Frendy Sinaga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Frendy Sinaga"

Transkripsi

1 JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 12 (2013) Copyright 2013 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ANJURAN YANG DIKELUARKAN MEDIATOR HUBUNGAN INDUSTRIAL HUBUNGAN INDUSTRIAL DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Frendy Sinaga Frendy_MX@yahoo.co.id Abstrak Mencermati perbedaan pandangan yang sering berujung pada konflik antara pekerja/buruh dengan pengusaha tidaklah dapat dilihat secara hitam putih semata, karena perselisihan itu timbul didasari oleh berbagai hal seperti adanya keinginan dari salah satu pihak untuk menyampaikan keinginannya secara berlebihan, kurangnya pemahaman terhadap aturan perundang-undangan yang ditafsirkan secara sepihak serta kurangnya kemampuan penegak hukum dalam menegakkan aturan perundang-undangan. Untuk mengatasi hal tesebut, maka Pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Salah satu penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan adalah Mediasi yaitu suatu proses penyelesaian dengan mengikut sertakan pihak ketiga sebagai pihak yang dapat mewakili kepentingan kedua belah pihak yang bersengketa diluar lembaga peradilan. Pengertian dari mediasi hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Disini mediator tugasnya mengeluarkan anjuran, apabila tidak sepakat dengan anjuran tersebut maka upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak yaitu dapat melanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas hukum terhadap anjuran yang dikeluarkan mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Timur dan untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan apabila anjuran yang dikeluarkan mediator tidak diterima oleh salah satu pihak. Berdasarkan penelitian, peneliti menyarankan dengan melalui mediasi ini diharapkan mendapatkan solusi atau jalan keluar dari perselisihan hubungan industrial yang terjadi dan dapat diterima oleh masing-masing pihak yang berselisihan sehingga tidak perlu melanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Kata Kunci : Perselisihan, Penyelesaian, Anjuran, Upaya Hukum.

2

3 Pendahuluan Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwasanya Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam amandemen Undang-undang Dasar 1945 tentang Ketenagakerjaan juga disebutkan dalam Pasal 28d ayat (2) Undang-undang Dasar Hal ini berimplikasi pada kewajiban negara untuk memfasilitasi warga negara agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, perlu perencanaan matang di bidang ketenagakerjaan untuk mewujudkan kewajiban negara tersebut. Seperti tercantum dalam penjelasan umum Undang-undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial. Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4 Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 12 Mencermati perbedaan pandangan yang sering berujung pada konflik antara pekerja/buruh dengan pengusaha tidaklah dapat dilihat secara hitam putih semata, karena perselisihan itu timbul didasari oleh berbagai hal seperti adanya keinginan dari salah satu pihak untuk menyampaikan keinginannya secara berlebihan, kurangnya pemahaman terhadap aturan perundang-undangan yang ditafsirkan secara sepihak serta kurangnya kemampuan penegak hukum dalam menegakkan aturan perundang-undangan. Provinsi Kalimantan Timur tahun 2012 yang memiliki ±7.358 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja ± ini sering pula terjadi permasalahan-permasalahan mengenai perselisihan hubungan industrial antara lain perselisihan hak terdapat 266 kasus dengan jumlah tenaga kerja 4441 orang, perselisihan kepentingan diantara pekerja/buruh dan pengusaha terdapat 15 kasus dengan jumlah tenaga kerja 217 orang, perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja terdapat 392 kasus dengan jumlah tenaga kerja 4274 orang yang dimana disini merupakan suatu hal yang lumrah terjadi. Dalam kasuskasus tersebut banyak diselesaikan dengan cara membuat perjanjian bersama yang dimana pekerja dan buruh melakukan suatu kesepakatan yang tidak merugikan salah satu pihak atau dapat yang kita kenal win win solution dengan ditengahi oleh mediator. Dan selain itu pula, ada yang sampai pada tahap anjuran yang dimana hal ini salah satu pihak tidak puas dengan kesepakatan yang dibuat dalam pertemuan secara bipartit dan maka dari itu terbentuklah suatu anjuran yang dibuat oleh mediator hubungan industrial sebagai langkah berikutnya. Dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Namun demikian Pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan masyarakat khususnya kepada masyarakat pekerja/buruh dan pengusaha berkewajiban memfasilitasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tersebut. Upaya fasilitasi dilakukan dengan menyediakan tenaga mediator yang bertugas untuk mempertemukan kepentingan kedua belah pihak yang berselisih. 2

5 Tinjauan Yuridis Terhadap Ajuran (Frendy Sinaga) Permasalahan yang diteliti adalah mengenai efektifitas hukum terhadap anjuran yang dikeluarkan mediator hubungan industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur dan upaya hukum yang dapat dilakukan apabila anjuran yang dikeluarkan mediator tidak diterima oleh salah satu pihak. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas hukum terhadap anjuran yang dikeluarkan mediator hubungan industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur dan untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan apabila anjuran yang dikeluarkan mediator tidak diterima oleh salah satu pihak. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan penelitian Statue Approach (pendekatan undang-undang) dan Conseptual Approach (pendekatan konseptual). Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian lapangan yaitu melakukan wawancara langsung terhadap mediator hubungan industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur dan dokumen-dokumen tertulis. Data-data yang terkumpul kemudian akan dianalisis dalam bentuk deskripsi kalimat yang teratur, sistematis dan logis. Pembahasan Hubungan industrial yang harmonis antara pengusaha dengan pekerja yang terbina selama ini telah turut membawa dampak yang sangat kondusif bagi perkembangan industri di Indonesia walaupun pada akhir-akhir ini tidak jarang terjadi perbedaan pendapat yang pada akhirnya bermuara pada terjadinya perselisihan hubungan industrial. Mencermati perbedaan pandangan yang sering berujung pada konlik antara pekerja/buruh dengan pengusaha tidaklah dapat dilihat secara hitam putih semata, karena perselisihan itu timbul didasari oleh berbagai hal seperti adanya keinginan dari salah satu pihak untuk menyampaikan keinginannya secara berlebihan, atau kurangnya pemahaman terhadap aturan perundang-undangan yang ditafsirkan secara sepihak serta kurangnya kemampuan penegak hukum dalam menegakkan aturan perundang-undangan. Di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial, ada 4 (empat) cara menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yaitu penyelesaian melalui bipartit, penyelesaian melalui mediasi, penyelesaian melalui konsiliasi, penyelesaian melalui arbitrase. Untuk mengatasi perselisihan mengenai hubungan industrial, maka sangat diperlukan suatu sistem 3

6 Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 12 penyelesaian perselisian yang cepat, efisien dan efektif yang dapat menyelesaikan sengketa dengan cara cepat, efisien dan efektif serta dapat menyesuaikan dengan laju kecepatan ekonomi dan perdagangan di era globalisasi ini. Salah satu penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah disebutkan diatas adalah penyelesaian melalui mediasi. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai kesepakatan sukarela terhadap permasalahan yang dipersengketakan. Penyelesaian sengketa melalui mediasi sudah sangat dikenal dalam kehidupan masyarakat kita karena pada dasarnya setiap sengketa yang timbul, diselesaikan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Secara nasional, azas musyawarah untuk mufakat ini dikenal melalui sila keempat Pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Tujuan dari dikeluarkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah bentuk dari kewajiban Pemerintah untuk melindungi seluruh pekerja/buruh agar roda-roda pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik dan tertib. Pemerintah tidak mengkehendaki konflik atau perselisihan diantara pekerja/buruh dan pengusaha menjadi berlarutlarut. Menurut penulis, apabila konflik atau perselisihan antara pekerja/buruh dan pengusaha menjadi berlarut-larut maka hal tersebut tidak hanya akan menimbulkan kerugian baik di pihak pengusaha maupun di pihak pekerja/buruh saja, namun juga akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas. Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tersebut, maka hal ini tentu saja membuat pekerja/buruh mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan perselisihan yang mereka hadapi sekaligus dapat memberikan perlindungan hukum yang kuat terhadap masing-masing pihak yang terlibat konflik untuk menyelesaikan permasalahannya melalui mekanisme yang diatur dalam ketentuan dimaksud. Salah satu penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan adalah Mediasi yaitu suatu proses penyelesaian dengan mengikut sertakan pihak ketiga sebagai pihak yang dapat mewakili kepentingan kedua belah pihak yang bersengketa diluar lembaga peradilan. Pengertian dari mediasi hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. 4

7 Tinjauan Yuridis Terhadap Ajuran (Frendy Sinaga) Mediasi termasuk salah satu penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan/non litigasi yang dilakukan melalui seorang penengah atau yang lazim sering disebut dengan Mediator. Pada dasarnya penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah wajib, manakala para pihak tidak memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbiter setelah instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan menawarkan kepada para pihak yang berselisih. Penulis menganggap bahwa peran dari mediator di dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan adalah untuk melakukan analisa dan identifikasi masalah terkait dengan timbulnya permasalahan atau perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang dikuasakan kepadanya sehingga permasalahan atau perselisihan dapat diselesaikan dan tidak dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Penulis diatas mengenai mediator, perlu digarisbawahi bahwa mediator tidak berwenang untuk memutuskan sengketa karena mediator tidak memiliki hak untuk itu tetapi mediator dapat berfungsi sebagai pihak untuk turut melaksanakan putusan yang diambil oleh para pihak bila kedua belah pihak sepakat untuk berdamai misalnya. Dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial, mediator yang dipilih haruslah orang yang bersifat netral sehingga mampu menjembatani keinginan para pihak yang bersengketa. Adapun syaratsyarat untuk menjadi seorang mediator tercantum dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 92 Tahun 2004 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator serta Tata Cara Mediasi Pasal 3 Ayat 1 yang dimana berisikan untuk menjadi mediator, seseorang harus memenuhi persyaratan yaitu Pegawai Negeri Sipil pada instansi/dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, warga negara Indonesia, berbadan sehat menurut surat keterangan dokter, menguasai peraturan perundang - undangan dibidang ketenagakerjaan, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela, berpendidikan sekurang - kurangnya Strata Satu (S1) dan memiliki legitimasi dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Untuk dinyatakan mempunyai legitimasi maka pengangkatan dan pemberhentian Mediator harus didasarkan atas Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4,dan Pasal 5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2004 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator serta Tata Kerja Mediasi. Di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia 5

8 Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 12 Nomor 92 Tahun 2004 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator serta Tata Kerja Mediasi juga diatur mengenai kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh Mediator. Adapun kewenangan Mediator tersebut terdiri dari menganjurkan kepada para pihak yang berselisih untuk berunding terlebih dahulu dengan itikad baik sebelum dilaksanakannya mediasi, meminta keterangan, dokumen-dokumen dan surat-surat yang berkaitan dengan perselisihan tersebut, mendatangkan saksi atau saksi ahli di dalam mediasi tersebut apabila diperlukan, membuka buku-buku dan meminta surat-surat yang diperlukan dari para pihak dan instansi lembaga yang terkait, menerima atau menolak wakil para pihak yang berselisih apabila ternyata tidak memiliki Surat Kuasa. Proses penyelesaian melalui mediasi untuk menyelesaikan perselisihan perhubungan industrial haruslah dilakukan melalui suatu proses perundingan dalam limitasi waktu yang disepakti antara para pihak dan kehadiran mediator harus mampu memberi gambaran penyelesaian yang tidak berpihak kepada salah satu pihak yang bersengketa. Dalam pasal 8 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2004 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Serta Tata Kerja Mediasi diatur mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang Mediator memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat didengar keterangan yang diperlukan, mengatur dan memimpin mediasi, membantu membuat perjanjian bersama, apabila tercapai, membuat anjuran secara tertulis, apabila tidak tercapai kesepakatan, membuat risalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial, membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Segera setelah Mediator menerima berkas perselisihan, maka Mediator tersebut harus melakukan hal-hal sebagai berikut melakukan penelitian berkas perselisihan, melakukan sidang mediasi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan tugas untuk menyelesaikan perselisihan, mencapai para pihak secara tertulis untuk menghadiri sidang dengan mempertimbangkan waktu panggilan sehingga sidang mediasi dapat dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima pelimpahan tugas untuk menyelesaikan perselisihan, melaksakan sidang mediasi dengan mengupayakan penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat, mengeluarkan anjuran secara tertulis kepada para pihak apabila penyelesaian tidak mencapai kesepakatan dalam waktu selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang pertama, membantu membuat perjanjian bersama secara tertulis apabila tercapai kesepakatan penyelesaian, yang ditandatangani oleh para pihak dan 6

9 Tinjauan Yuridis Terhadap Ajuran (Frendy Sinaga) disaksikan oleh mediator, memberitahu para pihak untuk mendaftarkan perjanjian bersama yang telah ditandatangani para pihak ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat dimana perjanjian bersama ditandatangani untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran, membuat risalah pada setiap penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Setelah membahas mengenai tugas, kewajiban-kewajiban oleh Mediator sebagaimana diatur di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2004 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Serta Tata Kerja Mediasi yang telah dijelaskan oleh Penulis sebelumnya diatas, maka Penulis ingin memberikan suatu pandangan mengenai keefektifan anjuran yang diberikan Mediator di dalam penyelesaian perselisihan hubungan Industrial. Penulis berpendapat bahwa memang sangat diperlukan mediator-mediator yang memiliki kemampuankemampuan khusus untuk meningkatkan tingkat keberhasilan dalam suatu proses mediasi. Menurut penulis, kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang mediator adalah sebagai berikut memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik kepada para pihak-pihak agar proses yang dilakukan tidak terlalu secara formil sehingga para pihak yang berselisih bisa berkomunikasi dengan terbuka untuk menyampaikan pandangan-pandangan atau pendapat masing-masing dan mediator pun bisa memimpin mediasi dengan baik, memiliki kesabaran ekstra pada saat proses mediasi berlangsung, karena para pihak yang berselisih kadang memiliki tingkat emosi yang tinggi sehingga sangat sering dijumpai adanya perdebatan yang sering terjadi di dalam proses mediasi yang disebabkan karena masing-masing pihak mempertahankan pendapatnya masing-masing, memiliki tingkat pemahaman yang tinggi terhadap permasalahan yang ada, menguasai permasalahan yang ada dan memiliki sikap dalam menyimpulkan masalah yang sedang dihadapinya, memiliki sikap yang netral yang tidak memihak kepada salah satu pihak yang sedang berselisih, teguh memegang prinsip untuk membela kebutuhan seluruh pihak demi mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak,memiliki kemampuan untuk memberikan saran-saran/pendapat bagi kedua belah pihak, sehingga saransaran/pendapat yang disampaikan oleh mediator tersebut bisa membujuk para pihak untuk mendamaikan para pihak guna mencapai kesepakatan. Penulis sangat berharap bahwa selain mediator mempunyai kemampuan untuk memahami persoalan yang sedang dihadapi, termasuk juga mempunyai pengetahuan-pengetahuan yang memadai terkait dengan perselisihan industrial yang dihadapi dan beberapa kemampuan lainnya, maka mediator 7

10 Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 12 tersebut juga harus mempunyai kemampuan dalam hal pemahaman terkait dengan perundangundangan yang berlaku seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maupun hal-hal yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2004 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Serta Tata Kerja Mediasi serta peraturan perundang-undangan yang lain, khususnya yang menyangkut tentang tata cara dan prosedural, serta mekanisme-mekanisme mediasi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dapat menjadi suatu mediator yang berkompeten yang dapat memberikan anjuran yang baik kepada pihak yang berselisih. Dalam pengamatan penulis masih saja terdapat kasus-kasus perselisihan hubungan industrial yang ditangani oleh mediator di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi khususnya bidang Hubungan Industrial tidak mendapatkan titik temu untuk pemecahan perselisihan hubungan industrial. Salah satu kasus yang terjadi pada tahun 2012 yang penulis teliti yang dimana merupakan perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja yang sampai pada dikeluarkan anjuran yang dimana kedua belah pihak telah diupayakan penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat yang difasilitasi oleh Mediator Hubungan Industrial Provinsi Kalimantan Timur dengan mengundang kedua belah pihak untuk mediasi akan tetapi tidak tercapai kesepakatan dikarenakan pihak perusahaan/manajemen perusahaan yang telah diberikan kuasa tidak memenuhi panggilan untuk mediasi, dan hanya mengirimkan surat penolakan tuntutan pekerja, maka Mediator Hubungan Industrial Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 dan berpedoman pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 92 Tahun 2004 sesuai tugas dan kewenangannya perlu memberikan anjuran tertulis. Setelahnya, dengan dikeluarkannya anjuran tertulis oleh mediator maka sepenuhnya hak dikembalikan kepada kedua belah pihak apakah puas dengan anjuran tersebut atau ingin mengajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Apabila kedua belah pihak setuju dengan anjuran yang dibuat oleh mediator hubungan industrial dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Tetapi dalam kasus diatas para pihak mengikuti anjuran yang 8

11 Tinjauan Yuridis Terhadap Ajuran (Frendy Sinaga) diberikan oleh mediator karena masih bersikeras dengan pendapat para pihak itu sendiri. Oleh karena itu anjuran yang dikeluarkan mediator kurang efektif pada kasus tersebut. Jika salah satu pihak tidak puas dengan apa yang dikeluarkan mediator, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Penyelesaian perselisihan tersebut dilaksanakan dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial setempat. Penutup Anjuran yang dikeluarkan oleh mediator hubungan industrial dalam penyelesaian perselisihan industrial kurang efektif. Meskipun mediator dapat menyelesaikan mediasi secara tepat waktu, mediator memiliki tingkat pemahaman yang tinggi terhadap permasalahan di bidang ketenagakerjaan, mediator mengutamakan penyelesaian dengan musyawarah untuk mufakat, serta mediator mampu memberikan saran-saran kepada para pihak, tetapi para pihak-pihak yang berselisih menginginkan agar kepentingan dan hak-hak dari masing-masing pihak tercapai sehingga sulit untuk mencapai kesepakatan yang disebabkan karena masing-masing pihak bersikeras untuk mempertahankan pendapatnya. Upaya hukum yang dapat ditempuh apabila salah satu pihak atau para pihak menolak anjuran tertulis mediator, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Adapun saran terhadap permasalahan diatas adalah Anjuran yang dikeluarkan oleh mediator hubungan industrial seharusnya diterima oleh para pihak yang berselisih karena mediator hubungan industrial memahami permasalahan dibidang ketenagakerjaan agar perselisihan yang terjadi tidak menimbulkan dampak antara pihak perusahaan dan pekerja/buruh seperti perselisihan PHK, perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan, sehingga keberlangsungan produktivitas dapat berjalan lancar. Penyelesaian yang dilanjutkan di Pengadilan Hubungan Industrial diharapkan mempunyai kepastian hukum diantara para pihak yang berselisih mengenai perselisihan hubungan industrial sehingga dapat dibuatkan Perjanjian Bersama yang nantinya akan dilaksanakan oleh para pihak yang berselisih. 9

12 Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 12 Daftar Pustaka Amiruddin & Asikin, Zainal, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Dirdjosisworo, Soedjono, 1983, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali, Jakarta. Husni, Lalu, 2004, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan di Luar Pengadilan, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Khakim, Abdul, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-undang Nomor13 Tahun 2003, Citra Aditya Bakti, Bandung. Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Pitoyo Whimbo, 2010, Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan, Visimedia, Jakarta. Sembiring, Jimmy Joses, 2011, Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan, Visimedia, Jakarta. Simanjuntak, Payaman, 2003, Manajemen Hubungan Industrial, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia : Panduan bagi Pengusaha. Pekerja, dan Calon Pekerja, Pustaka Yustisia, Yogyakarta. Soejono & Abdurrahman, 1999, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Soekanto, Soerjono, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta. Soetantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek cet.8, CV. Mandar Maju, Jakarta. Soepomo, 1967, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnjaparamita, Jakarta. Sutedi, Adrian, 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta. Syahrini, Riduan, 1994, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum cetakan 1, Sinar Grafika, Jakarta. Umam, Khotibul, 2010, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta. Wahab, Agus, Asikin, Zainal, Husni, Lalu, Asyhadie, Zaeni, 1993, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, cet.5, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Wijayanti, Asri, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Undang-undang Dasar 1945 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2004 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator serta Tata Kerja Mediasi 10

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

Kata Kunci : Optimalisasi, Mediasi, Penyelesaian Hubungan Industrial. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Kata Kunci : Optimalisasi, Mediasi, Penyelesaian Hubungan Industrial. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Optimalisasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Mediasi Ditinjau dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2004 tentang Pengangkatan dan

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Mengingat : MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR; KEP.92/MEN /VI/2004 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

KEPMEN NO. 92 TH 2004

KEPMEN NO. 92 TH 2004 KEPMEN NO. 92 TH 2004 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR; KEP.92/MEN /VI/2004 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2004 1 Oleh: Sigit Risfanditama Amin 2 ABSTRAK Hakikat hukum ketenagakerjaan adalah perlindungan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi antara Serikat Pekerja dengan PT Andalan Fluid di Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi Kota Bogor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014 PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh : Moh. Iswanto Sumaga 2 A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimanakah bentukbentuk sengketa setelah

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA SEMARANG Andry Sugiantari*, Solechan., Suhartoyo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon UPAYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA BIPARTIT, MEDIASI DAN KONSILIASI, SEBUAH KAJIAN YURIDIS Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon ABSTRAK Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : I Gusti Ngurah Adhi Pramudia Nyoman A Martana I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 1 Oleh: Meifi Meilani Paparang 2 Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja Di dalam hukum perburuhan dan ketenagakerjaan terdapat beberapa istilah yang beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1435, 2014 KEMENAKERTRANS. Mediator. Mediasi. Pengangkatan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN Pendahuluan Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015 PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 1 Oleh: Anjel Ria Meiliva Kanter 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), yakni makhluk yang tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK HUKUM TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TENAGA KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh: Novalita Eka Christy Pihang 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini

Lebih terperinci

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan Kelelung Bukit Fakultas Hukum Program Studi Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Sejalan dengan

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER -10/MEN/V/2005 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KONSILIATOR SERTA TATA KERJA KONSILIASI MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak

Lebih terperinci

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengertian Peran Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada kedudukan-kedudukan tertentu dalam masyarakat, kedudukan dimana dapat dimiliki

Lebih terperinci

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL A. Bipartit Sebagai Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Vykel H. Tering 2 A B S T R A K Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, pengumpulan bahan hukum dilakukan

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasioal karena

Lebih terperinci

Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus

Lebih terperinci

Suwardjo,SH., M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Suwardjo,SH., M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA Oleh : Suwardjo,SH., M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta ABSTRAKSI Hubungan Industrial Pancasila adalah sistem hubungan antara

Lebih terperinci

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial Di Kota Pematangsiantar Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik Hubungan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI Krista Yitawati 1) 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstrak Mediasi dalam hubungan industrial merupakan bagian dari alternatif

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015

Lebih terperinci

Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit

Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit Dr. Sri Rahayu, SH, MM Widyaiswara Madya Badan Diklat Kementerian Tenaga Kerja Abstrak: (Diterima 13 November

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Pendahuluan PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Sebagai seorang mahasiswa yang bercita-cita menjadi advokat maka ketika ada sebuah permasalahan di bidang hukum

Lebih terperinci

SILABUS. A. Identitas Mata Kuliah. 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi

SILABUS. A. Identitas Mata Kuliah. 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi SILABUS A. Identitas Mata Kuliah 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi 3. Kode Mata kuliah : 4. Jumlah SKS : 2 B. Deskripsi Mata Kuliah Perselisihan

Lebih terperinci

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum 1 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PPHI) Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. 1 Perlindungan terhadap tenaga

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. 1 Perlindungan terhadap tenaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan perlu dilakukan upaya

Lebih terperinci

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Masih ingatkah Anda dengan peristiwa mogok kerja nasional tahun 2012 silam? Aksi tersebut merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TENGAH, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan semangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja merupakan aset utama dalam sebuah perusahaan karena tanpa adanya pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam menghasilkan barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang berkembang. Oleh karena itu, pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf Abstrak Perselisihan hubungan industrial yang terjadi setiap hari buruh nasional tanggal 1Mei setiap tahun,selalu diperingati

Lebih terperinci

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA PADANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tenaga kerja dari tahun ke tahun menarik perhatian banyak pihak. Permasalahan tenaga kerja yang menimbulkan konflik-konflik pada buruh, seperti

Lebih terperinci

Perselisihan Hubungan Industrial

Perselisihan Hubungan Industrial Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 angka 22 UU Ketenagakerjaan: Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat

Lebih terperinci

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan hubungan kerja tetapi juga termasuk seorang yang akan mencari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat manusia mampu menjalani kehidupannya. Contoh kecil yaitu manusia tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. membuat manusia mampu menjalani kehidupannya. Contoh kecil yaitu manusia tidak bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dikenal dengan makhluk sosial, karena manusia tidak bisa hidup sendiri yang artinya manusia membutuhkan sesama manusia dalam hal kebutuhan hidupnya.

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Dr. Abdul Rachmad Budiono, S.H., M.H. A. Pendahuluan

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Dr. Abdul Rachmad Budiono, S.H., M.H. A. Pendahuluan PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Dr. Abdul Rachmad Budiono, S.H., M.H. A. Pendahuluan Istilah hubungan industrial terdapat dalam tiga undang-undang, yaitu (1) Undang-undang Nomor 25

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang 11 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga membutuhkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyerap tenaga

Lebih terperinci

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang Yang Terkait Dengan Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial

BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial 15 BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial Pancasila Berdasarkan Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No.13 Tahun 2003

Lebih terperinci

Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep hubungan industrial tidak bisa lepas dari unsur pengusaha dan pekerja, dimana pengusaha

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2. PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

ABSTRACT. * Tulisan ini bukan merupakan ringkasan skripsi **

ABSTRACT. * Tulisan ini bukan merupakan ringkasan skripsi ** PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA KONTRAK DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA MASA KONTRAK * Oleh: Komang Dendi Tri Karinda ** Suatra Putrawan*** Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh :

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh : 59 PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh : I Nyoman Jaya Kesuma, S.H. Panitera Muda Pengadilan Hubungan Industrial Denpasar Abstract Salary are basic rights

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan 2.1.1. Pengertian Ketenagakerjaan Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang Ketenagakerjaan menyatakan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa hal ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebuah deklarasi bahwa negara ini berdiri dan berjalan berdasar pada ketentuan hukum. Pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut sekaligus

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN MEDIATOR HUBUNGAN

Lebih terperinci

SERI 1 KEPASTIAN HUKUM SERI 2 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

SERI 1 KEPASTIAN HUKUM SERI 2 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SERI PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SERI 1 KEPASTIAN HUKUM SERI 2 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Muzni Tambusai DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah usaha yang menghasilkan barang dan jasa tidak terlepas antara perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya tujuan yang diinginkan perusaahaan.

Lebih terperinci

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone No.421, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Sengketa Lingkungan Hidup. Penyelesaian. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

Oleh Anak Agung Lita Cintya Dewi I Made Dedy Priyanto Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh Anak Agung Lita Cintya Dewi I Made Dedy Priyanto Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana UPAYA HUKUM BAGI PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA AKIBAT TIDAK DIPENUHI HAK-HAK NYA OLEH PERUSAHAAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN

Lebih terperinci

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok. PENGANTAR Pembahasan MSDM yang lebih menekankan pada unsur manusia sebagai individu tidaklah cukup tanpa dilengkapi pembahasan manusia sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan

Lebih terperinci

Rina Fernanda Handayani Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Rina Fernanda Handayani Fakultas Hukum Universitas Mulawarman TANGGUNG JAWAB PT. SAGATRADE MURNI KOTA SAMARINDA TERHADAP TENAGA KERJA YANG MENGALAMI KECELAKAAN KERJA (Studi Kasus Kecelakaan Kerja Atas Nama Nurrohim Karyawan PT. Sagatrade Murni) Rina Fernanda Handayani

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2099, 2014 KEMENAKER. Peraturan Perusahaan. Pembuatan dan Pendaftaran. Perjanjian Kerja Sama. Pembuatan dan Pengesahan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN ALIH DAYA (OUTSOURCING) ANTARA PDAM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Hubungan Industrial 2.1.1 Pengertian dan fungsi hubungan industrial Istilah hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan

BAB I PENDAHULUAN. unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengupahan merupakan masalah yang sangat krusial dalam bidang ketenagakerjaan bahkan apabila tidak profesional dalam menangani tidak jarang akan menjadi potensi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/I/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/I/2005 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/I/2005 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN, PENGUJIAN, PEMBERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG MENTERI KETENAGAKERJAAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PUBLIKDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hakikat manusia adalah menggerakkan hidup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat terjadi apabila manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peran Dinas Tenaga Kerja Dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peran Dinas Tenaga Kerja Dan 1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peran Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi

Lebih terperinci

Tiga perundang-undangan ketenagakerjaan yang diundangkan dalam

Tiga perundang-undangan ketenagakerjaan yang diundangkan dalam PRAKATA Tiga perundang-undangan ketenagakerjaan yang diundangkan dalam masa program reformasi yang dimulai di tahun 1998 adalah UU No.21 Tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja/Serikat Buruh, UU No.13 Tahun

Lebih terperinci