BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat
|
|
- Hartono Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi kulit adalah eritroderma (Munyao 2007). Eritroderma, disebut juga sebagai dermatitis eksfoliatif, diperkenalkan pertama kali oleh Hebra pada 1868, merupakan kelainan kulit inflamasi yang ditandai kulit eritem generalisata dan skuama yang luas melibatkan 90% luas permukaan kulit. Eritroderma dan dermatitis eksfoliatif merupakan satu perjalanan klinis, yakni tahap awal berupa kulit eritem generalisata yang kemudian diikuti dengan pengelupapasan kulit (Yuan 2010). Pada penelitian ini selanjutnya akan menggunakan terminologi eritroderma. Eritroderma bukan merupakan kasus yang sering ditemukan, namun masalah yang ditimbulkannya cukup parah (Mapar 2011). Eritroderma dapat berakibat fatal, maka diperlukan penatalaksanaan yang baik karena dapat mengganggu metabolisme tubuh dengan berbagai komplikasinya, oleh karena itu perlu mengidentifikasi penyakit yang mendasari dan memberikan terapi kausatif secara adekuat (Pal dan Haroon, 1998; Okoduwa 2009). Studi pendahuluan yang pernah dilakukan melaporkan bahwa di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito periode dijumpai 92 kasus eritroderma, dengan prevalensi 16,4-19,4%, rerata usia 49,16 tahun dengan rasio 1
2 2 laki-laki dan perempuan 1,6:1 (Damayanti 2013). Diagnosis yang ditegakkan lebih awal, cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat mempengaruhi prognosis penderita (Mapar 2011). Eritroderma dapat disebabkan oleh berbagai penyakit kulit yang telah diderita sebelumnya. Faktor penyebab dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu perluasan penyakit kulit sebelumnya (dermatosis primer), reaksi obat, keganasan, dan idiopatik. Pemeriksaan histopatologi dapat mengidentifikasi kausa eritroderma hingga 50% kasus, khususnya jika menggunakan biopsi multipel (Vasconcellos 1995; Karakayli 1999). Gambaran klinis yang menyertai eritroderma bervariasi. Beberapa studi menyebutkan bahwa gejala pruritus merupakan manifestasi klinis tersering pada eritroderma (Rym 2005; Jowkar 2006; Khaled 2010; Li dan Zheng, 2012). Gejala klinis tersering lainnya seperti kulit berskuama, limfadenopati, kelainan kuku, demam, edema, dan hepato-splenomegali yang bervariasi dan memiliki frekuensi berbeda di tiap wilayah (Pal dan Haroon, 1998; Sudho 2003; Rym 2005; Jowkar 2006; Yuan 2010; Kalsy dan Puri, 2013). Temuan hasil laboratorium juga bervariasi pada kasus eritroderma. Kelainan hasil laboratorium yang sering dijumpai yaitu kenaikan laju enap darah (LED), leukositosis, eosinofilia, peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)-E, dan anemia. Terdapat perbedaan frekuensi abnormalitas hasil laboratorium dari beberapa studi. Anemia dilaporkan memiliki frekuensi tersering pada beberapa studi (Pal dan Haroon, 1998; Sudho 2003). Yuan dkk (2010) menyebutkan bahwa kenaikan C-reactive protein (CRP) merupakan kelainan hasil laboratorium tersering yang dijumpai pada kasus eritroderma. Sedangkan leukositosis, eosinofilia, kenaikan LED, dan peningkatan kadar IgE dilaporkan memiliki
3 3 frekuensi tersering pada studi-studi lainnya (Rym 2005; Jowkar 2006; Earlia 2009; Hulmani 2014). Pola etiologi dari eritroderma bervariasi di berbagai negara. Dermatosis primer merupakan penyebab tersering eritroderma pada dewasa (Pal dan Haroon, 1998; Jowkar 2006; Yuan 2010; Li dan Zheng, 2012). Kalsy dan Puri (2013) melaporkan bahwa erupsi obat merupakan penyebab tersering eritroderma pada anak. Erupsi obat, keganasan (cutaneous T-cell lymphoma/ctcl), dan idiopatik memiliki frekuensi bervariasi di beberapa laporan (Rym 2005; Jowkar 2006; Earlia 2009; Hulmani 2014). Studi pendahuluan di RSUP Dr. Sardjito menyebutkan bahwa etiologi yang mendasari kasus-kasus eritroderma periode yaitu psoriasis vulgaris (43.48%), dermatitis kontak alergi (19.57%), erupsi obat (13.04%), psoriasis pustular generalisata (5.43%), dermatitis seboroik (9.78%), mycoses fungoides (3.26%), dermatitis kontak iritan (2.17%), dan dermatitis atopik (1.08%) (Damayanti 2013). Pendekatan penegakan diagnosis pada kasus eritroderma tergantung pada riwayat penyakit sebelumnya, seperti riwayat pemakaian obat atau medikasi lain. Pasien dengan penyakit kulit sebelumnya yang rekalsitran dapat berkembang menjadi eritroderma. Pada beberapa kasus eritroderma, penyakit yang mendasari dapat ditegakkan dengan mudah, namun sebaliknya banyak kasus eritroderma cukup sulit ditegakkan kausanya (Akhyani 2005; Li dan Zheng, 2012). Nilai diagnostik dari pemeriksaan histopatologi eritroderma masih sering menjadi perdebatan. Kesepakatan klinis dan histopatologi pada kasus eritroderma bervariasi, berkisar antara 20 70% (Zip 1993; Pal dan Haroon, 1998;
4 4 Khaled 2010; Hulmani 2014). Tidak semua studi meneliti besarnya kesepakatan klinis dan histopatologis (Sigurdsson 1996; Sudho 2003; Jowkar 2006; Earlia 2009; Yuan 2010; Kalsy dan Puri, 2013). B. Pertanyaan 1. Bagaimana variasi dan frekuensi gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus eritroderma di RSUP Dr. Sardjito periode ? 2. Apa etiologi yang mendasari pada kasus eritroderma di RSUP Dr. Sardjito periode ? 3. Bagaimana kesepakatan antara klinis dan histopatologis pada kasus eritroderma di RSUP Dr. Sardjito periode ? 4. Apakah terdapat korelasi antara gambaran klinis dan hasil laboratorium dengan diagnosis etiologi secara kliniko-patologi pada kasus eritroderma di RSUP Dr. Sardjito periode ? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui variasi dan frekuensi gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus eritroderma di RSUP Dr. Sardjito periode Untuk mengetahui etiologi yang mendasari pada kasus eritroderma di RSUP Dr. Sardjito periode
5 5 3. Untuk mengetahui seberapa besar kesepakatan antara klinis dan histopatologis pada kasus eritroderma di RSUP Dr. Sardjito periode Untuk mengetahui korelasi antara gambaran klinis dan hasil laboratorium dengan diagnosis etiologi secara kliniko-patologi pada kasus eritroderma di RSUP Dr. Sardjito periode D. Manfaat 1. Bagi peneliti ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman peneliti tentang variasi klinis, hasil laboratorium, gambaran histopatologi sehingga dapat meningkatkan ketrampilan dalam mendiagnosis etiologi eritroderma. 2. Bagi institusi ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi mengenai variasi gejala klinis, hasil laboratorium, dan gambaran histopatologi sehingga diharapkan dapat sebagai dasar untuk melakukan penelitian uji diagnostik untuk mencari penanda gejala klinis, hasil laboratorium, dan gambaran histopatologi yang mengarah pada diagnosis etiologi eritroderma. 3. Bagi penderita eritroderma. Bila terdapat penanda gejala klinis, hasil laboratorium, dan gambaran histopatologi yang mengarah pada diagnosis etiologi eritroderma maka pemberian terapi dan perawatan kepada kasus menjadi lebih tepat dan adekuat.
6 6 E. Keaslian Penulis melakukan penelusuran melalui internet dengan kata kunci erythroderma, exfoliative dermatitis terdapat 481 artikel, dengan kata kunci erythroderma, exfoliative dermatitis, clinical, laboratory, histopathology terdapat 8 artikel. Hasil penelusuran melalui dengan kata kunci erythroderma, exfoliative dermatitis pada abstrak mendapatkan 3917 artikel, kata kunci erythroderma, exfoliative dermatitis, clinical, laboratory, histopathology mendapatkan 10 artikel. Sepengetahuan penulis sampai sejauh ini di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia belum pernah dilakukan penelitian mengenai studi klinis, laboratoris, dan histopatologis pada kasus eritroderma. Tabel 1. eritroderma dikaitkan dengan klinis, laboratoris, histopatologis yang pernah dilaporkan. Disain Peneliti, Judul peneliti Hasil Tahun penelitian an Pal dan Haroon, 1998 Sudho 2003 Erythroderma: A clinioetiologic study of 90 cases Clinicopathological study of exfoliative dermatitis Rasio eritroderma laki-laki dan perempuan 2,8:1, rerata usia 41,6 tahun. Gejala klinis: kelainan kuku (80%), keterlibatan mukosa (36,6%), alopesia (30%), pulau kulit sehat (14,4%), deck chair sign (5,5%). Hasil laboratorium: anemia (72,2%), peningkatan LED (50%), leukositosis (32,3%), eosinofilia (17,7%). Etiologi: dermatosis (74,4%) meliputi psoriasis (37,8%), dermatitis (12,2%), iktiosis (7,8%), pemfigus foliaseus (5,6%), obat dan keganasan masing-masing 5,5%. Kesepakatan klinis dan histopatologis sebesar 27,7%. Rasio laki-laki dan perempuan 1,5:1, insidensi tertinggi pada usia tahun (24%). Gejala klinis: skuama (100%), pruritus (80%), eritem (80%), kelainan kuku (64%), menggigil (60%). Hasil laboratorium: anemia (20%), kenaikan LED (20%), hipoproteinemia (12%). Etiologi: psoriasis dan eksim tersering. Persamaan dan Perbedaan Lahore, Pakistan. dewasa saja. India. Subyek penelitian dewasa saja. Pada penelitian tidak menganalisis data histopatologis dan kesepakatannya dengan klinis.
7 7 Rym 2005 Jowkar 2006 Earlia 2009 Yuan 2010 Erythroderm a in adults: A report of 80 cases Erythroderma: A clinicopathol ogical study of 102 cases Penderita eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun Erythroderma: A clinicaletiological study of 82 cases Potong lintang, observa sional Rasio laki-laki dan perempuan 2,2:1, rerata usia onset 53,78+18 tahun. Gejala klinis: pruritus (70%), onikopati (55%), keratoderma palmoplantar (42,5%), limfadenopati (26,3%). Hasil laboratorium: leukositosis (36%), anemia (29%), eosinofilia (26%). Etiologi: psoriasis (51,25%), obat (11,25%), CTCL (8,75%), eksim (7,5%). Kesepakatan klinis dan histopatologis sebesar 74%. Hubunngan klinis, laboratoris dan etiologi: Onikopati dan psoriasis (p=2x10-5 ), keratoderma palmoplantar dan psoriasis (p= 0,003), hipertermia dan erupsi obat (p= 0,013), hipereosinofilia dan psoriasis (p=0,001), eksim (p= 0,03) dan CTCL (p= 0,009). Rasio eritroderma laki-laki dan perempuan 1,9:1, rerata usia 48,6 tahun. Gejala klinis: pruritus (64,7%), skuama (56,8%), menggigil (30,3%), onikopati (36,2%), edema pitting (27,4%), limfadenopati (18,6%). Etiologi: dermatosis (55,9%), obat (29,4%), idiopatik (11,8%), keganasan (2,9%). Hasil laboratorium: leukositosis (29,4%), eosinofilia (27,45%), peningkatan LED (20,58%). Kesepakatan klinis dan histopatologis sebesar 66,4% Jumlah penderita 30 orang (1,2%), rasio lakilaki dan perempuan 1,7:1, rentang usia terbanyak > 65 tahun. Gejala klinis: eritem+skuama+gatal+alopesia (60%), eritem+kulit ketat dan panas+menggigil (33,3%), eritem+skuama+gatal+kelainan kuku+edem tungkai (2,67%). Hasil laboratorium: leukositosis (23,3%), hipoalbuminemia (20%), anemia (16,7%), peningkatan LED (13,3%), eosinofilia (6,7%). Etiologi: dermatitis seboroik (43,3%), obat (26,7%), psoriasis (3,3%), dermatitis kronis (3,3%), pemfigus foliaseus (3,3%). Rasio laki-laki: perempuan 4,7:1. Gejala klinis: kulit eritem difus (100%), pruritus (93,9%), demam (37,8%), edem (25,6%), kelainan kuku (36,6%), hepato-splenomegali (3,6%), limfadenopati (15,9%), konstipasi (12,2%). Hasil laboratorium: peningkatan CRP (75,6%), peningkatan LED (63,4%), leukositosis (54,9%), eosinofilia (20,7%), hipoproteinemia (13,4%). Etiologi: dermatosis (72%), obat (17%), keganasan (4,9%), tidak diketahui (6,1%). Kesepakatan klinis dan histopatologis dijumpai pada kasus psoriasis, mikosis fungoides, sindrom Sezary, sarkoidosis, dan sindrom hipereosinofilik. Tunisia. Subyek penelitian dewasa saja. Iran. dewasa saja. Surabaya, Indonesia. Subyek penelitian 15 sampai > 65 tahun. Pada penelitian tidak menganalisis data histopatologis dan kesepakatannya dengan klinis. Cina. dewasa saja. Pada penelitian tidak menyebutkan berapa persen kesepakatan klinis dan histopatologis.
8 8 Khaled 2010 Li dan Zheng, 2012 Kalsy dan Puri, 2013 Hulmani 2014 Acquired erythroderma in adults: A clinical and prognostic study Potong lintang, Erythroderma: A clinical and prognostic study Erythroderma in children: Clinicoetiological study from Punjab Clinicoetiological study of 30 erythroderma cases from tertiary center in South India Gejala kilinis: pruritus (56,1%), menggigil (42,7%), lemah (31,7%), arthralgia (3,65%), berat badan turun (2,43%). Etiologi: psoriasis (32,9%), erupsi obat (21,9%), eksim (11%), mikosis fungoides (4,87%). Kesepakatan klinis dan histopatologis 77%. Terdapat hubungan yang signifikan antara onset akut penyakit dan drug-induced erythroderma (p = 0,002), pachyonychia (12 kasus) dan psoriasis (p = 0,00001), keratoderma palmoplantar (10 kasus) dan psoriasis (p = 0,0001), pruritus pada psoriasis (p = 0,0001),dan eksim (p = 0,03), demam dan drug-induced erythroderma (p = 0,04), hipereosinofilia dengan drug-induced erythroderma(p = 0,004) dan psoriasis (p = 0,008). Rasio laki-laki dan perempuan 3:1, rerata usia onset 52,57+17,94 tahun. Gejala klinis: pruritus (87.69%), demam (40%), edem (37.69%), menggigil (31.15%), kelainan kuku (29.62%), lemah (19.23%), limfadenopati (19.23%), berat badan turun (14.62%) dan pulau kulit sehat (13.46%). Etiologi: dermatosis (70.77%), idiopatik (14.23%), obat (12.69%), keganasan (2.31%). Kesepakatan klinis dan histopatologis 55,56%. Rasio laki-laki dan perempuan 2,5:1, rentang usia 1,5-14 tahun. Gejala klinis: demam (65%), pruritus (36%), limfadenopati (18%), edema fasial (6%), edem tungkai (10%). Hasil laboratorium: anemia ringan, hipoalbuminemia, ketidakseimbangan elektrolit. Etiologi: obat (42,8%), psoriasis dan iktiosis masing-masing (35,7%), dermatitis atopik (14,3%), skabies Norwegia (7,1%). Histopatologi: dermatitis spongiotik psoriasiformis (64.3%), erupsi obat likenoid (35.7%) Rasio laki-laki dan perempuan 14:1, rerata usia onset 52,3 tahun. Gejala klinis: pruritus, demam, limfadenopati, dan edem. Hasil laboratorium: hipoproteinemia (63,3%), eosinofilia (53,3%), kenaikan LED (53,3%), anemia (50%). Etiologi: psoriasis (33.3%), eksim (20%), dermatitis atopik (6.6%), pityriasis rubra pilaris (3.3%) dan obat (16.6%). Gambaran histopatologi: infiltrat limfosit perivaskular (83.3%), parakeratosis (73.3%), akantosis (66.6%), hiperkeratosis (50%) dan mikroabses Munro (33.3%). Kesepakatan klinis dan histopatologis sebesar 73.3% Tunisia. Subyek penelitian dewasa saja. Beijing, Cina. dewasa saja. Punjab, India. anak-anak saja. Pada penelitian tidak menyebutkan berapa persen kesepakatan klinis dan histopatologis. Peneliatian Mangalore, India. dewasa saja.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luasnya akses ke pelayanan kesehatan untuk melakukan terapi dengan berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini jumlah reaksi simpang obat cukup tinggi dan besar kemungkinan akan bertambah. Hal tersebut berhubungan dengan tingginya angka harapan hidup dan luasnya akses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat masa awal kanak-kanak dimana distribusi lesi ini sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA Fakultas Kedokteran UGM 1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Henoch-Schonlein Purpura (HSP) merupakan suatu mikrovaskular vaskulitis sistemik dengan karakteristik adanya deposisi kompleks imun dan keterlibatan immunoglobulin A
Lebih terperinciProfil Pasien Eritroderma. (The Profile of Erythroderma Patients)
Profil Pasien Eritroderma (The Profile of Erythroderma Patients) Shelma Maharani, Trisniartami Setyaningrum Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Lebih terperinciPenderita Eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun
ARTIKEL ASLI Penderita Eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 25 27 (Erythroderma Patients in Dermatovenereology Department of Dr. Soetomo General
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue yang tergolong dalam famili Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua paling sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi
Lebih terperinciFakultas Kedokteran Universitas Lampung
ERITRODERMA ET CAUSA DERMATITIS KONTAK IRITAN Adityani N 1) 1) Mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Lampung Abstrak Latar Belakang. Kulit merupakan organ terluar tubuh. Salah satu kelainan yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan kegawatdaruratan bedah abdominal pada bayi dan anak. 1-7 Angka kejadiannya di dunia satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut. Rinosinusitis kronis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa bayi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan kulit (Weedon et. al., 2010). Karsinoma sel basal terutama terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu. penyakit peradangan idiopatik pada traktus
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu penyakit peradangan idiopatik pada traktus gastrointestinal yang umumnya menyerang daerah kolon dan rektal. Etiologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Leukemia Mieloid Akut (LMA) adalah salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang. Salah satu dari tujuan Millenium Development. Goal(MDGs) adalah menurunkan angka kematian balita
BAB I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Salah satu dari tujuan Millenium Development Goal(MDGs) adalah menurunkan angka kematian balita sebesar dua-pertiga, antara tahun 1990 dan 2015. Pada kasus kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak dengan penyakit kronis lebih rentan mengalami gangguan psikososial dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit neurologi seperti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronis, dan sering rekuren, dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan lingkungan (Nanko, 2004). Dermatitis okupasional adalah kondisi inflamasi
15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dermatitis tangan merupakan salah satu bentuk dermatitis okupasional yang paling sering terjadi, karena bagian tubuh yang paling sering terkena dermatitis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA KONSEP. Gambar 3.1: Kerangka konsep tentang pola kelainan kulit pada pasien AIDS.
BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep Dari kerangka pemikiran di atas dapat dibuat bagian kerangka konsep sebagai berikut: Pasien AIDS Pola Penyakit Kulit Gambar 3.1: Kerangka konsep tentang pola kelainan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional study yang merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian khusus karena lebih dari 60% dalam suatu populasi memiliki setidaknya satu jenis penyakit kulit, khususnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka
BAB I PENDAHULUAN Pneumonia 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari sistem limfatik (University of Miami Miller School of Medicine, 2014). Limfoma merupakan penyakit keganasan tersering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan virus yang menyerang imunitas manusia. Kumpulan gejala penyakit yang muncul karena defisiensi imun tersebut disebut AIDS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). Pada sirosis hati terjadi kerusakan sel-sel
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.I Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis ditandai dengan adanya hiperkeratosis dan penebalan lapisan epidermis yang diikuti dengan peningkatan vaskularisasi dan infiltrasi sel radang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis
Lebih terperinciPENYAKIT DARIER PADA ANAK
PENYAKIT DARIER PADA ANAK dr. Imam Budi Putra, SpKK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK M E D A N PENYAKIT DARIER PADA ANAK Pendahuluan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan dan dapat menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab kematian ketiga yang disebabkan oleh kanker baik secara global maupun di Asia sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis
Lebih terperinciFORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi
: : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi Pigmentasi : penggunaan dermoskopi telah membuka dimensi baru mengenai lesi pigmentasi. Dermoskopi merupakan metode non-invasif yang
Lebih terperinciBAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis
BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamatif kronis, disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis diseminata (Leung et al, 2003). Manifestasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem respirasi tersering pada anak (GINA, 2009). Dalam 20 tahun terakhir,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan
Lebih terperinciTINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007
TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi, pruritus yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik merupakan sebuah penyakit inflamasi kronik yang terjadi pada kulit dan ditandai dengan lemahnya fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering. pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama pada negara-negara berkembang. Insidensi pneumonia pada anak dibawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, infeksi susunan saraf pusat menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit (Saharso dan Hidayati, 2000). Inflamasi yang terjadi pada sistem
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemfigus merupakan kelompok penyakit bula autoimun yang menyerang kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan terjadinya bula intraepidermal
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat ringan, sedang-berat dengan rerata usia subyek 26,6 ± 9,2 tahun, umur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab terbanyak cedera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikeluhkan oleh pasien. Urtikaria adalah suatu kelainan yang berbatas pada bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis berupa
Lebih terperinciHasil. Kesimpulan. Kata kunci : Obat-obatan kausatif, kortikosteroid, India, SCORTEN Skor, Stevens - Johnson sindrom, Nekrolisis epidermal
LATAR BELAKANG Stevens - Johnson sindrom (SJS) dan Nekrolisis epidermal (TEN) adalah reaksi obat kulit parah yang langka. Tidak ada data epidemiologi skala besar tersedia untuk penyakit ini di India. Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008
ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 Christian, 2009 Pembimbing I : Freddy Tumewu Andries, dr., M.S. Pembimbing II : Ellya Rosa Delima,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan. reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran pencernaan. Dua tipe
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011
ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 Adelia, 2012, Pembimbing 1: Laella K.Liana, dr., Sp.PA., M.Kes Pembimbing 2: Hartini Tiono, dr.,
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai dalam melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG. American Thyroid Association (2014) mendefinisikan. nodul tiroid sebagai benjolan yang terbentuk karena
BAB I. PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG American Thyroid Association (2014) mendefinisikan nodul tiroid sebagai benjolan yang terbentuk karena pertumbuhan abnormal jaringan tiroid. Nodul tiroid merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua yang menginfeksi manusia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dan menyebabkan angka kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu catatan penting dalam beberapa dekade terakhir adalah semakin meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula halnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN, Nephrotic Syndrome) merupakan salah satu penyakit ginjal terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya. (Undang Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.
33 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Lingkup ilmu : Ilmu penyakit kulit dan kelamin Lingkup lokasi : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang Lingkup
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang memerlukan tindakan pembedahan. Diagnosis apendisitis akut merupakan hal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan proliferasi berlebihan di epidermis. Normalnya seseorang mengalami pergantian kulit setiap 3-4
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes. Faustino dan Apkon (2005)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.
Lebih terperinciBAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.
BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis residif, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat dan sering terjadi kekambuhan. Umumnya
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. insektisida antikolinesterase, serta gangguan hepar dan gagal ginjal akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keracunan memiliki dampak negatif, baik terhadap kesehatan maupun sosial-ekonomi. Keracunan akut maupun kronis akan menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke masih menjadi pusat perhatian dalam bidang kesehatan dan kedokteran oleh karena kejadian stroke yang semakin meningkat dengan berbagai penyebab yang semakin
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus telah mencapai epidemi tingkat global. Perkiraan untuk
Lebih terperinciGAMBARAN DAN ANALISIS BIAYA PENGOBATAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA TAHUN 2011 SKRIPSI
GAMBARAN DAN ANALISIS BIAYA PENGOBATAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA TAHUN 2011 SKRIPSI Oleh : FITRIA NILA SISTHA K 100080171 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM sudah banyak dicapai dalam kemajuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program terapi efektif untuk diabetes mellitus membutuhkan latihan komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis, dan regimen farmakologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
Lebih terperinci