BAB 2 PUISI DALAM KAJIAN SEMIOTIKA. Puisi adalah bentuk kesusastraan yang paling tua (Waluyo, 1995: 1),
|
|
- Doddy Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 PUISI DALAM KAJIAN SEMIOTIKA 2.1 Puisi Puisi adalah bentuk kesusastraan yang paling tua (Waluyo, 1995: 1), sebelum prosa dan drama. Riffaterre (dalam Pradopo, 1987: 3) Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya. Hal tersebut menyebabkan puisi mampu bertahan sampai detik ini. Meskipun demikian, puisi memiliki penikmat yang terbatas, karena puisi tidak lantas bisa dicerna dalam sekali baca. Orang tidak akan memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna (Pradopo, 1987: 3) Pengertian Puisi Samuel Taylor Coleridge (dalam Pradopo, 1987: 6) mengemukakan, bahwa puisi adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepat-tepatnya dan disusun sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain erat hubungannya, dan sebagainya. Dalam bukunya, Pradopo juga memasukan beberapa pengertian puisi, di antaranya: (1) Carlyle yang mengemukakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal; (2) Wordsworth, puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan; (3) Auden, puisi 10
2 merupakan pernyataan yang bercampur baur; (4) Dunton, puisi merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistic dalam bahasa yang emosional serta berirama; (5) Shelley, adalah rekaman detik-detik yang indah dalam hidup kita. Dari kesemua pengertian puisi yang berbeda-beda tersebut, jika diambil garis besarnya, maka ada tiga unsur yang menjadi pokok dalam puisi, yaitu: (1) hal yang meliputi pemikiran, ide, atau emosi; (2) bentuknya; (3) kesan yang ditimbulkan. Jadi, (Pradopo, 1987: 7) puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan. Pada penciptaannya, puisi sangat didominasi oleh perasaan penyair. Perasaan penyair pada saat itulah yang kemudian melahirkan puisi yang mampu menggambarkan suatu fenomena (di dalamnya segala jenis perasaan bercampur) melalui teks dan mampu mempengaruhi batin pembacanya. Alternbernd (dalam Pradopo, 1987: 13) mengemukakan, bahwa dalam mencapai kepuitisan (sebuah teks) itu penyair mempergunakan banyak cara sekaligus, secara bersamaan untuk mendapatkan jaringan efek puitis yang sebanyak-banyaknya. Berkaitan dengan proses penciptaan puisi sebagai karya sastra, tingkat perkembangan psikologis seseorang berada pada tingkat psikodelik dan iluminasi. Seluruh kesadaran penyair tertumpah pada kedalaman emosi yang ingin disampaikannya. Luxemburg (1991: 87) mengungkapkan: Dalam salah satu arikelnya, Tolstoi, yang menulis roman-roman panjang, mengatakan bahwa kalau ia ingin mengungkapkan pikirannya secara sangat 11
3 padat dan dengan kekuatan maksimal, hal itu sebanarnya lebih baik dituangkan dalam puisi daripada dalam prosa. Bahasa puisi adalah bahasa figuratif yang bersusun (Waluyo, 1995: 103). Sebuah kata memungkinkan mempunyai makna ganda. Oleh karena itu, puisi dapat dianggap sebagai informasi yang dipadatkan, yang mengungkapkan sebanyak mungkin dengan sedikit kata (Luxemburg 1991: 87). Dengan kata lain, dalam isinya yang lebih singkat, padat, dan lebih ekspresif, puisi mempunyai banyak makna yang dapat digali di dalamnya. Jika pengertian puisi yang dikemukakan di atas dipadatkan, maka puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imjinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya (Waluyo, 1995: 25). 2.2 Semiotika Ada banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam mengkaji karya sastra, khususnya puisi. Salah satunya adalah dengan menggunakan semiotika. Semiotika dipandang lebih tepat untuk mengkaji puisi, karena semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal (Kutha Ratna, 2008: 105), di mana makna (tanda) kerap menjadi persoalan utama dalam setiap pengkajian puisi. 12
4 2.2.1 Pengertian Semiotika Menurut Paul Cobley dan Litza Janz (dalam Kutha Ratna, 2008: 97), secara definitif, semiotika berasal dari kata seme, bahasa Yunani, yang berarti penafsir tanda. Dalam literatur lain semiotika berasal dari kata semeion, yang berarti tanda. Secara umum, semiotika adalah ilmu yang mempelajari atau menelaah tanda. Teori ini dipelopori oleh Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Pierce. Ferdinand de Saussure adalah seoarang ahli linguistik, sedangkan Charles Sanders Pierce adalah seorang ahli filsafat. Sehingga teori yang mereka kemukakan memiliki beberapa perbedaan. Pierce (dalam Zoest, 1993:14) mengungkapkan bahwa proses pembentukan tanda ada tiga unsur yang berperan: tanda, acuannya, dan tanda baru yang terdapat pada benak penerima. Antara tanda dan acuannya ada hubungan yang kemudian disebut representasi. Selanjutnya, tanda dan representasi itu membuka kemungkinan representasi, dan hasil interpretasi melahirkan tanda baru (interpretant). Pierce juga mengemukakan bahwa berfungsinya suatu tanda karena adanya bantuan ground. Ground dapat berupa kode atau sesuatu yang bersifat individual. Apabila tanda itu diinterpretasikan (dihubungkan dengan acuannya) maka akan timbul tanda baru (interpretant). Oleh sebab itu, tanda selalu dilihat dalam hubungannya dengan Ground, acuan, dan interpretant-nya. Ketiga macam tanda tersebut didasarkan pada hubungannya dengan acuan. Pierce mengembangkan semiotika dalam hubungannya dengan filsafat fragmatisme. Menurut Peirce, dalam mengkaji objek yang dipahami, seorang penafsir yang jeli dan cermat, segala sesuatunya akan dilihat dari tiga jalur logika, 13
5 yaitu: (1) hubungan penalaran dengan jenis penandanya, meliputi: qualisign, sinsign, dan legisign; (2) hubungan kenyataan dengan jenis dasarnya, meliputi: icon, index, dan symbol; (3) hubungan pikiran dengan jenis petandanya, meliputi: rheme or seme, dicent or dicisign, dan argument. Aart Van Zoest (dalam Sudjiman, 1992:5) mendefinisikan semiotika sebagai studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Secara khusus semiotika berpusat pada penggolongannya, secara khusus semiotika dibagi atas tiga bagian utama yaitu (1) sintaksis semiotik, studi tentang tanda yang berpusat pada penggolongannya, pada hubungannya dengan tanda-tanda lain, pada cara bekerja sama menjalankan fungsinya; (2) semantik semiotik, studi yang menonjolkan hubungan tanda-tanda dengan acuannya dan dengan interpretasi yang dihasilkannya; dan (3) pragmatik semiotik, studi tentang tanda yang mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim dan penerimanya Aspek Teks Karya Sastra (Puisi) dalam Semiotika Sebuah teks apabila dilihat sebagai tanda bahasa, atau sebagai kumpulan tanda yang mempunyai hubungan, memiliki tiga aspek: pertama sintaksis teks, yaitu yang mengkaji hubungan tanda yang satu dengan tanda yang lain; kedua semantik teks, mengkaji tanda dengan maknanya; ketiga pragmatik teks, yang mengkaji hubungan tanda dengan pemakai tanda. Selanjutnya, penulis akan menjelaskan ketiga aspek tersebut didasarkan pada hubungannya dengan acuan. 14
6 Aspek Sintaksis Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 1995: 18). Dalam pengkajian puisi, aspek sintaksis menjadi hal yang pertama dalam mengawali sebuah pengkajian. Menurut Ramlan, bahasa terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti yang dinyatakan oleh bentuk itu. Begitu juga dengan karya sastra (puisi) yang menggunakan bahasa (teks) sebagai medianya. Puisi sebagai karya sastra (puisi) mempunyai stuktur kebahasaan yang kompleks. Untuk memahami puisi diperlukan analisis yang mampu mengupas satu demi satu kata dalam teks puisi tersebut secara keseluruhan. tapi di bidang sastra Zoest (1991:6) memberikan pengertian bahwa aspek sintaksis dalam puisi adalah berlakunya hubungan tanda dengan tanda-tanda yang lain, serta cara bekerja sama tanda tersebut dalam menjalankan fungsinya. Namun lain halnya dengan Todorov (1985:40) ia berpendapat bahwa dalam sintaksis terdapat berbagai pokok analisis yang dimulai dari urutan logis temporal, urutan spasial, sintaksis naratif, kekhususan, dan reaksi. Untuk analisis puisi cenderung digunakan urutan spasial, sedang yang lainnya lebih cocok digunakan untuk menganalisis prosa. Aspek sintaksis urutan spasial, menurut Todorov (1985:45) ditandai dengan adanya susunan tertentu unsur-unsur teks yang sedikit banyak terbilang tetap. Dalam linguistik, sintaksis berkaitan dengan kaidah dan proses pembentukan kalimat. Sutan Takdir Alisyahbana (1983: 71) kalimat adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang merupakan suatu susunan pikiran yang lengkap, 15
7 sehingga terjadi komunikasi yang baik. Sedangkan Ramlan (1995: 27) mengemukakan, bahwa kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun. Selanjutnya, Ramlan membagi kalimat menjadi tiga bagian berdasarkan fungsinya. Pertama, kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain (1995:27), kedua, kalimat tanya yang berfungsi untuk menanyakan sesuatu (1995:33), ketiga, kalimat suruh yang berfungsi mengharapakan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak bicara (1995:45). Dari pengertian di atas, secara implisit menjelaskan bahwa yang menjadikan satuan gramatik disebut kalimat yaitu makna (pikiran) yang dikandungnya. Kalimat mempunyai beberapa sifat, di antaranya: (1) kalimat merupakan bentuk ketatabahasaan maksimal; (2) kalimat berupa untai berstruktur dari kata-kata, artinya, unsure pembentuk kalimat dapat berupa kata, frasa, atau klausa; dan (3) kalimat merupakan satuan gramatik yang mempunyai kesenyapan dan intonasi akhir. Alwi dkk. (1993: 41) mengelompokan kalimat menjadi kalimat tunggal dan kalimat mejemuk. Menurut Alwi, kalimat tunggal adalah kalimat yang proposisinya satu dan karena itu predikatnya pun satu atau dianggap satu karena merupakan predikat majemuk. Kalimat majemuk adalah kalimat kalimat yang memiliki lebih dari satu proposisi sehingga memiliki dua atau lebih predikat yang berbeda. Oleh karena demikian, kalimat mejemuk selalu terbentuk dari dua klausa atau lebih. Alwi juga berpendapat yang sama dengan Ramlan tentang pembagian kalimat majemuk setara dan kalimat mejemuk bertingkat. 16
8 Berdasarkan jumlah klausa yang membentuknya, kalimat digolongkan menjadi kalimat sederhana dan kalimat majemuk. Kalimat sederhana adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa (Ramlan, 1995:49). Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk ini dibagi menjadi kalimat majemuk setara yang terbentuk dari dua klausa yang statusnya sama (koordinatif), klausa yang satu bukan merupakan bagian dari klausa lainnya (Ramlan 1995:52), sedangkan kalimat majemuk bertingkat terdiri dari dua klausa atau lebih yang salah satunya merupakan induk (inti) dan yang lainnya merupakan keterangan atau subordinatif (Ramlan, 1995:53). Melihat pengertian-pengertian yang telah dituliskan di atas, maka kalimat majemuk merupakan gabungan dari beberapa klausa. Kalimat majemuk setara merupakan gabungan dua klausa atau lebih yang setara atau memiliki hubungan koordinatif, sedangkan kalimat majemuk bertingkat adalah gabungan dua klausa atau lebih yang salah satunya menduduki fungsi induk (inti) dan yang lainnya sebagai keterangan/atribut/penjelas. Beranjak pada unsur kelengkapan kalimat, jika dilihat dari kelengkapan unsur kalimat, kalimat dikelompokan menjadi kalimat lengkap dan kalimat taklengkap. Menurut Alwi dkk. (1993: 42) kalimat lengkap adalah kalimat yang unsur-unsur minimalnya (S dan P) semuanya ada. Kalimat taklengkap adalah kalimat yang beberapa unsurnya tidak dinyatakan. Selain pengelompokan tersebut tadi, ada juga pengelompokan kalimat berdasarkan susunan polanya. Kalimat normal adalah kalimat yang susunannya diawali S, diikuti P, dan fungsi lainnya. Kalimat inversi adalah kalimat yang diawali oleh P. Kemudian berdasarkan 17
9 predikatnya ada kalimat nominal (berpredikat nomina), kalimat verbal (berpredikat verba), dan kalimat adjektival (berpredikat adjektif). Untuk menghindari kekacauan istilah, dalam analisis ini digunakan istilah kalimat tunggal (mewakili kalimat sederhana), kalimat majemuk (mewakili kalimat luas), kalimat majemuk setara, dan kalimat majemuk bertingkat. Klausa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata yang sekurangkurangnya terdiri atas subjek dan predikat yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana, 1985: 51). Menurut Ramlan (1995: 89) klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas S, dan P, baik disertai O, PEL, KET ataupun tidak. Unsur yang cenderung selalu ada dalam klausa adalah predikat. Unsurunsur lainnya mungkin ada, mungkin juga tidak. Berdasarkan ada tidaknya unsur negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat, maka klausa dibagi menjadi klausa negatif dan klausa positif (Ramlan, 1995: 137). Selanjutnya, kata-kata yang menegatifkan kalimat tersebut diantaranya adalah tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan. Sementara berdasarkan frasa yang menduduki fungsi predikatnya, maka klausa dibagi menjadi klausa nominal, klausa verbal, klausa bilangan, dan klausa depan (Ramlan, 1995:141). Adapun pengertian klausa menurut Kridalaksana (1985: 151) adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat yang mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Menurut Alwi dkk. (1993: 346), klausa dikelompokan menjadi dua macam: klausa utama dan klausa sematan. Klausa utama adalah klausa yang keberadaannya dalam kalimat tidak bergantung pada klausa lain, dan klausa sematan adalah 18
10 klausa yang keberadaannya menerangkan klausa lain atau yang tergantung pada klausa lain. Istilah klausa utama dan klausa sematan masing-masing sama dengan klausa koordinatif dan klausa subordinatif. Agar tidak terjadi kekacauan istilah, dalam analisis ini digunakan istilah klausa utama dan klausa terikat (mewakili istilah klausa koordinatif dan klausa subkoordinatif). Klausa terdiri atas unsur-unsur berupa frasa. Frasa adalah satuan bahasa yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak memiliki cirri klausa (cook, 1971: 91) atau tidak predikatif (Kridalaksana, 2001: 177). Berdasarkan persamaan distribusinya, frasa dibagi menjadi dua, yaitu: (1) frasa endosentrik adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan salah satu atau dengan semua unsurnya. Dalam klausa Adik saya sedang membaca, frasa Adik saya bisa diwakili dengan kata Adik. Dengan kata lain, dalam frasa endosentrik terdapat unsur yang dapat mewakili frasa itu, yang disebut unsur pusat (inti). (2) frasa eksosentrik adalah frasa yang tidak memiliki distribusi yang sama dengan semua unsurnya. Dalam klausa Saya berangkat dari Bandung, frasa dari Bandung, baik kata dari maupun kata Bandung tidak bisa mewakili satu sama lainnya. Dengan demikian, frasa eksosentrik tidak memiliki unsur inti Aspek Semantik Semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan yang satu dengan yang lain dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat (Zoest, 1993: 6). Analisis aspek semantik dalam sastra tertuju pada analisis hubungan tanda-tanda dengan 19
11 interpretasi yang dihasilkannya. Pembicaraan aspek semantik pada analisis ini dibatasi pada analisis denotasi dan konotasi, majas, dan isotopi yang akan dibahas satu per satu. Diharapkan akan muncul dan menghadirkan kejelasan makna yang ada atau terkandung dalam karya yang akan dianalisis Denotasi dan Konotasi Sebuah kata dalam apapun posisinya selalu memiliki dua aspek arti, yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah makna kata yang merujuk pada benda atau hal yang diberi nama dengan kata itu, disebutkan atau diceritakan (Altenbernd dalam Pradopo 2002: 58). Bahasa yang denotatif adalah bahasa yang menuju kepada korespodensi satu lawan satu antara tanda (kata itu) dengan hal yang ditunjuk (Wellek dalam Pradopo, 2002:58). Dalam puisi dan karya sastra lainnya, sebuah kata tidak hanya mengandung aspek denotasi saja. Kata-kata tersebut tidak selalu merujuk pada benda atau hal yang diberi nama dengan kata itu. Masih ada tambahan dari yang ditimbulkan dari asosiasi-asosiasi yang keluar dari denotasinya. Menurut Altenbernd kumpulan asosiasi-asosiasi perasaan yang terkumpul dalam sebuah kata diperoleh dari setting yang dilukiskan itu disebut konotasi. Konotasi menambah denotasi dengan menunjukan sikap-sikap dan nilai-nilai... (Pradopo, 2002:59). Secara keseluruhan bahasa sastra cenderung memiliki artian ganda. Dalam proses penciptaan puisi, penyair cenderung melesapkan makna sebuah kata. Selain itu, kata-kata dalam karya sastra, terutama puisi, selalu mengandung artian lain 20
12 dari makna sebenarnya. Hal tersebut sangat memungkinkan terjadi, karena penyair dan pengarang selalu memperhitungkan dan memilih kata yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan batinnya yang ingin dia sampaikan pada pembaca. Rene Wellek (1962: 23) dalam Pradopo (2002: 60) mengemukakan bahwa bahasa sastra itu penuh arti ganda, penuh homonim, kategori-kategori arbitraire atau irrasional, menyerap peristiwa-peristiwa sejarah, ingatan-ingatan, dan asosiasi-asosiasi. Bahasa sastra tidak hanya menerangkan saja, bahasa sastra mempunyai segi ekspresifnya, membawa nada dan sikap si pembicara atau penulis. Pemahaman tentang makna denotatif dan konotatif merupakan hal yang mendasar yang harus dimiliki penyair. Hal tersebut akan sangat menunjang dalam proses penciptaan sebuah karya sastra hingga bisa dinikmati oleh para pembaca. Meskipun, sering kali penyair melanggar kaidah bahasa baku, hal itu dimaksudkan untuk menimbulkan kesan puitis dan memperkental makna kata yang digunakan sehari-hari Majas Menurut Moeliono (1982: 50) dan Luxemburg majas dibedakan menjadi tiga macam, antara lain majas perbandingan atau majas identitas, majas pertentangan, dan majas pertautan atau majas kontiguitas. Majas-majas tersebut memiliki bagian-bagian, yang termasuk majas perbandingan adalah perumpamaan, metafora, dan personifikasi. Majas pertentangan antara lain ironi, hiperbola, dan litotes. Sedangkan yang termasuk majas pertautan adalah 21
13 metonimia, sinekdoke, (totem poparte dan pars prototo), kilatan, dan eufemisme. Pembagian yang dibuat oleh Moeliono tersebut hampir sama dengan Luxemburg (1986: ), hanya ada menurut Luxemburg, majas pertentangan meliputi antitesis dan oksimoron, dan majas pertautan meliputi metonomia dan sinekdoke. Menurut Becker (dalam Pradopo, 1987: 66) Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak menggunakan kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Altenbernd mengemukakan bahwa metafora menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan hal lain, yang sesungguhnya tidak sama. Pradopo (1987: 66) menyebutkan: Metafora terdiri dari dua term atau dua bagian, yaitu: term pokok (principal term), dan term kedua (secondary term). Term pokok disebut juga tenor, term kedua disebut juga vehicle. Term pokok atau term tenor menyebutkan hal yang dibandingkan, sedang term kedua atau term vehicle adalah hal yang untuk membandingkan... Seringkali penyair langsung menyebutkan term kedua tanpa menyebutkan term pokok atau tenor. Metafora semacam ini biasanya disebut metafora implisit (implied metaphor). Majas metafora biasanya singkat, padat dan tersusun rapi, di dalamnya ada dua ide yang diperbandingkan (Tarigan, 1990: 141). Perumpamaan atau perbandingan epos (epic simile) ialah perbandingan yang dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya lebh lanjut dalam kalimat-kalimat atau frasa-frasa yang berturut-turut. Perumpamaan epos dimaksudkan untuk lebih memperdalam dan menandaskan sifat-sifat pembandingnya, dan bukan sekadar memberikan persamaannya semata. 22
14 Personifikasi (Pradopo, 1987: 75 ) merupakan kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda dibuat dapat melakukan sesuatu yang biasa dilakukan manusia. Personifikasi ini membuat hidup lukisan, disamping itu memberi kejelasan beberan, memberikan bayangan angan yang konkret. Metonimia berarti sebuah nama atau kata yang berasosiasi dengan benda (Badudu, 1977: 66). Menurut Moeliono (1982: 142) metonimia adalah pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya. Sinekdoke adalah suatu majas yang menggambarkan hubungan kedekatan antara pengertian yang disebut dan pengertian penggantinya melalui hubungan bagian dari keseluruhan. Apabila yang disebut itu adalah keseluruhan untuk mewakili sebagian maka disebut totem proparte, sedangkan apabila disebut itu sebagian untuk mewakili keseluruhan maka disebut pars prototo. Altenbernd (dalam Pradopo, 1987: 78) mengemukakan bahwa sinekdoke adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri. Paradoks adalah majas yang menyiratkan pertentangan, padahal sebenarnya tidak (Badudu, 1997: 76). Dalam paradoks terdapat pula oksimoron, menurut Sudjiman (1990: 57) oksimoron adalah majas yang menggabungkan kata atau frasa yang tidak serasi (yang bertentangan secara tajam) untuk mencapai efek retoris yang khas. 23
15 Hiperbola adalah majas yang berfungsi untuk melebih-lebihkan atau memberikan pengertian yang lebih keras Isotopi Aspek lain dalam analisis semantik setelah denotasi dan konotasi, majas, selanjutnya isotopi. Kata isotopi berasal dari kata Yunani isos dan topos yang masing-masing berarti sama dan tempat. Konsep isotopi dikemukakan oleh Greimas dan disempurnakan oleh ahli lain. Konsep tersebut muncul karena adanya makna kata yang bersifat polisemis, dan adanya kebutuhan analisis wacana serta tataran supra kalimat (Zaimar, 1990: 113). Yang dimaksud dengan isotopi adalah suatu kesatuan kategori semantis yang timbul dari redundansi yang dimungkinkan pembacaan secita, seragam sebagaimana yang dihasilkan dari pembacaan ujaran itu bagian dari bagian, dan dari pemecahan yang dituntun oleh upaya pembacaan yang senada (Zaimar, 1990:113). Zaimar (1990: 114) menjelaskan bahwa konsep isotopi menurut Greimas terbatas pada tataran isi:... bagi Greimas, isotopi terbatas pada tataran isi; jadi termasuk pada kategori semantis, karena yang dianalisis adalah makna leksikal. Pada hakekatnya bahasa bersifat polisemis, sehingga komponen makna yang sama terdapat pada berbagai kosakata. Itu sebabnya terjadi redundansi dalam sebuah teks. Dengan analisis isotopi dapat ditemukan keseragaman makna yang ada di setiap bagian teks dan hal itu dapat menuntun pembaca ke arah yang senada dan dapat memecahkan ambiguitas... Sebuah kata memiliki beberapa komponen makna yang dengan sendirinya merupakan wilayah makna (semene) dari kata itu. Menurut Zaimar (1990: 137) telaah tema merupakan telaah terpadu, dan isotopi sangat berguna untuk memahami tema. Tatanan tema terbentuk dari berbagai motif yang disusun secara hirarkis. Kehadiran tema-tema utama dan 24
16 tema-tema minor dapat dilihat melalui pemunculan motif secara berulang-ulang. Tema-tema itu ditandai dengan cerita keberulangan, karena dasar analisis adalah isotopi. Zaimar (1990: 136) mengemukakan istilah motif dan tema masing-masing sebagai isotopi minimal dan isotopi kompleks seperti yang terdapat dalam kutipan berikut: Motif dan tema digunakan dengan makna yang sama dengan yang digunakan dalam komposisi musik, yaitu pada unsur-unsur yang berulang. Motif adalah isotopi minimal, sederhana (leksikal), bersuara...; tema adalah isotopi kompleks yang terbentuk dari beberapa motif. Setelah mengumpulkan referensi-referensi mengenai isotopi dan berpijak pada konsep-konsep yang telah ditulis tersebut, maka dapat disumpulkan bahwa isotopi merupakan tahap awal untuk memahami motif, dan berdasarkan motif itulah kemudian ditentukan tema sebuah karya sastra Aspek Pragmatik Aspek terakhir dalam proses pengkajian karya sastra adalah aspek pragmatik. Pragmatik mengkaji penggunaan bahasa dalam suatu konteks tertentu (Luxemburg, 1984: 87). Selain itu menurut Morris (1991:52 dalam Badrun, 1994:38) pragmatik membicarakan hubungan tanda dengan penafsir, yaitu mengenai asal, penggunaan dan efek tanda; sedangkan menurut Zoest (1986: 6) pragmatik mempelajari tanda dengan pengirim dan penerimanya. Teks sastra dikelompokan berdasarkan situasi bahasa. Pengelompokan hanya didasarkan pada cara penyajiannya sehingga dapat dikatakan bahwa pada umumnya situasi bahasa dalam puisi (sajak) adalah monolog. Artinya, dalam puisi 25
17 hanya ada satu orang pembicara yang menyajikan teks. Meskipun demikian, ada pula puisi yang mengandung situasi bahasa berlapis atau dialog; misalnya puisi naratif atau balada (Luxemburg dkk, 1989:74). Selanjutnya, Luxemburg (1989: 74) menyatakan bahwa setiap teks sastra mempunyi pembicara sendiri. Pembicara dalam teks tersebut disebut aku lirik atau objek lirik. Oleh karena itu dalam kebanyakan puisi tidak saja berfungsi sebagai penutur, tetapi juga menjadi tokoh sentral yang menjadi pokok pembicaraan dalam puisi. Dalam puisi, kehadiran aku lirik ada yang eksplisit dan ada pula yang implisit. Aku lirik yang muncul secara implisit harus diidentifikasi sendiri oleh pembaca berdasarkan informasi yang dikemukakan melalui teks. Sehingga ada pemunculan aku lirik yang cenderung berbicara tentang teks yang bersangkutan yang berperan sebagai pembicara yang monolog. Penerima pesan (orang yang diajak bicara atau pendengar), seperti halnya aku lirik, dalam teks puisi ada yang eksplisit dan ada pula yang implisit, yang diajak bicara dalam teks puisi tidak terbatas pada manusia, tetapi bisa juga Tuhan, Dewa, alam, dan apa saja. Dalam puisi-puisi lirik, apabila subjek lirik berbicara terhadap sesuatu yang tidak mengharapkan jawaban disebut afostrofe, seperti yang diungkapkan Luxemburg berikut: Apostrofe dapat juga dianggap sebagai metode pengubahan terpenting bagi sajak lirik. Dengan mengajak berbicara sesuatu yang tidak hadir, mati, atau tidak bernyawa, sesuatu itu dihadirkan, dihidupkan, dan dimanusiakan. Dengan demikian ia menjadi pemantul suara yang walaupun sendirinya diam, namun tanggap terhadap subjek lirik yang justru memerlukan pemantul semacam itu untuk mengungkapkan perasaannya... (Luxemburg dkk, 1989: 80) 26
18 2.3 Kata, Tanda, dan Tafsir Makna Dalam perkembangan sastra kontemporer, sebuah karya sastra (baik puisi, prosa, maupun drama) pada akhir penciptaannya ia akan berdiri sendiri. Otoritas pengarang atau penyair (dalam proses penciptaanya) secara tidak langsung akan hilang dan tergantikan oleh otoritas publik sebgai penikmat karya sastra. Dengan kata lain, nasib karya sastra itu akan berada di tangan pembacanya. Proses pengkajian karya sastra lebih menekankan pada tema keseluruhan isi batin teks karya itu sendiri. Tapi, yang lebih penting dari itu, yaitu proses pengkajian makna sebuah karya sastra, yang kadang orang jarang menganggap itu sebagai bahan penelitian. Makna dalam karya sastra adalah sesuatu yang mutlak dan selalu ada dalam setiap karya sastra. Kesan multi tafsir pun muncul dan melekat pada karya sastra, terutama puisi. Hal tersebut disebabkan sering dimunculkannya bahasa kiasan pada teks-teks sastra. Kesamaran dan ketaksaan makna suatu bahasa sebenarnya juga akibat kelebihan bahasa itu sendiri yang memiliki multi fungsi emotif dan afiktif (Aminudin, 1998: 20). Selain itu adanya sinonimi, hiponimi, maupun polisemi juga menjadi faktor penyebab kesamaran dan ketaksaan makna. Hubungan antara tanda, makna dan fakta pada sisi lain juga tidak dapat dilepaskan dari perkembangan kehidupan maupun perkembangan unsur sosial budaya (Aminudin, 1998: 102). Pemaknaan tanda akhirnya juga tidak dapat dilepaskan dari upaya menghubungkan kembali unsur kesejajaran tanda itu sendiri. Akhirnya keberadaan makna dapat mengalami perubahan/pergeseran dan 27
19 perkembangan sesuai dengan periodisasi kehidupan penutur, latar kehidupan, dan sosial budaya. Begitu juga puisi. Lahirnya sebuah puisi tentu tak lepas dari aspek pemikiran penyair yang telah berusaha keras memunculkan ide dan gagasan serta pengalaman batinnya dengan penyampaian lewat kata-kata yang terpilih untuk dikatakan pada orang lain (pembaca). Dalam teks puisi, sebuah kata memiliki kemungkinan makna ganda (Waluyo, 1995:103). Kata-kata dalam puisi sering menyimpang dari makna yang sebenarnya. Simbol-simbol yang merupakan pengungkapan tidak langsung, menampilkan makna tidak langsung dari sebuah puisi. Sebagai karya sastra yang multi arti, tafsiran pada sebuah teks puisi menjadi arbitrer. Setiap pembaca bebas untuk menafsirkan sesuai dengan koridor sosial budaya yang pada saat itu berkembang. Yang pada akhirnya, teks tersebut akan melahirkan tanda-tanda baru dalam kebahasaan dan memiliki muatan yang berlaku sebagai unit pengorganisasian. Meski demikian bebasnya, memahami makna sebuah teks puisi bukanlah perkara mudah. Lebih-lebih jika dihadapkan pada puisi mutakhir yang strukturnya lebih kompleks. Kondisi seperti itu memaksa para peneliti dan kritikus sastra untuk mampu memberikan kejelasan tentang isi teks puisi melalui pemaknaan puisi yang konvensional. Pemaknaan puisi layaknya berkaitan dengan teori pendekatan sastra yang berkembang saat ini. Puisi merupakan artefak yang baru mempunyai makna bila puisi tersebut sudah diberi makna oleh pembaca (Pradopo, 2002). Akan tetapi, pemberian 28
20 makna itu tidak boleh semau-maunya, melainkan berdasarkan atau dalam kerangka semiotik (ilmu sistem tanda), karena karya sastra itu merupakan sistem tanda atau semiotik. Puisi adalah karya sastra yang bermedium bahasa. Maka, untuk memperoleh makna di dalamnya, terlebih dahulu puisi haruslah dipahami sebagai sistem tanda (semiotika) yang memiliki makna berdasarkan konvensi. Bahasa sendiri disebut sebagai sistem tanda atau semiotika tingkat pertama (Pradopo, 2002). Makna bahasa disebut arti (meaning) yang ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa. Dan dalam hal ini, hal yang lebih awal dilakukan dalam pemaknaan puisi adalah analisis bahasa yang mengarah pada pemaknaan puisi tersebut secara arbitrer. 29
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan sastra memiliki hubungan yang erat. Kekuatan sastra berada pada kekuatan dan cara pengarang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seorang pengarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang penting adalah keberdayaan kata untuk meninggalkan kesan kepada pembaca atau pendengarnya. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi sebagai salah satu jenis karya sastra memiliki nilai seni kesusastraan yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan katanya. Puisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. materi yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspek-aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti, sehingga ruang
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah (1) rancangan atau buram surat dan sebagainya; (2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan
Bab 2 Landasan Teori Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian kali ini. Teori tersebut mencangkup teori semantik dan teori pengkajian puisi. Teori
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono
Lebih terperinciBAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS
Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang
Lebih terperinciANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan oleh : EMA WIDIYAS
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Pada dasarnya setiap individu mempunyai pengalaman tentang suatu peristiwa. Pengalaman itu dapat berupa: kesenangan, kesedihan, keharuan, ketragiasan, dan sebagainya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra
BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka
Lebih terperinciANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK
ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK SKRIPSI Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan Oleh
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Puisi karya Joko Pinurbo yang dibahas pertama kali adalah puisi Kalvari. Puisi tersebut memiliki tujuh bait, dua puluh tujuh larik dan dua belas kalimat. Puisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sastra merupakan penjelasan ilham, perasaan, pikiran, dan angan-angan (cita-cita)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah hasil seni kreatif manusia yang menampilkan gambaran tentang kehidupan manusia, menggunakan seni bahasa sebagai mediumnya. Karya sastra merupakan penjelasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran menjadi salah satu kegiatan yang bernilai edukatif, hal ini terjadi karena adanya interaksi antara guru dan siswa. Interaksi yang dilakukan mengharapkan
Lebih terperinciSTRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.
STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan sastra. Pada intinya kegiatan bersastra sesungguhnya adalah media
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari sebuah kesusastraan, terlepas dari apakah kegiatan bersastra dilakukan didasari ataupun tanpa didasari kesadaran untuk
Lebih terperinci12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.
semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting pada manusia, yaitu berbahasa. Menurut Tarigan (1986:3), menulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Secara umum karya sastra terbagi atas tiga jenis yaitu puisi, prosa dan drama. Menurut Kosasih (2012:1), ketiga jenis karya sastra tersebut dibedakan berdasarkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Indonesia, yakni tidak memiliki aturan yang baku. Menurut Dresden (dalam
BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Puisi Puisi dalam sastra Jawa mencakup beberapa jenis, salah satunya adalah geguritan. Geguritan memiliki ciri yang sama dengan puisi dalam bahasa Indonesia, yakni tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti morfem, kata, kelompok kata, kalusa, kalimat. Satuan-satuan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi pada dasarnya tidak dapat ditafsirkan secara terpisah, karena dalam bahasa mempunyai satuan-satuan seperti morfem, kata,
Lebih terperinciGAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN
GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mengetahui penelitian tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ungkapan dalam berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat kerap menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ungkapan dalam berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat kerap menjadi pilihan setiap penutur suatu bahasa untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi
Lebih terperincibanyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam
12 Telepon Genggam terdapat banyak gaya bahasa yang khas dan unik serta belum banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dalam bahasanya yaitu puisi. Waluyo (1991:3) mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam arti, yaitu ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima atau pengulangan bunyi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya bahasa, manusia tidak dapat mengungkapkan perasaan, menyampaikan keinginan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. Ungkapan tersebut berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, dan keyakinan dalam suatu kehidupan, sehingga
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan
BAB II LANDASAN TEORI A. Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) adalah susunan sebuah nyanyian (Moeliono
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, maupun isi pikiran kepada
Lebih terperinciNIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika
Nama : M. Teguh Alfianto Tugas : Semiotika (resume) NIM : D2C 307031 S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip Semiotika Kajian komunikasi saat ini telah membedakan dua jenis semiotikan, yakni semiotika komunikasi
Lebih terperinciSamuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
Pengertian dan Unsur-unsurnya Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, batasan masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
Lebih terperinciRELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan
RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra
Lebih terperinciDIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN
1 DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang lagu sehingga lirik-lirik lagunya menarik untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gaya bahasa menimbulkan efek keindahan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Efek keindahan gaya bahasa berkaitan dengan selera pribadi pengarang dan kepekaannya
Lebih terperinciANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KUMPULAN CERPEN INSOMNIA KARYA ANTON KURNIA SKRIPSI
0 ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KUMPULAN CERPEN INSOMNIA KARYA ANTON KURNIA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran manusia. Dalam musik terdapat lirik lagu dan alunan musik yang harmonis, dapat membawa seseorang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan
1 I. PENDAHULUAN Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan mengenai latar belakang penelitian mengenai gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra
Lebih terperinciKATEGORI DAN FUNGSI MAJAS DALAM LIRIK LAGU ALBUM BINTANG LIMA DEWA 19
KATEGORI DAN FUNGSI MAJAS DALAM LIRIK LAGU ALBUM BINTANG LIMA DEWA 19 Oleh: Annika Aprianti 1, Harris Effendi Thahar. 2, Zulfadhli 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai seni pertunjukan, akan tetapi berlanjut dengan menunjukan fungsinya dalam kehidupan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat. Media massa merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam
Lebih terperinciBAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA
8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015)
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan memberikan pemaparan mengenai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi merupakan bentuk karya sastra yang tersaji menggunakan kata-kata yang indah dan kaya bahasa yang penuh makna (Kosasih, 2008: 31). Keindahan puisi ditentukan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis danpendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,penelitian dilakukan dengan melihat konteks permasalahan secara utuh, dengan fokus penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi
1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu. tahun Skripsi tersebut menggunakan semiotik Michael Riffatterre sebagai
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Sebelumnya, ada beberapa penelitian yang memiliki tema yang sama. Pertama, Intertekstual Lirik-Lirik Lagu Karya Ahmad Dhani: Sebuah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. meneliti tentang lirik lagu Umi karya Hayashi Ryuuha dan Omocha No
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sebelumnya Berdasarkan penelitian terdahulu, belum ada seorang pun yang meneliti tentang lirik lagu Umi karya Hayashi Ryuuha dan Omocha No Chachacha karya Nosaka Akiyuki
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Ada beberapa buku yang dipakai dalam memahami dan mendukung penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur bersama-sama (Verhaar dalam Markhamah, 2009: 5). Chaer (2009: 3) menjelaskan bahwa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
6 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Keterampilan Menulis Puisi a. Hakikat Menulis Tarigan (1994:3) memberikan pengertian bahwa menulis adalah suatu keterampilan berbahasa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka bersifat mutakhir yang memuat teori,
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian yang sistematik dan relevan dari fakta serta hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka
Lebih terperinciMAKSUD DAN TUJUAN. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak.
ANALISIS SEMIOTIKA MAKSUD DAN TUJUAN Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak SEMIOTIKA TOKOH SEMIOTIKA XXX PUISI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana
Lebih terperinciBAB II SEMIOTIK. A. Sistem Kerja Semiotik dalam Penelitian ini
27 BAB II SEMIOTIK wherever a sign is present, ideology is present too. everything ideological prossesses a semiotic value tanda selalu menghadirkan ideologi di dalamnya serta memiliki nilai semiotis A.
Lebih terperinciSINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS
SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,
Lebih terperinciKEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR ARTIKEL OLEH RUDY PRASETYO A1D111001
KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR ARTIKEL OLEH RUDY PRASETYO A1D111001 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2018 ABSTRAK
Lebih terperinciANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA
ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA Oleh: Ulin Niswah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Adi_Jaddati@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan data atau pun informasi untuk. syair lagu Insya Allah (Maherzain Feat Fadly).
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan
Lebih terperinciKELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia
KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU Makalah Bahasa Indonesia KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah di limpahkannya. Sehingga penyusunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif
Lebih terperinciANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN A.T. MAHMUD
ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN A.T. MAHMUD SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui metode kualitatif yang menggambarkan dan menginterpretasikan tentang suatu situasi, peristiwa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang
Lebih terperinci13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi
semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manfaat, serta definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian.
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai latar belakang, masalah, tujuan, manfaat, serta definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian. 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif interpretatif yaitu suatu metode yang memfokuskan
Lebih terperinciPENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG Dwi Sulistyorini Abstrak: Dalam kegiatan pembelajaran menulis, siswa masih banyak mengalami kesulitan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Semiotika sebagai Metode Penelitian Semiotika merupakan cabang ilmu yang membahas tentang bagaimana cara memahami simbol atau lambang, dikenal dengan semiologi. Semiologi
Lebih terperinciKajian Stilistika dalam Karya Sastra
Kajian Stilistika dalam Karya Sastra Gaya diartikan sesuai dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam kreasi penulisan sastra, efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan makna, baik penggambaran
Lebih terperinciMAJAS DALAM PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 GUNUNG TULEH PASAMAN BARAT
MAJAS DALAM PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 GUNUNG TULEH PASAMAN BARAT E-JURNAL ILMIAH ASMARIDA NPM. 09080206 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini
Lebih terperinciANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI
ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan
BAB II LANDASAN TEORI Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan Alternatif Penerapannya dalam Pembelajaran Gaya Bahasa Puisi di SMA Kelas X Semester I berkaitan
Lebih terperinci