BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Glenna Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 9 Perhitungan ini membutuhkan data Curah run off dan Surplus. Kedua data ini telah didapatkan dari analisis neraca air sebelumnya dengan menggunakan metode neraca air Thornwhite. Adapun Persamaan yang dikembangkan oleh Mock untuk menduga besarnya debit estimasi adalah sebagai berikut: Q =..(7) Ro = Bf + DRO Bf = I x Vn Vn = [0.5 x (1+k) x I] I = S x i Dimana: I = infiltrasi, S = surplus, i = koefisien infiltrasi, Vn = simpanan air tanah, Bf = merupakan aliran dasar, Ro = aliran permukaan/limpasan, Q = estimasi debit (m 3 /s), CA = luas DAS (m 2 ), dan N = jumlah hari dalam satu bulan. Nilai i berkisar antara 0,3 untuk dataran rendah dan lebih dari 0,5 untuk dataran tinggi, sedangkan nilai k berkisar antara 0,5 untuk dataran rendah dan 0,6 untuk dataran tinggi. 3.6 Estimasi Nilai Ekonomi Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit Estimasi nilai lingkungan perkebunan kelapa sawit didekati dengan menghitung jumlah air yang hilang yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit dalam satu hektar lahan perkebunan. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Nilai Lingkungan = (ETc Sawit ETc Hutan) x Harga Air x Luas Lahan Nilai Ekonomi = Pendapatan rata-rata per hektar per bulan x 12 Nilai Lingkungan dan Nilai Ekonomi dihitung dalam satuan rupiah (Rp). Hasil perbandingan antara nilai ekonomi dan nilai lingkungan kemudian digunakan untuk mengestimasi apakah perkebunan kelapa sawit memberikan keuntungan atau memberikan kerugian berdasarkan besarnya kebutuhan air yang digunakan oleh perkebunan kelapa sawit. Alat analisis yang digunakan adalah CVM (contingen valuation method) yang berupa kuisioner yang langsung ditujukan kepada individu/masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan kelapa sawit. Output dari CVM berupa dampak lingkungan perkebunan kelapa sawit yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan kelapa sawit. Dalam metode ini, kuisioner di desain sampai kepada taraf perbaikan lingkungan melalui program konservasi sumberdaya air. Analisis yang digunakan adalah WTP (Wilingness to Pays). WTP merupakan kemampuan atau kesediaan membayar dari setiap individu untuk mendapatkan perbaikan kualitas lingkungan akibat adanya ekstraksi sumberdaya. Adapun langkah-langkah analisis yang digunakan untuk menilai program konservasi sumberdaya air adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan harga bayangan kerusakan lingkungan Diperoleh dengan persamaan: Nilai lingkungan (per bulan) / jumlah KK 2. Menentukan nilai rata-rata WTP Diperoleh dari hasil kuisioner, yang berupa Nilai Max. WTP, Nilai Min WTP, dan Nilai Rata-rata WTP dari responden 3. Menetapkan Bid Curve Merupakan hubungan anatara harga bayangan dengan rata-rata WTP 4. Mengagregatkan data Merupakan tabulasi hasil kuisioner dan perhitungan manfaat ekonomi dari program perbaikan lingkungan. Besarnya nilai program perbaikan lingkungan melalui upaya konservasi sumberdaya air merupakan hasil perkalian antara nilai WTP rata-rata dari responden dengan jumlah penduduk yang terdapat di wilayah kajian. Sampel di ambil di Desa Sawit Permai, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak. Jumlah warga yang tinggal di desa ini sebanyak 4393 jiwa, dengan jumlah KK sebanyak 1034 jiwa. Sampel diambil sebanyak 200 KK di desa tersebut. Jumlah sampel dinilai sudah cukup untuk mewakili seluruh penduduk yang ada diwilayah ini. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah warga masyarakat yang telah lama tinggal di daerah tersebut, dengan lama tinggal kurang lebih 20 tahun sejak perkebunan tersebut ada. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Dayun merupakan pemekaran dari Kecamatan Siak setelah terbentuknya Kabupaten Siak berdasarkan
2 Perda No. 13 Tahun Kecamatan ini terletak 24 km dari ibukota kabupaten dengan jarak tempuh sekitar ¼ jam ke arah barat daya dari Siak Sri Indrapura. Kecamatan Dayun merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Siak. Kecamatan ini merupakan tempat pertama untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Siak oleh PT. Perkebunan Nusantara Lima yang telah dimulai sejak tahun Secara geografis wilayah Kecamatan Dayun terletak pada posisi 1 o LU - 0 o LU dan 105 o BT o BT. Kecamatan Dayun memiliki Luas 1373,34 Km 2 dengan batasbatas wilayahnya adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mempura dan Kecamatan Siak 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kerinsi Kanan dan Kabupaten Pelalawan 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sungai Apit 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Koto Gasib dan Tualang Jumlah penduduk Kecamatan Dayun, pada tahun 2008 sebanyak jiwa, yang tersebar pada 11 desa. Desa-desa yang ada berasal dari Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) dari PTPN V yang mengembangkan komoditas kelapa sawit, para pendatang karyawan dan sub-kontraktor pada PT CPI. Kondisi meteorologi dan klimatologi Kecamatan Dayun untuk curah hujan, termasuk ke dalam tipe curah hujan Equatorial, dimana dalam setiap bulan terjadi kejadian hujan, dengan puncak musim hujannya pada bulan Februari dan November. Curah hujan rata-rata yang turun dalam setahun di wilayah ini adalah sebesar 2657 mm/tahun, dengan suhu udara rata-rata bulanannya sebesar 26,8 o C. Kecamatan Dayun sebagian besar terdiri dari dataran rendah di bagian timur dan sebagian dataran tinggi di sebelah barat. Secara umum ketinggian wilayahnya berada antara m dpl. Pada umumnya struktur tanah terdiri dari tanah Podsolik Merah Kekuningan dari batuan, alluvial serta tanah organosol dan gley humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah. Dengan kondisi wilayah dan iklim seperti ini, wilayah ini sebagian besar sangat cocok untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. PT. Perkebunan Nusantara Lima merupakan salah satu perusahaan milik negara yang mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Dayun. Perkebunan ini telah dimulai sejak tahun 1985 di dua tempat, yaitu kebun Sei Buatan dan kebun Lubuk Dalam. Luas area perkebunan milik PTPN V di Kecamatan Dayun saat ini adalah sebesar 3276,63 Ha. Perkebunan kelapa sawit di kecamatan ini mengalami perkembangan pesat, yang dilakukan baik oleh masyarakat, pemerintah daerah, maupun oleh pihak swasta. Beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit milik swasta yang berada di wilayah ini antara lain adalah PT. Sinar Mas, PT. Astra, PT. Teguh Karsa, dan beberapa perusahaan lainnya. Pemerintah Daerah Kabupaten Siak cukup serius dalam usaha pengembangan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Dayun. Data dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Siak menyebutkan dimana perkebunan kelapa sawit milik pemda yang tengah dikembangkan di wilayah ini adalah sebesar 7500 Ha pada program pengembangan perkebunan kelapa sawit tahap satu (I) tahun Analisis Neraca Air Neraca Air Umum Analisis neraca air umum memberikan informasi mengenai hubungan yang terjadi antara besarnya curah hujan yang terjadi dengan besarnya nilai evapotranspirasi yang terjadi. Neraca air umum juga memberikan informasi pola hujan yang terjadi pada suatu wilayah. Informasi ini berfungsi untuk melihat apakah ketersediaan air pada suatu lahan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air melalui proses evapotraspirasi (ETp). Data hujan yang digunakan dalam analisis ini merupakan data hujan bulanan dalam jangka waktu 30 tahun (periode ) dengan peluang 70%. Peluang 70% dinilai lebih realistis untuk terjadi diwilayah ini mengingat besarnya fluktuasi curah hujan bulanan pertahunnya yang cukup besar. Berdasarkan hasil ploting data hujan, dalam setiap bulannya terjadi kejadian hujan dengan besar yang berbeda setiap bulannya. Artinya tidak ada bulan-bulan dengan curah hujan nol. Hal ini sesuai dengan posisi lintang dari wilayah ini, dimana Kecamatan Dayun terletak di wilayah khatulistiwa, sehingga menurut klasifikasi iklim Koppen, wilayah Kecamatan Dayun termasuk kedalam tipe iklim Af. Besarnya curah hujan rata-rata dengan peluang 70% berdasarkan hasil analisis adalah sebesar 1989 mm/tahun. Hasil analisis yang dilakukan pada penelitian ini memberikan informasi pola hujan yang terjadi di
3 11 Kecamatan Dayun termasuk kedalam kategori equatorial dengan puncak hujannya pada bulan April dan bulan November, masingmasing besarnya adalah 227 mm dan 241 mm, dan curah hujan minimumnya terjadi pada bulan Juni sebesar 99 mm (Gambar 3). tanah yang ada. Berdasarkan data yang diperoleh dari PTPN V, jenis tanah yang terdapat di Kecamatan Dayun adalah jenis tanah PMK (Podzolik Merah Kuning) atau menurut klasifikasi USDA termasuk kedalam kategori jenis tanah Ultisol. Nilai Kapasitas Lapang untuk jenis tanah ini adalah sebesar 200 mm, sedangkan nilai Titik Layu Permanen untuk jenis tanah ini adalah sebesar 80 mm. Hasil perhitungan neraca air lahan terlihat pada gambar berikut. Gambar 3 Hasil Perhitungan Neraca Air Umum Kecamatan Dayun Pada bulan JJA (Juni, Juli, Agustus), besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Artinya periode musim kemarau untuk wilayah Kecamatan Dayun terjadi pada bulan JJA, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Oktober-April. Besarnya ETPadj (evapotranspirasi terkoreksi) berdasarkan hasil perhitungan neraca air umum pada Gambar 3 adalah sebesar 1677 mm/tahun. Pendugaan besarnya ETPadj dilakukan melalui pendekatan persamaan empiris dengan Metode Thornwhite. Analisis data iklim yang digunakan dalam persamaan empiris ini adalah data suhu rata-rata bulanan. Besarnya ETPadj dalam setiap bulannya hampir sama, namun pada bulan Februari besarnya ETPadj yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan besarnya ETPadj pada bulan-bulan lainnya. Hal ini lebih disebabkan oleh besarnya faktor koreksi lintang wilayah Kecamatan Dayun pada bulan Februari lebih kecil dan jumlah hari pada bulan Februari juga lebih sedikit jika dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Oleh karena itu, besarnya ETPadj pada bulan Februari lebih kecil dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya Neraca Air Lahan Analisis neraca lahan merupakan analisis lanjutan dari analisis neraca umum. Analisis neraca air lahan berfungsi untuk melihat ketersediaan air pada suatu lahan disertai dengan periode defisit dan surplus pada lahan tersebut. Pada analisis neraca air lahan digunakan faktor KL dan TLP dari jenis Gambar 4 Hasil Perhitungan Neraca Air Lahan Kecamatan Dayun Curah hujan yang turun pada bulan Juni, Juli, dan Agustus besarnya lebih kecil dibandingkan dengan besar ETPadj yang terjadi. Kondisi ini mengakibatkan adanya defisit pada lahan, karena besarnya curah hujan yang terjadi mengakibatkan adanya perbedaan antara ETPadj dengan evapotranspirasi aktual (ETA). Besarnya ETA yang terjadi dalam setahun berdasarkan hasil analisis yang dilakukan adalah sebesar 1655 mm. Besarnya defisit yang terjadi adalah sebesar ETPadj ETA. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, besarnya defisit air pada ke tiga bulan tersebut secara kumulatif mencapai 22 mm. Dengan demikian, bulan JJA termasuk kedalam kategori musim kemarau untuk wilayah Kecamatan Dayun. Periode surplus terjadi pada bulan selain bulan JJA. Besarnya Surplus kumulatif dari bulanbulan selain bulan JJA dalam setahun adalah sebesar 412 mm (Gambar 4). Hal ini akan berpengaruh terhadap jenis tanaman yang ada diwilayah ini. Apabila wilayah ini dirancang untuk tanaman pertanian, maka pada bulan JJA diperlukan suplai air tambahan untuk memenuhi kebutuhan air pada saat terjadinya defisit air, seperti adanya irigasi. Namun apabila wilayah ini dirancang untuk perkebunan, maka perlu memperhatikan faktor solum (kedalaman
4 perakaran) dari jenis tanaman yang akan dikembangkan. Secara umum, kedalamn perakaran untuk tanaman perkebunan adalah sebesar 60 cm. Pada bulan JJA, besarnya curah hujan yang turun lebih kecil dibandingkan dengan nilai KL yang ada. Namun, besarnya curah hujan yang terjadi pada ketiga bulan tersebut masih berada diatas nilai TLP dari jenis tanah yang ada sehingga masih mampu mencukupi kebutuhan evapotranspirasi baik potensial maupun aktual, sehingga nilai kadar air tanah dan water holding capacity tidak akan mengalami gangguan Neraca Air Tanaman Neraca air tanaman merupakan salah satu pendekatan untuk menetukan besarnya kebutuhan air suatu tanaman. Berdasarkan literatur yang ada, kebutuhan air suatu tanaman dapat dihitung berdasarkan jumlah air yang dievapotranspirasikan oleh tanaman itu sendiri (crop evapotranspiration, ETc). Setiap tanaman memiliki koefisien tanaman (crop coeficien) yang akan mempengaruhi besarnya ETc yang terjadi. Pada penelitian ini, tutupan lahan yang ada mengalami perubahan, dimana tutupan lahan sebelum adanya perkebunan kelapa sawit adalah berupa hutan alami dan setelah adanya perkebunan kelapa sawit menjadi tanaman kelapa sawit. Nilai Kc rata-rata untuk jenis hutan adalah sebesar 0,87-0,89 (Shuttleworth 1988, dalam Van der Wert 1994), sedangkan untuk tanaman kelapa sawit adalah sebesar 0,93 untuk tanaman kelapa sawit yang berumur lebih dari 7 tahun (Harahap 1999). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, besarnya ETc untuk tanaman kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan besarnya ETc untuk hutan. Besarnya ETc untuk tanaman kelapa sawit adalah 1560 mm/tahun, sedangkan besarnya ETc untuk hutan adalah 1492 mm/tahun. Perubahan tutupan lahan antara landcover hutan dengan landcover tanaman kelapa sawit meningkatkan kebutuhan air tanaman sebesar 67 mm/tahun. Adanya peningkatan ETc dari lahan sebelum konversi (landcover hutan) dan setelah konversi (landcover tanaman kelapa sawit) akan mempengaruhi ketersediaan air yang ada pada lahan tersebut. Perbedaan landcover antara sebelum adanya perkebunan kelapa sawit (Gambar 5) dan sesudah adanya perkebunan kelapa sawit (Gambar 6) menyebabkan adanya penurunan nilai surplus air yang ada pada lahan tersebut. Besarnya penurunan surplus akibat adanya perbedaan landcover antara sebelum dan sesudah adanya perkebunan kelapa sawit adalah sebesar 50 mm per tahun. Gambar 5 Gambar 6 Neraca Air Tanaman Sebelum Adanya Perkebunan Kelapa Sawit. Neraca Air Tanaman Sesudah Adanya Perkebunan Kelapa Sawit. Penurunan surplus akan mempengaruhi besarnya debit yang terjadi. Debit pada penelitian ini dihitung berdasarkan pendekatan persamaan empiris yang dikembangkan oleh FJ. Mock Debit estimasi antara sebelum dan sesudah adanya perkebunan kelapa sawit mengalami penurunan, dimana besarnya debit sebelum adanya perkebunan kelapa sawit adalah sebesar 2708 m 3 /s dan sesudah adanya perkebunan kelapa sawit adalah sebesar 2359 m 3 /s. Perhitungan debit estimasi menggunakan inputan nilai surplus dan nilai run off hasil analisis dengan menggunakan metode neraca air Thornwhite. Penurunan debit berarti berkurangnya nilai air tersedia yang mampu dimanfaatkan oleh berbagai stakeholder pengguna air, dan salah satunya adalah sektor domestik. Pengaruh lain dari adanya alih fungsi lahan dari hutan menjadi tanaman perkebunan monokultur seperti perkebunan kelapa sawit adalah adanya peningkatan nilai run off (limpasan permukaan). Berdasarkan hasil penelitian mengenai erosi seperti yang dijelaskan pada buku Siklus Hidrologi Indonesia, nilai koefisien limpasan permukaan
5 13 untuk landcover hutan adalah sebesar 3 % dari surplus air yang ada, sedangkan untuk perkebunan kelapa sawit, nilai koefisien limpasanya adalah sebesar 40% dari surplus air yang ada. Penelitian ini menggunakan asumsi dimana intersepsi oleh tajuk tanaman kelapa sawit tidak diperhitungkan dan lahan perkebunan kelapa sawit hanya berupa tanaman kelapa sawit itu sendiri. Pada Gambar 5 dan Gambar 6, dapat dilihat dimana besarnya run off untuk landcover perkebunan kelapa sawit lebih besar dibandingkan dengan besarnya run off untuk landcover hutan. Besarnya run off untuk landcover hutan adalah sebesar 16 mm, sedangkan besarnya run off untuk landcover perkebunan kelapa sawit adalah sebesar 200 mm. Artinya landcover hutan mampu menahan air limpasan pada saat terjadinya hujan dan menyimpan air lebih banyak sehingga mampu dimanfaatkan untuk sektor kebutuhan air lainnya. Kemampuan hutan untuk menahan laju aliran permukaan lebih besar dibandingkan dengan tanaman kelapa sawit. Hal ini disebabkan hutan memiliki serasah yang padat serta akar dari tanaman di hutan cenderung mampu menahan laju aliran, sehingga laju aliran permukaan dapat dihambat. Hutan berfungsi sebagai pengatur tata air pada sistem neraca air yang terdapat pada suatu lahan. Fungsi ini akan hilang pada saat terjadi konversi lahan ke tanaman monukultur seperti perkebunan kelapa sawit. Secara umum, perbandingan kondisi hidrologi suatu wilayah dengan adanya hutan dan tanpa adanya hutan adalah sebagai berikut: Terjadi peningkatan erosi dan sedimentasi Peningkatan volume limpasan Peningkatan intensitas banjir dan kemarau Kondisi ini sejalan dengan paparan Menteri Pekerjaan Umum pada Seminar Pelestarian dan Penyelamatan DAS Siak Tahun 2007 dimana terdapat fluktuasi debit yang besar antara musim hujan dan kemarau (Qmaks: m 3 /detik, Qmin: 45 m 3 /detik, Qmaks/Qmin: 37,8). Angka ini menjelaskan dimana pada saat musim hujan, jumlah air yang ada akan berlebihan dan menyebabkan terjadinya banjir. Namun, pada saat musim kemarau tiba, jumlah air yang ada akan sangat kurang dan berada di bawah batas lestari sungai. Oleh karena itu, hutan sangat berperan penting dalam menjaga tata air pada sistem neraca air pada suatu lahan. 4.3 Kebutuhan Air Tanaman Kelapa Sawit Kebutuhan air tanaman kelapa sawit didapatkan dari hasil analisis neraca air tanaman kelapa sawit. Hasil analisis neraca air tanaman kelapa sawit menjelaskan dimana dalam setahun, kebutuhan rata-rata perkebunan kelapa sawit mencapai nilai 1560 mm/tahun. Nilai ini kemudian dikonversi berdasarkan data luas area perkebunan kelapa sawit yang terdapat di Kecamatan Dayun. Data dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Siak Tahun 2008 menjelaskan dimana luas areal perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Dayun mencapai Ha. Dari data luas area tersebut, maka total kebutuhan air untuk perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Dayun mencapai liter/ha/hari. Kebutuhan air ini diperkirakan akan semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di kecamatan ini serta adanya peningkatan luasan areal perkebunan kelapa sawit di wilayah ini. Dalam satu hektar lahan perkebunan kelapa sawit, berdasarkan data yang diperoleh dari PTPN V, jumlah batang pohon kelapa sawit sebanyak 143 batang/pokok. Dengan jumlah ini, maka dapat diestimasikan jumlah kebutuhan air untuk satu pohon kelapa sawit dalam sehari mencapai 0,012 m 3 /s per harinya 4.4 Estimasi Debit (Q) Model neraca air lahan yang dikembangkan oleh Thornwhite hanya mampu mengestimasi neraca air sampai pada taraf run off yang terjadi pada suatu lahan. Untuk menghitung jumlah debit yang terjadi digunakan pendekatan yang di kembangkan oleh FJ. Mock (1937). Metode Mock menggunakan pendekatan luas DAS dalam analisis perhitungan debit. Menurut Hariadi (2006) yang telah melakukan penelitian mengenai potensi ketersediaan air di wilayah Kabupaten Siak, luas DAS Siak yang terletak di wilayah Kecamatan Dayun (DAS Buatan) memiliki luas sebesar 2050 km 2. Besarnya debit perhitungan antara sebelum dan sesudah adanya perkebunan kelapa sawit mengalami penurunan seperti yang terlihat pada Gambar 7. Pola debit estimasi yang terjadi berdasarkan hasil analisis dengan Metode Mock mengikuti pola curah hujan rata-rata yang ada. Pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi, debit yang terjadi juga tinggi, begitu juga dengan sebaliknya. Dengan hasil ini, pendekatan perhitungan debit estimasi dengan Metode Mock dapat digunakan untuk menetukan
6 jumlah ketersediaan air di wilayah Kecamatan Dayun Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, umur responden berada pada kisaran 37 tahun sampai 59 tahun dengan ratarata umurnya 50 tahun. b. Pekerjaan Gambar 7 Perbandingan Debit Antara Sebelum dan Sesudah Adanya Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, besarnya debit estimasi hasil perhitungan yang terjadi di Kecamatan Dayun sebelum adanya perkebunan kelapa sawit adalah sebesar 2708 m 3 /s dan sesudah adanya perkebunan kelapa sawit adalah sebesar 2359 m 3 /s. Adanya perubahan landcover pada suatu lahan dari hutan ke perkebunan kelapa sawit secara tidak langsung akan mempengaruhi besarnya debit yang terjadi. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kebutuhan air antara hutan dan tanaman kelapa sawit yang akan mempengaruhi nilai surplus air yang ada, yang pada akhirnya nilai surplus akan mempengaruhi besarnya debit yang terjadi. Dari hasil analisis ini terjadi penurunan debit yang mengindikasikan adanya penurunan ketersediaan air di wilayah Kecamatan Dayun sebesar 349 m 3 /s per tahunnya. 4.5 Analisis Ekonomi Lingkungan Tanaman Kelapa Sawit Estimasi nilai ekonomi lingkungan dilakukan dengan menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM) alat analisis berupa kuisioner yang diberikan kepada masyarakat yang tinggal disekitar perkebunan kelapa sawit. Sampel diambil di Desa Sawit Permai, dengan jumlah 200 KK dari 1034 KK yang ada di desa ini Karakteristik Umum dan Kondisi Sosial Ekonomi Responden a. Umur Gambar 8 Umur Rata-rata Responden. Gambar 9 Pekerjan Responden. Secara umum, pekerjaan responden adalah petani kelapa sawit. Namun, sebanyak 27 % dari total responden merupakan wiraswasta. c. Pendidikan Gambar 10 Pendidikan Responden. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, tingkat pendidikan responden adalah sebagai berikut: SD 29 %, SMP 38,5 %, SMA 28,5 %, dan Sarjana 4 %. d. Pendapatan Gambar 11 Pendapatan Responden. Pendapatan rata-rata responden berdasarkan hasil kuisioner dalam sebulan sebesar Rp Pendapatan maksimumnya sebesar Rp dan pendapatan minimumnya sebesar Rp e. Perkembangan perkebunan kelapa sawit Sebanyak 67,5% dari total responden yang ada menyatakan bahwa perkembangan perkebunan kelapa sawit di wilayah ini sangat berkembang, 31,5% responden menyatakan
7 15 cukup berkembang, dan sebanyak 1% responden menyatakan tidak berkembang secara baik (Gambar 12) Gambar 12 Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Nilai Ekonomi Perkebunan Kelapa Sawit a. Biaya pemeliharaan tetap per bulan Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, biaya tetap yang umumnya dikeluarkan oleh petani sawit di desa ini adalah pupuk dan pembayaran buruh waktu pemanenan. b. Jasa buruh dalam pemanenan Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, sebanyak 79,5 % responden menggunakan jasa buruh waktu pemanenan TBS (Tandan Buah Segar). Upah yang dikeluarkan sebesar 10% dari harga TBS yang dikeluarkan baik oleh perusahaan maupun dari pasar Nilai Lingkungan Tanaman Kelapa Sawit Dampak lingkungan yang dirasakan oleh responden yang tinggal di sekitar perkebunan akibat adanya perkebunan kelapa sawit adalah sebagai berikut: Gambar 13 Dampak Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Responden. a. Ketersediaan air Sebanyak 22% dari total responden menyatakan bahwa sejak adanya perkebunan kelapa sawit kondisi ketersediaan air semakin menurun dan terjadi kekurangan air pada saat musim kemarau. b. Perubahan cuaca Sebanyak 17% dari responden yang ada memberikan pendapat bahwa perubahan cuaca terjadi saat setelah adanya perkebunan, terutama suhu udara yang dirasakan semakin meningkat sejak adanya perkebunan ini. c. Kondisi tanah Sebanyak 24% dari responden memberikan pendapat bahwa kondisi tanah sejak ditanami tanaman kelapa sawit menjadi tandus dan gersang. Kondisi ini mengakibatkan para penduduk kesulitan untuk bisa menanam tanaman lain selain tanaman kelapa sawit. d. Keanekaragaman hayati Sebanyak 20% dari responden memberikan pendapat bahwa adanya konversi lahan dari hutan alami ke perkebunan kelapa sawit telah menghilangkan beberapa spesies baik flora maupun fauna yang ada di wilayah tersebut. e. Kesulitan menanam tanaman lain Sebanyak 17% dari responden memberikan pendapat bahwa sejak adanya perkebunan kelapa sawit mengalami kesulitan untuk menanam jenis tanaman lain, terutama jenis tanaman pangan. Hal ini disebabkan kondisi tanah yang telah digunakan untuk perkebunan cenderung lebih gersang sehingga tanaman lain tidak mampu tumbuh di tanah tersebut Estimasi Nilai Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit Nilai ekonomi lingkungan perkebunan kelapa sawit didekati sebagai dampak langsung yang diterima oleh masyarakat sekitar perkebunan akibat adanya perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini memfokuskan penilaian ekonomi lingkungan berdasarkan penurunan ketersediaan air oleh perkebunan kelapa sawit. Nilai lingkungan perkebunan kelapa sawit akan terasa pada saat musim kemarau. Musim kemarau di Kecamatan Dayun terjadi pada bulan JJA. Perbedaan ETc dari perubahan landcover hutan ke perkebunan kelapa sawit menyebabkan adanya perbedaan jumlah defisit, dimana landcover perkebunan kelapa sawit memberikan nilai defisit yang lebih besar dibandingkan dengan landcover hutan. Perbedaan landcover ini adalah sebesar 5 mm
8 yang merupakan kumulatif dari tiga bulan (JJA). Berdasarkan data yang diperoleh dari PDAM Kab. Siak, rata-rata harga air per liter mencapai Rp 150. Nilai lingkungan yang dihasilkan adalah sebesar Rp Nilai pendapatan petani sawit selama tiga bulan secara rata-rata adalah sebesar Rp Nilai pendapatan petani sawit kemudian diasumsikan sebagai nilai ekonomi perkebunan kelapa sawit. Pada saat musim kemarau, perkebunan kelapa sawit merugikan terhadap lahan karena besarnya kebutuhan air perkebunan kelapa sawit menyebabkan meningkatnya nilai defisit air, namun pada saat musim penghujan, perkebunan kelapa sawit akan menguntungkan karena dapat mengurangi resiko banjir yang terjadi di wilayah setempat. Namun demikian, ada kemungkinan bencana banjir terjadi bukan di wilayah kecamatan ini melainkan di kecamatan lain yang topografinya lebih rendah dari kecamatan Dayun, sehingga air limpasan dari perkebunan kelapa sawit akan menimbulkan banjir di wilayah kecamatan lainnya. Hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan kebenarannya. Hasil ini sejalan dengan kondisi yang terjadi dilapangan. Dalam rentang tahun penduduk sekitar sedikitnya telah melakukan pendalaman sumur rata-rata 3 kali. Artinya dalam skala waktu 6 tahun sekali, para penduduk akan melakukan pendalaman sumur. Saat ini kedalaman sumur milik penduduk Desa Sawit Permai Kecamatan Dayun Kabupaten Siak mencapai 15 meter. Biaya yang dikeluarkan untuk pendalaman sumur sebesar Rp per meter kedalaman. Untuk memperbaiki dan mengantisipasi masalah kekurangan ketersediaan air di wilayah ini, maka diperlukan adanya program konservasi air secara baik serta alokasi sumberdaya air berdasarkan kebutuhan yang ada. Dalam kuisioner yang diberikan kepada responden, responden diberikan gambaran kondisi lingkungan apabila terjadi penambahan jumlah luasan areal perkebunan kelapa sawit, maka secara langsung para responden juga harus menanggung kerugian lingkungan berupa kelangkaan sumberdaya air dan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memenuhi kebutuhan air. Upaya konservasi yang dapat dilakukan adalah peremajaan kembali hutan alam sebagai media konservasi alami. Sebanyak 73 % dari total responden setuju dengan adanya program peremajaan hutan di wilayah ini. Alasan terbanyak dari responden adalah hutan memiliki fungsi penting dalam mengatur suplai air pada saat musim hujan dan musim kemarau (39,7%). Alasan lain adalah untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang ada (38,3%). Alasan terakhir adalah hutan berfungsi dalam pengembalian keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna di wilayah ini (21,9%). Sebanyak 27% responden tidak setuju dengan adanya program peremajaan hutan di wilayah ini. Alasanya terbesarnya adalah hutan dalam fungsinya tidak mampu menambah nilai pendapatan dari masyarakat sekitar (17,8%). Pendapat lainnya adalah perkebunan kelapa sawit memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekonomi yang dihasilkan dari hutan (41,8%). Pendapat berikutnya adalah membuka hutan berarti menambah lapangan pekerjaan dan penghasilan, sedangkan meremajakan hutan berarti berkurangnya lapangan perkerjaan yang ada (40,4%) Analisis WTP Program Konservasi Sumberdaya Air a. Harga Bayangan Kerusakan Lingkungan Kerusakan lingkungan akibat perkebunan kelapa sawit yang dirasakan oleh responden berdasarkan kuisioner diantaranya adalah kesulitan mendapatkan air. Hasil analisis CVM menyebutkan dimana dalam waktu 6 tahun, sedikitnya penduduk sekitar melakukan pendalaman sumur untuk mendapatkan air guna memenuhi kebutuhan air untuk keperluan domestik. Adanya alih fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan kelapa sawit menyebabkan adanya peningkatan kebutuhan air sebesar 67 mm/tahun. Artinya apabila terjadi penambahan luasan perkebunan kelapa sawit sebanyak 1 hektar, maka jumlah air yang hilang adalah sebanyak 67 mm/tahunnya atau setara dengan liter/ha/tahun. Harga air berdasarkan data dari PDAM Tirta Siak adalah sebesar Rp 150/liter. Nilai air yang hilang apabila terjadi peningkatan luas perkebunan kelapa sawit seluas satu hektar adalah sebesar Rp per tahunnya atau setara dengan Rp per bulannya. Jumlah KK yang terdapat di Desa Sawit Permai adalah sebanyak KK. Dengan demikian, total kerugian yang harus dibayar oleh setiap KK di desa Sawit Permai adalah sebesar Rp 8.100/KK/ha/bulan.
9 17 b. Rata-Rata WTP Penduduk Desa Sawit Permai Berdasarkan hasil kuisioner yang diberikan kepada responden, sebanyak 73% dari responden setuju dengan adanya program konservasi sumberdaya air di wilayah ini. Dukungan dan keikutsertaan masyarakat dalam upaya pengelolaan sumberdaya air di wilayah ini terlihat dari keinginan membayar (Willingness To Pays) untuk program ini. Besarnya WTP dari setiap individu dapat ditentukan melalui contingen valuation method. Hubungan antara total WTP yang sanggup dibayarkan oleh masyarakat sekitar perkebunan dengan jumlah KK yang sanggup membayar WTP terlihat pada Gambar 14. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, nilai rata-rata WTP masyarakat Desa Sawit Permai untuk program reboisasi hutan sebesar Rp , dengan nilai WTP maksimumnya sebesar Rp , dan WTP minimumnya Rp Gambar 14 Hubungan Antara Besar WTP dengan Jumlah Responden. Hasil analisis data menyebutkan bahwa 53% dari responden nilai WTP nya berada dibawah nilai rata-rata WTP dan 47% dari responden nilai WTP nya berada diatas nilai rata-rata WTP. c. Menetapkan bid curve Bid curve merupakan hubungan antara nilai riil total kerusakan lingkungan yang harus di bayarkan oleh setiap KK dengan total kemampuan membayar (WTP) dari setiap KK. Berikut hubungan antara nilai riil total kerusakan lingkungan dengan kemampuan membayar dari setiap KK di Desa Sawit Permai. P merupakan garis/tingkat harga. Wilayah II merupakan wilayah total kerugian yang seharusnya dibayar oleh setiap KK, sedangkan wilayah I merupakan wilayah kemampuan yang mampu dibayar oleh setiap KK di Desa Sawit Permai (Gambar 15). Gambar 15 Bid curve WTP Masyarakat Desa Sawit Permai Total kerusakan lingkungan yang seharusnya dibayar oleh penduduk di desa sawit permai adalah sebesar Rp /ha/bulan. Kemampuan penduduk Desa Sawit Permai untuk membayar kerusakan lingkungan ini adalah sebesar Rp /ha/bulan. Dengan demikian didapatkan nilai surplus konsumen penduduk untuk program konservasi sumberdaya air sebesar Rp /ha/bulan. Nilai surplus konsumen ini menunjukan besarnya nilai manfaat ekonomi dari adanya program konservasi sumberdaya air yang di inginkan oleh penduduk di Desa Sawit Permai Kecamatan Dayun Kabupaten Siak. d. Mengagregatkan data Data yang di agregatkan merupakan data hasil kuisioner mengenai jumlah WTP rata-rata yang sanggup di bayarkan oleh setiap KK untuk program konservasi sumberdaya air di wilayah penelitian. Adapun tabulasi hasil kuisioner mengenai WTP rata-rata dengan jumlah responden yang sanggup membayar pada tingkat tersebut terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Besarnya Rata-Rata WTP Yang Sanggup Dibayar dengan Jumlah Responden WTP (Rp) Rata-rata Nilai Responden % (Rp) (Rp) Besarnya nilai ekonomi program konservasi sumberdaya air yang diberikan oleh penduduk desa sawit permai merupakan hasil perkalian antara rata-rata WTP dengan jumlah KK yang ada di desa tersebut. Nilai ekonomi perbaikan lingkungan berupa
10 program reboisasi dari penduduk di Desa Sawit Permai adalah sebesar Rp /ha/bulan. Besaranya nilai ekonomi program konservasi sumberdaya air memberikan nilai manfaat ekonomi sebesar Rp /ha/bulan. Perhitungan estimasi nilai lingkungan diatas merupakan perhitungan nilai lingkungan yang terjadi pada kondisi dimana wilayah tersebut mengalami kekurangan sumberdaya air. Kondisi saat ini menjelaskan dimana nilai lingkungan perkebunan kelapa sawit terhadap sumberdaya air belum dirasakan oleh warga sekitar perkebunan kelapa sawit, mengingat sumberdaya air belum menjadi barang yang langka, artinya ketersediaan air masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Dayun. Kemungkinan lain yang terjadi adalah nilai lingkungan ini dirasakan oleh penduduk lain yang tinggal di wilayah yang dekat dengan perkebunan ini, seperti di kecamatan lain yang merasakan adanya dampak lain berupa banjir yang menjadi lebih sering terjadi setelah adanya perkebunan kelapa sawit. Namun demikian, hasil ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah perkebunan kelapa sawit merupakan penyebab utama terjadinya banjir yang menjadi lebih sering terjadi di wilayah Kabupaten Siak. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kondisi neraca air umum di wilayah Kecamatan Dayun memberikan informasi dalam setiap bulannya terjadi kejadian hujan dengan besar yang berbeda setiap bulannya. Besarnya curah hujan rata-rata dengan peluang 70% berdasarkan hasil analisis adalah sebesar 1989 mm/tahun, dengan puncak hujannya pada bulan April dan bulan November, masing-masing besarnya adalah 227 mm dan 241 mm. Periode musim kemarau untuk wilayah Kecamatan Dayun terjadi pada bulan JJA, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Oktober-April. Besarnya ETPadj (evapotranspirasi terkoreksi) berdasarkan hasil perhitungan neraca air adalah sebesar 1677 mm/tahun. Periode defisit di Kecamatan Dayun terjadi pada bulan JJA. Besarnya defisit air pada ke tiga bulan tersebut secara kumulatif mencapai 22 mm. Perbedaan landcover antara sebelum adanya perkebunan kelapa sawit dan sesudah adanya perkebunan kelapa sawit menyebabkan adanya penurunan nilai surplus air yang ada pada lahan tersebut sebesar 50 mm per tahun. Debit estimasi antara sebelum dan sesudah adanya perkebunan kelapa sawit mengalami penurunan, dimana besarnya debit sebelum adanya perkebunan kelapa sawit adalah sebesar 2708 m 3 /s dan sesudah adanya perkebunan kelapa sawit adalah sebesar 2359 m 3 /s. Adanya alih fungsi lahan dari hutan ke tanaman monokultur seperti perkebunan kelapa sawit berpengaruh terhadap peningkatan aliran limpasan langsung (run off). Besarnya run off untuk landcover hutan adalah sebesar 16 mm, sedangkan besarnya run off untuk landcover perkebunan kelapa sawit adalah sebesar 200 mm. Kebutuhan air tanaman kelapa sawit yang ada di Kecamatan Dayun adalah sebesar liter/ha/hari. Besarnya kebutuhan air untuk satu batang pohon tanaman kelapa sawit adalah sebesar 0,012 m 3 /s per harinya. Berdasarkan hasil analisis debit estimasi, terjadi penurunan debit yang mengindikasikan adanya penurunan ketersediaan air di wilayah Kecamatan Dayun sebesar 349 m 3 /s per tahunnya. Estimasi nilai lingkungan perkebunan kelapa sawit dilihat dari segi konsumsi sumberdaya air adalah sebesar Rp , yang dihitung berdasarkan perbedaan landcover hutan dan tanaman kelapa sawit pada saat musim kemarau (JJA). Besarnya WTP rata-rata penduduk Desa Sawit Permai Kecamatan Dayun adalah Rp , dengan nilai WTP maksimum dan minimumnya masing-masing sebesar Rp dan Rp Besarnya surplus konsumen yang menunjukan nilai manfaat dari adanya program konservasi sumberdaya air adalah Rp /Ha/bulan. Nilai surplus konsumen ini menunjukan besarnya nilai manfaat ekonomi dari adanya program konservasi sumberdaya air yang di inginkan oleh penduduk di desa Sawit Permai Kecamatan Dayun Kabupaten Siak. 5.2 Saran Penelitian ini masih bersifat tahap awal sehingga dianjurkan terdapat penelitian lebih lanjut mengenai nilai ekonomi lingkungan perkebunan kelapa sawit. Masalah lingkungan menjadi esensial di masa mendatang sehingga penelitian mengenai dampak lingkungan suatu sumberdaya masih sangat dibutuhkan. Parameter nilai lingkungan dalam penelitian ini hanya berasal dari konsumsi sumberdaya air. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lanjutan dengan memasukan parameter
Kampus IPB Darmaga, Bogor, * Corresponding author.
Available online at: http://journal.ipb.ac.id/index.php/agromet J.Agromet 24 (1) : 23-32, 2010 ISSN: 0126-3633 ESTIMASI NILAI LINGKUNGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DITINJAU DARI NERACA AIR TANAMAN KELAPA
Lebih terperincirata-rata P 75%
LAMPIRAN 21 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Peluang Hujan Terlampaui Peluang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah rata-rata 200 192 255 276 207 133 157 170 206 264 328 269 2657 SD 96 124
Lebih terperinciPENGARUH TANAMAN KELAPA SAWIT TERHADAP KESEIMBANGAN AIR HUTAN (STUDI KASUS SUB DAS LANDAK, DAS KAPUAS)
Taufiq, dkk., Pengaruh Tanaman Kelapa Sawit terhadap Keseimbangan Air Hutan 47 PENGARUH TANAMAN KELAPA SAWIT TERHADAP KESEIMBANGAN AIR HUTAN (STUDI KASUS SUB DAS LANDAK, DAS KAPUAS) Mohammad Taufiq 1),
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan
31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply
Lebih terperinciESTIMASI NILAI LINGKUNGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DITINJAU DARI NERACA AIR TANAMAN KELAPA SAWIT
ESTIMASI NILAI LINGKUNGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DITINJAU DARI NERACA AIR TANAMAN KELAPA SAWIT (STUDI KASUS: PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN DAYUN KABUPATEN SIAK PROPINSI RIAU) ISA TEGUH WIDODO DEPARTEMEN
Lebih terperinciGambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.
11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air
TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara titik koordinat 0 52 32-01 54 50 LS dan 101 48 57-101 49 17 BT. Beriklim tropis dengan ketinggian
Lebih terperinciDAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1
DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciKAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas
KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
Lebih terperinciKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.
BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian dan Laboratorium Ilmu
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.
IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,
Lebih terperinciKEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Dalam suatu penelitian dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar penelitian agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam analisis penelitian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit (oilpalm plantation) merupakan perkebunan yang tengah berkembang di Kabupaten Siak. Data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak
Lebih terperinciPENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)
PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU
IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu,
V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu, Kelurahan Petogogan dan Kelurahan Pela Mampang. Sungai Krukut merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa
Lebih terperinci28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec
BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan
Lebih terperinciKAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air
BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.
Lebih terperinciθ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)
7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga
Lebih terperinciDAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU
DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU Oleh NUR ANITA SETYAWATI, 0706265705 Gambaran Umum DAS SIAK Sungai Siak adalah sungai yang paling dalam di Indonesia, yaitu dengan kedalaman sekitar 20-30 meter. Dengan Panjang
Lebih terperinciANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH
ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH Wenas Ganda Kurnia, Laura Prastika Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri Palu Email: gaw.lorelindubariri@gmail.com
Lebih terperinciIV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan
3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite
Lebih terperinciKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak
Lebih terperinciSeminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, Agustus 2014
Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014 IMPLEMENTASI PEMUPUKAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) POLA MASYARAKAT PADA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan
77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640
Lebih terperinciBrady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.
6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas
Lebih terperinciIV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN
92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi
Lebih terperinciKONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG
KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS
Lebih terperinciPETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik
Lebih terperinciTabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi
Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51
Lebih terperinciPOTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIAK
POTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIAK Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kab. Siak seluas 4.675 Ha (lahan sawah produktif) dan Cadangan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Cadangan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... iii LEMBAR PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix INTISARI... xi ABSTRACT... xii BAB 1 PENDAHULUAN...
Lebih terperinciKEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG
KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel
Lebih terperinciVI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN
VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN 6.1. Pemodelan dan Aplikasi Model SWAT Analisis sensitivitas dan ketidakpastian (uncertainty) dalam proses kalibrasi model SWAT adalah tahapan yang paling penting. Dalam
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ
APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang
70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107
Lebih terperinciglobal warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.
4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi
Lebih terperinciV. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR
V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR 5.1. Simulasi di Sub DAS Cisadane Hulu Validasi model dilakukan dengan menggunakan data debit sungai harian tahun 2008 2010. Selanjutnya disusun 10 alternatif
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih
Lebih terperinciOPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F
OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F14102075 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...
DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran... i ii iii vi ix xi xiii xii BAB I. PENDAHULUAN... 1
Lebih terperinciOPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR
Sidang Ujian OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANGKALAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir
III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan terhitung mulai bulan April sampai
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan terhitung mulai bulan April sampai dengan bulan Juli 2011. Tempat penelitian adalah Rayon I Unit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa awal orde baru situasi dan keadaan ketersediaan pangan Indonesia sangat memprihatinkan, tidak ada pembangunan bidang pengairan yang berarti pada masa sebelumnya.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar
Lebih terperinciNERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi
NERACA AIR Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi 1. Neraca Air Umum Tanpa memperhatikan pengaruh faktor tanah serta perilaku air di dalam dan di atas
Lebih terperinciDr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR
3.1. Kebutuhan Air Untuk Irigasi BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan
Lebih terperinciGambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.
25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi
69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS
IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI
26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan gletser (2,15%), air artesis (0,62%) dan air lainnya (0,03%). Air lainnya ini meliputi danau air tawar
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wisata Alam Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir dan genangan air dapat mengganggu aktifitas suatu kawasan, sehingga mengurangi tingkat kenyamaan penghuninya. Dalam kondisi yang lebih parah, banjir dan genangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciMisal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det
DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.
Lebih terperinciBAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN
BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti diklat ini peseta diharapkan mampu Menjelaskan tentang kebutuhan air tanaman A. Deskripsi Singkat Kebutuhan air tanaman
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1. Sejarah dan Status Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu telah dikunjungi wisatawan sejak 1713. Pengelolaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh Kabupaten Serdang Bedagai yang beribukota Sei Rampah adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15
Lebih terperinciKEADAAN UMUM WILAYAH
40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d
Lebih terperinciKONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon
KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten
Lebih terperinci