I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan ini tidak terlepas dari pembangunan masing-masing daerah, yang merupakan bagian integral dalam upaya mencapai sasaran nasional. Pembangunan di setiap daerah baik di kota maupun kabupaten berlangsung secara terus-menerus dan setiap daerah berusaha memajukan daerahnya. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk mengelola sendiri daerahnya, sesuai dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menempatkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab, sehingga setiap daerah kabupaten memiliki kewenangan dan keleluasaan untuk menyusun serta melaksanakan kebijakan pembangunan daerah yang sesuai dengan kondisi, potensi, dan aspirasi masyarakat. Pembangunan di setiap daerah memerlukan tenaga kerja sebagai salah satu modal utamanya. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka jumlah angkatan kerjapun juga semakin meningkat. Namun permasalahan yang terjadi di Indonesia adalah kurang tersedianya lapangan pekerjaan. Permintaan lapangan kerja yang tidak terpenuhi ini menandakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah tersebut tidak berjalan secara efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Simanjuntak (1985), bahwa jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi sebenarnya tidak perlu menjadi masalah bila daya dukung ekonomi yang efektif di daerah itu cukup kuat memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja. Pendapat tersebut diperkuat oleh Arsyad (1992) yang menyatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah satu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada, dan membentuk pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan 1

2 2 kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Rendahnya kinerja pembangunan terutama pembangunan sumber daya manusia menyebabkan terjadinya masalah pengangguran, di mana masalah ini seringkali dihadapi oleh negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Permasalahan ini membutuhkan suatu pemecahan melalui peningkatan kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja secara tepat dan memadai. Tepat berarti sesuai antara jenis pekerjaan dengan bidang keahliannya, dan memadai yaitu jumlah angkatan kerja dapat terserap ke dalam bidang pekerjaan yang membutuhkan. Pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan pertumbuhan kesempatan kerja untuk menyerap tenaga kerja sehingga pertumbuhan penduduk tidak menjadi kendala dalam perkembangan ekonomi. Adapun jumlah pengangguran terbuka Indonesia pada tahun ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 1. Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia Tahun Tahun Tingkat Pengangguran Terbuka (%) , , , , ,11 Sumber : BPS Nasional, 2009 Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa tingkat pengangguran terbuka Indonesia pada tahun semakin meningkat, dengan nilai persentase 9,67% pada tahun 2003, 9,88% pada tahun 2004, 10,26% pada tahun 2005, dan 10,28% pada tahun Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2004 ke 2005, yaitu naik sebesar 0,38%. Sedangkan tingkat pengangguran pada tahun 2007 nilainya menurun drastis dari tahun 2006, yaitu 9,11%. Salah satu penyebab turunnya angka pengangguran ini adalah perubahan cara perhitungan jumlah penduduk yang bekerja. Pada tahun 2006 ke bawah, perhitungan penduduk yang bekerja diukur dari umur 10 tahun ke atas, sedangkan mulai tahun 2007 perhitungan dimulai dari umur 15 tahun ke

3 3 atas. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk bekerja berkurang, sehingga jumlah pengangguran pun juga terhitung lebih sedikit dari tahun sebelumnya. Salah satu sektor yang menyediakan cukup banyak lapangan pekerjaan adalah sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat besar dalam pembangunan Indonesia. Usaha dalam bidang pertanian akan terus berjalan selama manusia masih memerlukan makanan untuk mempertahankan hidup dan masih memerlukan hasil pertanian sebagai bahan baku dalam industrinya. Pembangunan pertanian di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor dan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja, serta mendorong pemerataan. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Keadaan topografi Kabupaten Karanganyar beragam mulai dari dataran rendah sampai pegunungan. Adanya kondisi topografi yang beragam ini mengakibatkan Kabupaten Karanganyar memiliki potensi untuk budidaya berbagai jenis tanaman. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan daerah adalah terjadinya peningkatan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Nilai PDRB Kabupaten Karanganyar pada tahun 2005 sebesar Rp ,00; tahun 2006 sebesar Rp ,00 dan tahun 2007 sebesar Rp ,00. Berdasarkan nilai PDRB tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan yang berarti bagi kondisi perekonomian di Kabupaten Karanganyar. Adapun nilai distribusi persentase PDRB Kabupaten Karanganyar tahun menurut lapangan usaha ADHK 2000 dapat dilihat pada Tabel 2.

4 4 Tabel 2. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Karanganyar Tahun menurut Lapangan Usaha ADHK 2000 Sektor Tahun Pertanian 20,38 19,68 19,68 19,50 19,47 2. Pertambangan dan Penggalian 0,91 0,86 0,86 0,85 0,83 3. Industri Pengolahan 52,41 51,02 52,55 52,72 52,88 4. Listrik, Gas, dan Air Minum 1,41 1,37 1,38 1,40 1,38 5. Bangunan 2,53 2,44 2,43 2,41 2,40 6. Perdagangan 11,16 10,50 10,33 10,25 10,09 7. Angkutan dan Komunikasi 0,32 2,94 2,89 2,86 2,80 8. Sektor Keuangan, Sewa Bangunan dan Jasa 2,21 2,13 2,13 2,15 2,12 Perusahaan 9. Jasa-Jasa 8,67 8,05 7,74 7,87 8,03 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar, 2008 Tabel 2 menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Karanganyar relatif besar, yaitu sebesar 20,38% (2003), 19,68% (2004), 19,68% (2005), 19,50% (2006), dan 19,47% (2007), serta menempati urutan kedua setelah sektor industri pengolahan. Walaupun kontribusi sektor pertanian cenderung menurun dari tahun 2003 hingga 2007, sektor ini tetap menjadi salah satu sektor yang mempunyai peranan penting bagi Kabupaten Karanganyar. Adapun besarnya kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Karanganyar didukung dengan luas lahan pertanian yang relatif luas yaitu 69,96% dari ,64 Ha luas wilayah Kabupaten Karanganyar (BPS Kabupaten Karanganyar, 2008). Keberhasilan pembangunan di suatu wilayah dapat dilihat dari banyaknya tenaga kerja yang terserap di wilayah tersebut. Besarnya penyerapan tenaga kerja dapat meningkatkan pendapatan perkapita penduduk, yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Jumlah penduduk di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2007 adalah orang, di mana sebanyak orang terserap di berbagai bidang pekerjaan. Sebagian besar

5 5 penduduk Kabupaten Karanganyar bekerja di sektor pertanian (petani sendiri dan buruh tani) dengan prosentase 31,31%, sedangkan di urutan kedua dengan prosentase 14,65% penduduk bekerja sebagai buruh industri (BPS Kabupaten Karanganyar, 2008). Berdasarkan data-data di atas, dapat diketahui bahwa sektor pertanian di Kabupaten Karanganyar memiliki kontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja, namun belum dapat diketahui sejauh mana peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Karanganyar. Hal ini merupakan alasan dilakukannya penelitian ini. Kajian lebih mendalam mengenai peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja serta bagaimana pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian di Kabupaten Karanganyar. Hal ini akan bermanfaat sebagai informasi dalam perencanaan perluasan kesempatan kerja di Kabupaten Karanganyar. B. Perumusan Masalah Sampai saat ini sektor pertanian masih memiliki kemampuan untuk menyerap tenaga kerja. Hal tersebut ditunjukkan dengan besarnya penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Keadaan sektor tenaga kerja di Kabupaten Karanganyar terbagi dalam beberapa jenis pekerjaan antara lain petani, buruh tani, buruh industri, buruh bangunan, pedagang, pengusaha, pengangkutan, PNS/TNI/POLRI, pensiunan dan lain-lain. Dari jenis pekerjaan tersebut, pekerjaan sebagai petani dan buruh tani masih merupakan yang terbesar. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian Kabupaten Karanganyar dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, yaitu dari tahun 2004 hingga tahun Sedangkan pada tahun 2003 sampai 2004 mengalami kenaikan, dari 43,27% menjadi 43,89%. Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2004 sampai 2007, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian masih merupakan yang terbesar dibanding sektor perekonomian lain. Hal ini dapat dilihat dari data perkembangan penduduk

6 6 sepuluh tahun ke atas yang bekerja menurut sektor perekonomian di Kabupaten Karanganyar sebagai berikut : Tabel 3. Perkembangan Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Karanganyar Tahun (persen) No Lapangan Usaha Tahun Pertanian 43,27 43,89 35,04 32,48 29,57 2 Pertambangan & Galian 0,43 0,06 0,62 0,62 1,40 3 Industri Pengolahan 19,70 19,17 19,82 22,12 18,87 4 Listrik,Gas & Air Bersih 0,18 0,28 0,43 0,24 0,20 5 Bangunan 2,09 2,12 2,34 5,97 9,38 6 Perdagangan & Hotel 15,57 16,69 23,37 19,46 23,09 7 Pengangkutan & Komunikasi 3,55 3,39 3,49 2,82 3,63 8 Keuangan & Persewaan 0,56 0,19 1,45 1,10 1,27 9 Jasa 14,59 14,13 13,43 15,19 12,60 10 Lainnya 0,06 0,06 0,00 0,00 0,00 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2008 Sektor pertanian di Kabupaten Karanganyar hingga saat ini masih memberikan kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja dan menduduki peringkat kedua dalam kontribusi PDRB Kabupaten Karanganyar. Namun berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian mengalami penurunan dan belum dapat diketahui apakah sektor pertanian akan tetap memberikan kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja di tahun-tahun yang akan datang. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diteliti tentang besarnya peranan sektor pertanian dalam menyediakan lapangan pekerjaan di Kabupaten Karanganyar serta komponen-komponen yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian di Kabupaten Karanganyar. Hal ini dilakukan supaya kedepannya sektor pertanian Kabupaten Karanganyar dapat memberikan kontribusi yang lebih bagi perekonomian wilayah Kabupaten Karanganyar.

7 7 Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini, antara lain : 1. Bagaimana peranan sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja wilayah di Kabupaten Karanganyar? 2. Bagaimanakah komponen pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian di Kabupaten Karanganyar? 3. Bagaimanakah peranan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja untuk lima dan sepuluh tahun ke depan (tahun dan ) di Kabupaten Karanganyar? C. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis peranan sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja wilayah di Kabupaten Karanganyar. 2. Menganalisis komponen pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian di Kabupaten Karanganyar. 3. Menganalisis peranan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja untuk lima dan sepuluh tahun ke depan (tahun dan ) di Kabupaten Karanganyar. D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi peneliti, guna menambah wawasan berkaitan dengan topik penelitian serta merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Karanganyar, sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan pengambilan kebijakan dalam perencanaan tenaga kerja, khususnya di sektor pertanian. 3. Bagi pembaca, sebagai bahan informasi dan referensi dalam penelitian selanjutnya.

8 8 II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu 1. Peranan Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan penelitian Amin (2006) yang berjudul Peranan Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Semarang dengan menggunakan angka pengganda tenaga kerja diketahui nilai angka pengganda tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2000 sebesar 1,70 dan pada tahun 2001 dan 2002 mengalami kenaikan menjadi 1,81 dan 1,85. Kemudian turun pada tahun 2003 sampai 2005 menjadi 1,62 pada tahun akhir analisis. Dari nilai rata-rata diperoleh nilai 1,76 yang artinya bahwa selama tahun setiap peningkatan kesempatan kerja di sektor pertanian sebesar 1 orang dapat meningkatkan kesempatan kerja keseluruhan sebanyak 1 sampai 2 orang di wilayah Kabupaten Semarang. Pada tahun 2002 peranan sektor pertanian adalah yang terbesar dalam menyerap tenaga kerja. Hal tersebut dilihat dari nilai angka pengganda yang dihasilkannya, yaitu 1,85. Meskipun angka pengganda terbesar namun pertumbuhan kesempatan kerja menunjukkan angka yang tidak terlalu besar yaitu sebesar 3,11 % dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan kesempatan kerja sektor pertanian di Kabupaten Semarang ini mengakibatkan meningkatnya penyerapan tenaga kerja secara keseluruhan sebesar orang. Peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2002 dikarenakan ada beberapa subsektor pertanian yang mengalami peningkatan produksi seperti subsektor tabama, peternakan dan kehutanan. Peningkatan yang paling tinggi terjadi pada subsektor tabama. Hal ini karena lahan di Kabupaten Semarang sangat sesuai untuk kegiatan pertanian tamanan pangan karena ketersediaan air yang cukup dan topografinya yang memiliki banyak pegunungan. Pada tahun 2002 subsektor peternakan dan kehutanan juga mengalami 8

9 9 peningkatan produksi. Ketersediaan rumput yang cukup sebagai pakan pokok ternak menyebabkan usaha dari subsektor peternakan berkembang. 2. Pertumbuhan Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Pacitan, Sari (2005) menggunakan analisis shift share (SSA) untuk mengetahui pertumbuhan sektor pertanian Kabupaten Pacitan. Diperoleh nilai komponen pertumbuhan proporsional (PP) sebesar yang berarti pertumbuhan kesempatan kerja di sektor pertanian Kabupaten Pacitan termasuk kelompok cepat. Namun melihat nilai komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW), yaitu menunjukkan perubahan kesempatan kerja di sektor pertanian Kabupaten Pacitan jika dibandingkan sektor pertanian wilayah lain adalah penurunan sebesar Penjumlahan PP dan PPW diperoleh nilai pergeseran bersih (PB) dengan nilai pertumbuhan kesempatan kerja 6,06 % berarti sektor pertanian tumbuh cepat sehingga memiliki potensi yang baik untuk lebih dikembangkan demi mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah secara keseluruhan. 3. Proyeksi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Supada (2002) di dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Peranan Sektor pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Boyolali, memproyeksikan kesempatan kerja di sektor pertanian dengan menggunakan data dasar kesempatan kerja sektor pertanian tahun dengan asumsi elastisitas kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi tetap, yaitu 1,405 dan 0,096 sehingga pertumbuhan kesempatan kerja pada periode analisis = pertumbuhan kesempatan kerja pada periode dasar analisis. Dari analisis diperoleh hasil proyeksi kesempatan kerja di sektor pertanian tahun 2010 terjadi pertumbuhan kesempatan kerja sebesar Jika dirata selama sepuluh tahun, maka pertumbuhan kesempatan kerja pertahun adalah Kenaikan ini berkaitan dengan peningkatan jumlah penduduk ataupun angkatan kerja yang tersedia, serta

10 10 berpengaruh pada perkembangan sektor pertanian sendiri maupun perekonomian. Ketiga hasil penelitian tersebut dijadikan referensi dalam penelitian ini dengan alasan adanya kesamaan letak geografis, yaitu sama-sama berada di wilayah Jawa Tengah, dengan obyek yang diteliti adalah sektor pertanian. Selain itu adanya kesamaan metode, yaitu menggunakan Analisis Shift Share dalam menganalisis peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja. B. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan Djojohadikusumo (1994) menyatakan bahwa pembangunan merupakan proses transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktural, yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Pernyataan ini diperkuat oleh Arsyad (2007) bahwa pembangunan harus dilihat secara dinamis dan bukan dilihat sebagai konsep statis. Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha tanpa akhir. Pembangunan pada dasarnya merupakan proses transportasi dan proses tersebut membawa perubahan dalam alokasi sumber-sumber ekonomi, distribusi manfaat dari akumulasi yang membawa pada peningkatan produksi, pendapatan dan kesejahteraan. Menurut Todaro (2000) pembangunan merupakan kenyataan fisik dan motivasi masyarakat untuk berusaha terus mencapai kehidupan yang lebih baik melalui kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional. Tiga tujuan inti pembangunan adalah : 1. Peningkatan ketersediaan serta penguasaan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan. 2. Peningkatan standar hidup tidak hanya peningkatan pendapatan tetapi juga penambahan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, dan peningkatan perhatian atas nilai kebudayaan dan kemanusiaan.

11 11 3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yaitu dengan membebaskan dari sikap ketergantungan baik pada manusia/negara lain tetapi juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan. 2. Pembangunan Ekonomi Definisi pembangunan ekonomi menurut Arsyad (2007) adalah : 1. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat yaitu tingkat pertambahan GDP/GNP pada suatu tahun tertentu adalah melebihi tingkat pertambahan penduduk. 2. Perkembangan GDP/GNP yang terjadi dalam suatu negara dibarengi oleh perombakan modernisasi struktur ekonomi. Suryana (2000) membedakan pengertian pembangunan ekonomi (economic development) dan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Dalam pembangunan ekonomi terkandung arti adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat atau kenaikan GDP (Gross Domestic Product) yang dibarengi oleh perombakan dan modernisasi serta memperhatikan aspek pemerataan pendapatan (income equity). Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP tanpa memandang kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang perubahan dalam struktur ekonomi. Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat diukur melalui beberapa indikator, seperti tinggi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, semakin terbukanya kesempatan kerja sehingga dapat menekan pengangguran, menurunnya jumlah penduduk yang hidup di bawah kemiskinan absolut, pergeseran struktur ekonomi kearah yang lebih modern dan semakin besarnya kemampuan keuangan untuk membiayai administrasi pemerintah dan kegiatan pembangunan (Soekarni dan Mahmud, 2000). Pembangunan ekonomi juga sering diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan sumber daya yang diupayakan

12 12 secara terencana. Biasanya, peranan sektor pertanian akan turun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sektor-sektor manufaktur dan jasajasa yang selalu diupayakan untuk berkembang (Todaro, 2000). 3. Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok pembangunan ekonomi daerah adalah pada penekanan terhadap kebijakankebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi (Arsyad, 1999). Maulidiyah dan Nuning (2000) menyatakan pembangunan daerah sebagai upaya mencapai sasaran nasional di daerah sesuai dengan potensi, aspirasi dan prioritas masyarakat daerah. Selanjutnya, pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada peningkatan perkembangan sektor pertanian dan sektor industri. Peningkatan itu disertai dengan peningkatan penguasaan dan kualitas teknologi, agar dapat memberikan sumbangan yang optimal kepada pertumbuhan produksi daerah. Menurut Wie (1981), pembangunan ekonomi daerah sering dikaitkan dengan masalah terus meningkatnya pendapatan regional per kapita (PDRB/kapita). Seiring dengan proses pembangunan ekonomi, biasanya disertai dengan adanya perubahan struktural. Proses pembangunan setiap negara/wilayah/daerah merupakan proses dinamis dimana suatu negara agraris dengan produktivitas rendah setelah

13 13 mengalami transformasi struktural menjadi suatu negara agraris dengan produktivitas tinggi, kemudian berubah menjadi suatu negara agrariskomersial, lalu menjadi suatu negara agraris-komersial-industrial. Pembangunan daerah dan regional sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu diselaraskan dan dilaksanakan secara terpadu dengan pembangunan sektor lain dan pembangunan daerah secara holistic. Namun demikian mengingat bahwa sumber daya alam (SDA) sebagai system penyangga kehidupan yang mempunyai kedudukan, fungsi dan peran yang sangat penting bagi hidup dan kehidupan, maka pembangunan sektor lain yang menyebabkan perubahan, peruntukan dan kemanfaatan sumber daya yang berdampak penting, bercakupan luas, atau bernilai strategis harus dilakukan secara cermat dan koordinatif (Christanto, 2002). 4. Pembangunan Pertanian Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai proses yang ditujukan untuk selalu menambah produk pertanian untuk tiap konsumen sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk memperbesar campur tangan manusia di dalam perkembangbiakan tumbuhan dan hewan. Penambahan produksi, pendapatan maupun produktivitas ini berlangsung terus, sebab apabila tidak, berarti pembangunan terhenti (Surahman dan Sutrisno, 1997). Pembangunan pertanian (agriculture) bukan hanya merupakan aktivitas ekonomi untuk menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari itu, pertanian/agrikultur adalah sebuah cara hidup (way of life atau livehood) bagi sebagian besar petani di Indonesia. Oleh karena itu pembahasan mengenai sektor dan sistem pertanian harus menempatkan subjek petani, sebagai pelaku sektor pertanian secara utuh, tidak saja petani sebagai homo economicus, melainkan juga sebagai homo socius dan homo religius (Mubyarto dan Sentosa, 2007). Pembangunan pertanian di Indonesia sebenarnya telah menunjukkan kontribusi yang sukar terbantahkan, bahwa peningkatan

14 14 produktivitas tanaman pangan melalui varietas unggul, lonjakan produksi peternakan dan perikanan telah terbukti mampu mengatasi persoalan kelaparan dalam empat dasawarsa terakhir. Pembangunan perkebunan dan agroindustri juga telah mampu mengantarkan pada kemajuan ekonomi bangsa, perbaikan kinerja ekspor, dan penyerapan tenaga kerja. Selama empat dasawarsa terakhir, strategi pembangunan pertanian mengikuti tiga prinsip penting: (1) broad-based dan terintegrasi dengan ekonomi makro, (2) pemerataan dan pemberantasan kemiskinan, dan (3) pelestarian lingkungan hidup. Dua prinsip utama telah menunjukkan kinerja yang baik, seperti diuraikan di atas, karena dukungan jaringan irigasi, jalanjembatan, perubahan teknologi, kebijakan ekonomi makro, dan sebagainya (Arifin, 2008). Menurut Todaro (2000), peran pertanian dalam pembangunan pertanian hanya sebagai sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah untuk berkembangnya sektor industri. Hal ini berfungsi sebagai unggulan dinamis dalam strategi pembangunan ekonomi secara keseluruhan. 5. Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Kamaluddin (1998) menyatakan bahwa peranan utama sektor pertanian dalam pembangunan sehubungan dengan pertimbanganpertimbangan berikut: a. Sebagian besar penduduk di negara-negara berkembang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. b. Sektor pertanian di negara berkembang merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan pokok tanaman pangan. c. Sektor pertanian merupakan penyedia input tenaga kerja yang sangat besar untuk menunjang pembangunan sektor lain terutama industri. d. Sektor pertanian dapat berperan sebagai sumber dana dan daya utama dalam menggerakkan dan memacu pertumbuhan ekonomi. e. Sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi hasil output sektor modern di perkotaan yang ditumbuhkembangkannya.

15 15 Pertanian dapat memberikan sumbangan yang besar terhadap pembangunan ekonomi negara sedang berkembang dengan alasan : (1) pertanian pada umumnya merupakan sektor dominan di negara sedang berkembang bila ditinjau menurut proporsi GDP yang dihasilkan dalam sektor ini atau menurut sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja total, (2) pertumbuhan sektor non pertanian di negara sedang berkembang sangat tergantung pada peningkatan penyediaan pangan yang mantap karena hal tersebut menyebabkan inflasi dan biaya upah tetap rendah. Selain itu banyak industri manufaktur tergantung pasokan bahan mentah dari sektor pertanian, (3) pertanian menyediakan tenaga kerja bagi pertumbuhan sektor perekonomian non pertanian, (4) laju pemupukan modal di negara sedang berkembang dapat meningkat dengan adanya kemajuan pertanian karena proses pemupukan modal ditentukan elastisitas pasokan pangan, (5) pertanian memberi sumbangan pada neraca pembayaran dengan meningkatkan penerimaan suatu negara dari ekspor atau dengan menghasilkan hasil-hasil pertanian pengganti impor, (6) pertumbuhan dan pemekaran pertanian sangat erat berhubungan dengan pertumbuhan pasar dalam negeri. Perekonomian agraris yang terus tumbuh dibarengi dengan distribusi pendapatan di sektor pertanian yang adil akan memperbesar permintaan total, mendorong permintaan akan produk-produk industri sehingga membantu proses industrialisasi (Norman, 1994). Sektor pertanian di Indonesia memiliki kemampuan dalam mengisi pembangunan yang dipercayai dapat menjamin pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Sektor pertanian dapat memenuhi lima syarat utama sebagai sektor andalan, yaitu tangguh, progresif, ukurannya cukup luas, artikulatif dan responsif. Ketangguhan sektor pertanian diindikasikan oleh kemampuannya dalam memberi kontribusi pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung. Sektor pertanian berpotensi progresif dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional jika didukung dengan kebijaksanaan yang tepat (Daniel, 2002).

16 16 Kedudukan sektor pertanian dalam tatanan perekonomian nasional, kembali memegang peranan cukup penting pada saat sektor perekonomian lainnya mengalami penurunan akibat krisis ekonomi dan moneter yang terjadi selama beberapa tahun terakhir ini. Kondisi seperti ini memberikan kenyataan bahwa sektor pertanian masih merupakan bagian dari sumberdaya pembangunan yang potensial untuk dijadikan sebagai sektor strategis perencanaan pembangunan nasional maupun perencanaan pembangunan di tingkat regional atau daerah saat ini dan ke depan, melalui program pembangunan jangka pendek, menengah maupun dalam program pembangunan jangka panjang (Anugrah dan Ma mun, 2003). 6. Tenaga kerja Menurut Simanjuntak (1985), tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti sekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan terakhir, yaitu pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga, walaupun sedang tidak bekerja namun secara fisik dianggap mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan menurut batas umur. Di Indonesia dipilih batas umur minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Dengan demikian tenaga kerja di Indonesia adalah penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih. Pekerjaan adalah setiap kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa bagi diri sendiri dan orang lain, baik orang yang melakukan dibayar ataupun tidak. Pada jaman modern sekarang ini yang memberikan kesejahteraan kepada keluarga adalah terutama pendapatan yang diperoleh dari kehidupan luar rumah yang dibawa masuk ke dalam rumah tangga, oleh karenanya maka pengertian pekerjaan dibatasi pada kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa untuk dijual kepada orang lain di luar rumah tangga atau ke pasar guna memperoleh pendapatan pendapatan bagi keluarga, pekerjaan juga harus sesuai denagn nilai sosial yang berlaku (Suroto, 1992).

17 17 berikut: Simanjuntak (1985) membagi penduduk dan tenaga kerja sebagai Penduduk Tenaga Kerja Bukan Tenaga Kerja Angkatan Kerja Bukan Angkatan Menganggur Bekerja Sekolah Mengurus Rumah Tangga Penerima Pendapatan Setengah Menganggur Bekerja Penuh Setengah Mengaggur Kentara(Jam Kerja Sedikit) Setengah Menganggur Tidak Kentara Produktivitas Rendah Penghasilan Rendah Gambar 1. Penduduk dan Tenaga Kerja Dalam sensus penduduk 1980, orang dinyatakan bekerja bila selama satu minggu sebelum pencacahan melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan paling sedikit selama satu jam. Sedangkan

18 18 penganggur adalah orang yang tidak bekerja sama sekali selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan. Dalam perencanaan tenaga kerja pertama-tama harus diidentifikasi masalah sosial ekonomis yang ingin diatasi dan tujuan pembangunan yang ingin dicapai, serta potensi yang ada. Sesudah itu diidentifikasi masalah ketenagakerjaan yang berpengaruh pada masalah pembangunan dan yang menghambat pencapaian tujuan pembangunan. Kemudian baru ditetapkan tujuan, sasaran dan program ketenagakerjaan serta kebijaksanaan yang perlu dilaksanakan (Suroto, 1992). 7. Analisis Shift Share Analisis shift share digunakan untuk menganalisis perubahanperubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Dari analisis ini diketahui perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah pertumbuhannya cepat atau lambat. Dalam analisis ini diasumsikan bahwa perubahan kesempatan kerja di suatu wilayah antara tahun dasar dengan tahun akhir analisis dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu: komponen pertumbuhan nasional (national growth component) disingkat PN, komponen pertumbuhan proporsional (proporsional or industrial mix growth component) disingkat PP dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (regional growth component) disingkat PPW (Budiharsono, 2005). Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan kesempatan kerja/produksi dalam suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan kesempatan kerja atau produksi nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah, misalnya devaluasi, kecenderungan inflasi, pengangguran dan kebijakan perpajakan. Bila diasumsikan tidak terdapat perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah.

19 19 Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (misalnya subsidi, kebijakan perpajakan dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB/kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lain. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dengan wilayah lain ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut (Lucas dan Primms, 1979 cit. Budiharsono, 2005). Menurut Tarigan (2002), analisis shift share adalah metode yang membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) di wilayah dengan wilayah nasional. Metode ini lebih tajam dibanding metode LQ. Metode LQ tidak memberi penjelasan atas faktor penyebab perubahan tersebut sedang metode shift share memperinci penyebab perubahan itu atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah di dalam pertumbuhannya di dalam satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Ada juga yang meramalkan model analisis ini sebagai industrial mix analysis karena komposisi industri yang ada sangat mempengaruhi laju wilayah pertumbuhan tersebut. Artinya apakah industri yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk ke dalam kelompok industri yang secara nasional memang berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau tidak. 8. Proyeksi Tenaga kerja Proyeksi penduduk bukan merupakan peramalan jumlah penduduk tetapi merupakan suatu perhitungan ilmiah yang didasarkan pada asumsi

20 20 dari komponen laju pertumbuhan penduduk yakni kelahiran, kematian dan perpindahan (BPS, 1983). Swasono dan Sulistyaningsih (1987) mengklasifikasikan model proyeksi menjadi tiga kelompok dasar untuk memperkirakan keadaan tenaga kerja, yaitu : a. Pure Forecast (Time Series Forecast) Pure Forecast merupakan perhitungan proyeksi dengan berdasarkan kejadian masa lalu. Perhitungan dilaksanakan dengan mengamati gejala dan perkembangannya di masa lalu untuk memperkirakan keadaannya pada masa yang akan datang: Rumus : Lt = Lto (1+b) t Li = tenaga kerja pada waktu tertentu Lto = tenaga kerja pada waktu to b = angka konstanta (koefisien arah dari data) t = waktu b. Conditional Forecast Merupakan perhitungan perkiraan jumlah tenaga kerja berdasarkan keadaan sebab akibat (hubungan erat dua variabel), yang satu variabel bebas dan yang lain variabel terikat, misalnya jumlah pendapatan (Y=Output) dengan jumlah tenaga kerja (L). Rumus : Y = a + b L a dan b = konstanta / parameter c. Teleological Forecast Merupakan kebalikan dari Conditional Forecast, dengan dasar bahwa untuk mencapai produksi tertentu harus disediakan tenaga kerja dengan jumlah tertentu. Jumlah tenaga kerja sebagai akibat dan jumlah output sebagai sebab. Rumus : (Lij/Yj) t = (Lij/Yj) to + f (t) Lij = tenaga kerja dengan jabatan I dalam industri j Yj = produksi industri j (output j) t = waktu

21 21 Perencanaan tenaga kerja pada umumnya disusun berdasarkan sasaran pertumbuhan perekonomian (Gy) dan sasaran pertumbuhan kesempatan kerja (Gn). Perencanaan tenaga kerja pada dasarnya diarahkan untuk memenuhi jumlah dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan oleh pembangunan suatu daerah guna mencapai target pertumbuhan ekonomi serta pengendalian tingkat pengangguran, baik pengangguran terbuka maupun pengangguran tersembunyi (Molo dan Retno, 1998). Dalam menyusun proyeksi kesempatan kerja yang dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB), digunakan koefisien elastisitas kesempatan kerja. Metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa rumus yang digunakan dapat membantu pemahaman tentang hubungan antara jumlah kesempatan kerja yang terserap di tiap sektor dengan pertumbuhan PDRB tiap sektor yang bersangkutan serta perubahan teknologi yang terjadi dalam sektor tersebut. Koefisien penyerapan tenaga kerja (elastisitas kesempatan kerja) dari sektor dihitung berdasarkan perbandingan antara pertumbuhan kerja (Gn) dan pertumbuhan PDRB (Gy) (Molo dan Retno, 1998). C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Pengertian tenaga kerja di Indonesia yaitu penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang mengangggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan lain atau penerima pendapatan. Penduduk yang bekerja di Kabupaten Karanganyar dibagi menjadi penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan luar sektor pertanian. Untuk mengetahui peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja digunakan pengganda tenaga kerja. Rumus yang digunakan untuk menghitung pengganda tenaga kerja yaitu : 1 k = 1 - S S = NP N

22 22 Dimana : k : Angka pengganda tenaga kerja sektor pertanian NP : Tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Karanganyar N : Tenaga kerja total di Kabupaten Karanganyar Angka pengganda tenaga kerja yang diperoleh, dikalikan dengan perubahan kesempatan kerja di sektor pertanian akan dihasilkan angka perubahan kesempatan kerja total. Adapun kesempatan kerja dalam penelitian ini diasumsikan sama dengan jumlah tenaga kerja yang terserap. Rumus perhitungannya adalah : ΔY = k x ΔX Dimana: ΔY : perubahan tenaga kerja total ΔX : perubahan tenaga kerja di sektor pertanian Untuk mengetahui besarnya pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian digunakan analisis shift share. Secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut : ΔYij = PNij + PPij + PPWij Y ij Y ij = Yij (Ra 1) + Yij (Ri Ra) + Yij (ri Ri) Dimana : Ra = Y / Y Ri = Y i / Yi r i = Y ij / Yij Keterangan : PN : komponen pertumbuhan nasional PP : komponen pertumbuhan proporsional PPW : komponen pertumbuhan pangsa wilayah Y : kesempatan kerja total Provinsi Jawa Tengah tahun 2003 Y : kesempatan kerja total Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 Yi : kesempatan kerja sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah tahun 2003 Y i : kesempatan kerja sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 Yij : pertumbuhan dalam kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar

23 23 Yij : kesempatan kerja di sektor pertanian Kabupaten Karanganyar pada tahun dasar analisis (tahun 2003) Y ij : kesempatan kerja di sektor pertanian Kabupaten Karanganyar pada tahun akhir analisis (tahun 2007) (Ra-1) : persentase perubahan kesempatan kerja yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan nasional (Ri-Ra): persentase perubahan kesempatan kerja yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional (ri-ri) : persentase perubahan kesempatan kerja yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah Proyeksi penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada 10 tahun mendatang (2017) digunakan pure forecast dengan resiko moderat, yaitu tingkat elastisitas kesempatan kerja pada periode analisis dianggap sama. Secara sederhana dibuat persamaan : L 2017 = L 2007 (1+ Gn 2017) 10 Dimana: L 2017 : kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar tahun 2017 L 2007 Gn 2017 : kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar tahun 2007 : pertumbuhan kesempatan kerja 10 : selisih tahun proyeksi dengan tahun akhir periode dasar proyeksi. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan dengan bagan berikut :

24 24 Angkatan Kerja Kabupaten Karanganyar Tidak/Belum bekerja Bekerja Sektor Pertanian Luar Sektor Pertanian Pertumbuhan kesempatan kerja sektor lain Kabupaten Karanganyar Tingkat pertumbuhan PDRB Kebijakan pemerintah Tahun Tahun 2012 dan 2017 Besarnya Progresifitasnya Proyeksinya Pengganda Tenaga Kerja Analisis Shift Share klasik Pure Forecast PPij PPWij PBij Peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Karanganyar Pertumbuhan kesempatan kerja di sektor pertanian Kabupaten Karanganyar Peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja tahun 2012 dan 2017 di Kabupaten Karanganyar Gambar 2. Kerangka Pemikiran Peranan Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Karanganyar

25 25 D. Asumsi-asumsi 1. Proporsi pendapatan yang dibelanjakan di Kabupaten Karanganyar sebanding dengan proporsi tenaga kerjanya. 2. Perkembangan kesempatan kerja di sektor pertanian Kabupaten Karanganyar pada masa mendatang mengikuti pola perkembangan kesempatan kerja di masa lampau. 3. Dalam memproyeksikan, perhitungannya menggunakan skenario moderat, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten Karanganyar dan elastisitas kesempatan kerja antara periode analisis dan periode dasar dianggap tetap. E. Pembatasan Masalah 1. Sektor yang diteliti adalah sektor pertanian yang terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan, sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan. 2. Penelitian ini memusatkan pada analisis data tentang penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian Kabupaten Karanganyar. Data yang dianalisis adalah data penduduk Kabupaten Karanganyar yang bekerja menurut lapangan kerja utama tahun dan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ADHK 2000 Kabupaten Karanganyar tahun Data tersebut yang kemudian digunakan sebagai dasar memproyeksikan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun dan F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel 1. Sektor pertanian adalah sektor ekonomi yang dalam proses produksinya berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan hewan. Meliputi sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan, sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan. 2. Tenaga kerja menurut UU No. 13 Tahun 2003 adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa

26 26 untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja dapat juga diartikan sebagai penduduk yang berada dalam batas usia kerja. Tenaga kerja disebut juga golongan produktif. Dalam penelitian ini, jumlah tenaga kerja didekati dengan jumlah orang yang bekerja di Kabupaten Karanganyar. Dinyatakan dalam satuan Orang. 3. Tenaga kerja di sektor pertanian adalah jumlah penduduk usia sepuluh tahun keatas yang mampu menghasilkan produk dan jasa yang secara nyata memberikan kontribusi pada sektor pertanian. Dalam penelitian ini, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian didekati dengan jumlah orang yang bekerja di sektor pertanian di Kabupaten Karanganyar. Dinyatakan dalam satuan Orang. 4. Angkatan kerja adalah penduduk usia sepuluh tahun ke atas yang bekerja dan tidak bekerja tetapi mencari kerja atau siap untuk mencari kerja. 5. Kesempatan kerja adalah jumlah orang yang digunakan dalam suatu kegiatan ekonomi untuk memproduksi barang dan jasa. Perhitungannya didekati dengan jumlah angkatan kerja yang telah bekerja di suatu sektor. Dinyatakan dalam satuan Orang. 6. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian adalah kemampuan sektor pertanian dalam menarik tenaga kerja yang digunakan dalam melaksanakan proses produksinya. Dinyatakan dalam satuan Orang. 7. Peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja adalah kemampuan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja pada sektor pertanian dibandingkan dengan kemampuan sektor perekonomian lainnya dalam menyerap tenaga kerja pada suatu daerah tertentu dan waktu tertentu (%). 8. Pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian menurut proyeksi skenario moderat adalah perubahan kesempatan kerja di sektor pertanian dibanding dengan kesempatan kerja di sektor pertanian pada tahun sebelumnya (%).

27 27 9. Skenario moderat yaitu pertumbuhan PDRB moderat, dimana diasumsikan Gy (laju pertumbuhan PDRB) dan elastisitas kesempatan kerja antara periode analisis dan periode dasar dianggap sama. 10. Pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian menurut Analisis Shift Share klasik adalah hasil penjumlahan persentase perubahan kesempatan kerja yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (%). 11. Proyeksi merupakan perhitungan matematis jumlah tenaga kerja di Kabupaten Karanganyar yang diserap oleh sektor pertanian pada beberapa tahun ( 5 dan 10 tahun) ke depan berdasarkan jumlah tenaga kerja yang ada sekarang. 12. Pure forecast merupakan perhitungan proyeksi berdasarkan kejadian masa lalu. Perhitungan dilaksanakan dengan mengamati gejala dan perkembangan masa lalu untuk dapat memperkirakan keadaan di masa yang akan datang.

28 28 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran (deskripsi) tentang suatu fenomena sosial kemudian dicari saling hubungannya (Sumhudi, 1991). B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian Daerah penelitian diambil secara sengaja yaitu Kabupaten Karanganyar dengan pertimbangan sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian (petani sendiri dan buruh tani) dengan prosentase 31,31% (BPS Kabupaten Karanganyar, 2008). Alasan lain sebagai pendukung adalah potensi wilayah Kabupaten Karanganyar yang mempunyai luas lahan pertanian yang relatif luas yaitu 69,96% dari ,64 Ha luas wilayah Kabupaten Karanganyar (BPS Kabupaten Karanganyar, 2008). Keadaan topografi Kabupaten Karanganyar beragam mulai dari dataran rendah sampai pegunungan. Adanya kondisi topografi yang beragam ini mengakibatkan Kabupaten Karanganyar memiliki potensi untuk budidaya berbagai jenis tanaman. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilihlah Kabupaten Karanganyar sebagai daerah penelitian. C. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan rentang waktu 5 tahun, yaitu tahun yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karanganyar; Dinas Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi; dan Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar. Data tersebut berupa data PDRB Kabupaten Karanganyar dan Provinsi Jawa Tengah, data tenaga kerja Kabupaten Karanganyar dan Provinsi Jawa Tengah, serta kondisi umum Kabupaten Karanganyar. 28

29 29 D. Metode Analisis Data 1. Peranan Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja Budiharsono (2005) menyatakan bahwa untuk menghitung besarnya peranan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja, digunakan angka pengganda tenaga kerja. Data yang digunakan selama lima tahun dengan rumus: Dimana : 1 k = 1 - S NP S= N k : Angka pengganda tenaga kerja pertanian NP : Penduduk yang bekerja di sektor pertanian Kabupaten Karanganyar. N : Jumlah tenaga kerja total di Kabupaten Karanganyar. Angka pengganda tenaga kerja yang diperoleh, dikalikan dengan perubahan tenaga kerja di sektor pertanian akan dihasilkan angka perubahan kesempatan kerja total. Adapun kesempatan kerja dalam penelitian ini diasumsikan sama dengan jumlah tenaga kerja yang terserap. Rumus perhitungannya adalah : ΔY = k x ΔX Dimana: ΔY : perubahan tenaga kerja total Kabupaten Karanganyar ΔX : perubahan tenaga kerja di sektor pertanian Kabupaten Karanganyar 2. Komponen Pertumbuhan Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian terhadap kesempatan kerja total wilayah dianalisis dengan menggunakan analisis shift share. Secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut : ΔYij = PNij + PPij + PPWij Y ij Y ij = Yij (Ra 1) + Yij (Ri Ra) + Yij (ri Ri) Dimana : Ra = Y / Y Ri = Y i / Yi r i = Y ij / Yij

30 30 Keterangan : PN : komponen pertumbuhan nasional PP : komponen pertumbuhan proporsional PPW : komponen pertumbuhan pangsa wilayah Y : kesempatan kerja total Provinsi Jawa Tengah tahun 2003 Y : kesempatan kerja total Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 Yi : kesempatan kerja sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah tahun 2003 Y i : kesempatan kerja sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 Yij : pertumbuhan dalam kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar Yij : kesempatan kerja di sektor pertanian Kabupaten Karanganyar pada tahun dasar analisis (tahun 2003) Y ij : kesempatan kerja di sektor pertanian Kabupaten Karanganyar pada tahun akhir analisis (tahun 2007) (Ra - 1) : persentase perubahan kesempatan kerja yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan nasional (Ri-Ra) : persentase perubahan kesempatan kerja yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional (ri - Ri) : persentase perubahan kesempatan kerja yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah Kriteria : Apabila PPij < 0 berarti pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar lambat. Sedang apabila PPij > 0 berarti pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar cepat. Apabila PPWij > 0, sektor pertanian Kabupaten Karanganyar mempunyai daya saing yang baik apabila dibandingkan dengan wilayah lain. Sedangkan apabila PPWij < 0, maka berarti sektor pertanian Kabupaten Karanganyar tidak dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya.

31 31 Dari penjumlahan komponen pertumbuhan proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah, dapat diperoleh nilai pergeseran bersih (PB) yang digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar. Pergeseran bersih dinyatakan dengan rumus : PBij = PPij + PPWij Dimana : PBij adalah pergeseran bersih kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar Kriteria : PBij > 0, maka pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar termasuk ke dalam kelompok progresif (maju) PBij < 0, maka pertumbuhan kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar termasuk ke dalam kelompok lamban 3. Proyeksi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Tahun 2012 dan 2017 Perkiraan kesempatan kerja di sektor pertanian tahun 2008 sampai tahun 2012 maupun tahun 2008 sampai tahun 2017 dilakukan dengan model proyeksi pure forecast seperti yang dirumuskan oleh Swasono dan Sulistyaningsih (1987), yaitu perhitungan proyeksi yang dilaksanakan dengan mengamati gejala-gejala dan pola pengembangan masa lalu untuk dapat memperkirakan keadaan di masa yang akan datang. Secara sederhana dibuat persamaan : L 2012 = L 2007 (1+ Gn 2012) 5 Dimana: L 2012 : kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar tahun 2012 L 2007 : kesempatan kerja sektor pertanian Kabupaten Karanganyar tahun 2007 Gn 2012 : pertumbuhan kesempatan kerja 5 : selisih tahun proyeksi dengan tahun akhir periode dasar proyeksi Sedangkan menurut Molo et al (1998) bahwa dalam proyeksi tenaga kerja digunakan skenario moderat di mana tingkat elastisitas kesempatan kerja dianggap sama antara periode dasar dengan periode analisis, sehingga:

P E RA N A N S E KT OR P ER T A NI AN D A LAM P E NY E R APA N T E N A GA KE RJA D I KAB UP AT E N P A T I

P E RA N A N S E KT OR P ER T A NI AN D A LAM P E NY E R APA N T E N A GA KE RJA D I KAB UP AT E N P A T I PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN PATI Indah Kusuma Wardani, Minar Ferichani, Wiwit Rahayu Program Studi Agribisnis - Universitas Sebelas Maret Surakarta Jalan Ir. Sutami

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN INDRAMAYU. Nurhidayati, Sri Marwanti, Nuning Setyowati

ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN INDRAMAYU. Nurhidayati, Sri Marwanti, Nuning Setyowati ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN INDRAMAYU Nurhidayati, Sri Marwanti, Nuning Setyowati Pogram Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang mengarah kearah yang lebih baik dalam berbagai hal baik struktur ekonomi, sikap, mental, politik dan lain-lain. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK Khusnul Khatimah, Suprapti Supardi, Wiwit Rahayu Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 38 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, yaitu metode yang memusatkan diri pada pemecahan masalah yang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sebagai wujud

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN 1985-2007 SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S-1 pada Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten atau Kota untuk mengembangkan potensi ekonominya. Oleh karena itu pembangunan daerah hendaknya dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Kiky Fitriyanti Rezeki, Wiwit Rahayu, Emi Widiyanti Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih tinggi. Di lain segi istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. lebih tinggi. Di lain segi istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam analisis mikro ekonomi perkataan pertumbuhan ekonomi mempunyai dua segi pengertian berbeda. Di satu pihak istilah pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur yang memiliki luas 1.371,78 Km2, penggunaan wilayah Ponorogo sebagaian besar untuk area ke hutanan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional yaitu memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah)

Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) 118 Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) a. Propinsi Lampung Sektor Provinsi Lampung (Vi) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Pertanian 10871433 11318866

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghambat adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Melonjaknya

BAB I PENDAHULUAN. penghambat adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Melonjaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha yang dilakukan suatu negara untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA Disusun oleh : Karmila Ibrahim Dosen Fakultas Pertanian Universitas Khairun Abstract Analisis LQ Sektor pertanian, subsektor tanaman pangan,

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014 SEKTOR BASIS DAN STRUKTUR EKONOMI DI KOTA BANDAR LAMPUNG (An Analysis of Economic s Structure and Bases Sector in Bandar Lampung City) Anda Laksmana, M. Irfan Affandi, Umi Kalsum Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI Pendahuluan Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan nasional, karena pembangunan nasional di Indonesia dilakukan agar mampu menciptakan pemerataan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, untuk terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, untuk terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, untuk terciptanya kesatuan bangsa, maka hubungan yang serasi antara pembangunan nasional dan pembangunan daerah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci