SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK"

Transkripsi

1

2

3

4

5 SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Assalamu alaikum Wr. Wb. Banyak cara yang ditempuh suatu negara dalam menarik investasi sebagai salah satu penggiat roda ekonomi. Kemudahan perizinan, kepastian hukum, ketersediaan infrastruktur, dan kebijakan fiskal sering menjadi faktor pertimbangan para investor sebelum memutuskan investasi yang akan dilakukan. Kebijakan fiskal yang ditransformasikan dalam seperangkat peraturan perpajakan yang pro-investasi dapat menjadi salah satu medium penarik investor. Hal ini disebabkan penarikan pajak yang tinggi dan eksesif dapat mengurangi kemampuan ekonomis investor bahkan membuat investor mencari alternatif negara lain untuk berinvestasi, sehingga tidak memberikan efek multiplier bagi perekonomian nasional. Berkenaan dengan hal tersebut, Indonesia, seperti layaknya negara lain, terus berusaha menjadikan tarif perpajakannya kian menarik dan kompetitif. Hal ini telah diwujudkan salah satunya melalui penurunan tarif Pajak Penghasilan Badan menjadi 25% dari sebelumnya 28% sebagaimana yang diamanatkan Pasal 17 ayat (2a) Undang-Undang PPh No 36 Tahun Selain penurunan tarif pajak dalam ketentuan UU PPh, Indonesia juga menawarkan berbagai fasilitas perpajakan antara lain penurunan tarif bagi perusahaan terbuka, tax holiday, investment allowance, dan fasilitas lainnya yang tersebar dalam Undang Undang PPh maupun aturan pelaksanaannya. Dengan berbagai paket fasilitas dan insentif perpajakan yang ditawarkan, diharapkan geliat investasi di tanah air akan semakin semarak. Hal ini juga mengingat berbagai fakta menggembirakan seperti peningkatan credit rating Indonesia, performa bursa saham yang cemerlang, serta Indonesia menjadi satu dari sedikit negara yang pertumbuhan ekonominya tetap positif di tengah krisis ekonomi dunia i

6 Terlepas dari berbagai fasilitas perpajakan dan kinerja yang diraih Indonesia, karakteristik Indonesia yang unik turut menawarkan berbagai advantage bagi dunia investasi dan keberlangsungannya. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, diapit oleh dua benua, serta dianugerahi kekayaan sumber daya alam yang melimpah, menawarkan comparative advantage tersendiri. Potensi gas alam, panas bumi, dan sumber energi terbarukan lainnya, serta perikanan, dan pariwisata, merupakan sedikit dari banyak sektor yang dapat dipilih oleh calon investor. Dari segi competitive advantage, Indonesia, sebuah negara berpenduduk 240 juta jiwa dengan pertumbuhan kelas menengah yang signifikan, merupakan pasar yang sangat menjanjikan. Kondisi sosio-demografis tersebut juga menawarkan ketersediaan professional labour maupun skilled labour yang andal dan berkesinambungan bagi investasi pada industri manufaktur maupun berbasis high-technology. Kini, buku di tangan Anda berusaha menyediakan informasi mengenai berbagai insentif dan fasilitas di bidang Pajak Penghasilan di Indonesia, yang diharapkan dapat membantu Wajib Pajak, khususnya Anda para investor dan calon investor yang hendak berinvestasi di Indonesia dengan segala keuntungannya. Pada akhirnya, terima kasih dan penghargaan yang tulus saya sampaikan kepada semua pihak yang berkontribusi dalam penyusunan buku ini, serta agar tetap bersemangat dan melanjutkan kerja kerasnya dalam berkarya untuk Republik Indonesia yang kita cintai. Kepada Anda para Wajib Pajak dan Investor, saya ucapkan terima kasih telah turut membangun bangsa dan selamat berinvestasi di Indonesia. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat-nya kepada kita semua. Jakarta, Februari 2012 Direktur Jenderal Pajak A. Fuad Rahmany NIP ii

7 KATA PENGANTAR Insentif dan fasilitas perpajakan merupakan satu dari banyak upaya yang ditawarkan banyak negara untuk menarik minat investor terutama investasi yang memiliki efek multiplier yang signifikan bagi perekonomian nasional. Investasi diharapkan dapat membawa teknologi baru, menggerakkan sektor yang belum terolah secara maksimal ataupun sektor dan daerah tertentu yang menjadi prioritas nasional, membuka lapangan pekerjaan, dan pada akhirnya turut menambah kontribusi dalam meningkatkan pendapatan nasional dan kemandirian bangsa. Insentif dan fasilitas seharusnya bersifat dinamis mengikuti perkembangan ekonomi nasional, regional, maupun pengaruh dari perekonomian global. Salah satu prinsip yang harus selalu dianut dalam formulasi dan penerapan fasilitas dan insentif perpajakan adalah perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang hakikatnya sama serta harus mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian, selama ini harus diakui banyak investor yang belum mengetahui berbagai fasilitas dan investasi perpajakan di tanah air, mengingat peraturan terkait insentif dan fasilitas perpajakan bersifat dinamis dan terus berkembang. Untuk itu, buku yang ada dihadapan Saudara hadir sebagai salah satu langkah dari usaha sinergis dan komprehensif Direktorat Jenderal Pajak di dalam mengajak Wajib Pajak, investor, dan calon investor agar dapat memahami dan pada akhirnya memanfaatkan fasilitas dan insentif yang ada. Buku ini juga dibuat dalam versi bahasa Inggris agar para calon investor dari berbagai negara dapat mengetahui berbagai insentif dan fasilitas pajak penghasilan di Indonesia yang sangat atraktif dan kompetitif, sehingga diharapkan Indonesia menjadi salah satu negara tujuan utama para investor global. iii

8 Format buku ini dirancang secara sederhana, tanpa mengurangi substansi informasi yang diperlukan dan diharapkan dapat menjadi referensi yang mudah dipahami tentang berbagai fasilitas dan insentif yang telah diformulasikan. Setiap bentuk insentif dan fasilitas yang disajikan dalam buku ini menginformasikan latar belakang, bentuk insentif dan fasilitas, persyaratan bagi Wajib Pajak yang berhak memanfaatkan, serta prosedur untuk memanfaatkan insentif dan fasilitas pajak penghasilan. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih pada jajaran Direktorat Jenderal Pajak, khususnya Direktur Jenderal Pajak yang telah berkenan memberi sepatah kata pada buku ini dan juga penghargaan yang tulus bagi rekan-rekan di Direktorat Peraturan Perpajakan II, khususnya Subdirektorat Peraturan PPh Badan yang telah merealisasikan buku ini menjadi sebuah panduan sederhana yang kiranya dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait. Semoga upaya yang telah dilakukan ini dapat memberi kontribusi dalam membawa Indonesia yang lebih baik. Jakarta, Februari 2012 Direktur Peraturan Perpajakan II A. Sjarifuddin Alsah NIP iv

9 DAFTAR ISI NO. J U D U L HALAMAN Sambutan Direktur Jenderal Pajak Kata Pengantar Daftar isi i iii v A. PAJAK PENGHASILAN BADAN A-1 Tax Holiday untuk Industri Pionir 1 A-2 Investment Allowance untuk Penanaman Modal Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu A-3 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 8 A-4 Pernurunan Tarif PPh bagi Perseroan Terbuka 9 A-5 Pengurangan 50% Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan 11 A-6 Fasilitas untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan 5 13 A-7 Fasilitas dalam Rangka Merger atau Pemekaran Usaha 16 A-8 Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek PPh 18 A-9 A-10 A-11 A-12 A-13 A-14 A-15 Bantuan/Santunan yang Dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dikecualikan dari Objek PPh Sisa Lebih Badan/Lembaga Nirlaba yang Dikecualikan dari Objek PPh Penghasilan Tertentu Dana Pensiun yang Dikecualikan dari Objek PPh Keuntungan karena Pembebasan Utang Debitur Kecil Dikecualikan dari Objek Pajak Bantuan, Sumbangan, dan Hibah yang Dikecualikan sebagai Objek PPh Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dibebankan sebagai Biaya Biaya Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan yang Boleh Dibebankan sebagai Biaya v

10 A-16 Fasilitas PPh atas Sumbangan Bencana Alam Provinsi NAD dan Sumut A-17 Fasilitas PPh untuk Percepatan Penanganan Bencana Alam di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara A-18 Fasilitas PPh atas Bantuan Bencana Alam Gempa Bumi di Provinsi DIY dan Sebagian Provinsi Jawa Tengah serta Gempa Bumi dan Tsunami di Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa A-19 Sumbangan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto A-20 Penghapusan Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto A-21 Fasilitas PPh Ditanggung Pemerintah atas Hibah dan Pinjaman Luar Negeri A-22 Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek PPh A-23 Pemberian Natura bagi Pegawai yang Dapat Dibebankan sebagai Biaya A-24 Fasilitas PPh atas Revaluasi Aktiva Tetap dan Angsuran Pembayarannya A-25 Fasilitas PPh atas Penghasilan Bunga Kredit Non- Performing oleh Bank A-26 Fasilitas PPh Terkait Saat Pengakuan Penghasilan Berupa Keuntungan Karena Pembebasan Utang yang Diperoleh Debitur Tertentu A-27 Fasilitas PPh Berupa Saat Pengakuan Penghasilan dari Pengalihan Harta/Agunan berupa Tanah dan/atau Bangunan bagi Wajib Pajak Tertentu vi

11 B. PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI B-1 WP Tertentu Tidak Wajib Lapor SPT 61 B-2 Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 63 C. PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 C-1 PPh Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintah bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota ABRI, dan Para Pensiunan C-2 Kantor Perwakilan Negara Asing dan Organisasi Internasional yang Tidak Berkewajiban Memotong PPh Pasal 21/26 C-3 Pengenaan PPh Pasal 21 dengan Tarif yang Lebih Rendah dan Bersifat Final C-4 PPh Pasal 21 Pegawai Harian, Mingguan, dan Pegawai Tidak Tetap Lainnya D. PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 D-1 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 atas Impor dan Kegiatan Lain 73 E. PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 E-1 Pengecualian Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia E-2 Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 26 ayat (4) (Branch Profit Tax) E-3 Pengecualian dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh oleh Pihak Lain E-4 Pengecualian dari Pemotongan PPh Final atas Bunga Obligasi vii

12 DAFTAR SINGKATAN 86 DAFTAR PERATURAN 88 A. UNDANG-UNDANG (UU) 88 B. KEPUTUSAN PRESIDEN (KEPPRES) 88 C. PERATURAN PEMERINTAH (PP) 90 D. KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN (KMK)/PERATURAN MENTERI KEUANGAN (PMK) E. KEPUTUSAN/PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK 95 F. SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK (SE) viii

13 A-1. Tax Holiday untuk Industri Pionir Penanaman modal mempunyai peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan serta meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional. Untuk mendorong investasi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melalui kebijakan fiskalnya memberikan fasilitas di bidang perpajakan berupa tax holiday bagi industri pionir yang diberikan lebih promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan oleh negara lain. Yang Berhak Wajib Pajak (WP) badan baru atau yang berdiri paling lama 12 bulan sebelum 15 Agustus 2011, dengan syarat: a. merupakan industri pionir, yaitu Industri logam dasar, pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam, permesinan, sumberdaya terbarukan, dan/atau peralatan komunikasi; b. investasi minimal Rp1 Triliun; c. menempatkan dana di perbankan Indonesia minimal 10% dari total rencana investasi. Dengan mempertimbangkan kepentingan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas untuk industri pionir lainnya 1

14 Bentuk Fasilitas - Pembebasan PPh Badan (tax holiday) 5 s.d 10 Tahun, sejak dimulainya produksi komersial. - Pengurangan PPh Badan 50% selama 2 tahun setelah periode tax holiday. - Dengan mempertimbangkan kepentingan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas dengan jangka waktu lebih panjang. Prosedur - Permohonan WP kepada Menteri Perindustrian atau Kepala BKPM untuk dilakukan penelitian mengenai: a. ketersediaan infrastruktur di lokasi investasi; b. penyerapan tenaga kerja domestik; c. pemenuhan kriteria industri pionir; d. rencana tahapan alih teknologi; e. ketentuan tax sparing di negara domisili. - Berdasarkan penelitian tersebut, permohonan WP akan diteruskan kepada Menteri Keuangan. - Apabila disetujui, Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas akan diterbitkan. 2

15 Kewajiban WP - WP wajib menyampaikan Laporan berkala kepada DJP dan Komite Verifikasi mengenai: a. penggunaan dana triwulanan dilampiri rekening koran; dan b. realisasi penanaman modal triwulanan (tidak wajib audit) dan laporan tahunan yang diaudit. Pemanfaatan - WP dapat memanfaatkan tax holiday apabila: a. seluruh penanaman modal telah direalisasikan; dan b. telah berproduksi secara komersial (SMB). Untuk penetapan SMB, WP mengajukan permohonan ke Dirjen Pajak, dengan melampirkan: a. fotokopi akta pendirian; b. fotokopi keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas tax holiday; c. laporan keuangan 3 tahun terakhir yang telah diaudit; d. surat kuasa khusus dalam hal permohonan disampaikan oleh kuasa Wajib Pajak; dan e. dokumen terkait transaksi penjualan hasil produksi minimal terdiri dari faktur penjualan, faktur pajak, dan bukti pengiriman barang. 3

16 Referensi - PP 94/ PMK-130/PMK.011/ PER-44/PJ/ PER-45/PJ/2011 4

17 A-2. Investment Allowance untuk Penanaman Modal Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu Dalam rangka lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung guna mendorong pertumbuhan ekonomi, serta untuk pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan, perlu diberikan insentif PPh bagi WP yang melakukan kegiatan usaha di bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu. Yang Berhak - WP badan berbentuk PT atau koperasi yang melakukan penanaman modal pada: a. 52 bidang usaha pada Lampiran I atau; b. 77 bidang usaha di daerah tertentu pada Lampiran II dalam PP 52/ WP sebagaimana dimaksud di atas termasuk WP yang telah memiliki izin penanaman modal sebelum berlakunya PP Nomor 52 Tahun 2011, dengan syarat: a. rencana penanaman modal minimal Rp1 Triliun; dan b. belum beroperasi secara komersial pada saat PP 52/2011 berlaku. 5

18 Bentuk Fasilitas - Investment allowance 30% dari jumlah Penanaman Modal yang dibebankan selama 6 tahun, masing-masing sebesar 5%; - Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; - Tarif PPh 10% atas dividen kepada Subjek Pajak Luar Negeri, atau tarif yang lebih rendah menurut P3B; dan - Kompensasi kerugian 5 s.d 10 tahun dengan ketentuan: a. penanaman modal di kawasan industri dan kawasan berikat; b. tenaga kerja Indonesia minimal 500 orang selama 5 tahun berturut-turut; c. pengeluaran infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha minimal Rp10 miliar; d. biaya litbang di dalam negeri untuk pengembangan atau efisiensi produk minimal 5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun; dan/atau e. menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri minimal 70% sejak tahun ke-4. 6

19 Prosedur - Permohonan WP harus disampaikan kepada Kepala BKPM, untuk kemudian diusulkan kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Pajak dengan melampirkan: a. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); b. izin prinsip penanaman modal baru atau perluasan, termasuk rinciannya. - Usulan yang diterima oleh Dirjen Pajak akan diteliti untuk kemudian diterbitkan keputusan mengenai pemberian/penolakan dalam waktu selambatnya 10 hari kerja setelah usulan diterima. Pemanfaatan Fasilitas dapat dimanfaatkan setelah WP merealisasikan rencana penanaman modal minimal 80%, kecuali bagi WP yang telah mendapat fasilitas berdasarkan PP 1/2007 atau PP 62/2008 Referensi - Pasal 31A UU PPh - PP 1/2007 s.t.d.t.d. PP 52/ PMK-16/PMK.03/ PER-67/PJ./ SE-16/PJ/2007 7

20 A-3. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Dalam rangka mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional, perlu diberikan insentif pajak guna mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Yang Berhak WP yang melakukan kegiatan di Kawasan Ekonomi Khusus Bentuk Fasilitas - Fasilitas Pajak Penghasilan; - Tambahan fasilitas PPh dapat diberikan sesuai karakteristik Zona; - Impor barang ke KEK dapat diberikan fasilitas berupa tidak dipungut PPh impor. Referensi UU No. 39 Tahun

21 A-4. Penurunan Tarif PPh bagi Perseroan Terbuka Dalam rangka meningkatkan peranan pasar modal sebagai sumber pembiayaan dunia usaha dan untuk mendorong peningkatan jumlah perseroan terbuka serta peningkatan kepemilikan publik pada perseroaan terbuka, diperlukan fasilitas PPh bagi WP badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka. Yang Berhak WP badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka, dengan syarat: a. Minimal 40% dari keseluruhan saham disetor dan diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; b. Saham tersebut dimiliki paling sedikit oleh 300 pihak; c. Masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang disetor; dan d. Ketentuan tersebut harus dipenuhi dalam waktu minimal 6 bulan dalam jangka waktu 1 tahun pajak. Bentuk Fasilitas Penurunan tarif PPh sebesar 5% lebih rendah dari tarif tertinggi PPh WP badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh. 9

22 Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment pada saat penyampaian SPT PPh WP badan, yaitu dengan: a. Melampirkan surat keterangan dari Biro Administrasi Efek berupa formulir X.H.1-6 sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor X.H.1 untuk setiap tahun pajak terkait; b. Mencantumkan nama WP, NPWP, Tahun Pajak, serta menyatakan bahwa ketentuan tersebut dipenuhi dalam waktu paling singkat 6 bulan dalam jangka waktu 1 tahun pajak. Referensi - Pasal 17 ayat (2b) UU PPh - PP 81/ PMK-238/PMK.03/ SE-42/PJ/

23 A-5. Pengurangan 50% Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang didukung oleh pelaku usaha kecil dan menengah, diperlukan insentif PPh berupa pengurangan tarif PPh kepada pelaku usaha dengan skala usaha yang terbatas. Yang Berhak - WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 Miliar. - Peredaran bruto dalam hal ini, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi: a. Penghasilan yang dikenai PPh bersifat final; b. Penghasilan yang dikenai PPh tidak bersifat final; dan c. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak. Bentuk Fasilitas Pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif WP badan dalam negeri yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 Miliar. 11

24 Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh WP badan. Dengan demikian, WP tidak perlu menyampaikan permohonan fasilitas. Referensi - Pasal 31E UU PPh - SE-66/PJ/

25 A-6. Fasilitas untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Dengan semakin berkurangnya cadangan energi yang berasal dari fosil, maka diperlukan inovasi penggunaan energi terbarukan untuk menjamin tersedianya pasokan energi yang berkelanjutan. Indonesia sangat berpotensi untuk memanfaatkan energi terbarukan seperti panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. Oleh karena itu, insentif Pajak Penghasilan diperlukan untuk mendukung pemanfaatan sumber energi terbarukan yang memerlukan investasi yang sarat teknologi serta memiliki risiko yang tinggi. Yang Berhak WP yang melakukan kegiatan pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan 13

26 Bentuk Fasilitas - Investment allowance 30% dari jumlah Penanaman Modal, selama 6 tahun. - penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; - tarif PPh 10% atas dividen kepada subjek pajak luar negeri, atau tarif yang lebih rendah menurut P3B; dan - kompensasi kerugian 5 s.d 10 tahun dengan ketentuan: a. tambahan 1 tahun: penanaman modal di kawasan industri dan kawasan berikat; b. tambahan 1 tahun: tenaga kerja Indonesia minimal 500 orang selama 5 tahun berturut-turut; c. tambahan 1 tahun: pengeluaran infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha minimal Rp10 Miliar; d. tambahan 1 tahun: biaya litbang di dalam negeri untuk pengembangan atau efisiensi produk minimal 5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun; dan/atau e. tambahan 1 tahun: menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri minimal 70% sejak tahun ke-4. - Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor atas impor barang berupa mesin dan peralatan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang. 14

27 Prosedur - Permohonan WP harus disampaikan kepada Kepala BKPM, untuk kemudian diusulkan kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Pajak dengan melampirkan: a. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); b. izin prinsip penanaman modal baru atau perluasan, termasuk rinciannya. - Usulan yang diterima oleh Dirjen Pajak akan diteliti untuk kemudian diterbitkan keputusan mengenai pemberian/penolakan dalam waktu selambatnya 10 hari kerja setelah usulan diterima. Pemanfaatan - Fasilitas investment allowance dapat dimanfaatkan setelah WP merealisasikan rencana penanaman modal minimal 80%, kecuali bagi WP yang telah mendapat fasilitas berdasarkan PP 1/2007 atau PP 62/ Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor dimanfaatkan secara otomatis tanpa menggunakan Surat Keterangan Bebas (SKB). Referensi PMK-21/PMK.011/

28 A-7. Fasilitas dalam Rangka Merger atau Pemekaran Usaha Dalam rangka menyelaraskan kebijakan perpajakan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter, dan kebijakan lainnya, Pemerintah memperbolehkan WP menggunakan nilai buku pada saat pengalihan harta dalam rangka merger atau pemekaran usaha dengan persyaratan tertentu. Yang Berhak - WP yang melakukan pengalihan harta dalam rangka merger atau pemekaran usaha. - Merger yang diperbolehkan dalam hal ini meliputi: a. penggabungan usaha dengan syarat salah satu badan usaha tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil; b. peleburan usaha dua atau lebih WP badan dengan cara mendirikan badan usaha baru; - Pemekaran usaha yang diperbolehkan dalam hal ini meliputi pemekaran usaha oleh: a. WP belum Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering); atau b. WP Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana. 16

29 Bentuk Fasilitas WP yang melakukan merger atau spin-off tersebut diperbolehkan untuk menggunakan nilai buku pada saat pengalihan harta. Prosedur - Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal efektif merger/pemekaran usaha; - Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan - Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test). - Melampirkan Laporan Keuangan dari Wajib Pajak yang mengalihkan harta dan Laporan Keuangan dari Wajib Pajak yang menerima harta khususnya untuk tahun pajak dilakukannya pengalihan harta yang diaudit oleh akuntan publik. Referensi - Pasal 10 ayat (3) UU PPh - PMK-43/PMK.03/ PER-28/PJ/ SE-45/PJ/

30 A-8. Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek PPh Untuk mengoptimalkan penggunaan dana beasiswa oleh penerima yang menjalankan pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal di dalam negeri dan/atau di luar negeri, diperlukan insentif fiskal yang turut mendukung peningkatan kualitas rakyat Indonesia dengan dikecualikannya beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu dari objek Pajak Penghasilan. Yang Berhak Warga Negara Indonesia yang menerima beasiswa dengan syarat: - untuk pendidikan formal dan/atau nonformal di dalam negeri dan/atau di luar negeri; - tidak memiliki hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi, atau pengurus WP pemberi beasiswa; - komponen beasiswa dalam hal ini adalah tuition fee, biaya ujian, biaya penelitian, biaya buku, dan/atau biaya hidup. Bentuk Fasilitas Beasiswa dikecualikan dari objek PPh 18

31 Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh - PMK-246/PMK.03/2008 s.t.d.d. PMK-154/PMK.03/

32 A-9. Bantuan/Santunan yang Dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dikecualikan dari Objek PPh Untuk memberikan keringanan bagi WP yang tidak mampu atau sedang mendapat bencana alam atau tertimpa musibah, diperlukan fasilitas pajak penghasilan berupa pengecualian bantuan atau santunan yang dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai objek PPh. Yang Berhak WP yang menerima bantuan/santunan dari: - Persero Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK); - Persero Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN); - Persero Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); - Persero Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES); dan/atau - badan hukum lainnya yang dibentuk untuk menyelenggarakan Program Jaminan Sosial. 20

33 Bentuk Fasilitas Bantuan/santunan yang diberikan kepada WP dan/atau masyarakat yang: a. hidup di bawah garis kemiskinan sesuai data dan kriteria Biro Pusat Statistik; b. sedang tertimpa bencana alam; c. tertimpa kecelakaan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa. dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan Prosedur Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Referensi - Pasal 4 ayat (3) huruf n UU PPh - PMK-247/PMK.03/

34 A-10. Sisa Lebih Badan/Lembaga Nirlaba yang Dikecualikan dari Objek PPh Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, penelitian, dan pengembangan, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Pemerintah mendukung program tersebut, salah satunya melalui pemberian fasilitas perpajakan berupa pengecualian sisa lebih yang diterima atau diperoleh oleh badan/lembaga nirlaba sebagai objek PPh. Yang Berhak Badan/lembaga nirlaba bergerak di bidang pendidikan dan/atau litbang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang menanamkan kembali sisa lebihnya dalam bentuk sarana dan prasarana, meliputi: a. gedung dan prasarana pendidikan, litbang, termasuk pembelian tanah; b. sarana/prasarana kantor, lab, dan perpustakaan; c. asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen, atau karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal. Sisa lebih dalam konteks ini adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek PPh selain penghasilan yang dikenakan PPh tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari. 22

35 Bentuk Fasilitas Sisa lebih yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana/prasarana dikecualikan dari objek PPh paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih. Prosedur - WP menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar mengenai: a. rencana fisik sederhana, dan b. rencana biaya pembangunan dan pengadaan. - Pemberitahuan tersebut disampaikan: a. pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh tahun pajak diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana dimulai, dalam jangka waktu 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut; b. dengan tindasan/carbon copy kepada instansi yang membidanginya. Referensi - Pasal 4 ayat (3) huruf m UU PPh - PMK-80/PMK.03/ PER-44/PJ./

36 A-11. Penghasilan Tertentu Dana Pensiun yang Dikecualikan dari Objek PPh Penanaman modal oleh dana pensiun dimaksudkan untuk pengembangan dan merupakan dana yang akan dibayarkan kembali kepada peserta pensiun di kemudian hari, sehingga penanaman modal tersebut perlu diarahkan pada bidangbidang yang tidak bersifat spekulatif atau yang beresiko tinggi. Berdasarkan hal tersebut, penghasilan dana pensiun dari bidangbidang tertentu dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan. Yang Berhak Dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan. Bentuk Fasilitas Pengecualian dari objek PPh atas penghasilan tertentu dana pensiun sebagai berikut: a. bunga, diskonto, imbalan dari deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada bank di Indonesia, serta SBI; b. bunga, diskonto, imbalan dari obligasi, obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara, pada bursa efek di Indonesia; atau c. dividen dari saham pada PT yang tercatat pada bursa efek Indonesia. 24

37 Prosedur - Untuk dikecualikan dari pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, WP harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) dengan syarat: a. Permohonan SKB pertama kali diajukan paling lambat 14 hari kerja sebelum masa berlakunya SKB; b. Pengajuan kembali SKB yang akan habis masa berlakunya paling lambat 14 hari kerja sebelum habis masa berlakunya; c. Kepala KPP memberikan jawaban permohonan WP paling lambat 7 hari kerja setelah permohonan WP; jika tidak, permohonan WP dianggap diterima dan SKB diterbitkan 3 hari kerja berikutnya; d. Dana pensiun yang memperoleh SKB wajib menyampaikan laporan investasi setiap semester pada tanggal 30 bulan berikutnya setelah akhir semester yang bersangkutan. - Masa berlaku SKB meliputi periode 1 Maret s.d. 31 Agustus dan 1 September s.d. 28 Februari. Referensi - Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh - PMK-234/PMK.03/ PER-160/PJ/2005 s.t.d.t.d. PER-39/PJ/

38 A-12. Keuntungan karena Pembebasan Utang Debitur Kecil Dikecualikan dari Objek Pajak Secara umum, pembebasan utang merupakan penghasilan bagi penerima utang dan merupakan biaya yang boleh dibebankan bagi pemberi utang. Namun, untuk membantu meringankan beban pajak pengusaha kecil yang kesulitan menyelesaikan utang kreditnya, diberikan fasilitas PPh berupa pengecualian atas penghasilan dari pembebasan utang debitur kecil sebagai objek PPh. Yang Berhak - Debitur Kecil yang mempunyai utang usaha berjumlah tidak lebih dari Rp350 Juta termasuk: a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra); b. Kredit Usaha Tani (KUT); c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS); d. Kredit Usaha Kecil (KUK); e. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan BI dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi. 26

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Buku Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia Edisi II

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Buku Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia Edisi II SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Buku Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia Edisi II - 2013 Assalamu alaikum Wr. Wb. Investasi merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam suksesnya pembangunan

Lebih terperinci

Account Representative

Account Representative Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN D. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771 SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK :

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK : D. PPh KURANG/LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771/$ SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF. 1. Pembagian laba dengan

Lebih terperinci

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Penghitungan PPh diakhir tahun bagi WP Badan didasarkan atas LK Fiskal (Laba Rugi Fiskal) Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1993 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang: Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN UMUM 1 Yang menjadi Subjek Pajak: 1. Orang Pribadi dan Warisan yang belum terbagi 2. Badan, terdiri dari PT,CV,perseroan lainnya,bumn/bumd 3. BUT (bentuk Usaha Tetap) 2 Subjek Pajak dapat

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN FORMULIR 1771 KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan Perbedaan dalam pengakuan pendapatan dan beban antara perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN 1771 PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN)

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA X PADA 1771/$ PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

Lebih terperinci

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d. 1771 - III/$ LAMPIRAN - III KREDIT PAJAK DALAM NEGERI NO. NAMA DAN NPWP OBJEK PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK JENIS PENGHASILAN / TRANSAKSI PAJAK PENGHASILAN BUKTI PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Lebih terperinci

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yang termasuk subjek pajak Orang pribadi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

Lebih terperinci

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu : Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu : 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 1. Fasilitas Tax Holiday adalah fasilitas pembebasan dan pengurangan Pajak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK IDENTITAS PERHATIAN TAHUN PAJAK FORMULIR SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK

Lebih terperinci

1 P a g e. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK

1 P a g e. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK 1 P a g e Tax Holiday; Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan bagi Perusahaan Industri Pionir yang Melakukan Penanaman Modal Baru di Indonesia Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan

Lebih terperinci

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b. 77 DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN h SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN h ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 17 Maret 2010 Dasar Pemikiran - Mengurangi

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771 SPT TAHUNAN 1771 DEPARTEMEN KEUANGAN RI ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK BERI TANDA "X" DALAM (KOTAK) YANG SESUAI ISI DENGAN BENAR, LENGKAP DAN JELAS 2 0 0 6 SESUAI DENGAN PETUNJUK PENGISIAN BL TH BL TH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR TAHUN PAJAK KEMENTERIAN

Lebih terperinci

b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.

b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010. Tarif- tariff baru PPh 2009Undang-undang pajak penghasilan yang baru kini sudah disahkan oleh DPR. Beberapa tarif pajak dipotong sehingga diperkirakan potential lost pajaknya mencapai Rp 40 triliun. Wajib

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Pasal 1 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan I. PEMOHON Supriyono. II. OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 770 PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 138 TAHUN 2000 (138/2000) TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami

Lebih terperinci

1 Catatan Revaluasi Aktiva Tetap Perusahaan

1 Catatan Revaluasi Aktiva Tetap Perusahaan Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT Modul 1 Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT Drs. H. Bambang Hermanto, M.Si. Mas Rasmini, S.E., M.Si. D PENDAHULUAN alam Modul 1 ini, akan dibahas mengenai konsep dasar pajak penghasilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Misalnya: a. Usaha apotek; b. Rumah makan; c. Toko *) dapat bersifat final apabila memiliki peredaran bruto tertentu (PP No. 46 Tahun 2013) Penghasilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk IV.1 Laba Rugi Secara Komersial Keuntungan (laba) atau kerugian adalah salah satu tolak ukur

Lebih terperinci

GRAHA ILMU Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

GRAHA ILMU Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. : PAJAK PENGHASILAN JILID I Oleh : Mohammad Yamin Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau

Lebih terperinci

Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA)

Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA) Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA) Untuk perusahaan asing di Indonesia yang ingin melakukan usaha bersama, maka dapat dilakukan dengan cara sbb : 1. Joint Operation; 2. Merger, Akuisisi dan Likuidasi;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

2011, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te

2011, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te No.503, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak Penghasilan Badan. Pembebasan. Pengurangan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.011/2011 TENTANG PEMBERIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

2017, No Peleburan, atau Pemekaran Usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

2017, No Peleburan, atau Pemekaran Usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.586, 2017 KEMENKEU. Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha. Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta. Penggunaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERHATIAN 770 BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL; DAN/ATAU PEMBUKUAN PENCATATAN DALAM NEGERI LAINNYA/LUAR NEGERI.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh 165 BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh PENGERTIAN SKB adalah Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh bagi WP yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, sama

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa peningkatan akses dunia usaha pada sumber

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 UMUM Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 disusun dalam struktur yang

Lebih terperinci

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PP 138 Tahun 2000 PP 94 Tahun 2010 Bab I Penghitungan Penghasilan Kena

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 50, 1983 FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam upaya untuk

Lebih terperinci

FASILITAS PPh Energi Terbarukan

FASILITAS PPh Energi Terbarukan FASILITAS PPh Energi Terbarukan OUTLINE FASILITAS PPh BADAN Untuk Energi Terbarukan Dalam rangka Penanaman Modal Fasilitas PPh Badan 1 Tax Allowance 2 Tax Holiday Fasilitas Tax ALLOWANCE PP 18 Tahun 2015

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pajak a) Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 99/PMK.010/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 0 MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN ATAU NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008

Lebih terperinci