SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Buku Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia Edisi II

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Buku Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia Edisi II"

Transkripsi

1

2 SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Buku Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia Edisi II Assalamu alaikum Wr. Wb. Investasi merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam suksesnya pembangunan dan pemerataan ekonomi, terlebih dalam menghadapi perkembangan ekonomi global. Sejalan dengan perkembangan tersebut, untuk menarik minat para investor menanamkan modal di Indonesia, pemerintah berupaya untuk mengambil langkah-langkah kebijakan dalam menciptakan, menjaga, dan meningkatkan iklim investasi atau pro-investasi, di antaranya dengan memberikan kemudahan perizinan, kepastian hukum, kelengkapan infrastruktur, serta kebijakan fiskal. Dalam bidang kebijakan fiskal, berbagai negara termasuk Indonesia kini tengah berupaya untuk menciptakan sistem perpajakan yang tidak hanya memberikan kemudahan (simplified tax system), tetapi juga menyediakan fasilitas maupun tarif pajak yang kompetitif bagi investor. Salah satu langkah nyata pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak adalah menyusun dan menetapkan berbagai kebijakan perpajakan yang memberikan kemudahan yang dapat dinikmati berupa fasilitas dan insentif Pajak Penghasilan yang tertuang dalam Undang- Undang perpajakan beserta aturan pelaksanaannya. Penyediaan fasilitas dan insentif Pajak Penghasilan diharapkan dapat meningkatkan animo dan minat investor sehingga berdampak positif terhadap kenaikan tingkat investasi, yang tentunya akan memberikan berbagai efek multiplier terhadap perekonomian nasional, serta lebih lanjut dapat berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan internasional dalam menjalin kerja sama ekonomi yang lebih kuat. Kondisi ini akan menjadi faktor pendukung yang sangat berharga karena pada dasarnya Indonesia telah memiliki modal dasar dalam pengembangan investasi, yaitu comparative advantage berupa melimpahnya sumber daya alam yang tersedia serta competitive advantage berupa tersedianya sumber daya manusia yang tidak hanya besar dari segi kuantitas, namun memiliki kualitas dan skill yang dapat diandalkan. Buku yang telah terbit dan kini berada di tangan Anda ini merupakan penyempurnaan dari edisi sebelumnya. Salah satunya i

3 adalah ditambahkannya peraturan mengenai penyederhanaan penghitungan PPh atas penghasilan usaha dengan peredaran bruto tertentu serta pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Dengan penyempurnaan tersebut, buku ini diharapkan dapat menjadi panduan yang lengkap sekaligus memberikan bantuan dan kemudahan bagi petugas pajak dalam menjalankan tugasnya maupun Wajib Pajak, khususnya bagi para investor dan calon investor sebagai wujud komitmen dari Direktorat Jenderal Pajak dalam mendukung stabilitas dan pertumbuhan investasi di Indonesia. Sebagai penutup, saya panjatkan puji syukur atas kemudahan yang diberikan oleh Tuhan YME serta ucapan terima kasih dan apresiasi yang mendalam dan tulus kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Semoga Tuhan YME senantiasa menguatkan semangat dan kebersamaan kita dalam berkarya untuk membangun perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Wassalamualaikum Wr Wb. Jakarta, Direktur Jenderal Pajak A. Fuad Rahmany NIP ii

4 KATA PENGANTAR DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN II Buku Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia Edisi II Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala karunia dan kemudahan yang diberikannya dalam proses penyusunan hingga penyelesaian Buku Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia Edisi Kedua. Sejalan dengan perkembangan aktivitas ekonomi dan dunia usaha, ketentuan dalam pemberian insentif dan fasilitas dalam Pajak Penghasilan senantiasa diperbarui namun tetap mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap mengedepankan prinsip perlakuan yang sama terhadap Wajib Pajak. Upaya ini dimaksudkan untuk menciptakan harmonisasi dan sinergi antara peraturan perpajakan dengan perkembangan implementasi dalam dunia usaha. Buku Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia Edisi Kedua ini, selain memuat pembaruan atas kebijakan-kebijakan fiskal yang telah ada dalam edisi pertama, juga berisi beberapa kebijakan fiskal terbaru mengenai fasilitas dan insentif di bidang PPh, seperti penyederhanaan penghitungan PPh atas penghasilan usaha dengan peredaran bruto tertentu, pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Dalam usaha penyempurnaan informasi mengenai ketentuan dalam fasilitas Pajak Penghasilan, buku ini-yang merupakan penyempurnaan dari buku sebelumnya-tetap dirancang dalam format penyajian yang sederhana, komunikatif dan mudah dipahami tanpa mengurangi substansi informasi sehingga diharapkan dapat menjadi panduan yang lebih lengkap dan sistematis kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak dalam menjalankan tugas dan fungsinya, maupun sebagai referensi bagi wajib pajak, khususnya para investor yang hendak berinvestasi di Indonesia dengan segala kemudahannya. Terakhir, saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan buku ini, khususnya Direktur Jenderal Pajak yang berkenan memberikan sekapur sirih serta usaha rekan-rekan di Direktorat Peraturan Perpajakan II, khususnya Subdirektorat PPh iii

5 Badan dalam menyusun dan menyelesaikan buku ini. Semoga segala usaha dan kerja keras yang telah dilakukan dapat memberikan kontribusi yang optimal untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Jakarta, Direktur Peraturan Perpajakan II P. M. John L. Hutagaol NIP iv

6 SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Buku Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia Edisi I Assalamu alaikum Wr. Wb. Banyak cara yang ditempuh suatu negara dalam menarik investasi sebagai salah satu penggiat roda ekonomi. Kemudahan perizinan, kepastian hukum, ketersediaan infrastruktur, dan kebijakan fiskal sering menjadi faktor pertimbangan para investor sebelum memutuskan investasi yang akan dilakukan. Kebijakan fiskal yang ditransformasikan dalam seperangkat peraturan perpajakan yang pro-investasi dapat menjadi salah satu medium penarik investor. Hal ini disebabkan penarikan pajak yang tinggi dan eksesif dapat mengurangi kemampuan ekonomis investor bahkan membuat investor mencari alternatif negara lain untuk berinvestasi, sehingga tidak memberikan efek multiplier bagi perekonomian nasional. Berkenaan dengan hal tersebut, Indonesia, seperti layaknya negara lain, terus berusaha menjadikan tarif perpajakannya kian menarik dan kompetitif. Hal ini telah diwujudkan salah satunya melalui penurunan tarif Pajak Penghasilan Badan menjadi 25% dari sebelumnya 28% sebagaimana yang diamanatkan Pasal 17 ayat (2a) Undang-Undang PPh No 36 Tahun Selain penurunan tarif pajak dalam ketentuan UU PPh, Indonesia juga menawarkan berbagai fasilitas perpajakan antara lain penurunan tarif bagi perusahaan terbuka, tax holiday, investment allowance, dan fasilitas lainnya yang tersebar dalam Undang Undang PPh maupun aturan pelaksanaannya. Dengan berbagai paket fasilitas dan insentif perpajakan yang ditawarkan, diharapkan geliat investasi di tanah air akan semakin semarak. Hal ini juga mengingat berbagai fakta menggembirakan seperti peningkatan credit rating Indonesia, performa bursa saham yang cemerlang, serta Indonesia menjadi satu dari sedikit negara yang pertumbuhan ekonominya tetap positif di tengah krisis ekonomi dunia v

7 Terlepas dari berbagai fasilitas perpajakan dan kinerja yang diraih Indonesia, karakteristik Indonesia yang unik turut menawarkan berbagai advantage bagi dunia investasi dan keberlangsungannya. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, diapit oleh dua benua, serta dianugerahi kekayaan sumber daya alam yang melimpah, menawarkan comparative advantage tersendiri. Potensi gas alam, panas bumi, dan sumber energi terbarukan lainnya, serta perikanan, dan pariwisata, merupakan sedikit dari banyak sektor yang dapat dipilih oleh calon investor. Dari segi competitive advantage, Indonesia, sebuah negara berpenduduk 240 juta jiwa dengan pertumbuhan kelas menengah yang signifikan, merupakan pasar yang sangat menjanjikan. Kondisi sosio-demografis tersebut juga menawarkan ketersediaan professional labour maupun skilled labour yang andal dan berkesinambungan bagi investasi pada industri manufaktur maupun berbasis high-technology. Kini, buku di tangan Anda berusaha menyediakan informasi mengenai berbagai insentif dan fasilitas di bidang Pajak Penghasilan di Indonesia, yang diharapkan dapat membantu Wajib Pajak, khususnya Anda para investor dan calon investor yang hendak berinvestasi di Indonesia dengan segala keuntungannya. Pada akhirnya, terima kasih dan penghargaan yang tulus saya sampaikan kepada semua pihak yang berkontribusi dalam penyusunan buku ini, serta agar tetap bersemangat dan melanjutkan kerja kerasnya dalam berkarya untuk Republik Indonesia yang kita cintai. Kepada Anda para Wajib Pajak dan Investor, saya ucapkan terima kasih telah turut membangun bangsa dan selamat berinvestasi di Indonesia. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat-nya kepada kita semua. Jakarta, Februari 2012 Direktur Jenderal Pajak A. Fuad Rahmany NIP vi

8 KATA PENGANTAR DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN II Buku Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia Edisi I Insentif dan fasilitas perpajakan merupakan satu dari banyak upaya yang ditawarkan banyak negara untuk menarik minat investor terutama investasi yang memiliki efek multiplier yang signifikan bagi perekonomian nasional. Investasi diharapkan dapat membawa teknologi baru, menggerakkan sektor yang belum terolah secara maksimal ataupun sektor dan daerah tertentu yang menjadi prioritas nasional, membuka lapangan pekerjaan, dan pada akhirnya turut menambah kontribusi dalam meningkatkan pendapatan nasional dan kemandirian bangsa. Insentif dan fasilitas seharusnya bersifat dinamis mengikuti perkembangan ekonomi nasional, regional, maupun pengaruh dari perekonomian global. Salah satu prinsip yang harus selalu dianut dalam formulasi dan penerapan fasilitas dan insentif perpajakan adalah perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang hakikatnya sama serta harus mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian, selama ini harus diakui banyak investor yang belum mengetahui berbagai fasilitas dan investasi perpajakan di tanah air, mengingat peraturan terkait insentif dan fasilitas perpajakan bersifat dinamis dan terus berkembang. Untuk itu, buku yang ada dihadapan Saudara hadir sebagai salah satu langkah dari usaha sinergis dan komprehensif Direktorat Jenderal Pajak di dalam mengajak Wajib Pajak, investor, dan calon investor agar dapat memahami dan pada akhirnya memanfaatkan fasilitas dan insentif yang ada. Buku ini juga dibuat dalam versi bahasa Inggris agar para calon investor dari berbagai negara dapat mengetahui berbagai insentif dan fasilitas pajak penghasilan di Indonesia yang sangat atraktif dan kompetitif, sehingga diharapkan Indonesia menjadi salah satu negara tujuan utama para investor global. vii

9 Format buku ini dirancang secara sederhana, tanpa mengurangi substansi informasi yang diperlukan dan diharapkan dapat menjadi referensi yang mudah dipahami tentang berbagai fasilitas dan insentif yang telah diformulasikan. Setiap bentuk insentif dan fasilitas yang disajikan dalam buku ini menginformasikan latar belakang, bentuk insentif dan fasilitas, persyaratan bagi Wajib Pajak yang berhak memanfaatkan, serta prosedur untuk memanfaatkan insentif dan fasilitas pajak penghasilan. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih pada jajaran Direktorat Jenderal Pajak, khususnya Direktur Jenderal Pajak yang telah berkenan memberi sepatah kata pada buku ini dan juga penghargaan yang tulus bagi rekan-rekan di Direktorat Peraturan Perpajakan II, khususnya Subdirektorat Peraturan PPh Badan yang telah merealisasikan buku ini menjadi sebuah panduan sederhana yang kiranya dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait. Semoga upaya yang telah dilakukan ini dapat memberi kontribusi dalam membawa Indonesia yang lebih baik. Jakarta, Februari 2012 Direktur Peraturan Perpajakan II A. Sjarifuddin Alsah NIP viii

10 DAFTAR ISI NO. J U D U L HALAMAN Sambutan Direktur Jenderal Pajak Edisi II Kata Pengantar Direktur Peraturan Perpajakan II Edisi II Sambutan Direktur Jenderal Pajak Edisi I Kata Pengantar Direktur Peraturan Perpajakan II Edisi I Daftar isi i iii v vii ix A. PAJAK PENGHASILAN A-1 Tax Holiday untuk Industri Pionir 1 A-2 Investment Allowance untuk Penanaman Modal Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu 5 A-3 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 9 A-4 A-5 Fasilitas untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Penyederhanaan Penghitungan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Usaha dengan Peredaran Bruto Tertentu A-6 Penurunan Tarif PPh bagi Perseroan Terbuka 15 A-7 Pengurangan 50% Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan 17 A-8 A-9 A-10 A-11 Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Berjalan Pengurangan PPh Pasal 25 dan/atau Penundaan Pembayaran PPh Pasal 29 Bagi Wajib Pajak Industri Tertentu Bantuan, Sumbangan, dan Hibah yang Dikecualikan sebagai Objek PPh Bantuan/Santunan yang Dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dikecualikan dari Objek PPh ix

11 A-12 A-13 Zakat & Sumbangan Wajib Keagamaan Dikecualikan dari Objek PPh Sisa Lebih Badan/Lembaga Nirlaba yang Dikecualikan dari Objek PPh A-14 Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek PPh 32 A-15 A-16 Penghasilan Tertentu Dana Pensiun yang Dikecualikan dari Objek PPh Keuntungan karena Pembebasan Utang Debitur Kecil Dikecualikan dari Objek Pajak A-17 Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dibebankan sebagai Biaya A-18 Penghapusan Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto A-19 Zakat dan Sumbangan Wajib Keagamaan Lainnya sebagai Pengurang Penghasilan Bruto A-20 Sumbangan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto A-21 Pemberian Natura bagi Pegawai yang Dapat Dibebankan sebagai Biaya A-22 Biaya Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan yang Boleh Dibebankan sebagai Biaya A-23 Fasilitas dalam Rangka Merger atau Pemekaran Usaha A-24 Fasilitas PPh atas Revaluasi Aktiva Tetap dan Angsuran Pembayarannya A-25 Penangguhan Saat Mulai Penyusutan untuk Biaya Perolehan Harta Berwujud Bidang Usaha Tertentu A-26 Fasilitas PPh Berupa Saat Pengakuan Penghasilan dari Pengalihan Harta/Agunan berupa Tanah dan/atau Bangunan bagi Wajib Pajak Tertentu A-27 Fasilitas PPh atas Penghasilan Bunga Kredit Non-Performing oleh Bank A-28 Fasilitas PPh Terkait Saat Pengakuan Penghasilan 63 x

12 Berupa Keuntungan karena Pembebasan Utang yang Diperoleh Debitur Tertentu A-29 Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek PPh A-30 Fasilitas PPh Ditanggung Pemerintah atas Hibah dan Pinjaman Luar Negeri A-31 Fasilitas PPh atas Sumbangan Bencana Alam Provinsi NAD dan Sumut A-32 Fasilitas PPh untuk Percepatan Penanganan Bencana Alam di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara A-33 Fasilitas PPh atas Bantuan Bencana Alam Gempa Bumi di Provinsi DIY dan Sebagian Provinsi Jawa Tengah serta Gempa Bumi dan Tsunami di Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa A-34 WP Tertentu Tidak Wajib Lapor SPT 77 A-35 Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 79 B. PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (ORANG PRIBADI) B-1 PPh Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintah bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota ABRI, dan Para Pensiunan B-2 Pengenaan PPh Pasal 21 dengan Tarif yang Lebih Rendah dan Bersifat Final B-3 PPh Pasal 21 Pegawai Harian, Mingguan, dan Pegawai Tidak Tetap Lainnya B-4 Kantor Perwakilan Negara Asing dan Organisasi Internasional yang Tidak Berkewajiban Memotong PPh Pasal 21/ C. PAJAK PENGHASILAN PASAL 22/23/26 C-1 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 atas Impor dan Kegiatan Lain C-2 Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 26 ayat (4) (Branch Profit Tax) xi

13 C-3 Pengecualian Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia C-4 Pengecualian dari Pemotongan PPh Final atas Bunga Obligasi C-5 Pengecualian dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh oleh Pihak Lain C-6 Pengecualian dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu DAFTAR SINGKATAN 107 DAFTAR PERATURAN 107 A. UNDANG-UNDANG (UU) 107 B. KEPUTUSAN PRESIDEN (KEPPRES) 107 C. PERATURAN PEMERINTAH (PP) 109 D. KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN (KMK)/PERATURAN MENTERI KEUANGAN (PMK) 111 E. KEPUTUSAN/PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK 114 F. SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK (SE) 116 xii

14 A-1. Tax Holiday untuk Industri Pionir Penanaman modal mempunyai peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan serta meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional. Untuk mendorong investasi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melalui kebijakan fiskalnya memberikan fasilitas di bidang perpajakan berupa tax holiday bagi industri pionir yang diberikan lebih promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan oleh negara lain. Yang Berhak Wajib Pajak (WP) badan baru atau yang berdiri paling lama 12 bulan sebelum 15 Agustus 2011, dengan syarat: a. merupakan industri pionir, yaitu Industri logam dasar, pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam, permesinan, sumberdaya terbarukan, dan/atau peralatan komunikasi; b. investasi minimal Rp1 Triliun; c. menempatkan dana di perbankan Indonesia minimal 10% dari total rencana investasi. Dengan mempertimbangkan kepentingan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas untuk industri pionir lainnya 1

15 Bentuk Fasilitas - Pembebasan PPh Badan (tax holiday) 5 s.d 10 Tahun, sejak dimulainya produksi komersial. - Pengurangan PPh Badan 50% selama 2 tahun setelah periode tax holiday. - Dengan mempertimbangkan kepentingan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas dengan jangka waktu lebih panjang. Prosedur - Permohonan WP kepada Menteri Perindustrian atau Kepala BKPM untuk dilakukan penelitian mengenai: a. ketersediaan infrastruktur di lokasi investasi; b. penyerapan tenaga kerja domestik; c. pemenuhan kriteria industri pionir; d. rencana tahapan alih teknologi; e. ketentuan tax sparing di negara domisili. - Berdasarkan penelitian tersebut, permohonan WP akan diteruskan kepada Menteri Keuangan. - Apabila disetujui, Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas akan diterbitkan. 2

16 Kewajiban WP - WP wajib menyampaikan Laporan berkala kepada DJP dan Komite Verifikasi mengenai: a. penggunaan dana triwulanan dilampiri rekening koran; dan b. realisasi penanaman modal triwulanan (tidak wajib audit) dan laporan tahunan yang diaudit. Pemanfaatan - WP dapat memanfaatkan tax holiday apabila: a. seluruh penanaman modal telah direalisasikan; dan b. telah berproduksi secara komersial (SMB). Untuk penetapan SMB, WP mengajukan permohonan ke Dirjen Pajak, dengan melampirkan: a. fotokopi akta pendirian; b. fotokopi keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas tax holiday; c. laporan keuangan 3 tahun terakhir yang telah diaudit; d. surat kuasa khusus dalam hal permohonan disampaikan oleh kuasa Wajib Pajak; dan e. dokumen terkait transaksi penjualan hasil produksi minimal terdiri dari faktur penjualan, faktur pajak, dan bukti pengiriman barang. 3

17 Referensi - PP 94/ PMK-130/PMK.011/ PER-44/PJ/ PER-45/PJ/2011 4

18 A-2. Investment Allowance untuk Penanaman Modal Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu Dalam rangka lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung guna mendorong pertumbuhan ekonomi, serta untuk pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan, perlu diberikan insentif PPh bagi WP yang melakukan kegiatan usaha di bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu. Yang Berhak - WP badan berbentuk PT atau koperasi yang melakukan penanaman modal pada: a. 52 bidang usaha pada Lampiran I atau; b. 77 bidang usaha di daerah tertentu pada Lampiran II dalam PP 52/ WP sebagaimana dimaksud di atas termasuk WP yang telah memiliki izin penanaman modal sebelum berlakunya PP Nomor 52 Tahun 2011, dengan syarat: a. rencana penanaman modal minimal Rp1 Triliun; dan b. belum beroperasi secara komersial pada saat PP 52/2011 berlaku. 5

19 Bentuk Fasilitas - Investment allowance 30% dari jumlah Penanaman Modal yang dibebankan selama 6 tahun, masing-masing sebesar 5%; - Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; - Tarif PPh 10% atas dividen kepada Subjek Pajak Luar Negeri, atau tarif yang lebih rendah menurut P3B; dan - Kompensasi kerugian 5 s.d 10 tahun dengan ketentuan: a. penanaman modal di kawasan industri dan kawasan berikat; b. tenaga kerja Indonesia minimal 500 orang selama 5 tahun berturut-turut; c. pengeluaran infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha minimal Rp10 miliar; d. biaya litbang di dalam negeri untuk pengembangan atau efisiensi produk minimal 5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun; dan/atau e. menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri minimal 70% sejak tahun ke-4. 6

20 Prosedur - Permohonan WP harus disampaikan kepada Kepala BKPM, untuk kemudian diusulkan kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Pajak dengan melampirkan: a. fotokopi NPWP; b. fotokopi surat permohonan WP kepada Kepala BKPM; c. Izin penanaman modal atau izin perluasan penanaman modal yang diterbitkan oleh Kepala BKPM atau instansi lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. rincian jenis dan nilai Penanaman Modal; dan e. khusus bagi WP yang memiliki Izin Prinsip (Baru/Perluasan) sebelum PP 52 Tahun 2011 berlaku serta memiliki rencana penanaman modal lebih dari Rp 1 triliun, harus melampirkan surat keterangan belum beroperasi secara komersial yang diterbitkan oleh Kepala BKPM. - Usulan yang diterima oleh Dirjen Pajak akan diteliti untuk kemudian diterbitkan keputusan pemberian/penolakan dalam waktu selambatnya 10 hari kerja setelah usulan diterima. Pemanfaatan Fasilitas dapat dimanfaatkan setelah WP merealisasikan rencana penanaman modal minimal 80%, kecuali bagi WP yang telah mendapat fasilitas berdasarkan PP 1/2007 atau PP 62/2008 7

21 Referensi - Pasal 31A UU PPh - PP 1/2007 s.t.d.t.d. PP 52/ PMK-16/PMK.03/2007 s.t.d.d PMK-144/PMK.011/ PER-67/PJ./2007 s.t.d.d PER-41/PJ./ SE-16/PJ/2007 8

22 A-3. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Dalam rangka mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional, perlu diberikan insentif pajak guna mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Yang Berhak WP yang melakukan kegiatan di Kawasan Ekonomi Khusus Bentuk Fasilitas - Fasilitas Pajak Penghasilan; - Tambahan fasilitas PPh dapat diberikan sesuai karakteristik Zona; - Impor barang ke KEK dapat diberikan fasilitas berupa tidak dipungut PPh impor. Referensi - UU No. 39 Tahun PP 2/ PP 26/ PP 29/2012 9

23 A-4. Fasilitas untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Dengan semakin berkurangnya cadangan energi yang berasal dari fosil, maka diperlukan inovasi penggunaan energi terbarukan untuk menjamin tersedianya pasokan energi yang berkelanjutan. Indonesia sangat berpotensi untuk memanfaatkan energi terbarukan seperti panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. Oleh karena itu, insentif PPh diperlukan untuk mendukung pemanfaatan sumber energi terbarukan yang memerlukan investasi yang sarat teknologi serta memiliki risiko yang tinggi. Yang Berhak WP yang melakukan kegiatan pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan 10

24 Bentuk Fasilitas - Investment allowance 30% dari jumlah Penanaman Modal, selama 6 tahun. - penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; - tarif PPh 10% atas dividen kepada subjek pajak luar negeri, atau tarif yang lebih rendah menurut P3B; dan - kompensasi kerugian 5 s.d 10 tahun dengan ketentuan: a. tambahan 1 tahun: penanaman modal di kawasan industri dan kawasan berikat; b. tambahan 1 tahun: tenaga kerja Indonesia minimal 500 orang selama 5 tahun berturut-turut; c. tambahan 1 tahun: pengeluaran infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha minimal Rp10 Miliar; d. tambahan 1 tahun: biaya litbang di dalam negeri untuk pengembangan atau efisiensi produk minimal 5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun; dan/atau e. tambahan 1 tahun: menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri minimal 70% sejak tahun ke-4. - Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor atas impor barang berupa mesin dan peralatan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang. 11

25 Prosedur - Permohonan WP harus disampaikan kepada Kepala BKPM, untuk kemudian diusulkan kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Pajak dengan melampirkan: a. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); b. izin prinsip penanaman modal baru atau perluasan, termasuk rinciannya. - Usulan yang diterima oleh Dirjen Pajak akan diteliti untuk kemudian diterbitkan keputusan mengenai pemberian/penolakan dalam waktu selambatnya 10 hari kerja setelah usulan diterima. - Fasilitas investment allowance dapat dimanfaatkan setelah WP merealisasikan rencana penanaman modal minimal 80%, kecuali bagi WP yang telah mendapat fasilitas berdasarkan PP 1/2007 atau PP 62/ Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor dimanfaatkan secara otomatis tanpa menggunakan Surat Keterangan Bebas (SKB). Referensi PMK-21/PMK.011/

26 A-5. Kemudahan Penghitungan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Usaha dengan Peredaran Bruto Tertentu Dalam rangka memberikan kemudahan bagi WP untuk melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan PPh-nya, serta dengan mempertimbangkan perlunya kesederhanaan dalam pemungutan pajak, maka bagi WP yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu diberikan cara pengitungan PPh yang lebih sederhana, yaitu PPh bersifat final sebesar 1% yang dihitung dari peredaran usaha. Yang Berhak - WP OP atau badan tidak termasuk bentuk usaha tetap (BUT); - menerima penghasilan dari usaha (bagi WP OP tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas; - memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8M dalam 1 Tahun Pajak; - tidak termasuk WP OP yang dalam usahanya: a. menggunakan sarana/prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap/tidak menetap; dan b. menggunakan sebagian/seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. - tidak termasuk WP badan yang: a. belum beroperasi secara komersial; atau b. dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial, memperoleh peredaran bruto lebih dari Rp4,8M. 13

27 Bentuk Fasilitas Penyederhanaan penghitungan PPh atas penghasilan usaha, yaitu dengan dikenakan PPh bersifat final sebesar 1% dihitung dari peredaran usaha. Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) UU PPh - PP 46/ PMK-107/PMK.011/

28 A-6. Penurunan Tarif PPh bagi Perseroan Terbuka Dalam rangka meningkatkan peranan pasar modal sebagai sumber pembiayaan dunia usaha dan untuk mendorong peningkatan jumlah perseroan terbuka serta peningkatan kepemilikan publik pada perseroaan terbuka, diperlukan fasilitas PPh bagi WP badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka. Yang Berhak WP badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka, dengan syarat: a. Minimal 40% dari keseluruhan saham disetor dan diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; b. Saham tersebut dimiliki paling sedikit oleh 300 pihak; c. Masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang disetor; dan d. Ketentuan tersebut harus dipenuhi dalam waktu minimal 6 bulan dalam jangka waktu 1 tahun pajak. Bentuk Fasilitas Penurunan tarif PPh sebesar 5% lebih rendah dari tarif tertinggi PPh WP badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh. 15

29 Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh WP badan, yaitu dengan: a. Melampirkan surat keterangan dari Biro Administrasi Efek berupa formulir X.H.1-6 sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor X.H.1 untuk setiap tahun pajak terkait; b. Mencantumkan nama WP, NPWP, Tahun Pajak, serta menyatakan bahwa ketentuan tersebut dipenuhi dalam waktu paling singkat 6 bulan dalam jangka waktu 1 tahun pajak. Referensi - Pasal 17 ayat (2b) UU PPh - PP 81/ PMK-238/PMK.03/ SE-42/PJ/

30 A-7. Pengurangan 50% Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang didukung oleh pelaku usaha kecil dan menengah, diperlukan insentif PPh berupa pengurangan tarif PPh kepada pelaku usaha dengan skala usaha yang terbatas. Yang Berhak - WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 Miliar. - Peredaran bruto dalam hal ini, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi: a. Penghasilan yang dikenai PPh bersifat final; b. Penghasilan yang dikenai PPh tidak bersifat final; dan c. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak. Bentuk Fasilitas Pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif WP badan dalam negeri yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 Miliar. 17

31 Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh WP badan. Dengan demikian, WP tidak perlu menyampaikan permohonan fasilitas. Referensi - Pasal 31E UU PPh - SE-66/PJ/

32 A-8. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Berjalan Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan kredit pajak PPh Pasal 21, 22, 23, dan Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Atas besarnya angsuran tersebut dapat diberikan pengurangan apabila terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP. Yang Berhak WP yang sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, dapat menunjukkan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun Pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang tahun sebelumnya yang menjadi dasar perhitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25. Bentuk Fasilitas Pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam tahun berjalan. 19

33 Prosedur - Mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 apabila terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar. - Menyertakan penghitungan PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulanbulan yang tersisa dalam Tahun Pajak berjalan. Referensi - Pasal 25 UU PPh - KEP-537/PJ./

34 A-9. Pengurangan PPh Pasal 25 dan/atau Penundaan Pembayaran PPh Pasal 29 Bagi Wajib Pajak Industri Tertentu Dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi makro dan mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang realistis sehubungan dengan terjadinya gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah, dan untuk meningkatkan daya saing industri nasional baik yang berorientasi domestik maupun ekspor, serta untuk mendukung program pemerintah dalam upaya penciptaan dan penyerapan lapangan kerja, perlu diberikan kebijakan Pajak Penghasilan untuk meringankan dan menjaga likuiditas bagi WP industri tertentu pada tahun pajak Yang Berhak WP yang melakukan kegiatan usaha pada bidang: a. industri tekstil; b. industri pakaian jadi; c. industri alas kaki; d. industri furnitur; dan/atau e. industri mainan anak-anak, yang mendapat rekomendasi dari Menteri Perindustrian. Bentuk Fasilitas - Pengurangan PPh Pasal 25 untuk Masa Pajak September 2013 s.d. Desember 2013, paling tinggi sebesar: a. 25% dari PPh Pasal 25 Masa Pajak Agustus 2013, bagi WP yang tidak berorientasi ekspor; b. 50% dari PPh Pasal 25 Masa Pajak Agustus 2013, bagi WP yang berorientasi ekspor; - Penundaan pembayaran PPh Pasal 29 paling lama 3 bulan dari saat terutangnya PPh Pasal

35 Prosedur - Pengurangan PPh Pasal 25: a. WP menyampaikan permohonan tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar paling lambat pada akhir Masa Pajak dimulainya pengurangan PPh Pasal 25; b. Permohonan dilampiri: 1) fotokopi surat rekomendasi Menteri Perindustrian; 2) fotokopi NPWP; 3) fotokopi SK pengurangan PPh Pasal 25 sesuai KEP- 537/PJ/2000 bagi WP yang pernah menerima persetujuan pengurangan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2013; c. Kepala KPP memberikan keputusan persetujuan pengurangan PPh Pasal 25 paling lambat 5 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap. - Penundaan pembayaran PPh Pasal 29: a. WP menyampaikan permohonan tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar paling lambat 20 hari kerja sebelum saat terutangnya PPh Pasal 29; b. Permohonan dilampiri: 1) fotokopi surat rekomendasi Menteri Perindustrian; 2) fotokopi NPWP; c. Kepala KPP memberikan keputusan pemberian penundaan pembayaran PPh Pasal 29 paling lambat 5 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap. 22

36 Referensi - PMK-124/PMK.011/ PerMenperin No. 43/M-IND/PER/8/ PER-30/PJ/

37 A-10. Bantuan, Sumbangan, dan Hibah yang Dikecualikan sebagai Objek PPh Secara umum, bantuan, sumbangan, dan hibah dapat dianggap sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. Namun demikian, dalam hal-hal tertentu hibah, bantuan, dan sumbangan dikecualikan dari objek PPh agar selaras dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Yang Berhak Pihak-pihak yang meliputi: a. anggota keluarga, yaitu orang tua dan anak kandung; b. badan keagamaan; c. badan pendidikan; d. badan sosial nirlaba tertentu; atau e. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil dengan batasan tertentu, yang menerima bantuan, sumbangan, dan hibah 24

38 Bentuk Fasilitas Hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima dikecualikan dari objek PPh. Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4 UU PPh - Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 UU PPh - Pasal 8 PP 94/ PMK-245/PMK.03/

39 A-11. Bantuan/Santunan yang Dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dikecualikan dari Objek PPh Untuk memberikan keringanan bagi WP yang tidak mampu atau sedang mendapat bencana alam atau tertimpa musibah, diperlukan fasilitas pajak penghasilan berupa pengecualian bantuan atau santunan yang dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai objek PPh. Yang Berhak WP yang menerima bantuan/santunan dari: - Persero Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK); - Persero Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN); - Persero Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); - Persero Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES); dan/atau - badan hukum lainnya yang dibentuk untuk menyelenggarakan Program Jaminan Sosial. 26

40 Bentuk Fasilitas Bantuan/santunan yang diberikan kepada WP dan/atau masyarakat yang: a. hidup di bawah garis kemiskinan sesuai data dan kriteria Biro Pusat Statistik; b. sedang tertimpa bencana alam; c. tertimpa kecelakaan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan. Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 4 ayat (3) huruf n UU PPh - PMK-247/PMK.03/

41 A-12. Zakat & Sumbangan Wajib Keagamaan Dikecualikan dari Objek PPh Pada dasarnya, setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun merupakan objek PPh. Namun, untuk meningkatkan iman dan takwa para pemeluk agama dan perlakuan yang sama (equal treatment) bagi setiap pemeluk agama di Indonesia, zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, dikecualikan sebagai objek PPh. Yang Berhak: a. Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; b. penerima zakat atau sumbangan wajib keagamaan yang berhak. yang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Bentuk Fasilitas: Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dalam bentuk uang atau barang yang diterima oleh pihak penerima dikecualikan sebagai objek PPh. 28

42 Prosedur: Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. a. Referensi: - Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 UU PPh - PP 18/

43 A-13. Sisa Lebih Badan/Lembaga Nirlaba yang Dikecualikan dari Objek PPh Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, penelitian, dan pengembangan, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Pemerintah mendukung program tersebut, salah satunya melalui pemberian fasilitas perpajakan berupa pengecualian sisa lebih yang diterima atau diperoleh oleh badan/lembaga nirlaba sebagai objek PPh. Yang Berhak Badan/lembaga nirlaba bergerak di bidang pendidikan dan/atau litbang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang menanamkan kembali sisa lebihnya dalam bentuk sarana dan prasarana, meliputi: a. gedung dan prasarana pendidikan, litbang, termasuk pembelian tanah; b. sarana/prasarana kantor, lab, dan perpustakaan; c. asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen, atau karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal. Sisa lebih dalam konteks ini adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek PPh selain penghasilan yang dikenakan PPh tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari. 30

44 Bentuk Fasilitas Sisa lebih yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana/prasarana dikecualikan dari objek PPh paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih. Prosedur - WP menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar mengenai: a. rencana fisik sederhana, dan b. rencana biaya pembangunan dan pengadaan. - Pemberitahuan tersebut disampaikan: a. pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana dimulai, dalam jangka waktu 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut; b. dengan tindasan/carbon copy kepada instansi yang membidanginya. Referensi - Pasal 4 ayat (3) huruf m UU PPh - PMK-80/PMK.03/ PER-44/PJ./

45 A-14. Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek PPh Untuk mengoptimalkan penggunaan dana beasiswa oleh penerima yang menjalankan pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal di dalam negeri dan/atau di luar negeri, diperlukan insentif fiskal yang turut mendukung peningkatan kualitas rakyat Indonesia dengan dikecualikannya beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu dari objek PPh. Yang Berhak Warga Negara Indonesia yang menerima beasiswa dengan syarat: - untuk pendidikan formal dan/atau nonformal di dalam negeri dan/atau di luar negeri; - tidak memiliki hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi, atau pengurus WP pemberi beasiswa; - komponen beasiswa dalam hal ini adalah tuition fee, biaya ujian, biaya penelitian, biaya buku, dan/atau biaya hidup. Bentuk Fasilitas Beasiswa dikecualikan dari objek PPh 32

46 Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh - PMK-246/PMK.03/2008 s.t.d.d. PMK-154/PMK.03/

47 A-15. Penghasilan Tertentu Dana Pensiun yang Dikecualikan dari Objek PPh Penanaman modal oleh dana pensiun dimaksudkan untuk pengembangan dan merupakan dana yang akan dibayarkan kembali kepada peserta pensiun di kemudian hari, sehingga penanaman modal tersebut perlu diarahkan pada bidangbidang yang tidak bersifat spekulatif atau yang beresiko tinggi. Berdasarkan hal tersebut, penghasilan dana pensiun dari bidangbidang tertentu dikecualikan dari objek PPh. Yang Berhak Dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan. Bentuk Fasilitas Pengecualian dari objek PPh atas penghasilan tertentu dana pensiun sebagai berikut: a. bunga, diskonto, imbalan dari deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada bank di Indonesia, serta SBI; b. bunga, diskonto, imbalan dari obligasi, obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara, pada bursa efek di Indonesia; atau c. dividen dari saham pada PT yang tercatat pada bursa efek Indonesia. 34

48 Prosedur - Untuk dikecualikan dari pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, WP harus mengajukan permohonan SKB secara tertulis kepada Kepala KPP tempat dana pensiun terdaftar sebagai WP dengan dilampiri: a. fotokopi KMK Pengesahan Pendirian Dana Pensiun; b. fotokopi Neraca; c. fotokopi Laporan Sisa Hasil Usaha (Laporan Laba Rugi); d. fotokopi Laporan Arus Kas dan Bank; e. fotokopi Laporan Investasi; dan f. daftar sertifikat/bilyet/buku deposito, tabungan, dan SBI. - Kepala KPP memberikan jawaban permohonan WP paling lambat 7 hari kerja setelah permohonan WP; jika tidak, permohonan WP dianggap diterima dan SKB diterbitkan 3 hari kerja berikutnya; - Masa berlaku SKB meliputi periode 1 Januari s.d. 31 Desember. Dalam hal permohonan SKB diterima lengkap oleh Kepala KPP setelah 1 Januari, SKB berlaku sejak tanggal permohonan SKB diterima lengkap oleh Kepala KPP s.d. 31 Desember. - Dana pensiun yang memperoleh SKB wajib menyampaikan laporan investasi setiap semester selambat-lambatnya pada tanggal 31 Juli untuk semester pertama dan tanggal 31 Januari untuk semester kedua. 35

49 Referensi - Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh - KMK-51/KMK.04/ PMK-234/PMK.03/ PER-01/PJ/

50 A-16. Keuntungan karena Pembebasan Utang Debitur Kecil Dikecualikan dari Objek Pajak Secara umum, pembebasan utang merupakan penghasilan bagi penerima utang dan merupakan biaya yang boleh dibebankan bagi pemberi utang. Namun, untuk membantu meringankan beban pajak pengusaha kecil yang kesulitan menyelesaikan utang kreditnya, diberikan fasilitas PPh berupa pengecualian atas penghasilan dari pembebasan utang debitur kecil sebagai objek PPh. Yang Berhak - Debitur Kecil yang mempunyai utang usaha berjumlah tidak lebih dari Rp350 Juta termasuk: a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra); b. Kredit Usaha Tani (KUT); c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS); d. Kredit Usaha Kecil (KUK); e. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan BI dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi. Bentuk Fasilitas Keuntungan atas pembebasan utang Debitur Kecil dikecualikan dari objek PPh 37

51 Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan, untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 4 ayat (1) UU PPh - PP 130/

52 A-17. Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dibebankan sebagai Biaya Secara umum, pembentukan dana cadangan tidak dapat dibebankan sebagai biaya. Namun demikian, pembentukan dana cadangan oleh WP tertentu dapat dibebankan sebagai biaya dengan syarat-syarat tertentu. Yang Berhak - Bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahan anjak piutang; - Badan usaha lain yang menyalurkan kredit, meliputi: a) koperasi simpan pinjam; b) PT Permodalan Nasional Madani (Persero); c) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; d) perusahaan pembiayaan infrastruktur yang melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur; dan; e) PT Perusahaan Pengelola Aset - Asuransi dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; - Lembaga Penjamin Simpanan; - WP pertambangan; - WP di bidang usaha kehutanan; dan - WP di bidang usaha pengolahan limbah industri. 39

53 Bentuk Fasilitas Pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya: a. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; b. cadangan premi untuk usaha asuransi; c. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; d. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; e. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan f. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri. Prosedur Fasilitas ini dilaksanakan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan, untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh - PMK-81/PMK.03/2009 s.t.d.d PMK-219/PMK.011/ SE-97/PJ/

54 A-18. Penghapusan Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Secara umum pengeluaran yang boleh dibebankan meliputi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M). Namun demikian, penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih juga dapat dibebankan secara fiskal sepanjang memenuhi persyaratan tertentu. Yang Berhak WP yang melakukan sepanjang memenuhi persyaratan: a. telah dibebankan dalam laporan rugi laba komersial; b. menyerahkan daftar piutang tersebut kepada DJP; dan c. telah menyerahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan debitur tentang penghapusan utang. * Persyaratan pada huruf c tidak berlaku untuk penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil (jumlah piutang s.d. Rp100 Juta untuk kredit Kukesra, KUT, KPRSS, KUK, KUR) atau debitur kecilnya (jumlah piutang s.d. Rp5 Juta). 41

55 Bentuk Fasilitas Penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan secara fiskal sepanjang memenuhi persyaratan Prosedur Bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan WP harus menyampaikan: - daftar piutang tersebut (hardcopy/softcopy) yang mencantumkan identitas debitur berupa nama, NPWP, alamat, dan jumlah piutang; dan - fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya; atau - fotokopi perjanjian penghapusan piutang yang telah dilegalisasi oleh notaris; atau - fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus; atau - surat pengakuan dari debitur tentang penghapusan utang. Referensi - Pasal 6 ayat (1)huruf h UU PPh - PMK-105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK-57/PMK.03/

56 A-19. Zakat dan Sumbangan Wajib Keagamaan Lainnya sebagai Pengurang Penghasilan Bruto Untuk mendorong masyarakat dalam menjalankan kewajiban keagamaan berupa membayar zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia serta untuk lebih meningkatkan akuntabilitas dan transparansi penggunaannya, maka WP yang membayar zakat atau sumbangan wajib keagamaan melalui BAZ atau LAZ atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, maka atas zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tersebut dikurangkan dari penghasilan bruto. Yang Berhak: WP OP dan/atau WP Badan pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang membayarkan pada BAZ atau LAZ atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. Bentuk Fasilitas: Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib berupa uang atau yang disetarakan dengan uang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 43

57 Prosedur: - Dilaporkan dalam SPT Tahunan dalam Tahun Pajak dibayarkan zakat atau sumbangan wajib keagamaan, dengan didukung bukti yang sah berupa lampiran fotokopi bukti pembayaran yang: 1. Dapat berupa: a. bukti pembayaran secara langsung atau melalui transfer rekening bank, atau b. pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM). 2. Paling sedikit memuat: a. Nama lengkap WP dan NPWP pembayar; b. Jumlah pembayaran; c. Tanggal pembayaran; d. Nama BAZ; LAZ; atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan e. Tanda tangan petugas BAZ; LAZ; atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah di bukti pembayaran, apabila pembayaran secara langsung; atau f. Validasi petugas bank pada bukti pembayaran, apabila pembayaran melalui transfer rekening bank. 44

58 Referensi: - Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh - PP 60/ PMK 254/PMK.03/ PER-6/PJ/ PER-33/PJ/2011 s.t.d.d. PER-15/PJ/

59 A-20. Sumbangan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Untuk meningkatkan peran serta WP dalam berkontribusi untuk penanggulangan bencana nasional, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan pendidikan, pembinaan olahraga, dan turut serta membantu pemerintah dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur sosial di Indonesia, maka pengeluaran WP untuk kontribusi tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Yang Berhak WP yang memberikan: a. sumbangan bencana nasional; b. sumbangan untuk litbang di Indonesia; c. sumbangan fasilitas pendidikan; d. sumbangan pembinaan olahraga; dan e. biaya pembangunan infrastruktur sosial sepanjang memenuhi kriteria: a. berdasarkan SPT PPh WP untuk Tahun Pajak sebelumnya terdapat penghasilan neto fiskal; b. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan. 46

60 Bentuk Fasilitas Sumbangan/biaya berikut dapat dibebankan secara fiskal: a. Sumbangan bencana nasional, kepada badan penanggulangan bencana atau lembaga atau pihak yang telah mendapat izin; b. Sumbangan untuk litbang di Indonesia, kepada lembaga penelitian dan pengembangan; c. Sumbangan fasilitas pendidikan, kepada lembaga pendidikan; d. Sumbangan pembinaan olahraga, kepada lembaga pembinaan olah raga; e. Biaya pembangunan infrastruktur sosial, dengan cara membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba, sepanjang total sumbangan/biaya tersebut tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal tahun sebelumnya. Prosedur WP wajib melampirkan bukti penerimaan sumbangan/biaya sesuai dengan lampiran PMK-76/PMK.03/2011 pada SPT Tahunan PPh di tahun pajak pemberian sumbangan/biaya. Referensi - PP 93/ PMK-76/PMK.03/

61 A-21. Pemberian Natura bagi Pegawai yang Dapat Dibebankan sebagai Biaya Secara umum, pemberian natura dan kenikmatan tidak dapat dibebankan secara fiskal bagi pemberi kerja dan bukan merupakan objek pajak bagi pegawai yang menerimanya. Namun, dalam rangka mendukung pengembangan daerah terpencil, program keselamatan kerja dan pelaksanaan kerja pegawai, pemberian natura dan kenikmatan tertentu kepada pegawai dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja. Yang Berhak WP pemberi kerja yang memberikan natura dan kenikmatan tertentu bagi pegawainya; Bentuk Fasilitas Pemberian natura dan kenikmatan dalam bentuk: a. makanan dan/atau minuman bagi seluruh pegawai; b. sarana dan prasarana berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan yang belum tersedia di daerah tertentu; dan c. sarana keselamatan kerja atau yang diharuskan dalam perkerjaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan bukan merupakan objek pajak bagi karyawan 48

62 Prosedur - Fasilitas terkait natura dan kenikmatan berupa: a. makanan dan/atau minuman bagi seluruh pegawai; b. sarana keselamatan kerja atau yang diharuskan dalam pekerjaan. dapat dimanfaatkan dengan cara self-assessment pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh dan WP tidak perlu menyampaikan permohonan fasilitas. - Fasilitas terkait natura dan kenikmatan berupa sarana dan prasarana berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan yang belum tersedia di daerah tertentu, WP harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi KPP tempat WP terdaftar untuk ditetapkan sebagai WP di daerah tertentu, dengan mengisi formulir dan melampirkan: a. Fotokopi Surat Persetujuan penanaman modal dari BKPM; b. Fotokopi peta lokasi; c. Fotokopi laporan keuangan terakhir sebelum tahun permohonan; dan d. Pernyataan mengenai keadaan prasarana ekonomi dan sarana transportasi umum dengan menggunakan formulir yang telah disediakan. Referensi - Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh - PMK-83/PMK.03/ PER-51/PJ/

63 A-22. Biaya Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan yang Boleh Dibebankan sebagai Biaya Secara umum pengeluaran yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M) tidak boleh dibebankan secara pajak. Pengeluaran tersebut termasuk biaya-biaya guna keperluan pribadi yang tidak terkait dengan 3M. Namun demikian, mengingat dalam hal-hal tertentu pemisahan antara biaya yang terkait dan tidak terkait dengan 3M sulit untuk dilakukan, maka perlu untuk memberikan pengaturan atas pengeluaran tertentu antara lain atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan. Yang Berhak Wajib Pajak yang membebankan biaya telepon seluler dan kendaraan perusahaan. Bentuk Fasilitas - Biaya terkait telepon seluler untuk pegawai tertentu: a. Pembelian unit telepon seluler dapat dibebankan 50% melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I; b. biaya pulsa dan perbaikan telepon seluler dapat dibebankan 50% di tahun pajak bersangkutan. 50

64 Bentuk Fasilitas - Biaya Kendaraan Perusahaan berupa: a. bus, minibus/sejenis untuk antar-jemput para pegawai: perolehan/perbaikan besar dapat dibebankan seluruhnya melalui penyusutan kelompok II; biaya pemeliharaan/perbaikan rutin dapat dibebankan seluruhnya di tahun pajak bersangkutan. b. sedan/sejenis untuk pegawai tertentu: perolehan/ perbaikan besar dapat dibebankan sebesar 50% melalui penyusutan kelompok II; biaya pemeliharaan/perbaikan rutin dapat dibebankan 50% di tahun pajak bersangkutan. Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan. Referensi - PMK-96/PMK.03/ KEP-220/PJ./ SE-09/PJ.42/

65 A-23. Fasilitas dalam Rangka Merger atau Pemekaran Usaha Dalam rangka menyelaraskan kebijakan perpajakan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter, dan kebijakan lainnya, Pemerintah memperbolehkan WP menggunakan nilai buku pada saat pengalihan harta dalam rangka merger atau pemekaran usaha dengan persyaratan tertentu. Yang Berhak - WP yang melakukan pengalihan harta dalam rangka merger atau pemekaran usaha. - Merger yang diperbolehkan dalam hal ini meliputi: a. penggabungan usaha dengan syarat salah satu badan usaha tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil; b. peleburan usaha dua atau lebih WP badan dengan cara mendirikan badan usaha baru; - Pemekaran usaha yang diperbolehkan dalam hal ini meliputi pemekaran usaha oleh: a. WP belum Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering); atau b. WP Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana. 52

66 Bentuk Fasilitas WP yang melakukan merger atau spin-off tersebut diperbolehkan untuk menggunakan nilai buku pada saat pengalihan harta. Prosedur - Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal efektif merger/pemekaran usaha; - Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan - Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test). - Melampirkan Laporan Keuangan dari Wajib Pajak yang mengalihkan harta dan Laporan Keuangan dari Wajib Pajak yang menerima harta khususnya untuk tahun pajak dilakukannya pengalihan harta yang diaudit oleh akuntan publik. Referensi - Pasal 10 ayat (3) UU PPh - PMK-43/PMK.03/ PER-28/PJ/ SE-45/PJ/

67 A-24. Fasilitas PPh atas Revaluasi Aktiva Tetap dan Angsuran Pembayarannya Adanya perkembangan harga yang mencolok atau perubahan kebijakan di bidang moneter dapat menyebabkan kekurangserasian antara biaya dan penghasilan, yang dapat mengakibatkan timbulnya beban pajak yang kurang wajar. Dalam keadaan demikian, WP badan dalam negeri dan BUT tertentu dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan dan pembayaran atas PPh yang timbul dapat dilakukan dengan cara diangsur selama 12 (dua belas) bulan. Yang Berhak WP Badan dalam negeri dan BUT dapat melakukan penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap dengan syarat: c. telah memenuhi semua kewajiban pajaknya s.d. masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya revaluasi; d. tidak termasuk WP dengan izin pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Bentuk Fasilitas Selisih lebih revaluasi aktiva tetap di atas nilai sisa buku fiskal dikenakan PPh Final 10% dan pembayarannya dapat diangsur paling lama 12 bulan. 54

68 Prosedur - Untuk dapat melakukan revaluasi aktiva tetap, WP harus mengajukan permohonan kepada DJP melalui Kepala Kantor Wilayah DJP dengan mengisi formulir dan melampirkan: a. Fotokopi surat izin usaha jasa penilai atau ahli penilai yang dilegalisir; b. Laporan Penilaian oleh Perusahaan Jasa Penilai; c. Daftar revaluasi aktiva tetap untuk tujuan perpajakan; d. Laporan Keuangan tahun buku terakhir sebelum revaluasi aktiva tetap. - Ketentuan revaluasi aktiva tetap untuk tujuan perpajakan adalah sebagai berikut: a. Revaluasi dilakukan terhadap seluruh aktiva berwujud termasuk tanah atau tidak termasuk tanah; b. Revaluasi tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat 5 tahun sejak revaluasi terakhir; c. Revaluasi didasarkan pada nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap dengan penilaian (appraisal) oleh jasa penilai atau ahli penilai yang memperoleh izin dari pemerintah; d. Revaluasi dilakukan selambatnya 1 tahun setelah appraisal. 55

69 Prosedur (lanjutan) - Untuk dapat mengangsur PPh final 10% atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap, WP mengajukan permohonan angsuran kepada Kepala Kantor Wilayah DJP bersamaan dengan permohonan revaluasi aktiva tetap. - Permohonan angsuran disampaikan sesuai dengan formulir dan melampirkan proyeksi arus kas yang menunjukkan bahwa kondisi keuangan WP tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus PPh Final 10%. Referensi - Pasal 19 UU PPh - PMK-79/PMK.03/ PER-12/PJ./

70 A-25. Penangguhan Saat Mulai Penyusutan untuk Biaya Perolehan Harta Berwujud Bidang Usaha Tertentu Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang-bidang usaha tertentu, seperti perkebunan tanaman keras, kehutanan, dan peternakan, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam bidangbidang usaha tertentu tersebut. Yang Berhak Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu, yaitu a. Bidang usaha perkebunan tanaman keras; b. Bidang usaha kehutanan; dan c. Bidang usaha peternakan; yang tanaman/ternaknya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam/dipelihara lebih dari satu tahun. Bentuk Fasilitas - Penangguhan saat mulai penyusutan untuk biaya perolehan harta berwujud bidang usaha tertentu; - Penyusutan harta berwujud bidang usaha tertentu dimulai pada bulan produksi komersial; - Bulan produksi komersial adalah bulan dimana penjualan mulai dilakukan; - Harta berwujud yang saat penyusutannya ditangguhkan yaitu aktiva tetap yang dimiliki dan digunakan serta merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu; 57

71 Bentuk Fasilitas - Biaya perolehan yang saat penyusutannya ditangguhkan, termasuk biaya pembelian bibit, biaya untuk membesarkan dan memelihara bibit, namun tidak termasuk biaya tenaga kerja; - Kelompok penyusutan harta berwujud bidang usaha tertentu; a. Bidang usaha perkebunan tanaman keras, Kelompok 4 (20 tahun); b. Bidang usaha kehutanan, Kelompok 4 (20 tahun); c. Bidang usaha peternakan, Kelompok 2 (8 tahun). Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 11 ayat (7) UU PPh - PMK-249/PMK.03/2008 s.t.d.d. PMK-126/PMK.011/

72 A-26. Fasilitas PPh Berupa Saat Pengakuan Penghasilan dari Pengalihan Harta/Agunan berupa Tanah dan/atau Bangunan bagi Wajib Pajak Tertentu Dalam rangka menunjang kelancaran proses restrukturisasi perusahaan maupun penyelesaian kredit perbankan terkait imbas krisis moneter 1998, perlu diberikan kemudahan berupa penundaan saat pengakuan penghasilan atas pengalihan agunan berupa tanah dan/atau bangunan milik WP tertentu yang dilakukan oleh Bank Umum yang melaksanakan restrukturisasi sesuai program Pemerintah sampai dengan pihak Bank Umum mengalihkan agunan tersebut kepada pembeli yang sebenarnya. Yang Berhak - Bank Dalam Penyehatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN); - Perusahaan Terafiliasi Bank Dalam Penyehatan; - Debitur yang langsung atau tidak langsung mempunyai kewajiban pembayaran kepada Bank Dalam Penyehatan, BPPN, dan atau Perusahaan Terafiliasi Bank Dalam Penyehatan atau BPPN, termasuk Bank yang mempunyai kewajiban kepada Bank Indonesia dalam kaitan dengan Fasilitas Bank Indonesia; - Pemegang Saham, Direktur, atau Komisaris Bank Dalam Penyehatan; - Debitur/Pemilik Agunan pada Bank Umum; yang diambilalih harta/agunannya dalam rangka melaksanakan restrukturisasi perusahaan. 59

73 Yang Berhak (lanjutan) WP Tertentu tersebut ditetapkan dalam PP Nomor 17 Tahun 1999 tentang BPPN dan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Bentuk Fasilitas Penundaan pengakuan penghasilan atas pengalihan: - harta berupa tanah dan atau bangunan milik WP tertentu yang dilakukan oleh BPPN sampai pihak BPPN mengalihkan harta tersebut kepada pembeli yang sebenarnya; - agunan berupa tanah dan atau bangunan milik WP tertentu yang dilakukan oleh Bank Umum sampai dengan pihak Bank Umum mengalihkan agunan tersebut kepada pembeli yang sebenarnya. Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - KEP-141/PJ/ SE-27/PJ.42/

74 A-27. Fasilitas PPh atas Penghasilan Bunga Kredit Non-Performing oleh Bank Perlakuan pajak atas penghasilan bank berupa bunga kredit nonperforming diatur khusus dalam rangka menunjang percepatan proses restrukturisasi perbankan sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah dan adanya perubahan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 31 tentang Akuntansi Perbankan (revisi tahun 2000). Oleh karena itu, DJP menetapkan saat pengakuan penghasilan bagi WP bank berupa penghasilan bunga non-performing loan, yaitu pada saat penghasilan bunga tersebut diterima. Yang Berhak Wajib Pajak Bank Bentuk Fasilitas - Penghasilan bank berupa bunga kredit non-performing diakui pada saat penghasilan bunga tersebut diterima oleh bank (cash basis). - Dalam hal bank membukukan penerimaan bunga kredit non-performing sebagai pengurang pokok kredit, saat pengakuan penghasilan ditunda hingga saat diterimanya penghasilan bunga setelah pelunasan pokok kredit. 61

75 Fasilitas ini dilaksanakan dengan cara self-assessment pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh badan dengan melampirkan formulir daftar debitur yang kreditnya digolongkan kurang lancar, diragukan, dan macet yang memuat: a. Nomor urut; b. Nama debitur; c. NPWP; Prosedur d. Jumlah kredit non-performing loan yang digolongkan kurang lancar, diragukan, dan macet; e. Jumlah bunga accrual yang belum diakui sebagai penghasilan dalam laporan keuangan. Referensi - KEP-184/PJ./ SE-08/PJ.42/

76 A-28. Fasilitas PPh Terkait Saat Pengakuan Penghasilan Berupa Keuntungan karena Pembebasan Utang yang Diperoleh Debitur Tertentu Dalam rangka menyelaraskan kebijakan ekonomi dan kebijakan perpajakan akibat krisis moneter tahun 2008, Pemerintah memberikan fasilitas perpajakan terkait pengalokasian pengakuan penghasilan atas keuntungan pembebasan utang usaha bagi Debitur WP dalam negeri yang melakukan perjanjian restrukturisasi utang usaha dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sesuai dengan Kebijaksanaan Pemerintah dalam jangka waktu paling lama 5 tahun Yang Berhak Debitur WP dalam negeri yang melakukan perjanjian restrukturisasi utang usaha dengan BPPN sesuai dengan Kebijakan Pemerintah. Bentuk Fasilitas Saat pengakuan penghasilan atas keuntungan karena pembebasan utang dapat dialokasikan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun, yaitu dalam jumlah bagian yang sama besarnya setiap tahun dan dimulai dari tahun pajak saat diperolehnya pembebasan utang. 63

77 Prosedur - Mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala KPP tempat debitur terdaftar sebagai Wajib Pajak; - Permohonan diajukan paling lambat sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut, dengan dilampiri fotokopi perjanjian restrukturisasi utang usaha yang dilegalisasi oleh BPPN. Referensi - KEP-563/PJ./

78 A-29. Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek PPh Peran organisasi internasional sebagai salah satu mitra Pemerintah dalam menjalankan pembangunan di berbagai bidang semakin penting seiring dengan perkembangan globalisasi. Untuk memfasilitasi peran positif organisasi internasional tersebut di Indonesia dan sesuai kelaziman internasional, Pasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh mengatur bahwa organisasi-organisasi internasional dan pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional tidak termasuk sebagai Subjek PPh. Yang Berhak - Organisasi internasional apabila memenuhi syarat: a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada Pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. - Organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan atau kebudayaan apabila memenuhi syarat: a. kerjasama teknik tersebut memberi manfaat pada Negara/Pemerintah Indonesia; b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 65

79 Yang Berhak (lanjutan) - Pejabat-pejabat perwakilan dari organisasi internasional apabila memenuhi syarat: a. bukan Warga Negara Indonesia; dan b. tidak menjalankan usaha/kegiatan/pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. * Organisasi-organisasi internasional yang telah memenuhi persyaratan harus ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Bentuk Fasilitas Organisasi-organisasi internasional yang telah memenuhi persyaratan tidak termasuk Subjek PPh. Prosedur Untuk dapat ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan sebagai organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak PPh, organisasi internasional tersebut harus mendapatkan rekomendasi dari Sekretariat Negara dan memenuhi proses pendaftaran organisasi internasional di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, antara lain sebagaimana diatur dalam UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. 66

80 Referensi - Pasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh - UU Nomor 37 Tahun PMK-215/PMK.03/2008 s.t.d.t.d. PMK-142/PMK.03/

81 A-30. Fasilitas PPh Ditanggung Pemerintah atas Hibah dan Pinjaman Luar Negeri Bahwa dalam rangka pembangunan nasional dan pemulihan kegiatan ekonomi serta kelangsungan pembiayaan proyekproyek pembangunan yang belum sepenuhnya dapat dibiayai dari penerimaan dalam negeri, maka peranan dana bantuan luar negeri baik berupa pinjaman luar negeri maupun hibah masih diperlukan. Untuk itu, masih perlu diberikan pemberian fasilitas berupa pajak penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas hibah atau dana pinjaman luar negeri. Namun demikian, fasilitas hanya bersifat sementara dan akan dipertimbangkan kembali sesuai dengan kemampuan pembiayaan dari sumber dalam negeri dan perkembangan sosial ekonomi nasional. Yang Berhak Kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier) utama yang berdasarkan kontrak melaksanakan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, termasuk tenaga ahli dan tenaga pelatih yang dibiayai dengan hibah luar negeri. 68

82 Bentuk Fasilitas PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah. Prosedur Fasilitas ini dilaksanakan dengan cara self-assessment pada saat penyampaian SPT PPh. Dengan demikian, WP tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - PP 42/1995 s.t.d.t.d. PP 25/ KMK-239/KMK.01/1996 s.t.d.t.d. KMK-486/KMK.04/ KEP-526/PJ./ SE-05/PJ.42/

83 A-31. Fasilitas PPh atas Sumbangan Bencana Alam Provinsi NAD dan Sumut Salah satu upaya Pemerintah dalam menanggulangi bencana alam tsunami dan gempa bumi di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara (Sumut) pada Desember 2004 yaitu dengan mendorong peran serta WP melalui pemberian insentif fiskal berupa pajak yang ditanggung Pemerintah dan diperbolehkannya pembebanan secara fiskal atas bantuan dan sumbangan yang diberikan untuk para korban bencana. Insentif tersebut diharapkan dapat menggiatkan para WP untuk menjadi donatur serta meringankan para korban yang terkena musibah. Yang Berhak WP yang memberikan sumbangan bencana alam di Provinsi NAD dan Sumut, yang terdiri dari: - WP badan yang penghasilannya tidak dikenakan PPh final; dan - WP OP yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas, namun tidak termasuk WP OP yang penghasilannya dikenakan PPh Final atau dihitung dengan norma penghitungan penghasilan neto. 70

84 Bentuk Fasilitas Sumbangan bencana alam di Provinsi NAD dan Sumut dapat dibiayakan secara fiskal dan PPh atas sumbangan tersebut ditanggung oleh Pemerintah. Prosedur - Fasilitas sumbangan yang dapat dibiayakan ini dapat dimanfaatkan secara self-assesment melalui penyampaian SPT PPh tahun pajak yang bersangkutan sepanjang memenuhi persyaratan: a. Sumbangan dicatat sebagai Sumbangan Bencana Alam di Provinsi NAD dan Sumatra Utara ; b. Sumbangan harus didukung oleh bukti-bukti yang sah dan dapat diuji kebenarannya; dan c. Sumbangan harus ditampung, disalurkan, dan/atau dikelola oleh: instansi pemerintah antara lain Kantor Wakil Presiden, Kantor Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Keuangan pihak-pihak lain, termasuk PMI, media massa cetak dan elektronik dan organisasi sosial dan/atau keagamaan; - Instansi pemerintah atau pihak-pihak lain sebagai penampung, penyalur, dan/atau pengelola sumbangan harus mendaftarkan diri dan menyampaikan laporan ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. 71

85 Referensi - PMK-609/PMK.03/ PMK-14/PMK.03/

86 A-32. Fasilitas PPh untuk Percepatan Penanganan Bencana Alam di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumut Untuk mempercepat pemulihan kondisi sosial ekonomi di daerah bencana alam di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumut, diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2007 yang juga mengatur fasilitas PPh atas bantuan dan sumbangan yang diberikan oleh WP. Yang Berhak - WP yang memberikan sumbangan bencana alam di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumut, yang terdiri dari: a. WP badan yang penghasilannya tidak dikenakan PPh final; dan b. WP OP yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas, namun tidak termasuk WP OP yang penghasilannya dikenakan PPh Final atau dihitung dengan norma penghitungan penghasilan neto. - Korban bencana alam Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumut beserta ahli warisnya yang menerima sumbangan bencana alam. 73

87 Bentuk Fasilitas - Sumbangan bencana alam di Provinsi NAD dan Sumut Utara yang diberikan oleh WP dapat dibiayakan secara fiskal - Pajak Penghasilan tidak dikenakan atas: a. Bantuan atau sumbangan berupa uang/barang, tanah/bangunan yang diterima korban bencana alam; atau b. Warisan termasuk tabungan dan/atau deposito yang diterima oleh ahli waris korban bencana. Referensi PP 32/2007 *catatan: PP ini berlaku sejak 1 Januari 2005 sampai dengan1 Mei

88 A-33. Fasilitas PPh atas Bantuan Bencana Alam Gempa Bumi di Provinsi DIY dan Sebagian Provinsi Jawa Tengah serta Gempa Bumi dan Tsunami di Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa Kerusakan parah akibat bencana alam gempa bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sebagian Provinsi Jawa Tengah, serta gempa bumi dan tsunami di pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa pada pertengahan 2006 membutuhkan penanganan yang cepat untuk pemulihannya. Pemulihan tersebut memerlukan partisipasi dan kepedulian seluruh masyarakat, salah satunya melalui bantuan dan sumbangan yang diberikan oleh WP. Pemerintah mendukung partisipasi tersebut dengan memberikan insentif fiskal berupa diperbolehkannya bantuan dan sumbangan tersebut dibiayakan secara fiskal. Yang Berhak WP yang memberikan sumbangan dalam rangka bantuan kemanusiaan bencana alam gempa bumi di Provinsi DIY dan sebagian Provinsi Jawa Tengah yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 serta gempa bumi dan tsunami di pesisir pantai selatan Pulau Jawa pada tanggal 17 Juli

89 Bentuk Fasilitas Sumbangan atas bencana alam tersebut dapat dibiayakan Prosedur Fasilitas ini dilaksanakan dengan cara self-assessment. Dengan demikian, WP tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi PMK-93/PMK.03/

90 A-34. WP Tertentu Tidak Wajib Lapor SPT Dalam rangka memberikan kemudahan kepada WP dalam penyampaian SPT Masa dan/atau Tahunan, Pemerintah memberikan fasilitas berupa dikecualikannya WP Pajak Penghasilan tertentu dari kewajiban menyampaikan SPT yang merupakan bentuk realisasi dari amanah Pasal 3 ayat (8) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan s.t.d.t.d. UU Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP). Yang Berhak WP PPh tertentu, yaitu: a. WP OP dibawah PTKP, yaitu WP orang pribadi (OP) yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP); atau b. WP OP tidak melakukan usaha/pekerjaan bebas, yaitu WPOP yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas. Bentuk Fasilitas - WP OP di bawah PTKP tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh WP OP. - WP OP tidak melakukan usaha/pekerjaan bebas tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal

91 Prosedur WP PPh tertentu yang berhak atas fasilitas ini tidak perlu menyampaikan permohonan. Referensi - Pasal 3 ayat (8) UU KUP - PMK-183/PMK.03/

92 A-35. Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan sesuatu yang harus disesuaikan menurut perkembangan di bidang perekonomian dan moneter serta mengingat harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat. Berdasarkan hal tersebut, dalam amandemen UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, besarnya PTKP dinaikkan baik untuk diri WP OP, maupun untuk setiap tambahan PTKP. Yang Berhak WP OP dalam negeri Bentuk Fasilitas PTKP per tahun diberikan paling sedikit sebesar: a. Rp ,00 untuk diri WP orang pribadi; b. Rp ,00 tambahan untuk WP yang kawin; c. Rp ,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan d. Rp ,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga. 79

93 Prosedur Fasilitas ini dilaksanakan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 7 UU PPh 80

94 B-1. PPh Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintah bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota ABRI, dan Para Pensiunan Pemerintah menyadari bahwa atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau pensiunan yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), dan pensiunan belum memadai. Untuk itu, Pemerintah menanggung PPh yang terutang atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau pensiunan yang diterima secara tetap yang dananya dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. Yang Berhak a. Pejabat Negara, untuk: 1) gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; atau 2) imbalan tetap sejenisnya; b. PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, untuk gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; dan c. Pensiunan, untuk uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan. 81

95 Bentuk Fasilitas PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh pemerintah. Prosedur Fasilitas ini dilaksanakan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - PP 80/ PMK-262/PMK.03/

96 B-2. Pengenaan PPh Pasal 21 dengan Tarif yang Lebih Rendah dan Bersifat Final Dalam rangka meringankan beban pegawai yang telah pensiun atau telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) diberikan fasilitas pengenaan tarif PPh yang lebih rendah dan bersifat final. Dengan penerapan tarif progresif yang lebih rendah dari ketentuan umum tarif PPh, manfaat yang diperoleh pegawai tersebut menjadi lebih besar dan memberikan keringanan, kemudahan, kesederhanaan, serta kepastian hukum. Yang Berhak Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus Bentuk Fasilitas Pengenaan PPh Pasal 21 secara final atas penghasilan berupa Uang Pesangon sebesar: - 0% atas penghasilan bruto Rp50 Juta; - 5% atas penghasilan bruto di atas Rp50 Juta s.d. Rp100 Juta; - 15% atas penghasilan bruto di atas Rp100 Juta s.d. Rp500 Juta; - 25% atas penghasilan bruto > Rp500 juta. 83

97 Bentuk Fasilitas (lanjutan): Pengenaan PPh Pasal 21 secara final atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Jaminan Hari Tua sebesar: - 0% atas penghasilan bruto Rp50 Juta; - 5% atas penghasilan bruto > Rp50 Juta. Prosedur Fasilitas ini dilaksanakan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - PP 68/ PMK-16/PMK.03/

98 B-3. PPh Pasal 21 Pegawai Harian, Mingguan, dan Pegawai Tidak Tetap Lainnya Sejalan dengan batasan nominal Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), maka atas penghasilan dari gaji pegawai harian, mingguan, dan pegawai tidak tetap lainnya sampai dengan batasan nominal tertentu tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21. Yang Berhak Pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan bruto sampai dengan jumlah Rp150 Ribu sehari. Bentuk Fasilitas Penghasilan yang diterima atau diperoleh sampai dengan jumlah Rp150 Ribu sehari tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 21. Namun demikian, hal ini tidak berlaku dalam hal penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp ,00 sebulan atau dalam hal penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan. 85

99 Prosedur Pegawai yang berhak atas fasilitas ini tidak perlu menyampaikan permohonan. Referensi - PMK-254/PMK.03/

100 B-4. Kantor Perwakilan Negara Asing dan Organisasi Internasional yang Tidak Wajib Memotong PPh Pasal 21/26 Dalam rangka lebih memberikan kepastian hukum, kantor perwakilan negara asing dan organisasi internasional yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan telah ditetapkan tidak termasuk sebagai subjek PPh dan dikecualikan dari kewajiban memotong PPh Pasal 21/26 atas penghasilan yang diterima/diperoleh pejabat/pegawai yang bekerja di organisasi internasional tersebut. Yang Berhak Kantor perwakilan negara asing dan organisasi internasional yang telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Bentuk Fasilitas Tidak diwajibkan memotong PPh Pasal 21/Pasal 26 atas penghasilan yang diterima/diperoleh pejabat/pegawai yang bekerja di kantor perwakilan negara asing atau organisasi internasional tersebut. 87

101 Prosedur Fasilitas ini dilaksanakan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 21 ayat (2) UU PPh - KMK-649/KMK.04/ PMK-215/PMK.03/2008 s.t.d.t.d. PMK-142/PMK.03/

102 C-1. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 atas Impor dan Kegiatan Lain Sesuai dengan ketentuan Pasal 22 UU PPh, dilakukan pemungutan PPh atas impor dan kegiatan tertentu lainnya. Namun demikian, untuk kepentingan perekonomian nasional, diberikan pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dan kegiatan tertentu. Yang Berhak Wajib Pajak pemungut yang melakukan kegiatan tertentu yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 Bentuk Fasilitas Kegiatan yang dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22: a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan tidak terutang Pajak Penghasilan; b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai yaitu: - barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; 89

103 Bentuk Fasilitas - barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia; - barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana; - barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum; - barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; - barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya; - peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; - barang pindahan; - barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan; - barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukanuntuk kepentingan umum; - persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; - barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; 90

104 Bentuk Fasilitas - vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); - buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama; - kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan; - penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional; - pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; - kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia; - peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau - barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama; 91

105 Bentuk Fasilitas c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyatanyata dimaksudkan untuk diekspor kembali; d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak yaitu bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP),Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA berkenaan dengan: 1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp ,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; 2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/pdam dan bendabenda pos. f. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG); g. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor; h. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). 92

106 Prosedur Tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB), untuk: a. impor yang dibebaskan dari pemungutan bea masuk dan PPN; dan b. impor sementara, yang ketentuannya dilaksanakan oleh Dirjen Bea Cukai dan tata caranya diatur oleh Dirjen Bea Cukai dan/atau Dirjen Pajak. Dengan SKB, untuk: a. Impor yang tidak terutang PPh-nya; dan b. Impor Emas batangan. Referensi - PMK-154/PMK.03/ PER-57/PJ/2010 s.t.d.d. PER-15/PJ/

107 C-2. Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 26 Ayat (4) (Branch Profit Tax) Branch profit tax merupakan pengenaan PPh berdasarkan Pasal 26 ayat (4) UU PPh sebesar 20% atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi PPh dari suatu Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Namun demikian, untuk mendorong BUT melakukan penanaman kembali di Indonesia guna mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri, pengenaan branch profit tax tersebut dikecualikan dalam hal seluruh penghasilan BUT tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Yang Berhak BUT yang melakukan penanaman kembali dalam bentuk: a. penyertaan modal pada perusahaan baru di Indonesia sebagai pendiri; b. penyertaan modal pada perusahaan di Indonesia sebagai pemegang saham; c. pembelian aktiva tetap; atau d. investasi aktiva tidak berwujud; yang dilakukan paling lama akhir Tahun Pajak berikutnya, setelah diperolehnya penghasilan. Bentuk Fasilitas Pengecualian dari pengenaan PPh Pasal 26 ayat (4). 94

108 Prosedur Menyampaikan pemberitahuan tertulis yang menyatakan: - bentuk penanaman kembali, dilampirkan pada SPT Tahunan untuk Tahun Pajak diterimanya penghasilan; - realisasi penanaman kembali dan/atau saat mulai berproduksi komersial, dilampirkan pada SPT Tahunan untuk Tahun Pajak berikutnya setelah penghasilan diterima Pemberitahuan tertulis disampaikan minimal dalam 3 tahun berturut-turut sejak tahun penanaman kembali. Referensi - Pasal 26 ayat (4) UU PPh - PMK 14/PMK.03/ PER-16/PJ/

109 C-3. Pengecualian Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia Bunga deposito dan tabungan lainnya, serta diskonto Sertifikat Bank lndonesia (SBI) merupakan penghasilan yang dikenai pajak bersifat final dengan tarif 20% untuk WP dalam negeri dan BUT. Namun demikian, terhadap deposito dan tabungan kecil, perlu dikecualikan pengenaannya guna melindungi para penabung kecil yang pada umumnya masih berpenghasilan rendah. Selain itu, pengecualian juga diberikan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebagai insentif bagi dana pensiun agar mengarahkan investasinya pada produk perbankan yang tidak bersifat spekulatif atau yang berisiko tinggi, sehingga pembayaran kembali dana pensiun kepada peserta pensiun di kemudian hari dapat terjamin. Yang Berhak - Orang pribadi subjek pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi PTKP. - Dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Bentuk Fasilitas Pengecualian dari pemotongan PPh untuk penghasilan tertentu bunga deposito/tabungan serta diskonto SBI. 96

110 Prosedur - Tanpa diperlukan prosedur permohonan, pemotongan PPh tidak dilakukan dalam hal: a. jumlah deposito/tabungan serta SBI tidak melebihi Rp7,5 Juta; b. diterima bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia; atau c. bunga tabungan pada bank untuk pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana, untuk dihuni sendiri. - Untuk dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, pengecualian pemotongan PPh diberikan berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB). Untuk memperoleh SKB tersebut, WP harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Referensi - PP 131 Tahun KMK 51/KMK.04/ PER-01/PJ/

111 C-4. Pengecualian dari Pemotongan PPh Final atas Bunga Obligasi Obligasi merupakan salah satu instrumen keuangan yang dapat digunakan oleh investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah mengatur pengenaan PPh atas bunga obligasi dengan tujuan untuk memberikan kemudahan kepada WP, meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengenaan pajak, serta untuk mendorong berkembangnya perdagangan obligasi di Indonesia. Yang Berhak - Dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh - Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. Bentuk Fasilitas Penghasilan berupa bunga obligasi tidak dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final 98

112 Prosedur Fasilitas ini dilaksanakan dengan cara self-assessment pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh. Dengan demikian, WP tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Pasal 17 ayat (7) UU PPh - PP 16/ PMK-234/PMK.03/ PMK-85/PMK.03/2011 s.t.d.d. PMK-07/PMK.03/

113 C-5. Pengecualian dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh oleh Pihak Lain Ketentuan perpajakan Indonesia menerapkan sistem pemotongan/pemungutan PPh untuk jenis penghasilan tertentu. Dengan sistem ini, dimungkinkan terjadinya kondisi dimana jumlah PPh yang telah dipotong dan/atau dipungut melebihi jumlah PPh terutang saat penghitungan PPh kurang/lebih bayar di akhir tahun. Mengingat hal tersebut, perlu ada ketentuan khusus tentang pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain untuk kondisi-kondisi tertentu. Seluruh WP, dengan syarat: a. membuktikan bahwa dalam tahun pajak berjalan tidak akan terutang PPh karena: 1) mengalami kerugian fiskal; 2) berhak atas kompensasi kerugian fiskal; atau 3) PPh yang telah dan akan dibayar lebih besar dari PPh yang akan terutang; atau b. penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final. c. telah menyampaikan SPT Tahunan Badan tahun terakhir. (kecuali untuk WP baru berdiri) Catatan: Yang Berhak WP yang mengalami kerugian fiskal yaitu dalam hal: a. baru berdiri dan masih dalam tahap investasi; b. belum sampai pada tahap produksi komersial; atau c. mengalami suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force majeur). 100

114 Bentuk Fasilitas Dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak ketiga. Prosedur WP mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar. Permohonan diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan. Permohonan dilampiri penghitungan PPh yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan (kecuali untuk permohonan pembebasan karena WP yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final). Apabila disetujui Kepala Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB). Referensi - PP 94/ PER -1/PJ/

115 C-6. Pengecualian dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu Penghasilan dari usaha yang diterima/diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dikenai PPh yang bersifat final yang tidak diperhitungkan kembali dalam penentuan PPh terutang di akhir tahun. Sementara itu, ketentuan perpajakan Indonesia menerapkan sistem pemotongan/pemungutan PPh untuk jenis penghasilan tertentu. Oleh karena itu, untuk memberikan kemudahan bagi WP dari kondisi dimana jumlah PPh yang telah dipotong dan/atau dipungut melebihi jumlah PPh terutang di akhir tahun, maka perlu ada ketentuan khusus tentang pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Yang Berhak Wajib Pajak yang dikenai PPh final berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Bentuk Fasilitas Dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak ketiga. 102

116 Prosedur Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB): a. WP mengajukan permohonan kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar, dengan persyaratan: 1) telah menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak sebelumnya, untuk WP yang telah terdaftar pada Tahun Pajak sebelumnya; 2) menyerahkan surat pernyataan bahwa WP memenuhi kriteria untuk dikenai PPh final berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013, untuk WP yang baru terdaftar pada Tahun Pajak diajukannya permohonan; 3) menyerahkan dokumen pendukung transaksi; 4) ditandatangani oleh WP/ ditandatangani oleh bukan WP dengan dilampiri surat kuasa khusus. b. Permohonan diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23. c. Kepala KPP menerbitkan SKB/surat penolakan permohonan SKB dalam jangka waktu 5 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap. 103

117 Prosedur Permohonan legalisasi fotokopi SKB: a. Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak ketiga hanya dilakukan untuk WP yang menyerahkan fotokopi SKB yang telah dilegalisasi oleh KPP; b. WP mengajukan permohonan legalisasi kepada Kepala KPP dengan persyaratan: 1) menunjukkan SKB; 2) menyerahkan bukti penyetoran PPh final berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013; 3) mengisi identitas WP pemotong/pemungut PPh dan nilai transaksi pada kolom yang tercantum dalam SKB; 4) ditandatangani oleh WP/ ditandatangani oleh bukan WP dengan dilampiri surat kuasa khusus. c. legalisasi dilakukan dalam jangka waktu 1 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap. Referensi - PER - 32/PJ/

118 DAFTAR SINGKATAN SINGKATAN APBD APBN Bapepam dan LK BKPM BOS BPPN BUT BULOG DIY Dirjen DJP KAPET KEK KPP KPPRSS KUK KUP Kukesra KUT Litbang NAD NPWP OP U R A I A N Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Badan Koordinasi Penanaman Modal Bantuan Operasional Sekolah Badan Penyehatan Perbankan Nasional Bentuk Usaha Tetap Badan Urusan Logistik Daerah Istimewa Yogyakarta Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Kawasan Ekonomi Khusus Kantor Pelayanan Pajak Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana Kredit Usaha Kecil Ketentuan Umum Perpajakan Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera Kredit Usaha Tani Penelitian dan Pengembangan Nanggroe Aceh Darusallam Nomor Pokok Wajib Pajak Orang Pribadi 105

119 P3B PHK PIN PNS POLRI PPh PPN PT PTKP SBI SKB SMB SPT s.t.d.d. s.t.d.t.d. TNI WP 3M Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Pemutusan Hubungan Kerja Pekan Imunisasi Nasional Pegawai Negeri Sipil Kepolisian Republik Indonesia Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai Perseroan Terbatas Penghasilan Tidak Kena Pajak Sertifikat Bank Indonesia Surat Keterangan Bebas Saat Mulai Berproduksi Surat Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Tentara Nasional Indonesia Wajib Pajak mendapatkan, menagih, dan memelihara 106

120 DAFTAR PERATURAN A. UNDANG-UNDANG (UU) UU KUP UU PPh UU PM UU KEK Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus B. KEPUTUSAN PRESIDEN (KEPPRES) Keppres 68/1983 Peniadaan Pengusutan Perpajakan Terhadap Deposito Berjangka dan Tabungan-Tabungan Lainnya Keppres 75/1994 Keppres 71/1996 s.t.d.t.d. Keppres 117/1999 Keppres 89/1996 s.t.d.d. Keppres 9/1998 Keppres 90/1996 s.t.d.d. Keppres 10/1998 Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Esso Exploration and Production Natuna Inc. yang Melakukan Pengeboran dan Pengolahan Gas Bumi dalam Rangka Kontrak Bagi Hasil di Kepulauan Natuna dan Laut Sekitarnya Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Natuna sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keppres Nomor 117 Tahun 1999 Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) sebagaimana telah diubah dengan Keppres Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak sebagaimana telah diubah dengan Keppres Nomor 10 Tahun

121 Keppres 11/1998 Keppres 12/1998 Keppres 13/1998 Keppres 14/1998 Keppres 15/1998 Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batulicin Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Samarinda, Sanga-Sanga, Muara Jawa, dan Balikpapan Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Sanggau Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Manado-Bitung Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Mbay Keppres 164/1998 Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Pare-Pare Keppres 165/1998 Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Seram Keppres 166/1998 Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Bima Keppres 167/1998 Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batui Keppres 168/1998 Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Bukari Keppres 169/1998 Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Betano, Natarbora dan Viqueque Keppres 170/1998 Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Das Kakab Keppres 171/1998 Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Sabang 108

122 PP 42/1995 s.t.d.t.d. PP 25/2001 PP 20/2000 s.t.d.d. PP 147/2000 C. PERATURAN PEMERINTAH (PP) Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 25 Tahun 2001 Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 147 Tahun 2000 PP 130/2000 Pengecualian Sebagai Objek Pajak atas Keuntungan karena Pembebasan Utang Debitur Kecil PP 131/2000 PP 1/2007 s.t.d.t.d. PP 52/2011 PP 32/2007 PP 81/2007 Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 52 Tahun 2011 Pemberian Fasiltas Perpajakan dalam Rangka Penanganan Bencana Alam di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka PP 16/2009 Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi PP 68/2009 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus 109

123 PP 80/2010 Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah PP 93/2010 Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto PP 94/2010 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan PP 2/2011 Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus PP 26/2012 PP 29/2012 Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei D. KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN (KMK)/ PERATURAN MENTERI KEUANGAN (PMK) KMK-649/KMK.04/ 1994 KMK- 239/KMK.01/1996 s.t.d.t.d. KMK- 486/KMK.04/2000 KMK- 200/KMK.04/2000 s.t.d.d. KMK- 11/KMK.04/2001 Organisasi Internasional yang Tidak Berkewajiban Memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 ayat (1) huruf d Pelaksanaan PP Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan KMK Nomor 486/KMK.04/2000 Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu sebagaimana telah diubah dengan KMK Nomor 11/KMK.04/

124 KMK-51/KMK.04/ 2001 PMK-609/PMK.03/ 2004 PMK-14/PMK.03/ 2005 PMK-93/PMK.03/ 2006 PMK-16/PMK.03/ 2007 s.t.d.t.d. PMK-144/ PMK.011/2012 PMK-183/PMK.03/ 2007 PMK-43/PMK.03/ 2008 PMK-79/PMK.03/ 2008 PMK-215/PMK.03/ 2008 s.t.d.t.d. PMK-166/ PMK.011/2012 Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia Perlakuan Pajak Penghasilan atas Bantuan Kemanusiaan Bencana Alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara Persyaratan Sumbangan serta Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan oleh Penampung, Penyalur dan/atau Pengelola Sumbangan dalam Rangka Bantuan Kemanusiaan Bencana Alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara Perlakuan Pajak Penghasilan atas Bantuan Kemanusiaan Bencana Alam Gempa Bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sebagian Provinsi Jawa Tengah serta Gempa Bumi dan Tsunami di Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan PMK- 144/PMK.011/2012 Wajib Pajak Pajak Penghasilan Tertentu yang Dikecualikan dari Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan Penetapan Organisasi-Organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 166/PMK.011/

125 PMK-238/PMK.03/ 2008 PMK-245/PMK.03/ 2008 PMK- 246/PMK.03/2008 s.t.d.d. PMK- 154/PMK.03/2009 PMK-247/PMK.03/ 2008 PMK-254/PMK.03/ 2008 s.t.d.d. PMK- 206/PMK.011 /2012 PMK-80/PMK.03/ 2009 PMK-81/PMK.03/ 2009 s.t.d.d. PMK-219/ PMK.011/2012 Tata Cara Pelaksanaan dan Pengawasan Pemberian Penurunan Tarif bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka Badan-Badan dan Orang Pribadi yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil yang Menerima Harta Hibah, Bantuan, atau Sumbangan yang Tidak Termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 154/PMK.03/2009 Bantuan atau Santunan yang Dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak Tertentu yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 206/PMK.011 /2012 Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya sebagamana telah diubah dengan PMK Nomor 219/PMK.011/

126 PMK-83/PMK.03/ 2009 PMK-96/PMK.03/ 2009 PMK- 105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK- 57/PMK.03/2010 PMK-234/PMK.03/ 2009 PMK-16/PMK.03/ 2010 PMK-154/PMK.03/ 2010 s.t.d.d. PMK- 224/PMK.011/ 2012 PMK-21/PMK.011/ 2010 PMK- 262/PMK.03/2010 PMK-14/PMK.03/ Penyediaan Makanan dan Minuman bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja Jenis-jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 57/PMK.03/2010 Bidang Penanaman Modal Tertentu yang Memberikan Penghasilan kepada Dana Pensiun yang Dikecualikan sebagai Objek Pajak Penghasilan Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 224/PMK.011/2012 Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan Kena 113

127 2011 Pajak Sesudah Dikurangi Pajak dari Suatu Bentuk Usaha Tetap PMK-76/PMK.03/ 2011 PMK-130/PMK.011 /2011 PMK- 85/PMK.03/2011 s.t.d.d. PMK- 07/PMK.011/2012 Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 07/PMK.011/2012 E. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK (KEP)/ PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK (PER) KEP-141/PJ/1999 Pengakuan Penghasilan dari Pengalihan Harta/Agunan Berupa Tanah dan/atau Bangunan bagi Wajib Pajak Tertentu KEP-526/PJ./2000 Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan KMK Nomor 486/KMK.04/2000 KEP-229/PJ./2001 Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) PER-57/PJ/2010 s.t.d.t.d. PER-06/PJ/2011 Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah diubah terakhir 114

128 dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2013 KEP-563/PJ./2001 KEP-184/PJ./2002 Saat Pengakuan Penghasilan Berupa Keuntungan karena Pembebasan Utang yang Diperoleh Debitur Tertentu dari Perjanjian Restrukturisasi Utang Usaha Pengakuan Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Kredit Non Performing KEP-220/PJ./2002 Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan PER-160/PJ/2005 s.t.d.t.d. PER- 01/PJ/2013 PER-67/PJ./2007 Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang Diterima atau Diperoleh Dana Pensiun yang Pendiriannya Telah Disahkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2013 Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu PER-28/PJ/2008 Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha PER-12/PJ./2009 Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengadministrasian Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan PER-44/PJ./2009 PER-1/PJ/2011 s.t.d.d. PER- Pelaksanaan Pengakuan Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain sebagaimana telah 115

129 32/PJ/2013 PER-44/PJ/2011 diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013 Tata Cara Pelaporan Penggunaan Dana dan Realisasi Penanaman Modal bagi Wajib Pajak Badan yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan PER-45/PJ/2011 Tata Cara Penetapan Saat Dimulainya Berproduksi Secara Komersial bagi Wajib Pajak Badan yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan F. SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK (SE) SE-27/PJ.42/1999 Pengakuan Penghasilan dari Pengalihan Harta/Agunan Berupa Tanah dan/atau Bangunan bagi Wajib Pajak Tertentu SE-05/PJ.42/2001 Penegasan Masa Transisi Berlakunya PP Nomor 43 Tahun 2000 SE-09/PJ.42/2002 Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan SE-16/PJ/2007 Penyampaian PP Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu beserta Peraturan- Peraturan Pelaksanaannya SE-45/PJ/2008 Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan PMK Nomor 43/PMK.03/2008 Tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha beserta Peraturan Pelaksanaannya SE-42/PJ/2009 Penyampaian dan Penegasan atas Pelaksanaan PMK Nomor 238/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan dan Pengawasan Pemberian Penurunan Tarif bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka 116

130 SE-56/PJ./2009 Penyampaian dan Penegasan atas Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 12/PJ./2009 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengadministrasian Penilaian kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan SE-66/PJ./2010 Penegasan atas Pelaksanaan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun

131 TIM PENYUSUN FASILITAS DAN INSENTIF PAJAK PENGHASILAN INDONESIA Pengarah A. FUAD RAHMANY A. SJARIFUDDIN ALSAH JOHN L. HUTAGAOL Penasehat YUNIRWANSYAH RADEN SETYADI ARIS HANDONO Koordinator FERY CORLY KUNTO LAKSITO IMAM ISWAHYUDI Tim Teknis ADRIAN MUNANDAR ARIEF SANTOSO BAYU WIDI CAHYANTO DENNY LUQMAN ALHAMZAH ENY SETYOWATI HENDRA MEDIANTO MALATIKA SEPTIASARI MAYDA NURBAETI OKFEL DJERMOR OKI OEPOYO SANTOSO PETRUS HARJONO RENI ILMIYAH RIENAL YAFFID RIO FERNANDO RIVA RIFIANTI ROBERT RONDANG FRISCA LUNARIS RUDI HENDRIAWAN SAMUDERA PUTRA SIMON P. H. HUTABARAT SONY MURAYA SYARIF IBRAHIM BUSONO ADI WAHYUDIANTO YUDIT SUPRIADI 118

132

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Assalamu alaikum Wr. Wb. Banyak cara yang ditempuh suatu negara dalam menarik investasi sebagai salah satu penggiat roda ekonomi. Kemudahan perizinan, kepastian hukum,

Lebih terperinci

Account Representative

Account Representative Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

1 P a g e. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK

1 P a g e. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK 1 P a g e Tax Holiday; Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan bagi Perusahaan Industri Pionir yang Melakukan Penanaman Modal Baru di Indonesia Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu : Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu : 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF. 1. Pembagian laba dengan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 1. Fasilitas Tax Holiday adalah fasilitas pembebasan dan pengurangan Pajak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 17 Maret 2010 Dasar Pemikiran - Mengurangi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN D. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771 SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK

Lebih terperinci

2011, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te

2011, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te No.503, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak Penghasilan Badan. Pembebasan. Pengurangan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.011/2011 TENTANG PEMBERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pajak a) Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 79/PJ/2010 TENTANG : STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) LAYANAN UNGGULAN BIDANG PERPAJAKAN DAFTAR 16 (ENAM BELAS) JENIS LAYANAN UNGGULAN BIDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK :

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK : D. PPh KURANG/LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771/$ SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 a. PEMBAGIAN LABA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN SEPERTI DIVIDEN, TERMASUK DIVIDEN YANG DIBAYARKAN OLEH PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan I. PEMOHON Supriyono. II. OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata serta partisipasi masyarakat dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional.

Lebih terperinci

Repositori STIE Ekuitas

Repositori STIE Ekuitas Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2015-12-22 Tinjauan Atas Penerapan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yang termasuk subjek pajak Orang pribadi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Misalnya: a. Usaha apotek; b. Rumah makan; c. Toko *) dapat bersifat final apabila memiliki peredaran bruto tertentu (PP No. 46 Tahun 2013) Penghasilan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN FORMULIR 1771 KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.

b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010. Tarif- tariff baru PPh 2009Undang-undang pajak penghasilan yang baru kini sudah disahkan oleh DPR. Beberapa tarif pajak dipotong sehingga diperkirakan potential lost pajaknya mencapai Rp 40 triliun. Wajib

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93/M-IND/PER/11/2011 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI SEKTOR

Lebih terperinci

FASILITAS PPh Energi Terbarukan

FASILITAS PPh Energi Terbarukan FASILITAS PPh Energi Terbarukan OUTLINE FASILITAS PPh BADAN Untuk Energi Terbarukan Dalam rangka Penanaman Modal Fasilitas PPh Badan 1 Tax Allowance 2 Tax Holiday Fasilitas Tax ALLOWANCE PP 18 Tahun 2015

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Penghitungan PPh diakhir tahun bagi WP Badan didasarkan atas LK Fiskal (Laba Rugi Fiskal) Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PAJAK 2.1.1. Pengertian Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH dalam Suandy (2011) mendefinisikan pajak sebagai : Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :18

1 of 5 21/12/ :18 1 of 5 21/12/2015 14:18 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Perpajakan 2.1.1 Definisi Pajak Dilihat dari sisi perusahaan PT. Bank BNI, pajak merupakan salah satu kewajiban bank untuk ikut membangun negara dimana terdapat kontribusi

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK IDENTITAS PERHATIAN TAHUN PAJAK FORMULIR SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK

Lebih terperinci

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d. 1771 - III/$ LAMPIRAN - III KREDIT PAJAK DALAM NEGERI NO. NAMA DAN NPWP OBJEK PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK JENIS PENGHASILAN / TRANSAKSI PAJAK PENGHASILAN BUKTI PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan salah satu pungutan negara terhadap rakyatnya. Pada hakekatnya, pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta Wajib

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN 1771 PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN)

Lebih terperinci

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b. 77 DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN h SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN h ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA X PADA 1771/$ PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

Lebih terperinci

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang: Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR TAHUN PAJAK KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015

PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015 1 KETENTUAN PERHITUNGAN Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN UMUM 1 Yang menjadi Subjek Pajak: 1. Orang Pribadi dan Warisan yang belum terbagi 2. Badan, terdiri dari PT,CV,perseroan lainnya,bumn/bumd 3. BUT (bentuk Usaha Tetap) 2 Subjek Pajak dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh 165 BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh PENGERTIAN SKB adalah Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh bagi WP yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, sama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Sommerfeld, Anderson, dan Brok dalam Zain (2003:11) berikut ini. Pajak adalah pengalihan sumber dari sektor

Lebih terperinci

Lampiran 2. Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012

Lampiran 2. Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012 Lampiran 2 Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012 Tabel Realisasi Investasi PMA Menurut Sektor Periode 2008-Kuartal 1 2012 2008 2009 2010 2011 2012 (q1) Industri Pionir P I (US$. Industri Kimia

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 770 PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa peningkatan akses dunia usaha pada sumber

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Pasal 1 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan

Lebih terperinci

2 Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai berproduksi komer

2 Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai berproduksi komer TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. Pajak Penghasilan. Penanaman Modal. Fasilitas. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 77) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771 SPT TAHUNAN 1771 DEPARTEMEN KEUANGAN RI ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK BERI TANDA "X" DALAM (KOTAK) YANG SESUAI ISI DENGAN BENAR, LENGKAP DAN JELAS 2 0 0 6 SESUAI DENGAN PETUNJUK PENGISIAN BL TH BL TH

Lebih terperinci