Abstrak Abstract Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Abstrak Abstract Pendahuluan"

Transkripsi

1 NILAI RATA-RATA KETEBALAN TULANG KORTIKAL MANDIBULA PADA SUBJEK YANG BERISIKO MENGALAMI OSTEOPOROSIS Nissia Ananda, Hanna Bachtiar Iskandar Bramma Kiswanjaya Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Abstrak Berkembangnya populasi lansia secara global termasuk di Indonesia tidak diikuti dengan kualitas hidup yang baik, yang salah satu penyebabnya adalah penyakit. Osteoporosis adalah salah satu penyakit dengan usia lanjut sebagai faktor risikonya. Deteksi awal osteoporosis antara lain dapat dilakukan melalui pengukuran tebal tulang kortikal mandibula pada radiograf panoramik. Tujuan penelitian ini adalah mencari nilai rata-rata lebar/tebalnya tulang kortikal mandibula pada individu yang berisiko mengalami osteoporosis dengan rentang usia tahun tanpa membedakan wanita dan pria. Sampel penelitian adalah radiograf panoramik yang berjumlah 89 dengan usia tahun. Pengukuran tebal tulang kortikal mandibula dilakukan pada regio sekitar foramen mental kiri dan kanan. Didapatkan hasil nilai rata-rata tebal tulang kortikal mandibula 4,80618 mm pada populasi kelompok usia tahun dengan kecenderungan lebih tebal pada kelompok usia tahun dibandingkan pada kelompok usia tahun. Maka nilai rata-rata tebal tulang kortikal mandibula pada kelompok usia tahun pada penelitian ini masih tergolong normal. Kata Kunci: Tebal/lebar tulang kortikal mandibula; osteoporosis; lansia Abstract The increasing number of elderly population in the world, which including Indonesia, is not followed by enhanced quality of life of the elderly, that partly caused by diseases. Osteoporosis is one of the diseases with age as its risk factor. Panoramic radiographs can be used as early detection of osteoporosis, which one of the methods is measuring mandibular cortical bone thickness. Objective of this research is to obtain the average width / thickness of the mandibular cortical bone in individuals at risk of osteoporosis with age ranged years without differentiating women and men. The research sample is panoramic radiographs. The study subjects were 89 people aged years. Measurements of cortical bone thickness done in the left and right foramen mental region. Average width/thickness of the mandibular cortical bone in individuals at risk of osteoporosis with age range years is 4,80618 mm. There is a tendency of thicker mandibular cortical bone in age ranged years population than in age ranged years population. The average thickness / width of the mandibular cortical bone in the age group years were within the normal range. Keywords: Length/width of the mandibular cortical bone; osteoporosis; elderly Pendahuluan Pada tahun 1996 jumlah penduduk lansia sebesar 6,3% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia yang akan menjadi duakali lipatnya dalam 30 tahun ( ). Hal ini berdampak pada posisi Indonesia yang saat ini sebagai negara ke-7 di dunia dengan jumlah penduduk lansia terbanyak. 1-3 Peningkatan jumlah penduduk lansia dan usia harapan hidup, ternyata tidak serta merta diikuti oleh tingkat kualitas hidup yang baik. 4 Seringkali ditemui lansia yang berusia

2 panjang namun tidak mampu melakukan apa-apa karena terbaring menderita suatu penyakit. Salah satu penyakit yang membayangi para lansia adalah osteoporosis yang dikenal sebagai the silent killer, 5 Penyakit ini baru terdeteksi setelah mencapai tahap yang sangat parah misalnya saat tulang pinggulnya patah. 6 Osteoporosis pada tulang terjadi merata di seluruh tulang tubuh,termasuk tulang rahang. Dalam lingkungan mulut, pengurangan jaringan tulang untuk yang diklasifikasikan sebagai osteoporosis dapat terlihat dari kualitas maupun kuantitas tulang. Kualitas tulang adalah pola trabekula dan densitas tulang sedangkan kuantitas tulang berupa tebal dan tinggi tulang. Kuantitas tulang yang dievaluasi pada osteoporosis, antara lain berupa berkurangnya ketebalan tulang kortikal mandibula atau penurunan tulang alveolar. 7,8 Selain itu osteoporosis juga dapat dideteksi dari kualitas tulang berupa penurunan densitas tulang. Baik kualitas maupun kuantitas tulang dapat diketahui melalui gambaran radiografis. Sebagai dokter gigi, peran kualitas dan kuantitas tulang sangat besar dalam menentukan prognosis perawatan suatu kasus, khususnya yang berkaitan dengan bidang prostodonsia, ortodonsia, dan periodonsia. Di Indonesia masih banyak dokter gigi yang belum mempertimbangkan osteoporosis dalam merencanakan perawatan padahal peran dari kualitas tulang sangat besar dalam menentukan keberhasilan perawatan gigi dan mulut terlebih pada pasien yang berada pada kelompok lanjut usia. 9 Selain itu juga belum pernah di lakukan pengumpulan basis data mengenai kuantitas tulang terkait osteoporosis. Tujuan penelitian ini adalah mencari nilai rata-rata lebar/tebalnya tulang kortikal mandibula pada individu yang berisiko mengalami osteoporosis dengan rentang usia tahun. Tinjauan Teoritis Proses utama pembentukan tulang ada dua, yaitu bone formation dan bone resorbtion. Bone formation adalah aktivitas pembentukan tulang melalui sel osteoblas, sedangkan bone resorbtion adalah penguraian atau penghancuran tulang yang terjadi karena adanya aktifitas osteoklas. Secara keseluruhan, kedua proses tersebut dinamakan bone turnover yang dipengaruhi secara signifikan oleh keberadaan vitamin D dan hormon, yaitu hormon estrogen, hormon paratiroid dan hormon kalsitonin. Utamanya hormon paratiroid mempengaruhi kerja sel osteoklas sedangkan hormon kalsitonin mempengaruhi sel osteoblas. Selain itu proses remodeling tulang juga dipengaruhi oleh biofosfonat dan sodium fluoride

3 Pada dasarnya, tulang memiliki tiga aktifitas yaitu modeling yang merujuk pada proses pencapaian karakteristik bentuk tulang yang akan dicapai, repair sebagai aktifitas penyembuhan jika terjadi fraktur, dan yang terakhir adalah remodeling yang merupakan siklus dari penghancuran dan pembaharuan tulang. 10 Untuk mempertahankan keberadaan tulang, maka tubuh secara alami memiliki proses modeling dan remodeling tulang yang berlangsung secara terus menerus. Modeling adalah proses pembentukan tulang baru pada daerah berbeda dengan tulang yang dihancurkan sehingga menyebabkan perubahan bentuk tulang. Sedangkan remodeling adalah proses utama yang terjadi pada tulang manusia dewasa. Pada proses ini, komponen organik dan mineral dari matriks tulang secara kontinu di daur ulang dan diperbaharui sehingga memungkinkan untuk mengganti matriks tulang namun tidak mengubah bentuk tulang. 13,14 Proses remodeling tulang terdiri dari beberapa tahap yang diawali dengan tahap aktivasi dan migrasi prekursor osteoklas ke sekitar permukaan tulang yang akan diresorbsi, setelah itu terjadi perlekatan dan penggabungan sel prekursor menjadi osteoklas multinukleus. Selanjutnya, osteoklas meresorbsi tulang dengan bantuan fagosit mononukleus. Tahap ketiga sel menjadi fagosit mononukleus dan atau sel tipe lain yang mengubah permukaan yang mengalami resorbsi dan mendepositkan struktur cement line. Tahap formasi, osteoblas berdiferensiasi di daerah yang sudah teresorbsi dan mulai melakukan deposit tulang dan osteoid. Yang terakhir adalah tahap istirahat yang dalam tahap ini tidak ada osteoid di antara lining cells dan tulang yang mengalami mineralisasi. 10,15 Jika proses modeling dan remodeling berjalan dengan baik maka resorbsi dan formasi tulang akan berjalan seimbang. Namun banyak dijumpai remodeling yang berjalan tidak seimbang sehingga terjadi defisit pada siklus, hal ini jika terjadi dalam jangka waktu panjang akan mengakibatkan berkurangnya densitas tulang. 14 Ketika memasuki usia dua puluh lima tahun, pertumbuhan dan perkembangan tulang mencapai batas maksimum (puncak massa tulang). Batas maksimum tulang ini bervariasi pada setiap individu, biasanya lebih tinggi pada pria dibanding wanita, dan pada orang yang berangka tubuh besar dibandingkan dengan yang berangka tubuh kecil. Apabila nilai massa tulang rendah maka kemungkinan kehilangan massa tulang yang diikuti dengan terjadinya kerapuhan tulang dengan risiko terjadi osteoporosis akan lebih besar dibandngkan bila nilai puncak massa tulangnya tinggi. Kehilangan massa tulang berhubungan langsung dengan peningkatan usia baik

4 pada pria maupun pada wanita. Penurunan massa tulang dimulai pada usia 40 tahun dan terus berlangsung hingga akhir massa kehidupan. 16 Osteoporosis merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hilangnya kepadatan tulang secara abnormal dan disertai kerusakan jaringan tulang secara mikroarsitektural sehingga tercipta keadaan dengan massa tulang rendah yang menyebabkan meningkatnya risiko patah tulang. 17,18 Osteoporosis dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yaitu nutrisi, usia, pajanan sinar matahari, aktivitas fisik, indeks massa tubuh, penggunaan obat-obat tertentu, dan adanya penyakit sistemik. 14,19,20 Menurut catatan dari International Osteoporosis Foundation, tiap wanita memiliki risiko fraktur akibat osteoporosis sebesar 40 persen dalam hidupnya sedangkan bagi pria angka risikonya adalah 13 persen. Fakta lainnya adalah sekitar 20 persen orang usia lanjut yang mengalami patah tulang akan meninggal dunia tiap tahun. Saat ini di seluruh dunia terdapat 200 juta orang yang memiliki massa tulang rendah atau di bawah normal dan di Indonesia sendiri diperkirakan angka osteoporosis telah mencapai 20 persen. 21 Perubahan kualitas tulang pada keadaan osteoporosis, yaitu termanifestasi dalam densitas dan kuantitas tulang. Densitas tulang adalah kepadatan tulang, yaitu berapa gram mineral per volume tulang, kualitas tulang yang menyangkut arsitektur, penghancuran, dan pembentukan kembali (mineralisasi) tulang. Densitas tulang bisa diukur dengan berbagai alat, sedangkan kualitas tulang yang sebenarnya, tidak dapat dihitung dengan angka. 21 Pengukuran tulang yang mengacu pada densitas radiografik trabekula tulang tersebut dapat menggunakan radiograf periapikal, namun untuk pengukuran yang mengacu pada ketebalan tulang kortikal digunakan radiograf panoramik. 22 Pengukuran melalui panoramik dapat menggunakan indeks yang dkemukakan oleh Benson et al pada bulan Maret tahun 1991, yaitu Panoramic Mandibular Index (PMI). Panoramic Mandibular Index mengadaptasi sebagian metode dari Wical dan Swoope 23 yang menyatakan bahwa jarak dari foramen mentale ke batas bawah mandibula relatif konstan sepanjang hidup seseorang dibandingkan dengan terjadinya resorpsi tulang alveolar di atas foramen mentale. Panoramic Mandibular Index diukur dengan menggunakan skala milimeter, tinggi dari batas bawah tulang kortikal di bagian kanan mandibula dibagi tinggi dari batas bawah mandibula hinga batas bawah dari foramen mentale. Pada indeks ini, 0,5 mm adalah nilai keakuratan pengukuran yang digunakan

5 Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel radiograf ekstraoral panoramik yang bermutu baik dari pasien berusia tahun di RSGM-P FKG UI dan Paviliun Khusus RSGM FKG UI. Alat yang digunakan adalah alat tulis, borang hasil penelitian, serta penggaris dengan tingkat ketelitian 0,5 mm. Variabel bebas adalah usia sedangkan variabel terikat adalah ketebalan tulang kortikal mandibula yang diukur pada daerah foramen mentale kiri dan kanan. Pengukuran dilakukan pada tiga titik yang berbeda di regio kiri dan tiga titik di kanan, kemudian dicari nilai rata-ratanya. Setiap pengukuran dilakukan dua kali. Data diolah dengan menggunakan analisa dengan piranti lunak pengolah data statistik. Hasil Penelitian Sebanyak 89 dari 96 sampel radiograf panoramik bermutu baik dari subyek penelitian beruaia tahun yang telah memenuhi kriteria inklusi dikumpulkan dari bulan Oktober sampai dengan November (Tabel 5.1) Tabel 5.1. Gambaran Pengambilan Sampel Penelitian Waktu Penelitian Sampel Terkumpul Sampel Terpilih Oktober November Pada penelitian ini diperoleh dua variabel yaitu usia dan lebar tulang kortikal dalam jarank superior-inferior mandibula, yang keduanya dalam bentuk data numerik. Pengukuran lebar kortikal mandibula pada radiograf panoramik dilakukan oleh dua orang pengamat pada dua kali waktu pengukuran, yaitu pengukuran I dan II. Untuk menguji reabilitasnya pengukuran dilakukan secara berulang oleh dua orang pengamat, yang dalam penelitian ini, reliabilitas intra dan interobserver ini digunakan formula Dahlberg. 26 Formula Dahlberg digunakan untuk menghitung besar kesalahan pada suatu prosedur pengukuran. Formula Dahlberg menggunakan pengukuran pada suatu grup subjek untuk mencari nilai kesalahan teknis pengukuran (Technical Error of Measurement/TEM), dengan perhitungan sebagai berikut:[26] Keterangan: di = selisih antara dua hasil pengukuran TEM = di²/2n

6 n = jumlah sampel Nilai Dahlberg yang diperoleh pada uji reliabilitas intra- dan interobserver dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2. Nilai Dahlberg pada uji reliabilitas intra- dan interobserver Uji Interpretasi Pengukuran nilai TEM (mm) Reliabilitas Intraobserver Reliabilitas interobserver AI VS AII 0,074 BI VS BII AI VS BI AI VS BII AII VS BI AII VS BII Keterangan: A = pengamat/observer pertama B = pengamat/observer kedua I = waktu pengamatan pertama II = waktu pengamatan kedua Berdasarkan data TEM di atas, pada pengujian reliabilitas intraobserver, nilai terendah ialah pada BI VS BII dan nilai tertinggi ialah pada AI VS AII.. Pada pengujian reliabilitas interobserver, nilai terendah ialah pada AI VS BI dan nilai tertinggi ialah pada AII VS BII. Menurut formula Dahlberg, nilai toleransi pengukuran yang dapat diterima (measurement tolerance/mt), untuk pengukuran tulang dan gigi adalah 1 mm, dan pada penelitian ini dilakukan pengukuran dengan nilai MT 1 mm. Dari hasil uji dengan formula Dahlberg yang dilakukan, didapatkan nilai TEM pada semua data adalah 1 mm. 26 Data yang digunakan adalah variabel dengan nilai pengukuran TEM yaitu hasil pengukuran pengamat AI dengan BI (nilai 0.046). Gambaran umum karakteristik data penelitian tersebut dapat terlihat pada tabel 5.3 di bawah ini.

7 Tabel 5.3. Gambaran umum karakteristik data penelitian Variabel Nilai Rata-rata Standar Deviasi Minimal Maksimal Usia (tahun) , Tebal Tulang Kortikal Mandibula (mm) , ,5 8 Pada tabel 5.3 dapat dilihat bahwa rata-rata usia pasien 59,74 tahun dengan ketebalan rata-rata tulang kortikal mandibula 4.8 mm. Dalam analisis variabel usia dikelompokkan menjadi kelompok usia tahun dan tahun, didasari kenyataan bahwa pada usia tahun angka kejadian osteoporosis lebih kecil dibandingkan usia tahun. Distribusi tersebut dapat dilihat dalam pie diagram di bawah ini. Gambar 5.1. Grafik Pembagian Kelompok Usia Dari diagram di atas terlihat bahwa pasien yang berusia tahun (53,93%) lebih banyak dibandingkan usia tahun. Grafik 5.2 memperlihatkan gambaran umum distribusi dan frekuensi tebal tulang kortikal mandibula pada kedua kategori usia ini, yaitu tahun dan tahun.

8 Gambar 5.2. Distribusi dan frekuensi tebal tulang kortikal mandibula pada kategori usia tahun dan tahun Tampak dari grafik di atas bahwa pada kelompok usia tahun ketebalan tulang kortikal terbanyak berada pada kisaran nilai 4,8-5,2 mm sedangkan kelompok usia tahun ketebalan tulang kortikal terbanyak berada pada kisaran nilai 4-4,4 mm. Pada tabel 5.3 terlihat pembagian rata-rata tebal tulang kortikal mandibula berdasar kelompok usia. Tabel 5.4. Rata-rata tebal tulang kortikal mandibula berdasar kelompok usia Nilai Rata-rata Standar Deviasi Rata-rata Standar Eror Usia , , , Usia , , , Tabel 5.4 menunjukkan nilai rata-rata tebal tulang kortikal mandibula pada kelompok usia lebih besar dibandingkan kelompok usia

9 Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara ketebalan tulang kortikal mandibula pada kedua kelompok usia digunakan uji t-test independen. Langkah awal uji t-test independent adalah menguji normalitas data, dalam penelitian ini digunakan uji shapiro wilk karena sampel dari tiap kategori usia jumlahnya dibawah 50, yaitu 48 pada kategori usia tahun dan 41 pada kategori usia tahun. Hasil uji normalitas data terlihat pada table 5.5 Tabel 5.5. Uji Normalitas df Sig. Usia ,063 Usia ,411 Dari hasil uji normalitas terlihat nilai p > 0.05, yaitu dan Hasil ini memiliki makna bahwa data tersebut terdistribusi normal sehingga data dapat dilanjutkan dengan uji bivariat t-test independent. Selanjutnya dilakukan uji perbedaan yang signifikan antara pengukuran tebal tulang kortikal mandibula pada kelompok usia tahun dan tahun (tabel 5.6). Variabel Ketebalan tulang kortikal pada usia tahun Tabel 5.6. Beda rata-rata ketebalan tulang kortikal mandibula pada kelompok usia tahun dan tahun Nilai Ratarata Standar Deviasi 4, , P Beda Ratarata 95% Interval Kepercayaan 0,408 0, , , Ketebalan tulang kortikal pada usia tahun 4, , Dari tabel di atas dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai ratarata ketebelan tulang kortikal mandibula pada usia tahun dan tahun. Pembahasan Pada penelitian ini, usia pasien saat pembuatan radiograf panoramik dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu kelompok tahun, yaitu usia pada saat seseorang sudah melewati masa puncak tulang sehingga mengalami penurunan masa tulang secara fisiologis namun belum memasuki usia lanjut, dan kelompok usia tahun yang merupakan kategori

10 usia lanjut sesuai klasifikasi WHO Dari 97 radiograf panoramik yang berhasil terkumpul 86 memenuhi criteria inklusi, dengan 48 radiograf pasien usia tahun dan 41 radiograf pasien yang berada usia tahun, jumlah sampel dari kedua kategori mendekati seimbang. Tujuan penelitian adalah mencari nilai rata-rata tebalnya tulang kortikal mandibula pada kelompok usia tahun tanpa membedakan gender. Pada penelitian ini digunakan Technical Error of Measurement (TEM) untuk menentukan realibilitas atau kesesuaian pengukuran yang dilakukan sehingga dianggap akurat. Pengukuran dilakukan oleh dua pengamat dengan masing-masing pengamat melakukan dua kali pengukuran. Setiap pengukuran dengan pengukuran lainnya diuji dengan TEM, hasil yang didapatkan adalah nilai TEM terendah pada pengukuran pertama pengamat satu dengan pengukuran pertama pengamat kedua. Oleh karena itu, kesesuaian data dengan TEM terendah dianggap akurat sehingga datanya digunakan pada penelitian ini. Pengukuran pertama pengamat satu dan pengukuran pertama pengamat dua memiliki nilai TEM terendah atau kesesuaian tertinggi karena didukung oleh belum adanya faktor kelelahan dari kedua pengamat sehingga hasil pengukuran dapat dikatakan maksimal. Sedangkan pengukuran intraobserver yang memiliki nilai TEM lebih tinggi dapat disebabkan faktor kelelahan pengamat. Pada penelitian Horner, dkk dengan 653 subjek wanita rentang usia tahun. 27 secara umum diperoleh hasil bahwa subjek dengan tebal tulang kortikal mandibula di bawah 3 cm dianggap memiliki kecenderungan osteoporosis. Penelitian lain oleh Taguchi, dkk pada tahun 2004 mendapatkan batas tebal tulang kortikal mandibula untuk kecenderungan osteoporosis adalah 4,5 cm dengan subjek wanita yang sudah mengalami menopause. 28 Pada penelitian ini nilai rata-rata tebal tulang kortikal mandibula pada kelompok usia adalah 4,80618 mm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa populasi usia tahun di Indonesia memiliki tulang kortikal mandibula tergolong normal. Hal ini dapat disebabkan faktor pajanan matahari yang relative cukup di Indonesia. Dalam pembagian kelompok usia yang lebih sempit, nilai ratarata tebal tulang kortikal mandibula pada kelompok usia tahun (4,88542 mm) lebih besar dibandingkan nilai rata-rata tebal tulang kortikal mandibula pada kelompok usia tahun (4,71341 mm). Hal ini memperlihatkan kecendrungan adanya perbedaan bahwa lebar atau tebal tulang kortikal mandibula pada kelompok usia yang lebih muda lebih tinggi/lebih tebal walaupun keduanya masih termasuk dalam kategori normal.

11 Banyak penelitian di berbagai belahan dunia yang menyatakan bahwa tebal tulang kortikal mandibula memiliki hubungan dengan usia dan jenis kelamin. Penelitian di Turki pada tahun 2007 oleh Serdar Uysal, dkk, memberikan hasil yang tidak jauh berbeda, penelitian mereka memaparkan bahwa usia serta jenis kelamin memiliki hubungan bermakna dengan mandibular cortical index walaupun penelitian mereka memiliki sebaran usia yang lebih jauh, yaitu tahun dengan 119 perempuan dan 70 laki-laki. 29 Di tahun 2000, Anne-Marie Bollen, dkk, dari University of Washington dan Hiroshima University melakukan penelitian dengan hasil bahwa jenis kelamin memiliki hubungan bermakna terhadap ketebalan tulang kortikal mandibula. Hasil penelitiannya memaparkan bahwa hanya sedikit laki-laki yang mengalami fraktur osteoporotik dan juga tidak ada laki-laki yang memiliki penipisan tulang kortikal mandibula parah sedangkan jumlah wanita yang mengalami fraktur osteoporotik dan penipisan tulang kortikal mandibula parah cukup bermakna. 30 Di Indonesia sudah dilakukan penelitian ketebalan tulang kortikal mandibula pada perempuan usia menopause. Dari hasil penelitian dengan memperhitungkan berbagai faktor risiko ini ketebalan tulang kortikal pada wanita menopause yang menderita osteoporosis lebih tipis dibandingkan wanita menopause yang tidak menderita osteoporosis. 19 Dalam penelitian ini, hasil yang diperoleh adalah perbedaan tebal tulang kortikal mandibula pada subyek yang berisiko mengalamai osteoporosis dengan rentang usia tahun yang dibedakan menjadi kelompok usia tahun dengan kelompok usia tahun. Pada uji kebermaknaan menunjukkan hasil tidak bermakna. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi berbedanya hasil penelitian ini dengan penelitian lain sebelumnya adalah dalam penelitian ini, sesuai dengan tujuan penelitiannya, tidak mempertimbangkan perbedaan gender, serta faktor risiko lain yang berperan dalam menyebabkan osteoporosis, seperti densitas radiografik, asupan gizi, pajanan matahari dan lainnya. Gender telah dibuktikan memiliki hubungan yang bermakna dengan ketebalan tulang kortikal mandibula seseorang, hal ini berkaitan dengan hormon estrogen yang dimiliki wanita. Hormon estrogen pada wanita yang memasuki masa menopause akan berkurang secara gradual hingga tidak ada sama sekali. Penurunan ketebalan tulang kortikal mandibula pada wanita utamanya dipengaruhi oleh penurunan hormon estrogen ini, terlebih ditambah dengan bertambahnya usia sedangkan pada laki-laki penurunan ketebalan tulang kortikal mandibula utamnya dipengaruhi hanya oleh bertambahnya usia.

12 Pada penelitian Kusdhany dkk dipaparkan bahwa terdapat perbedaan bermakna nilai tebal tulang kortikal mandibula pada wanita menopause yang menderita osteoporosis dan yang tidak menderita osteoporosis. Hal ini menunjukkan bahwa dengan rentang usia yang sama dapat memiliki perbedaan bermakna dengan adanya keterlibatan osteoporosis, dimana osteoporosis berkaitan dengan densitas tulang trabekula. 19 Selain kedua faktor yang sudah disebutkan di atas, hal lain yang mungkin juga turut berperan adalah bahwa rata-rata usia subyek pada penelitian ini 59,74 tahun, yaitu lebih banyak subyek dalam kategori tahun. Pada proses penurunan tebal tulang kortikal mandibula secara fisiologis maupun patologis karena osteoporosis, yang pertama kali mengalami perubahan adalah tulang trabekula, hal ini biasanya terjadi ketika seseorang memasuki masa awal menopause pada wanita atau memasuki masa awal lansia. Tulang kortikal mandibula mengalami perubahan setelah terjadi beberapa perubahan pada tulang trabekula sehingga tampak pada kisaran usia yang lebih tua dibandingkan ketika melihat erbedaan pada tulang trabekula. Oleh karena itu, salah satu faktor yang juga mempengaruhi hasil dari penelitian ini adalah sebaran usia. Kelebihan penelitian ini adalah terstandarisasinya pembuatan dan pengambilan radiograf panoramik dengan operator dan peralatan yang sama, sehingga seluruh sampel layak dibandingkan. Pembagian kelompok usia menjadi pre-lansia (40-60 tahun) dan lansia (60-80 tahun) dalam analisis juga belum pernah dilakukan di Indonesia. Namun kekurangan dari penelitian ini, yaitu tidak membedakan gender, yang dari referensi penelitian-penelitian sebelumnya, menunjukkan perbedaan yang bermakna. Kekurangan lainnya adalah tidak mempertimbangkan densitas radiografik tulang trabekula serta faktor risiko lain yang dapat berpengaruh seperti antara lain asupan gizi dan pajanan matahari. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, diperoleh nilai tebal/lebar rata-rata tulang kortikal mandibula pada populasi yang berisiko osteoporosis di Indonesia yaitu sebesar 4,80618 mm. Dari hasil penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa terdapat kecenderungan nilai rata-rata tebal tulang kortikal mandibula pada kelompok usia tahun lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia tahun.

13 Saran Diperlukan penelitian lanjutan sejenis yang mempertimbangkan variabel gender, mengaitkan dengan densitas tulang trabekula, dan juga memperhatikan faktor risiko lainnya yang berpengaruh pada kemungkinan terjadinya osteoporosis seperti asupan nutrisi dan pajanan sinar matahari. Kepustakaan 1. United Nations Population Division, World Population Prospects: 2002 revision. 2003, New York: United Nation. 2. Wibowo, Indonesia's elderly: Problem and Potential. Oxford: Oxford Institute of Aging, 2004: p Pranarka, K., Penerapan Geriatrik Kedokteran Menuju Usia Lanjut yang Sehat. Universa Medicina, : p Rahardjo, T.B.W., Profil Lanjut Usia Aktif, Studi Kasus di Jakarta Selatan. Majalah Kesehatan Perkotaan, : p Lansia Hati-hati dengan Silent Killer Osteoporosis [cited 4 Oktober 2012; Available from: 6. Elliott, J. I had a silent killer and I didn't know. 2006; Available from: 7. Kribbs PJ, C.C., Kilcoyne RF, Relationship between Mandibular and Skeletal Bone in an Osteoporosis Population. Vol : J Prosthet Dent Taguchi A, e.a., Oral Signs as Indicator of Possible Osteoporosis in Elderly Women. J Oral Surg, Oral Med, Oral Pathol, Oral Radiol, Endo, (5): p Lindawati S. Kusdhany, T.B.W.R., Bambang Sutrisna, The Development of Mandibular Bone Density Index to Detect Mandibular Osteoporosis of Postmenopausal Women. Int J Oral Helath, : p Gideon A. Rodan, S.B.R., The Cells of Bone, in OSTEOPOROSIS etiology, diagnosis, and management, L.J.M.I. B. Lawrence Riggs M.D., M.D., Editor 1995, Lippincott - Raven: Philadelphia. p

14 11. Dempster, D.W., Bone Remodeling, in OSTEOPOROSIS etiology, diagnosis, and management, M.D. B. Lawrence Riggs, L. Joseph Melton III, M.D., Editor 1995, Lippincott - Raven: Philadelphia. p Speroff L, G.R., Kase NG, Menopause and the Perimenopausal Transition, in Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, K.N. Speroff L, Editor 1999, Lippincott Williams and Wilkins: Philadelphia. p Martini, F.H., Fundamentals of Anatomy and Physiology2006, San Fransisco: Pearson Education, Inc. 14. WHO, Assesment of Fracture Risk and Its Application to Screening for Postmenopause Osteoporosis. WHO Technical Report Series, 1994: p Heersche JN, B.C., Ishida Y, The Decrease in Bone Mass Associated with Aging and Menopause: J Prosthet Dent L.K. Hong, L.Z., 101 Question & Answers about Osteoporosis1995, Singapura: Armour Publishing. 17. Osteoporosis ]; Available from: Lindsay R, C.C., Einhorn TA, McKay Hart D, Ljunghall S, Mutalen CA, et al, Who are candidates for prevention and treatment for osteoporosis? Osteoporosis Int, : p Kusdhany, M.L.S., Penentuan Indeks Densitas Tulang Mandibula Perempuan Pascamenopause dengan Memperhatikan Beberapa Faktor Risiko Terjadinya Osteoporosis, in Program Doktor Bidang Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Kedokteran Gigi Universitas Indonesia2003, Universitas Indonesia: Jakarta. 20. WHO, Prevention and Management of Osteoporosis. WHO Technical Report Series, Tandra, H., Segala Sesuatu yang harus Anda Ketahui tentang OSTEOPOROSIS Mengenal, mengatasi, dan mencegah TULANG KEROPOS2009, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 22. Christina Lindh, A.P., Madeleine Rohlin, Assesment of Trabecular Pattern before Endosseous Implant Treatment. Oral and Maxillofacial Radiology, (3): p

15 23. Wical KE, S.C., Studies of Residual Ridge Resorption. Prosthet Dent, : p Esa Klemetti, S.K., Pia Heiskanen, Pauli Vainio, Veijo Lassila, Panoramic Mandibular Index and Bone Mineral Densities in Postmenopausal Women. Oral Surgery, Oral Med, Oral Pathology, : p Benson BW, P.T., Glass BJ, Variations in Adult Cortical Bone Mass Measured by a Panoramic Mandibular Index. Oral Surgery, Oral Med, Oral Pathology, : p Gore, C.J., Physiological Test for Elite Athletes. Australian Sports Comm, 2000: p K Horner, K.K., A Mitsea, L Berkas, M Mastoris, R Jacobs, C Lindh, P F van der Stelt, E Harrison, J.E Adams, Pavit S, Devlin H, Accuracy in osteoporosis diagnosis of a combination of mandibular cortical width measurement on dental panoramic radiographs and a clinical risk index (OSIRIS): The OSTEODENT project. Elsevier, A Taguchi, Y.S., M Sanada, M Ohtsuka, M Nakamoto, H Sumida, K Ohama, K Tanimoto, Validation of Dental Panoramic Radiography Measures for Identifying Postmenopausal Women with Spinal Osteoporosis. AJR, 2004: p Serdar Uysal, B.L.Ç., Müjgan Güngör Hatipoğlu, Do gender and torus mandibularis affect mandibular cortical index? Head & Face Medicine, Anne-Marie Bollen, A.T., Philippe P. Hujoel, Lars G. Hollender, Case-control study on self-reported osteoporotic fractures and mandibular cortical bone. ORAL SURGERY ORAL MEDICINE ORAL PATHOLOGY, (ORAL AND MAXILLOFACIAL RADIOLOGY): p

Sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi pengukuran mental indeks pada radiografi panoramik wanita pascamenopause.

Sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi pengukuran mental indeks pada radiografi panoramik wanita pascamenopause. Research Report Sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi pengukuran mental indeks pada radiografi panoramik wanita pascamenopause. (Sensitivity, specificity, and accuracy of mental index measurement on

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi

Lebih terperinci

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Adam BH Darmawan, Slamet Santosa Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Abstrak Osteoporosis

Lebih terperinci

UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya

UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya page 1 / 5 EDITORIAL BOARD empty page 2 / 5 Table of Contents No Title Page 1 Sensitivity, specificity, and accuracy of antegonial angle measurement in panoramic radiographs patient osteoporosis 2 Sensitivity,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik atau yang dikenal juga dengan Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi yang tersebar

Lebih terperinci

DIAGNOSIS OF OSTEOPOROSIS FROM DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPHS CASE REPORT

DIAGNOSIS OF OSTEOPOROSIS FROM DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPHS CASE REPORT DIAGNOSIS OF OSTEOPOROSIS FROM DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPHS CASE REPORT Sarianoferni*, Eddy Hermanto** *Radiology Department Faculty of Dentistry Hang Tuah University **Oral Surgery Department Faculty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI UMUR, JUMLAH ANAK, DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI PIL TERHADAP KEPADATAN MASSA TULANG PADA WANITA DEWASA

ABSTRAK KORELASI UMUR, JUMLAH ANAK, DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI PIL TERHADAP KEPADATAN MASSA TULANG PADA WANITA DEWASA ABSTRAK KORELASI UMUR, JUMLAH ANAK, DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI PIL TERHADAP KEPADATAN MASSA TULANG PADA WANITA DEWASA Ferry Hidayat, 2008; Pembimbing: Hana Ratnawati, dr., M.Kes. Meningkatnya angka harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai kemajuan dalam segala aspek kehidupan manusia saat ini telah meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi maupun dalam bidang

Lebih terperinci

Sensivisitas, spesifisitas dan akurasi pengukuran sudut antegonial pada radiografik panoramik penderita osteoporosis

Sensivisitas, spesifisitas dan akurasi pengukuran sudut antegonial pada radiografik panoramik penderita osteoporosis Research Report Sensivisitas, spesifisitas dan akurasi pengukuran sudut antegonial pada radiografik panoramik penderita osteoporosis (Sensitivity, specificity, and accuracy of antegonial angle measurement

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan sinar X telah lama dikenal dalam bidang kedokteran umum maupun kedokteran gigi sebagai suatu alat yang sangat membantu dalam suatu diagnosa penyakit gigi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya

Lebih terperinci

PENGUKURAN KETEBALAN TULANG KORTIKAL PADA CITRA PANORAMIK GIGI BERBASIS KURVA POLINOMIAL

PENGUKURAN KETEBALAN TULANG KORTIKAL PADA CITRA PANORAMIK GIGI BERBASIS KURVA POLINOMIAL PENGUKURAN KETEBALAN TULANG KORTIKAL PADA CITRA PANORAMIK GIGI BERBASIS KURVA POLINOMIAL Dini Adni Navastara 1, Agus Zainal Arifin 2, Anjar Mustika 3, Chastine Fatichah 4 (1) Teknik Informatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. Osteoporosis merupakan penyakit ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daur hidup manusia akan melewati fase usia lanjut (proses penuaan). Proses penuaan merupakan hal yang tidak dapat dihindari, dimana mulai terjadi perubahan fisik dan

Lebih terperinci

Sarianoferni & Endah Wahjuningsih: Perbandingan osteoporosis berdasarkan MCI dan PMI

Sarianoferni & Endah Wahjuningsih: Perbandingan osteoporosis berdasarkan MCI dan PMI 60 Perbandingan osteoporosis berdasarkan radiomorfometri panoramik antara mandibular cortical index dengan panoramic mandibular index pada pasien di Rumah Sakit Gigi Mulut Universitas Hang Tuah 1 Sarianoferni,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada tulang, penyakit ini ditandai dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Key words: osteoporosis, MCI,PMI, panoramic radiography

LAPORAN PENELITIAN. Key words: osteoporosis, MCI,PMI, panoramic radiography LAPORAN PENELITIAN Perbandingan Hasil Osteoporosis Berdasarkan Radiomorfometri Panoramik Antara Mandibular Cortical Index (MCI) Dengan Panoramic Mandibular Index (PMI) Pada Pasien RSGM UHT Sarianoferni

Lebih terperinci

Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat,

Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat, Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Tuesday, April 29, 2014 http://www.esaunggul.ac.id/article/osteoporosis-konsumsi-susu-jenis-kelamin-umur-dan-daerah-di-dki-ja

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan ABSTRAK Impaksi gigi adalah gagalnya erupsi lengkap gigi pada posisi fungsional normal. Insidensi terjadinya impaksi gigi terjadi hampir pada seluruh ras di dunia. Gigi yang impaksi dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

Deteksi Dini Osteoporosis Pada Remaja Putri Siswi SMA Ta miriyah Surabaya

Deteksi Dini Osteoporosis Pada Remaja Putri Siswi SMA Ta miriyah Surabaya Deteksi Dini Osteoporosis Pada Remaja Putri Siswi SMA Ta miriyah Surabaya Thalia Nadhila Rachmawati thaliaanadhila@yahoo.co.id Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Airlangga ABSTRACT Osteoporosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum memberikan gejala-gejala yang diketahui (asymtomatic disease). Osteoporosis baru diketahui ada apabila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi umur Umur pasien kelompok fraktur intertrochanter adalah 69,7 + 3,7 tahun, sedangkan umur kelompok fraktur collum femur adalah 72,5 + 5,8 tahun. Didapatkan

Lebih terperinci

UJI KORELASI NILAI TEKSTUR CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL DIGITAL DENGAN NILAI KEPADATAN MASSA TULANG. Abstract. Intisari

UJI KORELASI NILAI TEKSTUR CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL DIGITAL DENGAN NILAI KEPADATAN MASSA TULANG. Abstract. Intisari UJI KORELASI NILAI TEKSTUR CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL DIGITAL DENGAN NILAI KEPADATAN MASSA TULANG Sri Lestari Prodi Teknik Elektro Fakultas Sains & Teknologi Universitas Respati Yogyakarta Jl. Laksda Adisucipto

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Hasil Analisis Univariat Analisis Statistik Deskriptif Lama Kehilangan, Usia dan Ekstrusi Gigi Antagonis

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Hasil Analisis Univariat Analisis Statistik Deskriptif Lama Kehilangan, Usia dan Ekstrusi Gigi Antagonis BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, jumlah sampel yang memenuhi kriteria penelitian adalah sebanyak 40 sampel. Sampel pada penelitian ini berupa model studi pasien gigi tiruan sebagian (GTS) dan

Lebih terperinci

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS)

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) Bab kedua ini memberikan penjelasan umum tentang tulang dan keropos tulang, meliputi definisi keropos tulang, struktur tulang, metabolisme tulang, fungsi tulang, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit merupakan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS TINJAUAN TEORI 1. Definisi Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY 30 BAB IV A. HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY pada bulan Januari sampai Mei 2016. Berdasarkan rontgen panoramik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit sistemik dengan sifat-sifat berupa penurunan massa tulang, disertai perubahan mikroarsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia kesadaran akan osteoporosis masih rendah, terutama dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif di mana terjadi proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur adalah kondisi istirahat alami yang. dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur adalah kondisi istirahat alami yang. dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur adalah kondisi istirahat alami yang dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia. Tidur merupakan aktifitas fisiologis yang penting bagi kesehatan dan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KETEBALAN TULANG KORTIKAL PADA CITRA PANORAMA GIGI BERBASIS MODEL

PENGUKURAN KETEBALAN TULANG KORTIKAL PADA CITRA PANORAMA GIGI BERBASIS MODEL Navastara, Anggraeni, dan Arifin Pengukuran Ketebalan Tulang Kortikal pada Citra Panorama Gigi Berbasis Model PENGUKURAN KETEBALAN TULANG KORTIKAL PADA CITRA PANORAMA GIGI BERBASIS MODEL Dini Adni Navastara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup pada masa dewasa awal sebagai masa transisi dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu perhatian khusus adalah masalah

Lebih terperinci

Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula

Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula Hikmat Permana Sub Bagian Endokrinologi dan Metabolisme Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Perjan Hasan Sadikin FK Universitas Padjadjaran Bandung Osteoporosis

Lebih terperinci

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT Tulang yang kuat benar-benar tidak terpisahkan dalam keberhasilan Anda sebagai seorang atlet. Struktur kerangka Anda memberikan kekuatan dan kekakuan yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu komputer dalam bidang medis sekarang ini sudah sangat maju. Banyak penelitian yang dilakukan untuk membantu dokter dalam menganalisis suatu penyakit,

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK ETIOLOGI Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari

Lebih terperinci

Description of Mandible Cortical Bone Height in Patients with Type-2 Diabetes Mellitus and Suspect Osteoporosis (Research)

Description of Mandible Cortical Bone Height in Patients with Type-2 Diabetes Mellitus and Suspect Osteoporosis (Research) Description of Mandible Cortical Bone Height in Patients with Type-2 Diabetes Mellitus and Suspect Osteoporosis (Research) Lusi Epsilawati, drg Azhari, drg Bagian Radiologi Kedokteran Gigi BAGIAN RADIOLOGI

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut - Pendidikan (RSGM-P FKG UI) pada periode 6 Oktober 2008-10 November 2008. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya dikalangan dokter gigi. Radiografi periapikal merupakan jenis intra oral yang sangat baik dalam

Lebih terperinci

OSTEOPOROSIS DEFINISI

OSTEOPOROSIS DEFINISI OSTEOPOROSIS DEFINISI Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014). Pencabutan gigi

Lebih terperinci

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB OSTEOPOROSIS. Paulus Budi Santoso ( ) Pembimbing : David Gunawan T., dr

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB OSTEOPOROSIS. Paulus Budi Santoso ( ) Pembimbing : David Gunawan T., dr ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB OSTEOPOROSIS Paulus Budi Santoso (0210186) Pembimbing : David Gunawan T., dr Osteoporosis merupakan new communicable disease yang banyak dibicarakan, dan menyerang terutama

Lebih terperinci

Penilaian penempatan implan sebelum dan sesudah pemasangan implan gigi dengan pemeriksaan radiografi periapikal

Penilaian penempatan implan sebelum dan sesudah pemasangan implan gigi dengan pemeriksaan radiografi periapikal 88 Penilaian penempatan implan sebelum dan sesudah pemasangan implan gigi dengan pemeriksaan radiografi periapikal Barunawaty Yunus*, Dharmautama** *Bagian Radiologi **Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Usia pada Pengukuran Dimensi Vertikal Fisiologis Pada penelitian ini menggunakan subjek penelitian sebanyak 170 sampel yang memenuhi kriteria penelitian. Pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembentukan tulang didalam tubuh disebut Osteogenesis. Pembentukan tulang terdiri dari penyerapan dan pembentukan yang terjadi secara terus menerus atau selalu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik kasus menopause..., Herdiana Christanty Sihombing, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik kasus menopause..., Herdiana Christanty Sihombing, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan masalah kesehatan dunia (global issue). Hal ini dikarenakan, meskipun prevalensi osteoporosis tertinggi diderita oleh wanita usia lanjut, namun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif. 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Walaupun perempuan, umumnya, memiliki umur harapan hidup (UHH) lebih tinggi daripada pria, mereka menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. Secara kodrati, perempuan mengalami

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PERILAKU ORANG TUA TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK KELAS 1 DI SDN X DAN Y

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PERILAKU ORANG TUA TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK KELAS 1 DI SDN X DAN Y ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PERILAKU ORANG TUA TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK KELAS 1 DI SDN X DAN Y Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak diderita oleh masyarakat

Lebih terperinci

PERBEDAAN KUALITAS HIDUP PASIEN GERIATRI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG YANG MENDAPAT PERAWATAN GIGI DAN TIDAK MENDAPAT PERAWATAN GIGI

PERBEDAAN KUALITAS HIDUP PASIEN GERIATRI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG YANG MENDAPAT PERAWATAN GIGI DAN TIDAK MENDAPAT PERAWATAN GIGI PERBEDAAN KUALITAS HIDUP PASIEN GERIATRI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG YANG MENDAPAT PERAWATAN GIGI DAN TIDAK MENDAPAT PERAWATAN GIGI LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013

ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013 ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 03 I Dewa Ayu Aninda Vikhanti, I Gusti Ayu Indah Ardani Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. SURAT PERSETUJUAN PERBAIKAN... iv

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. SURAT PERSETUJUAN PERBAIKAN... iv ABSTRAK Respon iatrogenik dapat terjadi pada jaringan yang terlibat selama perawatan ortodontik. Salah satu respon tersebut adalah resorpsi akar. Resorpsi akar yang berkaitan dengan perawatan ortodontik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki,

BAB I PENDAHULUAN. 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang,

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis didefinisikan sebagai kondisi rendahnya kepadatan mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang, peningkatan kerapuhan tulang dan peningkatan

Lebih terperinci

ABSTRAK. laktat pada masa kehamilan. Sedangkan pendidikan ataupun pekerjaan tidak memilki hubungan yang signifikan terhadap pengetahuannya.

ABSTRAK. laktat pada masa kehamilan. Sedangkan pendidikan ataupun pekerjaan tidak memilki hubungan yang signifikan terhadap pengetahuannya. ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA USIA PENDIDIKAN ATAU PEKERJAAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PENTINGNYA PENGGUNAAN KALSIUM LAKTAT PADA MASA KEHAMILAN DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Kurnia Nur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antropologi Suku Batak Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau Sumatera. Sifat paling dominan dari suku ini adalah kebiasaan hidup dalam splendid

Lebih terperinci

GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012

GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012 GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012 1 Devid G. Poha 2 Mona P. Wowor 3 Aurelia Supit 1 Kandidat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

GAMBARAN DENSITOMETER TULANG BELAKANG DAN FEMUR PASIEN DI IDT. RSUP. Dr. M. DJAMIL PADANG DARI TANGGAL 1 AGUSTUS FEBRUARI 2006

GAMBARAN DENSITOMETER TULANG BELAKANG DAN FEMUR PASIEN DI IDT. RSUP. Dr. M. DJAMIL PADANG DARI TANGGAL 1 AGUSTUS FEBRUARI 2006 GAMBARAN DENSITOMETER TULANG BELAKANG DAN FEMUR PASIEN DI IDT. RSUP. Dr. M. DJAMIL PADANG DARI TANGGAL AGUSTUS 005-8 FEBRUARI 006 Dian Febrina, Putri Sri Lasmini Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FKUA/RS.

Lebih terperinci

Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada

Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada Premolar Satu Rahang Bawah Olivia Elton Heryanto, Benindra Nehemia, Hanna H. Bachtiar Iskandar Corresponding address: Department of Radiology,

Lebih terperinci

Mamat Lukman*Neti Juniarti*

Mamat Lukman*Neti Juniarti* SKRINING OSTEOPOROSIS: HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN OSTEOPOROSIS DI DESA CIJAMBU KECAMATAN TANJUNGSARI Mamat Lukman*Neti Juniarti* ABSTRAK Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka

Lebih terperinci

Pengukuran Dosis Radiasi dan Estimasi Efek Biologis yang Diterima Pasien Radiografi Gigi Anak Menggunakan TLD-100 pada Titik Pengukuran Mata dan Timus

Pengukuran Dosis Radiasi dan Estimasi Efek Biologis yang Diterima Pasien Radiografi Gigi Anak Menggunakan TLD-100 pada Titik Pengukuran Mata dan Timus ISSN 2302-8491 Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 2, April 2016 Pengukuran Dosis Radiasi dan Estimasi Efek Biologis yang Diterima Pasien Radiografi Gigi Anak Menggunakan TLD-100 pada Titik Pengukuran Mata

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH SARAPAN YANG TIDAK TERATUR, FAKTOR GENETIK TERHADAP RISIKO OBESITAS DAN BMI (BODY MASS INDEX) YANG ABNORMAL

ABSTRAK PENGARUH SARAPAN YANG TIDAK TERATUR, FAKTOR GENETIK TERHADAP RISIKO OBESITAS DAN BMI (BODY MASS INDEX) YANG ABNORMAL ABSTRAK PENGARUH SARAPAN YANG TIDAK TERATUR, FAKTOR GENETIK TERHADAP RISIKO OBESITAS DAN BMI (BODY MASS INDEX) YANG ABNORMAL Silvia, 2007 Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Dr. Iwan Budiman,dr.,MS.,MM.,MKes.,AIF

Lebih terperinci

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG OSTEOSARCOMA PADA RAHANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : AFRINA ARIA NINGSIH NIM : 040600056 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

METODE PENGENALAN POLA TRABEKULA MANDIBULA PADA RADIOGRAF PERIAPIKAL DIGITAL UNTUK DETEKSI DINI RISIKO OSTEOPOROSIS

METODE PENGENALAN POLA TRABEKULA MANDIBULA PADA RADIOGRAF PERIAPIKAL DIGITAL UNTUK DETEKSI DINI RISIKO OSTEOPOROSIS VOLUME 3 No. 1, 22 Desember 2013 Halaman 1-80 METODE PENGENALAN POLA TRABEKULA MANDIBULA PADA RADIOGRAF PERIAPIKAL DIGITAL UNTUK DETEKSI DINI RISIKO OSTEOPOROSIS Sri Lestari dan Evrita Lusiana Utari Minat

Lebih terperinci

Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti. Dipresentasikan di forum ilmiah PDGI Jakarta Timur - Juni 2008

Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti. Dipresentasikan di forum ilmiah PDGI Jakarta Timur - Juni 2008 Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti Dipresentasikan di forum ilmiah PDGI Jakarta Timur - Juni 2008 Pemeriksaan radiografik Pemeriksaan lanjutan non interventif untuk memperoleh informasi diagnostik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pola konsumsi gizi dan aktivitas fisik

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pola konsumsi gizi dan aktivitas fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja mengalami peningkatan kebutuhan gizi karena pertumbuhan yang sangat cepat. Tetapi masukan zat gizi mereka sering tidak sesuai dengan kebiasaan makan karena kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu mencapai 96,58% (Tampubolon, 2005). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) masalah gigi

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETEBALAN KORTEKS MANDIBULA DITINJAU MENGGUNAKAN RADIOGRAFI PANORAMIK ANTARA PRIA DAN WANITA SUKU BATAK DI FKG USU

PERBEDAAN KETEBALAN KORTEKS MANDIBULA DITINJAU MENGGUNAKAN RADIOGRAFI PANORAMIK ANTARA PRIA DAN WANITA SUKU BATAK DI FKG USU Lampiran 1 DEPARTEMEN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PERBEDAAN KETEBALAN KORTEKS MANDIBULA DITINJAU MENGGUNAKAN RADIOGRAFI PANORAMIK ANTARA PRIA DAN WANITA SUKU BATAK DI

Lebih terperinci

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE SKRIPSI INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE LEBIH MENURUNKAN TEKANAN DARAH DARIPADA LATIHAN DEEP BREATHING PADA WANITA MIDDLE AGE DENGAN PRE-HYPERTENSION NI PUTU HARYSKA WULAN DEWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eplanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih dengan rancangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis sering menyerang mereka yang telah berusia lanjut

Lebih terperinci

Keakuratan pencitraan radiograf CT-Scan sebagai pengukur ketebalan tulang pada pemasangan implan gigi

Keakuratan pencitraan radiograf CT-Scan sebagai pengukur ketebalan tulang pada pemasangan implan gigi Keakuratan pencitraan radiograf CT-Scan sebagai pengukur ketebalan tulang pada pemasangan implan gigi Barunawaty Yunus, Syamsiar Toppo, Muliaty Yunus Bagian Radiologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perimenopause adalah suatu fase dalam proses menua (aging) yaitu ketika seorang wanita mengalami peralihan dari masa reproduktif ke masa nonreproduktif. Pada fase ini,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA DENGAN PENCEGAHAN DINI OSTEOPOROSIS DI POLIKLINIK RHEMATOLOGI BLU RSUP Prof. Dr. R.D. KANDOU MANADO

HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA DENGAN PENCEGAHAN DINI OSTEOPOROSIS DI POLIKLINIK RHEMATOLOGI BLU RSUP Prof. Dr. R.D. KANDOU MANADO HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA DENGAN PENCEGAHAN DINI OSTEOPOROSIS DI POLIKLINIK RHEMATOLOGI BLU RSUP Prof. Dr. R.D. KANDOU MANADO ABSTRAK Johana Tuegeh, Anita Oeitono dan Jon W. Tangka Jurusan Keperawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai

Lebih terperinci

Segmentasi Tulang Kortikal pada Citra Dental Panoramic Radiograph

Segmentasi Tulang Kortikal pada Citra Dental Panoramic Radiograph IJEIS, Vol.6, No.1, April 2016, pp. 37~46 ISSN: 2088-3714 37 Segmentasi Tulang Kortikal pada Citra Dental Panoramic Radiograph Thohiroh Agus Kumala* 1, Agus Harjoko 2 1 Prodi S2/S3 Ilmu Komputer, FMIPA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi kognitif merupakan bagian dari fungsi kortikal luhur, dimana pengetahuan fungsi kognitif luhur mengaitkan tingkah laku manusia dengan sistem saraf. Fungsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Usia, Jenis Kelamin, dan Indeks Masa Tubuh dengan Osteoartritis Lutut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Usia, Jenis Kelamin, dan Indeks Masa Tubuh dengan Osteoartritis Lutut. digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, dan Indeks Masa Tubuh dengan Osteoartritis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanalis Mandibularis Kanalis mandibularis adalah saluran yang memanjang dari foramen mandibularis yang terletak pada permukaan medial ramus. Kanalis ini dialiri oleh inferior

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : DR. Felix Kasim, dr, M.Kes Pembimbing II : drg. Winny Suwendere, MS

ABSTRAK. Pembimbing I : DR. Felix Kasim, dr, M.Kes Pembimbing II : drg. Winny Suwendere, MS ABSTRAK PERBEDAAN INDEKS ORAL HYGIENE PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DENGAN DAN TANPA PROGRAM USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH WILAYAH PUSKESMAS BABAKANSARI KOTA BANDUNG TAHUN 2011 Astriliana, 2011. Pembimbing

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN TRABECULAR BONE BERBASIS GRAPH BERBOBOT PADA CITRA PANORAMA GIGI UNTUK IDENTIFIKASI OSTEOPOROSIS

ANALISIS KERAPATAN TRABECULAR BONE BERBASIS GRAPH BERBOBOT PADA CITRA PANORAMA GIGI UNTUK IDENTIFIKASI OSTEOPOROSIS Abidin, Analisis Kerapatan Trabecular Bone Berbasis Graph Berbobot pada Citra Panorama Gigi untuk Identifikasi Osteoporosis ANALISIS KERAPATAN TRABECULAR BONE BERBASIS GRAPH BERBOBOT PADA CITRA PANORAMA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fraktur around hip yang menjalani perawatan rutin.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fraktur around hip yang menjalani perawatan rutin. BAB IV A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di bagian rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan Unit II dengan melihat

Lebih terperinci

Prosiding Farmasi ISSN:

Prosiding Farmasi ISSN: Prosiding Farmasi ISSN: 2460-6472 Prevalensi Hipertensi pada Pasien Prolanis Klinik X di Kota Bandung Periode Juli- Desember 2015 Prevalence of Prolanis Patiens Hypertension Clinic X in Bandung City Period

Lebih terperinci

MODEL PREDIKSI TINGGI BADAN LANSIA ETNIS JAWA BERDASARKAN TINGGI LUTUT, PANJANG DEPA, DAN TINGGI DUDUK FATMAH

MODEL PREDIKSI TINGGI BADAN LANSIA ETNIS JAWA BERDASARKAN TINGGI LUTUT, PANJANG DEPA, DAN TINGGI DUDUK FATMAH MODEL PREDIKSI TINGGI BADAN LANSIA ETNIS JAWA BERDASARKAN TINGGI LUTUT, PANJANG DEPA, DAN TINGGI DUDUK FATMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 MODEL PREDIKSI TINGGI BADAN LANSIA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

POSISI FORAMEN MENTAL PADA PASIEN EDENTULUS DI RSGM FKG USU DITINJAU SECARA RADIOGRAFI PANORAMIK

POSISI FORAMEN MENTAL PADA PASIEN EDENTULUS DI RSGM FKG USU DITINJAU SECARA RADIOGRAFI PANORAMIK POSISI FORAMEN MENTAL PADA PASIEN EDENTULUS DI RSGM FKG USU DITINJAU SECARA RADIOGRAFI PANORAMIK SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penurunan massa tulang dan penurunan mikro -arsitektur yang menyebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penurunan massa tulang dan penurunan mikro -arsitektur yang menyebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoporosis Osteoporosis didefinisikan sebagai gangguan tulang yang ditandai dengan penurunan massa tulang dan penurunan mikro -arsitektur yang menyebabkan tulang menjadi rapuh

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA 1 Yasinta Ema Soke, 2 Mohamad Judha, 3 Tia Amestiasih INTISARI Latar Belakang:

Lebih terperinci

Hubungan fraksi area trabekula anterior mandibula dengan kepadatan tulang lumbar spine untuk deteksi dini osteoporosis

Hubungan fraksi area trabekula anterior mandibula dengan kepadatan tulang lumbar spine untuk deteksi dini osteoporosis ARTIKEL PENELITIAN Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 3 No 1 April 2017 ISSN 2460-0164 (print), ISSN 2442-2576 (online) Lestari dan Tersedia Widyaningrum: online di http://jurnal.ugm.ac.id/mkgi Hubungan

Lebih terperinci