kedelai di Indonesia, tahun Tahun Produksi Konsumsi Defisit Impor Ekspor Net impor (000 ton) (ton) (000 ton) (000 ton) (ton) (000 ton) , , , , , , , , , , , , , , , Pertumb (%) -5,17-0,05 6,51 6,50-6,51 Sumber FAO. 2004, diolah. 3) Swastika, D.K.S Swasembada kedelai antara harapan dan kenyataan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol.15(1):

6 D. Pasar, Harga dan Daya Saing Penurunan harga riil diduga menjadi disinsentif yang menyebabkan terjadinya penurunan areal panen kedelai. Persaingan penggunaan lahan dengan palawija lainnya juga diduga sebagai penyebab turunnya areal panen kedelai. Indikatornya adalah kenaikan harga riil jagung. Secara teoritis, kenaikan harga jagung akan mendorong petani untuk menanam komoditas tersebut. Konsekuensinya, kenaikan areal tanam jagung (sebagai komoditas pesaing) dengan sendirinya akan mengurangi areal kedelai, karena lahan yang digunakan adalah lahan yang sama. Perkembangan harga riil kedelai dan jagung sebagai pesaing disajikan pada Tabel 5. Harga yang digunakan adalah harga riil, yaitu harga nominal yang dideflasi dengan indeks harga umum pada tahun dasar Berdasarkan data statistik FAO, harga riil kedelai selama periode berfluktuasi dari tahun ke tahun, namun secara umum mengalami penurunan dari Rp 493/kg pada tahun 1991 menjadi Rp 344/kg pada tahun 2002, dengan laju 3,21% per tahun. Di lain pihak, harga riil jagung ternyata meningkat rata-rata 0,98% per tahun dalam periode yang sama. Tabel 5. Perkembangan harga kedelai dan komoditas pesaingnya di Indonesia, tahun Perkembangan harga kedelai dan jagung merupakan salah satu indikator adanya persaingan penggunaan lahan. Kenaikan harga jagung akan mendorong petani untuk menanam jagung, sehingga akan menurunkan areal tanam kedelai. Dari segi persaingan harga pasar, ternyata harga riil kedelai impor 4) jauh lebih murah daripada kedelai produksi dalam negeri. Hal ini juga merupakan disinsentif bagi petani dalam menanam kedelai. Selama harga kedelai impor masih rendah, arus impor akan makin deras, dan harga kedelai produksi dalam negeri akan turun, sehingga petani tidak bergairah menanam kedelai. Kedua faktor tersebut diduga merupakan penyebab turunnya areal kedelai secara drastis dalam periode Jika kondisi ini terus berlangsung dan tanpa terobosan kebijakan dalam pemasaran kedelai, maka prospek pasar kedelai di Indonesia akan suram. Kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan. Oleh karena itu, pemasarannya dimulai dari sentra produksi ke industri pengolahan melalui pedagang, dan bermuara ke konsumen akhir. Selain dari petani, kedelai di pasar domestik juga berasal dari impor. Kedelai impor umumnya dibeli oleh koperasi (KOPTI), untuk selanjutnya dipasarkan ke pengrajin tahu dan tempe. Secara umum rantai tataniaga kedelai disajikan pada Gambar 1. 1) 1) 2) Tahun Kedelai Jagung Kedelai Impor (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) Petani Importir Sumber: 1) FAO, 2004, 2) Ditjentan, ,21 0, Grosir Ped. Pengumpul Desa 4) Swastika, D.K.S Soybean self-sufficiency in Indonesia: Dream or Reality? Shoert Article. CGPRT-Flash. Vol.1(5):2p. Pengecer Konsumen Akhir KOPTI Pengolah Gambar 1. Rantai tataniaga kedelai di Indonesia. 11

7 Dari Gambar 1 terlihat bahwa kedelai petani dibeli oleh pedagang pengumpul yang kemudian dijual ke pedagang grosir dan pengolah. Dalam pemasaran kedelai, petani umumnya berada dalam posisi tawar yang lemah, sehingga harga kedelai di tingkat petani lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Oleh karena itu, harga riil di tingkat produsen (petani) selama 15 tahun terakhir cenderung menurun. Dalam pengembangan kedelai ke depan diperlukan perbaikan tataniaga dari produsen hingga konsumen. Seperti telah diungkapkan bahwa usahatani kedelai menguntungkan. Namun demikian, keuntungan finansial belum dapat menggambarkan tingkat efisiensi ekonomi usahatani, karena masih banyak terdapat komponen subsidi atau proteksi. Oleh karena itu, untuk mengevaluasi daya saing suatu komoditas diperlukan analisis ekonomi. Studi daya saing menunjukkan bahwa usahatani kedelai di Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif yang rendah, baik secara tradisional maupun komersial, untuk ketiga rezim pemasaran, yaitu perdagangan antar wilayah, substitusi impor, dan promosi ekspor (Tabel 6). Padi dan jagung mempunyai keunggulan komparatif jika diproduksi untuk perdagangan antar wilayah dan substitusi impor, sedangkan untuk promosi ekspor tidak mempunyai keunggulan 12 Tabel 6. Efisiensi ekonomi dari beberapa tanaman pangan di Indonesia. Komoditas Teknologi Rezim pasar RCR Padi Lahan irigasi IRT 0,691 IS 0,867 EP 1,127 Jagung Komposit IRT 0,707 IS 0,679 EP 1,335 Hibrida IRT 0,611 IS 0,526 EP 1,182 Kedelai Tradisional IRT 1,520 IS 1,428 EP 2,184 Komersial IRT 1,274 IS 1,183 EP 1,913 IRT: perdagangan antar wilayah, IS: substitusi impor, EP: promosi ekspor Sumber: Gonzales et al komparatif. Kedelai tidak mempunyai keunggulan komparatif untuk ketiga regim pemasaran. Hal ini diperlihatkan oleh nilai RCR yang lebih besar dari 1. Artinya, untuk memperoleh penerimaan satu dolar AS diperlukan biaya lebih dari satu dolar AS. Padahal pada tahun luas areal tanam kedelai mencapai puncaknya, yang mencerminkan adanya insentif harga bagi usahatani kedelai. Agar memiliki daya saing yang tinggi, pengembangan kedelai diarahkan pada peningkatan produksi, perbaikan kualitas dan dayaguna produk olahan yang mampu bersaing dengan produk olahan dari bahan baku nonkedelai. Di samping itu, diperlukan dukungan kebijakan yang dapat melindungi harga kedelai domestik dan kebijakan pemberlakuan tarif impor serta pembatasan jumlah impor. Harga kedelai hampir tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah, karena lebih banyak ditentukan oleh mekanisme pasar, yang tentu saja terkait dengan permintaan dan persediaan (demand and supply). Harga nominal kedelai di tingkat petani berfluktuasi. Di saat panen raya, harga kedelai jatuh hingga Rp 2.750/kg dan pada saat ini Rp 3.800/kg. Belum berlakunya tarif impor menyebabkan volume impor kedelai makin besar, sehingga harganya di dalam negeri jatuh. Akibatnya, petani enggan menanam kedelai. Oleh karena itu, upaya pengendalian impor dan pengamanan pasar kedelai dalam negeri perlu ditingkatkan. E. Pohon Industri Kedelai dapat diolah menjadi berbagai produk, baik produk pangan, obat-obatan, industri maupun pakan (Gambar 2). Produk olahan kedelai yang populer di masyarakat dewasa ini adalah produk fermentasi seperti tempe, kecap, tauco, dan produk nonfermentasi seperti tahu, susu, dan daging tiruan (meat analog). Produk fermentasi lain yang populer adalah natto (di Jepang), dan produk nonfermentasi lainnya seperti keju kedelai, yuba dan lain-lain. Produk lainnya dari kedelai adalah minyak kasar, isolat protein, lesitin, dan bungkil kedelai. Minyak kedelai dapat diolah lagi untuk produk pangan dan produk industri. Produk pangan yang menggunakan minyak kedelai antara lain adalah minyak salad, minyak goreng, 13

8 mentega putih, margarine, dan mayonaise. Isolat protein dan lesitin banyak digunakan dalam berbagai produk industri makanan, antara lain roti-rotian, es krim, yoghurt, makanan bayi (infant formula), kembang gula dan lain-lain. Bungkil kedelai yang mengandung protein tinggi adalah bahan baku penting rangsum ternak (pakan). Di Indonesia, kedelai lebih banyak digunakan untuk tahu dan tempe. Berdasarkan perhitungan, kebutuhan kedelai untuk tahu dan tempe pada tahun 2002 mencapai 1,78 juta ton atau 88% dari total KEDELAI PANGAN FERMENTASI PANGAN NON - FERMENTASI MINYAK KASAR LESITIN KONSENTRAT PROTEIN BUNGKIL Tempe, kecap, tauco, natto, d ll Tahu, susu, dll PANGAN (minyak salad, minyak goreng, mentega putih, margarine) TEKNIK/ INDUSTRI (wetting agent, pelarut, pengemulsi, penstabil, pelumas dll) PANGAN (rerotian, eskrim, yogurth, makanan bayi (infant formula), kembang gula) FARMASI (Obat-obatan, kecantikan) PAKAN TERNAK kebutuhan dalam negeri, sedangkan 12% sisanya untuk berbagai keperluan makanan olahan dan bahan baku industri lainnya. F. Profil Inovasi Teknologi Senjang produktivitas kedelai antara di tingkat petani (rata-rata 1,2 t/ha) dengan potensi hasilnya (>2 t/ha) masih cukup tinggi. Rendahnya produktivitas di tingkat petani disebabkan karena sebagian besar petani belum menggunakan benih unggul dan pengelolaan tanaman belum optimal. Teknologi produksi kedelai meliputi varietas unggul dan teknik pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO). Pengelolaan LATO dimaksudkan agar potensi genetik varietas dapat terekspresikan secara optimal. Varietas unggul merupakan teknologi yang mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan produksi. Varietas unggul yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian umumnya berdaya hasil tinggi, umur genjah dan tahan/toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkungan fisik). Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan pengelolaan LATO. Penggunaan benih bermutu, pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama penyakit secara terpadu (PHT), pengelolaan panen dan pascapanen dengan alat-mesin mampu meningkatkan produksi kedelai sesuai 5) dengan potensi genetiknya. 14 Gambar 2. Pohon industri kedelai. 5) Marwoto dan Y. Hilman Teknologi kacang-kacangan dan umbi-umbian mendukung ketahanan pangan. Kinerja Balitkabi Balitkabi. 20 hlm. 15

9 G. Proyeksi Konsumsi Proyeksi konsumsi kedelai ditetapkan berdasarkan proyeksi konsumsi per kapita dan proyeksi jumlah penduduk. Proyeksi konsumsi per kapita ditetapkan berdasarkan elastisitas pendapatan, elastisitas 6) harga kedelai, dan elastisitas silang harga komoditas lainnya. Pertumbuhan harga komoditas menggunakan data FAO ( ), sedangkan pertumbuhan pendapatan per kapita menggunakan data BPS (2002). Proyeksi jumlah penduduk didasarkan pada data laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat yang makin rendah. Selama periode , laju pertumbuhan penduduk adalah 1,67% per tahun. Selanjutnya, pertumbuhan penduduk diasumsikan menurun 0,03% per tahun. Dengan menggunakan elastisitas yang ada, maka proyeksi konsumsi per kapita dan total konsumsi kedelai sampai 2025 disajikan pada Tabel 7. Kebutuhan kedelai terus meningkat dari 2,02 juta ton pada tahun 2003 menjadi 2,71 juta ton pada tahun 2015 dan 3,35 juta ton pada tahun Jika sasaran produktivitas nasional rata-rata 1,5 ton/ha bisa dicapai, maka kebutuhan areal tanam kedelai diperkirakan 1,81 juta ha pada tahun 2015, dan 2,24 juta ha pada tahun Tantangannya adalah bagaimana mencapai areal tanam seluas itu, sementara lahan yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai usahatani, terutama komoditas yang lebih kompetitif. H. Arah Pengembangan Strategi peningkatan produksi kedelai nasional ditempuh melalui program peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Program peningkatan produktivitas diprioritaskan pada wilayahwilayah di sentra produksi yang produktivitasnya rendah, di mana tingkat penerapan teknologi oleh petani juga masih rendah. Wilayahwilayah yang sesuai untuk program ini antara lain adalah beberapa kabupaten di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. 6) Simatupang,P., B. Sayaka, Saktyannu, S. Marianto, M. Ariani dan N.Syafa at Makalah disampaikan pada Prawidyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Oktober hlm. 16 Tabel 7. Proyeksi konsumsi kedelai di Indonesia, tahun Tahun Konsumsi Proyeksi penduduk Pertumbuhan Total konsumsi (kg/kapita/th) (000 jiwa) penduduk (%) (000 ton) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Program perluasan areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) ditujukan ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi sumberdaya lahan cukup baik di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Sedangkan perluasan areal diarahkan pada sawah tadah hujan/irigasi sederhana, dan lahan kering yang belum dimanfaatkan secara optimal, terutama di Jambi, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, dan Kalimantan Selatan. Dari segi agroekosistem, pengembangan kedelai perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu kendala produksi yang minimal (tanah dan iklim sesuai/cukup sesuai), peluang keberhasilan yang cukup tinggi, prasarana pendukung yang cukup baik, dan ketersediaan SDM (petani) yang terampil. Untuk itu, prioritas pertama adalah lahan sawah 17

10 irigasi sederhana (berpengairan terbatas, padi 1 kali setahun), prioritas kedua adalah lahan sawah tadah hujan, dan prioritas ketiga adalah lahan kering terlantar (sudah pernah dibudidayakan, iklim/curah hujan mendukung, bukan lahan bukaan baru). I. Peta Jalan (Roadmap) Komoditas Kedelai Tujuan utama dari pembuatan roadmap komoditas kedelai adalah terpenuhinya kebutuhan secara berkelanjutan dari produksi dalam negeri melalui program pengembangan dengan tingkat produksi yang telah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu, dalam hal ini Kegiatan penelitian lebih ditekankan pada aspek peningkatan efisiensi dan efektivitas komponen teknologi yang lebih baik dari saat ini. Melalui perbaikan potensi genetik diharapkan akan terbentuk varietas unggul baru yang tidak hanya berproduksi tinggi (> 2,0 t/ha) dan tahan penyakit karat, tetapi juga toleran kekeringan, tahan hama penggerek dan pengisap polong, adaptif pada lahan marginal, mempunyai kadar isoflavin yang tinggi dan sebagainya. Penelitian pengelolaan LATO lebih diarahkan untuk memperoleh komponen teknologi yang ramah lingkungan, penelitian pascapanen diarahkan pada aspek penyediaan alat mesin pengering, dan tresher yang optimum dan ekonomis. Penelitian benih diharapkan akan menghasilkan teknologi produksi benih unggul bermutu tinggi dengan standar SNI. Kegiatan penelitian tentu perlu dilakukan secara terintegrasi, progressif, antisipatif, komprehensif dan berkesinambungan. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa kemajuan penelitian kedelai akan sejalan dengan tingkat kemajuan suatu negara. Di tengah berbagai keterbatasan dan kompleksnya masalah yang dihadapi, pemilihan dan prioritas penelitian yang tepat merupakan hal yang menentukan. Dari beberapa kegiatan penelitian yang dilakukan akan diperoleh beberapa komponen teknologi pengembangan yang dapat dipakai untuk mendukung pencapaian tujuan dari roadmap komoditas kedelai. Komponen teknologi (LATO, pra/pascapanen) serta galur harapan (calon varietas) merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah jika akan merakit paket teknologi spesifik lokasi. Untuk itu diperlukan survei (PRA) PTT kedelai lahan sawah, lahan sawah tadah hujan, dan lahan kering. Dalam pengembangan kedelai perlu adanya model yang efisien dan efektif, termasuk penentuan luasan dan kebijakan pendukung. Untuk mendukung pengembangan kedelai perlu dirakit teknologi yang adaptif untuk masing-masing sentra produksi. Apapun yang telah dihasilkan, baik berupa alternatif maupun anjuran paket teknologi, tidak akan berpengaruh besar terhadap program pengembangan kedelai apabila tidak didukung oleh kebijakan makro bagi implementasi pengembangan. Dengan dukungan sistem kelembagaan diharapkan sasaran produktivitas kedelai 1,80 ton/ha pada tahun 2009 dapat dicapai. Di samping itu kebutuhan konsumen baik untuk pangan (tempe, tahu, kecap dll), pakan serta bahan industri dapat dipenuhi sesuai dengan standar mutu untuk masing-masing konsumen tersebut

11 V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Strategi pengembangan kedelai mencakup strategi pada subsistem hulu (faktor produksi), subsistem produksi (on-farm), subsistem hilir, dan subsistem penunjang. Pengembangan kedelai diharapkan dapat berhasil apabila didukung oleh kebijakan yang kondusif. Untuk itu, diperlukan strategi yang tepat untuk mencapai saran pengembangan kedelai. Gambar 3. Peta Jalan(roadmap) komoditas kedelai A. Strategi Peningkatan Produksi Dalam Rencana Pembangunan Pertanian Jangka Menengah ( ) Departemen Pertanian, sasaran pengembangan kedelai adalah peningkatan produksi nasional sebesar 7% per tahun. Pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009, produksi kedelai diproyeksikan masing-masing 774 ribu ton, 825 ribu ton, 900 ribu ton, 975 ribu ton dan 1,03 juta ton atau meningkat dengan laju 7% per tahun. Apabila sasaran peningkatan produksi diproyeksikan seperti yang dikemukakan di atas, maka pada tahun 2009 impor kedelai diperkirakan masih 1,36 juta ton atau tidak terjadi pengurangan impor. Agar sasaran pengurangan impor dapat dicapai, lebih cepat diperlukan upaya khusus peningkatan produksi kedelai. Upaya khusus ini ditempuh dapat dengan mempercepat produktivitas dan perluasan areal tanam pada lima tahun pertama, sasaran produktivitas sebesar 15% ( ), kemudian tingkat produktivitas dipertahankan pada periode selanjutnya ( ). Upaya perluasan areal tanam didasarkan pada proyeksi produksi (Tabel 8). Selama periode diperlukan perluasan areal tanam rata-rata ha per tahun, dan pada periode ha per tahun. Dengan upaya khusus ini, apabila diterapkan secara konsisten, maka pada tahun 2009 impor kedelai dapat ditekan menjadi 38% dan 8% pada tahun

12 Tabel 8. Proyeksi peningkatan produksi 15% melalui program peningkatan produktivitas (PP) dan perluasan areal tanam (PAT) (skenario 3). Tahun Program PP (t/ha) Kebutuhan areal (000 ha) Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah tadah hujan atau lahan kering. Wilayah sasaran perluasan areal adalah NTB, Jawa, Lampung, Sumatera Utara, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Teknologi utama yang diperlukan dalam upaya khusus ini diantaranya adalah: menggunakan benih varietas unggul, pengendalian OPT secara terpadu, perbaikan kesuburan lahan dengan pemupukan sesuai kebutuhan, waktu musim tanam yang sesuai dan rotasi tanam. 1. Perluasan areal Program PAT (000 ha) Sasaran produksi (000 ton) Peta wilayah potensial sumber pertumbuhan baru produksi kedelai dan Location Quotient (LQ) digunakan sebagai indikator kesesuaian agroekosistem bagi usahatani kedelai. Penjabaran LQ adalah sebagai berikut: LQ = Eir / Ein Proyeksi konsumsi Impor (000 ton) (000 ton) Impor , , , , , , , , , , ,57 Eir adalah sumbangan kedelai (i) terhadap ekonomi propinsi (r), Ein adalah sumbangan kedelai (i) terhadap ekonomi nasional (n). Nilai LQ diklasifikasikan sebagai berikut : 3,0 > LQ > 2,0 nilai tinggi 2,0 > LQ > 1,0 nilai sedang 1,0 > LQ > 0 nilai rendah Wilayah sasaran intensifikasi terletak di propinsi penghasil kedelai utama atau dengan LQ tinggi, diikuti oleh propinsi dengan LQ sedang. Skala prioritas dan sasaran pengembangan kedelai berdasarkan nilai LQ disajikan pada Tabel 9 dan 10. Tabel 9. Prioritas program peningkatan produksi dan perluasan kedelai berdasarkan nilai LQ propinsi. Nilai LQ dan Propinsi Peningkatan Perluasan areal produktivitas (PP) tanam (PAT) 3,0 > LQ > 2,0 NTB, Jawa Timur, Yoyakarta ,0 > LQ >1,0 Aceh, Lampung, Jabar, Jateng, Sulsel ,0 > LQ > 0,5 Bali, Sulut, Sumbar, Sumut ,5 > LQ > 0,1 Jambi, Sumsel, Sultra, Bengkulu, Kalsel, Irja Keterangan : +++ Prioritas utama ++ Prioritas sedang + Prioritas rendah Potensi lahan yang sesuai untuk tanaman kedelai, baik untuk peningkatan produktivitas maupun perluasan areal, beragam antarpropinsi. Di satu sisi terdapat cukup luas lahan yang dapat dikembangkan untuk usahatani kedelai. Di sisi lain terdapat perbedaan keunggulan komparatif dan kompetitif kedelai dengan komoditas lainnya. Upaya peningkatan produktivitas dibedakan atas tingkat produktivitas yang telah ada selama ini. Berdasarkan metode perhitungan LQ, maka lahan dengan 3,0>LQ>2,0 sesuai untuk peningkatan produktivitas yang tersebar di NTB, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Bagi daerah-daerah yang telah memiliki produk tivitas 22 23

13 Tabel 10. Nilai LQ 3,0>LQ>2,0 (Tinggi) Daerah sasaran peningkatan produktivitas di propinsi penghasil utama kedelai (LQ tinggi) dan propinsi penghasil kedelai (LQ sedang). Propinsi Kabupaten ( ha) Gunung kidul, Bantul, Wonosari, Sleman Yogyakarta Tuban, Lamongan, Bojonegoro, Lumajang, ( ha) Jember, Banyuwangi, Malang, Blitar, Jawa Timur Tulungagung, Kediri, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep. Sumbawa, Dompu, Lombok Tengah, Lombok ( ha) Barat NTB 2,0>LQ>1,0 ( ha) Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Barat, (Sedang) Aceh Aceh Selatan. ( ha) Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Lampung Utara Pandeglang, Lebak, Serang, Sukabumi, ( ha) Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Jawa Barat Sumedang, Majalengka, Cirebon, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi Purworejo, Tegal, Pemalang, Pekalongan, ( ha) Batang, Demak, Boyolali, Sukoharjo, Sragen, Jawa Tengah Karanganyar, Wonogiri, Kudus, Jepara, Pati, ( ha) Blora Bone Enrekang, Gowa, Majene, Maros, Pangkajene, Poliwali, Selayar, Sidereung, Sulawesi Selatan Sopeng, Wajo tinggi diarahkan untuk pemantapan produktivitas. Bagi daerah-daerah yang tingkat produktivitasnya masih rendah diarahkan kepada percepatan peningkatan produktivitas melalui penggunaan benih bermutu varietas unggul, pupuk berimbang, pupuk bio, penerapan teknologi spesifik lokasi, pengelolaan usahatani terpadu lahan kering. Perluasan areal tanam diarahkan ke luar Jawa melalui penambahan baku lahan, optimalisasi lahan kering, rehabilitasi, konservasi lahan, dan pengembangan lahan rawa/lebak/pasang surut. Perluasan areal disesuaikan dengan kecocokan lahan dengan 2,0>LQ>1,0 di Aceh, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Untuk mendukung tercapainya sasaran tersebut, perlu 24 dukungan aspek hulu, antara lain penyediaan lahan, perbaikan pengairan, sarana produksi, alat-mesin, permodalan, sarana transportasi/jalan usahatani. 2. Peningkatan produktivitas Varietas unggul mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang nyata dalam peningkatan produksi. Oleh karena itu, program peningkatan produktivitas perlu didukung oleh perakitan dan pengembangan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan toleran cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Dalam periode , Badan Litbang Pertanian telah melepas 11 varietas unggul kedelai (Tabel 11). Varietas Ijen tahan terhadap ulat grayak. Varietas Tanggamus, Nanti, Sibayak, Seulawah dan Ratai adaptif pada lahan kering masam dan nonmasam. Varietas unggul tersebut berperan penting dalam peningkatan produktivitas kedelai melalui skenario 1, 2 dan 3. Hal yang menjadi masalah, hingga kini baru 10% areal yang baru ditanami benih varietas unggul. Oleh karena itu, sosialisasi penggunaan varietas unggul perlu ditingkatkan. Komponen teknologi produksi yang dikemas dalam model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) mampu meningkatkan hasil kedelai hingga 2 ton/ha. Program yang diperlukan adalah pemasyarakatan penggunaan benih bermutu varietas unggul dan pengelolaan LATO yang dikemas dalam paket teknologi PTT. Pemasyarakatan PTT dilakukan melalui berbagai media seperti pelatihan, sekolah lapang dan penyuluhan. 25

14 Tabel 11. Varietas unggul kedelai yang dilepas dalam periode Varietas Potensi hasil Umur Ukuran biji Adaptasi (t/ha) (hari) Sinabung 2,5 88 Sedang Lahan sawah Kaba 2,6 85 Sedang Lahan sawah Anjasmoro 2,5 85 Besar Lahan sawah Mahameru 2,5 87 Besar Lahan sawah Panderman 2,5 85 Besar Lahan sawah Ijen 2,5 85 Sedang Lahan sawah Tanggamus 2,7 88 Sedang Lahan kering Sibayak 2,5 89 Sedang Lahan kering Nanti 2,5 91 Sedang Lahan kering Ratai 2,6 90 Sedang Lahan kering Seulawah 2,7 90 Sedang Lahan kering * Tahan=ulat grayak Sumber: Marwoto dan Hilman (2005) Upaya peningkatan stabilitas hasil kedelai di lahan sawah, lahan kering, lahan bukaan baru maupun kedelai sebagai tanaman sela perlu mendapat perhatian. Gangguan stabilitas hasil kedelai banyak disebabkan oleh cekaman biotik dan abiotik. Gangguan hama, penyakit dan gulma dapat menyebabkan kehilangan hasil 80% dan bahkan puso apabila tidak ada tindakan pengendalian. Penerapan teknologi PHT juga perlu disosialisasikan. Program pelatihan dan sekolah lapang PHT juga perlu ditingkatkan. B. Strategi Faktor Produksi Penyediaan sarana produksi berupa benih, pupuk, pestisida, alsintan mempunyai peran penting dalam proses peningkatan produksi kedelai. Penghapusan subsidi pupuk dan pestisida pada tahun 1998 menyebabkan harga pupuk dan pestisida meningkat tajam. Rendahnya harga jual kedelai di tingkat petani dan tingginya harga pupuk dan pestisida menyebabkan usahatani kedelai tidak menguntungkan. Penyediaan faktor produksi dalam jenis, jumlah, waktu, mutu, tempat dan harga yang terjangkau perlu diprioritaskan. Distribusi sarana produksi belum menjangkau sentra produksi terpencil. Penyediaan 26 sarana produksi melalui pembangunan kios-kios pertanian perlu ditingkatkan. Penggunaan benih bermutu di tingkat petani masih di bawah 10%. Peningkatan penggunaan benih unggul dapat diupayakan melalui pegembangan agribisnis benih kedelai. Pembinaan terhadap penangkar yang memproduksi benih bersertifikat merupakan salah satu upaya dalam pengembangan pemakaian benih unggul di sentra produksi kedelai. Saran kebijakan program perbenihan adalah: (1) penataan kembali sistem perbenihan kedelai yang telah disusun sebelumnya; (2) penyederhanaan aturan perbenihan yang lebih mengarah pada peningkatan efisiensi sistem produksi benih; dan (3) promosi varietas unggul baru secara intensif kepada petani melalui peran dan tupoksi Direktorat Perbenihan. C. Strategi Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Peningkatan nilai tambah dan daya saing produksi diupayakan dengan memperbaiki dan menganekaragamkan bentuk makanan olahan berbahan baku kedelai, meningkatkan kualitas polong dan biji, baik untuk makanan segar maupun untuk bahan industri pangan. Makanan olahan yang menarik, rasa sesuai dengan selera konsumen dan dikemas sedemikian rupa mempunyai daya tarik tersendiri bagi konsumen. Sebagai contoh, PT Garuda Food telah berhasil memproduksi snack kedelai oven dengan rasa enak, dan dikemas dalam kemasan yang menarik. Produk pangan berbahan baku kedelai ini telah tersebar di banyak pasar swalayan. Program penguatan industri skala kecil maupun skala besar yang bermitra dengan produsen kedelai perlu ditindaklanjuti. Upaya peningkatan daya saing produk dapat pula diupayakan melalui penyuluhan dan promosi ke berbagai media, termasuk media massa. D. Strategi Distribusi dan Pemasaran Keunggulan kompetitif produk antara lain terletak pada sistem distribusi. Memperbaiki dan memperpendek rantai tataniaga dari produsen ke konsumen berperan penting dalam meningkatkan 27

15 efektivitas dan efisiensi dalam pendistribusian dan pemasaran produk. Strategi yang diperlukan dalam distribusi dan pemasaran kedelai adalah: (1) meningkatkan efisiensi biaya pemasaran dan posisi tawar petani sehingga mereka memperoleh harga yang wajar; (2) meningkatkan harga jual kedelai di tingkat petani. Untuk maksud tersebut maka program pengembangan kedelai mencakup: (1) pengembangan kemitraan antara petani dengan pengusaha industri kedelai, (2) pengendalian impor melalui penerapan kebijakan proteksi, misalnya untuk residual efek kedelai transgenik dll, (3) peningkatan perdagangan antar pulau dalam rangka memperlancar aliran/distribusi produksi, (4) pengembangan/penguatan kelembagaan pemasaran di tingkat petani, (5) pengembangan teknologi pengolahan produk berbasis kedelai domestik yang sesuai dengan kebutuhan industri dan pasar. Program yang perlu dikembangkan ke depan antara lain adalah pembelian kedelai petani oleh pemerintah (proteksi produk) untuk meningkatkan gairah mereka dalam berproduksi. (d) peningkatan kualitas sumber daya manusia, (e) peningkatan kelembagaan agribisnis (f) peningkatan dukungan pemasaran, dan (g) dukungan peraturan perundangan. F. Dukungan Inovasi Teknologi Teknologi yang diperlukan untuk mendukung program pengembangan kedelai antara lain: (a) varietas unggul baru yang berpotensi hasil tinggi 2,5-3,0 t/ha, berbiji sedang/besar, tahan dan toleran terhadap cekaman biotik (tahan hama dan penyakit) dan abiotik (kekeringan, naungan, kemasaman tanah), (b) benih sumber dan sistem perbenihan, (c) komponen teknologi produksi yang dikemas dalam paket teknologi yang efisien (pendekatan PTT), (d) bioteknologi untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi sistem produksi, dan (e) penanganan pasca panen untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk. E. Konsolidasi Manajemen Usahatani Pengembangan kedelai ke depan perlu melibatkan pihak swasta untuk menjalin kemitraan dengan petani/kelompok tani. Kemitraan yang dikembangkan meliputi aspek penyediaan sarana-prasarana dan infrastruktur, budidaya/produksi, pengumpulan hasil, prosesing, pergudangan, pengolahan dan pemasaran hasil. Untuk itu, diperlu-kan dukungan kebijakan makro yang kondusif, sehingga masing-masing pihak dapat menjalankan fungsinya dan mendapatkan keuntungan serta manfaat yang adil. Dalam operasionalnya, pengembangan kedelai dilakukan dalam rancang bangun/model pengembangan kawasan agribisnis yang terpadu antara pengembangan sentra produksi kedelai dengan pengembangan pakan ternak serta diintegrasikan dengan industri pangan. Untuk memperbaiki manajemen usahatani kedelai diperlukan (a) pengembangan insentif investasi,( b) pengembangan lembaga keuangan dan permodalan, (c) peningkatan dukungan teknologi, 28 29

16 VI. KEBUTUHAN INVESTASI Tabel 12. Perkiraan kebutuhan investasi pengembangan kedelai (milyar rupiah). Dalam sistem usahatani tanaman pangan, palawija (termasuk kedelai) adalah komoditas prioritas kedua (secondary crops) setelah padi. Oleh karena itu, sarana yang digunakan untuk pengembangan kedelai adalah bagian dari sarana yang digunakan untuk pengembangan padi, sehingga tidak dapat dipisahkan antara investasi kedelai dengan investasi tanaman pangan lainnya. Petani memerlukan dukungan kebijakan harga produksi agar mereka memperoleh insentif yang layak dari usahatani kedelai. Kebutuhan investasi untuk pengembangan kedelai dalam periode meliputi investasi pada subsistem hulu dan hilir, serta investasi di bidang prasarana pendukung lainnya. Investasi pada usaha pertanian primer (on-farm) adalah untuk penyediaan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida). Kebutuhan investasi ditentukan oleh target sasaran produksi. Dengan sasaran peningkatan produksi untuk mencapai swasembada tahun 2015, (pertumbuhan produksi 15% /tahun), maka skenario kebutuhan investasi adalah sebagai berikut: a. Untuk jangka menengah ( ) swasta dan pemerintah membutuhkan investasi masing-masing sebesar Rp. 5,09 triliun dan Rp. 0,68 triliun (tabel 12), dan b. Dalam jangka panjang ( ) adalah untuk mencapai sasaran peningkatan produksi 15% per tahun dibutuhkan investasi swasta dan pemerintah masing-masing sebesar Rp. 16,19 triliun dan Rp. 2,45 triliun. Bidang Peme- Swasta Peme- Swasta Total Total rintah rintah I.Investasi Subsistem Hulu-Hilir 1. Usaha jasa Alsintan - Sprayer 0,13 0,13 0,23 0,23 0,23 - Thresher 3,64 3,64 3,62 3,62 3,62 2.Usaha perbenihan Usaha pascapanen 4.Usaha pengolahan Usaha pemasaran/ distribusi a. Gudang b. Transportasi c. Peralatan d. Modal kerja Subtotal II.Investasi prasarana dan pendukung lain Irigasi Penelitian & pengembangan Penyuluhan Pasar Subtotal Total (I+II+III)

17 VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan diperlukan dukungan kebijakan investasi mulai dari subsistem hulu hingga subsistem hilir. Kebijakan investasi yang dibutuhkan antara lain adalah: 1. Kemudahan prosedur untuk mengakses modal kerja (kredit usaha) bagi petani dan swasta yang berusaha dalam bidang agribisnis kedelai. 2. Percepatan alih teknologi/diseminasi hasil penelitian dan percepatan penerapan teknologi di tingkat petani melalui revitalisasi tenaga penyuluh pertanian. 3. Pembinaan/pelatihan produsen/penangkar benih dalam aspek teknis (produksi benih), manajemen usaha perbenihan serta pengembangan pemasaran benih. Penyediaan kredit usaha perbenihan bagi produsen atau calon produsen benih. 4. Mendorong/membina pengembangan usaha kecil/rumah tangga dalam subsistem hilir (produk tahu, tempe, kecap, tauco, susu) untuk menghasilkan produk olahan yang bermutu tinggi sesuai dengan tuntutan konsumen. 5. Kebijakan makro untuk mendorong pengembangan kedelai di dalam negeri dengan memberlakukan tarif impor 20-30%. 6. Pengembangan prasarana/infrastruktur pertanian secara umum (pembukaan sawah/lahan pertanian, pembuatan fasilitas irigasi dan jalan), juga akan mendorong pengembangan kedelai di dalam negeri. 7. Kebijakan alokasi sumberdaya (SDM, anggaran) yang memadai dalam penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan teknologi tepat guna. 32

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein yang memiliki arti penting

Lebih terperinci

Ekonomi Kedelai di Indonesia

Ekonomi Kedelai di Indonesia Ekonomi Kedelai di Indonesia Tahlim Sudaryanto dan Dewa K.S. Swastika Pusat Analisis Sosial-Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang telah mengubah

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih AgroinovasI Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEDELAI DAN KEBIJAKAN PENELITIAN DI INDONESIA 1)

PENGEMBANGAN KEDELAI DAN KEBIJAKAN PENELITIAN DI INDONESIA 1) PENGEMBANGAN KEDELAI DAN KEBIJAKAN PENELITIAN DI INDONESIA 1) P. Simatupang 2), Marwoto 3) dan Dewa K.S. Swastika 4) Ringkasan Tanaman kedelai merupakan tanaman cash crop dibudidayakan di lahan sawah dan

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama di Indonesia. Bagian yang dimanfaatkan pada tanaman kedelai adalah bijinya. Berdasarkan Sastrahidajat

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN Suwarno Asisten Direktur Perum Perhutani Unit 2 PENDAHULUAN Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit 2 berdasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010 mendapat

Lebih terperinci

Titik Poin Agribisnis Kedelai

Titik Poin Agribisnis Kedelai Titik Poin Agribisnis Kedelai Prof. Dr. Ir. Sony Heru Priyanto, MM. Dekan Fakultas Pertanian & Bisnis UKSW Ketua KP3K Jawa Tengah 11 Juni 2014 di Purwokerto sonecid@yahoo.com Pengantar Salah satu komoditi

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

8. PROGRAM PENGEMBANGAN KEDELAI

8. PROGRAM PENGEMBANGAN KEDELAI 8. PROGRAM PENGEMBANGAN KEDELAI 8.1. Analisis Kebijakan Kedelai merupakan salah satu komoditi palawija yang termasuk dalam kebijakan pengadaan pangan melalui upaya peningkatan produksi. Saat ini pemerintah

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) No. 75/11/35/Th.XII, 3 November 2014 A. PADI Produksi Padi Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN

RENCANA AKSI PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN RENCANA AKSI PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN 2005-2010 LIMA KOMODITAS 1. Beras : Swasembada Berkelanjutan 2. Jagung : Swasembada 2007 3. Kedelai : Swasembada 2015 (2010 = 65%) 4. Gula : Swasembada 2009 5.

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Kedelai 1

PENDAHULUAN. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Kedelai 1 PENDAHULUAN 8ebagai sarana produksi yang membawa sifat-sifat varietas tanaman, benih berperan penting dalam menentukan tingkat hasil yang akan diperoleh. Varietas unggul kedelai umumnya dirakit untuk memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

Prospek Pengembangan Teknologi Budi Daya Kedelai di Lahan Kering Sumatera Selatan

Prospek Pengembangan Teknologi Budi Daya Kedelai di Lahan Kering Sumatera Selatan Prospek Pengembangan Teknologi Budi Daya Kedelai di Lahan Kering Sumatera Selatan Darman M. Arsyad 1 Ringkasan Upaya peningkatan produksi kedelai di dalam negeri perlu dilakukan untuk menekan ketergantungan

Lebih terperinci

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh : LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL Oleh : Pantjar Simatupang Agus Pakpahan Erwidodo Ketut Kariyasa M. Maulana Sudi Mardianto PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Dewasa ini, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan (Sumsel) ingin mewujudkan Sumsel Lumbung Pangan sesuai dengan tersedianya potensi sumber

Lebih terperinci

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS BAB III PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS Uning Budiharti, Putu Wigena I.G, Hendriadi A, Yulistiana E.Ui, Sri Nuryanti, dan Puji Astuti Abstrak

Lebih terperinci

Uji Adaptasi Galur Harapan Kedelai Tahan Pecah Polong dan Toleran Hama Pengisap Polong

Uji Adaptasi Galur Harapan Kedelai Tahan Pecah Polong dan Toleran Hama Pengisap Polong 5 III. VARIETAS UNGGUL BARU/UNG UNGGULGUL HARAPAN KEDELAI Uji Adaptasi Galur Harapan Kedelai Tahan Pecah Polong dan Toleran Hama Pengisap Polong Uji adaptasi galur harapan kedelai tahan pecah polong dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG Resmayeti Purba dan Zuraida Yursak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo Telp

Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo Telp Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo fuad.hsn@gmail.com Telp. 081578753458 Kedelai merupakan salah satu dari lima komoditas yang menjadi prioritas dalam swasembada dan swasembada

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) No. 47/07/35/Th XIII,1 Juli 2015 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2014 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

Kementerian Pertanian

Kementerian Pertanian KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU NASIONAL 1 I. PENDAHULUAN 1. Tembakau merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia yang berkembang sudah sejak ratusan tahun yang silam. Kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak menjadi

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak menjadi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak menjadi perhatian pemerintah, karena tingkat konsumsi masyarakat akan kedelai sangatlah besar yaitu 2,23 juta

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013.

REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013. REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013 Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN Rosita Galib dan Sumanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Abstrak.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN Dr. Suswono, MMA Menteri Pertanian Republik Indonesia Disampaikan pada Seminar Nasional Universitas

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI Julistia Bobihoe, Endrizal dan Didiek Agung Budianto 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN

ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 13 ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN 2.1. Permasalahan dan Tantangan Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Gambar 2.1. Bawang Merah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

DAFTAR SATUAN KERJA TUGAS PEMBANTUAN DAN DEKONSENTRASI TAHUN 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

DAFTAR SATUAN KERJA TUGAS PEMBANTUAN DAN DEKONSENTRASI TAHUN 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DAFTAR SATUAN KERJA DAN TAHUN 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM NO. KAB/KOTA 1 PENATAAN RUANG - - 32 32 2 SUMBER DAYA AIR 28 132-160 3 BINA MARGA 31 - - 31 59 132 32 223 E:\WEB_PRODUK\Agung\Pengumuman\NAMA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun ) No.22/03/35/Th XIII,2 Maret 2015 A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar 12,398 juta ton Gabah

Lebih terperinci

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia 2 Balai Pengkajian teknologi Pertanian

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini mengembangkan model pengklasteran Pemerintah Daerah di Indonesia dengan mengambil sampel pada 30 Pemerintah Kota dan 91 Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH Abdul Choliq, Sri Rustini, dan Yulianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegal Lepek, Sidomulyo,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung dan kaya protein nabati yang diperlukan untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi, serta

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN

PEMERINTAH KABUPATEN POTENSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG Lahan Pertanian (Sawah) Luas (km 2 ) Lahan Pertanian (Bukan Sawah) Luas (km 2 ) 1. Irigasi Teknis 15.250 1. Tegal / Kebun 30.735 2. Irigasi Setengah Teknis

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama dari keseluruhan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah. Hal ini mengingat bahwa sektor

Lebih terperinci

6 Hasil Utama Penelitian Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2016

6 Hasil Utama Penelitian Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2016 Uji Adaptasi Galur Harapan Kedelai Tahan Pecah Polong dan Toleran Hama Pengisap Polong Uji adaptasi galur harapan kedelai tahan pecah polong dan toleran hama pengisap polong dilaksanakan di 10 sentra produksi

Lebih terperinci