ANALISIS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PESERTA PROPER STUDI KASUS DI HOTEL CIPUTRA SEMARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PESERTA PROPER STUDI KASUS DI HOTEL CIPUTRA SEMARANG"

Transkripsi

1 ANALISIS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PESERTA PROPER STUDI KASUS DI HOTEL CIPUTRA SEMARANG Rizki Arizal Purnama 1, Al. Sentot Sudarwanto 2, Wiryanto 3. 1 Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 3 Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta purnamaarizal@gmail.com Abstrak Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 3, menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan antara lain untuk menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia, mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan mengantisipasi isu lingkungan global. Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper), merupakan program pemerintah dalam rangka meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup dalam ketaatan pengelolaan lingkungan hidup. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, lokasi penelitian di Hotel Ciputra Semarang yang merupakan peserta Proper. Tahun 2013 dan 2014, Proper Hotel Ciputra Semarang mendapatkan peringkat Merah dan pada tahun 2015 mendapat peringkat Biru. Komitmen manajemen hotel dalam pengelolaan lingkungan hidup mendorong cara pandang dan cara berfikir dalam meningkatkan produktifitas dan efisiensi kerja. Penyelenggaraan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang hemat energi mampu membangun kepedulian pegawai untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan seluruh pegawai serta memberikan pengetahuan pada tamu hotel untuk turut serta mengelola lingkungan hidup. Gerakan hemat energi yang dilakukan, secara tidak langsung ikut serta berpartisipasi dalam mengurangi pemanasan global dengan turut andil dalam mengurangi pembakaran gas buang fosil dari pembakaran mesin-mesin pembangkit listrik berbahan bakar minyak bumi dan batubara. Kata kunci : Proper, pengelolaan lingkungan, kepemimpinan, hemat energy,. 1. PENDAHULUAN Pariwisata, selain mendatangkan devisa juga diharapkan memberikan manfaat dalam pelestarian alam dan budaya serta pembangunan lingkungan yang berkelanjutan. Namun, pada kenyataannya manfaat ekonomi yang didapatkan dibarengi dengan dampak-dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu aspek fasilitas pendukung industri pariwisata adalah hotel. Hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola dalam rangka untuk menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus [1]. Persoalan lingkungan hidup telah menjadi isu global, tidak hanya menyoroti industri-industri besar pemakai energi bersumber fosil, tetapi juga merambah pada sektor pariwisata. Sistem informasi yang terbuka dan sangat canggih saat ini, memudahkan wisatawan dalam mencari informasi tentang situasi dan kondisi pariwisata dan lingkungan sekitarnya. Biaya pengelolaan lingkungan yang sangat besar dan komitmen pengusaha menjadi salah satu alasan utama bagi hotel tidak melakukan pengolahan limbah, sehingga pencemaran lingkungan akibat kegiatan hotel semakin tidak terkendali. Swasta, selaku pelaku usaha perhotelan seharusnya bisa membaca dengan baik keinginan para konsumennya, terkait dengan isu lingkungan hidup, yaitu melakukan kegiatan perhotelan dengan menggunakan konsep wawasan ramah lingkungan. Perubahan iklim global mengakibatkan kerusakan lapisan ozon, salah satunya disebabkan oleh Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

2 emisi gas karbon dioksida, hal tersebut diperparah dengan meningkatnya jumlah permintaan energy listrik yang selama ini dominan dihasilkan oleh pembangkit dengan bahan bakar fosil. Sejalan dengan salah satu agenda Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yaitu agenda mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, maka pembangunan industri pariwisata ke depannya diharapkan harus sejalan dengan arah pembangunan berkelanjutan. Hotel Ciputra Semarang merupakan salah satu peserta Proper sejak tahun 2013 di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Tahun 2013 dan 2014, Hotel Ciputra Semarang mendapatkan predikat Merah, berdasarkan Permen LH no 3 tahun 2014 sebenarnya telah memiliki instalasi pengolahan limbah, tapi belum sesuai dengan standar baku mutu yang ditetapkan, dengan kata lain masih terdapat pencemaran lingkungan yang tetap dibiarkan. Dengan berbagai usaha dan perubahan yang dilakukan maka pada tahun 2015, Proper hotel Ciputra Semarang berhasil mendapatkan predikat Biru. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh Hotel Ciputra Semarang dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup kaitannya dengan kegiatan Proper. 2) Untuk menemukan kendala dan solusi pengelolaan lingkungan hidup di Hotel Ciputra Semarang. Pengertian Proper Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UUPPLH), pada Pasal 71 ayat (2) dan (3) menyatakan bahwa penge ndalian dampak lingkungan hidup sebagai alat pengawasan dilakukan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggungjawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota menetapkan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup. Salah satu upaya pemerintah dalam rangka pengawasan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper). Permen-LH No.3 tahun 2014, menyebutkan bahwa Proper adalah evaluasi ketaatan dan kinerja melebihi ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dibidang pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, serta pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun. Aspek penilaian ketaatan meliputi: izin lingkungan; pengendalian pencemaran air; pengendalian pencemaran udara; pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3); dan potensi ker usakan lahan (khusus untuk kegiatan pertambangan). Terdapat 5 peringkat dalam sistem pemeringkatan Proper yaitu, Hitam untuk perusahaan yang dengan sengaja melakukan pencemaran lingkungan. Peringkat Merah adalah perusahaan yang upaya pengelolaan lingkungannya tidak sesuai dengan persyaratan dalam peraturan perundang-undangan. Peringkat Biru diberikan kepada perusahaan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan persyaratan perundang-undangan. Proper hijau diberikan pada perusahaan yang memiliki system manajemen lingkungan, efisiensi sumber daya dan melaksanakan pemberdayaan masyarakat. Proper Emas diberikan kepada perusahaan yang konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan hidup dalam proses produksi / jasa, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. Proper dilaksanakan dengan pendekatan instrumen informatif, yang mengadopsi pola insentif dan disinsentif dimana hasil akhir dari penilaiannya akan diumumkan di media masa. Diharapkan dengan dipublikasikannya hasil penilaian Proper tersebut, maka perusahaanperusahaan yang berperingkat bagus akan mendapat simpati dari pihak konsumen dan masyarakat luas. Begitu juga sebaliknya dengan perusahaan-perusahaan dengan penilaian Proper tidak baik dan belum mentaati peraturan yang ada akan mendapat disinsentif berupa sanksi administrasi dan penilaian tidak baik dari kalangan masyarakat, konsumen maupun institusi lainnya, sehingga akan berpacu untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidupnya. Proper juga diharapkan mendorong 42 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk

3 perusahaan untuk mencapai keunggulan lingkungan berdasarkan pembangunan yang berkelanjutan dengan menerapkan system manajemen lingkungan, 3R, efisiensi energy, konservasi sumber daya alam dan melaksanakan bisinis beretika serta bertanggung jawab terhadap masyarakat. Pengelolaan Energi Dilihat dari bahan bakarnya, 50% pembangkit listrik di Indonesia berasal dari batubara, 14% dari bahan bakar minyak dan sisanya sebesar 23 % dari sumber gas [2]. Dominasi penggunaan energy fosil ikut serta menyumbang peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK). Meningkatnya jumlah pembangunan hotel sebagai fasilitas pendukung pariwisata berbanding lurus dengan kebutuhan energy listrik di Indonesia, hal tersebut berdampak negative semakin meningkatnya potensi emisi gas rumah kaca. Secara tidak langsung, budaya penggunaan energy yang berlebihan dan boros tidak hanya berdampak pada besarnya pembiayaan, tetapi juga berdampak negative terhadap lingkungan hidup. Penerangan, pendinginan ruang, dan peralatan elektonik pribadi maupun peralatan listrik dengan beban besar seperti lift, mesin laundry dan lain-lain merupakan sumber konsumsi energy terbesar di sebuah hotel. Sebanyak 3-6% dari total pembiayaan sebuah hotel, dihabiskan untuk membayar konsumsi energy [3]. Penggantian sprei dan handuk yang terlalu sering selain berpengaruh besar dalam konsumsi energy hotel, juga turut serta meningkatkan pembuangan zat-zat kimia berbahaya di lingkungan. Proper bertujuan mendorong ketaatan industri terhadap peraturan lingkungan hidup, selain hal tersebut juga mendorong perusahaan untuk menerapkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan salah satunya yaitu efisiensi energy. Hotel-hotel terbaik di dunia telah melakukan penghematan energy dalam system pemanasan dan pendinginan ruang [4]. Salah satu strategi pengelolaan energi listrik adalah dengan penggunaan peralatan pencahayaan hemat energi dan menggunakan teknologi yang mana lampu dapat menyala dan mati secara otomatis, penghematan penggunaan AC baik di dalam maupun luar ruang kamar, serta penggunaan energi alternatif berupa energi matahari. Manajemen lingkungan, semestinya bisa dijadikan sebuah solusi terhadap persoalan lingkungan hidup untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan akibat pencemaran, khususnya di dalam sebuah industri atau perusahaan. Manajemen lingkungan di nyatakan dengan adanya komitmen berupa kebijakan, perencanaan lingkungan, pelaksanaan program kegiatan, pendokumentasian, evaluasi dan pengawasan, serta partisipasi dari masyarakat. Manajemen lingkungan akan berhasil apabila ada komitmen dan komunikasi yang baik antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat yang terintegrasi di dalam seluruh kegiatan di hotelnya Kepemimpinan dalam lingkungan kerja Pemimpin merupakan sosok penentu yang mempunyai tanggung jawab besar dalam menetukan arah kebijakan dan keberhasilan disebuah organisasi, sehingga diperlukan seorang pemimpin berkualitas yang bisa membawa organisasi pada tujuannya [5]. Kepemimpinan merupakan sebuah proses seseorang/individu mempengaruhi kelompoknya dalam mencapai tujuan tertentu [6]. Terjadinya kerusakan lingkungan oleh dampak kegiatan perusahaan disebabkan tidak adanya prinsip etika lingkungan, oleh sebab itu diperlukan kepemimpinan yang berwawasan lingkungan. Sehingga proses kegiatan di dalam perusahaannya tidak hanya berorientasi mencari keuntungan semata dan merugikan lingkungan dengan melakukan pengelolaan lingkungan yang baik. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan di perusahaan yang dilakukan oleh pemimpin/manajer yang memiliki etika lingkungan akan dilakukan dengan memperhatikan dampak terhadap lingkungan, misalnya dengan melakukan penghematan energi di tempatnya bekerja. 2. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Subyek dari penelitian ini adalah sumber daya manusia/pegawai dari Hotel Ciputra Semarang yang memiliki pengetahuan tentang kegiatan Proper serta Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah selaku instansi teknis yang bertanggungjawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

4 Berdasarkan rekomendasi dari pihak manajemen hotel, maka sebagai informan dalam penelitian ini adalah SDM Engineering Department sebagai pihak yang menangani kegiatan Proper di hotel Ciputra Semarang. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pelaksanaan kegiatan Proper Perusahaan-perusahaan yang menjadi target peserta Proper adalah perusahaan-perusahaan yang menghasilkan produk ditujukan untuk ekspor, tercatat di pasar bursa, mendapat perhatian dari masyarakat luas baik dari lingkup regional maupun secara nasional dan perusahaan yang skala kegiatannya menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Penilaian ketaatan perusahaan peserta Proper dinilai dari 4 aspek yaitu dokumen lingkungan, pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara dan pengelolaan limbah B3, dengan perijinan yang merupakan wewenang dari Pemerintah Kota / Kabupaten. Tercantum di dalam Pasal 63 ayat (2) UUPPLH disebutkan dengan jelas bahwa salah satu tugas dan wewenang pemerintah provinsi dalam rangka perlindungan, yaitu melakukan upaya pengawasan dan pembinaan serta melakukan penegakan hukum di wilayahnya. Pada kegiatan Proper, penilaian dilakukan oleh tim dari KLHK. Selain tim dari KLHK tersebut, BLH Provinsi juga menjadi tim penilai pada perusahaan peserta Poper dengan pembagian tugas dan wewenang yang sesuai dengan criteria tertentu. Dalam rangka pembinaan, BLH Provinsi melakukan pendampingan dan fasilitasi terhadap peserta Proper mengenai pengelolaan lingkungan hidup, antara lain dengan memberikan sosialisasi mengenai kegiatan Proper. Dalam pengelolaan lingkungan, perusahaan biasanya terkendala oleh factor biaya dan komitmen pemilik usaha. Selama ini kegiatan Proper masih bersifat sukarela, akan tetapi kedepannya semua perusahaan diharapkan masuk kedalam penilaian Proper. Hotel Ciputra merupakan salah satu hotel peserta Proper di wilayah Jawa Tengah, dengan mendapatkan predikat Biru pada tahun 2015, sedangkan pada tahun 2013 dan 2014 mendapatkan predikat Merah. Management hotel Ciputra sebenarnya tidak memiliki standar tertentu dalam pengelolaan lingkungan hidup, ditambah dengan minimnya bimbingan serta kurang baiknya komunikasi dengan pemerintah akibat dari tidak adanya pengelompokan jenis usaha dan kurangnya jumlah pegawai baik dari BLH Provinsi maupun BLH Kota Semarang mengenai pengelolaan lingkungan hidup sehingga kesulitan dalam mengelola lingkungan hidup yang sesuai dengan persyaratan dalam aturan perundang-undangan. Namun demikian dengan keterbatasan sumber daya manusia dan informasi, management hotel Ciputra berusaha untuk melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan peraturan yang ada, hal tersebut dibuktikan dengan semakin baiknya pengelolaan energy listrik pada hotel. 3.2 Pengelolaan lingkungan di Hotel Ciputra Hotel Ciputra Semarang adalah hotel bintang 5 yang terletak di kota Semarang, dengan jumlah kamar sebanyak 200 kamar. Dampak negative kegiatan hotel yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam kelestarian lingkungan adalah meningkatnya volume limbah yang berpotensi mencemari lingkungan. Dilihat dari jenisnya limbah yang dihasilkan oleh hotel antara lain adalah berupa limbah cair misalnya dari kegiatan laundry, limbah padat domestik dari sisa makanan, penggunaan energi boros, pencemaran udara dari sistem sirkulasi udara, limbah B3 dari sisa tinta printer. Keberhasilan Hotel Ciputra tersebut tidak bisa lepas dari peran Chieff Engineer yang telah melakukan perubahan dalam budaya kerja di hotel serta memberikan edukasi kepada pengunjung hotel, antara lain dengan memberikan kartu berupa tulisan himbauan yang terdapat pada kamar mandi hotel tentang penggunaan handuk secara ulang selama menginap di hotel. Himbauan kepada pengunjung hotel diharapkan agar pengunjung hotel ikut berperan serta membantu dalam pengelolaan lingkungan hidup. Agar menimbulkan kesadaran untuk menjaga lingkungan, himbauan tersebut berisikan tulisan yang memberikan pengetahuan kepada penghuni kamar hotel akan dampak pencemaran terhadap tanah dan air akibat penggunaan detergent yang digunakan saat mencuci handuk setiap harinya. Dengan peran serta pengunjung hotel, maka hotel Ciputra mampu 44 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk

5 meningkatkan kualitas lingkungan hidup di hotelnya tanpa mengurangi kenyamanan pengunjung hotel. Gambar 1. Himbauan penggunaan handuk untuk ramah lingkungan di kamar hotel Budaya pendekatan keleluargaan yang dilakukan oleh Chieff Engineer terhadap karyawan telah berhasil meningkatkan kesadaran untuk berperilaku hemat energy. Bukan hal mudah bagi manajemen untuk melakukan penghematan energy listrik di hotel, salah satu cara yaitu dengan memberikan motivasi berupa pemberian bonus yang besar terhadap karyawan apabila target penghematan energy terpenuhi. Factor utama yang mempengaruhi keberhasilan penghematan energy adalah manusia dan energy itu sendiri, dengan 80% dipengaruhi oleh budaya manusia dan 20% penggunaan energy. Gambar.2. Sticker hemat energy di wilayah kerja staff hotel Komitmen perusahaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik adalah diwujudkan dengan adanya program risk management serta memberikan alokasi dana yang dimanfaatkan untuk pengelolaan lingkungan. Salah satu langkah nyata untuk mencapai kualitas lingkungan hidup yang lebih baik diantaranya adalah penggantian jenis lampu secara menyeluruh di lingkungan hotel Ciputra. Penggunaan lampu LED sebagai pengganti lampu Flourescent (neon) adalah salah satu upaya hotel dalam rangka mendukung gerakan hemat energy yang sudah sejak lama dikampanyekan oleh pemerintah. Selain membantu dalam mengurangi konsumsi energy listrik, perusahaan juga di untungkan dengan berkurangnya biaya untuk membayar listrik, yang bersumber dari jaringan PLN. Selain penggantian peralatan boros energy dengan peralatan hemat energy, pemeliharaan rutin dan berkala sangatlah penting dan berpengaruh terhadap performa peralatan listrik berdaya listrik besar antara lain seperti lift, pompa air dan AC. Terjadi penurunan Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

6 konsumsi daya listrik dari tahun 2012 sampai dengan 2015, menunjukkan bahwa komitmen untuk mengurangi konsumsi energy listrik telah berhasil dilakukan di hotel Ciputra Semarang. 4. KESIMPULAN Table.1. konsumsi energy listrik pertahun Nomor Tahun Total kwh listrik ,863, ,842, ,651, ,494, Persoalan lingkungan tidak dapat dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri, namun sangat terkait dengan perilaku manusia terutama dalam memenuhi kebutuhannya. Perubahan perilaku melalui gaya hidup tentu saja merubah pola ekstraksi sumber daya alam dan energi yang ada. Proper merupakan instrumen penaatan alternatif yang dikembangkan untuk bersinergi dengan instrumen penaatan lainnya guna mendorong penaatan perusahaan melalui penyebaran informasi kinerja kepada masyarakat. Proper mengadopsi pola insentif dan disinsentif, serta pengawasan atas kinerja perusahaan dengan kriteria penilaian terdiri dari penilaian ketaatan dan penilaian ketaatan lebih yang diwujudkan dengan adanya dokumen-dokumen lingkungan. Kurangnya informasi, bimbingan teknis mengenai pengelolaan lingkungan, tidak adanya pengelompokan jenis industry, ditambah dengan masih minimnya jumlah personil BLH Provinsi maupun BLH Kota, menyebabkan perusahaan perhotelan kesulitan dalam memenuhi standar pengelolaan lingkungan sesuai yang ditetapkan. Pengelolaan lingkungan hidup di sebuah perusahaan perhotelan tidak hanya menjadi tanggung jawab perusahaan semata, namun juga diperlukan kesadaran dari para pengunjung hotel untuk berperan serta dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup. Efisiensi energy terbukti menguntungkan perusahaan secara ekonomi, disamping itu secara tidak langsung juga ikut serta mengurangi emisi gas CO 2 pada pembangkit listrik. Komitmen, budaya kerja serta kepemimpinan yang beretika lingkungan menjadi salah satu factor penentu sebuah perusahaan dalam melakukan pengelolaan lingkungan ke arah yang lebih baik. Penghargaan terhadap perusahaan yang telah melakukan pengelolaan yang baik sampai saat ini hanya sebatas wacana saja dan belum dirasakan kenyataannya oleh pengusaha. Untuk mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan, perlu adanya komitmen para stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan, dengan meningkatkan kesadaran para pelaku usaha / kegiatan serta kerjasama masyarakat untuk mentaati peraturan perundang undangan dibidang lingkungan untuk mengurangi dampak negative kegiatan perusahaan terhadap lingkungan hidup. DAFTAR PUSTAKA [1] Sulastiyono, A Manajemen Penyelenggaraan Hotel. Bandung. Alfabeta. [2] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Pusat Teknologi Sumber Daya Energi dan Industri Kimia Indonesia Energy Outlook 2016 : Pengembangan Energi untuk Mendukung Industri Hijau. Jakarta. [3] Mensah I Hotel Energy Efficiency Towards Sustainable Tourism. Journal of Hotel & Business Management. [4] Alexander, S., Kennedy,C GREEN HOTELS: Opportunities and Resources for Success. Zero Waste Alliance. [5] Werren, B., Burt, N Leaders Strategi untuk Mengemban Tanggung Jawab. Jakarta. PT.Buana Ilmu Populer Kelompok Gramedia Jakarta. 3 p. [6] Northhouse, PG Leadership: Theory and Practice, 3rd edition. New Delhi. 3 p. 46 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk

I. PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai harganya, sehingga harus senantiasa dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan, manusia menjadi salah satu komponen dari lingkungan hidup itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan, manusia menjadi salah satu komponen dari lingkungan hidup itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sangat bergantung pada kondisi lingkungan hidup dan tempat manusia tinggal. Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan manusia. Bahkan, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait dengan isu green accounting tersebut di tahun 1980-an. Di

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait dengan isu green accounting tersebut di tahun 1980-an. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep green accounting sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa, diikuti dengan mulai berkembangnya penelitianpenelitian yang terkait dengan

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 12.1.1* Jumlah kolaborasi tematik quickwins program. 12.1 Melaksanakan the 10-Year Framework of Programmes on Sustainable Consumption and Production Patterns, dengan semua negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir akhir ini global warming tengah menjadi topik pembahasan yang sering di bicarakan oleh masyarakat dunia. Global warming adalah perubahan meningkatnya temperatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu lingkungan dan perubahan iklim meningkat pesat akhir-akhir ini. Berbagai gerakan hijau dilakukan untuk

Lebih terperinci

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Kota Bogor 4.1.1 Pernyataan Visi Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana suatu organisasi harus dibawa berkarya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor andalan. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. konsisten menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor andalan. Dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan barometer perkembangan pariwisata nasional yang merupakan daerah tujuan pariwisata Indonesia. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali konsisten menempatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Isu pemanasan global sudah sering dibicarakan pada media berita dan masyarakat sendiri sudah tidak asing lagi dengan kata pemanasan global. Namun isu pemanasan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan permasalahan yang cukup pelik dan sulit untuk dihindari. Jika tidak ada kesadaran dari berbagai pihak dalam pengelolaan lingkungan,

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana)

KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana) KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Sebuah Strategi Menuju Efisiensi Sumber Daya dan Keberlanjutan 2020 A Big Step towards

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Permasalahan lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang harus kita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Permasalahan lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang harus kita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang harus kita pikirkan bersama mengingat dampak yang buruk dari pengelolaan lingkungan. Sebagaimana

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

Manajemen Limbah Industri. Nur Istianah,ST,MT,M.Eng

Manajemen Limbah Industri. Nur Istianah,ST,MT,M.Eng Manajemen Limbah Industri Nur Istianah,ST,MT,M.Eng Outline BLH(Badan Lingkungan Hidup) dan EPA (environmental protection agency) Perundang-undangan tentang limbah Baku mutu limbah (air dan udara) Potensi

Lebih terperinci

A. Visi dan Misi Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung

A. Visi dan Misi Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi dan Misi Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung V isi menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, menempatkan manusia sebagai subjek utama yang mengambil. hidup sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, menempatkan manusia sebagai subjek utama yang mengambil. hidup sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Demikian juga sebaliknya, lingkungan dapat dipengaruhi oleh aktivitas dan perilaku manusia. Kehidupan

Lebih terperinci

APA ITU GLOBAL WARMING???

APA ITU GLOBAL WARMING??? PEMANASAN GLOBAL APA ITU GLOBAL WARMING??? Pemanasan global bisa diartikan sebagai menghangatnya permukaan Bumi selama beberapa kurun waktu. Atau kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta memiliki daya tarik yang tinggi. Oleh sebab itu, Yogyakarta menjadi kota

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta memiliki daya tarik yang tinggi. Oleh sebab itu, Yogyakarta menjadi kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota wisata favorit di Indonesia. Wisatawan lokal maupun wisatawan asing menganggap alam, sejarah, budaya, dan kuliner di Yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa pembangunan adalah sesuatu yang bersahabat, pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan suatu pembangunan berkelanjutan hanya akan dapat dicapai melalui sinerginya tiga faktor utama; profit, people dan planet. Dengan kata lain, keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang dan jasa, pemakaian sumber-sumber energi, dan sumber daya alam.

BAB I PENDAHULUAN. barang dan jasa, pemakaian sumber-sumber energi, dan sumber daya alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri pada sektor usaha bidang agroindustri adalah suatu upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara dan bila ditinjau dari segi pola kehidupan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan besar terjadinya

Lebih terperinci

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK RAFIKA DEWI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Ilmu Ekonomi 2016 Dosen pembimbing: Bapak Ahmad Ma ruf, S.E., M.Si.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian

BAB I PENDAHULUAN. saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era sekarang ini, sektor bisnis di Indonesia mulai berkembang. Tentu saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian keuntungan semata.

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Ikhtisar Eksekutif Pembangunan sistem administrasi modern yang andal, professional, partisipatif serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, merupakan kunci sukses menuju manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 1. Kondisi Industri I. LATAR BELAKANG Pembangunan sektor industri di Indonesia yang telah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 30 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG TATA KELOLA HIJAU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hadirnya energi listrik ke dalam kehidupan manusia merupakan salah satu hal penting yang mendukung pesatnya perkembangan kemajuan kehidupan di dunia sekarang ini. Hampir setiap

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan...

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 2 1.2. Landasan Hukum... 3 1.3. Maksud dan Tujuan... 4 1.4. Sistematika Penulisan... 4 BAB II. EVALUASI PELAKSANAAN KINERJA RENJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Macklin (2009), pembangunan ekonomi tidak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses untuk meningkatkan

Lebih terperinci

pelaku produksi tahu, sedangkan bagi warga bukan pengolah tahu, gas dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangganya

pelaku produksi tahu, sedangkan bagi warga bukan pengolah tahu, gas dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangganya PENDAHULUAN Sampah atau limbah, selalu saja menjadi permasalahan. Masalah selalu timbul sebagai akibat dari tidak mampunya masyarakat melakukan tata kelola terhadap sampah atau limbah yang dihasilkan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh aktivitas alam (bencana alam) atau aktivitas manusia, yang menyebabkan rusaknya keseimbangan ekosistem

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi bagi negara. Seiring bertambahnya pembangunan perusahaan, sumbersumber

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi bagi negara. Seiring bertambahnya pembangunan perusahaan, sumbersumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan sektor industri di Indonesia memberikan sumbangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi bagi negara. Seiring bertambahnya pembangunan perusahaan, sumbersumber

Lebih terperinci

secara prinsip penggunaan energi di lingkungan hunian penduduk akan meningkat seiring dengan kepadatan rumah.

secara prinsip penggunaan energi di lingkungan hunian penduduk akan meningkat seiring dengan kepadatan rumah. Sumber penerangan utama yang digunakan oleh rumah tangga menjadi salah satu indikator kemiskinan yang digunakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan selain

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Saat ini terus dilakukan studi berkelanjutan oleh para peneliti mengenai apa

1 BAB I PENDAHULUAN. Saat ini terus dilakukan studi berkelanjutan oleh para peneliti mengenai apa 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini terus dilakukan studi berkelanjutan oleh para peneliti mengenai apa yang menyebabkan pemanasan global atau global warming. Salah satu hal yang telah dipelajari

Lebih terperinci

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya pembangunan yang diikuti dengan pertumbuhan dan perekembangan perekonomian Indonesia, kebutuhan energi nasional juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai

Lebih terperinci

SASARAN STRATEGIS 1 : Menurunnya beban pencemaran lingkungan hidup

SASARAN STRATEGIS 1 : Menurunnya beban pencemaran lingkungan hidup Ringkasan Eksekutif Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) ini disusun sebagai wujud dan tekad Kementerian Lingkungan Hidup dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden

Lebih terperinci

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Slide 1 Pada pertemuan G-20 di Pittsburg tahun 2009, Pemerintah

Lebih terperinci

TATA CARA PENILAIAN KETAATAN DAN PENILAIAN KINERJA LEBIH DARI KETAATAN

TATA CARA PENILAIAN KETAATAN DAN PENILAIAN KINERJA LEBIH DARI KETAATAN LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TATA CARA PENILAIAN KETAATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, permasalahan yang sering sekali menjadi pusat perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi. Di Indonesia, hal

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang turut menerapkan teknologi yang hingga saat ini terus berkembang. Penerapan teknologi untuk menunjang kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan keprihatinan masyarakat dunia tentang pentingnya pelestarian lingkungan, hal ini tentu

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BLITAR

Lebih terperinci

SPM Standar Pelayanan Masyarakat. Standar Pelayanan Masyarakat Pariwisata Alam

SPM Standar Pelayanan Masyarakat. Standar Pelayanan Masyarakat Pariwisata Alam SPM Standar Pelayanan Masyarakat Standar Pelayanan Masyarakat Pariwisata Alam SPM Standar Pelayanan Masyarakat Standar Pelayanan Masyarakat Pariwisata Alam Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang berwawasan lingkungan (green building).

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang berwawasan lingkungan (green building). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam website http://zulkieflimansyah.com/in/green-building.html, Januari 2009, pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu penting yang disuarakan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini, aktivitas operasional perusahaan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan sosial, Hal ini menyebabkan berbagai pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi sangat penting di pusat-pusat perkotaan untuk transportasi, produksi industri, kegiatan rumah tangga maupun kantor. Kebutuhan pada saat sekarang di

Lebih terperinci

BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH

BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH SOSIALISASI APLIKASI SISTEM INFOMASI DAN PELAPORAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (SIPLAH) DAN PENYERAHAN RAPOR FINAL PROGRAM PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II Sustainable Architecture (Materi pertemuan 6) DOSEN PENGAMPU: ARDIANSYAH, S.T, M.T PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Sustainable

Lebih terperinci

STANDAR INDUSTRI HIJAU

STANDAR INDUSTRI HIJAU Kementerian Perindustrian-Republik Indonesia Medan, 23 Februari 2017 OVERVIEW STANDAR INDUSTRI HIJAU Misi, Konsep dan Tujuan Pengembangan Industri Global Visi: Mengembangan Industri yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Oleh : Kunaefi, ST, MSE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau

BAB I PENDAHULUAN. manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia,

Lebih terperinci

JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r

JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r Instansi Visi Misi Tujuan Tugas Fungsi Badan Hidup Provinsi Jawa Timur Ketersediaan Hidup Jawa Timur yang Baik dan Sehat 1.

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat dalam Penerapan Rumah Hemat Energi

Persepsi Masyarakat dalam Penerapan Rumah Hemat Energi TEMU ILMIAH IPLBI 06 Persepsi Masyarakat dalam Penerapan Rumah Hemat Energi Tri Amartha Wiranata Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung Abstrak Saat ini, isu penggunaan energi

Lebih terperinci

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia KMA 43026 Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. UU RI No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemanasan global menjadi isu yang penting dikalangan masyarakat akhirakhir ini. Pemanasan global adalah suatu bentuk ketidak seimbangan ekosistem di bumi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Saat ini energi merupakan kebutuhan utama setiap manusia. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi suatu negara menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017 KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017 DAFTAR ISI I LATAR BELAKANG II KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI NASIONAL III KAMPANYE HEMAT ENERGI I MENGAPA HEMAT ENERGI? KEBUTUHAN

Lebih terperinci

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008 Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : 131 803 987 Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008 1 KEBIJAKSANAAN ENERGI 1. Menjamin penyediaan di dalam negeri secara terus-menerus

Lebih terperinci

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM (RAD Penurunan Emisi GRK) Oleh : Ir. H. Hadenli Ugihan, M.Si Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel Pemanasan Global Pengaturan Perubahan Iklim COP 13 (2007) Bali menghasilkan

Lebih terperinci

PERAN PROPER SEBAGAI PENDORONG PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERAN PROPER SEBAGAI PENDORONG PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERAN PROPER SEBAGAI PENDORONG PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh : Mahmudi, ST. MT *) ABSTRAK PROPER adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian GREEN CHILLER POLICY IN INDUSTRIAL SECTOR Disampaikan pada: EBTKE CONEX Jakarta Convention Center 21 Agustus 2015 Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6149 KEUANGAN OJK. Efek. Utang. Berwawasan Lingkungan. Penerbitan dan Persyaratan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 281) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, ibukota negara Indonesia, merupakan kota yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, ibukota negara Indonesia, merupakan kota yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta, ibukota negara Indonesia, merupakan kota yang terus berkembang di berbagai aspek, baik itu dari aspek sosial, budaya, ekonomi maupun teknologi. Banyak sekali

Lebih terperinci

PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D

PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D 004 349 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gedung atau bangunan mempunyai pengaruh yang begitu besar terhadap kehidupan manusia di dunia. Bangunan tersebut dapat memfasilitasi suatu komunitas, kesehatan, mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen lingkungan di dalam sebuah manajemen operasi tradisional

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen lingkungan di dalam sebuah manajemen operasi tradisional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riset Manajemen lingkungan di dalam sebuah manajemen operasi tradisional perusahaan dianggap bukan sebagai suatu prioritas dalam strategi korporasinya. Akibatnya manajemen

Lebih terperinci

N, 2015 PENGARUH PENGUNGKAPAN AKUNTANSI LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN

N, 2015 PENGARUH PENGUNGKAPAN AKUNTANSI LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia sebagai makhluk sosial haruslah berinteraksi dengan manusia lain maupun dengan alam. Dan juga dengan semakin berkembangnya kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Proyek.

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Proyek. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proyek Universitas Mercu Buana merupaan salah satu universitas swasta di Jakarta yang saat ini banyak diminati oleh murid-murid yang baru lulus SMA/SMK maupun oleh

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri INDUSTRI SEMEN PORTLAND Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan Normatif... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah... 4 5 Persyaratan Teknis...

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Misi adalah rumusan umum mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pabrik-pabrik, pembangkit listrik, kendaraan transportasi dan pertanian. Dua ratus

BAB 1 PENDAHULUAN. pabrik-pabrik, pembangkit listrik, kendaraan transportasi dan pertanian. Dua ratus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada abad 18 telah dimulai revolusi industri antara lain dengan dibuatnya pabrik-pabrik, pembangkit listrik, kendaraan transportasi dan pertanian. Dua ratus

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep bangunan hijau merupakan sebuah isu penting dalam desain arsitektur. Menurut Konsil Bangunan Hijau Indonesia, bangunan hijau adalah bangunan yang dalam tahap

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) Shinta Damerys Sirait Kepala Bidang Pengkajian Energi Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Kementerian Perindustrian Disampaikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci