BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Vera Lesmana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemeriksaaan Fungsi Paru Pemeriksaan fungsi paru dipergunakan secara luas, mulai dalam bidang penelitian fisiologi sampai dengan aspek klinis mencakup diagnosis, penilaian derajat keparahan penyakit, monitoring terapi, menentukan prognosis, pemeriksaan penunjang kesehatan kerja, tes medis olah raga dan lain sebagainya (Gibson, 2003), (Shifren, 2006). Namun demikian, pemeriksaan fungsi paru tidaklah dapat menentukan suatu diagnosa penyakit secara spesifik misalnya emfisema pulmonum atau fibrosis paru. Tes ini dapat berguna memberikan informasi pengukuran fisiologis yang dapat mengidentifikasi kelainan obstruksi atau restriksi sistem pernafasan dan tentu saja harus disertai evaluasi secara holistik dengan hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan pemeriksaan laboratorium pendukung lainnya (Shifren, 2006) Jenis pemeriksaan fungsi paru Pemeriksaan fungsi paru mengevaluasi sistem ventilasi dan alveoli secara indirect dan tumpang tindih. Umur pasien, tinggi, berat badan, etnis dan jenis kelamin harus dicatat sebelum pemeriksaan dilakukan karena data-data tersebut penting dalam hal penghitungan nilai prediksi. Secara umum, pemeriksaan fungsi paru dibagi dalam 3 kategori yaitu ( Fischbach, 2003): 1. Pemeriksaan terhadap kecepatan aliran udara di dalam saluran pernafasan, mencakup pengukuran sesaat atau rata-rata kecepatan aliran udara di saluran nafas sewaktu ekshalasi paksa maksimal untuk mengetahui resistensi saluran pernafasan. Termasuk juga dalam kategori ini adalah tes inhalasi bronkodilator dan tes provokasi bronkus. 2. Pengukuran volume dan kapasitas paru yaitu pengukuran terhadap berbagai kompartemen yang mengandung udara di dalam paru dalam rangka mengetahui air trapping (hiperinflasi, overdistensi) atau pengurangan volume. Pengukuran ini juga dapat membantu membedakan gangguan restriktif dan obstruktif pada sistem pernafasan. 23
2 3. Pengukuran kapasitas pertukaran gas melewati membran kapiler alveolar dalam rangka menganalisa keberlangsungan proses difusi Indikasi pemeriksaan fungsi paru ( Miller, 2005) 1. Diagnostik : Beberapa manfaat untuk diagnostik adalah sebagai berikut : -Mengevaluasi individu yang mempunyai gejala, tanda, gejala atau hasil laboratorium yang abnormal - Skrining individu yang mempunyai risiko penyakit paru - Mengukur efek fungsi paru pada individu yang mempunyai penyakit paru - Merupakan salah satu faktor untuk menilai risiko operasi - Menentukan prognosis penyakit yang berkaitan dengan respirasi - Mengetahui status kesehatan sebelum memulai program latihan 2. Monitoring Beberapa manfaat untuk keperluan monitoring adalah sebagai berikut : - Menilai intervensi terapeutik - Memantau perkembangan penyakit yang mempengaruhi fungsi paru - Memonitoring individu yang terpajan agen berisiko terhadap fungsi paru - Memonitor efek samping obat yang mempunyai toksisitas pada paru 3. Evaluasi terhadap kecacatan Beberapa manfaat untuk evaluasi terhadap kecacatan adalah sebagai berikut - Menentukan pasien yang membutuhkan program rehabilitasi - Kepentingan asuransi - Kepentingan hukum 4. Kesehatan masyarakat Beberapa manfaat untuk kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut : - Survei epidemiologis - Menetapkan standar nilai normal - Penelitian klinis 24
3 2.1.3 Definisi nilai normal dalam pemeriksaan fungsi paru Hasil pemeriksaan fungsi paru diinterpretasikan melalui pembandingan nilai pengukuran yang didapat dengan nilai prediksi pada individu normal. Prediksi nilai normal itu sendiri mencakup berbagai variabel seperti umur, tinggi, berat badan, dan jenis kelamin. Ada juga beberapa faktor lain yang potensial mempengaruhi interperetasi tetapi belum diperhitungkan seperti ras, polusi udara, status sosioekonomi (Gibson, 2003). Spirometri normal juga didefinisikan dari bentuk kurva flow-volume yang normal, berupa gambaran manuver FVC diikuti dengan inspirasi yang dalam. Sebuah kurva flow-volume yang normal mempunyai puncak yang tajam yang dicapai dalam waktu yang singkat diikuti dengan penurunan yang gradual menuju titik O pada kurva ekspirasi. Bentuk dari kurva inspirasi haruslah bulat. Kurva flow-volume normal dapat dilihat pada gambar 1 (Shifren, 2006), (Fischbach, 2003) Teknik Pemeriksaan Spirometri Secara garis besar, hal yang perlu dipersiapkan dalam melakukan pemeriksaan fungsi faal paru adalah (Anna, 2012): 1. Persiapan alat Alat harus dikalibrasi minimal 1 kali seminggu dan penyimpanan tidak boleh melebihi 1 ½ kalibrator. 2. Persiapan pasien a. Harus dilakukan anamnesis dan penilaian kondisi fisik yang berkaitan dengan fungsi paru pasien. Selain itu, juga harus dilakukan pencatatan data dasar (nama, usia, jenis kelamin, ras) serta berat badan dan tinggi badan pasien tanpa menggunakan sepatu. b. Pasien diberikan penjelasan tentang tujuan, cara pemeriksaan, dan contoh manuver yang harus dilakukan. Pasien harus bebas rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan, bebas bronkodilator yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan minimal 8 jam sebelum pemeriksaan, tidak boleh makan kenyang sebelum pemeriksaan, dan tidak boleh menggunakan pakaian ketat pada saat pemeriksaan dilakukan. 25
4 c. Pasien sebaiknya melakukan percobaan dalam posisi yang paling nyaman. d. Pemeriksaan dilakukan paling sedikit didapatkan 3 nilai yang reproduksibel untuk melihat dan memastikan apakah manuver telah dilakukan secara maksimal. Dapat diulang 3 kali namun tidak lebih dari 8 kali untuk menghindari bias. 3. Manuver untuk mendapatkan data tentang parameter yang dibutuhkan a. Force Vital Capacity (FVC) a.1 Metode sirkuit tertutup - Pastikan pasien berada dalam posisi yang benar (posisi tubuh dengan kepala sedikit dielevasikan) - Tempatkan nose clip, mouth piece pada mulut dan menutup mulut dengan baik - Inspirasi maksimal secara cepat dengan jeda < 1 detik, kemudian ekspirasi maksimal secara cepat (paksa) dan dalam sampai tidak ada udara yang dapat dikeluarkan saat masih dalam posisi yang sama. a.2 Metode sirkuit terbuka - Pastikan pasien berada dalam posisi yang benar (posisi tubuh dengan kepala sedikit dielevasikan) - Tempatkan nose clip - Inspirasi maksimal secara cepat dengan jeda < 1 detik - Tempatkan mouthpiece pada mulut dan menutup mulut dengan baik - Ekspirasi maksimal secara cepat (paksa) dan dalam sampai tidak ada udara yang dapat dikeluarkan saat masih dalam posisi yang sama. b. Slow Vital Capacity (SVC) Prinsip pengukuran sama dengan FVC yang berbeda hanyalah manuver saat meniup dimana inspirasi maksimal secara normal dan ekspirasi maksimal secara normal sampai tidak ada udara yang dapat dikeluarkan saat masih dalam posisi yang sama. 26
5 c. Maximal Voluntary Ventilation Pasien diinstruksikan untuk bernapas cepat dan dalam selama 15 detik dan mengumpulkan udara ekspirasi dalam kantong douglas. Uji ini telah banyak digunakan secara bertahun-tahun tetapi kemudian sebagian besar diganti dengan pengukuran Forced Expiratory Volume ( FEV1) yang lebih sedikit persyaratannya dan memberikan informasi yang sama Standarisasi pemeriksaan fungsi paru Untuk mendapatkan informasi yang berguna dari suatu pemeriksaan fungsi paru, harus terlebih dahulu diamati mengenai masalah adekuasi alat serta akseptabilitas dan reprodusibilitas dari nilai pengukuran(shifren, 2006). Gambar Spirometri normal (Shifren, 2006) Dalam mengevaluasi hasil pemeriksaan fungsi paru, harus terlebih dahulu dinilai akseptabilitas dari hasil pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan akseptabilitas paling baik ditentukan dengan mempelajari kurva flow-volume. Adapun kriteria akseptabilitas dari suatu pemeriksaan fungsi paru mencakup hal sebagai berikut (Shifren, 2006), (Miller, 2005): 1. Bebas artefak (batuk, penutupan glottis, penghentian dini, usaha yang kurang maksimal dan bervariasi). 2. Start yang baik (fase awal kurva merupakan bagian yang paling dipengaruhi oleh usaha pasien sehingga harus bebas artefak). 27
6 3. Waktu ekspirasi yang cukup (ekspirasi paling sedikit 6 detik atau dijumpai plateau paling tidak selama 1 detik pada kurva volume-waktu). Bila telah didapat 3 kali pengukuran spirometeri yang memenuhi kriteria akseptabilitas maka selanjutnya dinilai reprodusibilitasnya. Adapun kriteria reprodusibilitas dari pemeriksaan fungsi paru mencakup (Shifren, 2006): 1 Dua nilai pengukuran FVC yang terbesar tidak boleh berbeda lebih dari 0,2 L atau 5% satu sama lain. 2 Dua nilai pengukuran FEV1 yang terbesar tidak boleh berbeda lebih dari 0,2 L atau 5% satu sama lain. Jika kedua syarat ini terpenuhi maka pemeriksaan fungsi paru dapat dihentikan dan dievaluasi hasilnya. Bila tidak memenuhi maka pemeriksaan harus diulang sampai memenuhi kriteria di atas maksimal 8 kali pengulangan (Fischbach, 2003), (Miller, 2005) Pemeriksaan terhadap aliran udara di saluran pernafasan Kecepatan aliran udara di saluran nafas memberikan informasi mengenai adanya obstruksi di sistem saluran pernafasan. Metode pengukuran kecepatan aliran udara yang dihubungkan dengan fungsi waktu dan volume disebut sebagai spirometri, dan alat untuk pengukurannya mempergunakan spirometer (Fischbach, 2003), (Miller, 2005). Penilaian spirometri dasar mencakup FEV1, FVC, dan FEV1/FVC. Ketiga metode pengukuran ini luas dipergunakan, tidak mahal dan mudah diulang. Spirometri dapat digunakan dalam mendeteksi gangguan aliran udara akibat obstruksi saluran nafas dan mengindikasikan adanya suatu kelainan paru restriktif. Ada banyak nilai hasil pengukuran spirometri yang lainnya, namun kegunaan klinisnya masih belum dapat ditentukan (Winn, 2005), (Gomella, 2007). Ketika nilai FEV1 berkurang, maka nilai FEV1/FVC juga akan berkurang yang menunjukkan suatu pola obstruksi. Rasio FEV1/FVC yang normal adalah >0,75 untuk individu yang berusia kurang dari 60 tahun dan >0,70 untuk yang berusia diatas 60 tahun (Lang, 2006). Namun Adrien Shifren menyebutkan bahwa suatu defek obstruksi dapat disangkakan bila FEV1/FVC <70 tanpa memandang usia (Shifren, 2006). 28
7 Bila sangkaan defek obstruktif telah dibuat, maka perlu dilanjutkan dengan upaya untuk menentukan beratnya derajat obstruksi dan menilai reversibilitas dari obstruksi yang terjadi (Fischbach, 2003). Nilai prediksi FEV1 yang normal adalah 80%-120%. FEV % nilai prediksi menunjukkan hambatan aliran udara ringan, FEV % nilai prediksi menunjukkan hambatan aliran udara sedang, dan bila FEV1 <50% nilai prediksi digolongkan hambatan aliran udara berat, sangat berat FEV <30% nilai prediksi atau <50% nilai prediksi disertai gagal nafas (Winn, 2003) (GOLD, 2010). Pemeriksaan spirometri juga dapat digunakan untuk mendiagnosa kelainan penyakit paru restriktif, walaupun untuk gold standard haruslah diperiksa nilai TLCnya. Kelainan restriktif dapat disangkakan bila nilai FEV1/FVC>75% nilai prediksi. Kelainan restriktif ringan bila FVC 60-80% nilai prediksi, restriksi sedang bila FVC 50-60% nilai prediksi dan restriksi berat bila FVC<50% nilai prediksi (Gomella, 2007). Bila defek obstruktif terjadi maka kurva flow-volume akan berubah membentuk gambaran konkaf. Pada kurva masih dapat dilihat adanya puncak awal yang tajam dan cepat, tetapi aliran ekspirasi melemah lebih cepat daripada normal, sesuai dengan beratnya derajat obstruksi yang terjadi. (lihat gambar dan 2.1.3) (Shifren, 2006). Adapun kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan gambaran obstruksi pada pemeriksaan fungsi paru antara lain : ( Fischbach, 2003). 1. Penyakit pada saluran nafas perifer : bronkitis, bronkiektasis, bronkiolitis, asma bronkial, fibrosis kistik. 2. Penyakit parenkim paru : emfisema. 3. Penyakit saluran nafas atas : tumor pada faring, laring atau trakea; edema, infeksi, benda asing, saluran nafas kolaps dan stenosis. 29
8 Gambar Spirometri pada penyakit paru Gambar Spirometri pada penyakit paru Obstruktif (Shifren, 2006) restriktif (Shifren, 2006) Kelaianan-kelainan yang dapat memberikan gambaran restriktif pada pemeriksaan fungsi paru antara lain (Fischbach, 2003) : 1. Gangguan pada dinding toraks : cedera, kifoskoliosis, distrofi muskular. 2. Keadaan ekstra toraks : obesitas, peritonitis, asites, kehamilan. 3.Penyakit paru interstisial : interstisial pneumonitis, fibrosis, pneumokoniosis, granulomatosis. 4. Penyakit pleura : efusi pleura, pneumothorak, hemothorak, fibrothorak. 5. Space Occupaying Lesion (SOL) : tumor, abses Penyakit campuran restriktif dan obstruktif Penyakit infiltratif atau interstisial yang difus secara khas mengakibatkan pola yang restriktif berupa rasio FEV1/FVC yang normal atau meningkat dan penurunan volume paru. Gangguan hambatan terhadap aliran udara biasa dijumpai pada penyakit paru intertisial dan sarkoidosis stadium akhir. Bronkiektasis juga dapat memberikan gambaran penyakit campuran akibat penurunan aliran udara disertai kerusakan fibrotik jaringan paru distal akibat segmen bronkus yang mengalami bronkiektasis. Kelainan lain yang memberikan pola serupa adalah bronkiolitis obliterans organizing pneumonia, neurofibromatosis dan campuran antara Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang disertai penyakit paru intertisial (Fischbach, 2003), (Winn, 2003). 30
9 Gambar Gambar spirogram dan kurva flow-volume pada keadaan normal, obstruktif dan restriktif (Hyatt, 2003). 2.2 Penyakit Ginjal kronik PGK adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) membuat klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik dalam 5 tahap berdasarkan tingkat penurunan fungsi ginjal yang dinilai dengan laju filtrasi glomerular (LFG) ( Suwitra, 2006). Untuk menghitung LFG, cara yang umum digunakan adalah dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault, yaitu : 31
10 LFG (ml/min/1,73m 2 ) = (140-umur) X BB (kg) 72 X Kreatinin Plasma (mg/dl *) pada perempuan dikalikan 0,85 Klasifikasi tersebut tampak pada tabel berikut (Suwitra, 2007) : Stadium Penjelasan LFG (ml/min/1,73m 2 ) 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat 90 2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG yang ringan Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG yang sedang Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG yang berat Gagal Ginjal <15 atau dialisis Penatalaksanaan PGK amat beragam, yaitu terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap komplikasi, dan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada PGK stadium 5 atau gagal ginjal tahap akhir, yaitu pada LFG <15 ml/min/1,73m 2. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis maupun transplantasi ginjal, dimana hemodialisis merupakan pilihan yang paling umum dijumpai di Indonesia (Clarckson, 2005), (Purwanto, 2007). Komplikasi kardiovaskular merupakan salah satu komplikasi pada PGK. Data dari United States Registry Data System 2001 memperlihatkan bahwa 46% penderita penyakit ginjal meninggal akibat penyakit kardiovaskular. Sebanyak 41% meninggal karena penyakit jantung koroner dengan berbagai manifestasinya, sisanya karena penyakit jantung lainnya. Konsil Ginjal dan Kardiovaskular 32
11 American Heart Association merekomendasikan bahwa penderita dengan penyakit ginjal merupakan kelompok tertinggi yang independen untuk terjadinya penyakit kardiovaskular. Data lain menunjukkan bahwa penderita dengan PGK stadium 3 dan 4, dengan perkiraan LFG antara ml/min/1,73m 2 mempunyai insiden dan resiko penyakit jantung dua kali lipat dibandingkan individu dengan LFG normal. Mortalitas 1 tahun setelah infark miokardium meningkat dari 24% menjadi 46% dan 66% pada penderita dengan kreatinin serum 1,5 mg/dl; 1,5-2,4 mg/dl; dan 2,5-3,9 mg/dl. Salah satu komplikasi tersebut adalah hipertensi pulmonal (Suwitra, 2007) Efek gagal ginjal kronis terhadap pernafasan Paru juga mendapat pengaruh buruk dari gagal ginjal, pasien-pasien gagal ginjal dalam berbagai tahap (akut, kronik, tahap akhir) memiliki risiko untuk mengalami komplikasi paru yang signifikan secara klinis, yang paling sering edema pulmonum, fibrosis paru, kalsifikasi paru, hipertensi pulmonal, hemosiderosis, fibrosis paru. Pasien-pasien ini juga bisa mengalami berbagai tingkatan disfungsi paru yang mungkin tidak signifikan secara klinis dan hanya dapat dideteksi dengan serangkaian evaluasi non invasif yang dikenal sebagai tes faal paru. Disfungsi paru mungkin disebabkan langsung oleh toksin uremik yang bersirkulasi dalam peredaran darah atau mungkin disebabkan secara tidak langsung oleh volume overload, anemia, penekanan imunitas, kalsifikasi ekstra tulang, malnutrisi, gangguan elektrolit, atau ketidakseimbangan asam-basa (Karacan, 2009). Durasi HD berhubungan secara garis lurus dengan peningkatan TAP (Fabbian,2010) Efek gagal ginjal kronis dengan hemodialisis terhadap pernafasan Sama seperti semua sistem organ lainnya, paru juga mendapat pengaruh buruk dari gagal ginjal yang menjalani HD. HD menyebabkan keadaan hipoksemia oleh beberapa fenomena yang diduga berperan terhadap kejadian hipoksemia ini adalah perubahan dari kurva dissosiasi oksihemoglobin yang disebabkan oleh peningkatan ph selama dialisis, penekanan terhadap pusat pernafasan, gangguan difusi oksigen, leukostasis pada pembuluh darah paru yang menyebabkan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi, serta hipoventilasi alveolar 33
12 yang disebabkan oleh CO2 yang berdifusi ke dialisat (Pierson, 2006). Lang dkk melaporkan 14 pasien hemodialisis yang stabil secara klinis tanpa penyakit paru akut, dijumpai penyakit paru restriktif dijumpai pada 8 dari 14 kasus dan penyakit paru obstruktif dijumpai pada 1 orang pasien (Lang, 2006). Herero dkk menyatakan bahwa 75% pasien dengan hemodialisis jangka panjang menunjukkan kelainan restriktif pada spirometri (Herero, 2002). Studi yang dilakukan Kovelis mendapatkan dari 17 pasien Gagal Ginjal Kronik, 9 orang dengan spirometri normal, 8 restriksi ringan sebelum hemodialisis, setelah hemodialisis 2 dari 8 pasien tersebut mencapai spirometri normal (Kovelis, 2008) Efek gagal ginjal kronis dengan hemodialisis dengan hipertensi pulmonal terhadap pernafasan Pasien-pasien HD reguler dianjurkan untuk pemasangan akses vaskular seperti AV fistula. Akses vaskuler tidak terlepas dari berbagai komplikasi, ringan maupun berat. Beberapa komplikasi yang sering terjadi yaitu stenosis dan clotting, infeksi, aliran darah berlebihan, iskemia distal (steal syndrome), aneurisma vena, perdarahan akibat ruptur aneurisma, dan hematoma lokal (Konsensus Dialisis Pernefri, 2003). Patofisiologi yang mendasari timbulnya HTP pada PGK yang memakai akses vaskuler masih belum sepenuhnya dipahami. Mekanisme utama yang diduga berperan adalah akses vaskular buatan (fistula AV) yang umum dijumpai pada pasien PGK dengan HD reguler. Fistula ini menyebabkan peningkatan Cardiac Output (CO) yang berarti juga peningkatan volume darah pada pembuluh darah paru. Pada orang sehat peningkatan CO tidak serta merta menyebabkan peningkatan TAP, karena adanya kemampuan adaptif pembuluh darah paru, misalnya vasodilatasi maupun kemampuan membentuk komunikasi dengan pembuluh darah ekstra paru. Namun pada pasien PGK, kemampuan adaptif ini berkurang. Diduga hal ini disebabkan status hiperparatiroidisme kronis yang sering pada pasien PGK, menyebabkan peningkatan kadar kalsium di jaringan, termasuk pada pembuluh darah paru. Kalsifikasi ini menyebabkan elastisitas pembuluh darah terganggu dan meningkatkan resistensi sistem pembuluh darah paru (Gururaj, 2010). Tetapi peranan hormon paratiroid sendiri masih 34
13 diperdebatkan, karena studi lain justru menunjukkan hasil yang berlawanan (Akmal, 2005). Saat ini yang diketahui adalah semakin besar aliran darah (flow rate) pada fistula maka akan semakin besar pula aliran darah balik ke jantung dan sesuai dengan hukum Frank Starling akan menyebabkan peningkatan CO pula. Peningkatan CO akan menyebabkan peningkatan aliran darah ke sirkulasi paru dan memperberat kenaikan TAP. Oleh karena itu, penting untuk mendapatkan diameter fistula yang tepat agar tidak menimbulkan komplikasi sistemik (Havlucu, 2007). Yigla melaporkan angka 39.7% pada pasien hemodialisis reguler via fistula AV (Yigla, 2003), Amin dalam studi terhadap 51 pasien PGK dengan hemodialisis reguler via fistula AV mendapatkan 29% di antaranya menderita hipertensi pulmonalis (Amin, 2003). Dalam studi lain, Yigla menyatakan bahwa hipertensi pulmonalis merupakan prediktor independen terhadap mortalitas pasien PGK (Yigla, 2009). 2.3 Hipertensi Pulmonal Definisi Salah satu komplikasi kardiovaskuler tersebut namun awalnya jarang dipublikasikan adalah HTP. HTP secara ringkas didefinisikan jika dijumpai peningkatan TAP di atas ambang normal. Dikatakan HTP adalah jika pada saat istirahat nilai TAP 35 mmhg. Penyakit ini mungkin menggambarkan adanya gangguan pada pembuluh darah paru, yang dapat bersifat progresif dan fatal, atau mungkin hanya peningkatan TAP yang pasif terhadap peningkatan tekanan di jantung kiri. Faktor penyebab dapat berupa kelainan jantung, kelainan paru atau akibat penyakit sistemik (Newman, 2008). HTP dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit, dimana jika tidak diatasi maka dapat mengakibatkan menurunnya regangan pembuluh darah (compliance), peningkatan TAP yang progresif dan akhirnya menjadi gagal jantung kanan dan kematian. Pasien dengan HTP berkepanjangan mempunyai morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada kondisi kausatif yang menyebabkan HTP itu sendiri (Abdelwhab, 2009). 35
14 2.3.2 Klasifikasi Ada beberapa klasifikasi HTP yang saat ini diajukan. Dua yang telah luas dikenal adalah klasifikasi menurut Venice, dan klasifikasi yang dikeluarkan oleh World Health Organisation (WHO) pada tahun Klasifikasi klinis HTP yang saat ini paling banyak digunakan adalah klasifikasi menurut WHO. Klasifikasi ini membagi HTP menjadi 5 kelas berdasarkan jenisnya seperti yang terlihat pada tabel Dalam klasifikasi terbaru, HTP yang disebabkan oleh fistula AV permanen pada pasien PGK dimasukkan ke dalam kelas V (McLaughlin, 2006). Tabel Klasifikasi Hipertensi Pulmonalis menurut WHO (McLaughlin,2006) Kelas I II III Deskripsi Hipertensi arteri pulmonalis Idiopatik atau primer Familial Hipertensi yang berhubungan dengan : Penyakit kolagen pada pembuluh darah Pintasan kongenital sistemik-ke-pulmonal Hipertensi portal Infeksi Human Immunodeficiency Virus Toksin dan obat obatan Penyakit lain (kelainan tiroid, kelainan penyimpangan glikogen, penyakit Gaucher, hemoragik telangiektasis herediter, hemoglobinopati, kelainan mieloproliferatif, splenektomi) Yang berhubungan dengan keterlibatan vena atau kapiler Penyakit oklusi vena pulmonal Hemangiomatosis kapiler pulmonal Hipertensi pulmonalis dengan penyakit jantung kiri Penyakit atrium atau ventrikel kiri jantung Penyakit katup jantung kiri Hipertensi pulmonalis yang dihubungkan dengan penyakit paru dan atau hipoksia Penyakit paru obstruksi kronik Penyakit jaringan paru Gangguan nafas saat tidur Kelainan hipoventilasi alveolar Tinggal lama di tempat yang tinggi 36
15 IV V Perkembangan abnormal Hipertensi pulmonalis oleh karena penyakit emboli dan trombotik kronik Obstruksi tromboembolik arteri pulmonalis proksimal Obstruksi tromboembolik arteri pulmonalis distal Emboli pulmonalis non trombotik (tumor, parasit, benda asing ) Lain-lain Sarkoidosis, histiositosis-x, limfangiomatosis, penekanan pembuluh darah paru (adenopati, tumor, fibrosis mediastinitis) Diagnosis Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis HTP, baik dengan menggunakan metode invasif maupun non invasif. Saat ini metode yang paling banyak digunakan adalah dengan menggunakan alat ekokardiografi Color Doppler yang bersifat non invasif (Weyman, 2010). a. Ekokardiografi Color Doppler Ekokardiografi merupakan skrining test non invasif yang sangat baik dilakukan untuk pasien yang dicurigai mengalami HTP. Digunakan pertama kali untuk menentukan TAP pada akhir dekade 1990-an, namun masih dalam gambaran hitam dan putih (Stephen, 1999). Saat ini, ekokardiografi Color Doppler sudah lazim dijumpai dan luas digunakan. Untuk menilai tekanan sistolik ventrikel kanan dengan ekokardiografi ini harus dijumpai adanya trikuspid regurgitasi (TR) (Noordegraaf, 2009). Perkembangan TR pada pasien HTP sering dihubungkan dengan adanya dilatasi anular, perubahan ukuran ruang ventrikel kanan dan perubahan letak katup trikuspidal bagian apikal. Pemakaian aliran regurgitasi sistolik katup trikuspidalis (v) merupakan sebuah perhitungan tekanan arteri pulmonalis sistolik (Systolic Pulmonary Arterial Pressure/sPAP) yang dapat ditentukan dengan ekokardiografi Color Doppler. Tanpa adanya pulmonary outflow tract obstruction, spap ekuivalen dengan tekanan sistolik ventrikel kanan, yang dapat dihitung dengan rumus Bernoulli yang sederhana (Daniels, 2004): RVSP = 4v 2 + RAP Ket : RVSP : Right Ventricular Systolic Pressure v : aliran regurgitasi sistolik trikuspidalis RAP : Right Arterial Pressure 37
16 Kecepatan puncak diastolik awal akhir dari regurgitasi pulmonalis berkorelasi signifikan dengan rerata TAP diastolik (Bossone, 2005). Waktu akselerasi right ventricular outflow tract (RVOT) didefinisikan sebagai interval dari onset kecepatan maksimal aliran darah yang dipulsasikan melalui sinyal yang dihasilkan gelombang Doppler, memiliki korelasi negatif dengan mean pulmonary artery pressure (mpap). Waktu akselerasi RVOT <100 ms mencerminkan peningkatan mpap (Jae, 2006). Karakteristik disfungsi ventrikel kanan pada HTP dengan ekokardiografi Color Doppler mencakup penurunan kecepatan dan integral waktu aliran darah melalui katup pulmonalis dan pemendekan acceleration time (AcT) yang diukur dari permulaan aliran darah melalui katup pulmonalis sampai kecepatan mencapai puncaknya, dapat digunakan untuk menghitung rerata tekanan arteri pulmonal dengan rumus : mpap (ms) = 79 0,45 (AcT) (Jae, 2006). Tabel Klasifikasi HTP berdasarkan TAP (McLaughlin, 2006) Kategori Tekanan arteri pulmonalis* Ringan Sedang Berat mmhg mmhg 70 mmhg * saat istirahat b. Elektrokardiografi Elektrokardiografi (EKG) merupakan alat diagnostik lain untuk HTP, walaupun tidak spesifik. Gambaran tipikal HTP yang bisa didapat pada EKG adalah : Pergeseran aksis ke kanan (right axis deviation), Gelombang R>S dengan R/S rasio >1 di sadapan V 1, Kompleks qr di sadapan V 1, Pola rsr di sadapan V 1, Gelombang S besar dan R kecil dengan R/S rasio <1 di sadapan V 5 dan/atau V 6. 38
17 Gambaran gelombang ST depresi dan inversi sering muncul di sadapan prekordial kanan. Pembesaran atrium kiri ditandai dengan gelombang P yang tinggi (2.5 mm) di sadapan II, III, avf dan aksis P frontal 75 (Schannwell, 2007). c. Foto Toraks Gambaran khas foto toraks proyeksi posteroanterior pada HTP adalah ditemukannya pembesaran hilar dan bayangan arteri pulmonalis. Sementara pada foto toraks proyeksi lateral dapat dijumpai pembesaran ventrikel kanan (Diah, 2009). d. Pemeriksaan Angiografi Kateterisasi jantung merupakan baku emas (gold standard) untuk diagnosis HTP. Kateterisasi membantu diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dam memberikan informasi penting untuk dugaan prognostik pada pasien dengan HTP. Kateterisasi jantung dilakukan pada pasien dengan HTP setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan ekokardiografi, terutama pada mereka yang direncanakan untuk pengobatan. Namun hal ini sulit dilakukan dikarenakan sifatnya yang invasif, terutama pada pasien PGK dengan penyakit yang sudah terminal (Diah, 2009). 39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologis Paru Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan lingkungan diluar tubuh, yaitu melalui sistem pernafasan. Fungsi paru utama untuk respirasi yaitu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi Pulmonal Hipertensi pulmonal adalah peningkatan resistensi vaskular pulmonal yang menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan oleh karena peningkatan afterload
Lebih terperinciIndikasi Pemeriksaan
Definisi Suatu prosedur pemeriksaan dengan menggunakan alat spirometer yang bertujuan untuk mengukur ventilasi yaitu mengukur volume statik dan volume dinamik paru. Indikasi Pemeriksaan Menilai status
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak
Lebih terperinciKeterampilan Klinis UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)
PEGANGAN MAHASISWA Keterampilan Klinis UJI FAAL PARU (SPIROMETRI) Diberikan pada mahasiswa Semester III Penyusun: Dr. dr. Irawaty Djaharuddin, SpP(K) Dr. dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Dr. dr.
Lebih terperinciPEMERIKSAAN FUNGSI PARU DENGAN SPIROMETRI. Hj. Efy Afifah, SKp, M.Kes. Pengukuran obyektif paru menggunakan alat spirometer.
PEMERIKSAAN FUNGSI PARU DENGAN SPIROMETRI Hj. Efy Afifah, SKp, M.Kes Tujuan praktikum: - Mahasiswa menjelaskan tujuan, indikasi dan kontraindikasi dilakukan pemeriksaan spirometri dengan benar - Mahasiswa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan
Lebih terperinciPERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO
PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperincimekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.
B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi
Lebih terperinciDETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN
DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan adanya penyempitan pada katup mitral (Rilantono, 2012). Kelainan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stenosis mitral adalah penyakit kelainan katup jantung yang menyebabkan terlambatnya aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri pada fase diastolik disebabkan
Lebih terperinciSPIROMETRI. Deddy Herman. Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND
SPIROMETRI Deddy Herman Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND RESPIRASI Ventilasi Difusi Perfusi VENTILASI Peristiwa masuk dan keluar udara ke dalam paru : Inspirasi Ekspirasi Inspirasi :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyebab stenosis mitral paling sering adalah demam rematik, kemudian dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral. 1 Penyebab
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral. Stenosis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure (CHF) menjadi yang terbesar. Bahkan dimasa yang akan datang penyakit ini diprediksi akan terus bertambah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis akibat kelainan struktural maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013). Prevalensi gagal
Lebih terperinciTetapi berdasarkan data, 80-90% data menyatakan PPOK menjadi penyebab utama kor pulmonal.
I. DEFINISI Kor pulmonal sering disebut sebagai penyakit jantung paru, didefinisikan sebagai dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan akibat adanya penyakit parenkim paru atau pembuluh darah paru, dimana
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya konsentrasi hemoglobin di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. 8,9 Sedangkan literatur
Lebih terperinciBAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang
BAB I A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan penyebab utama dari morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang menderita akibat PPOK. PPOK merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan yang mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk, dan memerlukan biaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung bawaan terjadi pada 8 bayi dari. setiap 1000 kelahiran. (Sommer, 2008) Penyakit jantung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung bawaan terjadi pada 8 bayi dari setiap 1000 kelahiran. (Sommer, 2008) Penyakit jantung bawaan yang paling sering terjadi ialah defek septum ventrikel
Lebih terperinciGambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (http://www.mayoclinic.org/images/pulmonary-valve-atresia-lg-enlg.jpg)
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP RSHS BANDUNG TUGAS PENGAYAAN Oleh : Asri Rachmawati Pembimbing : dr. H. Armijn Firman, Sp.A Hari/Tanggal : September 2013 ATRESIA PULMONAL PENDAHULUAN Atresia pulmonal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada penyakit jantung koroner (PJK) terdapat kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan yang menyebabkan kondisi hipoksia pada miokardium
Lebih terperinciINSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )
1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat progresif dan dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar kasus stadium terminal (Fored, 2003). Penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) telah menjadi suatu keadaan yang membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012) mengatakan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun 2013 mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah 4,5 %. Prevalensi asma
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat
B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir
Lebih terperinciASIDOSIS RESPIRATORIK
ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal punya peran penting sebagai organ pengekresi dan non ekresi, sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENYAKIT GINJAL KRONIK 2.1.1. Defenisi Penyakit Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di negara dengan pendapatan tinggi sampai rendah. 1 Menurut World Health Organization
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa
BAB 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang: Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa anak anak karena masa perkembangan dan maturasi fungsi paru dimulai sebelum lahir. Berat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan 140 mmhg dan
Lebih terperinciMahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung
Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan
Lebih terperinciDr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A
Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A PENYAKIT JANTUNG BAWAAN Penyakit jantung yang dibawa dari lahir kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir akibat gangguan atau
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Ilmu Kardiologi dan
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang
Lebih terperinciBAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL. OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep
BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab mortalitas terbesar kelima di dunia dan menunjukkan peningkatan jumlah kasus di negara maju dan
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,
Lebih terperinciPEMERIKSAAN FAAL PARU
PEMERIKSAAN FAAL PARU (AUTO)SPIROMETRY TEST dr.afan Fatkhur A,Sp.P FAAL PARU RESPIRASI Ventilasi FAAL VENTILASI FAAL PARU FAAL DIFUSI Difusi FAAL PERFUSI Perfusi FAAL PARU RESPIRASI FAAL VENTILASI: PERTUKARAN
Lebih terperinciUji Fungsi (lung function test) Peak flow meter
Uji Fungsi Paru-paru (lung function test) Peak flow meter Spirometer 2009/1/11 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1 Spirometri 2009/1/11 Zullies Ikawati's Lecture Notes 2 Peak flow meter PEF = Peak Expiratory
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup menyebabkan berubahnya pola penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung yang prevalensinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi ini terjadi perubahan struktur katup mitral yang menyebabkan gangguan pembukaan, sehingga aliran
Lebih terperinciCARDIOMYOPATHY. dr. Riska Yulinta Viandini, MMR
CARDIOMYOPATHY dr. Riska Yulinta Viandini, MMR CARDIOMYOPATHY DEFINISI Kardiomiopati (cardiomyopathy) adalah istilah umum untuk gangguan otot jantung yang menyebabkan jantung tidak bisa lagi berkontraksi
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perokok Pasif Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan perokok, terpapar asap rokok secara tidak sadar dari perokok aktif. Sidestream Smoke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini mampu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini mampu merubah gaya hidup manusia yang semakin konsumtif dan menyukai sesuatu yang cepat, praktis serta ekonomis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju (Adrogue and Madias, 2007). Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal adalah salah satu organ utama sitem kemih atau uriner (tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Fungsi
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang dikarenakan bukan hanya penyakit menular yang menjadi tanggungan negara tetapi dengan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb) di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. 11,12 Poplack dan Varat menyatakan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan lambat. PGK umumnya
Lebih terperinciTask Reading: ASBES TOSIS
Task Reading: ASBES TOSIS Pendahuluan Asbestosis merupakan menghirup serat asbes. gangguan pernapasan disebabkan oleh Asbes atau Asbestos adalah bentuk serat mineral silika tahan terhadap asam kuat, serta
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan permasalahan di bidang nefrologi dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidensi
Lebih terperinci4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... vii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Ginjal merupakan organ yang mempunyai fungsi vital pada manusia, organ ini memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi)
Lebih terperinciMONITORING HEMODINAMIK
MONITORING HEMODINAMIK DEFINISI Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam paru-paru). Monitoring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Seseorang dengan aktivitas fisik rendah memiliki 20% sampai 30% lebih tinggi risiko
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi yang meningkat. Secara umum sekitar 5 10% dari pasien tersebut berkembang menjadi Hipertensi Arteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur
Lebih terperinciPENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala dan gejala baru tampak pada masa kanak- kan
BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sehingga aliran darah balik vena paru akan menuju ke atrium kanan serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Defek septum atrium (atrial septal defect) adalah defek bawaan dimana terdapat lubang pada sekat interatrial yang menghubungkan atrium kanan dan kiri sehingga aliran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama untuk melakukan pertukaran gas. Sistem ini berfungsi untuk mengelola pertukaran oksigen dan karbondioksida
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi
5 BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi ALI ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi yang luas dan parah dari parenkim paru. 10 ALI/ARDS merupakan kumpulan gejala akibat inflamasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus
Lebih terperinciINTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA
INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA PENDAHULUAN Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari rekaman aktivitas listrik jantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
Lebih terperinciVENTRIKEL SEPTAL DEFECT
VENTRIKEL SEPTAL DEFECT 1. Defenisi Suatu keadaan abnormal yaitu adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan 2. Patofisiologi Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis
Lebih terperinciMONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I
MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif. 3.2 Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat Penelitian dilakukan di unit hemodialisis
Lebih terperinciABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA
ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA Siti A. Sarah M, 2011. Pembimbing I : dr.jahja Teguh Widjaja,Sp.P.,FCCP Pembimbing II: dr.sijani
Lebih terperinciSTANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT Tanggal terbit: Disahkan oleh: Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Ns. Hikayati, S.Kep., M.Kep. NIP. 19760220 200212 2 001 Pengertian
Lebih terperinciECHO-GUIDED HEMODYNAMIC INTERVENTION. April Retno Susilo RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta
ECHO-GUIDED HEMODYNAMIC INTERVENTION April Retno Susilo RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Ekokardiografi di ICU Penggunaan echokardiografi di ICU meningkat, non-invasif Instabilitas HD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Dengan prevalensi 15% di negara berkembang, dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru merupakan salah satu organ vital yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen (O 2 ) yang digunakan sebagai bahan dasar metabolisme dalam tubuh.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di seluruh dunia. Sebanyak 17.3 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. Pada suatu derajat tertentu, penyakit ini membutuhkan
Lebih terperinci