BAB III PERANAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERANAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN"

Transkripsi

1 BAB III PERANAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Peranan Mediator secara umum 1. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Hubungan industrial merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antar para pelaku dalam proses produksi barang dan/ atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/ buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Di dalam hubungan industrial, unsur yang terlibat di dalamnya dituntut untuk dapat menjalankan peranannya dan fungsinya dengan baik, sehingga akan tercipta hubungan yang harmonis di antara para pelaku yang pada akhirnya akan dapat menggairahkan perkembangan ekonomi, menciptakan ketenangan usaha dan 107 Lihat Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

2 ketentraman kerja serta dapat mendorong produktivitas dan kesejahteraan pekerja. 108 Selain itu, jika tercipta suatu hubungan industrial yang baik, maka akan dapat mencegah terjadinya kejahatan dan kerugian bagi perusahaan (crime and loss prevention). 109 Di dalam suatu hubungan bahkan dalam hubungan industrial sendiri pun, terjadinya perselisihan merupakan hal yang wajar bahkan sering terjadi dan sukar untuk dihindari. Tiap-tiap pelaku hubungan industrial berusaha mempertahankan kepentingannya, di mana masing-masing pelaku akan berjuang agar kepentingan yang dianutnya dapat dipertahankan dalam interaksi hubungan industrial. Karena masing-masing pelaku hubungan industrial mempertahankan kepentingannya, maka dalam interaksi akan terjadi konflik kepentingan. 110 Oleh karena itu, keterampilan menyelesaikan masalah melalui perundingan atau yang lebih sering dikenal dengan istilah negosiasi di dalam hubungan industrial adalah suatu hal yang penting untuk dikuasai oleh para pelakunya untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi kedua belah pihak yang sedang berselisih. Negosiasi adalah suatu proses yang dimulai ketika suatu pihak menganggap bahwa pihak lain memiliki pandangan, sikap dan anggapan yang berbeda terhadap hal-hal yang merupakan kepedulian dari pihak lainnya. 108 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal Cosmas Batubara, Hubungan Industrial, (Jakarta, PPM, 2008), hal. viii. 110 Ibid, hal. 1.

3 Proses mediasi sangat tergantung pada lakon yang dimainkan oleh pihak yang terlibat dalam penyelesaian perselisihan tersebut, di mana pihak yang terlibat langsung adalah mediator dan para pihak yang berselisih itu sendiri. Mediator sebagai negosiator harus memiliki keterampilan dalam mengelola konflik, melakukan pemecahan masalah secara kreatif melalui kekuatan komunikasi dan analisis. 111 Keberadaan mediator sebagai pihak ketiga, sangat tergantung pada kepercayaan (trust) yang diberikan para pihak untuk menyelesaiakan sengketa mereka. Kepercayaan ini lahir karena para pihak beranggapan bahwa seseorang dianggap mampu untuk menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi. Kepercayaan seperti inilah yang menjadi faktor penting bagi mediator sebagai modal awal dalam menjalankan proses mediasi. Meskipun demikian, mengandalkan kepercayaan dari para pihak semata tidak menjamin mediator mampu menghasilkan kesepakatankesepakatan yang memuaskan para pihak. Oleh karena itu, mediator harus memiliki sejumlah persyaratan dan keahlian yang akan membantunya menjalankan proses mediasi. 112 Adapun yang menjadi persyaratan untuk bisa menjadi mediator adalah : a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. Warga negara Indonesia; c. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter; d. Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan; 111 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta, Kencana, 2009), hal. 60.

4 e. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak bercela; f. Berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S-1); dan g. Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri. 113 Menurut John W. Head, mediasi adalah suatu prosedur penengahan di mana seseorang bertindak sebagai kendaraan untuk berkomunikasi antar para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya perdamaian tetap berada di tangan para pihak itu sendiri. Dari definisi tersebut, mediator dianggap sebagai kendaraan bagi para pihak untuk berkomunikasi. Mediator tidak akan ikut campur dalam menghasilkan putusan. Oleh sebab itu dapat diduga bahwa putusan yang dihasilkan melalui mediasi akan permanen dan menyenangkan pihak-pihak yang telah mengakhiri perselisihan. 114 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mediator sebagai pihak ketiga yang netral memiliki peranan untuk membantu atau memfasilitasi jalannya proses mediasi saja. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisiham, mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi. Di mana dalam proses mediasi, mediator mempunyai peranan sebagai penengah, dan untuk menjalankan perannya tersebut, seorang mediator harus menjalankan tugasnya yaitu 113 Pasal 9 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 114 Hamid Sarong, dikutip dari VRSQVNFLmRvYw== pada tanggal 10 Agustus 2010.

5 secara aktif membantu para pihak dalam memberikan pemahamannya yang benar tentang perselisihan yang sedang dihadapi dan memberikan alternatif penyelesaian yang terbaik namun kesepakatan tersebut ditentukan sendiri oleh para pihak. Mediator tidak dapat memaksakan gagasannya sebagai penyelesaian perselisihan yang harus dipatuhi. Prinsip ini kemudian menuntut mediator adalah orang yang memiliki pengetahuan yang cukup luas tentang bidang-bidang yang terkait dengan perselisihan yang sedang dihadapi oleh para pihak. 115 Dalam hal tercapai kesepakatan melalui mediasi, dibuatlah Perjanjian Bersama (PB) yang kemudian ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator dan kemudian mediator wajib mendaftarkan Perjanjian Bersama tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Namun dalam hal tidak tercapai kesepakatan melalui mediasi, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama dilakukan dengan para pihak. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis, sebaliknya jika para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, di sinilah mediator harus berperan secara aktif untuk membantu para pihak menyelesaikan pembuatan Perjanjian Bersama yang kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan Perjanjian Bersama. 115 Dikutip dari tanggal 18 Agustus pada

6 Apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis besar dapat digali beberapa asas hukum sebagai dasar penyelesaian sengketa melalui mediasi, salah satunya yaitu asas mediator aktif. Maksud daripada asas tersebut adalah setelah mediator ditunjuk, maka langkah awal yang wajib dilakukan mediator adalah menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi. Kemudian mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka yang bersengketa dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. Selain itu, mediator dengan persetujuan para pihak dapat mengundang seorang atau lebih saksi ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atas pertimbangan yang dapat membantu para pihak dalam penyelesaian perbedaan. Namun harus diingat kebebasan mediator di sini hanya berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa, artinya mediator hanya memberi semangat serta saran kepada para pihak, dengan demikian mediator tidak dapat memaksakan kehendaknya dalam menyelesaikan sengketa tersebut, apalagi berpihak kepada salah satu pihak. 116 Dari asas mediator aktif tersebut dapat terlihat peranan-peranan seorang mediator dalam penyelesaian perselisihan, yaitu untuk memfasilitasi proses mediasi dan menjembatani kepentingan-kepentingan para pihak. 116 Surya Perdana, Mediasi Merupakan Salah Satu Cara Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja pada Perusahaan di Sumatera Utara, Disertasi, Program Pascasarjana USU, Medan, 2008, hal. 52.

7 2. Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa membawa angin baru bagi para pihak yang ingin menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. Undang-undang ini memberikan dorongan kepada pihak yang bersengketa agar menunjukkan itikad baik, karena tanpa itikad baik apa pun yang diputuskan di luar pengadilan tidak akan dapat dilaksanakan. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 mengatur dua hal utama, yaitu arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Di mana disebutkan bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dan alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu dari sistem ADR di Indonesia adalah dasar negara Indonesia yaitu Pancasila di mana dalam filosofinya disiratkan bahwa asas penyelesaian sengketa adalah musyawarah untuk mufakat. Hal demikian juga tersirat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Posisi mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 ini berada di bawah payung

8 alternatif penyelesaian sengketa selain sejumlah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan lainnya yang berupa konsultasi, negosiasi, konsiliasi dan penilaian ahli. 117 Pengaturan mengenai alternatif penyelesaian sengketa cukup terbatas disebutkan dalam undang-undang ini, yaitu hanya ada dalam dua pasal, yaitu Pasal 1 butir 10 dan Pasal 6 yang terdiri dari sembilan ayat. Dalam pengertian secara yuridis berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak ditemukan pengertian mediasi secara jelas, namun secara implisit pengertian mediasi ini tertuang dalam Pasal 6 ayat (3) yang menyebutkan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau kebih penasehat ahli maupun melalui seorang atau lebih mediator. Penyelesaian melalui mediasi merupakan penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator. Mediator yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa haruslah orang atau lembaga yang netral di mana mereka mampu menjembatani keinginan para pihak. Oleh karena mediasi belum diatur dengan jelas dan tuntas oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka pembahasan mengenai proses mediasi, para pihak yang terkait seperti mediator serta peran dan fungsinya tidak dapat diuraikan secara lengkap Syahrizal Abbas, Op..Cit, hal Lihat Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

9 Pada umumnya, mediator memiliki peranan sebagai garis rentang bagi yang terlemah dan yang terkuat dalam penyelesaian suatu sengketa. Sisi peran yang terlemah dapat dilihat apabila mediator menjalankan perannya sebagai berikut : a. Penyelenggara pertemuan; b. Pemimipin diskusi rapat; c. Pemelihara atau penjaga aturan perundangan agar proses perundingan berlangsung secara baik; d. Pengendali emosi para pihak; e. Pendorong pihak/ perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pandangannya. 119 Sedangkan peran yang terkuat yang dimiliki mediator dapat dilihat dari pengerjaannya dalam perundingan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Mempersiapkan dan membuat notulen pertemuan; b. Merumuskan titik temu atau kesempatan dari para pihak; c. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukanlah suatu pertarungan untuk dimenangkan, akan tetapi sengketa tersebut harus diselesaikan; d. Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah; e. Membantu para pihak menganalisa alternatif memecahkan masalah; f. Membujuk para pihak untuk menerima usulan tertentu H. Soeharto seperti dikutip dari buku yang berjudul Mediasi dan Perdamaian (Jakarta, Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2005), hal. 18.

10 Seorang mediator juga harus mempunyai wawasan dan kesetiaan pada prinsip-prinsip keadilan yang luas, kesamaan dan kesukarelaan untuk ditanamkan dalam pertukaran negosiasi di antara para pihak. Selain itu, dalam menjalankan tugasnya, seorang mediator juga dapat bertindak sebagai : a. Katasilator, yaitu untuk mendorong penyelesaian sengketa yang kondusif diantara para pihak yang bersengketa b. Pendidik, yaitu seorang mediator harus memahami kehendak, keinginan dan aspirasi dari semua pihak yang bersengketa. c. Narasumber, yaitu sebagai seorang narasumber, mediator berfungsi sebagai tempat para pihak untuk bertanya tentang sengketa yang mereka hadapi dan juga sebagai pihak pemberi saran serta sumber informasi yang dibutuhkan oleh para pihak. d. Penyampai pesan, mediator juga berperan sebagai penyampai pesan dari para pihak untk dikomunikasikan pada pihak lainnya, oleh karena itu seorang mediator juga harus mampu membuka jalur komunikasi dengan para pihak yang bersengketa. e. Pemimpin, mediator juga harus mampu mengambil inisiatif untuk mendorong agar proses perundingan dapat berjalan secara prosedural sesuai dengan kerangka waktu yang sudah dirancang Ibid, hal Dikutip dari pada tanggal 18 Agustus 2010.

11 Peran-peran ini harus diketahui secara baik oleh seseorang yang akan menjadi mediator dalam suatu penyelesaian perselisihan. Mediator harus menggunakan kemampuannya secara maksimal untuk memberikan yang terbaik sehingga para pihak yang berselisih merasa puas dengan keputusan yang mereka buat dan sepakati atas bantuan mediator. Untuk menampilkan perannya secara maksimal, pada tahap pendahuluan sidang mediasi, mediator terlebih dahulu menjelaskan proses mediasi dan peranan dari seorang mediator meskipun mungkin salah satu atau kedua belah pihak sudah mengetahui cara kerja mediasi dan peranan seorang mediator. Namun akan sangat bermanfaat apabila mediator menjelaskan hal tersebut di hadapan para pihak dalam proses mediasi. Penjelasan tersebut terutama berkaitan dengan identitas dan pengalaman mediator, sifat netral mediator, proses mediasi, mekanisme pelaksanaannya, kerahasiaannya dan hasil-hasil dari proses mediasi. Bila para pihak sudah memahami dengan sempurna mekanisme kerja mediasi, maka mediator akan lebih mudah menampilkan perannya secara maksimal. 122 Setiap pihak diberikan kesempatan untuk mempresentasikan atau saling menjelaskan duduk persoalan yang menjadi pokok sengketa mereka kepada mediator secara bergantian. Di mana tujuan dari presentasi ini adalah untuk memberi informasi kepada mediator dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling mendengarkan duduk persoalan dan keinginan masing-masing. Dan salah satu peran penting dari seorang mediator di sini adalah mengidentifikasi masalah/ hal yang telah 122 Syahrizal Abbas, Op.Cit, hal. 82.

12 disepakati bersama antar para pihak. Hal ini akan membantu para pihak melihat aspek positif pada permasalahan yang terjadi. 123 Mediator juga perlu membuat suatu struktur dalam pertemuan mediasi yang meliputi masalah-masalah yang sedang dipersengketakan dan sedang berkembang. Kemudian mengadakan negosiasi untuk mencapai putusan yang merupakan hasil negosiasi dari para pihak. Di mana putusan mediasi ditentukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa, dan mediator lebih bersifat membantu para pihak dalam memecahkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi sebelumnya. Dari tahapan-tahapan proses mediasi yang secara implisit merupakan fungsi dari seorang mediator, maka peran mediator secara ringkas meliputi : a. Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar; b. Mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi; c. Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diantara para pihak; d. Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi yang baik; e. Menguatkan suasana komunikasi; f. Membantu para pihak untuk menghadapi situasi dan kenyataan; g. Memfasilitasi creative problem solving di antara para pihak; h. Mengakhiri proses bilamana sudah tidak lagi produktif Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan 123 Mahkamah Agung RI, Op.Cit, hal Ibid, hal. 49.

13 Bentuk penyelesaian perselisihan yang pertama dan paling penting adalah negosiasi. Di mana pengertian negosiasi secara umum dapat diuraikan sebagai salah satu strategi penyelesaian sengketa yang mana para pihak setuju untuk menyelesaikan persoalan mereka melalui proses musyawarah. Proses ini tidak melibatkan pihak ketiga karena para pihak atau wakilnya berinisiatif sendiri menyelesaikan sengketa mereka. Dengan kata lain para pihak terlibat secara langsung. Meskipun demikian, ketika konfrontasi meningkat antara para pihak yang menyebabkan negosiasi sulit dilakukan, maka penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui alternatif lain seperti mediasi. Mediator dapat berperan untuk memperlancar proses negosiasi yang tertunda di antara para pihak yang bersengketa. 125 Mediasi menjadi bagian integral dalam penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana mediasi pada pengadilan memperkuat upaya damai sebagaimana yang tertuang dalam hukum acara Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg, di mana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa pada hari yang ditentukan, jika kedua belah pihak menghadap ke pengadilan dengan perantaraan Ketua sidang memperdamaikan mereka 126, artinya Ketua Majelis wajib mencoba mendamaikan para pihak. Hal ini kemudian ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003, yaitu semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator. 127 Oleh 125 Syahrizal Abbas, Op.Cit, hal K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, hal Lihat Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

14 karena itu, menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 ini, mediasi bersifat wajib, di mana pada sidang hari pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk melakukan proses mediasi. 128 Berjalannya proses mediasi tidak terlepas dari peran seorang mediator, di mana mediator memiliki peranan penting dalam menjaga kelancaran proses mediasi. Mediator pada setiap pengadilan ada 2 (dua) yaitu hakim dan non hakim yang telah memiliki sertifikat sebagai seorang mediator, yang mana setiap pengadilan harus memiliki mediator sekurang-kurangnya 2 (dua) orang. 129 Setelah pemilihan penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan dan hal-hal yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak. 130 Semua hal tersebut harus dikemukakan dalam proses mediasi untuk memudahkan para pihak. Dalam proses mediasi juga tidak ditutup kemungkinan dilakukan pemanggilan saksi ahli tetapi harus dengan persetujuan para pihak. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan penjelasan dan pertimbangan yang dapat membantu para pihak menyelesaiakan sengketanya. Semua biaya jasa saksi ahli itu ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan. Namun apabila proses mediasi tersebut tidak berhasil dan para pihak ternyata melanjutkan perselisihan ke pengadilan, sebaiknya digunakan 128 Lihat Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 129 Lihat Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 130 Lihat Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

15 saksi ahli yang lain kecuali orang yang ahli di bidang tersebut sedikit atau hanya ada 1 (satu) orang. Apa yang diungkapkan oleh saksi ahli dalam proses mediasi maupun pengadilan sifatnya bukan untuk memihak kepada salah satu pihak, tetapi berbicara mengenai fakta yang sebenarnya. 131 Ada banyak terdapat teori mengenai peranan seorang mediator. Namun secara umum, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediator memiliki beberapa peranan, yaitu : a. Menjalin hubungan baik dengan para pihak yang bersengketa. Hal ini sangat penting dilakukan oleh seorang mediator agar para pihak tidak merasa takut untuk mengemukakan pendapatnya. b. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi dan mengumpulkan serta menganalisa proses mediasi dan latar belakang sengketa. Hal ini penting dilakukan agar mediator mengetahui bagaimana cara mengarahkan dan menyusun rencana-rencana mediasi serta membangun kepercayaan dan kerja sama. c. Merumuskan masalah dan menyusun agenda. Peran mediator di sini sangat penting karena kadang-kadang yang kelihatan dari luar sebenarnya yang besarbesar saja. Di dalam persengketaan ada kepentingan lain yang dalam teori Alternative Dispute Resolution (ADR) disebut interest base yang berarti apa 131 Dikutip dari MEDIASI%20SEBAGAI%20ALTERNATIF%20PENYELESAIAN%20SENGKETA.pdf. pada tanggal 20 Agustus 2010.

16 yang para pihak benar-benar mau. Intereset base ini kadang-kadang tidak terungkap di luar proses ADR. d. Mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak. Hal ini dilakukan karena terkadang ada pihak yang tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan sengketa yang ada. e. Membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa, pintar dan jeli dalam memandang suatu masalah. f. Menganalisa pilihan-pilihan penyelesaian sengketa untuk kemudian diberikan kepada para pihak dan sampai pada proses tawar-menawar sehingga tercapai proses penyelesaian secara formal berupa kesepakatan antar para pihak. 132 Peran mediator ini hanya mungkin diwujudkan apabila ia memiliki sejumlah keahlian (skill). Keahlian tersebut dapat diperoleh melalui sejumlah pendidikan, pelatihan (training) dan sejumlah pengalaman dalam menyelesaikan suatu konflik atau sengketa. Selain hal-hal di atas, mediator juga berkewajiban dan berperan banyak dalam menentukan jadwal pertemuan sebagai langkah dan tindakan pertama setelah terpilih atau ditunjuk sebagai mediator. Jadwal tersebut harus benar-benar realistis agar dapat dicapai hasil penyelesaian dalam jangka waktu yang relatif singkat. Seorang mediator juga harus memperhatikan jalannya proses mediasi, seperti misalnya harus dihadiri oleh para pihak, dan para pihak dapat didampingi oleh kuasa hukumnya masingmasing. Pertemuan yang hanya dihadiri oleh kuasa hukum tanpa hadirnya para pihak 132 Ibid.

17 dapat dianggap tidak sah dan tidak mengikat, karena sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 dikatakan kuasa hukum hanya diperbolehkan untuk mendampingi saja tidak untuk mewakili para pihak. Lagi pula sesuai dengan prinsip mediasi, yang paling mengetahui kepentingannya adalah pihak yang terlibat langsung, sehingga para pihak yang bersengketa sendiri yang paling menyadari penyelesaian yang terbaik bagi mereka. 133 Mediator juga dapat berfungsi dan berperan sebagai pembantu atau helper, di mana ditegaskan bahwa mediator merupakan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak yang berfungsi untuk membantu para pihak mencari berbagai kemungkinan penyelesaian. 134 Sehubungan dengan fungsi dan peran mediator tersebut, maka mediator wajib untuk mendorong para pihak mencari alternatif terbaik dengan menggali kepentingan para pihak melalui pilihan-pilihan yang dianjurkan dan wajib berperan sebagai pembantu yang cakap. Apabila fungsi dan peran tersebut dapat dilaksanakan oleh mediator dengan penuh kerendahan hati dan menjauhkan sifat arogansi, kemungkinan besar mediator dapat mengantarkan para pihak menuju gerbang perdamaian berdasarkan konsep win-win solution. 135 Jika mediasi menghasikan kesepakatan, maka para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang telah ditandatangani oleh para pihak. Kesepakatan yang telah diambil dan ditandatangani para pihak dalam 133 M. Yahya Harahap, Ibid, hal Lihat Pasal 1 butir 5 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 135 M. Yahya Harahap, Ibid, hal. 263.

18 proses mediasi harus dilaporkan kepada hakim untuk dapat ditetapkan dalam akta perdamaian. Namun sebelumnya, mediator wajib memeriksa materi kesepakatan sebelum ditandatangani oleh para pihak untuk menghindari adanya kesepakatan yang bertentangan dengan hukum. 136 Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara yang lainnya. Fotokopi dokumen dan notulen atau catatan mediator wajib dimusnahkan, dan mediator tidak dapat dimintakan menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan. 137 Proses mediasi di pengadilan baik yang mencapai kesepakatan maupun yang tidak mencapai kesepakatan (gagal), mediator harus tetap memberitahukan kepada hakim dalam masa waktu 22 (dua puluh dua) hari kerja sejak pemilihan atau penunjukan mediator. Pemberitahuan dimaksudkan agara hakim dapat mengetahui apakah sidang terhadap perkara yang dimediasi dilanjutkan atau sudah dapat ditutup. Bila kesepakatan diperoleh maka hakim akan mengakhiri proses sidang di pengadilan, sebaliknya jika mediasi tidak tercapai kesepakatan, maka sidang akan 136 Lihat Pasal 11 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 137 Lihat Pasal 13 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

19 terus dilanjutkan di mana hakim akan melanjutkan pemeriksaan perkara berdasarkan hukum acara yang berlaku Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah penyempurnaan terhadap Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Kehadiran Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. Mediasi merupakan instrumen efektif untuk mengatasi penumpukan perkara di pengadilan, dan sekaligus memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa, di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (adjudikatif). Oleh karena itu, mediasi mendapat kedudukan penting dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun Di mana hakim diwajibkan mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi, bila hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi hukum. 139 Perkara yang dapat diupayakan mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 ini adalah semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama, kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan 138 Syahrizal Abbas, Ibid, hal Lihat Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

20 niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 140 Pada prinsipnya mediasi di lingkungan pengadilan dilakukan oleh mediator yang berasal dari luar pengadilan. Namun, mengingat keterbatasan jumlah mediator dan tidak semua pengadilan tingkat pertama mempunyai mediator, maka berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 ini mengizinkan hakim untuk menjadi mediator. Hakim yang menjadi mediator bukanlah hakim yang sedang menangani perkara yang akan dimediasikan, tetapi hakim-hakim lainnya di pengadilan tersebut. Sedangkan mediator nonhakim dapat berpraktik di pengadilan bila memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat akreditasi Mahkamah Agung RI. 141 Proses mediasi dapat berlangsung selama 40 (empat puluh hari) sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, masa proses mediasi dapat diperpanjang selama 14 (empat belas) hari sejak berakhirnya masa 40 (empat puluh hari) tadi. Selama proses mediasi berlangsung, mediator menjalankan perannya untuk menyiapkan jadwal pertemuan mediasi, mendorong para pihak secara langsung untuk ikut serta dalam proses mediasi dan bila dianggap perlu dapat melakukan kaukus. 140 Lihat Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 141 Lihat Pasal 5 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

21 Mediator berkewajiban menyatakan proses mediasi menemui kegagalan atau mencapai kesepakatan kepada ketua majelis hakim. Mediasi dinyatakan gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. 142 Jika para pihak mencapai kesepakatan perdamaian, mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak serta mediator. Bila para pihak tidak mencapai kesepakatan dengan masa 40 (empat puluh hari) sejak para pihak memilih mediator, maka mediator wajib menyampaikan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan mediasi kepada hakim. Setelah menerima pemberitahuan tersebut, maka hakim dapat melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku. Mediator sebagai pihak ketiga yang netral melayani kepentingan para pihak yang bersengketa. Di mana tindakan tersebut sangat penting dilakukan mediator dalam rangka mempertahankan proses mediasi. Dalam memimpin pertemuan yang dihadiri kedua belah pihak, mediator berperan mendampingi, mengarahkan dan membantu para pihak untuk membuka komunikasi positif dua arah, karena lewat 142 Lihat Pasal 14 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

22 komunikasi yang terbangun dengan baik akan memudahkan proses mediasi selanjutnya. Pada peran ini, mediator harus dapat menggunakan bahasa-bahasa yang santun, lembut dan tidak menyinggung para pihak, sehingga para pihak komunikasi dua arah yang terbangun secara positif tersebut dapat dimanfaatkan mediator untuk menjembatani atau menciptakan saling pengertian di antara para pihak. Peran yang seperti itulah yang dilakukan mediator untuk terciptanya proses mediasi. Dalam praktiknya, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 ditemukan sejumlah peran mediator yang muncul ketika proses mediasi berjalan, antara lain : a. Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri antara para pihak; b. Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi dan menguatkan suasana yang baik; c. Membantu para pihak untuk menghadapi situasi atau kenyataan; d. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar-menawar; e. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem. 143 Dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Pasal 5 ditegaskan bahwa dalam menjalankan peranannya, mediator berkewajiban untuk memiliki sertifikat, ini menunjukan keseriusan penyelesaian sengketa melalui mediasi secara professional. Mediator harus merupakan orang yang ahli di bidangnya dan memiliki 143 Syahrizal Abbas, Op Cit, hal 80.

23 integritas tinggi, sehingga diharapkan mampu memberikan keadilan dalam proses mediasi. 144 Namun mengingat bahwa dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 ada ditentukan sanksi, 145 maka perlu dipertimbangkan ketersediaan dari sumber daya manusianya untuk dapat menjalankan mediasi dengan baik. Oleh sebab itu, peranan mediator tersebut dapat diwujudkan jika ia memiliki sejumlah keahlian yang diperoleh melalui sejumlah pelatihan dan pengalaman dalam menyelesaikan konflik atau sengketa. B. Peranan Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan para pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat. Di mana penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak dapat tercapai, maka para pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui jalur non litigasi diharapkan dapat mengurangi perselisihan yang akan diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial, oleh sebab itu penyelesaian perselisihan secara damai harus 144 Dikutip dari html pada tanggal 18 Agustus Lihat Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

24 tetap diupayakan secara maksimal oleh pegawai perantara (mediator) dengan menawarkan berbagai alternatif pemecahan. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan sebagai salah satu lembaga pemerintahan yang berfungsi untuk menyelenggarakan kehidupan masyarakat yang lebih baik terutama di bidang ketenagakerjaan, memiliki peranan yang penting dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Hal ini dikarenakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota. 146 Dalam hal ini, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan lah yang memiliki kewenangan untuk menyediakan mediator, sebagai pihak ketiga yang netral untuk membantu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara para pihak pengusaha dan pekerja/ buruh. Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang termasuk ke dalam kategori facilitatif process Lihat Pasal 8 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 147 Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengket, berdasarkan sifat dari prosesnya, alternatif penyelesaian sengketa dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama, yaitu : a. Facilitatif process; adalah sebuah penyelesaian perselisihan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral untuk membantu (fasilitasi) para pihak menata prosesnya, dari mulai tempat pertemuan, lalu lintas perundingan para pihak, dokumentasi dan sebagainya. b. Advicory process; adalah sebuah proses penyelesaian perselisihan dengan meminta pihak ketiga yang netral untuk memberikan saran berdasarkan fakta dan berbagai pilihan penyelesaian yang mungkin dicapai untuk menyelesaikan sengketa. c. Determination process; adalah suatu proses penyelesaian perselisihan dengan meminta pihak ketiga membuat keputusan tentang tindakan yang mungkin dicapai untuk menyelesaikan sengketa para pihak.

25 Proses mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, di mana mediator harus sudah mengadakan penelitian mengenai duduk perkara yang sedang dihadapi dalam waktu selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan. Mediator juga dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk dimintai keterangannya dalam sidang mediasi yang berlangsung. Di mana tercapai kesepakatan melalui mediasi, maka dibuatlah Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial, yang dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Dan jika gagal mencapai kesepakatan melalui mediasi, meditor mengeluarkan anjuran tertulis yang dapat diterima atau pun ditolak oleh para pihak. Jika para pihak tidak menanggapi anjuran tertulis tersebut, maka dianggap menolak anjuran tertulis tersebut, namun jika para pihak menerimanya, mediator harus berperan secara aktif untuk membantu para pihak untuk membuat Perjanjian Bersama. Peranan seorang mediator dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dipandang sangat krusial apabila seorang mediator dapat menjembatani dua kepentingan yang berbeda antara para pengusaha dengan para pekerja/ buruh. Di mana dalam menjalankan perannya sebagai penjembatan dua kepentingan yang berbeda antara para pihak tersebut, memiliki tujuan agar dapat menghindari semakin kompleks dan rumitnya suatu

26 perselisihan yang dihadapi, sehingga dapat meminimalisir perselisihan dan mencari formula baru terhadap pengaturan hubungan kerja guna menghindari terjadinya perselisihan hubungan kerja yang sama di kemudian hari. 148 Sebagai contoh, misalnya di dalam suatu perusahaan memiliki peraturan bahwa sesama pegawai/ karyawan tidak diperbolehkan untuk menikah, namun tidak dapat dihindari bahwa setiap manusia bisa saja jatuh cinta di mana saja dan kapan saja, termasuk di dalam suatu perusahaan yang sama. Tentu saja hal ini dapat menyebabkan perselisihan di antara pihak pengusaha dengan pihak pekerja. Jika masalah tersebut sampai penyelesaiannya melalui proses mediasi, maka mediator menjalankan perannya untuk menjembatani dua kepentingan yang berbeda tersebut. Mediator dalam sidang mediasi dapat memberikan pemahaman beserta anjuran kepada para pihak dengan memberikan penjelasan kepada pihak pekerja mengapa pihak pengusaha mengeluarkan peraturan tersebut, misalnya agar produktivitas kerja dapat berjalan dengan baik maka larangan menikah antar sesama karyawan di dalam satu perusahaan dikeluarkan, karena dianggap dapat mengganggu konsentrasi untuk bekerja. Sebaliknya, mediator juga dapat memberikan penjelasan kepada pengusaha agar dapat memaklumi hal tersebut, misalnya dengan memindahakan salah satu dari mereka di bagian lainnya tetapi masih di bawah perusahaan yang sama. Namun, jika pada akhirnya pengusaha tetap berkeras untuk mempermasalahkan hal tersebut karena dianggap tidak efektif bila pasangan suami 148 Hasil wawancara dengan Bapak Efendy Situmorang, Mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, pada tanggal 30 Agustus 2010.

27 isteri bekerja dalam satu perusahaan yang sama dan hal tersebut pada awalnya merupakan isi perjanjian kerja bersama antar para pihak dan sudah disepakati, maka mediator memberikan pilihan-pilihan penyelesaiannya dengan tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku. Walaupun pada akhirnya pekerja yang melanggar aturan tersebut diberhentikan, pengusaha harus tetap melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang berlaku, misalnya tetap membayar uang pesangon. 149 Untuk dapat menjalankan perannya dalam menjembatani kepentingan para pihak yang berbeda tersebut, seorang mediator harus memilki kemampuankemampuan yang baik, misalnya mampu membangun komunikasi yang baik dengan para pihak yang berselisih, karena dalam praktik banyak ditemukan ada para pihak malu dan segan untuk mengungkapkan persoalan dan kepentingan mereka dan sebaliknya ada juga pihak yang terlalu berani menyampaikan pokok perselisihan dan tuntutannya sehingga kadang-kadang dapat menyinggung pihak lain. Oleh karena itu, mediator harus mampu mengendalikan komunikasi para pihak, agar proses mediasi dapat berjalan dengan lancar. 150 Dalam proses mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, sidang mediasi untuk mempertemukan para pihak yang berselisih dilakukan sebanyakbanyaknya 3 (tiga) kali pertemuan. Dalam waktu 10 (hari) sejak pertemuan terakhir dilakukan, mediator harus sudah ada membuat anjuran tertulis yang kemudian akan 149 Hasil wawancara dengan Bapak Efendy Situmorang, Mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, pada tanggal 30 Agustus Syahrizal Abbas, Op.Cit, hal. 88.

28 diterima atau ditolak oleh para pihak, sehingga tidak membuang-buang waktu dan dapat dilanjutkan kepada proses penyelesaian perselisihan lainnya apabila anjuran tertulis tersebut ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak. 151 Di mana mediator harus sudah menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak mediator menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan. BAB IV TINGKAT KEBERHASILAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan riset dengan cara wawancara kepada beberapa mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. Dari hasil riset, penulis mendapatkan informasi-informasi bahwa sampai saat ini terdapat 18 (delapan belas) orang mediator yang bekerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. Kemudian penulis juga mendapatkan informasi bahwa dari Januari 2010 sampai dengan tanggal 30 Agustus 2010, ada sebanyak 165 buah kasus perselisihan hubungan industrial yang telah terdaftar untuk diselesaikan melalui proses mediasi. A. Contoh Kasus Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kasus Nama pemohon : Pemutusan Hubungan Kerja : Saiful 151 Hasil wawancara dengan Bapak B. Simanjuntak, Mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, pada tanggal 31 Agustus 2010.

29 Pekerjaan pemohon : Karyawan Perusahaan Bingkai (AZAN) Berdasarkan surat pemohon kepada Bapak Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan tertanggal 12 Maret 2010, bahwa kronologis dari kasus pemutusan hubungan kerja tersebut didahului dengan dirumahkannya pemohon oleh Mandor perusahaan, yaitu oleh Behok. Peristiwa tersebut terjadi sekitar bulan Juli tahun Pihak Mandor Perusahaan telah merumahkan pemohon karena ada masalah intern di antara mereka berdua, akan tetapi pihak Mandor mengatakan hal tersebut hanya untuk sementara, namun setelah ditunggu-tunggu hingga sampai satu bulan, pemohon mempertanyakan kepada pihak perusahaan mengenai kejelasan statusnya, dan pihak perusahaan melalui Mandor mengatakan sudah ada pekerja lain untuk menggantikan pemohon. Dengan demikian, pihak perusahaan secara resmi telah memutuskan hubungan kerja pemohon terhitung sejak Juli Pemohon telah bekerja di Perusahaan Bingkai Azan selama 1 tahun 8 bulan dan hubungan kerja pemohon dengan perusahaan selama itu berjalan dengan baik. Pemohon menerima upah harian sebesar Rp ,- (tiga puluh lima ribu rupiah) dan dibayarkan secara rutin per minggu sebesar Rp ,- (dua ratus sepuluh ribu rupiah). Oleh sebab itu, pemohon dalam surat permohonannya kepada Bapak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, memohon untuk proses penyelesaian perselisihannya dengan Perusahaan Bingkai Azan perihal pemutusan hubungan kerjanya agar pihak perusahaan melaksanakan kewajibannya dengan membayar hak pesangon pemohon sesuai ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, dan upah selama tidak bekerja dari bulan Juli 2009 s/d Desember 2009 (6 bulan) sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku. Pemohon juga memohon agar pihak perusahaan menyelesaikan upah lemburnya, karena pemohon bekerja dari mulai jam WIB s/d jam WIB (rata-rata kelebihan jam kerja 1 jam selama ini), dengan perincian sebagai berikut: - Pesangon : 2 x 2 x Rp ,- = Rp ,- - Ganti kerugian perumahan/perobatan 15% ; 15/100 x Rp ,- = Rp ,- Jumlah = Rp ,- - Upah penuh sejak bulan Juli 2009 s/d Desember 2009 (6 bulan) ; 6 x Rp ,- = Rp ,- Jumlah Total = Rp ,-

30 Setelah menerima surat permohonan tersebut, maka mediator harus sudah segera melaksanakan tugasnya, di mana dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari, mediator harus sudah melakukan penelitian tentang duduknya perkara dan melakukan sidang mediasi. Mediator harus sudah menyelesaikan tugasnya selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut dan melakukan sidang mediasi sebanyakbanyaknya 3 (tiga) kali pertemuan. Pada sidang-sidang mediasi yang dilakukan, mediator secara aktif harus mampu menjaga komunikasi yang efektif di antara masing-masing pihak sehingga mediator mampu menjembatani dua kepentingan yanng berbeda dari pihak-pihak yang berselisih. Mediator juga harus membuat daftar hadir dan notulen dalam tiaptiap sidang mediasi yang telah dilakukan. Dalam hal tercapai kesepakatan dalam sidang mediasi tersebut, dibuatlah Perjanjian Bersama (PB) yang kemudian ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator. Dan jika tidak tercapai kesepakatan, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama dilakukan dengan para pihak. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis, sebaliknya jika para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, di sinilah mediator harus berperan secara aktif untuk membantu para pihak menyelesaikan pembuatan Perjanjian Bersama yang kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.

31 Dari contoh kasus perselisihan hubungan industrial di atas, para pihak berhasil mencapai kesepakatan dan kemudian kesepakatan tersebut dituang dalam Perjanjian Bersama. Di mana isi dari Perjanjian Bersama tersebut adalah sebagai berikut : PEMERINTAH KOTA MEDAN DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA Jl. K.H. Wahid Hasyim No. 14 Telp Fax MEDAN P E R S E T U J U A N B E R S A M A Pada hari ini Rabu, 31 Maret 2010 bertempat di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, kami yang bertanda tangan di bawah ini : I.Nama : Azan Perusahaan : Pengusaha Bingkai Alamat : Jln. M. Bazir Tanah Serambe Marelan Medan Selanjutnya disebut sebagai Pihak I (pertama)... Pengusaha II.Nama : Saiful Alamat : Jln. M. Bazir Marelan Medan. Selanjutnya disebut sebagai pihak II (kedua)... Pekerja Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Pasal 13 ayat (1) antara Pihak I dan Pihak II telah tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi sebagai berikut : - Bahwa Pihak I dan Pihak II sepakat untuk mengakhiri hubungan kerjanya terhitung sejak penandatanganan persetujuan bersama ini. - Bahwa akibat pengakhiran hubungan kerja tersebut, Pihak I bersedia memberikan uang pisah ( Good-Will ) sebesar Rp ,- ( dua juta rupiah ) dan Pihak II dapat menerimanya dengan baik dan akan dibayar pada saat penandatanganan persetujuan bersama ini. - Bahwa dengan diterimanya uang pisah ( Good-Will ) tersebut, maka segala hak dan kewajiban kedua belah pihak dan hak-hak normatif lainnya telah selesai dengan sendirinya, dan permasalahan hubungan kerja antara Pihak I dan Pihak II telah selesai secara menyeluruh dan tidak ada lagi dakwa-dakwi dikemudian hari. Demikian Persetujuan Bersama ini dibuat dalam keadaan sadar tanpa ada paksaan dari pihak manapun dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab yang didasari itikad baik. Pihak Kedua, Pihak Pertama,

32 (Pekerja) (Pengusaha) ( S A I F U L ) ( A Z A N ) Menyaksikan Mediator Hubungan Industrial Drs. B. SIMANJUNTAK NIP Karena contoh kasus di atas merupakan salah satu kasus penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berhasil diselesaikan melalui proses mediasi. Di mana antara para pihak berhasil mencapai kesepakan, dan para pihak menyetujui untuk menuangkan kesepakatan tersebut dalam Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan mediator, maka Perjanjian Bersama tersebut didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran oleh mediator. Dari 165 kasus yang terdaftar di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, terdapat 67 kasus yang mencapai kesepakatan yang kemudian dituangkan ke dalam Perjanjian Bersama, salah satu contohnya seperti kasus di atas, sedangkan 98 kasus lagi diteruskan ke tahap berikutnya sesuai dengan peraturan perundangundangan mengenai ketenagakerjaan yang berlaku. Dan dari presentase jumlah ini dapat dilihat bahwa mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan cukup

33 berhasil menjalankan perananya dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial. B. Klasifikasi Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Mengingat peranan mediator sangat menentukan efektivitas proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka seorang mediator harus memiliki persyaratan dan kualifikasi tertentu. Kualifikasi seorang mediator dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu dari sisi eksternal mediator tersebut dan juga dari sisi internal mediator tersebut. Sisi eksternal seorang mediator berkaitan dengan persyaratan formal 152 yang harus dimiliki oleh seorang mediator dalam hubungannya dengan penyelesaian perselisihan yang ditangani. Sedangkan sisi internal adalah hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan personal mediator tersebut dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai seorang mediator yang baik guna menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi yang sedang ditanganinya. Yang dimaksud dengan kemampuan personal mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial adalah berupa kemampuan-kemampuan ataupun keahlian-keahlian yang dimiliki secara pribadi oleh seorang mediator. Di mana, dalam menjembatani pertemuan dengan para pihak, melakukan negosiasi, menjaga dan mengontrol proses negosiasi, menawarkan pilihan-pilihan penyelesaian 152 Beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, mengatur sejumlah syarat bagi mediator, di antaranya Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 92 Tahun 2004 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator serta Tata Kerja Mediasi.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap pencari keadilan dimanapun. Undang-Undang Nomor 48 Tahun

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengintegrasian

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Mengingat : MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR; KEP.92/MEN /VI/2004 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2004 1 Oleh: Sigit Risfanditama Amin 2 ABSTRAK Hakikat hukum ketenagakerjaan adalah perlindungan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

KEPMEN NO. 92 TH 2004

KEPMEN NO. 92 TH 2004 KEPMEN NO. 92 TH 2004 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR; KEP.92/MEN /VI/2004 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MEDIASI Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1435, 2014 KEMENAKERTRANS. Mediator. Mediasi. Pengangkatan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja Di dalam hukum perburuhan dan ketenagakerjaan terdapat beberapa istilah yang beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

Lebih terperinci

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3). MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL A. Bipartit Sebagai Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA SEMARANG Andry Sugiantari*, Solechan., Suhartoyo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : I Gusti Ngurah Adhi Pramudia Nyoman A Martana I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN Pendahuluan Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47 Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen Konsumen yang merasa hak-haknya telah dirugikan dapat mengajukan

Lebih terperinci

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon UPAYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA BIPARTIT, MEDIASI DAN KONSILIASI, SEBUAH KAJIAN YURIDIS Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon ABSTRAK Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

Frendy Sinaga

Frendy Sinaga JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 12 (2013) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2013 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ANJURAN YANG DIKELUARKAN MEDIATOR HUBUNGAN INDUSTRIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain merupakan makhluk individu, juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk dapat melakukan kerjasama dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan 2.1.1. Pengertian Ketenagakerjaan Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang Ketenagakerjaan menyatakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan Mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa yang telah berkembang pesat

Lebih terperinci

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan Kelelung Bukit Fakultas Hukum Program Studi Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Sejalan dengan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Optimalisasi, Mediasi, Penyelesaian Hubungan Industrial. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Kata Kunci : Optimalisasi, Mediasi, Penyelesaian Hubungan Industrial. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Optimalisasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Mediasi Ditinjau dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2004 tentang Pengangkatan dan

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat (3). Ketentuan tersebut merupakan landasan

Lebih terperinci

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 1 Oleh: Meifi Meilani Paparang 2 Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TENGAH, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan semangat

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG A. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Pandeglang Berdasarkan hasil wawancara dengan Nuning selaku Panitera di Pengadilan Agama Pandeglang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang sudah aman, tertib atau teratur, hukum tidak akan membiarkan orang bertindak sesuka hatinya, pengecualian

Lebih terperinci

Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep hubungan industrial tidak bisa lepas dari unsur pengusaha dan pekerja, dimana pengusaha

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut. MEDIASI Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh :

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh : 59 PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh : I Nyoman Jaya Kesuma, S.H. Panitera Muda Pengadilan Hubungan Industrial Denpasar Abstract Salary are basic rights

Lebih terperinci

Oleh Helios Tri Buana

Oleh Helios Tri Buana TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEWARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Perkara Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska) Jurnal Ilmiah Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER -10/MEN/V/2005 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KONSILIATOR SERTA TATA KERJA KONSILIASI MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA, MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. FILOSOFI : Asas Musyawarah Mufakat (Pembukaan UUD 1945). Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (UU). FAKTA/KENYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh warga negara haruslah didasarkan pada hukum. Penegakan hukum berada diatas

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2. PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum Islam mediasi dikenal dengan Musyawarah, yang dimaksudkan musyawarah disini adalah urusan peperangan dan hal-hal yang bersifat duniawiyah, seperti

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada BAB IV ANALISA TERHADAP PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 33/P/SK/HT/2006 TENTANG DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK DOSEN UNIVERSITAS GADJAH MADA

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 33/P/SK/HT/2006 TENTANG DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK DOSEN UNIVERSITAS GADJAH MADA KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 33/P/SK/HT/2006 TENTANG DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK DOSEN UNIVERSITAS GADJAH MADA REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA, Menimbang : a. bahwa Kode Etik Dosen Universitas

Lebih terperinci

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 Edited with the trial version of 61 BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 A. Analisis Pelaksanaan Mediasi

Lebih terperinci

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA A. Kewenangan Pengadilan Agama Indonesia 1. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan wewenang yang diberikan

Lebih terperinci

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Masih ingatkah Anda dengan peristiwa mogok kerja nasional tahun 2012 silam? Aksi tersebut merupakan

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial Di Kota Pematangsiantar Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik Hubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA KOTA PADANG

PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA KOTA PADANG PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA KOTA PADANG ARTIKEL YULASMI NPM. 0710018412005 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BAB I ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/ MEDIATOR BAPMI Pasal 1 Etika Perilaku terhadap Lembaga dan Profesi

Lebih terperinci