BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mc Auley et al, 2007). Sementara menurut Pugh (1977) dalam Mc Auley et al

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mc Auley et al, 2007). Sementara menurut Pugh (1977) dalam Mc Auley et al"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Teori Organisasi Pada Pemerintahan Teori organisasi adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari bagaimana cara mengkoordinasi orang-orang di dalamnya untuk mencapai tujuan tertentu (Mc Auley et al, 2007). Sementara menurut Pugh (1977) dalam Mc Auley et al (2007) mendefinisikan bahwa teori organisasi adalah suatu studi tentang struktur, fungsi, dan kinerja organisasi dan perilaku orang-orang dan kelompok yang berada di dalamnya. Teori organisasi juga mempelajari bagaimana organisasi berfungsi, bagaimana seharusnya organisasi diatur dan bagaimana pengaruh faktor-faktor baik internal maupun eksternal terhadap organisasi. Organisasi merupakan sarana untuk mewujudkan kebersamaan dan sebagai wadah untuk menyampaikan ide atau gagasan sehingga tujuan organisasi dapat terwujud. Organisasi dapat dijadikan sebagai ajang untuk bersosialisasi dan bekerja sama dengan rasional dan sistematis. Terdapat berbagai faktor yang membentuk organisasi, seperti orang-orang, kerja sama, dan tujuan tertentu di mana ketiga faktor ini saling berpengaruh satu sama lain. Organisasi yang berinteraksi dengan lingkungan eksternal mempunyai kecenderungan pada penerapan tipe sistem organisasi terbuka (Patrick, 2007). Perbedaan antara sistem organisasi tertutup dengan organisasi terbuka adalah bahwa pada organisasi tertutup banyak berpengaruh pada administrasi publik, sedangkan organisasi terbuka lebih mengarah pada sistem administrasi 13

2 14 perusahaan. Walaupun pada akhir-akhir ini banyak perubahan yang terjadi, namun administrasi publik juga menggunakan sistem terbuka. Menurut Subkhi dan Jauhar (2013), model organisasi sistem terbuka dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu hubungan antar individu, aliran pengembangan organisasi, dan aliran organisasi sebagai suatu unit yang berfungsi dalam lingkungan. Menurut Subkhi dan Jauhar (2013), aliran pengembangan organisasi memberikan respon terhadap perubahan lingkungan eksternal maupun internal sebagai bentuk antisipasi yang berpengaruh terhadap lingkungan. Dalam hal ini respon aliran pengembangan organisasi adalah dalam bentuk adopsi inovasi. Adopsi inovasi ini diimplementasikan dengan tujuan untuk memberikan kontribusi terhadap kinerja atau efektivitas organisasi yang mengadopsi inovasi organisasi tersebut. Sementara menurut Damanpour (1991), sebuah inovasi dapat menghasilkan produk baru, jasa, serta proses teknologi produksi yang baru, struktur atau sistem administrasi atau program rencana yang baru dan berkaitan dengan anggota organisasi. Adopsi inovasi dalam organisasi diharapkan dapat mencakup perkembangan generasi serta penerapan ide-ide maupun perilaku organisasi yang baru. Adopsi inovasi akan lebih mudah dilaksanakan pada organisasi sistem terbuka. Organisasi sistem terbuka akan berinteraksi dengan lingkungan eksternal sebagai kondisi yang diperlukan untuk bertahan hidup, sehingga hal ini mendukung pernyataan bahwa interaksi dengan lingkungan eksternal terkait dengan inovasi (Patrick, 2007).

3 15 Karakteristik sistem organisasi terbuka merupakan organisasi yang mudah menyesuaikan dengan lingkungannya, sehingga inovasi organisasi mampu berkembang pesat pada sistem ini. Karakteristik pemerintah daerah sangat erat kaitannya dengan organisasi sistem terbuka. Hal ini akan menghasilkan inovasi organisasi yang berkaitan dengan struktur organisasi dan lingkungan eksternal organisasi. Menurut Patrick (2007), organisasi sistem terbuka dapat berinteraksi dengan lingkungan eksternal yang terkait dengan inovasi. Penelitian yang dilakukan Patrick (2007) menggunakan karakteristik pemerintah daerah sebagai variabel independen. Karakteristik tersebut terdiri atas tiga kategori yaitu (1) budaya organisasi, (2) struktur organisasi, dan (3) lingkungan eksternal. Budaya organisasi diproksikan dengan kecenderungan berinovasi dan tanggung jawab konstituen. Struktur organisasi diproksikan dengan spesialisasi kerja, diferensial fungsi, intensitas administrasi, ketersediaan sumber daya dan ukuran organisasi. Sementara lingkungan eksternal diproksikan dengan debt financing dan intergovernmental revenue, sehingga penelitian ini menggunakan struktur dan lingkungan eksternal organisasi sebagai indikator karakteristik pemerintah daerah.

4 Karakteristik Pemerintah Daerah Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa pengertian pemerintahan daerah yaitu penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karakteristik pemerintah daerah merupakan ciri-ciri khusus yang melekat pada pemerintah daerah yang menandai sebuah daerah tersebut dan dapat membedakannya dengan daerah yang lain. Patrick (2007) dalam penelitiannya menggunakan budaya organisasi, struktur organisasi dan lingkungan eksternal sebagai proksi dari variabel karakteristik pemerintah daerah di Pennsylvania. Suhardjanto et al (2010) menggunakan struktur organisasi dan lingkungan eksternal dalam menjelaskan karakterisktik pemerintah daerah, struktur organisasi diproksikan dengan ukuran daerah, wealth, functional differentiation, age, dan latar belakang pendidikan, sementara lingkungan eksternal diproksikan dengan municipality debt financing dan intergovernmental revenue. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu. Pendapatan daerah bersumber dari pendapatan, penerimaan dana perimbangan pusat dan daerah, serta lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sementara pendapatan asli daerah adalah sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil

5 17 pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah sebagai berikut. 1. Hasil pajak daerah, yaitu pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagaii pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan dan pelaksanaannya bisa dapat dipaksakan. 2. Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerinta daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat, yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan lansung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetarinya tidak menonjol, dalam hal hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan sesuai dengan motif

6 18 pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan perkembangan perekonomian daerah. 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas. Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap / inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Dalam SAP, belanja modal terdiri dari beberapa jenis belanja modal 5 (lima) yang dikategori utama, diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

7 19 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke

8 20 dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, bukubuku, dan jurnal ilmiah. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan tingkat partisipasi publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan pendapatan asli daerah (Mardiasmo, 2002). Pemerintah daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah yang besar akan lebih cenderung tepat waktu dalam melaporkan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Hal ini dikarenakan semakin besar PAD maka semakin besar kemandirian daerah dan memiliki kinerja yang baik, maka akan lebih besar juga kemungkinan dalam menaati ketepatan waktu pelaporan keuangan. Belanja modal yang besar juga akan berpengaruh terhadap tingkat alokasi belanja modal dalam hal pengadaan infrastruktur yang memadai untuk menjalankan suatu program pemerintah daerah, dengan kata lain belanja modal yang besar akan mendukung keberhasilan pelaksanaan program pemerintah daerah Kapabilitas Auditor Internal Menurut Peraturan Kepala BPKP No. PER-1633/K/JF/2011, kapabilitas aparat pengawasan intern pemerintah daerah merupakan: kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas pengawasan yang terdiri dari tiga unsur yang saling terkait yaitu kapasitas, kewenangan, dan kompetensi SDM APIP yang harus dimiliki APIP agar dapat mewujudkan peran APIP secara efektif.

9 21 Dalam pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008 mengamanatkan perwujudan peran APIP yang efektif, antara lain sebagai berikut. a. Memberikan keyakinan yang memadai atas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. b. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. c. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Untuk dapat menjalankan tugas tersebut maka unit APIP harus memiliki kapabilitas yang memadai, baik dari segi kelembagaan, proses bisnis/tata kelola pengawasan, dan sumber daya manusia (SDM). Kapabilitas APIP diukur dengan Internal Audit Cappability Model (IACM) sesuai dengan Perka BPKP No. PER-1633/K/JF/2011, yang merupakan alat bantu dalam menyusun kerangka kerja untuk memperkuat peran APIP melalui beberapa langkah perubahan yang diorganisasikan dalam lima level kapabilitas yaitu (1) initial, (2) infrastructure, (3) integrated, (4) managed, dan (5) optimizing. Masing-masing tingkatan menggambarkan karakteristik dan kemampuan suatu audit pada kegiatan tersebut. Peningkatan proses dan praktik audit tersebut menjadi dasar untuk kenaikan tingkat pada level berikutnya.

10 22 Berikut ini level-level yang terdapat dalam Internal Audit Cappability Model (IACM). a. Level 1 (Initial) Pada level ini terdapat kondisi di mana proses pelaksanaan audit tidak berkelanjutan, tidak memiliki pedoman SOP pengawasan internal, dan kemampuan APIP tergantung pada kemampuan masing-masing individu. b. Level 2 (Infrastructure) Pada level ini APIP sudah mampu untuk menjamin proses tata kelola sesuai dengan peraturan dan telah mampu mendeteksi terjadinya korupsi, dan telah ada pengembangan profesi untuk masing-masing individu APIP. c. Level 3 (Integrated) Pada level ini APIP sudah mampu menilai efisiensi, efektivitas, ekonomis terhadap suatu kegiatan, serta mampu memberikan konsultasi pada tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian internal. d. Level 4 (Managed) Pada level ini APIP sudah mampu memberikan jaminan secara keseluruhan atas tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian internal. e. Level 5 (Optimizing) Pada level ini APIP sudah mampu menjadi agen perubahan. Dalam struktur pemerintahan peran APIP sudah independen, bebas terhadap berbagai intervensi serta telah mempunyai kewenangan penuh terhadap proses kegiatan audit internal yang dilaksanakan.

11 23 IACM telah mengidentifikasikan 41 area proses kunci yang dikaitkan terhadap masing-masing elemen pada setiap level kapabilitas. Adapun elemen yang dikaitkan tersebut terdiri dari tugas dan fungsi internal audit, manajemen organisasi, praktek di lapangan/praktek profesional, manajemen kinerja dan akuntabilitas, budaya organisasi, serta struktur pemerintahan. Berdasarkan level pada IACM, semakin tinggi level yang diperoleh maka semakin baik pula kapabilitasnya Keahlian Auditor Internal Keahlian adalah suatu minat atau bakat yang harus dimiliki oleh seseorang, dengan keahlian yang dimilikinya memungkinkan untuk dapat menjalankan dan menyelesaikan tugas-tugas secara baik dengan hasil yang maksimal. Keahlian sesorang dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal misalnya dari pengalaman-pengalaman dalam bidang tertentu. Pengalaman-pengalan tersebut dapat diperoleh dari pelaksanaan tugas-tugas dalam pekerjaan, dan pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan keahlian seseorang. Pada pemerintah daerah, keahlian diperlukan oleh aparat pengawas intern pemerintah dalam melaksanakan tugasnya sebagai auditor internal pemerintah. Hal ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/05/M.Pan/03/2008 bahwa seorang auditor/pemeriksa harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pimpinan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) harus yakin bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi

12 24 teknis auditor memadai untuk pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan APIP wajib menciptakan kriteria yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi posisi auditor di lingkungan APIP. Menurut Sutaryo et al, inspektorat pemerintah daerah melaksanakan pengawasan intern terhadap pemerintah daerah ditentukan oleh atribut auditornya seperti jenjang jabatan dan peran dalam organisasi pemerintah. Jika jenjang jabatan dan peran tinggi, maka akan mempunyai kemampuan yang tinggi sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsi-fungsinya sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh organisasi (Sultana et al, 2015) Implementasi Implementasi adalah suatu aktivitas yang berkaitan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan alat (sarana) untuk memperoleh hasil. Di dalam kebijakan publik, implementasi kebijakan publik diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana/alat untuk mencapai tujuan dari kebijakan publik tersebut. Imlementasi merupakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, pejabat pemerintah maupun swasta. Meter dan Carl (1975) merumuskan implementasi ini adalah sebagai tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu individu, pejabat pejabat, atau kelompok kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Implementasi merupakan tindakantindakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

13 E-government Berdasarkan Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government diterbitkan dengan tujuan untuk membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat, meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, dan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik. Pengembangan e-government dilakukan dengan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). The World Bank Group mendefinisikan e-government sebagai berikut : e-government berhubungan dengan penggunaan teknologi informasi (seperti Wide Area Network, Internet dan mobile computing) oleh organisasi pemerintahan yang mempunyai kemampuan membentuk hubungan dengan warga negara, bisnis dan organisasi lain dalam pemerintahan. Sementara Muhannad (2014) mendefinisikan bahwa e-government berarti penggunaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memberikan layanan kepada warga. Walaupun e- government memberikan manfaat besar dan sinergi kepada pemerintah dan masyarakat, akan tetapi tetap menghadapi banyak kendala dan tantangan. Oleh karena itu, selalu ada sejumlah faktor penentu keberhasilan dan risiko yang terkait dengan implementasi e-government. Menurut Reddick (2004) terdapat tiga level pertumbuhan e-government dan jenis hubungan pemerintah, yaitu Government to citizen (G2C), Government

14 26 to government (G2G), dan Government to business (G2B). Government to citizen (G2C) adalah tingkatan di mana pemerintah menyediakan informasi tentang pemerintahan dan aktivitas-aktivitas terkait kebijakan bagi masyarakat seperti siaran langsung rapat pemerintah dan juga pemerintah menyediakan layanan,database, formulir online untuk mendukung transaksi online bagi masyarakat seperti pembayaran pajak online. Government to government (G2G) merupakan tingkatan di mana pemerintah menyediakan informasi kepada bagian/tingkat pemerintah lainnya dan pegawainya, seperti intranet yang menyediakan informasi bermanfaat dan juga menyediakan layanan, database, formulir online untuk mendukung transaksi online bagi tingkat pemerintah dan pegawai lainnya, contohnya menyediakan pelatihan online. Dan Government to business (G2B) adalah tingkatan di mana pemerintah menyediakan informasi untuk bisnis dalam bidang pemerintahan, seperti pengadaan persediaan kantor secara online dan juga menyediakan layanan, database, dan formulir online untuk mendukung transaksi bisnis dengan ppemerintah, contohnya pengadaan pembelian persediaan kantor secara online. Menurut Nam (2014), penggunaan e-government dalam instansi pemerintahan dapat dibagi ke dalam lima jenis yaitu kegunaan layanan: layanan transaksional, kegunaan informasi umum: pencarian informasi umum, peyelidikan/ riset kebijakan pemerintah, partisipasi: keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan pemerintah, dan co-creation: penyusunan kebijakan, informasi, dan layanan-layanan oleh pemerintah dan masyarakat. Sementara itu di Indonesia, tujuan pengembangan e-government yang terdapat

15 27 pada Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 adalah sebagai berikut: pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat luas serta dapat terjangkau di seluruh wilayah Indonesia pada setiap saat tidak dibatasi oleh sekat waktu dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat ; pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan perkembangan perekonomian nasional dan memperkuat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional ; pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembagalembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan negara ; dan pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonom PENELITIAN TERDAHULU Penelitian Aditya et al (2013) tentang Determinan internet financial local government reporting di Indonesia. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi laporan keuangan pemerintah daerah di internet. Penelitian ini menggunakan kriteria pengambilan sampel yaitu pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia tahun 2010, pemerintah daerah yang mempunyai web dan dapat diakses, pemerintah daerah yang mempublikasikan data dan informasi tentang DPRD, pemerintah daerah yang menerbitkan laporan keuangan pemerintah daerah dan diaudit oleh BPK RI dan menyajikan data dan informasi untuk pengukuran variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan lima variabel yaitu kompetisi politik, rasio pembiayaan hutang (leverage), kekayaan pemerintah

16 28 daerah, ukuran pemerintah daerah (size) dan tipe pemerintah daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetisi politik, rasio pembiayaan hutang (leverage) dan kekayaan pemerintah daerah berpengaruh secara signifikan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet. Sedangkan dua variabel independen lainnya yaitu ukuran pemerintah daerah (size) dan tipe pemerintah daerah (type) tidak berpengaruh terhadap tingkat pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet. Penelitian yang dilakukan oleh Adhi dan Suhardi (2010) tentang Pengaruh implementasi teknologi informasi dan komunikasi di pemerintah daerah terhadap penerimaan penghasilan asli daerah (studi kasus: Kabupaten Sragen). Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari Pemerintah Kabupaten Sragen, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sragen dan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Sragen yang dikeluarkan oleh BPK RI selama tahun Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produktifitas teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tidak berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD). Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) hanya dipengaruhi oleh modal non TIK melalui produktifitas non TIK. Implementasi yang terjadi di Kabupaten Sragen mengubah budaya kerja dan mendukung penyederhanaan birokrasi terbukti berpengaruh secara signifikan human capital terhadap tenaga kerja dan tingkat teknologi yang secara tidak langsung mempengaruhi produktifitas TIK. Penelitian yang dilakukan oleh Martani dan Annisa (2010) tentang Disclosure of local government financial statement in Indonesia. Penelitian ini

17 29 menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria sampel yaitu pemerintah daerah yang telah mengeluarkan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) pada tahun 2006 dan laporan hasil audit atas LKPD yang memuat setidaknya empat komponen, yaitu laporan realisasi anggaran, neraca, arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Penelitian ini meneliti mengenai pengaruh kualitas audit, insentif pemerintahan termasuk pendapatan asli daerah, tingkat ketergantungan pemerintah daerah dan kompleksitas pemerintah daerah serta karakteristik pemerintah daerah terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independen kesejahteraan daerah, kompleksitas pemerintah daerah, dan jumlah temuan audit berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Sementara tipe pemerintahan daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Penelitian yang dilakukan oleh Kim (2007) tentang A cross-national analysis of global e-government. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh penggunaan internet, pendidikan, kesejahteraan ekonomi, urbanisasi, kebebasan masyarakat, efektivitas pemerintahan, tingkat perkembangan teknologi informasi terhadap kinerja/keberhasilan e-government. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja/keberhasilan e-government dipengaruhi oleh faktor kesejahteraan ekonomi, pendidikan, urbanisasi, kebebasan masyarakat, efektivitas pemerintahan, dan interaksi antara penggunaan internet dan kesejahteraan ekonomi. Sedangkan penetrasi internet tidak berpengaruh secara signifikan

18 30 terhadap keberhasilan e-government. Efektivitas pemerintahan memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap keberhasilan e-government. Penelitian yang dilakukan oleh Cinca et al (2008) tentang Determinants of e-government extension. Penelitian ini menggunakan variabel sumber daya daerah, e-politician, dan lingkungan sebagai variabel independen, kesejahteraan masyarakata dan aktivitas organisasi sebagai variabel kontrol, dan e-government sebagai variabel dependen. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh sumber daya daerah, e-politician, dan lingkungan terhadap e-government. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perkembangan e-government, yaitu sumber daya ekonomi, politik, dan lingkungan. Faktor sumber daya ekonomi termasuk di dalamnya karakteristik spesifik dari setiap daerah, seperti ukuran, kekuatan finansial atau kapasitas teknologi. Pengaruh politik terdapat pada perannya dalam memndukung penggunaan e-democracy dan menunjukkan keinginan mereka unyuk mengubah konstituen menggunakan teknologi komunikasi. Faktor lingkungan menunjukkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan e-government, dan hal ini dapat diukur dengan tingkat ekonomi masyarakat daerah dan dinamisme bisnis daerah tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara ketiga faktor tersebut terhadap perkembangan e-government. Penelitian yang dilakukan oleh Al-wazir dan Zhao Zheng (2014) tentang Factors influencing e-government implementation in least developed countries/: a case study of Yemen. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti faktor-faktor yang mungkin berpenaruh terhadap implementasi e-government di Yaman. Penelitian

19 31 ini menggunakan 169 responden pegawai pemerintah dari berbagai kementerian yang berbeda di Yaman untuk melakukan survei mengenai variabel-variabel penting dan signifikan yang berpengaruh terhadap e-government. Penelitian ini menguji lima faktor penting yang mempengaruhi e-government di Yaman. Lima faktor tersebut, yaitu infrastruktur TIK, adopsi pegawai pemerintahan terhadap e- government, portal website pemerintah, social network websites dan external assistance. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor utama yang berpengaruh terhadap implementasi e-government, yaitu infrastruktur TIK, portal website pemerintah, dan adopsi oleh pegawai dan masyarakat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa implementasi TIK tidak hanya terlibat dalam peningkatan penggunaan layanan e-government oleh masyarakat, tetapi juga memberikan kesempatan yang besar bagi hubungan antar masyarakat. Kesimpulan penting dari penelitian ini adalah meskipun teknologi informasi dan komunikasi dapat mempengaruhi adopsi e-government, tetapi ini tidak bisa terkait secara langsung dengan aktivitas tradisional pemerintah daerah PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pendapatan Asli Daerah dan E-government Berdasarkan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara pemerintah Pusat dan Daerah, pendapatan asli daerah (PAD) didefinisikan sebagai pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Implementasi desentralisasi fiskal yang bertolak ukuran dari pendapatan asli

20 32 daerah harus diupayakan secara optimal karena pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk membiayai pelayanan dan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah. Kim (2007) menyatakan bahwa kinerja e-government ditentukan oleh kesejahteraan ekonomi, pendidikan, urbanisasi, kebebasan rakyat, efektivitas pemerintahan, dan interaksi antara penggunaan internet dan kesejahteraan ekonomi. Hal ini dapat diartikan bahwa jika kesejahteraan ekonomi daerah tinggi, maka pemerintah daerah mempunyai biaya yang cukup untuk melayani masyarakatnya melalui implementasi e-government, karena implementasi e-government diharapkan untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan biaya besar. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut. H1 = Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap implementasi e-government pemerintah daerah di Indonesia Belanja Modal dan E-government Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Untuk mendukung implementasi e- government diperlukan pengadaan infrastruktur yang memadai, hal ini untuk mengurangi salah satu hambatan dalam implementasi e-government yaitu kurangnya alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang diperlukan

21 33 dalama penerapan e-government. Dengan adanya peningkatan belanja modal maka diharapkan akan menambah alokasi belanja modal untuk pengadaan peralatan dan mesin TIK. Cinca et al (2009) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perkembangan e-government yaitu sumber daya pemerintah kabupaten/kota, politikus dan lingkungan. Sumber daya pemerintah kabupaten/kota berkaitan dengan karakteristik spesifik seperti ukuran pemerintah, kekuatan finansial dan kapasitas teknologi. Salah satu komponen kekuatan finansial adalah kemampuan untuk melakukan belanja berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiasa et al bahwa belanja modal berpengaruh terhadap belanja pemeliharaan dan infrastruktur termasuk sarana teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Sarana teknologi informasi dan komunikasi yang memadai akan mendukung tingkat keberhasilan implementasi e-government. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut. H2 = Jumlah belanja modal berpengaruh positif terhadap implementasi e-government pemerintah daerah di Indonesia Kapabilitas auditor internal dan e-government Kapabilitas aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) menunjukkan kemampuan APIP terkait kapasitas, kewenangan, dan kompetensi sumber daya, manusia APIP untuk melaksanakan tugas-tugas pengawasan. Kapabilitas APIP terdiri atas lima level, yaitu initial, infrastructure, integrated, managed, dan optimizing (Perka BPKP 1633,2011). Semakin tinggi level yang diperoleh aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) maka akan semakin baik kinerja APIP tersebut.

22 34 Menurut The International for the Professional Practice of Internal Auditing, peran yang dimainkan oleh auditor internal dibagi menjadi dua kategori utama yaitu jasa assurance dan jasa konsultansi. Jasa assurance merupakan penilaian objektif auditor internal atas bukti untuk memberikan pendapat atau kesimpulan independen mengenai proses, sistem atau subyek masalah lain, sedangkan jasa konsultasi merupakan pemberian saran, dan umumnya dilakukan atas permintaan khusus dari klien. Melalui jasa konsultasi APIP sebagai auditor internal pemerintah daerah berpengaruh terhadap penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. Semakin tinggi level IACM yang diperoleh oleh APIP artinya semakin tinggi kemampuan APIP dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan program-program atau tugas pemerintah daerah seperti implementasi e-government dan terhadap penyusunan LKPD sehingga LKPD yang dihasilkan oleh pemerintah daerah semakin andal dan berkualitas. Hal ini sejalan dengan tujuan implementasi e-government yaitu menyediakan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah baik informasi keuangan maupun non keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut. H3 = Kapabilitas auditor internal berpengaruh positif terhadap implementasi e-government pemerintah daerah di Indonesia Keahlian auditor internal dan e-government Keahlian aparat pengawas intern pemerintah (APIP) menunjukkan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan oleh auditor internal pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya. Inspektorat pemerintah daerah melaksanakan pengawasan intern terhadap pemerintah daerah

23 35 ditentukan oleh atribut auditornya seperti jenjang jabatan dan peran dalam organisasi pemerintah (Sutaryo et al, 2015). Semakin tinggi tingkat keahlian auditor maka akan semakin baik kinerja dari APIP tersebut. Aparat pengawas intern pemerintah (APIP) harus mempunyai latar belakang pendidikan dan kompetensi yang memadai dalam melaksanakan pekerjaan auditnya. Keahlian auditor ini penting untuk diperhatikan karena tingkat keahlian auditor yang tinggi akan memberikan kinerja yang baik pula terutama dalam hal penciptaan transparansi dan akuntabilitas publik, yang merupakan tujuan diterapkannya e- government. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut: H4 = Keahlian auditor internal berpengaruh positif terhadap implementasi e-government pemerintah daerah di Indonesia SKEMATIK KERANGKA TEORITIS Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh jumlah pendapatan asli daerah (PAD), belanja modal, kapabilitas auditor internal, dan keahlian auditor internal terhadap implementasi e-government. Untuk variabel independen yang pertama yaitu pendapatan asli daerah (PAD) yang dihasilkan dari total pendapatan asli daerah. Variabel independen yang kedua belanja modal yang dihasilkan dari total belanja modal. Variabel independen yang ketiga yaitu kapabilitas auditor internal yang dihasilkan dari level IACM. Variabel independen yang keempat yaitu keahlian auditor internal yang dihasilkan dari total keahlian (penyelia, pelaksana lanjutan dan pelaksana) dibagi dengan jumlah auditor pada kabupaten/kota. Penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol yaitu tipe

24 36 pemerintah daerah berupa kabupaten/kota dan geografis pemerintah daerah yaitu Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu implementasi e-government. Diagram skematik kerangka teoritis dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut: GAMBAR 1 Skematik Kerangka Teoritis VARIABEL INDEPENDEN Pendapatan Asli Daerah (PAD) Belanja Modal Kapabilitas Auditor Internal (H1+) (H2+) (H3+) VARIABEL DEPENDEN E-Government Keahlian Auditor Internal (H4+) VARIABEL KONTROL Tipe Pemerintah Daerah Geografis Pemerintah Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori entitas yang dikemukakan oleh Paton menyatakan bahwa organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori entitas yang dikemukakan oleh Paton menyatakan bahwa organisasi 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Entitas Teori entitas yang dikemukakan oleh Paton menyatakan bahwa organisasi dianggap sebagai suatu kesatuan atau badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E- Government merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mustikarini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mustikarini, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memasuki era otonomi daerah dengan diterapkannya Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 (kemudian menjadi UU No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan

BAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP disebutkan bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN 11 BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka Penulisan Laporan Tugas Akhir ini mendasarkan pada teori-teori yang relevan sehingga mendukung bagi tercapainya hasil penelitian

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENENTU IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA Jenis Sesi Paper: Full paper

FAKTOR-FAKTOR PENENTU IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA Jenis Sesi Paper: Full paper FAKTOR-FAKTOR PENENTU IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA Jenis Sesi Paper: Full paper Abstract R. Indra Sarjono Sipahutar Universitas Sebelas Maret r.indrasipahutar@student.uns.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi membawa konsekuensi terhadap makin besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan pendahuluan dari pembahasan peneliti yang berisi latar

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan pendahuluan dari pembahasan peneliti yang berisi latar BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pembahasan peneliti yang berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya pada bidang pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan. Reformasi tahun

Lebih terperinci

JURNAL RISET AKUNTANSI & KEUANGAN

JURNAL RISET AKUNTANSI & KEUANGAN JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 5 (2), 2017, 17-32 Published every April, August and December JURNAL RISET AKUNTANSI & KEUANGAN ISSN:2541-061X (Online). ISSN:2338-1507(Print). http://ejournal.upi.edu/index.php/jrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Pemerintah Daerah Indonesia mengalami perubahan yang signifikan dalam hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. adalah seluruh pemerintah daerah (LKPD) yang laporan keuangannya tahun 2012-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. adalah seluruh pemerintah daerah (LKPD) yang laporan keuangannya tahun 2012- BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. POPULASI DAN SAMPEL Menurut Sekaran (2006), populasi merupakan kelompok orang, peristiwa, atau hal yang ingin peneliti investigasi. Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena terjadinya krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terjadinya gejolak sosial pada tahun 1999 memunculkan lahirnya kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Gejolak sosial tersebut didahului dengan adanya krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teori 2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan pendekatan-pendekatan yang menjelaskan pengertian Belanja Modal, Fiscal Stress, Dana Bagi Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memajukan pembangunan masyarakat yang makmur dan sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN 2.1 Belanja Daerah 2.1.1 Definisi Belanja Daerah Berdasarkan PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Belanja daerah dipergunakan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang transparan, akuntabel, efektif dan efisien, pimpinan instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah wajib melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memasuki era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang otonomi daerah yang didefinisikan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya, penelitianpenelitian tersebut adalah : Darwanto dan Yustikasari (2014) yang meneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan penyelenggaraan pemerintah. Saat itu sebagian wewenang dari pemerintah pusat diberikan kepada sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desentralisasi adalah salah satu sistem administrasi pemerintahan, dalam banyak hal tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan suatu negara. Sejarah mencatat desentralisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat menjadi APBD adalah suatu

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengawasan Intern Pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui bahwa suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. korupsi baik di level pusat maupun daerah menjadi penyebab utama hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. korupsi baik di level pusat maupun daerah menjadi penyebab utama hilangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Banyaknya ditemukan kecurangan-kecurangan yang terjadi saat ini seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang membuat kepercayaan masyarakat kepada kinerja aparat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN INTERN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas ekonomi yang berbeda dengan sektor swasta. Organisasi sektor publik disebut sebagai entitas ekonomi karena

Lebih terperinci

Oleh: Syaiful, SE, Ak., MM*

Oleh: Syaiful, SE, Ak., MM* PENGERTIAN DAN PERLAKUAN AKUNTANSI BELANJA BARANG DAN BELANJA MODAL DALAM KAIDAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN Oleh: Syaiful, SE, Ak., MM* Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.925, 2013 KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Pengawasan Intern. Perwakilan Republik Indonesia. Pedoman. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang selama ini menganut sistem sentralistik berubah menjadi sistem desentralistik

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA dan KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA dan KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA dan KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH Melalui PENINGKATAN KAPABILITAS APIP dan MATURITAS SPIP Dr. Ardan Adiperdana, Ak., MBA., CA, CFrA, QIA Kepala BPKP Rakorwas Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Penyelenggaraan organisasi pemerintahan haruslah selaras dengan tujuan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Penyelenggaraan organisasi pemerintahan haruslah selaras dengan tujuan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyelenggaraan organisasi pemerintahan haruslah selaras dengan tujuan dan cita-cita bangsa yang diamanatkan dalam undang-undang. Apapun bentuk organisasinya, fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah membawa perubahan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah khususnya dalam proses penganggaran dan manajeman keuangan daerah salah satunya prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi politik di tanah air. Walaupun masih dalam batas-batas tertentu, perubahan ini

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi politik di tanah air. Walaupun masih dalam batas-batas tertentu, perubahan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi 1998 telah membawa perubahan yang signifikan dalam kehidupan ekonomi politik di tanah air. Walaupun masih dalam batas-batas tertentu, perubahan ini sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi terjadi pergeseran wewenang dan tanggung jawab dalam pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terdapat tuntutan sektor publik khususnya pemerintah yaitu terlaksananya akuntabilitas pengelolaan keuangan sebagai bentuk terwujudnya praktik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rerangka Teori Dan Penurunan Hipotesis 1. Rerangka Teori a. Teori Keagenan Teori keagenan merupakan sebuah teori yang menjelaskan hubungan perjanjian antara satu orang atau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Literatur 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem otonomi daerah. Awal dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah sejak diberlakukannya Undang-undang

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT - 1 - GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Perkembangan ekonomi global memberikan sinyal akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Perkembangan ekonomi global memberikan sinyal akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan ekonomi global memberikan sinyal akan pentingnya peningkatan kemandirian dan daya saing sebuah negara di dunia internasional. Hal ini dimaksudkan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian sasaran sesuai dengan upaya untuk mewujudkan suatu iklim pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat menjalankan amanah

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Belanja Modal Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar mendefinisikan belanja

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Keuangan Negara Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menemukan temuan yang memuat permasalahan, yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. menemukan temuan yang memuat permasalahan, yang meliputi BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2015, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya potensi kehilangan keuangan Negara/Daerah Rp.33,46

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Peraturan Walikota Bandung Nomor 1404 tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja badan pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENDAYAGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI KABUPATEN SRAGEN B U P A T I S R A G E N Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS MONITORING TINGKAT KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N 1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Arah kebijakan Inspektorat Kabupaten Bandung adalah Pembangunan Budaya Organisasi Pemerintah yang bersih, akuntabel, efektif dan Profesional dan Peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, adil, transparan, dan akuntabel harus disikapi dengan serius dan sistematis.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintah kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini ditandai oleh adanya tuntutan dari masyarakat akan menunjang terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. ini ditandai oleh adanya tuntutan dari masyarakat akan menunjang terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tuntutan dari pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, Hal

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA

1 UNIVERSITAS INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia memasuki babak baru seiring diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL

PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL Lampiran II Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor Tentang Tahun Piagam Pengawasan Internal di Lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia berimplikasi pada akuntabilitas dan transparansi sistem pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya masalah ekonomi dan hilangnya kepercayaan publik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya masalah ekonomi dan hilangnya kepercayaan publik terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya masalah ekonomi dan hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah menuntut pemerintah untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi (Soepriyanto & Aristiani,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Dalam UU No 33 pasal 1 ayat 17, menyebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara seluruh urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran aparat pengawasan di daerah yang tidak efektif merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Peran aparat pengawasan di daerah yang tidak efektif merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran aparat pengawasan di daerah yang tidak efektif merupakan salah satu penyebab semakin meratanya kasus korupsi dan buruknya tata kelola pemerintahan daerah. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah yang ada, wajib bertanggung jawab untuk melaporkan segala kegiatan yang dilselenggarakan. Bentuk

Lebih terperinci

Arahan Presiden RI Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2015 Jakarta, 13 Mei 2015

Arahan Presiden RI Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2015 Jakarta, 13 Mei 2015 Arahan Presiden RI Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2015 Jakarta, 13 Mei 2015 Kapabilitas APIP: a. Lima tahun kedepan, level Kapabilitas APIP ditargetkan mencapai 85% Level-3, 1% Level-1. b.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Awal mula dibuatnya Undang-Undang tentang pemerintah daerah karena pada saat diberlakukannya sistem pemerintah terpusat dimana sentralisasi pemerintah berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Teori Agensi Jensen et al (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik di Indonesia yang mendapatkan perhatian besar adalah Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Ini dikarenakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dalam menjalankan roda pemerintahnya Presiden dibantu oleh Gubernur dan Bupati untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah a. Pengertian Belanja Daerah Menurut Halim (2003 : 145), belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia memiliki kewajiban untuk secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan sektor publik di Indonesia sekarang ini adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat kepada para penyelenggara pemerintahan. Salah satu yang menjadi

Lebih terperinci