BAB II KERJASAMA KOTA KEMBAR ANTARA PEMERINTAH KOTA MEDAN DAN PEMERINTAH KOTA PENANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KERJASAMA KOTA KEMBAR ANTARA PEMERINTAH KOTA MEDAN DAN PEMERINTAH KOTA PENANG"

Transkripsi

1 BAB II KERJASAMA KOTA KEMBAR ANTARA PEMERINTAH KOTA MEDAN DAN PEMERINTAH KOTA PENANG A. Sejarah Pembentukan Kerjasama Kota Kembar Lahirnya kebijakan kerjasama internasional antar kota diberbagai negara didunia yang dalam hal ini salah satunya diistilahkan dengan istilah Sister City yang dilakukan oleh kedua pemerintah kota tersebut. Aspek historis dari berlangsungnya hubungan kerjasama luar negeri oleh Pemerintah Daerah adalah berawal dari lahirnya Municipal International Cooperation (MIC). Menurut Asosiasi Pemerintah Daerah Belanda bahwa MIC adalah suatu hubungan kerjasama antara dua atau lebih komunitas. Dimana setidak- tidaknya satu dari pelaku utamanya adalah pemerintah kota, distrik, provinsi dan negara bagian. 40 MIC mula-mula muncul sebagai suatu fenomena penting diakhir dasawarsa an yang terwujud dalam bentuk kota kembar di negara-negara Eropa Barat. Pasca perang dunia kedua hubungan kerjasama yang menyangkut masalah rekonsiliasi, persahabatan, dan perdamaian menjadi agenda penting. Untuk Eropa kota kembar tadi dikenal dengan sebutan jumelages yang berarti penyatuan entitas- entitas yang terpisah yang masing-masing mencerminkan citra sama. Selanjutnya Jean Brata (salah seorang pendiri dewan pemerintahan kota Eropa dan Kawasan) mengartikan jumelages sebagai pasangan permanen antara dua atau lebih kota/daerah yang mempromosikan pertukaran ilmu pengetahuan dan pengalaman serta melibatkan entitas masyarakat yang berbeda. 41 Sejarah panjang perjalanan sister city berkembang atas dasar dari ide Presiden Eisenhower pada tahun 1960-an yang terjadi pada saat itu di Amerika Serikat. Ide 40 Jemmy Rumengan, Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah, Jurnal Hukum Internasional, Vol 6, No.2, 2009, Hal Ibid, hal. 241

2 tersebut bertujuan untuk meningkatkan diplomasi antara masyarakat atau people to people diplomacy. Hal ini mengakibatkan terbukanya pintu bagi masyarakat internasional secara lebar untuk menjalin hubungan terhadap masyarakat dalam sebuah negara. Sehingga mengakibatkan berinteraksinya entitas-entitas masyarakat yang berbeda-beda antara satu sama lain. Berubahnya sistim sentralisasi pemerintahan di Indonesia menuju desentralisasi membawa harapan baru bagi pembangunan di negara ini. Ditandai dengan runtuhnya orde baru dan derasnya gelombang reformasi sehingga menciptakan kebebasan yang disambut baik oleh semua Pemerintah-Pemerintah Daerah di Indonesia yakni otonomi daerah. Lahirnya otonomi daerah yang memberikan wewenang bagi Pemerintah Daerah untuk mengelola dan membangun daerahnya dengan segala sumber daya yang dimiliki namun tetap dalam pengawasan pemerintah pusat. Melalui otonomi daerah, pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia seakan berlomba untuk mengejar ketertinggalan pembangunan didaerahnya tentu dengan mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki masing-masing daerah. Daerah-daerah di Indonesia seolah bersaing untuk membuktikan diri dan keberhasilan pembangunan dimata pemerintah pusat. Penghargaan demi penghargaan 42 diberikan oleh pemerintah pusat sebagai bentuk reward dan apresiasi Pemerintah Pusat kepada daerah-daerah yang membawa peningkatan dan kemajuan dalam pembangunannya. Kemandirian Pemerintah Daerah yang ditanamkan dalam otonomi daerah serta semangat mengejar ketertinggalan pembangunan dari daerah- daerah lain di Indonesia mampu mengerahkan segala sumber daya yang ada. Tidak sedikit Pemerintah Daerah di Indonesia yang melihat sebuah peluang dari iklim globalisasi yang begitu menggeliat saat 42 Salah satu penghargaan yang diterima oleh Pemerintah-Pemerintah Daerah oleh Kementrian Dalam Negeri adalah Bintangbintang Otonomi Daerah

3 ini, bagi jamur di musim hujan dengan menawarkan dan menjual potensi-potensi daerah yang dimiliki ke dunia internasional. Hal ini berguna untuk mendapatkan dukungan dan bantuan dari dunia internasional yang diyakini dapat memberikan sumbangsih yang signifikan bagi pembangunan di daerahnya. Kebutuhan akan investasi, pertukaran informasi dan komunikasi, ilmu pengetahuan, teknologi, pengelolahan sumber daya alam, peningkatan perekonomian, peningkatan kesejahteraan sosial, serta pemecahan masalah- masalah perkotaan lainnya dilihat sebagai alasan Pemerintah Daerah untuk melakukan langkah-langkah kerjasama dan menjalin hubungan dengan negara-negara didunia. Adanya kebutuhan dan ketergantungan dan saling melengkapi kedua belah pihak antara kota-kota didunia yang saling melakukan kerjasama sehingga melahirkan kerjasama dalam bentuk G to G (Government to Government). Kerjasama G to G yang tercipta perlahan membuat hubungan kerjasama tersebut menjelma menjadi kerjasama sister city. Sister city merupakan sebuah istilah yang akrab digunakan untuk menyebut kerjasama-kerjasama antar kota di Indonesia dengan kota-kota di negara lain, dimana istilah ini sesungguhnya dalam bahasa Indonesia disebut kota kembar atau twining city, kerjasama ini dilakukan baik itu berupa antar kota luar negeri maupun dalam negeri dimana kerjasama tersebut bersifat luas, disepakati secara resmi dan bersifat jangka panjang. Terdapat perbedaan-perbedaan dalam penyebutan dan pemaknaan istilah sister city dibeberapa negara didunia, sebut saja Moskow (Russia) yang hanya menyandingkan istilah sister city dengan kota-kota bekas negara- negara pecahan Uni Soviet. Hal ini menurut negara-negara tersebut, Terminologi sister city hanya boleh dipergunakan untuk kerjasama antar dua kota yang sebelumnya memiliki hubungan darah (heritage) atau hubungan

4 emosional yang kuat. 43 Sehingga istilah lain yang diberlakukan selain istilah sister city adalah partnertship city, friendship city, twin cities, jumelage, partnertstald. Terkhusus menyangkut penamaan dan penggunaan istilah sister city di Indonesia oleh Pemerintah Pusat berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 193/1652/PUOD resmi menggunakan istilah sister city dan sister province dalam menyebut bentuk-bentuk kerjasama antar kota-kota di Indonesia baik itu dalam ranah lokal maupun internasional. Istilah tersebut resmi dikeluarkan oleh kementrian terkait yakni Kementrian Luar Negeri bekerjasama dengan Kementiran Dalam Negeri untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman dan kekeliruan kedepannya. Disisi lain, hal tersebut menjadi simbol, kontrol dan pengawasan dibawah kendali Pemerintah Pusat yang memantau kerjasamakerjasama Internasional yang dilakukan daerah-daerah di Indonesia. B. Perkembangan Sister City di Indonesia Berdasarkan data yang diperoleh, saat ini setidaknya 47 pemerintah kota dari 33 provinsi di Indonesia telah melakukan hubungan kemitraan Sister City. Berbagai kebijakan dan program pun telah dilakukan oleh pemerintah pusat, agar pemerintah daerah mampu memanfaatkan hubungan ini guna memacu pertumbuhan dan pembangunan daerah. Namun, pada kenyataannya hubungan kemitraan kota kembar tersebut terlihat belum dikenal dan dipahami secara luas, bahkan cenderung hanya dipahami terbatas pada sebagian jajaran pemerintahan saja, khususnya hanya Kementerian Luar Ngeri, Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah Kota/Provinsi. Padahal, dilihat dari sejarah terbentuknya konsep dan skema Sister City tersebut di atas, sesungguhnya skema yang diinginkan adalah hubungan 43 Jemmy Rumengan, Op.cit

5 kemitraan antar komunitas kota, sehingga idealnya dilaksanakan secara sinergi antar stakeholders kota secara lengkap, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Sudah sejak lama kota atau propinsi di Indonesia terlibat dalam membuat Sister City ini, sebagai bukti pada tanggal 24 Mei 1960 Kota Bandung menjalin hubungan kerja sama dengan Braunschweig (RepubliK Federasi Jerman) dan pada waktu itu kerja sama seperti ini dilakukan atas dasar praktik tanpa aturan main yang jelas. Sesuai dengan perkembangan zaman pengaturan mengenai sister city juga dikonstruksikan karena dianggap penting mengingat bahwa yang kerja sama tersebut dituangkan kedalam sebuah perjanjian dan para pihak yang terikat di dalamnya merupakan bagian dari negara-negara yang berbeda. Kerjasama sister city di Indonesia mulai dirintis pertama kalinya seiring berkembangnya konsep sister city di Amerika Serikat pada decade 1960-an. Hal ini ditandai dengan ditandatanganinya Piagam Persaudaraan pada tanggal 2 Juni 1960 antara Pemerintah Kota Bandung dengan Pemerintah Kota Braunschwieg (Jerman). Dimana hal ini menjadi titik tolak munculnya berbagai Perjanjian Kerjasama sister city diberbagai kota-kota di Indonesia dengan kota-kota diberbagai negara didunia. Munculnya Kota Bandung sebagai Kota perintis dimulainya kerjasama internasional sister city di Indonesia, menjadikan kota-kota lain di Indonesia termotivasi untuk ikut ambil bagian dalam menjalin kerjasama internasional dengan kota-kota lain di dunia. Dengan keikutsertaan kota-kota lain ditiap-tiap provinsi menambah daftar panjang kerjasama internasional yang dilakukan oleh tiap-tiap pemerintah kota/daerah serta mengisi daftar perjanjian internasional dalam treaty room Departemen Luar Negeri. Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia memberikan angin segar kebebasan bagi penyelenggaraan pemerintahan didaerah. Didukung oleh Pasal 195, UU No. 32 Tahun 2004 yang turut meng-amini penyelenggaran dan pelaksanaan sister city di Indonesia. Pasal

6 tersebut dilatar belakangi dengan melihat kondisi-kondisi riil yang terjadi dalam mengejar ketertinggalan dalam pembangunan dimana diperlukan adanya kerjasama yang sinergis, saling menguntungkan, efektif, efisien demi meningkatkan pelayanan publik dalam mencapai cita-cita bersama. Sehingga kondisi tersebut membawa suatu kebutuhan diperlukan adanya kerjasama pemerintah-pemerintah daerah ditengah otonomisasi dengan badan-badan lain/pemerintah-pemerintah kota, negara diluar negeri. Pada saat kajian ini, dalam penyelenggaraan otonomi daerah, terdapat 32 provinsi, 325 kabupaten, dan 91 kota, dimana masing-masing memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pemerintah menyadari keadaan tersebut sehingga memberikan kebebasan kepada setiap daerah untuk menjalin kerjasama dengan kota-kota lain di luar negeri. Dalam rangka pengembangan daerah agar lebih maju, maka kebijakan itu ditandai dengan keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) No. 1 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri di Jajaran Departemen Dalam Negeri. C. Tujuan dan Manfaat Kerjasama Kota Kembar antara Pemerintah Kota Medan dan Kota Penang Penggunaan skema Sister City lebih sering untuk pembangunan ekonomi antara dua kota yang bekerja sama. Walaupun harus dikompromikan lebih dahulu apa yang di maksud dengan pembangunan ekonomi. Dalam banyak kasus, kompromi terjadi antara pihak berkepentingan dengan pertukaran kegiatan bisnis dengan pihak yang berkepentingan pertukaran pendidikan dan pertukaran kebudayaan. Pada awalnya, program Sister City ini biasa dilakukan antar kota di negara maju di Amerika Utara atau Eropa, sehingga ada kesetaraan kondisi sosial dan ekonomi, antara kota

7 yang bekerja sama. Meskipun akhirnya muncul Sister City antara kota negara maju dengan kota negara berkembang, atau kota negara berkembang dengan negara berkembang. 1. Adapun keuntungan kerja sama Sister City antara lain: 2. Kesempatan untuk tukar menukar pengetahuan dan pengalaman pengelolaan pembangunan bidang-bidang yang dikerjasamakan. 3. Mendorong tumbuhnya prakarsa dan peran aktif pemerintah daerah kota, masyarakat dan swasta. 4. Mempererat persahabatan pemerintah dan masyarakat kedua belah pihak. 5. Kesempatan untuk tukar menukar kebudayaan dalam rangka memperkaya kebudayaan daerah. Tujuan utama kerja sama antar kota dari negara yang berbeda (sister city) adalah menjembatani hubungan antara masyarakat kota di satu negara dengan masyarakat kota di negara lain sebagai people to people diplomacy. Kemudian kerja sama ini berkembang tidak hanya antar kota, tetapi juga antar propinsi/negara bagian dari dua negara yang berlainan (sister state-province). 44 Tujuan lain program Sister City negara maju dengan kota di Indonesia misalnya guna mempercepat pembangunan ekonomi antara dua kota yang bekerja sama, tetapi seringkali malah tidak menjadi prioritas. Memang tidak ada kesalahan menetapkan Sister City ini berbasis pada kerja sama kebudayaan dan pendidikan, tetapi seharusnya dikemas dalam jangka panjang untuk pengembangan kapasitas SDM pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat kota yang bersangkutan, sehingga dapat meningkatkan fundamental ekonomi untuk pengembangan ekonomi daerah. Kerja sama sister city dapat dijadikan terobosan dalam 44 Deplu, 2013, Prosedur Pembentukan Kerjasama Kota Kembar (sister City) dan Propinsi kembar (sister province di Indonesia dengan kota dan propinsi di luar negeri, paper, tidak dipublikasikan, Jakarta hlm. 1.

8 mencari pasar dan promosi investasi. Selain itu, kerja sama ini juga dapat dijadikan sarana untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki ada. 45 Sebagaimana tercantum dalam diktum konsiderannya, salah satu pertimbangan diadakannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 adalah dalam rangka menghadapi perkembangan keadaan baik di dalam maupun di luar negeri serta tantangan persaingan global. Oleh karena itu dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsipprinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 46 Prinsip dasar Kota Bersaudara antara lain menumbuhkembangkan hubungan persahabatan dan saling pengertian antar bangsa. Mengutamakan prinsip kesetaraan yang saling menguntungkan dalam bentuk kemitraan dan kerjasama antara masyarakat dua kota bersaudara. Saling menghormati kedaulatan kedua negara serta tidak saling mengganggu stabilitas politik dan keamanan perkekonomian dalam negeri masing-masing. Mematuhi peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Adapun kerjasama Sister City di Kota Medan adalah sebagai berikut: 1. Burgas, Bulgaria 2. Ichikawa, Chiba, Japan 3. George Town, Penang, Malaysia 45 Agustinus Supriyanto dan Andi Sandi ATT, Pengembangan Potensi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Melalui Kerjasama Sister Province, Mimbar Hukum Universitas Gajah Mada (Mei 2001) hlm Sister Cities dalam diakses pada 24 Maret 2014.

9 4. Gwangju, South Korea 5. Chengdu, China Ada beberapa bidang hubungan kerjasama Sister City antara pemerintah Kota Medan dan Kota Penang adalah sebagai berikut : Bidang Ekonomi dan Perdagangan Bidang ini, kata Rivai sebagai Kepala Bagian Hubungan Kerjasama Setda Kota Medan adalah merupakan salah satu upaya bagian hubungan kerjasama dan pengurus Asosiasi Kota Bersaudara, dalam mendukung program Pemerintah Kota Medan untuk promosi Kota Medan sebagai salah satu tujuan perdagangan dan investasi mitra kerjasama Kota Bersaudara. Upaya tersebut diwujudkan dalam bentuk kesepakatan untuk mempromosikan produk hasil produksi masyarakat (kerajinan rakyat) dan membuka askes pasar bagi produk unggulan dari kedua kota. Kota Medan diberikan fasilitas arena promosi secara permanen oleh Majlis Perbandaran Pulau Pinang, berupa bangunan rumah di daerah Pulau Tikus. Bangunan yang dinamakan Wisma Kota Kembar hingga sekarang masih diberikan hak penggunaannya kepada kota Medan dan sampai saat ini dikelola Pemprovsu untuk promosi produk-produk kerajinan dengan biaya sewa yang sangat relatif kecil. Masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas ini dengan berkoordinasi dengan pengelola dan Bagian Hubungan Kerjasama Setda Kota Medan Kota Medan. 2. Bidang Kebudayaan Sebagai kota dengan 8 etnis dan beragam budaya, kota Medan memilki potensi untuk memperkenalkan kekayaan budaya pada Kota Penang. Seperti kerajinan tangan, tarian daerah, alat musik daerah diunduh pada tanggal 26 Desember 2014

10 3. Bidang Pendidikan Di bidang pendidikan yang secara berkesinambungan dilaksanakan kota Medan Program Pertukaran Pelajar (Student Exchange Program). Lebih dari 300 orang pelajar telah dikirim kota Medan untuk mengikuti program ini di Pulau Pinang, Malaysia. Program ini sangat memberi manfaat bagi pelajar dan generasi muda kota Medan untuk mendapatkan pengalaman, pengembangan wawasan dan membina pershabatan dengan generasi muda di negara tujuan. Diharapkan persahabatan yang telah terjalin antar pemuda ini akan menghasilkan kedekatan dan dalam tahun mendatang, ketika tongkat estafet pembangunan bangsa bearada di tangan generasi yang akan datang. Program pertukaran guru pendidikan dasar (Teacher Exchange Program) antara kota Medan dengan Bandaraya Ipoh, Malaysia yang dilaksanakan 6 Desember ~ 10 Desember 2010, sebagai program perdana bidang pendidikan dengan Bandaraya Ipoh. Program ini akan terus diupayakan secara berkesinambungan untuk memberikan kesempatan kepada guru pendidikan dasar lainnya, untuk menambah dan mengembangkan wawasan dan pengalaman. 4. Bidang Olah Raga Rivai menjelaskan, di bidang pemuda dan olahraga bekerjasama dengan KONI kota Medan, Kota Medan berpartisipasi dalam Mountain Bike Challenge 2002 yang diadakan oleh Persatuan Bersepeda Pulau Pinang. Kota Medan juga mengirimkan 12 orang pelajar Sekolah Menengah Atas untuk mengikuti Program Cabaran Mutiara (Pearl Challenge Program 2007) di Pulau Pinang, Malaysia. Selain delegasi kota Medan, kegiatan perkemahan remaja ini juga diikuti oleh delegasi remaja dari Brunei Darussalam, Thailand, Singapura dan Malaysia sebagai tuan rumah. 5. Bidang Pariwisata

11 Kota Medan merupakan kota dengan keberagaman etnis tertinggi di seluruh Indonesia. Keberagaman ini menghasilkan ragam jenis kuliner yang menjadikan Medan sebagai syurga bagi penikmat makanan. Potensi ini dipromosikan dengan menggelar Festival Makanan kota Medan di Pulau Pinang, Malaysia (2003). Salah satu sasaran dari pergelaran festival ini untuk menarik minta negeri jiran, Malaysia untuk datang ke Medan agar secara langsung dapat menikmati ragam kuliner kota Medan. Pada tahun yang sama, kota Medan juga menggelar Festival Makanan Pulau Pinang di Medan. Festival ini diselenggarakan secara bersama dengan Konsulat Malaysia di Medan. Selain itu menurut Rivai, sejak dicanangkannya kerjasama Kota Bersaudara kota Medan dengan beberapa mitra Kota Bersaudara, telah banyak program yang langsung menyentuh masyarakat seperti 3 unit mobil pemadam kebakaran yang dihibahkan Pemerintah Kota Ichikawa, Jepang yang hingga saat ini masih berfungsi dengan baik. Masyarakat kota Ichikawa juga menyumbangkan 40 set alat bantu dengar (hearing aid) untuk panti asuhan di kota Medan serta mesin jahit bagi korban tsunami di Aceh. Bantuan tersebut disampaikan secara langsung oleh Pemerintah Kota Medan melalui Asosiasi Kota Bersaudara Kota Medan. Program yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat akan terus diupayakan pada masa mendatang. Hal ini terungkap pada kunjungan kehormatan Konsul Jenderal Jepang di Medan yang baru Tuan Yuji Hamada kepada Walikota Medan pada tanggal 21 Februari 2011 yang lalu. Kerjasama ini mencakup bidang pertanian dan kelautan. Tuan Yuji Hamada menawarkan teknologi dan tenaga ahli bagi kota Medan untuk meningkatkan produktifitas masyarakat petani dan nelayan pada masa mendatang. Seperti diketahui, Jepang merupakan negara kepulauan yang memiliki teknologi yang sangat baik dibidang kelautan,

12 namun juga berhasil dibidang pertanian. Diharapkan program yang sangat menguntungkan masyarakat secara langsung ini, dapat direlaisasikan oleh kedua belah pihak. Selain itu, peranan kerjasama Kota Bersaudara (sister city) semakin signifikan, mengingat pentingnya referensi dan pertukaran pengalaman dan informasi diberbagai bidang yang dapat dikerjasamakan dengan kota mitra kerjasama. Bidang-bidang kerjasama seperti penanganan banjir (rioling), lingkungan (environtment), kampanye kota hijau dan bersih (green and clean city campaign), pengembangan pembangunan kawasan pelabuhan (sister port), teknologi informasi (information technology), investasi, sumber energi dari bahan limbah (waste based management), pendidikan dan manajemen kesehatan (medical education and management) serta bidang-bidang lainnya terkait dengan kesejahteraan masyarakat perkotaan, masih perlu diperluas dan diupayakan.

SELAYANG PANDANG KERJASAMA SISTER CITY DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

SELAYANG PANDANG KERJASAMA SISTER CITY DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2012 SELAYANG PANDANG KERJASAMA SISTER CITY DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI BENTUK-BENTUKA KERJASAMA PEMDA PEMDA PEMDA ASING PROPINSI KABUPATEN KOTA PROPINSI KABUPATEN KOTA

Lebih terperinci

BIDANG KERJASAMA/RUANG LINGKUP

BIDANG KERJASAMA/RUANG LINGKUP Lampiran : Surat Data Progress Kerjasama Sister City Nomor : Tanggal : DATA KERJASAMA SISTER CITY PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA BARAT DENGAN WILAYAH DI LUAR NEGERI SAMPAI DENGAN BULAN MARET 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peluang kerjasama dalam era globalisasi saat ini sangat diperlukan dalam konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan meningkatkan hubungan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DENGAN PIHAK LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DENGAN PIHAK LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DENGAN PIHAK LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan Indonesia dengan Jepang telah berlangsung cukup lama dimulai dengan hubungan yang buruk pada saat penjajahan Jepang di Indonesia pada periode tahun 1942-1945

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS

Lebih terperinci

UU No. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri

UU No. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri HUBUNGAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI OLEH PEMERINTAH DAERAH DASAR HUKUM UU No. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri Ps. 1 (1) : Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

BIPA Pendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia

BIPA Pendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia BIPA Pendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia Liliana Muliastuti, Ketua Umum Afiliasi Pengajar dan Pegiat BIPA Pengantar Optimisme terhadap peluang bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

JAWA BARAT DAN KAMPUNG ASIA-AFRIKA

JAWA BARAT DAN KAMPUNG ASIA-AFRIKA JAWA BARAT DAN KAMPUNG ASIA-AFRIKA Oleh: Yanyan Mochamad Yani Pada tanggal 22 April 2008 ini tepat sudah 53 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) dirayakan di tanah air. Beberapa gagasan muncul ke permukaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 8 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS 93 5.1. Perkembangan Umum MIHAS Pada bab ini dijelaskan perkembangan bisnis halal yang ditampilkan pada pameran bisnis halal Malaysia International Halal Showcase

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Menurut Marshall McLuhan, global village adalah sebuah proses homogenisasi dunia sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN Menurut Marshall McLuhan, global village adalah sebuah proses homogenisasi dunia sebagai akibat BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kerjasama internasional saat ini telah mengalami banyak transformasi. Dahulu, hanya pemerintah pusat yang aktif dalam hubungan internasional. Namun dalam perkembangannya,

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KONGRES INTERNASIONAL KE-6 ISPAH (KONGRES KESEHATAN MASYARAKAT DAN AKTIVITAS FISIK Bangkok, Thailand 16-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Otonomi Daerah sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan pemberian Otonomi Daerah

Lebih terperinci

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment) DESENTRALISASI PENYELENGGARA PENANAMAN MODAL (SUATU TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL) (The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II KERJASAMA LUAR NEGERI OLEH PEMERINTAH DAERAH. telah diatur dalam kebijakan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.

BAB II KERJASAMA LUAR NEGERI OLEH PEMERINTAH DAERAH. telah diatur dalam kebijakan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. BAB II KERJASAMA LUAR NEGERI OLEH PEMERINTAH DAERAH Kerjasama luar negeri antar daerah atau yang lebih disebut Sister City telah diatur dalam kebijakan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Maka landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO,

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO, BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan dalam bab ini mencakup beberapa subbab antara lain Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan Penelitian serta Sistematika Penulisan.

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Diberikan oleh Rusia sehingga hubungan antar negara dengan subjek utama masyarakat di dalamnya menjadi jauh lebih baik dan efektif. 2. Di Era Orde Bar

Diberikan oleh Rusia sehingga hubungan antar negara dengan subjek utama masyarakat di dalamnya menjadi jauh lebih baik dan efektif. 2. Di Era Orde Bar BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan sepanjang penulisan skripsi, dapat ditarik beberapa kesimpulan yang terdiri dari berbagai macam aspek yang terkait dalam pembahasan yang

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.103, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. MOU. RI-Brunei Darussalam. Pertahanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5152) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut

Lebih terperinci

LAPORAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA PEMBUKAAN THE FIRST IORA BUSINESS SUMMIT 2017 JAKARTA, 6 MARET 2017

LAPORAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA PEMBUKAAN THE FIRST IORA BUSINESS SUMMIT 2017 JAKARTA, 6 MARET 2017 LAPORAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA PEMBUKAAN THE FIRST IORA BUSINESS SUMMIT 2017 JAKARTA, 6 MARET 2017 Yang terhormat Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo. Yang terhormat Presiden Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kota Tangerang Tahun 2012 Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat, perencanaan dan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat, perencanaan dan kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orde baru tumbang pada tahun 1988, karena sistem pemerintahan Orde Baru yang sentralistik dianggap tidak baik dan tidak sesuai lagi, karena rencana pembangunan ditentukan

Lebih terperinci

Kebijakan Pengembangan SDM, Iptek dan Budaya Maritim dalam Mendukung Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

Kebijakan Pengembangan SDM, Iptek dan Budaya Maritim dalam Mendukung Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia RAPAT KOORDINASI NASIONAL BIDANG KEMARITIMAN TAHUN 2017 Jakarta, 4 Mei 2017 Kebijakan Pengembangan SDM, Iptek dan Budaya Maritim dalam Mendukung Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia Safri Burhanuddin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL Oleh : Fery Dona (fery.dona@yahoo.com) ABSTRAK Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Jurnal Psikologi September 2015, Vol. III, No. 1, hal 28-38 KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Khoirul Huda Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH UNTUK MENGUKUHKAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA-BANGSA SISTEM EKONOMI INDONESIA

OTONOMI DAERAH UNTUK MENGUKUHKAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA-BANGSA SISTEM EKONOMI INDONESIA OTONOMI DAERAH UNTUK MENGUKUHKAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA-BANGSA SISTEM EKONOMI INDONESIA Dua per tiga kue nasional dinikmati oleh Jawa dan lebih dari empat per lima di Kawasan Barat Indonesia, jika memakai

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM SALING PENGERTIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN KERAJAAN KEBAWAH DULI YANG MAHA MULIA PADUKA SERI BAGINDA SULTAN

Lebih terperinci

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dengan Perdana Menteri Perancis, Jakarta, 1 Juli 2011 Jumat, 01 Juli 2011

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dengan Perdana Menteri Perancis, Jakarta, 1 Juli 2011 Jumat, 01 Juli 2011 Keterangan Pers Bersama Presiden RI dengan Perdana Menteri Perancis, Jakarta, 1 Juli 2011 Jumat, 01 Juli 2011 KETERANGAN PERS BERSAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DENGAN PERDANA MENTERI PERANCIS, Y.M. FRANÃ

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG MEKANISME KERJASAMA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG MEKANISME KERJASAMA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG MEKANISME KERJASAMA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945 A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Dalam UUD 1945, pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Bab VI pasal

Lebih terperinci

PERAN OTONOMI DAERAH DALAM MENINGKATKAN POTENSI PENGUATAN EKONOMI & KEUANGAN DAERAH

PERAN OTONOMI DAERAH DALAM MENINGKATKAN POTENSI PENGUATAN EKONOMI & KEUANGAN DAERAH RAPAT KOORDINASI BANK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PERAN OTONOMI DAERAH DALAM MENINGKATKAN POTENSI PENGUATAN EKONOMI & KEUANGAN DAERAH Manado, 11 Agustus 2014 KETUA

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Untuk dapat mewujudkan Visi Terwujudnya Sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa Berbasis Masyarakat yang Berakhlak dan Berbudaya sangat dibutuhkan political will, baik oleh

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI. Isu adalah permasalahan yang dijumpai dan menjadi suatu opini publik yang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI. Isu adalah permasalahan yang dijumpai dan menjadi suatu opini publik yang BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI Isu adalah permasalahan yang dijumpai dan menjadi suatu opini publik yang harus segera dicari permasalahannya. Isu ini dapat berskala makro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama beberapa dekade terakhir, pariwisata telah mengalami perkembangan dan perubahan yang membuat pariwisata menjadi salah satu industri tercepat dan terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar RESUME SKRIPSI Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar negara yang melintasi batas negara. Sebagian besar negara-negara di dunia saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Menimbang Mengingat SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan

mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penyelenggaraan negara pada hakekatnya merupakan uraian tentang bagaimana mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia desentralisasi dan sentralisasi telah beberapa kali mengalami

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Pekalongan Tahun 2015 merupakan tahun keempat pelaksanaan RPJMD Kabupaten Pekalongan tahun 2011-2016.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR KEP.99/M.PPN/HK/11/2011 TENTANG RENCANA PEMANFAATAN HIBAH TAHUN 2011-2014 MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi bidang politik di Indonesia pada penghujung abad ke 20 M telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor pendidikan, yang secara umum bertumpu

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Pada bab ini akan disampaikan seluruh program dalam RPJMD 2013-2017 baik yang bersifat Program Unggulan maupun program dalam rangka penyelenggaraan Standar Pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci