PESAN POKOK MENGOPTIMALKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PESAN POKOK MENGOPTIMALKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS"

Transkripsi

1 POLICY BRIEF 05 PESAN POKOK MENGOPTIMALKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS Keberlanjutan penanggulangan HIV dan AIDS di ngkat daerah bergantung pada kecukupan dukungan pendanaan guna mendorong dan memperkuat proses perencanaan dan penganggaran ru n pemerintah daerah. Suatu pengamatan atas penggunaan anggaran daerah menunjukkan adanya keterbatasan kapasitas penyaluran pendanaan pada badan-badan pelaksana proyek. Penambahan alokasi anggaran hanya akan menambah beban atas situasi yang sudah cukup sulit ini. Upaya integrasi atas proses-proses administra f perencanaan dan penganggaran antar pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi suatu solusi kunci dalam mengatasi berkurangnya dukungan pendanaan internasional dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM

2 MASALAH Hingga saat ini, sumber utama pendanaan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia disediakan oleh lembaga donor internasional, baik yang bersifat multilateral seperti Global Fund (GF) dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) maupun lembaga-lembaga bilateral seperti Department of Foreign Affairs And Trade (DFAT) Australia dan United States Agency for International Development (USAID) (Nadjib, 2013). GF merupakan kontributor yang cukup dominan dalam pendanaan program penanggulangan HIV dan AIDS, yaitu dengan proporsi pendanaan 63.85% (2011) dan 49.53% (2012) dari total pendanaan yang bersumber dari lembaga multilateral maupun bilateral. Sementara pendanaan yang bersumber dari publik didominasi oleh pemerintah pusat dengan kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya. Pada 2012 anggaran pemerintah pusat mencapai 46% dari total pendanaan HIV dan AIDS di Indonesia (lihat Gambar 5.1). Gambar 5.1: Perbandingan Kontribusi GF dengan Kontribusi Pemerintah Pusat dan Daerah, tahun Kontribusi GF Dana dari pemerintah pusat Dana dari pemerintah daerah Sumber: NASA, 2013 Dengan akan berkurangnya dan bahkan berakhirnya dukungan pendanaan dari GF dan mitra pembangunan internasional lainnya, sepanjang tujuh tahun terakhir berbagai badan internasional maupun nasional, baik di tingkat regional maupun nasional telah menyusun perkiraan kebutuhan dan sumber pendanaan potensial untuk penanggulangan HIV dan AIDS

3 (lihat Kementerian Kesehatan, 2012; KPAN 2010 dan 2015; dan UNAIDS 2008). Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai dokumen ini adalah bahwa guna memenuhi seluruh kebutuhan biaya program-program penanggulangan HIV dan AIDS diperlukan komitmen yang lebih besar lagi dari pemerintah kabupaten dan kota terkait peningkatan alokasi anggaran untuk program-program tersebut. Namun demikian, alokasi pendanaan berbasis estimasi kebutuhan sumber daya tersebut ternyata belum memperlihatkan dampak positif terhadap respon perencanaan dan penganggaran di tingkat daerah. Beberapa daerah memang sudah menunjukkan komitmen awal terhadap penanggulangan HIV dan AIDS, yang bisa dilihat dari adanya anggaran daerah untuk penanggulangan HIV dan AIDS sekaligus meningkatnya jumlah anggaran tahunan mereka. Secara umum, Gambar 5.1 di atas menunjukkan bahwa kontribusi dana daerah dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia hanya sekitar 20% pada 2009 dan 2010, dan bahkan kembali menurun pada 2011 (13%) dan 2014 (14%). Namun demikian, guna memenuhi seluruh kebutuhan pendanaan, KPAN mengasumsikan tingkat pertumbuhan yang diharapkan dari anggaran kabupaten dan kota sebesar 20% per tahun (SRAN ). Pertanyaannya sekarang, mengapa alokasi anggaran HIV dan AIDS belum menjadi prioritas pemerintah daerah? Apakah memungkinkan untuk meningkatkan anggaran kabupaten dan kota secara signifikan guna menutup kebutuhan dana untuk penanggulangan HIV dan AIDS? Hambatan apa yang perlu ditanggulangi agar kabupaten dan kota mau dan mampu untuk meningkatkan anggaran sesuai kapasitas fiskalnya? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita perlu melihat kapasitas pemerintah daerah dalam melakukan penganggaran dan perencanaan terkait penanggulangan HIV dan AIDS. Pertama, dalam konteks desentralisasi, pemerintah seharusnya memiliki otoritas administratif untuk melakukan perencanaan dan penganggaran atas pendanaan mereka daerah mereka untuk penanggulangan HIV dan AIDS. Akan tetapi, karena dana penanggulangan HIV dan AIDS dianggarkan pada APBN, maka pelaksanaannya bersifat vertikal di mana perencanaan

4 program dan anggaran dilakukan oleh Kemenkes dan KPAN, dengan donor dan pemerintah kabupaten dan kota sebagai pelaksana atau bahkan pada beberapa kasus di masa lalu mereka tidak dilibatkan sama sekali. Akibatnya kebutuhan dan biaya penyediaan layanan di tingkat daerah kadang-kadang terabaikan. Bahkan sesudah era desentralisasi tahun 1999, 90% dari anggaran yang tersedia di tingkat daerah masih berasal dari anggaran pusat 25 (World Bank, 2008). Kondisi ini membuat kapasitas daerah dalam perencanaan anggaran tidak berkembang dan menimbulkan persepsi bahwa penanggulangan HIV dan AIDS bukan suatu prioritas pemerintah daerah sebab sudah ditangani oleh pemerintah pusat ataupun donor. Kedua, hubungan vertikal terkait penanggulangan HIV dan AIDS juga terlihat pada kepemilikan data yang diperlukan untuk merespon HIV dan AIDS di kabupaten dan kota terkait. Program dan yang dihasilkan di tingkat daerah dikumpulkan dan dikelola di tingkat pusat. Sementara di lain sisi masih banyak daerah yang belum memiliki data-data yang dibutuhkan dalam asesmen atas situasi epidemik di daerahnya. Apabila tersedia, datadata tersebut tidak sinkron sehingga sulit untuk diolah dan dimanfaatkan. Para aktor di tingkat pusat seperti KPAN, Kemenkes dan berbagai donor telah menghasilkan beragam survei populasi di tingkat nasional maupun daerah. Namun demikian, hasil-hasil survei tersebut tidak menjadi milik daerah sehingga menghambat kemampuan mereka dalam mengembangkan respon yang sesuai. Akibatnya, penentuan anggaran daerah seringkali mengacu pada alokasi kinerja pada tahun sebelumnya, tidak berdasarkan kebutuhan daerah. Ketiga, pemerintah daerah juga tidak memiliki perkiraan total dana yang dibutuhkan untuk mencukupi penanggulangan HIV dan AIDS di wilayahnya. Sebagai konsekuensinya, daerah tersebut tidak mampu melakukan mekanisme koordinasi untuk mengumpulkan serta mengelola berbagai dana untuk penanggulangan HIV dan AIDS di luar anggaran daerah. Contoh, 25 Anggaran pusat ini diberikan dalam bentuk dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, sumber daya alam dan pembagian pendapatan, serta Dana Alokasi Khusus. Papua dan Aceh juga mendapatkan Dana Otonomi Khusus. Selain dana-dana dari pusat ini, daerah juga memiliki PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang mungkin dapat menjadi sumber dana penganggulangan HIV dan AIDS.

5 tidak ada informasi dari lembaga donor maupun pencatatan mengenai pendanaan donor yang dialokasikan dan diimplementasikan di daerah terkait. Pendanaan dari lembaga donor langsung disalurkan kepada pelaksana program tanpa adanya koordinasi dengan pemerintah daerah. Selain itu, karena jumlah pendanaan yang dibutuhkan belum diketahui maka sulit untuk memfasilitasi pengumpulan dana dari sumber-sumber eksternal seperti misalnya CSR dari sektor swasta untuk penganggulangan HIV dan AIDS di lingkungan wilayah operasi masing- masing perusahaan. Terakhir, dalam kaitannya dengan anggaran, nomenklatur yang digunakan dalam penganggaran program HIV dan AIDS tidak sesuai dengan nomenklatur pada dokumen penganggaran pemerintah. Akibatnya, penganggaran kegiatan/program penanggulangan AIDS sulit untuk dimasukkan ke dalam dokumen penganggaran pemerintah yang ada di daerah terkait. Misalnya pengaturan kebutuhan sumber daya kesehatan mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan yang berbeda dengan Nomenklatur Kebutuhan Tenaga AIDS. Perbedaan jenis nomenklatur tenaga kesehatan umum dengan kebutuhan tenaga AIDS terlihat pada tabel berikut: Tabel 1: Perbandingan nomenklatur Tenaga Kesehatan dan Tenaga AIDS Nomenklatur Tenaga kesehatan (PP No. 36 Tahun 2014) 1. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi. 2. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan. 3. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker. 4. Tenaga ahli kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan, dan sanitarian. 5. Tenaga ahli gizi meliputi nutrisionis dan dietisien. Nomenklatur Kebutuhan Tenaga AIDS (SRAN ) A. Tenaga Lapangan Penyuluh (peer educator) Petugas penjangkau outreach workers) Pengawas program tingkat lapangan Manajer program tingkat lapangan B. Tingkat Layanan Petugas konselor untuk berbagai layanan (PDP, KT, IMS, PPIA, LASS, PTRM) Dokter spesialis (layanan PDP) Dokter umum untuk berbagai layanan (PDP, KT, IMS, PPIA, LASS,

6 Nomenklatur Tenaga kesehatan (PP No. 36 Tahun 2014) 6. Tenaga terapi fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara. 7. Tenaga teknisi kesehatan meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedik, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan petugas perekam medis. Nomenklatur Kebutuhan Tenaga AIDS (SRAN ) PTRM) Petugas laboratorium untuk berbagai layanan (PDP, KT, IMS, PPIA) Perawat untuk berbagai layanan (PDP, KT, IMS, PPIA, LASS, PTRM) Petugas administrasi untuk pencatatan dan pelaporan dari berbagai layanan (PDP, KT, IMS, PPIA, LASS, PTRM) Nutrisionis Bidan Manajer kasus (case managers) C. Manajemen di tingkat Kabupaten Manajer program Pemantauan dan evaluasi, dan surveilans Keuangan dan administrasi Sekertaris atau manajer Demikian pula penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah berdasarkan tupoksi dari setiap Satuan Kerja dan Perangkat Daerah (SKPD), sehingga mata anggaran HIV dan AIDS hanya dapat dimasukkan ke dalam anggaran Dinas Kesehatan meskipun isu HIV dan AIDS merupakan isu lintas sektor. Mata anggaran yang tidak berada dalam tupoksi masing-masing dinas akan diakomodasi dalam mekanisme bantuan sosial yang bersifat tidak berkelanjutan. Anggaran KPAD selama ini selain bergantung pada pendanaan mitra pembangunan internasional melalui KPAN juga didukung dengan mekanisme bantuan sosial di Biro Kesra di Sekretariat Pemerintah Kabupaten, Kota, maupun Provinsi.

7 OPSI KEBIJAKAN Perencanaan dan penganggaran kesehatan daerah pada era desentralisasi perlu diintegrasikan ke dalam sistem yang berlaku sesuai dengan dengan kompleksitas penyediaan layanan kesehatan (Atun et al., 2010). Secara teknis integrasi dalam tingkat layanan kesehatan secara fungsional sudah terjadi di daerah 26. Namun integrasi secara administratif yang berupa integrasi dalam bentuk pendanaan, perencanaan, pengelolaan layanan dan sistem informasi masih belum terihat. Secara administrasif perencanaan dan penganggaran pada tingkat layanan masih ditentukan secara vertikal baik oleh pemerintah pusat maupun lembaga-lemmbaga pembangunan internasional terkait. Peluang untuk mengintegrasikan mekanisme perencanaan dan penganggaran penanggulangan HIV dan AIDS ke mekanisme pendanaan pemerintah daerah sebenarnya dapat dilakukan melalui pengajuan siklus anggaran melalui dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Anggaran (RKA). Kebijakan perencanaan dan pembiayaan untuk keberlanjutan upaya penanggulangan HIV dan AIDS di masa transisi pembiayaan mandiri setelah 2017 sudah diamanatkan secara eksplisit dalam pembagian kewenangan terkait pembiayaan kesehatan mengikuti kebijakan desentralisasi (UU No. 23 Tahun 2014) serta kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat daerah (Pemendagri No. 20 Tahun 2007). Kebijakan-kebijakan ini memberikan mandat bahwa perencanaan dan penganggaran untuk penanggulangan HIV dan AIDS dianggarkan baik dalam APBN, APBD, maupun Anggaran Pembangunan dan Belanja Desa (APBDes) sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah masing-masing. Pengintegrasian perencanaan dan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS ditentukan oleh prioritas pembangunan daerah dalam sektor kesehatan. Untuk dapat melakukan perencanaan dan penganggaran penanggulangan HIV dan AIDS di daerah diperlukan kapasitas yang memadai untuk mengidentifikasi jenis dan proses kegiatan di daerah 26 PKMK FK UGM, Integrasi Program dan Kebijakan Penanggungan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan, 2015

8 tersebut, pendanaan untuk tiap-tiap intervensi, sekaligus juga kebutuhan sumber daya manusianya. Selama lebih dari 20 tahun program penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, Mitra-mitra Pembangunan Internasional (DFAT, USAID, DFID, GF, dll) melalui program yang dilaksanakan oleh kontraktor masing-masing (ASA, IHPCP, SUM I/II, HCPI, IPF dll) telah menyediakan berbagai model intervensi yang efektif baik yang secara teknis memperkuat sumber daya manusia maupun peningkatan efektivitas dari sisi pembiayaan 27. Oleh karena sumber pembelajaran tersebut terkonsentrasi di tingkat pusat maka, pemerintah pusat seperti misalnya Kementerian Kesehatan dan KPAN perlu memprioritaskan penguatan kapasitas perencanaan dan penganggaran penanggulangan HIV dan AIDS berbasis bukti dan efektivitas intervensi yang tersedia bagi pemerintah daerah dan sesuai dengan isu dan kebutuhan HIV dan AIDS di masing-masing daerah. STRATEGI IMPLEMENTASI Strategi-strategi yang dapat dilakukan agar upaya integrasi perencanaan dan penganggaran guna mencapai keberlanjutan penanggulangan HIV dan AIDS adalah sebagai berikut: Mengidentifikasi kembali berbagai intervensi dalam pencegahan dan perawatan HIV dan AIDS yang terbukti efektif dilakukan di Indonesia seperti telah diinisiasi oleh Mitra-mitra Pembangunan Internasional dalam 20 tahun terakhir. Pemilihan intervensi berbasis bukti yang efektif (termasuk cost-effective) menjadi sangat strategis untuk dilakukan oleh pemerintah daerah dalam 27 Pembelajaran Program yang efektif bisa dilihat dalam dokumentasi yang dikembangkan oleh Mitra Pembangunan Internasional dan Badan PBB yang bekerja di Indonesia seperti DFAT HCPI: ; USAID SUM: Supporting the HIV Response: A Manual for Civil Society Organizations (FSW-IDU-MSM) 2011, dll.

9 merencanakan suatu respon sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan dana di daerah tersebut. Sektor kesehatan perlu melaksanakan penguatan kapasitas dalam bidang perencanaan dan pembiayaan untuk penanggulangan AIDS, tidak hanya di pemerintahan tingkat nasional namun juga di pemerintahan tingkat provinsi, dan kabupaten/kota. Hal ini sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 20 Tahun Diperlukan kesiapan dan kemampuan Dinas Kesehatan dan KPAD dalam mengembangkan strategi dan rencana aksi daerah yang mencerminkan perencanaan penanggulangan HIV dan AIDS pada tingkat nasional (SRAN). Contoh, daerah perlu memiliki kapasitas untuk memperkirakan jumlah populasi kunci dan situasi epidemiologi agar dapat diketahui besaran masalah, serta kapasitas untuk menghitung pembiayaan penanggulangan AIDS daerah melalui cost and benefit analysis (analisis biaya dan manfaat). Dengan demikian upaya ini akan memampukan daerah dalam mengembangkan perencanaan penganggulangan HIV dan AIDS yang sesuai dengan kebutuhan wilayahnya. Sejalan dengan agenda SRAN , komitmen terhadap penanggulangan HIV dan AIDS dari para pemangku kepentingan di daerah seperti DPRD, Walikota dan Bappeda perlu ditingkatkan. Dengan demikian, perencanaan penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat daerah membutuhkan perhatian lebih dan menjadi isu kesehatan prioritas di daerah. Penanggulangan HIV dan AIDS dapat diintegrasikan dengan perencanaan pembangunan daerah melalui mekanisme yang bersifat inklusif dan partisipatif serta melibatkan instansi lintas sektor daerah terkait, LSM, komunitas terdampak HIV, populasi kunci dan ODHA, serta mitra pembangunan terkait lainnya. Penguatan komitmen pemerintah daerah untuk memprioritaskan AIDS di daerah sangat penting mengingat masih

10 banyak ditemukannya berbagai tantangan di daerah, sebagaimana tercermin pada temuan riset lapangan berikut: Ada kesan bahwa HIV tidak dianggap penting oleh Walikota. Sepertinya tidak dianggap sebagai prioritas utama. Padahal yang paling besar pengaruhnya ya Kepala Daerah dan juga DPRD. Maka itu KPAD dan SKPD-SKPD dan kita semua mestinya lebih gencar mengadvokasi Walikota dan DPRD. Akan diprioritaskan atau tidaknya suatu isu itu sangat tergantung pada sikap Walikota dan DPRD. (DKT, staf KPA Kota Parepare, 3 Juni 2014) Sinkronisasi penanggulangan HIV dan AIDS dalam pembangunan daerah serta penguatan pemangku kepentingan lokal khususnya pemimpin daerah yang memiliki kekuasaan dalam pengambilan kebijakan penting dapat memastikan bahwa HIV dan AIDS di masa yang akan datang akan mendapatkan perhatian dan komitmen dari pemerintah daerah. Mendorong advokasi kepada pemerintah daerah untuk memastikan penanggulangan HIV AIDS menjadi salah satu agenda tetap dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten dan kota hingga tingkat provinsi seperti yang dimandatkan dalam Pemendagri No. 20 Tahun 2007 Pasal 13 Ayat 5 tentang perlunya penganggaran yang berkelanjutan dalam APBDes untuk mendukung penanggulangan HIV dan AIDS melalui pendanaan Alokasi Dana Desa (ADD). Dengan mengalirnya alokasi anggaran secara langsung ke tingkat desa (seperti diamantkan oleh UU Desa), KPAD perlu mendorong terjadinya proses perencanaan dan penganggaran untuk penanggulangan HIV dan AIDS dan memastikan kontribusi dari seluruh pemangku kepentingan terkait di tingkat desa. Integrasi perencanaan dan pembiayaan berupa pendanaan untuk AIDS di tingkat kabupaten dan kota, baik melalui SKPD terkait maupun melalui mekanisme pembiayaan oleh pemerintah di tingkat desa, dan juga pengembangan kemitraan dengan sektor

11 swasta melalui mekanisme CSR atau public-private partnership, perlu dikembangkan secara lebih sistematis. Memastikan efektivitas perencanaan anggaran untuk berbagai program yang dibutuhkan dalam penanggulangan HIV dan AIDS di daerah. Saat ini dana daerah terpusat pada program pencegahan, sementara proporsi untuk program Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP) didominasi oleh kontribusi para peangku kepentingan di tingkat pusat. Gambar 5.2 memperlihatkan alokasi dana daerah yang lebih besar untuk program pencegahan, termasuk didalamnya untuk Pencegahan, Pengelolaan dan Lingkungan yang berkisar pada 40% 70%. Sedangkan alokasi dana untuk PDP hanya ada pada kisaran dan/atau kurang dari 5% pada tahun 2011 dan Dengan pertimbangan bahwa pengalokasian dana pusat di masa yang akan datang akan terpusat pada program PDP (khususnya dalam penyediaan ARV), maka daerah diharapkan untuk tetap fokus pada pendanaan program-program pencegahan. Akan tetapi, perlu dipastikan bahwa alokasi pendanaan tersebut diperuntukkan bagi intervensi-intervensi yang tepat guna dan tepat sasaran sehingga bisa benar-benar berkontribusi pada pencapaian hasil. Contoh, program pencegahan tidak bisa hanya mengandalkan kegiatan-kegiatan sosialisasi dan pertemuan saja. Kegiatan-kegiatan yang terbukti efektif untuk berkontribusi pada pencegahan juga perlu direncanakan didalam RKPD dan RKA.

12 Gambar 5.2: Proporsi Pembelanjaan Program AIDS berdasarkan Jenis Intervensi pada tahun 2011 dan 2012 (dalam USD) Sumber: NASA (2013) Kemenkes atau KPA perlu mengadvokasi Kementerian Keuangan guna memasukkan kegiatan-kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Petunjuk Penyusunan APBD sebagai bagian dari petunjuk perencanaan dan penyusunan anggaran. Langkah ini akan memungkinkan daerah dalam mengalokasikan pendanaan untuk kegiatan penanggulangan AIDS di daerah sebagai bagian dari RKPD dan RKA dari Dinas Kesehatan daerah. Saat ini, kebijakan yang mengatur tentang tenaga kesehatan (PP No. 32/1996) belum menyebutkan adanya posisi-posisi yang dibutuhkan dalam layanan HIV dan AIDS. Dengan memastikan adanya aturan yang secara jelas menyebutkan kebutuhan tenaga yang relevan dengan kebutuhan layanan HIV dan AIDS maka kemungkinan perencanaan dan penganggaran dalam APBD akan terwujud.

13 DAFTAR PUSTAKA Atun, R., de Jongh, T., Secci, F., Ohiri, K., Adeyi, O. 2010a. Integration of targeted health interventions into health systems: A conceptual framework for analysis. Health Policy and Planning, 25: KPAN Strategi dan Aksi Nasional Penanggulangan AIDS Komisi Penanggulangan AIDS: Jakarta. KPAN Draft Strategi dan Aksi Nasional Penanggulangan AIDS Komisi Penanggulangan AIDS: Jakarta. Kementerian Kesehatan Keputusan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahun 2012 tentang Pedoman Exit Strategi Dana Hibah Global Fund untuk AIDS, TB dan Malaria. Nadjib, M., Megraini, A., Ishardini, L. and Rosalina, L National AIDS Spending Assessment UNAIDS, Redefining AIDS in Asia: Creating an effective response. Report of the Commission on AIDS in Asia. Available at: asiacommission/ World Bank Investing in Indonesian's Health: Challenges and Opportunities for Future Public Spending.

PESAN POKOK BAGAIMANA MENINGKATKAN PENDANAAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS?

PESAN POKOK BAGAIMANA MENINGKATKAN PENDANAAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS? POLICY BRIEF 01 PESAN POKOK BAGAIMANA MENINGKATKAN PENDANAAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS? Peningkatan pendanaan daerah untuk penanggulangan HIV dan AIDS menjadi sangat pen ng dengan berkurangnya

Lebih terperinci

PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL

PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL POLICY BRIEF 03 PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL Layanan HIV dan AIDS yang Komprehensif dan Berkesinambungan (LKB)

Lebih terperinci

Integrasi Upaya Penanggulangan. Kesehatan Nasional

Integrasi Upaya Penanggulangan. Kesehatan Nasional Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan Nasional Kerjasama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Department of Foreign

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tabel 1. Jumlah Kasus HIV/AIDS Di Indonesia Yang Dilaporkan Menurut Tahun Sampai Dengan Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tabel 1. Jumlah Kasus HIV/AIDS Di Indonesia Yang Dilaporkan Menurut Tahun Sampai Dengan Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara global hingga pada pertengahan tahun 2015 terdapat 15,8 juta orang yang hidup dengan HIV dan 2,0 juta orang baru terinfeksi HIV, serta terdapat 1,2 juta

Lebih terperinci

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM HIV & AIDS

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM HIV & AIDS MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM HIV & AIDS JUM AT, 8 APRIL 2016 DI JAVA TEA HOUSE, YOGYAKARTA KEBIJAKAN TERKAIT MONEV PROGRAM PENANGGULANGAN HIV&AIDS SECARA NASIONAL, MONEV PLAN PROGRAM PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM Latar Belakang Respon penanggulangan HIV dan AIDS yang ada saat ini belum cukup membantu pencapaian target untuk penanggulangan HIV dan AIDS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN DAN JABATAN FUNGSIONAL NONKESEHATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PESAN POKOK AGENDA PRIORITAS PENELITIAN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA POLICY BRIEF

PESAN POKOK AGENDA PRIORITAS PENELITIAN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA POLICY BRIEF POLICY BRIEF 06 AGENDA PRIORITAS PENELITIAN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA PESAN POKOK Kontribusi peneli an terhadap penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia dilakukan

Lebih terperinci

PerPres 75 /2006 vs PerPres 124 /2016 Peran KPAN,dan Kab/Kota Kewenangan KPA paska PerPres 124/ 2016 Rekomendasi Penutup

PerPres 75 /2006 vs PerPres 124 /2016 Peran KPAN,dan Kab/Kota Kewenangan KPA paska PerPres 124/ 2016 Rekomendasi Penutup Yayasan Vesta Indonesia, 28 Februari 2017 PerPres 75 /2006 vs PerPres 124 /2016 Peran KPAN,dan Kab/Kota Kewenangan KPA paska PerPres 124/ 2016 Rekomendasi Penutup PERPRES 75/2006 Sekretariat KPAN ditunjuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1877, 2014 KEMENKES. Jabatan Fungsional. Pembinaan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN A. SARANA KESEHATAN Sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten tersebar hampir di seluruh wilayah dimana pada tahun 2013 terdapat 270 sarana kesehatan dan jaringannya baik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

Isu Strategis Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS, Indonesia

Isu Strategis Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS, Indonesia Isu Strategis Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS, Indonesia Budi Utomo HIV Cooperation Program for Indonesia Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang 4-7 September 2013 Topik bahasan Memahami kebijakan

Lebih terperinci

Konsil Kedokteran Indonesia ROADMAP. Menuju. Dashboard Informasi Kedokteran-Kesehatan Indonesia. Daryo Soemitro dr., Sp.BS Ketua Divisi Registrasi

Konsil Kedokteran Indonesia ROADMAP. Menuju. Dashboard Informasi Kedokteran-Kesehatan Indonesia. Daryo Soemitro dr., Sp.BS Ketua Divisi Registrasi Konsil Kedokteran Indonesia ROADMAP Menuju Dashboard Informasi Kedokteran-Kesehatan Indonesia Daryo Soemitro dr., Sp.BS Ketua Divisi Registrasi Millennium Development Goals 1. Menanggulangi kemiskinan

Lebih terperinci

Panduan Wawancara Mendalam dengan CSO/CBO. I. Panduan untuk Peneliti

Panduan Wawancara Mendalam dengan CSO/CBO. I. Panduan untuk Peneliti Panduan Wawancara Mendalam dengan CSO/CBO I. Panduan untuk Peneliti Persiapan: 1. Pastikan anda sudah mengkonfirmasi jadwal dan tempat diskusi dengan informan. 2. Pastikan anda sudah mempelajari CSO/CBO

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

Perlindungan Sosial yang Sensitif

Perlindungan Sosial yang Sensitif Perlindungan Sosial yang Sensitif terhadap HIV : Masa Lalu, Sekarang dan Masa Depan Ignatius Praptoraharjo, PhD Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Situasi HIV

Lebih terperinci

PESAN POKOK MEMPERKUAT PENYEDIA LAYANAN HIV DAN AIDS LINI TERDEPAN (FRONTLINE SERVICE) MELALUI PERENCANAAN TERPADU

PESAN POKOK MEMPERKUAT PENYEDIA LAYANAN HIV DAN AIDS LINI TERDEPAN (FRONTLINE SERVICE) MELALUI PERENCANAAN TERPADU POLICY BRIEF 04 PESAN POKOK MEMPERKUAT PENYEDIA LAYANAN HIV DAN AIDS LINI TERDEPAN (FRONTLINE SERVICE) MELALUI PERENCANAAN TERPADU Tujuan utama dari penanggulangan HIV dan AIDS adalah pemanfaatan secara

Lebih terperinci

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Analisis Implementasi Tugas Komisi Penanggulangan AIDS Kota Padang dalam Menanggulangi HIV/ AIDS Tahun

Lebih terperinci

PESAN POKOK APAKAH PEMERINTAH INDONESIA MAMPU MENGAKSELERASI PEMBIAYAAN OBAT-OBATAN STRATEGIC USE OF ANTIRETROVIRAL (SUFA)?

PESAN POKOK APAKAH PEMERINTAH INDONESIA MAMPU MENGAKSELERASI PEMBIAYAAN OBAT-OBATAN STRATEGIC USE OF ANTIRETROVIRAL (SUFA)? POLICY BRIEF 02 PESAN POKOK APAKAH PEMERINTAH INDONESIA MAMPU MENGAKSELERASI PEMBIAYAAN OBAT-OBATAN STRATEGIC USE OF ANTIRETROVIRAL (SUFA)? Akselerasi Strategic Use of An retroviral (SUFA) selama ini telah

Lebih terperinci

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Sutjipto PKMK FK UGM Disampaikan pada Kursus Kebijakan HIV-AIDS 1 April 216 1 Landasan teori 2 1 EPIDEMIOLOGY (Definisi ) 1.

Lebih terperinci

Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang

Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang Hasil Riset Operasional Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang Kerjasama PKMK FK UGM dengan Kemenkes RI Forum Jaringan Kebijakan

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Pokok bahasan. Kesehatan

Pokok bahasan. Kesehatan REKAM MEDIS Pokok bahasan 1. Pengertian Rekam Medis 2. Manfaat Rekam Medis 3. Isi Rekam Medis 4. Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis 5. Rekam Medis Kaitannya Dengan Manajemen Informasi 5. Rekam Medis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

POINTER ARAHAN KETUA KPA NASIONAL UNTUK PENINGKATAN KEMANDIRIAN PENANGGULANGAN AIDS

POINTER ARAHAN KETUA KPA NASIONAL UNTUK PENINGKATAN KEMANDIRIAN PENANGGULANGAN AIDS POINTER ARAHAN KETUA KPA NASIONAL UNTUK PENINGKATAN KEMANDIRIAN PENANGGULANGAN AIDS Assalamualaikum Warrahmatulahi Wabarakatuh, Kepada Yth Pelaksana Tugas Kepala BKKBN, Bapak Sudibyo Alimuso, Sekretaris

Lebih terperinci

komisi penanggulangan aids nasional

komisi penanggulangan aids nasional 1 komisi penanggulangan aids nasional Pendahuluan: Isi strategi dan rencana aksi nasional penanggulangan HIV dan AIDS ini telah mengacu ke arah kebijakan yang terdapat dalam RPJMN 2010-2014. Strategi dan

Lebih terperinci

Kebijakan Pembiayaan Penanggulangan dan Pencegahan HIV AIDS Dalam Sistem Kesehatan Indonesia

Kebijakan Pembiayaan Penanggulangan dan Pencegahan HIV AIDS Dalam Sistem Kesehatan Indonesia Kebijakan Pembiayaan Penanggulangan dan Pencegahan HIV AIDS Dalam Sistem Indonesia Pusat Kebijakan dan Manajemen Fakultas Kedokteran UGM 11 Maret 2016 Isi Pendahuluan Pembiayaan dan Pembiayaan Penanggulangan

Lebih terperinci

PERAN TENAGA KESEHATAN VOKASIONAL DALAM PENGUATAN PELAYANAN PRIMER DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERAN TENAGA KESEHATAN VOKASIONAL DALAM PENGUATAN PELAYANAN PRIMER DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERAN TENAGA KESEHATAN VOKASIONAL DALAM PENGUATAN PELAYANAN PRIMER DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Disampaikan dalam Pertemuan Koordinasi Nasional Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara maksimal. Untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara maksimal. Untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal. Untuk

Lebih terperinci

g. Apakah saat ini ada mekanisme untuk memantau perkembangan kasus HIV dan AIDS di wilayah ini? Kalau iya, dalam bentuk apa pemantauan ini dilakukan?

g. Apakah saat ini ada mekanisme untuk memantau perkembangan kasus HIV dan AIDS di wilayah ini? Kalau iya, dalam bentuk apa pemantauan ini dilakukan? Panduan Kunjungan Lapangan Desk Review Riset Kebijakan dan Penyusunan Program HIV/AIDS Dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia PKMK FK UGM AusAID I. Panduan Wawancara Pertanyaan Umum: 1) Apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 260 menyebutkan bahwa Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan Daerah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN KOMISI PENANGGULANGAN AIDS DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN KOMISI PENANGGULANGAN AIDS DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.341, 2016 KEUANGAN. Tunjangan Jabatan. Fungsional. Radiografer. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kerjasama: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM & Pemerintah Australia Latar Belakang Pro dan kontra tentang

Lebih terperinci

Latar belakang, Skema & Implementasi SUFA (Strategic Use of Antiretroviral) di Indonesia

Latar belakang, Skema & Implementasi SUFA (Strategic Use of Antiretroviral) di Indonesia Lecture Series Inisiasi Dini Terapi Antiretroviral untuk Pencegahan dan Pengobatan Oleh Pusat Penelitian HIV & AIDS Atma Jaya Jakarta, 25 Februari 2014 Pembicara: 1) Yudi (Kotex, perwakilan komunitas)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.339, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Tunjangan Jabatan. Fungsional. Teknisi Elektromedis. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113 TAHUN 2016 TENTANG TUNJANGAN JABATAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG KRITERIA DAN BESARAN TAMBAHAN PENGHASILAN

Lebih terperinci

Penguatan Sektor Komunitas

Penguatan Sektor Komunitas Penguatan Sektor Komunitas Kursus Kebijakan Penanggulangan AIDS III, PKMK UGM 2016 Sistematika Pengertian Sektor Komunitas (CS) Siapa Sektor Komunitas? Beda SK, Civil Society, LSM Mengapa CS dibutuhkan/penting?

Lebih terperinci

term of reference Kursus Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS dalam Sistem Kesehatan Nasional

term of reference Kursus Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS dalam Sistem Kesehatan Nasional term of reference Kursus Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS dalam Sistem Kesehatan Nasional Angkatan ke 3 Periode Februari April Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM Department

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) PROVINSI JAWA TENGAH DAN SEKRETARIAT KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SITUASI PENDANAAN PROGRAM HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta 2013

SITUASI PENDANAAN PROGRAM HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta 2013 SITUASI PENDANAAN PROGRAM HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta 2013 LATAR BELAKANG DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan angka HIVdanAIDS

Lebih terperinci

ALOKASI FORMASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BAGI PELAMAR UMUM KEMENTERIAN KESEHATAN RI T.A 2013

ALOKASI FORMASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BAGI PELAMAR UMUM KEMENTERIAN KESEHATAN RI T.A 2013 ALOKASI FORMASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BAGI PELAMAR UMUM KEMENTERIAN KESEHATAN RI T.A 2013 Peminatan : DKI Jakarta FORMASI NO SATUAN KERJA GOL NAMA JABATAN PENDIDIKAN RUANG JML GAJI 1 2 3 4 5 6 1.

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KOMISI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

1 P a n d u a n W a w a n c a r a M e n d a l a m S t a k e h o l d e r N a s i o n a l

1 P a n d u a n W a w a n c a r a M e n d a l a m S t a k e h o l d e r N a s i o n a l Wawancara Mendalam dengan Pemerintah/Mitra Pembangunan Internasional/Jaringan Nasional I. Panduan untuk Peneliti Persiapan: 1. Pastikan anda sudah mengkonfirmasi jadwal dan tempat diskusi dengan informan.

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ISKAK TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL DOKTER, DOKTER GIGI, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, PRANATA LABORATORIUM KESEHATAN, EPIDEMIOLOG KESEHATAN, ENTOMOLOG KESEHATAN, SANITARIAN, ADMINISTRATOR

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

Kertas Kebijakan. Agustus Penanggulangan HIV dan AIDS PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN

Kertas Kebijakan. Agustus Penanggulangan HIV dan AIDS PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA Kertas Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS Agustus 2015 Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedoktera

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan yang berkualitas menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan yang baik dalam skala nasional maupun daerah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun

Lebih terperinci

Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya

Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya Terimakasih telah bersedia berpartisipasi dalam survei Delphi terkait pengembangan

Lebih terperinci

Integrasi Upaya Penanggulangan HIV & AIDS dalam DRAFT SRAN

Integrasi Upaya Penanggulangan HIV & AIDS dalam DRAFT SRAN Rekomendasi Untuk Draft SRAN HIV & AIDS 2015 2019 Komisi Penanggulangan AIDS Nasional A. Pengantar Integrasi Upaya Penanggulangan HIV & AIDS dalam DRAFT SRAN 2015-2019 Salah satu isu strategis di dalam

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit!

Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit! Policy Brief Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit! Pesan Pokok Perluasan cakupan perawatan HIV hingga saat ini masih terbatas karena adanya berbagai hambatan baik dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Peningkatan Kemandirian Penanggulangan AIDS

Peningkatan Kemandirian Penanggulangan AIDS Arahan Ketua KPA Nasional: Peningkatan Kemandirian Penanggulangan AIDS Komisi Penanggulangan AIDS Nasional 2013 Pokok bahasan Situasi epidemi dan respons Tantangan kemandirian Yang perlu dilakukan Perkembangan

Lebih terperinci

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kerjasama: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM & Pemerintah Australia Latar Belakang Pro dan kontra tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

Organisasi Sistem Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan PKMK FK UGM. Blended Learning Kebijakan AIDS, Angkatan III, Outline

Organisasi Sistem Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan PKMK FK UGM. Blended Learning Kebijakan AIDS, Angkatan III, Outline Organisasi Sistem Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan PKMK FK UGM Blended Learning Kebijakan AIDS, Angkatan III, 2016 Outline Pengertian organisasi atau tatakelola sistem kesehatan Desentralisasi sistem

Lebih terperinci

LAMPIRAN XXI KEPUTUSAN BUPATI BOGOR NOMOR : TANGGAL : RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN XXI KEPUTUSAN BUPATI BOGOR NOMOR : TANGGAL : RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN XXI KEPUTUSAN BUPATI BOGOR NOMOR : TANGGAL : RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu proses

Lebih terperinci

RAHASIA KEDOKTERAN. Dr.H Agus Moch. Algozi, SpF, DFM. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga PENDAHULUAN

RAHASIA KEDOKTERAN. Dr.H Agus Moch. Algozi, SpF, DFM. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga PENDAHULUAN RAHASIA KEDOKTERAN Dr.H Agus Moch. Algozi, SpF, DFM Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga PENDAHULUAN Dokter harus sadar bahwa masyarakat kita sekarang ini sudah kritis

Lebih terperinci

Revisi Pedoman Pelaporan dan Pencatatan. Pemutakhiran pedoman pencatatan Monev

Revisi Pedoman Pelaporan dan Pencatatan. Pemutakhiran pedoman pencatatan Monev www.aidsindonesia.or.id MARET 2014 L ayanan komprehensif Berkesinambungan (LKB) merupakan strategi penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 21 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2016-2021 merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017 WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN BERSYARAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI PAPUA TAHUN ANGGARAN 2017 Lampiran

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL BIDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL BIDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL BIDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PEMBINAAN DAN PELAKSANAAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL RUMPUN KESEHATAN DI

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG MOR 54 TAHUN 2007 TENTANG DOKTER, DOKTER GIGI, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, PRANATA LABORATORIUM KESEHATAN, EPIDEMIOLOG KESEHATAN, ENTOMOLOG KESEHATAN, SANITARIAN, ADMINISTRATOR KESEHATAN, PENYULUH KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL DOKTER, DOKTER GIGI, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, PRANATA LABORATORIUM KESEHATAN, EPIDEMIOLOG KESEHATAN, ENTOMOLOG KESEHATAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.316, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. JFT dan JFU. RS Kelas B dr. Suyoto. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG SUSUNAN DAN TATA KERJA JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran tenaga kefarmasian telah mengalami perubahan yang cukup besar sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap norma praktik

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan secara bersama dan berjenjang antara pemerintah pusat,

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 47 TAHUN 2006 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL DOKTER, DOKTER GIGI, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, PRANATA LABORATORIUM KESEHATAN, EPIDEMIOLOG KESEHATAN, ENTOMOLOG KESEHATAN, SANITARIAN, ADMINISTRATOR KESEHATAN,

Lebih terperinci

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan regional, juga bermakna sebagai pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 8

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 8 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 8 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016-2020 DENGAN

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan. Workshop Penyusunan Protokol Penelitian. Pemetaan Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan di Tingkat Nasional dan Daerah

Laporan Kegiatan. Workshop Penyusunan Protokol Penelitian. Pemetaan Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan di Tingkat Nasional dan Daerah Laporan Kegiatan Workshop Penyusunan Protokol Penelitian Pemetaan Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan di Tingkat Nasional dan Daerah Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR : 21 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa percepatan penurunan angka

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 Pemetaan Tenaga Kesehatan Mutu Tenaga Kesehatan Untuk Memenuhi: 1.Hak dan Kebutuhan Kesehatan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah dibagi menjadi beberapa tahapan mulai dari Perencanaan Jangka Panjang, Jangka Menengah, dan Tahunan. Dokumen perencanaan jangka panjang

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.315, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. ORTA RS Kelas B dr. Suyoto. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT KELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan

Lebih terperinci

RKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1

RKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1 Lampiran : Peraturan Bupati OKU Selatan Nomor : Tahun 2015 Tentang : Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Tahun Anggaran 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untaian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN TATA CARA KOORDINASI PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH ANTAR KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG DOKTER, DOKTER GIGI, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, PRANATA LABORATORIUM KESEHATAN, EPIDEMIOLOG KESEHATAN, ENTOMOLOG KESEHATAN, SANITARIAN, ADMINISTRATOR KESEHATAN, PENYULUH KESEHATAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci