PERKUMPULAN SUAKA ELANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERKUMPULAN SUAKA ELANG"

Transkripsi

1 Annual Report Suaka Elang 2009 ANNUAL REPORT PERKUMPULAN SUAKA ELANG 2009 Balai TN Gunung Halimun-Salak Puslit Biologi LIPI Puslitbanghut KA Bidang Wilayah I Balai Besar KSDA Jawa Barat, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango Yayasan Cikananga Raptor Indonesia (RAIN) PILI-NGO Movement Raptor Conservation Society IAR Indonesia MataELANG Chevron Geothermal Salak 1

2 Pengurus Ketua Dewan Dr. Ir. Bambang Supriyanto M.Sc. Wakil Ketua Dewan Usep Suparman, SE. Ketua Pelaksana Perkumpulan Gunawan S.Si. Bendahara Annisa Yuniar S.Hut. Sekretaris Sri Mulyati S.Hut., M.Laws. Koordinator Divisi Pengelolaan Satwa dan Program Eddi Suryanto S.Hut. Koordinator Divisi Fundraising dan Keanggotaan/kerja sama Usep Suparman S.E. Alamat Kantor Perkumpulan Suaka Elang Komplek Gedung PHKA Bogor (Sebelah pintu utama Kebun Raya Bogor) Jl. Ir. H.Juanda No.15, Bogor, Jawa Barat raptorsanctuary@gmail.com Telp. Lokasi Suaka Elang Jl. Kiara Jingkrang, Kampung Loji RT 02/09, Desa Pasir jaya, Kecamatan Cigombong, Bogor, Jawa Barat Telp. 2

3 Pendahuluan 1. Latar belakang Keragaman Raptor & status. Keberadaan burung pemangsa (raptor) dalam suatu ekosistem sangat penting, karena posisinya sebagai pemngsa puncak dalam piramida makanan. Benua Asia dihuni oleh sekitar 90 jenis raptor dan sekitar 75 jenis raptor diurnal ini bisa ditemukan di Indonesia (ed Colijn; 2000) dan sekitar, 15 jenis merupakan jenis yang endemik di Indonesia bahkan beberapa jenis adalah endemik pulau, seperti Elang Jawa (Nisaetus bartelsi). Semua jenis raptor diurnal dilindungi peraturan negara, misalnya oleh undang-undang No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta PP 7 dan 8 tahun Salah satu jenis raptor endemik Indonesia adalah Elang jawa (Andrew 1992, Ferguson-Lees & Christie 2001). Jenis ini hanya ditemukan secara alami di pulau Jawa. Sebagai jenis yang endemik dan sangat tergantung kepada keberadaan hutan alami di pulau Jawa, elang ini menghadapi risiko kepunahan karena berkurangnya habitat dan maraknya perdagangan liar (Sözer et al. 1998). Di habitat alaminya, spesies burung ini masih dapat dijumpai di blok-blok hutan yang masih tersisa di daerah pegunungan. Secara global spesies ini dikategorikan ke dalam satwa terancam punah di Buku Data Merah (BirdLife International 2001). Penggunaan jenis raptor sebagai flagship species untuk suatu strategi konservasi yang efektif di suatu kawasan adalah ecologically justifeable (Newton et al. 2006). Umumnya, spesies raptor terkenal sangat karismatik dan dapat mewakili contoh sehatnya suatu habitat dan ekosistem hutan serta mengindikasikan adanya nilai penting keanekaragaman hayati di dalamnya. Karena penting dan strategis secara ekologis semua jenis raptor diurnal dilindungi undang-undang, di antaranya dengan perlindungan melalui Peraturan Pemerintah No. 421/Kpts/Um/8/8/1970. Peraturan ini diperkuat dengan adanya Undangundang terhadap perlindungan satwa terancam kepunahan pada Pasal 21 ayat (2) Undang-undang RI No. 5 tahun Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda sehingga pada tanggal 10 Januari 1993, di era pemerintahan Soeharto, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 4/1993 yang menetapkan Elang Jawa sebagai simbol nasional (Widyastuti 1993, Sözer et al. 1998). Khusus Elang Jawa, satwa ini juga masuk daftar Appendik II CITES, yang berarti larangan untuk diperdagangkan secara lokal maupun internasional tanpa adanya ijin khusus. Ancaman dan Antisipasi. Ancaman utama kepada jenis ini adalah hilangnya habitat dan perdagangan liar (Birdlife International 2006). Kedua faktor yang mengancam itu di samping disebabkan oleh desakan populasi manusia juga oleh tingkat kesadaran dan penegakan hukum yang lemah. Kecenderungan kepemilikan dan perdagangan satwa yang dilindungi termasuk burung pemangsa masih berlangsung. Keadaan ini membuat prihatin banyak pihak dan semakin mengancam populasi raptor di habitat alaminya. Keberadaan sejumlah Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) dan gencarnya BKSDA melakukan penyitaan telah memberikan suasana yang kondusif, seperti kesadaran beberapa anggota masyarakat untuk menyerahkan raptor yang mereka pelihara untuk dilepasliarkan kembali. Oleh sebab itu, Keberadaan PPS dan giatnya BKSDA melakukan penegakan hukum perlu dipertahankan dan terus didorong semua 3

4 pihak. Namun, mengingat sumber daya dan dana yang sengaja dialokasikan untuk upaya ini sangat terbatas perlu juga dicari cara dan strategi lain untuk memperkuat kondisi-kondisi yang sudahkondusif tersebut. Strategi kemitraanpun dipilih beberapa pemangku kepentingan di sekitar TNGHS untuk memperkuat dan mengantisipasi berbagai kemungkinan dinamika upaya konservasi raptor ini. Selanjutnya, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) disepakati sebagai tempat untuk menyediakan suatu Suaka bagi jenis-jenis raptor hasil sitaan yang mungkin tidak bisa dilepaskan kembali ke alam tetapi masih bisa dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan dan wisata sangat terbatas. Aksi Konservasi. Upaya penting yang perlu menjadi bagian dari kegiatan konservasi raptor adalah membangun kesadaran semua pihak dan masyarakat umum tentang arti penting konservasi raptor yang merupakan flagship species dan entry point yang strategis untuk kegiatan konservasi keragaman hayati secara keseluruhan. Upaya membangun kesadaran ini bisa dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan, diantaranya melalui kegiatan rehabilitasi dan pelepasliaran spesies yang sudah direhabilitasi dan pendidikan lingkungan serta wisata terbatas melalui pengembangan Suaka elang (raptor sanctuary) ini. Suaka elang ini diharapkan bisa berkontribusi langsung, khususnya pada upaya konservasi raptor dan umumnya semua potensi keragaman hayati yang ada di kawasan TNGHS. Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). TNGHS merupakan salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003, yang merupakan perubahan fungsi kawasan eks Perum Perhutani atau eks hutan lindung dan hutan produksi terbatas di sekitar TNGH menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dengan 113,357 ha. TNGHS terletak di Propinsi Jawa Barat dan Banten meliputi Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. Potensi keanekaragaman hayati di kawasan ini sangat tinggi serta memiliki populasi Elang jawa (Nisaetus bartelsi) terbesar di pulau Jawa, bahkan di dunia yaitu sekitar pasang, dan hampir semua jenis raptor yang ada di pulau Jawa dan Bali bisa ditemui di kawasan ini. Suaka elang & Kemitraan. BTNGHS adalah untuk kawasan perlindungan (save it), kajian ilmiah (study it) dan pemanfaatan yang lestari (use it). Pengembangan suaka elang di kawasan ini sebagai bentuk realisasi program kemitraan berbagai lembaga pemerintah dan LSM serta korporasi, disamping mendorong Permenhut No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam tanggal 19 Oktober 2004 dan SK Menhut No. 390/KPTS- II/2003 serta Nota Kesepahaman Kemitraan Suaka elang tahun Suaka elang merupakan salah satu bentuk usaha menjaga dan melindungi keanekaragaman hayati yang ada, bertujuan untuk memperkenalkan masyarakat kepada alam dan meningkatkan kesadaran akan nilai penting sumber daya alam yang beragam dalam sebuah ekosistem kehidupan. Pengembangan Suaka elang ini juga merupakan sebuah cara dalam menyebarkan informasi tentang usaha pelestarian dan perlindungan raptor pada suatu kawasan yang dilindungi atau kawasan-kawasan yang perlu dilindungi dengan menggunakan pendekatan pendidikan lingkungan dan wisata terbatas yang terintegrasi. Pendidikan lingkungan di Suaka elang merupakan proses pembelajaran yang langsung dan berbasis pengalaman sehingga diharapkan bisa: 4

5 1. mendukung kepedulian dan perhatian terhadap ekonomi, sosial dan keterkaitannya terhadap lingkungan ekologis; 2. belajar dan mendapatkan pengetahuan, nilai, perilaku, komitmen, kemampuan yang diperlukan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup 3. mendorong sikap hidup positif baik dari tingkat individu, kelompok, dan masyarakat secara keseluruhan terhadap lingkungan alamnya. 2. Tujuan Suaka elang Suaka elang ini dikembangkan oleh suatu kemitraan berbagai bentuk lembaga, yaitu lembaga pemerintah, LSM, dan korporasi. Tingkat kemitraan yang dikembangkan adalah kolaborasi yang mengutamakan nilai-nilai partisipasi, kesetaraan, dan transparansi. Visi & Misi Suaka elang ini diharapkan bisa berkontribusi maksimal untuk kelestarian keragaman hayati terutama spesies-spesies ternancam kepunahan dan dilindungi negara dan dunia seperti jenis raptor. Untuk mewujudkan visi itu Suaka elang akan memfokuskan pencapaian kepada misi berikut: 1) melakukan upaya perawatan, rehabilitasi dan pelepasliaran satwa negara (raptor) hasil sitaan yang sesuai dengan standar IUCN dan peraturan resmi yang berlaku di Indonesia, dan 2) melakukan upaya penyadartahuan masyarakat melalui upaya pendidikan lingkungan dan wisata terbatas berbasis burung pemangsa yang dituangkan dalam konsep Sanctuary untuk masyarakat umum Target & Keluaran Stratejik Tahap awal dari penjabaran visi dan misi Suaka elang dilakukan dalam janga waktu lima tahun ( ). Tahun pertama program akan difokuskan untuk membangun dialog dan konsultasi publik dengan pihak-pihak terkait guna memperkuat basis kegiatan program pada implementasi di tahun ke-2 hingga tahun ke-5. Kegiatan pada tahun pertama ini akan difokuskan pada beberapa kegiatan yang akan menghasilkan keluaran strategis berikut ini: 1. Sarana dan prasarana Suaka elang (Pusat Pendidikan dan Konservasi Raptor); 2. Dukungan dan kemitraan yang efektif dengan masyarakat di sekitar kawasan Suaka elang dan kawasan BTNGHS umumnya; 3. Program dan kegiatan rehabilitasi dan pelepasliaran raptor di habitatnya; 4. Tersedia sumber daya dan dana untuk menunjang operasionalisasi Suaka Raptor 5

6 Fasilitas suaka elang 1. Visitor Center Bangunan yang dibangun sebagai salah satu kontribusi dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak ini berukuran 7 x 10 m². Bangunan ini berfungsi sebagai kantor utama pengelola Suaka Elang dan tempat penyampaian segala informasi yang berkaitan dengan Suaka Elang. Foto: Dok. Suaka Elang 2. Kandang-kandang Kandang kandang yang ada merupakan donasi dari PT. Chevron Geothermal Salak sebagai salah satu anggota dari Perkumpulan Suaka Elang. Ada 3 jenis kandang yang ada di Suaka Elang, yaitu: 2.1. Kandang Transit Bangunan kandang berukuran 3 x 2 x 2 meter³ ini berguna untuk menampung sementara raptor yang berasal dari rescue dan penyerahan langsung dari masyarakat. Penempatan satwa di kandang ini hanya bersifat sementara sebelum disalurkan kepada lembaga lain yang mempunyai fasilitas kesehatan dan melakukan program rehabilitasi. Komplek kandang ini bersifat tertutup untuk akses pengunjung karena satwa yang ada di kandang ini belum diketahui status kesehatannya. Foto: Dok. Suaka Elang 6

7 2.2. Kandang Sanctuary Kandang sanctuary berukuran 4 x 6 x 3 meter³ dan berfungsi untuk menempatkan satwayang tidak mungkin lagi bisa dilepasliarkan. Misalnya adalah satwa yang telah mengalami cacat permanen, terlalu tua ataupun permasalahan lainnya. Komplek kandang ini adalah satu-satunya yang bisa diakses oleh para pengunjung. Untuk mengurangi stres akibat pengunjung yang ingin melihat raptor di dalam kandang sanctuary maka pada salah satu sisi kandang ditutup menggunakan papan/ triplek sehingga tidak terjadi kontak langsung antara satwa dan manusia. Foto: Dok. Suaka Elang 2.3. Kandang Pre release Kandang berukuran 8 x 20 meter² dengan ketinggian 2,5 8 meter ini digunakan untuk satwa yang telah melalui tahap-tahap rehabilitasi di pusat rehabilitasi. Kandang ini merupakan kandang pelatihan tahap akhir bagi satwa yang siap dilepaskan. Foto: Dok. Suaka Elang 7

8 2.4. Kandang Habituasi Kandang habituasi adalah kandang yang berguna untuk menempatkan satwa sementara sebelum dilepasliarkan. Kandang ini berukuran 3 x 4 x 2 meter³ dan bersifat dapat dibongkar pasang (portable). Kandang ini ditempatkan di lokasi dimana satwa akan dilepasliarkan. Penempatan satwa pada kandang ini berguna untuk memulihkan kondisii satwa setelah perjalanan dan mengenalkan satwa dengan kondisi lingkungan barunya. Foto: Dok. Suaka Elang 3. Jembatan Gantung Jembatan yang panjangnya sekitar 75 meter ini merupakan donasi dari PT.ANTAM. Selain dapat menjadi sarana penunjang untuk memperlancar kegiatan di Suaka Elang, jembatan ini diharapkan juga dapat menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung wisata terbatas di kawasan Suaka Elang. Foto: Dok. Suaka Elang 8

9 Foto: Dok. Suaka Elang Keorganisasian dan Management Satwa Kesepakatan pembentukan Kemitraan Suaka Elang yang ditandai dengan penandatanganan MoU oleh 12 lembaga anggota kemitraan merupakan dasar lahirnya Perkumpulan Suaka Elang. Perkumpulan Suaka Elang diharapkan dapat menjadi pelaksana harian dan bertanggung jawab terhadap jalannya program Suaka Elang terhadap 12 lembaga pendirinya. Oleh karena itu, kemudian dibangun sebuah organisasi baru berbentuk perkumpulan dengan struktur kepengurusan sebagai berikut: Struktur organisasi dan lingkup kegiatan suaka elang Ketua Sekretaris Bendahara Divisi Divisi Divisi Divisi Keanggotaan/Kerja Program Fundraising Pengelolaan sama Satwa Catatan: Keterbatasan sumber dana dan sumber daya menyebabkan harus digabungnya divisi divisi yang ada menjadi Divisi Program dan Pengelolaan Satwa dan Divisi keanggotaan dan Fundraising 9

10 Sedangkan untuk melaksanakan program kerjanya sebagai salah satu lembaga yang bergerak dalam penyelamatan dan rehabilitasi burung pemangsa, Perkumpulan Suaka Elang membuat sebuah bagan alur pengelolaan satwa satwa yang ada. Adapun bagan alur tersebut adalah sebagai berikut: Management Raptor dan Kandang di suaka elang Untuk: Satwa masuk: 1. PPS 2. Raptor Center 3. Serahan Masyarakat 4 P Kandang Display Kandang Transit 1. Pendidikan lingkungan 2. Penelitian 3. Show (falconry) Translokasi: 1. PPS 2. Raptor Center Pelatihan: 1. Berburu 2. Pengenalan pakan alami 3 Ad t i d i Kandang Pre Release Habituasi Release Monitoring Kajian pre release: 1. Penilaian spesies b. Kesehatan c. Perilaku 2. Penilaian habitat a. Ketersediaan ruang b. Ketersediaan pakan c. Kompetisi d A b Gambar 1. Bagan Alur Pengelolaan Satwa Suaka Elang 10

11 Raptor yang ada di kandang kandang Suaka Elang Berikut ini adalah daftar raptor yang ada dan pernah ada di kandang kandang Suaka Elang: No Nama Lokal Nama Ilmiah Asal Tanggal Masuk Keluar Keterangan 1 Elang jawa Nisaetus bartelsi PPSC 22 Nov Agt 09 Rilis di Tapos 2 Elang jawa Nisaetus bartelsi PPSC 22 Nop 08 3 Elang jawa Nisaetus bartelsi PPSC 22 Nov 08 4 Elang brontok Nisaetus cirrhatus PPSC 22 Nov 08 Mati (22 Jan 09) 5 Elang brontok Nisaetus cirrhatus PPSC 22 Nov 08 Mati (23 Jan 09) 6 Elang brontok Nisaetus cirrhatus PPSC 22 Nov 08 Mati (1 Apr 09) 7 Elang ular bido Spilornis cheela PPSC 22 Nov 08 8 Elang ular bido Spilornis cheela PPSC 22 Nov 08 Mati (22 Jan 09) 9 Elang ular bido Spilornis cheela PPSC 22 Nov 08 Mati (1 Apr 09) 10 Elang ular bido Spilornis cheela PPSC 22 Nov 08 Mati (1 Apr 09) 11 Elang ular hitam Ichtinaetus malayanus PPSC 22 Nov 08 Mati (1 Apr 09) 12 Elang paria Milvus migrans PPSC 22 Nov Elang brontok Nisaetus cirrhatus Panaruban 9 Agt Elang brontok Nisaetus cirrhatus Panaruban 9 Agt Elang alap jambul Accipiter trivirgatus Kabandungan 10 Sept Okt 09 Rilis di Loji Kasus kematian elang di Suaka Elang Kematian elang yang terjadi di Suaka Elang pada awalnya bisa dibilang cukup banyak, yaitu 7 dari 12 ekor elang yang ada. Selain design kandang yang kurang tepat dari sisi keamanan satwa, faktor perawat yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik adalah penyebab terjadinya kasus kematian yang terjadi beruntun. Pada kasus kematian yang pertama (3 ekor) kemungkinan terjadi karena kesalahan design kandang karena jaring bagian atas kandang tidak dijahit sehingga elang bisa menyeberang dari satu kandang ke kandang lain. Selain itu, terjadinya kasus penyeberangan ini disebabkan juga oleh kondisi elang yang mungkin terlalu lapar. Sedangkan pada kasus kematian yang kedua (4 ekor) masih sukar diperkirakan penyebabnya, karena tidak terjadi penyeberangan antar kandang seperti sebelumnya. Melihat kondisi elang yang mati dalam keadaan kakinya patah dan tersangkut jaring kandang, maka ada beberapa kemungkinan penyebabnya, yaitu: - Elang menyerang antar kandang tanpa terjadi penyeberangan, karena sifat elang yang teritorial - Elang berusaha menyerang sesuatu yang ada di luar kandang, yang kemungkinan disebabkan karena lapar akibat pakan yang terlambat - Elang panik karena ada sesuatu di luar kandang yang berusaha menyerangnya karena terdapat sisa-sisa bangkai marmut 11

12 Beberapa kegiatan yang telah dilakukan Suaka Elang di antaranya adalah: 1. Penyediaan pakan dan perawatan raptor yang ada di kandang kandang Suaka Elang Kegiatan ini adalah kegiatan rutin yang dilakukan di Suaka Elang. Pakan yang diberikan setiap hari di antaranya adalah marmut, daging sapi dan daging ayam. Pakan yang dibutuhkan adalah 30 ekor/minggu (6 elang x 5 marmut/minggu), atau sekitar 120 ekor/bulan. Perawatan yang dilakukan selain pemberian pakan adalah pembersihan dan perbaikan kandang serta pengamatan perilaku satwa. 2. Penyelesaian kontrak kerja tenaga perawat Tenaga perawat yang berasal dari kampung setempat sudah bekerja di Suaka Elang sejak awal tahun 2009, namun karena banyak hal, kontrak kerjanya baru bisa diselesaikan pada bulan September Berikut ini adalah surat kontrak kerja tenaga perawat satwa di Suaka Elang 12

13 3. Pembuatan akta Perkumpulan Suaka Elang dan account bank atas nama Perkumpulan Suaka Elang Berdasarkan hasil pertemuan anggota Kemitraan Suaka Elang, diputuskan untuk membuat lembaga baru sebagai pelaksana dan penanggung jawab harian di Suaka Elang. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah legalitas agar lembaga ini bisa membuat account atas nama lembaga itu sendiri. Berikut ini adalah NPWP dan account bank atas nama Perkumpulan Suaka Elang: Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) : Nomor Rekening : Rekening Bank Mandiri Nomor atas nama Perkumpulan Suaka Elang 4. Pelatihan handling, morfometri, marking, monitoring dan analisis data pasca release pada tanggal 14 Juni 2009 di Suaka Elang bekerja sama dengan RAIN, Chevron dan TNGHS Pelatihan ini merupakan rangkaian kegiatan pelepasliaran Elang jawa yang dilaksanakan di Tapos, Kawasan TN Gunung Gede Pangrango. Kegiatan ini bertujuan untuk - meningkatkan sumber daya manusia yang lebih professional dalam upaya penelitian dan konservasi raptor di Indonesia. - menggalang partisipasi dari berbagai kalangan yang konsen terhadap isu perlindungan dan upaya konservasi raptor khususnya - menarik minat para pemerhati burung dan para komunitas pecinta burung - menggalang Sumber Daya Manusia terutama dikalangan akademisi dalam kegiatan Species asessment sebagai proses awal sebelum pelepasliaran dan monitoring paska pelepasliaran. Pelatihan dengan materi tentang handling, morfometri, marking dan monitoring ini diikuti oleh 32 orang peserta dari berbagai daerah dan kalangan. Foto: Dok. Suaka Elang 13

14 5. Pendidikan konservasi untuk pengunjung bekerja sama dengan TNGHS Program ini adalah satu program unggulan dari Suaka Elang yang didukung penuh oleh TN Gunung Halimun Salak. Walaupun belum berjalan dengan maksimal, kegiatan ini sudah berjalan beberapa kali, yaitu Pamuka dari SMA Cigombong, Kelompok Pecinta Alam SMA Taman Sari dan Rombongan dari Perusahaan Jalan Lingkar Luar Jakarta. Foto: Dok.Suaka Elang 6. Pelepasliaran Elang Jawa di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Elang Alap Jambul di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak bekerja sama dengan RAIN, PILI, RCS, TNGGP, TNGHS, Chevron, IAR Indonesia, dan Peternakan/perkebunan Tapos, pada tanggal 18 Agustus 2009 Kegiatan ini dilaksanakan di Kawasan TN Gunung Gede Pangrango sebagai bukti bahwa Suaka Elang adalah sebuah lembaga yang berjalan atas kerja sama banyak lembaga. Hampir semua anggota kemitraan Suaka Elang yang menandatangani MoU tanggal 27 Nopember

15 mengambil bagian dalam kegiatan ini. Pelepasliaran dilakukan oleh Dirjen PHKA dan dihadiri oleh Direktur KKH dan wakil dari lembaga lembaga anggota kemitraan. Foto: Agus W 7. Monitoring paska release Elang Jawa di Tapos bekerja sama dengan RCS, MataELANG, RAIN dan TNGGP Kegiatan ini jugamerupakan kegiatan yang tidak kalah penting dari kegiatan sebelumnya, yaitu pelepasliran, untuk melihat kemampuan satwa yang dilepasliarkan bertahan hidup di alam. Berdasarkan hasil monitoring selama 2 minggu diketahui bahwa daerah jelajah Elang Jawa yang dirilis adalah sebagai berikut: 15

16 Kemudian pada tanggal 15 Oktober 2009 diperoleh informasi bahwa elang jawa yang dirilis pada tanggal 18 Agustus 2009 telah ditangkap oleh salah seorang warga kampung Gadog (Ciawi) saat sedang bertarung dengan mangsanya. Setelah dipastikan kebenaran iformasi tersebut, kemudian pada tanggal 16 Oktober 2009 elang tersebut diambil kembali oleh petugas TN Gunung Gede Pangrango dan langsung dilepaskan kembali ke Tapos. Saat ditangkap radio transmitter masih terpasang, namun wing marker telah dipotong. 8. Pengamatan burung bekerja sama dengan TNGHS, RAIN dan Sahabat Burung Indonesia (SBI- Info). Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu, tanggal 4-5 Juli 2009, dan di ikuti 11 anggota Millist SBI dan beberapa staff Balai TNGHS. Dari pengamatan yang dilakukan selama dua hari tersebut berhasil dicatat 33 jenis burung yang ada disekitar suaka elang. Foto: Chepi Foto: Iwan Londo 9. Translokasi 2 Ekor Elang Brontok dari Panaruban, Bandung Pengiriman satwa dari Panaruban Raptor Center ini dilakukan karena kesulitan pendanaan yang dialami. Menurut informasi yang diterima dari pihak Panaruban Raptor Center, dikatakan bahwa 2 eor elang brontok yang dikirim ke Suaka Elang tidak bisa untuk dilepasliarkan. Elang ini diharapkan dapat dijadikan satwa falconry dan menjadi media dan daya tarik tambahan dalam penyampaian pendidikan konservasi berbasis raptor. 16

17 10. Pelatihan pemasangan cincin pada burung liar di sekitar Suaka Elang bekerja sama dengan TNGHS dan WCS-IP Pelatihan ini dilakukan untuk melengkapi data burung yang ada di Suaka Elang. Selain untuk meningkatkan kemampuan, dari pelatihan ini diharapkan juga dapat menumbuhkan minat pemasangan cincin pada burung liar. Pada masa mendatang, diharapkan Suaka Elang diharapkan dapat menjadi salah satu pusat pelatihan dan kegiatan pencincinan burung liar. Foto: Dok WCS-IP 11. Kemah konservasi untuk siswa sekolah bekerja sama dengan PT.ANTAM, TNGHS dan UKF IPB Kegiatan yang disponsori oleh PT ANTAM ini merupakan salah satu bentuk pendidikan konservasi yang dilakukan Suaka Elang. Sebagai pelaksana kegiatan, Suaka Elang bekerja sama dengan Unit Konservasi Fauna (IPB). Sedianya kegiatan ini diikuti oleh 50 peserta dari berbagai SMU di Bogor, namun pada pelaksanaannya hanya diikuti sekitar 20 orang peserta. Rangkaian kegiatan selama 2 hari ini diantarnya adalah pengenalan tentang Suaka Elang, pengamatan burung, dan permainan. 17

18 Foto: Sri Mulyati 12. Peresmian jembatan gantung bekerja sama dengan PT.ANTAM dan TNGHS Jembatan gantung yang pembangunannya sempat tertunda karena kesalahan pengukuran ini akhirnya selesai dikerjakan pada bulan September Jembatan yang menghubungkan dua sisi sungai di Suaka Elang ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung Suaka Elang, karena keindahan pemandangan yang bisa dilihat dari atasnya. Jembatan gantung ini panjangnya sekitar 75 meter dan ketinggian sekitar 8 meter dari permukaan sungai. Kapasitas maksimal dari jembatan ini adalah 5 orang, terbuat dari kayu dan tali baja. Peresmian penggunaan jembatan ini dilakukan oleh Vice Presiden PT ANTAM pada tanggal 17 Oktober 2009 yang ditandai dengan pemotongan pita di depan pintu jembatan. Foto: Sri Mulyati 18

19 13. Peliputan tentang aktivitas Suaka Elang oleh Metro TV. Pada tanggal 17 Oktober 2009 Suaka Elang mendapat kesempatan untuk diliput oleh Metro TV untuk acara Expediton. Liputan yang berkaitan dengan Elang jawa ini membutuhkan waktu 3 hari. Hasil liputan kemudian ditayangkan di Metro TV pada tanggal 7 Nopember 2009 pukul wib dengan judul Harmoni Kaki Salak. 14. Pengusahaan kantor di Bogor dibantu TNGHS Setelah menjadi lembaga baru dengan manajemen baru, maka dibutuhkan sekretariat/kantor guna mempermudah berbagai keperluan mengingat letak Suaka Elang yang cukup jauh dari kota. Misalnya untuk kebutuhan rapat dan surat menyurat. Dengan dibantu TNGHS maka diperoleh sebuah ruang dalam lingkungan PHKA di Ruang no.55 Gedung PHKA, Jl. Ir. H. Juanda No:15, Bogor. 15. Berikut ini adalah pemberitaan media yang berkaitan dengan Suaka Elang dan kegiatannya (Elang Alap Jambul Diliarkan/Jurnal Bogor, 18 October 2009) - kan.di.gunung.gede.pangrango/all - Dipindahkan.ke.TN.Gunung.Halimun.Salak - (12 Elang Jawa Dipindah dari Cikananga Sukabumi/Minggu, 23 November :23 WIB Warta Bumi Dibaca 264 kali) - ( :36 WIB Mengunjungi Suaka Elang di Resort Loji Gunung Halimun (1) Berupaya Mengkonservasi Spesies Raptor yang Terancam Punah) - (Taman Nasional Gunung Halimun Salak Resmikan Suaka Elang/26 November 2008) - (TNGHS Resmikan Suaka Elang/25 november 2008)

20 Berikut ini hasil rapat evaluasi Perkumpulan Suaka Elang tanggal 14 Desember 2009: Rapat dihadiri oleh 16 anggota perkumpulan, yang 9 di antaranya mewakili masing-masing mitra perkumpulan Suaka Elang (daftar hadir terlampir). Rapat diawali dengan presentasi laporan kinerja Suaka Elang hingga Desember 2009, oleh Ketua Suaka Elang: Gunawan S.Si. 1. Laporan Kinerja Suaka Elang hingga Desember 2009 oleh Ketua Suaka Elang (Gunawan, S.Si): 21 November 2007 MoU Kemitraan Suaka Elang yang ditandatangani oleh 12 lembaga; 28 November 2008 Launching komplek Suaka Elang sebagai lokasi rehabilitasi dan pendidikan konservasi berbasis burung pemangsa; Juli 2009 Akta lembaga Perkumpulan Suaka Elang sebagai pelaksana harian Kemitraan Suaka Elang dan pembukaan rekening bank atas nama Perkumpulan Suaka Elang Struktur Organisasi Suaka Elang: Manajemen Pengelolaan Satwa: Kegiatan-kegiatan Suaka Elang pada tahun 2009 yang telah dilaksanakan: 1. Pembuatan Akta organisasi dan rekening perkumpulan; 2. Pembuatan kontrak kerja tenaga perawat satwa di Suaka Elang; 3. Pelatihan handling, morfometri, marking, monitoring dan analisis data pasca release; 4. Pendidikan konservasi bagi siswa sekolah; 5. Pelepasliaran Elang Jawa di Tapos (BBTNGGP) dan Elang Alap Jambul di Suaka Elang (BTNGHS); 6. Monitoring pasca release Elang Jawa di Tapos; 7. Pengamatan burung di sekitar Suaka Elang; 8. Pemasangan cincin pada burung liar; 9. Kemah konservasi bagi siswa SMU; 10. Peresmian jembatan gantung di Suaka Elang; 11. Pengusahaan kantor Suaka Elang di Bogor (Lantai 2, gedung PHKA Bogor); 12. Translokasi dua ekor Elang Brontok; 13. Peliputan aktivitas Suaka Elang oleh media elektronik; 14. Membantu penyelamatan Elang Ular Bido di Pekalongan, Jateng; 2. Laporan Keuangan: Dana Suaka Elang per Desember 2009 = Rp ,- cukup untuk biaya pakan elang dan perawat satwa sampai dengan Januari 2010, jadi perlu segera diupayakan penambahan dana melalui fundraising atau lainnya (misalnya: penggalangan dana dari mitra yang tergabung dalam SE). 3. Ringkasan Diskusi: Kelembagaan Suaka Elang, komitmen dan peran anggota kemitraan, rencana strategis SE tahun

21 a. Untuk penguatan dukungan bagi kelembagaan Suaka Elang, ada usulan untuk mempertimbangkan bentuknya sebagai sebuah Yayasan, namun dengan situasi dan kondisi permasalahan yang ada, bentuk Perkumpulan dirasa masih mengakomodir kebutuhan kelembagaan Suaka Elang saat ini. b. Untuk mempertahankan komitmen masing-masing anggota kemitraan Suaka Elang, memang tidak mudah dan jangan hanya diukur dari kontribusi finansial, namun komitmen dan kontribusi masing-masing pihak dapat diberikan dalam berbagai bentuk mulai dari sumbangan ide dan pemikiran, materi, program/kegiatan, sumberdaya manusia, dll. c. Meskipun peran dan komitmen para mitra Suaka Elang dirasa tidak maksimal, namun kemitraan SE jangan bubar, bahan ke-12 lembaga menjadi lembaga pendiri yang bersifat selamanya, meskipun anggota mitra dapat bertambah. d. Pada akhirnya, kelembagaan kolaborasi tersebut akan menjadi beban bagi TN dan masyarakat, namun justru tujuan dari adanya kemitraan Suaka Elang ini adalah untuk memperkuat TN dan masyarakat sehingga bisa mandiri dari sisi pendanaan dan kelembagaan. e. Kelembagaan kolaborasi perlu operator di lapangan. Ketika operator tersebut sudah mandiri dan berjalan dengan baik, maka peran mitra bisa saja tidak perlu se-intensif pada tahap awal ini. f. TNGHS selaku mitra yang menjadi lokasi bagi Suaka Elang, harus mau dan mampu berinvestasi secara maksimal dalam kemitraan Suaka Elang ini. g. Perlu di-review kembali peran setiap mitra Suaka Elang, sebab jika semua peran tersebut berjalan dengan baik, maka Suaka Elang juga akan berjalan dengan baik. h. Perlu review dan update komitmen para mitra untuk disesuaikan dengan kondisi dan situasi serta kebutuhan terkini, sehingga rencana program/kegiatan masing-masing mitra dapat mengakomodir target-target Suaka Elang. Untuk jangka pendek ke depan, perlu dibuat suatu form isian update komitmen dan peran para mitra untuk tahun i. Perlu dibuat rencana strategis Suaka Elang dan memetakan mitra strategis SE. j. Struktur organisasi bersifat progresif saja dengan melihat kondisi dan kebutuhan saat ini sehingga target yang realistis dapat tercapai. Fundraising a. Divisi Fundraising sebaiknya diperkuat oleh sumberdaya manusia yang memiliki kapasitas baik dalam menyusun proposal program/kegiatan dan memiliki kapasitas membuat jaringan sosial yang baik. Dengan perkembangan Suaka Elang saat ini, dirasa sudah bisa untuk mencari funding di tingkat internasional melalui pengajuan proposal kepada lembaga-lembaga semisal USAID, dll. Ada peluang untuk pendanaan dari USAID dengan mengemukakan isu jasa lingkungan. b. Untuk pengembangan pendanaan Suaka Elang secara mandiri, perlu dianalisa potensi wisata di lokasi Suaka Elang. Pengembangan wisata terbatas di sana dapat mendukung 21

22 pendanaan Suaka Elang, namun memerlukan semacam perjanjian kerjasama dengan pihak pengelola kawasan (TNGHS) untuk pengelolaan wisata tersebut (peluang: Suaka Elang bisa berperan sebagai operator kegiatan ekowisata/wisata terbatas). Koperasi TN bisa membuat MoU dengan Suaka Elang. c. Alternatif fundraising: bird race photography, survei sarang dan media fotografi. d. Perlu di-review lagi mengenai komitmen Chevron dalam program pemberdayaan masyarakat terkait penyediaan pakan elang di Suaka Elang. e. Suaka Elang diharapkan tetap menjalin hubungan baik dengan para mitra dan para pendukung utama program-program Suaka Elang selama ini (misalnya PT Antam dan Chevron). Publikasi, diseminasi, dukungan publik, penelitian, pengumpulan data a. Perlu adanya publikasi dan diseminasi hasil-hasil kegiatan Suaka Elang untuk meningkatkan dukungan publik terhadap konservasi burung pemangsa dan dukungan terhadap keberadaan Suaka Elang sendiri. b. Suaka Elang perlu melakukan promosi kepada para peneliti, mahasiswa, dll untuk menarik minat mereka melakukan kerjasama penelitian di Suaka Elang dan hasilnya dapat dipublikasikan. c. Chevron telah menyetujui proposal yang diajukan PILI untuk membiayai kegiatan penelitian mahasiswa di Suaka Elang selama kurang lebih 3 bulan, Ibu Dewi MP akan membantu untuk pemilihan topik-topiknya. Peran animal keeper, pengelolaan satwa a. Perlu di-review lagi peran dan fungsi animal keeper di Suaka Elang, idealnya tidak hanya sebagai pemberi pakan, tetapi juga mampu mengambil data dan analisa kondisi elang di SE. b. Segala sesuatu terkait kegiatan pelepasliaran elang di Suaka Elang juga merupakan bahan pelaporan PPS Cikananga terhadap publik karena hampir semua elang yang berada di Suaka Elang berasal dari PPSC. c. Terkait dengan pengelolaan satwa di Suaka Elang, ada pertanyaan mengenai desain kandang yang lebih sesuai, terkait dengan kesehatan satwa. Juga pertanyaan mengenai perlakuan terhadap elang yang sudah sakit atau cacat, apakah sesuai aturan boleh dieuthanasia? atau dibiarkan tetap hidup hingga mati? Peluang-peluang bagi Perkumpulan Suaka Elang dalam jangka dekat a. Suaka Elang diharapkan mampu menghasilkan suatu protokol pelepasliaran khususnya burung pemangsa. Pusat Litbang Kehutanan dan LIPI bisa menjadi fasilitator untuk tahap konsultasi publik sebelum menuju legalisasi protokol ini, yang ke depan menjadi panduan resmi untuk kegiatan pelepasliaran burung pemangsa di Indonesia. Saat ini draft awal sudah mulai disusun oleh Suaka Elang. Untuk penyusunannya lebih lengkap, diperlukan tenaga-tenaga sukarelawan. Peluang ini perlu ditangkap oleh Suaka Elang mengingat 22

23 bahwa dukungan baik dari pemerintah (KKAH Dephut) dan LIPI cukup kuat, begitu juga dari pihak-pihak terkait lainnya. b. Ada peluang Suaka Elang menjadi pusat kegiatan pencincinan burung di Indonesia. c. Mengundang anggota RAIN yang pernah dikirim mengikuti pelatihan di Hawk-Sanctuary di Amerika Serikat untuk sharing experience dan knowledge bagi SE. d. Diharapkan Suaka Elang tetap konsisten dalam mendukung upaya konservasi burung pemangsa di Indonesia (dan dunia) dan melakukan aksi-aksi nyata sebagai kontribusi dalam mencapai tujuan tersebut (misalnya peran serta dalam penanggulangan hunting dan illegal trading burung pemangsa). 4. Kesimpulan Evaluasi dan Diskusi: a. cukup banyak yang sudah dilakukan oleh SE dengan berbagai dinamika naik-turunnya semangat kemitraan. b. terkait dengan masukan-masukan untuk fundraising dan program-program strategis untuk tahun depan, maka para pengurus dan para mitra diharapkan akan membuat rencana program untuk tahun 2010 dan rencana strategis lima tahun, yang kemudian akan diberitahukan kepada seluruh anggota mitra SE. c. Suaka Elang masih memiliki komitmen yang kuat untuk konservasi dan penyelamatan burung pemangsa. d. Laporan tahunan Suaka Elang tengah disusun dan akan dibagikan kepada para mitra. 23

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA Latar Belakang Di Indonesia terdapat sekitar 75 spesies burung pemangsa (raptor) diurnal (Ed Colijn, 2000). Semua jenis burung pemangsa

Lebih terperinci

KawasanTNGHS. Balai TNGHS

KawasanTNGHS. Balai TNGHS PERKUMPULAN GEDEPAHALA SEBAGAI LEMBAGA KOLABORATIF DAN LEMBAGA PENGGALANG DANA BAGI BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE-PANGRANGO DAN BALAI TAMAN NASIONAL HALIMUN-SALAK Balai Disampaikan dalam: SEMINAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman hayati terbesar yang dimiliki Indonesia di antaranya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

Upaya Repopulasi Jenis Elang melalui pelepasliaran Elang hasil sitaan di Kawasan Panaruban Subang Jawa Barat.

Upaya Repopulasi Jenis Elang melalui pelepasliaran Elang hasil sitaan di Kawasan Panaruban Subang Jawa Barat. IN IS IA S I P E M U L IH A N J E N IS E L A N G Upaya Repopulasi Jenis Elang melalui pelepasliaran Elang hasil sitaan di Kawasan Panaruban Subang Jawa Barat www.raptor.or.id Latar Belakang Penurunan populasi

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon.

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon. DATA MITRA BALAI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERIODE 2011 S/D 2014 1. PT KHARISMA LABUAN WISATA Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon. Jangka

Lebih terperinci

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PEMINJAMAN JENIS SATWA LIAR DILINDUNGI KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGBIAKAN (BREEDING LOAN) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB) merupakan salah satu dari taman nasional baru di Indonesia, dengan dasar penunjukkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 135/MENHUT-II/2004

Lebih terperinci

V. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

V. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA V. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Dalam upaya pelestarian jenis elang Jawa dan habitatnya yang berada di dalam kawasan lindung (KL) dan di dalam kawasan budidaya (KBd) akan melibatkan

Lebih terperinci

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 1. Apakah TFCA Kalimantan? Tropical Forest Conservation Act (TFCA) merupakan program kerjasama antara Pemerintah Republik

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN EVALUASI AKHIR PROGRAM MITRA TFCA- SUMATERA PADA SIKLUS HIBAH 1

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN EVALUASI AKHIR PROGRAM MITRA TFCA- SUMATERA PADA SIKLUS HIBAH 1 KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN EVALUASI AKHIR PROGRAM MITRA TFCA- SUMATERA PADA SIKLUS HIBAH 1 1. PENDAHULUAN Program TFCA- Sumatera merupakan program hibah bagi khususnya LSM dan Perguruan Tinggi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Burung

Lebih terperinci

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch)

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch) ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch) IMRAN SL TOBING Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta Foto (Wedana et al, 2008) I. PENDAHULUAN Latar belakang dan permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN BERSAMA TAMAN NASIONAL TESSO NILO

PENGELOLAAN BERSAMA TAMAN NASIONAL TESSO NILO PENGELOLAAN BERSAMA TAMAN NASIONAL TESSO NILO Oleh: Sri Mariati Expansion Protected Areas Module Leader WWF Indonesia-Riau Conservation Program Outline 1. Latar Belakang Pembentukan 2. Proses Pembentukan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

Pengelolaan dan Pengawasan Sumber Daya Genetik serta Scientific Access bagi Peneliti Asing

Pengelolaan dan Pengawasan Sumber Daya Genetik serta Scientific Access bagi Peneliti Asing Pengelolaan dan Pengawasan Sumber Daya Genetik serta Scientific Access bagi Peneliti Asing Sosialisasi dan Diskusi tentang Perizinan Penelitian Asing Di Universitas Brawijaya, Malang 29 Juli 2016 Oleh:

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI

III. KONDISI UMUM LOKASI III. KONDISI UMUM LOKASI 3.1. Sejarah Kawasan Berawal dari Cagar Alam Gunung Halimun (CAGH) seluas 40.000 ha, kawasan ini pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) Page 1 of 6 Penjelasan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN 1 LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN SEKARANG KITA BERSAMA!!!! LANGKAH AWAL UNTUK PENGELOLAAN HUTAN KORIDOR SALAK-HALIMUN YANG ADIL, SEJAHTERA, DAN LESTARI Apa itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia saat ini mencapai 120,35 juta ha. Tujuh belas persen

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN 1 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA PERESMIAN PROGRAM MECU (MOBILE EDUCATION CONSERVATION UNIT) DAN PENYERAHAN SATWA DI DEALER FORD ROXY MAS HARI JUMAT TANGGAL 11 MARET

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Page 1 of 9 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari

Lebih terperinci

THE BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL FOUNDATION. Penggalangan dana untuk orangutan

THE BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL FOUNDATION. Penggalangan dana untuk orangutan THE BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL FOUNDATION Penggalangan dana untuk orangutan Kenapa saya harus membantu orangutan? Orangutan merupakan satwa terancam punah yang hanya hidup di dua pulau, Sumatera dan Kalimantan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: P.7/IV-Set/2011 Pengertian 1. Kawasan Suaka Alam adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal dengan kota pelajar dan kota budaya, selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta juga dikenal sebagai daerah pariwisata ini dibuktikan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DESKRIPSI PEMBANGUNAN JAVAN RHINO STUDY AND CONSERVATION AREA (Areal Studi dan Konservasi Badak Jawa) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH SPESIMEN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR UNTUK LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Lampiran : Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Nomor : P.06/VI-SET/2005 Tanggal : 3 Agustus 2005

Lampiran : Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Nomor : P.06/VI-SET/2005 Tanggal : 3 Agustus 2005 Lampiran : Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Nomor : P.06/VI-SET/2005 Tanggal : 3 Agustus 2005 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI Bank Dunia memulai proses selama dua tahun untuk meninjau dan memperbaharui (update) kebijakan-kebijakan pengamanan (safeguard)

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1999 (7/1999) Tanggal : 27 Januari 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah kawasan suaka alam yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI PT. PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY AREA KAMOJANG, JAWA BARAT A. GAMBARAN UMUM PT. Pertamina Geothermal Energy (PT. PGE) Area Kamojang mempunyai komitmen yang kuat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan karunia dari Allah SWT yang harus dikelola dengan bijaksana, sebab sumber daya alam memiliki keterbatasan penggunaannya. Sumberdaya alam

Lebih terperinci

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 02/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara

Lebih terperinci

Semiloka Peningkatan Partisipasi Publik Dalam Mendorong Penegakan Hukum Yang Sistematis (KPSL-Sumbagut)

Semiloka Peningkatan Partisipasi Publik Dalam Mendorong Penegakan Hukum Yang Sistematis (KPSL-Sumbagut) (TOR) Term of Reference Semiloka Peningkatan Partisipasi Publik Dalam Mendorong Penegakan Hukum Yang Sistematis (KPSL-Sumbagut) 1. Latar Belakang Tingginya tingkat perburuan dan perdagangan satwa liar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.67/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGGUNAAN BELANJA BANTUAN MODAL KERJA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN DESA KONSERVASI DI DAERAH PENYANGGA KAWASAN

Lebih terperinci

PERAN PENELITI PUSLIT BIOLOGI-LIPI DALAM JEJARING RAPTOR INDONESIA (RAIN)

PERAN PENELITI PUSLIT BIOLOGI-LIPI DALAM JEJARING RAPTOR INDONESIA (RAIN) PERAN PENELITI PUSLIT BIOLOGI-LIPI DALAM JEJARING RAPTOR INDONESIA (RAIN) Dewi M. Prawiradilaga Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI, Cibinong Science Centre Email: dewi005 @lipi.go.id STRUKTUR ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 262 /Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.35/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PADA KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.754, 2014 KEMENHUT. Tarif. Kegiatan Tertentu. Tata Cara. Persyaratan. Pembangunan PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.38/Menhut-II/2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN 05-09 Prof. DR. M. Bismark, MS. LATAR BELAKANG Perlindungan biodiversitas flora, fauna dan mikroorganisme menjadi perhatian dunia untuk

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 31/Menhut-II/2009 TENTANG AKTA BURU DAN TATA CARA PERMOHONAN AKTA BURU DENGAN RAHMAT TUHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 31/Menhut-II/2009 TENTANG AKTA BURU DAN TATA CARA PERMOHONAN AKTA BURU DENGAN RAHMAT TUHAN Menimbang Mengingat PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 31/Menhut-II/2009 TENTANG AKTA BURU DAN TATA CARA PERMOHONAN AKTA BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

TENTANG. yang. untuk. dalam. usaha

TENTANG. yang. untuk. dalam. usaha 1 B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT Menimbang BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 128/Dik-1/2010 T e n t a n g

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN RAPAT PEMBAHASAN ROAD MAP PUSAT KAJIAN ANOA DAN PEMBENTUKAN FORUM PEMERHATI ANOA Manado,

Lebih terperinci

Indonesia Panduan Relawan

Indonesia Panduan Relawan International Animal Rescue Didedikasikan untuk penyelamatan dan rehabilitasi satwa Amal Terdaftar Nomor: AHU-278.AH.01.02.Tahun 2008 Indonesia Panduan Relawan International Animal Rescue (IAR) Yayasan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK.142 /Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN 89 BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN Rumusan standar minimal pengelolaan pada prinsip kelestarian fungsi sosial budaya disusun sebagai acuan bagi terjaminnya keberlangsungan manfaat

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 6 TAHUN 2012 T E N T A N G

BUPATI BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 6 TAHUN 2012 T E N T A N G BUPATI BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 6 TAHUN 2012 T E N T A N G PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TAMAN BURU DAN PERBURUAN. Oleh: Bambang Dahono Adji Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Jakarta, 18 September 2014

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TAMAN BURU DAN PERBURUAN. Oleh: Bambang Dahono Adji Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Jakarta, 18 September 2014 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TAMAN BURU DAN PERBURUAN Oleh: Bambang Dahono Adji Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Jakarta, 18 September 2014 BERBURU (PP. 13/1994 tentang Perburuan Satwa Buru) menangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

Pedoman untuk Persiapan Pengajuan Proposal Program Pencegahan HIV dan Pengobatan Ketergantungan Napza Terpadu

Pedoman untuk Persiapan Pengajuan Proposal Program Pencegahan HIV dan Pengobatan Ketergantungan Napza Terpadu Lampiran 1 Pedoman untuk Persiapan Pengajuan Proposal Program Pencegahan HIV dan Pengobatan Ketergantungan Napza Terpadu 1. PENDAHULUAN 1.1. Pertimbangan Umum Penggunaan dan ketergantungan napza adalah

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daer

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daer No. 1446, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Suaka Alam. Pelestarian Alam. Kawasan. Kerjasama. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.85/Menhut-II/2014

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Fauna merupakan bagian dari keanekaragaman hayati di Indonesia,

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH TAMAN SATWA KEBUN BINATANG SURABAYA

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH TAMAN SATWA KEBUN BINATANG SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH TAMAN SATWA KEBUN BINATANG SURABAYA DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA MENUJU PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI: PENGELOLAAN BERBASIS RESORT, DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, KABUPATEN BANYUWANGI, JAWA TIMUR Bidang Kegiatan : PKM Artikel Ilmiah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

Green Corridor Initiative Project (Prakarsa Lintasan Hijau)

Green Corridor Initiative Project (Prakarsa Lintasan Hijau) Green Corridor Initiative Project (Prakarsa Lintasan Hijau) Chevron Latar Belakang Tonggak Waktu Chevron 2002 2017 Program Green Corridor Berkelanjutan Chevron (Chevron Green Corridor Sustainability Environmental

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci