PERAN ECPAT DALAM MENANGANI MASALAH CHILD SEX TOURISM (CST) DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN ECPAT DALAM MENANGANI MASALAH CHILD SEX TOURISM (CST) DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (3): ISSN , ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2013 PERAN ECPAT DALAM MENANGANI MASALAH CHILD SEX TOURISM (CST) DI INDONESIA Antonius Gabriel Liah 1 NIM Abstract Tourism is an industry which greatly contributes in increasing of revenue and economic in Indonesia. But on the other side there is also an aspect which illegally happening related to tourism. The aspect is sex tourism involving illegal transaction of sexual practice not only adult but also children. To address this issue, Indonesian government take actions by cooperating with a international organization for End Child Prostitution, Child Pornography, and Trafficking of Children for Sexual Purpose (ECPAT). The mission is to work together and organize a national consultation to establish a network of organization in order to abolish child sex trafficking, child pornography, child sex tourism, and child marriages. Indonesian government assisted by ECPAT has develop a National Action Plan for Human Rights. This plan including the specific purpose of protecting the rights of children. It also sets the goal to against human trafficking practice and protect them from any kind of sexual tourism and also child labor practice in negative ways. Keywords : Child Sex Tourism, Commercial Sexual Exploitation of Children, ECPAT, Indonesia. Pendahuluan Pariwisata merupakan salah satu industri yang memberikan kontribusi besar dalam peningkatan pendapatan dan ekonomi bagi Indonesia, namun di sisi lain terjadi pula peningkatan praktek-praktek transaksi seksual ilegal di daerah wisata yang tidak hanya melibatkan orang dewasa tetapi juga anak-anak yang dikenal dengan istilah Pariwisata Seks Anak (PSA) atau Child Sex Tourism (CST). Child Sex Tourism (CST) merupakan bentuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan perjalanan dari daerah, wilayah geografis atau negara asal mereka untuk melakukan hubungan seks dengan anak-anak atau wisatawan yang tujuannya berwisata namun dengan kondisi yang memungkinkan kemudian melakukan hubungan seks dengan anakanak. Para wisatawan yang menjadi pelaku CST bisa saja orang yang telah 1 Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. chipenk.lie@gmail.com

2 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013: menikah atau orang yang belum menikah, laki-laki atau perempuan, orang asing atau domestik, wisatawan kaya atau wisatawan yang pas-pasan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan lembaga pemerhati masalah ESKA yang kemudian pada tahun 2005, Indonesia secara resmi bergabung dalam jaringan End Child Prostitution, Child Pornography, & Trafficking of Children for Sexual Purpose (ECPAT) Internasional. ( Atas dasar komitmen untuk bekerja bersama menentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), pada tahun 2000 diselenggarakan konsultasi nasional untuk membentuk sebuah organisasi jaringan atau koalisi dalam rangka menghapuskan perdagangan seks anak, pelacuran anak, pornografi anak, pariwisata seks anak, dan perkawinan anak. Konsultasi nasional menyepakati adanya kerjasama dengan Indonesia melalui jaringan ECPAT Internasional di Indonesia yaitu Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (KONAS PESKA). Pemerintah Indonesia serta dibantu oleh ECPAT telah mengembangkan sebuah Rencana Aksi Nasional untuk Hak Asasi Manusia. Rencana ini mengandung tujuan khusus untuk melindungi hak-hak anak dan juga kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memerangi praktek perdagangan manusia dan melindungi mereka dari eksploitasi seksual, pornografi, dan bentuk buruk lainnya dari praktek perburuhan anak. Dan penelitian ini akan membahas peran ECPAT dalam menangani masalah Child Sex Tourism (CST) di Indonesia. Kerangka Dasar Teori Perdagangan Orang (Human Trafficiking) Menurut Protokol PBB tahun 2000, perdagangan orang (Human Trafficking) adalah sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan dan penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentukbentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima pembayaran atau manfaat memperoleh izin dari orang yang mempunyai kewenangan atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Romli Atmasasmita, 2004 : 121). Yang termasuk dalam bentuk eksploitasi adalah sebagai berikut: 1. Eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual. 2. Kerja atau layanan paksa. 3. Perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan. 4. Perhambatan. 5. Pengambilan organ tubuh Konsep Human Trafficking berdasarkan Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1994, dalam resolusi ini disebutkan bahwa Trafficking adalah:(andi Yentriyani, 2004 : 20) Pergerakan atau penyelundupan orang secara sembunyisembunyi melintas batas-batas negara dan internasional, kebanyakan berasal dari negara berkembang dan ekonominya berada dalam masa transisi, dengan tujuan 846

3 Peran ECPAT Dalam Menangani Masalah Child Sex Tourism Di Indonesia (Antonius G Liah) memaksa anak-anak dan perempuan ke dalam situasi yang secara seksual maupun ekonomi teroperasi, dan situasi eksploitatif demi keuntungan perekrut, penyelundup, dan sindikat kriminal, seperti halnya aktivitas ilegal lain yang terkait dengan perdagangan (trafficking), misalnya pekerja rumah tangga paksa, perkawinan palsu, pekerja yang diselundupkan dan adopsi palsu. Dalam kasus perdagangan orang (Human Trafficking), ada beberapa bentuk human trafficking yaitu : 1. Kerja paksa seks dan eksploitasi seks. 2. Pembantu rumah tangga baik diluar maupun wilayah Indonesia. 3. Bentuk dari kerja migran baik di luar atau di wilayah Indonesia. Kemudian dalam kasus perdagangan orang (Human Trafficking) disebabkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan orang (Human Trafficking) yaitu : 1. Kurangnya kesadaran Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya trafficking dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu dan menjebak mereka dalam pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip diperbudakkan. 2. Kemiskinan Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk merencanakan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dikerjakan karena untuk membayar hutang atau pinjaman. 3. Keinginan cepat kaya Keinginan untuk memiliki materi serta standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan kemudian membuat orang-orang yang bermigrasi rentan dengan human trafficking. 4. Kurangnya pendidikan Orang dengan pendidikan terbatas memiliki lebih sedikit keahlian atau skill dan kesempatan kerja dan lebih mudah ditarik karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian. Peran Organisasi Internasional Organisasi internasional dalam arti yang luas pada hakikatnya meliputi tidak saja organisasi internasional publik (Public International Organization) tetapi juga organisasi internasional privat (Private International Organization). Organisasi internasional semacam ini meliputi juga organisasi regional dan organisasi subregional. Ada pula organisasi yang bersifat universal (Organization of universal character). (Prof.Dr.Sumaryo Suryokusumo, 1997 : 137). Organisasi Internasional adalah merupakan suatu pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah 847

4 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013: dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda. (Teuku May Rudy, 2009 : 3). Setiap organisasi internasional tentunya dibentuk untuk melaksanakan peranperan dan fungsi-fungsi sesuai dengan tujuan pendirian organisasi internasional tersebut oleh para anggotanya. Peran organisasi internasional adalah sebagai berikut: (Teuku May Rudy, 2009 : 27) 1. Wadah atau forum untuk menggalang kerjasama serta untuk mencegah atau mengurangi intensitas konflik (sesama anggota). 2. Sebagai sarana untuk perundingan dan menghasilkan keputusan bersama yang saling menguntungkan. 3. Bertindak sebagai lembaga yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan yang diperlukan, antara lain kegiatan sosial kemanusiaan, bantuan untuk pelestarian lingkungan hidup, pemugaran monumen bersejarah, peace keeping operation, dan lain-lain. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik yang memaparkan secara jelas dan sistematis mengenai peran ECPAT dalam menangani masalah Child Sex Tourism (CST) di Indonesia. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan menggunakan literatur buku-buku dan sumber dari internet. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif. Hasil Penelitian Peran ECPAT dalam menangani masalah Child Sex Tourism (CST) di Indonesia dapat dijelaskan berdasarkan teori organisasi internasional dan konsep perdagangan orang (Human Trafficking). Berdasarkan teori organisasi internasional maka akan dijelaskan tentang peran dan tindakan dari ECPAT sedangkan konsep perdagangan orang (Human Trafficking) akan menjelaskan mengenai bentuk eksploitasi seksual komersial anak dan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Child Sex Tourism (CST). Serta gambaran umum mengenai pariwisata di Indonesia yang dalam upaya pengembangannya, pemerintah mengadakan program tahun kunjungan untuk meningkatkan jumlah wisatawan asing ke Indonesia. Bali sebagai daerah tujuan wisata bagi masyarakat Indonesia dan di seluruh dunia, hal ini menjadikan Bali konsisten dalam menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor andalan. Namun di sisi lain dari sektor pariwisata, terjadi pula praktek-praktek transaksi seksual ilegal di daerah wisata yang tidak hanya melibatkan orang dewasa tetapi juga anak-anak yang dikenal dengan istilah Child Sex Tourism (CST). Kemudian kasus Child Sex Tourism (CST) di Bali, yang mana untuk di daerah Bali diketahui sampai Maret 2009, praktek ESKA yang dilakukan oleh orang-orang asing di antaranya 11 orang berasal dari Australia, 4 orang dari Jerman, 3 orang dari Belanda, 3 orang dari Perancis, 2 orang dari Italia, serta masing-masing 1 orang dari Swiss dan Amerika Serikat.( Peran pemerintah serta keterlibatan ECPAT dalam menangani masalah ini. Kemudiaan kedua pihak 848

5 Peran ECPAT Dalam Menangani Masalah Child Sex Tourism Di Indonesia (Antonius G Liah) melakukan kerjasama dalam pembentukan langkah-langkah dan program kerja dalam penanganan kasus ESKA ini. Peran ECPAT Dalam Menangani Masalah Child Sex Tourism (CST) Dalam upaya penanggulangan masalah ESKA ini, ECPAT berperan sebagai pihak pemberi bantuan luar negeri berupa bantuan teknis, bantuan dalam pengawasan program nasional, usaha-usaha advokasi, dan kampanye ESKA. Dalam pelaksanaan program-programnya, ECPAT juga menjalin kerjasama baik dengan pemerintah Indonesia maupun dengan organisasi-organisasi non pemerintah sebagai jaringan ECPAT maupun yang bukan jaringan ECPAT. Dari kerjasama inilah diharapkan praktek-praktek ESKA yang terjadi di Indonesia dapat tertangani dan mengalami penurunan, selain itu karena ECPAT merupakan suatu organisasi non pemerintah yang berfokus pada masalah ESKA, dianggap sebagai patner yang tepat untuk menjalankan berbagai program penanggulangan ESKA. Langkah-langkah yang telah dibentuk antara ECPAT dan pemerintah Indonesia dalam penanggulangan masalah ESKA di sektor pariwisata kemudian diimplementasikan dalam bentuk program kerja yang dibagi dalam program jangka pendek maupun jangka panjang. Bentuk-bentuk kerjasama tersebut didukung dengan adanya program kerja bersama. Program kerja yang dibentuk oleh ECPAT dan pemerintah Indonesia kemudian mulai dilaksanakan pada tahun Pemerintah telah mengadopsi Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Eksploitasi Seksual Komersial Anak ( ) dan Rencana Aksi Nasional untuk Memberantas Perdagangan Perempuan dan Anak ( ). Dan sebagai bentuk program jangka panjang, pada tahun 2002 Pemerintah Indonesia mulai mengimplementasikan sebuah Rencana Aksi Nasional 20 tahun ke depan untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Perburuhan Terburuk Untuk Anak. Kemudian Pemerintah Indonesia melanjutkan program tersebut dengan mengembangkan sebuah Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk Hak Asasi Manusia yang dijalankan pada tahun ( Rencana ini mengandung tujuan khusus untuk melindungi hak-hak anak dan juga kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memerangi praktek perdagangan manusia dan melindungi mereka dari eksploitasi seksual, pornografi, dan bentuk buruk lainnya dari praktek perburuhan anak. Di tahun 2008, pemerintah menyusun laporan evaluasi pelaksanan dan dampak dari kedua Rencana Aksi Nasional tersebut. Laporan tersebut memberikan otoritas pemerintah dengan rekomendasi yang jelas untuk meningkatkan kapasitas mereka agar lebih efektif menyelesaikan masalah perdagangan anak dan ESKA. Berdasarkan rekomendasi ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mengembangkan Rencana Aksi Nasional 5 tahun ke depan untuk Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan ESKA ( ). Di tahun 2008, pemerintah Indonesia memulai fase lima tahunan ke-2 dari Rencana Aksi Khusus Nasional di wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Lampung. Strategi untuk fase ke-2 ini termasuk didalamnya 849

6 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013: adalah melanjutkan untuk mempromosikan kebijakan nasional dan daerah yang menangani pekerja buruh anak dan penghapusan anak-anak dari bentuk-bentuk pekerjaan buruh terburuk melalui penganganan langsung dan terarah di beberapa sektor, termask perdagangan manusia untuk tujuan seksual. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (RAN- PESKA) dan Rencana Aksi Nasional Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A) telah berlangsung lima tahun sejak disahkannya. Kedua RAN tersebut diluncurkan berdasarkan Keputusan Presiden No.87 dan 99 tahun ( Pengesahan kedua RAN tersebut menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia untuk melakukan langkah-langkah yang nyata dalam penghapusan tindakan ESKA di Indonesia. Implementasi Program Kerja ECPAT Banyak perkembangan yang terjadi selama periode implementasi kedua dari Rencana Aksi Nasional (RAN). Dalam P3A, pencapaian utamanya adalah disahkannya sebuah UU baru (UU PTPPO) tentang penanggulangan perdagangan orang yang disahkan pada bulan April UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga disahkan pada tahun 2004 serta berbagai peraturan baik di tingkat nasional maupun daerah. Di beberapa daerah di Indonesia, kinerja polisi telah sangat meningkat. Meskipun UU PTPPO dan UU Perlindungan Anak yang disahkan pada tahun 2002 secara umum belum dipakai sebagai acuan untuk menegakkan keadilan. Acuan hukum yang sering digunakan untuk kasus perdagangan manusia adalah KUHP, yang seringkali terdapat efek mengkriminalisasi korban, disamping hukuman yang sangat ringan untuk para pelakunya. Oleh sebab itu, dibutuhkan lebih banyak harmonisasi terhadap kerangka kerja hukum. Ada banyak keluhan tentang hakim dan jaksa yang kurang mempunyai komitmen dan pengetahuan dalam penanganan kasus trafficking. Prioritas-prioritas utama yang dilakukan oleh ECPAT dan pemerintah Indonesia didalam pelaksanaan RAN diantaranya yaitu menyusun dan menegakkan kode etik ESKA untuk agen-agen pariwisata. Hal ini mencakup pengembangan informasi dan bahan-bahan peningkatan kesadaran seperti katalog, brosur, poster, film in-flight, slip tiket, home page, dan lain-lain. Kemudian memperkenalkan pendidikan ESKA di sekolah-sekolah dengan memberikan penyuluhanpenyuluhan tentang pencegahan eksploitasi seksual komersial anak di berbagai sekolah. Hal ini juga disertai dengan bekerja bersama-sama untuk memerangi prilaku masyarakat yang memberikan kontribusi terhadap perdagangan orang dan ESKA (contohnya, persepsi masyarakat dalam melihat anak perempuan sebagai aset), termasuk melalui pelibatan para tokoh agama serta memastikan bahwa semua program didasarkan pada kepentingan terbaik anak. Salah satu bukti tindakan nyata yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan ECPAT dalam pencapaian prioritas-prioritas utama tersebut adalah dengan menyelenggarakan Konferensi Asia Tenggara tentang Pariwisata Seks Anak yang diselenggarakan di Bali pada Maret Konferensi tersebut diorganisir oleh 850

7 Peran ECPAT Dalam Menangani Masalah Child Sex Tourism Di Indonesia (Antonius G Liah) pusat studi dan perlindungan anak (PKPA), yang merupakan sebuah anggota koalisi nasional untuk penghapusan ESKA (ECPAT di Indonesia), bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Wanita dan Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan. Lebih dari 200 perwakilan pemerintah, akademisi, sektor swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat, termasuk anggota ECPAT dari regional, berpartisipasi dalam konferensi ini. Konferensi ini menghasilkan komitmen dan rekomendasi terhadap eksploitasi anak di bidang pariwisata (Bali Commitment and Recommendation Againts the Exploitation of Children in Tourism). Dokumen ini mendesak semua sektor masyarakat terutama para negara anggota ASEAN untuk segera meningkatkan tindakan melindungi anak-anak dan mengadili para pelaku. Dokumen ini juga menyerukan para negara anggota ASEAN untuk meratifikasi protokol opsional untuk perjanjian tentang hak-hak anak pada penjualan anak, pelacuran anak, dan pornografi anak serta menyerukan untuk memasukkan pendidikan seks dalam kurikulum sekolah sebagai strategi pencegahan. Rekomendasi dari konferensi ini termasuk menyediakan kesempatan bagi anak-anak untuk berpartisipasi aktif dalam memerangi pariwisata seks anak, meningkatkan upaya untuk melindungi anak-anak terhadap pariwisata seks anak di sektor swasta dan meningkatkan kerjasama dan koordinasi masyarakat sipil dan lembaga internasional untuk memastikan efektivitas kegiatan dan program ditujukan untuk melindungi anakanak dan mencegah pariwisata seks anak. Beberapa pencegahan yang dilakukan oleh ECPAT yang bekerja sama dengan pemerintah Indonesia, yaitu melaksanakan sebuah kampanye yang komprehensif dan berkesinambungan untuk menangani eksploitasi dalam sistem migrasi. Ini akan termasuk dalam memperkuat monitoring agen-agen perekrutan, pemberantasan praktek-praktek ilegal seperti perampasan hak untuk kebebasan bergerak di tempat-tempat penampungan, pemalsuan/penahanan dokumen serta jeratan hutang, pengembangan cara-cara atau pendekatan penanganan yang lebih baik. Kemudian menggunakan informasi yang dikumpulkan dari korban-korban dan sumber-sumber lain agar dapat dipakai untuk membuat target dan mengalokasikan program-program penanganan yang lebih baik. Mengganti konsep peningkatan kesadaran atau sosialisasi dengan programprogram komunikasi perubahan sikap, dengan pesan yang jelas dan akurat, serta memperkuat monitoring dan evaluasi. Sebuah workshop nasional dapat membantu menyusun strategi komunikasi perubahan sikap bagi RAN tersebut. Serta mengembangkan sebuah penanganan percontohan yang komprehensif di sepanjang rute-rute trafficking yang dipilih, tujuannya agar dampaknya terhadap trafficking terus berlangsung dan menyediakan sebuah contoh yang positif sehingga dapat diadopsi di tempat lain. Selain beberapa pencegahan yang telah dipaparkan diatas, adapula pencegahan yang dilakukan dari sisi norma hukum dan penegakan hukum (sistem peradilan), diantaranya yaitu membuat kerangka kerja legal yang sejalan dengan Undang- Undang dan standar internasional anti-trafficking baik di tingkat nasional maupun 851

8 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013: provinsi, memperkuat dan menegakkan kerangka kerja dalam perlindungan buruh migran (termasuk mengkaji Undang-Undang Perlindungan Buruh Migran No. 39/2004 dan MOU dengan malaysia, serta memonitor praktek-praktek jeratan hutang). Kemudian mendukung sebuah badan independen untuk memonitor kemajuan komplain dan kasus trafficking serta ESKA dalam keseluruhan proses sistem peradilan serta secara cepat menangani masalah-masalah dan kesenjangan yang teridentifikasi melalui proses ini, meningkatkan jumlah petugas polwan dan memastikan bahwa mereka cukup terwakili dalam posisi-posisi yang melibatkan perdagangan orang dan ESKA, memastikan bahwa semua personel sistem peradilan mendapatkan pendidikan terkait Undang-Undang trafficking yang baru (UU PTPPO) dan melihatnya sebagai sebuah prioritas. Ini termasuk memastikan bahwa pelanggaran Undang-Undang dalam sistem migrasi tidak dibiarkan begitu saja serta memperkuat proses-proses legal dan peradilan. Selain pemberlakuan norma hukum dan peradilan serta beberapa pencegahan yang dilakukan oleh ECPAT dan pemerintah Indonesia dalam menangani masalah ESKA, ada beberapa hal yang diterapkan untuk rehabilitasi dan reintegrasi korban dari ESKA, yaitu: 1. Memastikan identifikasi korban trafficking dan ESKA secara tepat dan akurat, termasuk melalui screening rutin terhadap para buruh migran yang dideportasi dan anak-anak atau perempuan yang menjadi korban ESKA, pengembangan hotline (layanan sambungan telpon untuk mendapatkan bantuan), dan pembuatan mekanisme keluhan, mengidentifikasi serta menghilangkan hambatan-hambatan dan kendala-kendala yang akan dialami korban. 2. Menyusun mekanisme rujukan nasional untuk korban trafficking dan ESKA, secara jelas merinci tanggung jawab semua badan di berbagai bagian dari proses yang ada, dari identifikasi sampai pemulangan, pemulihan, dan reintegrasi. Untuk menjamin cakupan yang maksimum serta penggunaan sumber daya secara efisien, layanan yang terintegrasi serta pusat-pusat pelayanan seharusnya tidak hanya khusus untuk trafficking. 3. Memastikan bahwa dukungan dan bantuan untuk anak-anak harus sesuai dengan kebutuhan khusus mereka, serta mengeksplorasi potensi untuk bantuan sektor swasta dalam memberikan asistensi kepada korban termasuk keterlibatan sektor transportasi dalam pemulangan secara gratis atau yang tersedia murah. 4. Mengembangkan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) berbasis rumah sakit untuk perempuan korban kekerasan yang telah didirikan di beberapa daerah. PPT- PPT ini memberikan bantuan terhadap korban trafficking, korban kekerasan dalam rumah tangga, dan bentuk kekerasan lainnya. PPT menyediakan bantuan darurat yang penting tetapi perlu didukung oleh peningkatan bantuan reintegrasi. Hambatan ECPAT dalam Menangani Masalah ESKA Telah banyak usaha yang dilakukan untuk menangani masalah pariwisata seks anak dan juga peningkatan dalam langkah-langkah untuk membantu korban anak, meskipun pada umumnya masih sebatas pada turunan kegiatan yang 852

9 Peran ECPAT Dalam Menangani Masalah Child Sex Tourism Di Indonesia (Antonius G Liah) diimplementasikan di bawah nama kegiatan anti-trafficking. Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh ECPAT dengan pemerintah Indonesia ternyata menemukan hambatan-hambatan didalam pelaksanaannya. Beberapa hambatan yang muncul setelah dilakukannya evaluasi oleh pihak ECPAT serta pemerintah Indonesia tentang implementasi RAN, yaitu: 1. Meski gugus tugas telah dibentuk di tingkat nasional dan daerah, kerjasama dan koordinasi yang efektif masih belum terlaksana. Bagian yang satu tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh bagian yang lain meskipun masih satu departemen, apalagi kerjasama antar departemen. 2. Koordinasi untuk pemulangan antar kabupaten dan provinsi masih sulit. Bagian yang bertanggung jawab menangani korban tidak jelas didefinisikan, antara daerah pengirim dan penerima mempunyai pendapat yang berbeda tentang siapa yang seharusnya bertanggung jawab. 3. Informasi yang akurat tentang trafficking dan ESKA sangat terbatas. Informasi yang didapatkan dari korban tidak digunakan untuk meningkatkan usaha-usaha pencegahan. Hal ini sering terjadi karena bentuk-bentuk dari ESKA itu sendiri yang sifatnya terselubung dan sulit terindikasi. 4. Kurangnya pengetahuan tentang trafficking dan ESKA, ditambah dengan sering terjadinya rotasi pejabat yang berwenang serta keterbatasan anggaran sering menjadi masalah dalam pelaksanaan RAN. Selain itu, ada pula beberapa hal yang kemudian menjadi hambatan di dalam mengatasi masalah ESKA dan kesenjangan yang terjadi dalam pelaksanaan program dari ECPAT dan pemerintah Indonesia, diantaranya adalah kondisi ekonomi yang lemah dan masalah-masalah dalam pendidikan yang menjadikan masyarakat semakin rentan terhadap isu ESKA. Hal ini termasuk dalam fenomena putus sekolah yang dialami oleh sejumlah anak yang dilatarbelakangi oleh tingkat perekonomian keluarga mereka yang lemah. Kemudian meski jumlah kegiatan peningkatan kesadaran terhadap isu ESKA kepada masyarakat sudah cukup banyak dilakukan, tetapi pengetahuan serta kesadaran dari masyarakat itu sendiri terkait masalah ESKA dan isu-isu terkait lainnya termasuk hak-hak mereka juga masih terbatas. Hal ini termasuk hak-hak anak dalam memperoleh pendidikan serta kehidupan yang layak. Usaha untuk mencegah trafficking juga masih terbatas dan secara umum terfokus pada peningkatan kesadaran. Hanya sedikit monitoring dan evaluasi yang dilakukan terhadap kegiatan peningkatan kesadaran sehingga hampir tidak ada informasi yang didapatkan mengenai dampaknya. Langkah-langkah dalam RAN untuk mengatasi permasalahan ESKA, trafficking, pariwisata seks anak, kemiskinan (khususnya bagi perempuan dan anak) termasuk meningkatkan akses terhadap pendidikan dan peluang kerja belum dilaksanakan. Program-program di daerah masih sepotong-sepotong, ada yang cukup kuat di beberapa daerah, tetapi di daerah lain tidak ada sama sekali. Sedikit institusi yang mengalokasikan anggaran khusus untuk trafficking atau ESKA. 853

10 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013: Berdasarkan hasil evaluasi dari pihak ECPAT, implementasi RAN yang sudah dijalankan masih sangat terbatas. Ini terbukti dengan pemerintah yang tidak memberikan prioritas yang tinggi terhadap RAN ini baik di departemendepartemen maupun kementerian-kementerian. Keduanya merefleksikan dan memberikan kontribusi terhadap kurangnya pemahaman pada kompleksitas dan dampak dari ESKA. Contohnya, masih adanya kebingungan untuk membedakan antara eksploitasi seksual komersial anak dengan pelecehan seksual terhadap anak. Pengumpulan informasi yang akurat untuk memungkinkan respon yang sistematis terhadap isu terkait eksploitasi seks komersial masih kurang memadai. Pemerintah provinsi enggan untuk mengadopsi dan mengimplementasikan RAN tersebut karena mereka tidak punya cukup pemahaman terhadap isu ESKA dan karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah Efektifitas Peran ECPAT Dalam Menangani Masalah ESKA Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh ECPAT dan pemerintah Indonesia dalam penanggulangan masalah ESKA sudah cukup baik dan hal ini ditandai dengan program-program kerja diantara pihak-pihak yang terlibat. Agar tercapainya efektifitas program-program kerja tersebut, pihak ECPAT dan pemerintah Indonesia terus memantau serta melakukan kerjasama dan koordinasi agar program-program kerja tersebut dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal-hal yang dilakukan dalam kerjasama dan koordinasi, diantaranya memastikan bahwa RAN akan digunakan sebagai sebuah kerangka kerja yang dapat memberikan arahan untuk kegiatan-kegiatan ESKA dan trafficking, dengan standar-standar, target-target, dan jajaran akuntabilitas yang jelas, serta laporan kemajuan harus dibuat setiap tahun dengan menggunakan format RAN tersebut. Kemudian memastikan bahwa semua jenis trafficking dicakup oleh RAN trafficking (ketenagakerjaan, kerja rumah tangga, eksploitasi seks, pangantin pesanan). Serta menyusun sebuah program pelatihan interaktif yang berkesinambungan untuk pejabat tingkat nasional, provinsi, dan daerah demi memastikan pemahaman yang sama dan mengurangi dampak yang diakibatkan oleh rotasi posisi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), dilaporkan sepanjang tahun 2012 setidaknya ada 673 kasus eksploitasi seksual komersial anak di Indonesia. Jumlah ini meningkat dibandingkan hasil laporan tahun 2011 yang berjumlah 480 kasus dan hasil laporan tahun 2010 yang berjumlah 412 kasus, korban yang dijadikan eksploitasi seksual umumnya berusia antara tahun. (www. megapolitan.kompas.com). Hal ini membuktikan bahwa peran ECPAT dalam menangani ESKA belum sepenuhnya efektif, dan ini terlihat dari adanya peningkatan jumlah kasus ESKA yang cukup signifikan di tahun 2012 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 dan Namun hal ini tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab ECPAT saja, tetapi peran serta pemerintah Indonesia yang dibantu oleh organisasi-organisasi terkait dan juga LSM yang diharapkan terus melakukan 854

11 Peran ECPAT Dalam Menangani Masalah Child Sex Tourism Di Indonesia (Antonius G Liah) upaya-upaya dan program kerja yang berkesinambungan dalam menangani masalah ESKA di Indonesia Kesimpulan Eksploitasi seksual komersial terhadap anak telah menjadi persoalan sosial yang semakin cepat perkembangannya. Kerjasama yang terjalin antara ECPAT dan pemerintah Indonesia memberikan kontribusi positif terhadap perubahan jumlah korban ESKA di Indonesia. Dalam hal ini, ECPAT berperan sebagai pihak pemberi bantuan luar negeri berupa bantuan teknis, bantuan dalam pengawasan program nasional, usaha-usaha advokasi, dan kampanye ESKA. Langkah-langkah yang telah dibentuk antara ECPAT dan pemerintah Indonesia dalam penanggulangan masalah ESKA di sektor pariwisata diimplementasikan dalam bentuk program kerja yang dibagi dalam program jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia mengembangkan sebuah Rencana Aksi Nasional (RAN) yang terbagi dalam Rencana Aksi Nasional 5 tahun ke depan dan Rencana Aksi Nasional 20 tahun ke depan. Hal yang paling utama dalam penanggulangan masalah ESKA adalah komitmen politik yang tinggi dari pemerintah dan kontinuitas terhadap program-program yang telah dibentuk. Keberadaan ECPAT telah membantu pemerintah Indonesia dalam mempertahankan kedua unsur tersebut. Dilihat dari segi kuantitas aksi-aksi yang telah dilakukan ECPAT memang belum banyak dan pemerintah Indonesia sendiri belum dapat memaksimalkan keberadaan ECPAT di Indonesia dan kendala-kendala kultural di Indonesia sendiri yang sedikit menghambat aksi-aksi ECPAT. DAFTAR PUSTAKA Buku: Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003 Andi Yentriani, Politik Perdagangan Perempuan, Gallang Pres, Yogyakarta, 2004 Kementrian Koordinator Bidang Kesra. Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia. Jakarta, 2005 Prof.Dr.Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Alumni, Bandung, 1997 Internasional, Teuku May Rudy, Administrasi & Organisasi Internasional, Refika Aditama, Bandung 855

12 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013: Skripsi: Shinta Maharani, Peran Unicef Dalam Menanggulangi Masalah Human Trafficking Di Indonesia (Studi Kasus Perdagangan Perempuan Dan Anak Di Kalimantan Timur Tahun ) Media Internet Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, diakses melalui pada tanggal 23 April 2013 Buku Combating CST ECPAT Internasional. Diakses melalui pada tanggal 14 Februari 2013 Buku ECPAT ECPAT International, diakses melalui pada tanggal 28 maret Buku Strengthening to ECPAT ECPAT Internasional, diakses melalui pdf pada tanggal 23 April 2013 Profile ECPAT, diakses melalui kami/profil.html pada tanggal 1 Juli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Disusun oleh : NAMA : ELI JOY AMANDOW NRS : 084 MATA KULIAH : HAM PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II 2013

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (PTPPO) DAN EKSPLOITASI

Lebih terperinci

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia 0 P a g e 1 Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia Perdagangan manusia (atau yang biasa disebut dalam udang-undang sebagai perdagangan orang) telah terjadi dalam periode yang lama dan bertumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, ANAK, MASYARAKAT DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI KALIMANTAN BARAT JL. SULTAN ABDURRACHMAN NO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek perdagangan orang di Indonesia, sebenarnya sudah ada sejak lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan tersebut, serta belum

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

KERJASAMA INDONESIA END CHILD PROSTITUTION IN ASIAN TOURISM

KERJASAMA INDONESIA END CHILD PROSTITUTION IN ASIAN TOURISM KERJASAMA INDONESIA END CHILD PROSTITUTION IN ASIAN TOURISM ( ECPAT) DALAM MENANGANI MASALAH EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK (ESKA) DI SEKTOR PARIWISATA INDONESIA RESUME Disusun Oleh: Valentina Oki

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style LATAR BELAKANG Perdagangan anak ( trafficking ) kurang lebih dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan rekruitmen,transportasi, baik di dalam maupun antar negara,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi B A B 1 P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini, dan merupakan tindakan yang bertentangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.984, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Pencegahan. Penanganan. Perdagangan Orang. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah bentuk pelanggaran HAM yang terjadi pada anak. Salah satu contoh eksploitasi seksual komersial anak tersebut adalah perdagangan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Meningkatnya pendapatan negara dari sektor pariwisata di Thailand merupakan. menyumbang sebagian besar dari pendapatan nasional negara.

BAB V PENUTUP. Meningkatnya pendapatan negara dari sektor pariwisata di Thailand merupakan. menyumbang sebagian besar dari pendapatan nasional negara. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sejak meningkatnya kejahatan eksploitasi dan komersial anak (ESKA) dari tahun 2002, thailand menjadi pusat perhatian publik internasional. Meningkatnya pendapatan negara dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Defenisi Human Trafficking Protokol Palermo Tahun 2000 : Perdagangan orang haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan

Lebih terperinci

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN B U K U S A K U B A G I ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Penyusun Desainer : Tim ACILS dan ICMC : Marlyne S Sihombing Dicetak oleh : MAGENTA FINE PRINTING Dikembangkan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENGHAPUSAN PERDAGANGAN (TRAFIKING) PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang sangat sulit diberantas dan disebut oleh masyarakat Internasional sebagai bentuk perbudakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 78 TAHUN 2012

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 78 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 78 TAHUN 2012 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang masalah Negara mempunyai tugas untuk melindungi segenap warga negaranya, hal itu tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ditambah dengan isi Pancasila pasal

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

Buku Panduan dalam. Mengembangkan Peraturan Daerah (PERDA) Pencegahan dan Penanganan Perdagangan Orang

Buku Panduan dalam. Mengembangkan Peraturan Daerah (PERDA) Pencegahan dan Penanganan Perdagangan Orang Buku Panduan dalam Mengembangkan Peraturan Daerah (PERDA) Pencegahan dan Penanganan Perdagangan Orang Penyusun Desainer : Tim ACILS dan ICMC : Marlyne S Sihombing Dicetak oleh : MAGENTA FINE PRINTING Dikembangkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan human trafficking yang terjadi di Indonesia kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak dalam wujudnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

- 9 - No. Permasalahan Tujuan Tantangan Indikator Keberhasilan Fokus

- 9 - No. Permasalahan Tujuan Tantangan Indikator Keberhasilan Fokus - 9 - Strategi 1: Penguatan Institusi Pelaksana RANHAM Belum optimalnya institusi pelaksana RANHAM dalam melaksanakan RANHAM. Meningkatkan kapasitas institusi pelaksana RANHAM dalam rangka mendukung dan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL *

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL * PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL * Oleh Adi Suhendra Purba T. ** Putu Tuni Cakabawa Landra

Lebih terperinci

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Pekerja Migran. Pelindungan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK 1 K 182 - Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 2 Pengantar

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR : 8 TAHUN 2014 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DALAM WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.149, 2012 PENGESAHAN. Protokol. Hak-Hak. Anak. Penjualan. Prostitusi. Pornografi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5330) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan tingkat kelahiran yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian serta penyebaran

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENGERTIAN TRAFFICKING

PENGERTIAN TRAFFICKING PENGERTIAN TRAFFICKING 2 Trafficking adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak. KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,

Lebih terperinci

Perlindungan Anak dalam Rancangan KUHP

Perlindungan Anak dalam Rancangan KUHP Perlindungan Anak dalam Rancangan KUHP Emmy. L. Smith Koordinator Presidium Nasional Indo - ACT Pendiri Yayasan KAKAK, Surakarta Gambaran Umum Tidak ada definisi khusus dalam KUHP, untuk belum dewasa atau

Lebih terperinci

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, menyebutkan bahwa : Perdagangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. di India sangat memperhatinkan sekali. Di satu sisi anak-anak dipaksakan oleh

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. di India sangat memperhatinkan sekali. Di satu sisi anak-anak dipaksakan oleh BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan UNICEF melihat kondisi yang berkembang terhadap kehidupan anak-anak di India sangat memperhatinkan sekali. Di satu sisi anak-anak dipaksakan oleh keluarganya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafiking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN PEMBENTUKAN DAN PENGUATAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PROJECT PROPOSAL DESIGN NOT FOR SALE (2) LEMBAGA PEDULI HUMAN TRAFFICKING. Dosen Pengampu: Joko Purnomo, S.IP,M.A

PROJECT PROPOSAL DESIGN NOT FOR SALE (2) LEMBAGA PEDULI HUMAN TRAFFICKING. Dosen Pengampu: Joko Purnomo, S.IP,M.A PROJECT PROPOSAL DESIGN NOT FOR SALE (2) LEMBAGA PEDULI HUMAN TRAFFICKING Dalam rangka memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Manajemen Proyek Pembangunan Dosen Pengampu: Joko Purnomo, S.IP,M.A Disusun oleh:

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

LEMBAR FAKTA TENTANG EKSPLOITASI SEKS KOMERSIL DAN PERDAGANGAN ANAK

LEMBAR FAKTA TENTANG EKSPLOITASI SEKS KOMERSIL DAN PERDAGANGAN ANAK LEMBAR FAKTA TENTANG EKSPLOITASI SEKS KOMERSIL DAN PERDAGANGAN ANAK Fakta Angka global : Ada sekitar 1.2 juta anak diperdagangkan setiap tahunnya Kebanyakan (anak-anak laki-laki dan perempuan) diperdagangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ECPAT International, What We Do, diakses pada 05 Desember 2013.

BAB I PENDAHULUAN. ECPAT International, What We Do,  diakses pada 05 Desember 2013. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) merupakan sebuah bentuk pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak yang bisa terjadi pada siapa saja dan dimana saja. 1 Prostitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran umum Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKKB dan PP)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran umum Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKKB dan PP) IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran umum Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKKB dan PP) 1. Profil BKKB dan PP Kota Bandar Lampung Upaya pemerintah dalam hal mengendalikan

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM

BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM Upaya peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP Di dalam kitab undang-undang pidana (KUHP) sebelum lahirnya undangundang no.21

Lebih terperinci

BREBES, 20 AGUSTUS Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua dan saya ucapkan selamat pagi.

BREBES, 20 AGUSTUS Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua dan saya ucapkan selamat pagi. ARAHAN KEPALA BIRO BINA SOSIAL SETDA PROVINSI JAWA TENGAH PADA FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) DALAM RANGKA PEMETAAN PELAKSANAAN KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TRAFFICKING TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2016, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

2016, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.935, 2016 KEMENKO-PMK. RAN PTPDO. Tahun 2015-2019. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014 WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014 T E N T A N G GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DAN EKSPLOTASI SEKSUAL ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.320, 2017 KEMENPP-PA. Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Partisipasi Masyarakat. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN REHABILITASI EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL WALIKOTA SURAKARTA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI MALANG NOMOR: 180/ 291 /KEP/421

KEPUTUSAN BUPATI MALANG NOMOR: 180/ 291 /KEP/421 BUPATI MALANG KEPUTUSAN BUPATI MALANG NOMOR: 180/ 291 /KEP/421.013/2009 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, melakukan Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual dengan

Lebih terperinci

SEMARANG, 22 Oktober 2014

SEMARANG, 22 Oktober 2014 SAMBUTAN ASISTEN KESRA SEKDA PROV. JATENG PADA PEMBUKAAN RAKOR Upaya Percepatan Kerjasama Pencegahan dan Penanganan Trafficking Terhadap Perempuan Dan Anak Se-Wilayah Mitra Praja Utama Di Jawa Tengah Tahun

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hasil analisis mengenai Peran ILO terhadap Pelanggaran. HAM berupa Perdagangan Orang yang Terjadi Pada ABK telah

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hasil analisis mengenai Peran ILO terhadap Pelanggaran. HAM berupa Perdagangan Orang yang Terjadi Pada ABK telah 57 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Hasil analisis mengenai Peran ILO terhadap Pelanggaran HAM berupa Perdagangan Orang yang Terjadi Pada ABK telah disampaikan dan diuraikan secara gamblang pada Bab Pembahasan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

II. URAIAN PROYEK Para Pihak sepakat bahwa perdagang,an manusia adalah satu problem yang berat di

II. URAIAN PROYEK Para Pihak sepakat bahwa perdagang,an manusia adalah satu problem yang berat di PERUBAHAN ATAS SURAT PERJANJIAN MENGENAI PENGENDALIAN NARKOTIK DAN PENEGAKAN HUKUM TANGGAL 23 AGUSTUS 2000 ANTARA PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT DAN PEMERINTAH INDONESIA I. UMUM Pemerintah Amerika Serikat

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

Sejarah AusAID di Indonesia

Sejarah AusAID di Indonesia Apakah AusAID Program bantuan pembangunan luar negeri Pemerintah Australia merupakan program yang dibiayai Pemerintah Federal untuk mengurangi tingkat kemiskinan di negaranegara berkembang. Program ini

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 1 GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL 1 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2002 TANGGAL 13 AGUSTUS 2002 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN TAHUN 2016-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 2 R-188 Rekomendasi Agen Penempatan kerja Swasta, 1997 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas

Lebih terperinci