Kata kunci: Institusi Sosial, Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Rusunawa Dabag, Fungsi AGIL.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata kunci: Institusi Sosial, Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Rusunawa Dabag, Fungsi AGIL."

Transkripsi

1 I N T I S A R I Institusi sosial merupakan bagian reproduksi budaya, di dalamnya bersemai pengetahuan, norma, perilaku yang dapat memfasilitasi berbagai tindakan bersama di masyarakat. Dalam rangka pengembangan masyarakat berbasis dinamika internal, institusi sosial di lingkungan masyarakat penghuni rusunawa merupakan media partisipasi, perumusan perencanaan lokal, sarana identifikasi kebutuhan, serta peningkatan kesadaran dan komitmen masyarakat dalam mewujudkan visi bersama. Namun demikian, tidak mudah bagi masyarakat penghuni rusunawa memanfaatkan institusi sosial sebagai sarana pengembangan masyarakat. Hal ini dikarenakan keberadaan institusi sosial seringkali melakukan eksklusi terhadap inisiatif, pemikiran dan nilai-nilai yang membuka peluang untuk keluar dari keterbatasan. Penelitian ini untuk mengidentifikasi institusi sosial di lingkungan masyarakat penghuni Rusunawa Dabag, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta. Pemilihan lokasi dilakukan mengingat keberadaan Rusunawa Dabag yang merujuk pada pandangan modernisasi lingkungan fisik dianggap belum cukup responsif dan adaptif dalam memfasilitasi aspirasi dan kepentingan masyarakat penghuninya. Penelitian ini menekankan pada pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analitis, dengan metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan observasi partisipan untuk mengidentifikasi aktivitas keseharian masyarakat penghuni rusunawa. Informan yang terlibat dalam penelitian ini adalah penghuni Rusunawa Dabag, Aparatur Desa Condongcatur dan Unit Pelaksana Teknis Rusunawa Sleman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembentukan institusi sosial di lingkungan masyarakat penghuni rusunawa dapat dijelaskan menggunakan skema fungsi AGIL, yaitu: a) Adaptation (adaptasi), pola adaptasi dilakukan dengan mempelajari ekologi rusunawa, aturan-aturan dan membentuk kelompok teman sebaya untuk melakukan aktivitas bersama; b) Goal attainment (pencapaian tujuan), tujuan yang ingin dicapai penghuni rata-rata bersifat jangka pendek yakni pemenuhan kebutuhan primer keluarga, sedangkan pencapaian tujuan bersama di masyarakat masih jauh dari harapan; c) Integration (integrasi), tindakan integrasi dalam melakukan berbagai aktivitas bersama dibiarkan berada dalam kedangkalan, berhenti pada tingkat basa-basi dan tidak dibekali dengan ketulusan; d) Latency (latensi atau pemeliharaan pola), fungsi pemeliharaan yang kuat hanya bernilai positif untuk keluarga, sedangkan dalam melakukan aksi-aksi pemeliharaan kolektif kesadaran individu tergolong rendah. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan upaya agar keberadaan institusi sosial dapat terinternalisasi secara utuh dalam diri masyarakat penghuni rusunawa. Upaya yang dilakukan diarahkan pada pelaksanaan peran-peran penyeimbang melalui optimalisasi pengembangan inisiatif seluruh masyarakat penghuni Rusunawa Dabag. Kata kunci: Institusi Sosial, Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Rusunawa Dabag, Fungsi AGIL. xv

2 ABSTRACT Social institution as a part of cultural reproduction, in which it is found knowledge, norms, behaviors that can facilitate collective action in the community. In order to develop the internal dynamics-based society, social institution in the rusunawa is a media participation, local planning formulation, means of identification of needs, as well as increasing public awareness and commitment to realize a shared vision. However, it is not easy for rusunawa dwellers to utilize social institution as a means of community development. This is due to the existence of social institution often do exclusion of the initiatives, ideas and values the opportunity to get out of the limitations. This research is to identify the social institution in the Rusunawa Dabag, Condongcatur, Depok, Sleman, D.I.Yogyakarta. The choice of location is done considering the existence of Rusunawa Dabag which refers to the view of the modernization of the physical environment is considered not sufficiently responsive and adaptive in facilitating the aspirations and concerns of the dwellers. This study emphasizes the qualitative approach is descriptive analytical, with the method of collecting data through in-depth interviews and participant observation to identify people's daily activities of rusunawa dwellers. Informants in this study were Rusunawa Dabag dwellers, Condongcatur Village Officials and UPT Rusunawa Sleman. The results showed that the process of becoming social institution in the Rusunawa Dabag can be explained using the AGIL function, specifically: a) Adaptation, the pattern of adaptation is done by studying the ecology of rusunawa, rules and form peer groups to conduct joint activities; b) Goal Attainment, the objectives to be achieved on average dwellers are short term the fulfillment of the primary needs of the family, while the achievement of common goals in the community is still far from expectations; c) Integration, integration measures in a variety of activities together allowed to be in the shallowness, stopping at the level of politeness and not equipped with sincerity; d) Latency, the maintenance of a strong function is positive only for the family, while in performing maintenance actions collective consciousness of individuals is low. Based on this, it is necessary for the existence of social institution as a whole can be internalized within rusunawa dwellers. These efforts must be directed at the implementation of a balancing role through the optimization of the community development initiatives in Rusunawa Dabag. Keywords: Social Institutions, Low-Income People, Rusunawa Dabag, AGIL Function. xvi

3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Aktualitas Pembangunan rumah susun di Indonesia telah menjadi perhatian pemerintah sejak tahun 80-an. Hal ini dikarenakan pemerintah menganggap bahwa rumah susun merupakan jalan keluar dari permasalahan perumahan dan permukiman bagi masyarakat miskin di kota-kota besar di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka pada tahun 1985 pemerintah menerbitkan undang-undang yang memberikan landasan hukum tentang kepemilikan dan tanggung jawab serta kewajiban yang harus ditaati pada saat penghunian rumah susun. Undang-undang tersebut yakni Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317). Beberapa tahun yang lalu pun telah dicetuskan program pengembangan sejuta rumah susun. Namun, semenjak Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah Susun (GNPSR) pada tahun 2003 dicanangkan, pencapaian pasokan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan menengah kebawah masih berjalan lambat. Untuk itu 1

4 diperlukan upaya percepatan pembangunan rumah susun, baik rumah susun milik maupun sewa, yang lokasinya tidak jauh dari pusat aktivitas masyarakat yakni di kawasan perkotaan, salah satunya adalah di wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi D.I. Yogyakarta. Keberadaan rusunawa di Kabupaten Sleman dianggap berhasil memberikan kontribusi secara langsung melalui 3 (tiga) aspek kontribusi utama, yakni: Pertama dari aspek psikologis, keberadaannya dianggap bisa mengangkat harkat dan martabat keluarga dalam berumahtangga, meningkatkan etos hidup penyewa dan menekan tindakan pengkavlingan tanah Negara yang pada akhirnya dijadikan tanah tidak berijin. Kedua dilihat dari aspek sosiologis, rusunawa diharapkan bisa menghilangkan daerah kumuh, mengubah perilaku masyarakat penghuni rusunawa dalam menjalani kehidupan rumah tangga yang lebih tertib dan teratur sehingga kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Ketiga dari aspek finansial, yakni bisa memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sleman dan menekan Pos Anggaran Penataan Daerah Kumuh sepanjang bantaran sungai karena pembangunan rusunawa di Kabupaten Sleman dilaksanakan berkesinambungan (Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Sleman, 2010). Meski keberadaan rusunawa dianggap telah memberikan kontribusi secara langsung bagi Kabupaten Sleman, namun keberadaannya 2

5 dirasa masih jauh dari harapan masyarakat. Kelembagaan pengelola rusunawa yang bias akan kepentingan, tidak tegas dalam menerapkan aturan main dan cenderung mengabaikan pelayanan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, menjadikan pola aktivitas bersama yang melembaga dan di dalamnya mengandung pranata serta pengaturan bagi masyarakat penghuni rusunawa perlahan-lahan terdegradasi (Sarning, 2011: 98). Hal ini diperpanjang dengan minimnya kesadaran masyarakat berpenghasilan rendah untuk peduli, bersikap kritis dan berinisiatif membentuk wadah partisipasi menyebabkan mereka cenderung menerima dan mudah dieksploitasi. Bagi calon penghuni yang terpenting adalah mereka bisa mendapatkan hunian yang murah, atau bisa memperoleh hunian untuk disewakan kembali dengan harga yang lebih tinggi. Akibatnya, prosedur penghunian yang selama ini diterapkan menjadi sangat mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang ingin memperoleh keuntungan dari keberadaan hunian rusunawa. Akibatnya, keberadaan institusi sosial yang merupakan hasil dari proses tumbuh berkembang dan membentuk dirinya secara mandiri dengan cara spesifik sesuai dengan karakter masing-masing kelompok (Soetomo, 2012: ), cenderung mengalami defisit makna karena para pelaku kebijakan seringkali mendominasi wacana dan pemaknaan, 3

6 serta merepresentasikan diri mereka tanpa menghadirkan suara dan aspirasi penghuni untuk mengembangkan karakteristiknya secara mandiri. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan bagi peneliti dalam menentukan fokus penelitian pada upaya melihat peran institusi sosial di lingkungan penghuni rusunawa sebagai suatu hal yang harus dihadirkan dalam proses pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak, sederhana, sehat, terjangkau dan bermartabat bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Ini menjadi isu yang sangat aktual, mengingat di beberapa kota besar, seperti: Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, Bantul), Semarang, Surabaya, Makassar, Banjarmasin, Medan, Batam, Palembang dan kota-kota lain, tengah dilakukan percepatan pembangunan rusunawa Orisinalitas Pasca dikeluarkannya kebijakan percepatan pembangunan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia, penelitian yang mengangkat tema rumah susun sederhana sewa mulai banyak ditemukan. Umumnya penelitian tersebut memaparkan tentang kebijakan rusunawa yang secara seragam digulirkan oleh pemerintah, sebagian lagi berkaitan erat dengan pemanfaatan fisik hunian rusunawa. Penelitian yang sudah ada secara garis besar masih berputar di sekitar evaluasi kebijakan pembangunan rusunawa, dampak dan pengaruh keberadaan rusunawa dan 4

7 juga seputar upaya peningkatan kualitas hunian. Baru sedikit di antara penelitian yang sudah dilaksanakan tersebut yang berfokus pada peran institusi sosial yang terbentuk di lingkungan permukiman bersusun yang diadopsi dari gaya hidup masyarakat modern. Peneliti menilai bahwa dibalik kebijakan pembangunan rusunawa yang merupakan upaya pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sejatinya masih terdapat hal yang lebih penting, yaitu terkait dengan upaya kedepan agar masyarakat penghuni rusunawa dapat menyatu dengan komunitas barunya secara normal dan tetap mampu untuk memanfaatkan peluang sosial di arena yang baru tanpa harus terekslusi dari lingkungannya. Pada titik inilah seharusnya penelitian difokuskan, agar kita dapat mengetahui bagaimana masyarakat peghuni rusunawa membentuk sebuah institusi sosial baru di lingkungan fisik yang modern tersebut. Namun, setelah dilakukan penelusuran, secara kuantitas, penelitian yang berfokus pada permasalahan tersebut masih sangat jarang dilaksanakan. Penelitian yang berokus pada peran institusi sosial dan partisipasi masyarakat sebagai sarana mencapai pembangunan berkelanjutan pernah dilakukan oleh Norman Uphoff pada tahun 1992, dengan judul Local Institutions and Participation for Sustainable Development. Di dalam penelitian ini, urgensi institusi sosial yang kuat di masyarakat diharapkan 5

8 bisa menjadi wadah sekaligus agen penggerak dalam memfasilitasi, memediasi, mengkomunikasikan, sekaligus sebagai aktor dalam mengembangkan partisipasi, mendayagunakan keswadayaan dan mengaktualisasikan nilai-nilai dalam masyarakat demi memperkuat jaringan hubungan antara penghuni dan kohesi sosial di masyarakat. Penelitian yang spesifik membahas tentang institusi sosial seperti yang dijelaskan tadi, pada umumnya menyinggung tentang peranan institusi sosial untuk meningkatkan kesejahteraan, seperti yang telah dilaksanakan oleh Institute for Research and Empowerment (IRE) pada tahun Penelitian tersebut mengangkat tema Institusi Lokal untuk Kesejahteraan Bersama (Anwar, 2012). Hal utama yang menjadi hasil penelitian ini terletak pada kesimpulan hadirnya sebuah institusi di masyarakat menjadi energi positif dalam membangun masyarakat terutama menjadi mitra strategis dalam upaya memerangi kemiskinan dengan cara menyediakan alternatif bagi warganya untuk mencari sumber penghidupan. Penelitian-penelitian tersebut sebetulnya sama sekali tidak menjelaskan tentang kehidupan masyarakat di lingkungan fisik modern, seperti halnya masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang menghuni rusunawa. Namun, hasil dari penelitian tersebut dapat dijadikan dasar pijakan awal bagi peneliti untuk memandang pola-pola keberadaan 6

9 institusi sosial di masyarakat Indonesia secara umum. Peneliti menilai bahwa secara spesifik penelitian tentang peran institusi sosial di lingkungan masyarakat penghuni rusunawa hingga saat ini masih jarang ditemukan. Temuan secara garis besar hanya terletak dalam tataran keberadaan institusi sosial secara umum, yang menunjukkan betapa banyaknya institusi asli yang terbentuk karena pranata dan pola aktivitas di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, penelitian yang yang berjudul Peran Institusi Sosial di Lingkungan Masyarakat Penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa (Studi tentang Peran Institusi Sosial di Lingkungan Masyarakat Penghuni Rusunawa Dabag, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman) ini pada prinsipnya telah memenuhi syarat orisinilitas karena belum ada penelitian sebelumnya yang mengangkat fokus yang sama. Lokasi penelitian ini dipilih karena merupakan salah satu rusunawa yang dijadikan sebagai percontohan dalam pengembangan model rusunawa yang indah dan tidak kumuh bagi masyarakat berpenghasilan rendah Relevansi dengan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) merupakan cabang dari ilmu sosial asli Indonesia yang mempelajari tentang berbagai aspek kehidupan sosial di dalam masyarakat yang begitu kompleks 7

10 dengan berbagai permasalahan serta cara memecahkan segala permasalahan tersebut melalui pendekatan multi stakeholders. Eksistensi keilmuan dari Program Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan terlihat dengan dikembangkannya tiga konsentrasi utama, yakni: pemberdayaan masyarakat (community empowerment), kebijakan sosial (social policy) dan tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Ketiga fokus utama dalam membedah Ilmu PSdK sebagai suatu ilmu sosial telah memberikan kepastian mengenai hakikat penelitian yang dikembangkan dari ilmu ini. Jika dispesifikkan berdasar konsentrasi, penelitian kali ini merupakan bagian dari peran institusi sosial di masyarakat yang berkorelasi dengan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat berarti menumbuh kembangkan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, persoalan utama dalam pemberdayaan masyarakat sejatinya tidak keluar dari lingkar proses yang dibuat sedemikian rupa untuk memberikan toleransi adanya pengembangan variasi lokal dan pemahaman terhadap faktor-faktor pembentuk institusi sosial yang sangat berpengaruh dalam menentukan model dan proses pengembangan masyarakat yang akan dihadirkan. Dalam penelitian yang berjudul Peran Institusi Sosial di Lingkungan Masyarakat Penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa (Studi 8

11 tentang Peran Institusi Sosial di Lingkungan Masyarakat Penghuni Rusunawa Dabag, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman) ini, yang menjadi titik fokus utamanya adalah keberadaan institusi sosial di lingkungan masyarakat penghuni rusunawa yang secara lebih spesifik dapat terlihat dari adanya proses adaptation (adaptasi), goal attainment (pencapaian tujuan), integration (integrasi) dan latency (latensi atau pemeliharaan pola) yang dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan rendah selama menghuni Rusunawa Dabag. Berdasarkan judul penelitian ini, pokok pembahasan utama yang akan dianalisis dari temuan-temuan lapangan pada dasarnya tidak terlepas sama sekali dari batasan objek materiil Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. 1.2 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan hunian layak merupakan sebuah mimpi sederhana yang seharusnya bisa diwujudkan ketika Negara secara serius menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar bagi warganya. Mimpi yang sama seperti mimpi jutaan manusia lain di berbagai belahan dunia manapun, yang hingga saat ini belum mampu diwujudkan oleh Negara sebagai pemegang tanggung jawab tersebut. Menurut Otto von Bismarck (1950) inti dari proses ini adalah negara berupaya mengunakan kebijakan sosial sebagai alat untuk melakukan redefinisi pola relasinya terhadap warga negara, serta untuk menata ulang relasi kelas dalam masyarakat serta menghapuskan kesenjangan kelas yang terjadi (Triwibowo dan 9

12 Bahagijo, 2006: 14-15). Oleh karena itu, peran aktif negara dalam pengurangan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, sistem kesehatan dan pendidikan yang terjangkau, sistem jaminan sosial yang universal, serta penyediaan perumahan dan permukiman yang layak huni menjadi hal mendesak yang harus segera dituntaskan oleh pemerintah. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Direktorat Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta Karya tahun 2008 diketahui bahwa kebutuhan rumah saat ini mencapai 800 ribu unit per tahun. Sedangkan kemampuan penyediaan rumah hanya mencapai dua puluh persen (20%) dari total kebutuhan rumah, bahkan sampai tahun 2000 masih terdapat jiwa rumah tangga yang belum memiliki rumah dan tujuh puluh persen (70%) diantaranya adalah golongan masyarakat yang memiliki penghasilan rendah. Untuk menjamin penyediaan perumahan dan permukiman untuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah, sudah menjadi kewajiban Pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk menghormati, melindungi sekaligus memenuhinya dengan segera. Sejalan dengan apa yang telah diamanatkan undang-undang, maka evaluasi pembangunan bidang perumahan dan kawasan permukiman berdasarkan hasil Kongres Nasional Perumahan dan Permukiman (Kongnas PP) tahun 2009 telah menghasilkan deklarasi dari semua pemangku kepentingan untuk menjamin keadilan dan kesetaraan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, memberdayakan masyarakat tidak mampu melalui peningkatan akses ke 10

13 sumberdaya kunci perumahan dan kawasan permukiman (tanah, infrastruktur dan pembiayaan), serta mengembangkan sistem kelembagaan dan tata kelola yang baik dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Prakarsa untuk mengatasi kesulitan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dimulai dengan membuat perencanaan dan pola pembiayaan perumahan rakyat, serta dengan kebijakan pembangunan rumah susun sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah yang memiliki kepadatan tinggi. Pembangunan rumah susun sederhana ini dibedakan menjadi 2 fungsi, yaitu rumah susun sederhana yang bisa dimiliki penghuni (rusunami) dan rumah susun sederhana yang hanya disewakan kepada penghuni yang memenuhi persyaratan penghunian (rusunawa). Rumah susun sederhana sewa atau biasa disebut rusunawa dibangun sebagai implementasi dari Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun yakni pembangunan hunian rusunawa sebanyak unit yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan, pembangunann rumah susun sederhana merupakan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yang sehat untuk masyarakat berpenghasilan rendah, penataan permukiman kumuh dan daerah bantaran sungai, serta untuk merelokasi 11

14 bangunan-bangunan tak berijin/liar di bantaran sungai, tanah kas desa dan tempat terlarang lainnya. Peningkatan jumlah rusunawa yang dibangun di daerah perkotaan seperti di Jakarta, Surabaya, Semarang, Palembang, Medan, Yogyakarta maupun di kotakota besar lain di Indonesia, semakin menampakkan keberadaannya. Menurut data Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Sleman tahun 2012, Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki 33 rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat yang tersebar di 4 kabupaten/kota. 18 diantaranya berada di Kabupaten Sleman, yakni sebanyak 2 twin blok beserta prasarana dasarnya di Dusun Gemawang, 1 twin blok beserta prasarana dasarnya di Dusun Mranggen, 4 twin blok beserta prasarana dasarnya di Dusun Dabag, 4 twin blok beserta prasarana dasarnya di Dusun Jongkang dan 7 twin blok lainnya difungsikan sebagai rusunawa bagi mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di Kabupaten Sleman. Banyak hal yang menjadi faktor didirikannya rumah susun di Kabupaten Sleman, salah satunya adalah karena menurut Data Sensus Penduduk BPS tahun 2013 jumlah penduduk di Kabupaten Sleman menempati posisi paling tinggi yaitu dengan angka jiwa dibanding masyarakat di Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi D.I.Yogyakarta. Semakin padatnya Sleman menjadikan kebutuhan hunian sangat diperlukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, adanya tanah kas desa di sekitaran permukiman perkotaan yang belum 12

15 dimanfaatkan secara maksimal juga menjadi alasan dibangunnya rusunawa di Kabupaten Sleman. Rusunawa Sleman dibangun bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal tetapi diharapkan bisa menjadi wadah untuk menampung berbagai kegiatan bersama masyarakat, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya penghuninya (Darmiwati, 2000: ). Tinggal di rumah susun merupakan cara hidup yang unik karena tinggal bersama banyak keluarga dalam satu bangunan besar (multi family housing). Hal ini memberikan nuansa berbeda dengan rumah yang selama ini dihuni oleh masyarakat Indonesia yang rata-rata memiliki rumah sendiri dengan batas-batas kepemilikan tanah maupun bangunan yang jelas. Keberadaan rusunawa yang dihuni oleh banyak keluarga dalam satu bangunan susun menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat. Secara sosial, terjadi perubahan struktur baik pada keluarga maupun komunitas sosialnya. Keluarga-keluarga yang semula tinggal dibawah satu atap (extended family atau multi family) berubah dan memecah menjadi keluarga keluarga inti (nucleus family). Perubahan kondisi tersebut juga berpengaruh pada hubungan komunikasi, contohnya penghuni cenderung membatasi komunikasi vertikal dan menutup diri dari pergaulan sosial. Kebiasan-kebiasan lama seperti memelihara ternak dan hewan peliharaan, bercocok tanam maupun berkebun, duduk-duduk di halaman bersama keluarga dan tetangga, ronda malam secara 13

16 bergilir, keleluasaan anak-anak dalam bermain, serta acara-acara keagamaan yang sewajarnya dilakukan secara bersama-sama menjadi terbatas, bahkan dengan peraturan yang ditetapkan selama proses penghunian rusunawa, kebiasankebiasan tersebut terpaksa dilarang (Luthfiah, 2010: 34). Kondisi penghuni yang belum dibekali oleh sikap dan kesiapan mental maupun perilaku yang sesuai untuk hidup di rumah susun seringkali menyebabkan terjadinya kesenjangan kultural antara kehidupan di permukiman tidak susun dengan kehidupan di rumah susun. Menurut psikolog John S. Nimpuno, kesenjangan kultural yang terjadi pada masyarakat penghuni rusunawa dimungkinkan karena tingkah laku manusia tidak bisa dilepaskan dari ketergantungannya pada tiga sistem, yaitu sistem lingkungan hidup fisik, sistem sosial dan sistem budaya (Darmiwati, 2000: ). Penghuni menjumpai suatu kondisi yang berbeda dengan apa yang dialami di hunian tidak bertingkat atau susun, mereka mengalami kejutan yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan beradaptasi dan perilaku sosialnya. Ketidakmampuan beradaptasi dapat menimbulkan tekanan, perasaan tidak nyaman dan tidak menyenangkan, serta gangguan kesehatan pada penghuninya (Sarwono, 1992: 110). Hal ini tentu bisa menimbulkan perilaku negatif penghuni terhadap lingkungan permukiman susun, sikap tersebut dapat mendorong pada kondisi permukiman yang tidak berkelanjutan atau fungsi lingkungan permukiman tidak lestari. Tidak terpenuhinya kondisi lingkungan yang berkelanjutan tidak akan 14

17 memberikan peluang terhadap lingkungan permukiman untuk menyejahterakan penghuni-penghuninya. Kondisi ini tentu tidak diharapkan karena dapat menjadikan rusunawa semakin jauh dari pilihan masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk merubah kondisi tersebut tentu menuntut kesiapan sikap, perilaku dan pola hidup tertentu, sehingga proses pengubahan sistem nilai tersebut memerlukan waktu dan proses belajar yang cukup lama serta cakupan kelembagaan di masyarakat yang bisa menjadi wadah dalam pelaksanaan usahausaha peningkatan kesejahteraan sosial (Nurdin, 1990: 41). Dengan pemahaman bahwa, fungsi lingkungan permukiman akan terlaksana dengan optimal apabila didukung oleh sikap positif penghuni terhadap lingkungan, baik secara kognisi, afeksi, maupun konasi, juga didukung adanya peningkatan motivasi hidup sehat, serta peningkatan status sosial ekonomi. Optimalisasi pengembangan inisiatif masyarakat penghuni rusunawa dalam rangka peningkatan motivasi hidup sehat serta status sosial ekonomi yang mencakup pendidikan, pendapatan, kualitas rumah dan kualitas hidup akan mudah dicapai apabila dikembangkan kerja sama kewilayahan antar kelembagaan rusunawa yang mengikutsertakan masyarakat sebagai agensi pembangunan dan pemerintah sebagai pengelola kebijakan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa di masyarakat manapun pasti terdapat nilai-nilai sosial yang mampu dikembangkan untuk menggerakkan kelembagaan yang bisa mengakomodasi 15

18 usaha-usaha pengembangan kapasitas, produktivitas dan kemandirian kelompok masyarakat, termasuk mengembangkan kesadaran masyarakat untuk membangun keswadayaan dan partisipasi. Sejarah juga telah meriwayatkan kemampuan masyarakat dalam menciptakan sebuah institusi sosial yang bisa menjadi skema untuk melindungi mereka dari kerentanan yang dihadapi di tengah perubahan yang terjadi. Jika kerentanan sosial di masyarakat ingin dikurangi, maka perlu dilakukan suatu upaya yang melampaui kondisi kekinian guna menjamin masa depan yang lebih baik (Cutter dan Emrich, 2006: ). Pada titik ini, institusi sosial yang ada di lingkungan masyarakat penghuni rusunawa menjadi pilihan yang dapat dikaji sejauhmana perannya dalam melindungi masyarakat penghuni rusunawa di tengah perubahan yang terjadi. Institusi sosial sebagai bagian dari reproduksi budaya, di dalamnya bersemai pengetahuan, norma, perilaku yang menjelaskan pola interaksi antar aktor dan lingkungannya. Sejauh ini, institusi sosial memiliki peran dan fungsi sebagai penyangga sosial, disaat individu dalam komunitas mengalami ketidakberuntungan (Uphoff, 1986: 8-9). Institusi sosial dapat pula menjadi penyeimbang antar individu yang mengalami perbedaan kondisi dan posisi sosial dalam ikatan sosial penuh keselarasan. Namun demikian, tidak mudah bagi masyarakat penghuni Rusunawa Dabag untuk bisa memanfaatkan institusi sosial di lingkungan mereka sebagai 16

19 sarana memperoleh kesejahteraan. Pada satu sisi, institusi sosial bisa memberikan banyak peluang bagi mereka untuk terlibat secara langsung dalam berbagai kegiatan peningkatan kesejahteraan. Tetapi tidak jarang institusi sosial yang ada di lingkungan mereka justru melakukan eksklusi terhadap inisiatif, pemikiran dan nilai-nilai yang bisa membuka peluang untuk keluar dari keterbatasan karena keberadaannya cenderung mengalami defisit makna. Hal ini terjadi karena adanya ketimpangan relasi kuasa, di mana pelaku kebijakan seringkali mendominasi wacana dan pemaknaan, serta merepresentasikan diri mereka tanpa menghadirkan suara dan aspirasi penghuni untuk mengembangkan karakteristiknya secara mandiri yang pada akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan selama proses penghunian Rusunawa Dabag. Permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat penghuni Rusunawa Dabag umumnya bersumber dari perbedaan dalam memahami peraturan, pemakaian barang dan benda bersama, serta perbedaan identitas maupun status sosial. Perbedaan ini biasanya akan memicu kesenjangan dan prasangka sosial yang rawan bagi keselarasan sosial di lingkungan masyarakat rusunawa. Kesenjangan dan prasangka sosial yang terjadi di masyarakat penghuni Rusunawa Dabag tersebut dimungkinkan karena tingkah laku manusia tidak bisa dilepaskan dari ketergantungannya pada tiga sistem, yaitu sistem lingkungan hidup fisik, sistem sosial dan sistem konsep/orientasi budaya. Kesenjangan antar penghuni ini memang belum menimbulkan konflik yang signifikan karena interaksi di antara 17

20 lapisan masyarakat masih dapat berlangsung dengan lancar, meski terkadang menimbulkan prasangka-prasangka yang kurang baik di antara mereka. Permasalahan lain yang juga sering terjadi adalah adanya isu tentang pelanggaran dan penyimpangan hak sewa-menyewa karena banyaknya makelar dan penghuni gelap, persoalan tentang pembiayaan sosial yang seringkali tidak tepat guna, penataan unit hunian dan blok lingkungan yang kurang memungkinkan terjalinnya hubungan sosial antar penghuni, ketidaktepatan sasaran penghuni, serta persoalan kelembagaan yang masih tumpang tindih dan tidak jelas menjadikan penerapan tata aturan dan penerapan sanksi tidak bisa berjalan secara optimal. Banyaknya permasalahan yang terjadi selama proses penghunian tersebut secara tidak langsung telah menghambat proses tumbuh berkembang dan terbentuknya institusi sosial secara mandiri dengan cara spesifik sesuai dengan karakter masyarakat penghuni rusunawa (Soetomo, 2012: ). Kondisi ini tentu berimplikasi pada eksistensi pilar-pilar partisipasi masyarakat berpenghasilan rendah yang menghuni Rusunawa Dabag. Imbasnya, institusi sosial yang merujuk pada pandangan modernisasi lingkungan fisik di Rusunawa Dabag dianggap belum cukup responsif dan adaptif dalam memfasilitasi arus dua arah yaitu, informasi dan pelayanan eksternal dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat penghuninya. 18

21 Oleh sebab itu, wadah dan pranata yang selama ini sudah terlembaga dan merupakan bagian dari sistem aktivitas keseharian masyarakat penghuni Rusunawa Dabag harus bisa lebih dikenali, dikembangkan dan digunakan untuk mendukung proses pembangunan dengan melakukan berbagai penyesuaian fungsi (Colletta dan Khayam, 1987 diacu oleh Soetomo, 2012: ). Penyesuaian fungsi tersebut harus sejalan dengan dinamika masyarakat yang menghuni rusunawa dan tuntutan perubahan fisik baru yang lebih modern. Untuk mengawal penyesuian fungsi lingkungan fisik yang baru diperlukan institusi sosial yang memiliki karakter inklusif sehingga memberi nilai kemanfaatan tidak hanya terbatas pada penghuni berdasarkan ikatan kekerabatan atau kesamaan asal daerah tetapi berbasis pada usaha-usaha dinamis dalam berbagai kegiatan bersama. Pemberdayaan institusi sosial yang berbasis pada komunitas lokal sebagai faktor penentu peningkatan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah hendaknya dipikirkan atas dasar konseptualisasi masyarakat setempat yang memiliki hak menghuni rusunawa. Institusi sosial harus mampu menghubungkan energi dan potensi dari dalam dengan energi dan peluang dari luar sehingga bisa menggalakkan terjadinya pemberdayaan masyarakat penghuni Rusunawa Dabag melalui tindakan yang terkoordinasi secara baik, guna mengatasi praktek involusi yang tengah berlangsung. Dalam konteks ini diperlukan adanya penyegaran peran dan fungsi institusi sosial sebagai penyangga sosial, ekonomi dan politik yang membuka 19

22 terjadinya hubungan simbiosis mutualisme antar berbagai pelayanan, sehingga bisa saling bersinergi dalam mendorong pembangunan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Institusi sosial yang berfungsi secara optimal dalam suatu masyarakat akan cenderung lebih efisien dan efektif menjalankan berbagai kebijakan untuk menyejahterakan dan menanggulangi permasalahan sosial warganya. 1.3 Rumusan Masalah Setiap masyarakat berbeda-beda, mereka memiliki karakteristik sosial, budaya, politik dan demografi yang unik sehingga pengalaman pengembangan institusi sosial di suatu masyarakat belum tentu dapat berjalan di masyarakat yang lain, bahkan sangat beresiko mengalami kegagalan dan melemahkan institusi sosial yang sudah terbangun di lingkungan masyarakat tersebut karena hal itu bukan proses yang cocok untuk mereka (Ife dan Tesoriero, 2008: 342). Berdasarkan hal tersebut, perlu disusun rencana pembangunan perumahan dan permukiman yang melibatkan masyarakat yang bersangkutan dan sesuai dengan kondisi mereka, termasuk nilai-nilai dan paradigmanya. Studi yang dilakukan dalam rangka menyusun tulisan ini diarahkan untuk menjawab permasalahan sebagai berikut: - Bagaimana keberadaan dan fungsi institusi sosial di lingkungan masyarakat penghuni Rusunawa Dabag Kabupaten Sleman? 20

23 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: Tujuan Operasional Sesuai dengan visi Program Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Universitas Gadjah Mada dimana penulis tengah melakukan studi yaitu, menjadi lembaga pendidikan yang mengembangkan ilmu pengetahuan sosial yang mengkaji tentang fenomena pembangunan masyarakat yang berbasis pada penelitian sosial dan berorientasi pada pemecahan masalah-masalah sosial, maka berdasarkan uraian tersebut diatas penulis merasa tertarik melakukan penelitian sebagai: a) Salah satu upaya pensinergian, peningkatan dan pengelolaan sumberdaya baik internal maupun eksternal dalam memberikan solusi dan pemahaman atas berbagai masalah sosial yang menghambat proses pembangunan sosial dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. b) Sebagai sumbangan pemikiran dan referensi yang konstruktif kepada para pengambil kebijakan, pembuat peraturan, pembuat rencana dan pelaksana program terkait, agar bisa saling bersinergi 21

24 demi kemajuan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di tanah air. c) Mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dalam upaya mengembangkan pelayanan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Tujuan Substansial a) Mengetahui keberadaan institusi sosial yang ada di lingkungan masyarakat penghuni Rusunawa Sleman. b) Mengidentifikasi fungsi AGIL yang berelasi dengan keberadaan institusi sosial di lingkungan masyarakat penghuni Rusunawa Sleman. c) Mengetahui model pengembangan kelembagaan yang sesuai di lingkungan masyarakat penghuni Rusunawa Sleman. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran tentang pentingnya institusi sosial bagi masyarakat penghuni rusunawa. 2. Memberikan gambaran kepada pemerintah daerah dan masyarakat penghuni rusunawa mengenai pola relasi kelembagaan guna peningkatan kesejahteraan sosial. 22

25 3. Mendorong berkembangnya strategi untuk meningkatkan peran institusi sosial di lingkungan masyarakat penghuni Rusunawa Sleman, sehingga bisa menghasilkan kapasitas terpasang untuk mendukung kebijakan perumahan rakyat dan kawasan permukiman yang tepat sasaran, khususnya dalam mengelola kualitas lingkungan rumah susun secara berkelanjutan. 1.6 Studi Pustaka Pemenuhan Kebutuhan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah: Pembangunan Rusunawa Sleman Keterbatasan lahan/tanah sudah semestinya dilihat sebagai tantangan untuk menghasilkan bentuk perumahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan kota sehingga lahan yang tersisa tidak hanya dipandang sebagai panjang kali lebar saja melainkan juga tingginya (Laporan Lanjutan Hasil Rakornas Pembangunan Perumahan Rakyat, 2007). Oleh karena itu, sejalan dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang rumah susun, maka gagasan membangun kawasan perumahan dan permukiman yang bersusun secara vertikal merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan keterbatasan lahan pubik, meningkatkan efisiensi biaya, serta memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya di Kabupaten Sleman. 23

26 Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda bersama dan tanah bersama (Sarning, 2011: 27). Sedangkan rumah susun sederhana sewa atau biasa disebut rusunawa adalah program pemerintah dalam upaya menyediakan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rusun di Kawasan Perkotaan yang menegaskan bahwa pembangunan rusunawa harus memenuhi standar kelayakan, murah dan terjangkau, serta harus berada di lokasi yang strategis dan memiliki aksesibilitas yang bernilai ekonomi tinggi. Oleh karena itu, aspek yang perlu diperhatikan dalam membangun rusunawa antara lain: aspek ekonomi, aspek lingkungan, aspek tanah perkotaan, aspek investasi, aspek keterjangkauan. Aspek ekonomi berkaitan dengan lokasi yang dekat dengan tempat kerja atau aktivitas sehari-hari sehingga menghemat pengeluaran rumah tangga, sedangkan aspek keterjangkauan berkaitan dengan penetapan tarif sewa yang mampu dibayar oleh masyarakat penghuni rusunawa 24

27 (Yudohusodo, 1991: ). Lokasi rusunawa dipersyaratkan berada pada pusat kegiatan kota dan kawasan-kawasan khusus yang memerlukan rumah susun seperti kawasan industri, pendidikan dan campuran. Untuk lokasi pembangunannya ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah sesuai dengan kebijakan lokal yang berdasar pada kriteria dan peraturan nasional/regional yang berlaku. Bagi kota-kota yang memiliki penduduk lebih dari 1,5 juta jiwa dan kepadatan penduduk di atas 200 jiwa/ha serta bagi kota metropolitan, kota besar dan kota sedang yang memiliki permasalahan khusus sudah seharusnya mempertimbangkan pengembangan hunian vertikal ini (Dirjen Cipta Karya, DPU: 2007). Kebutuhan pengadaan rumah susun berdasarkan kepadatan penduduk dapat dilihat pada tabel berikut: Klasifikasi Kawasan Tabel 1.1 Kebutuhan Rumah Susun Berdasarkan Kepadatan Penduduk Kepadatan Rendah Kepadatan Sedang Kepadatan Tinggi Sangat Padat Kepadatan < 150 jiwa/ha jiwa/ha jiwa/ha > 400 jiwa/ha penduduk Kebutuhan Sebagai Disarankan untuk Disyaratkan Disyaratkan Rusun alternatif untuk pusat-pusat kawasan tertentu kegiatan kota dan kawasan tertentu Sumber: Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum,

28 1.6.2 Landasan Penguatan Peran Institusi Sosial dalam Konteks Kesejahteraan Sosial: Penekanan Fungsionalisme Terciptanya kesejahteraan di masyarakat menjadi bagian integral dari pembangunan sosial dan merupakan upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, kelompok dan masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, di mana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan (Balatbangsos, 2003). Hal tersebut paralel dengan apa yang dikatakan oleh Susetiawan (2009: 26-27) bahwa: Kesejahteraan sosial menunjuk kondisi kehidupan yang baik, terpenuhinya kebutuhan materi untuk hidup, kebutuhan spiritual (tidak cukup mengaku beragama tetapi wujud nyata dari beragama seperti menghargai sesama), kebutuhan sosial seperti ada tatanan (order) yang teratur, konflik dalam kehidupan dapat dikelola, keamanan dapat dijamin, keadilan dapat ditegakkan dimana setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum, tereduksinya kesenjangan sosial ekonomi. Pada intinya pembangunan kesejahteraan sosial diarahkan pada tercapainya kondisi keberfungsian sosial yaitu kemampuan seseorang untuk melaksanakan peran, fungsi dan tugas sebagaimana yang diharapkan, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya serta kemampuan untuk memecahkan persoalan hidup dan bertahan dalam menghadapi segala bentuk perubahan sosial politik dan ekonomi. Melalui konsepsi pembangunan sosial, istilah kesejahteraan sosial ini 26

29 dikembangkan melalui sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha sosial dan institusi-institusi sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok. Artinya, masyarakat sebagai suatu sistem yang terorganisasi memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan seseorang, karena kesejahteraan seseorang sangat ditentukan oleh bagaimana masyarakat mengelola institusi kesejahteraan yang bisa menjamin para anggotanya dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan, mencapai relasi perseorangan dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan secara penuh, serta untuk mempertinggi kesejahteraan mereka agar selaras dengan kebutuhan hidup keluarga dan kebutuhan sosial di masyarakat (Susetiawan, 2009: 46). Terjadinya intitusi sosial bermula dari tumbuhnya suatu kekuatan ikatan hubungan antar manusia yang erat kaitannya dengan berlakunya suatu norma sebagai patokan dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan akan rasa keindahan, keadilan, pendidikan, ketentraman keluarga dan lain sebagainya. Menurut Soekanto (1982: 199) dan Soetomo (2012: 129), institusi sosial dapat tumbuh dan berkembang di masyarakat karena manusia dalam 27

30 hidupnya memerlukan keteraturan yang terbentuk dari norma-norma, pranata dan pola aktivitas yang terlembaga di dalam masyarakat. Institusi sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia harus mampu berperan sebagai kunci pembuka bagi keberhasilan pengelolaan rusunawa di Kabupaten Sleman. Apabila wadah partisipasi ini bisa melekat dalam sistem aktivitas keseharian penghuni, maka institusi sosial yang terbentuk diharapkan bisa memberikan pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana seharusnya mereka bertingkah-laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakatnya, terutama yang menyangkut berbagai kebutuhan, sehingga bisa menjadi kekuatan pengimbang untuk memperbaiki dan menjaga keutuhan di masyarakat. Dilihat dari upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesejahteraan berbasis dinamika dalam masyarakat sendiri, institusi sosial memberi manfaat dalam banyak hal, baik berupa jaminan sosial untuk memelihara kesejahteraan maupun dalam usaha-usaha memperbaiki kondisi kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan. Selain itu institusi sosial juga bisa berperan sangat strategis dalam membangun jaringan dengan berbagai pihak dari luar komunitas (Soetomo, 2012: ). Peranan ini dapat tercermin dari upaya masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial, yakni 28

31 dalam mengawasi, mencegah, serta membendung dominasi dan manipulasi yang dilakukan oleh pengelola terhadap para penghuni maupun calon penghuni atas penggunaan bagian bersama, benda bersama, tanah bersama dan pemeliharaan serta perbaikannya. Hal tersebut berkaitan erat dengan analisa fungsionalisme yang memberikan prioritas utama pada masyarakat dan berbagai struktur sosial yang ada di dalamnya. Dalam perspektif ini, masyarakat dianggap sebagai sebuah jaringan teroganisir yang masing-masing mempunyai fungsi. Masyarakat mendahului individu, sedangkan individu dicetak, ditekan dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Artinya, kepentingan individu mencerminkan kesadaran kolektif atau sistem nilai yang selama ini berkembang di masyarakat. Dalam menganalisa suatu masyarakat, maka tekanan ini disalurkan melalui mekanisme dimana institusi-institusi sosial diintegrasikan satu sama lain untuk mempertahankan keteraturan sosial yang sudah ada (Johnson, 1990: 102). Sehingga menurut Ritzer (2010: 21), keberadaan institusi sosial di dalam masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang memiliki fungsi dan peran masing-masing yang saling mendukung karena masyarakat dianggap sebagai sebuah sistem stabil yang cenderung menjaga keseimbangan dan keharmonisan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan 29

32 menyebabkan perubahan terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur sosial dan sistem sosial terdapat bagian atau elemen bersifat fungsional terhadap bagian atau elemen yang lain. Sebaliknya jika tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. Teori fungsionalisme menjelaskan bahwa struktur sosial dan institusi sosial berhubungan dengan fungsi dari fakta-fakta sosial yang meneliti tentang hal-hal yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Fungsi dalam teori ini berkaitan dengan akibat-akibat yang dapat diamati dalam proses adaptasi atau penyesuaian suatu sistem (Ritzer, 2010: 22). Sejalan dengan hal tersebut, Talcott Parsons menjelaskan tentang pentingnya memahami keseluruhan budaya dalam suatu masyarakat seperti: ide-ide, norma, nilai-nilai dan semangat. Hal tersebut merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh pemahaman tentang masyarakat karena dapat mengungkapkan pandangan hidup yang umum. Menurut Parsons, tradisi idealistik ini menekankan pentingnya hubungan antara tindakan individu dengan pola-pola institusional. Dengan kata lain keberadaan institusi sosial merupakan pola atau sistem aktivitas bersama yang dapat memberikan daya dukung dalam pelaksanaan pembangunan yang di dalamnya terkandung perubahan 30

33 dan pembaharuan yang memiliki kemampuan adaptif (Soetomo, 2012: ). Analisa Parsons memperlihatkan bahwa individu dalam masyarakat menuju posisi voluntaristik (bebas), sehingga orientasi normatif dan ide-ide yang dianut bersama menjadi suatu hal penting ketika bisa diterima dan diakui. Analisa tersebut berkaitan erat dengan proses pembentukan institusi sosial yang dianggap mendukung peningkatan kesejahteraan sosial di masyarakat. Dimana proses ini hanya akan dicapai jika setiap bagian dari individu dalam masyarakat dapat memainkan perannya masing-masing, sehingga sistem di dalam masyarakat secara keseluruhan bisa seimbang dan dapat bekerja dengan baik. Jika dikaitkan dengan kesejahteraan sosial, maka dapat diartikan bahwa setiap bagian dari sistem kemasyarakatan atau subsistem kemasyarakatan merupakan media pembentuk kesejahteraan sosial, selama mereka mampu menjalankan fungsi sesuai dengan kedudukan yang dimilikinya. Berdasarkan konsep Parsons, berlangsungnya subsistemsubsistem dalam suatu sistem kemasyarakatan dapat dijelaskan dengan skema fungsi AGIL, yaitu Adaptation, Goal Attainment, Integration dan Latency (Poloma, 1994: ; Megawangi, 1999: 62-64). 31

34 a) Adaptation (adaptasi), yaitu sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan ini dengan kebutuhannya. b) Goal Attainment (pencapaian tujuan), yaitu sebuah sistem yang harus mendefinisikan dan mencapi tujuan utamanya. c) Integration (integrasi), yaitu sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L). d) Latent Pattern-maintenance (latensi atau pemeliharaan pola), yaitu sistem harus memperlengkapi, memelihara, dan memperbaiki baik motivasi, individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Mampu menjamin adanya kesinambungan tindakan dalam sistem sesuai dengan beberapa aturan atau norma-norma. 32

35 Gambar 1.1 Skema Fungsi AGIL Sumber: Diolah dari Poloma, 1994 dan Megawangi Agar suatu sistem dapat bertahan maka harus memiliki keempat fungsi analisa yang memberikan penekanan pada hubungan antar individu yang saling berinteraksi secara seimbang sehingga hubungan sosial yang terbentuk bisa bertahan lama. Berdasarkan hasilhasil pengembangan skema AGIL tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa empat masalah fungsional utama dalam keberlangsungan sistem yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan pemeliharaan sistem yang berada pada tingkatan sistem kepribadian, sosial dan budaya. Penyeimbang kepuasan dalam hubungan sosial diatur oleh standar normatif dan orientasi nilai kebudayaan tertentu. Merujuk 33

36 pandangan Parsons di atas, maka pengembangan institusi sosial di lingkungan masyarakat penghuni rusunawa harus bisa bergerak pada keempat fungsi tersebut. Artinya, institusi sosial akan tercipta jika dalam masyarakat memiliki fungsi adaptasi, tujuan, integrasi dan pemeliharan sosial. Kerangka tersebut menjelaskan bahwa masyarakat harus menyesuaikan diri terhadap kenyataan dan tindakan mereka harus diarahkan pada tujan demi kepentingan bersama. Jika fungsi tersebut tidak dipelihara dengan baik, maka perubahan sosial yang terjadi karena tidak berfungsinya institusiinstitusi sosial yang ada dapat mempengaruhi pembangunan kesejahteraan sosial. Imbasnya, banyak komunitas di masyarakat menjadi rentan karena mengalami social disorder atau social harmony. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran untuk hidup dan terikat secara bersama-sama dalam sebuah institusi sosial dimana individu yang menjadi anggotanya bisa melindungi masyarakat dari kerentanan akibat perubahan dalam aspek kehidupan mereka (Muttaqin, 2003: 1). Pemberdayaan institusi sosial yang berbasis pada komunitas lokal sebagai faktor penentu peningkatan kesejahteraan masyarakat hendaknya dipikirkan atas dasar konseptualisasi masyarakat setempat dengan memelihara keempat fungsi sub-sistem Parsonian tesebut. 34

37 Penekanan fungsionalisme sebagai landasan dalam membangun institusi sosial yang dianggap dapat mendukung pencapaian kesejahteraan bagi masyarakat berpenghasilan renadh menjadi hal yang tidak bisa diabaikan karena di dalamnya terkandung peran individu yang merupakan hasil dari orientasi pranata dan nilai yang dianut secara bersama-sama untuk bisa saling melengkapi. Hal ini juga tidak terlepas dari kenyataan bahwa menyesuaikan diri dengan harapan-harapan orang banyak dapat digunakan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pihak, meningkatkan taraf hidup, serta sebagai resolusi untuk mengatasi permasalah sosial yang terjadi di masyarakat itu sendiri (Midgley, 2005: 21). 35

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional oleh Talcott Parsons. 45 Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anwar, M. Zainal Institusi Lokal untuk Kesejahteraan Bersama. Yogyakarta: Institute for Research and Empowerment (IRE).

DAFTAR PUSTAKA. Anwar, M. Zainal Institusi Lokal untuk Kesejahteraan Bersama. Yogyakarta: Institute for Research and Empowerment (IRE). DAFTAR PUSTAKA Bahan Bacaan: Anwar, M. Zainal. 2012. Institusi Lokal untuk Kesejahteraan Bersama. Yogyakarta: Institute for Research and Empowerment (IRE). Bogdan, Robert dan Steven J Taylor. 1992. Pengantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD tahun 1945 pasal 28 H ayat (I) bahwa: setiap

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI - 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL. juga tata letak teori dalam pembahasan dengan judul Industri Rumah

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL. juga tata letak teori dalam pembahasan dengan judul Industri Rumah BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL A. FUNGSIONALISME STRUKTURAL Dalam bab ini peneliti akan menjabarkan pembahasanya yang dikaitkan dengan teori, korelasi pembahasan penelitian dengan teori dan juga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesantren dan pangajian taaruf (studi kasus eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, dimana perkembangannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan wilayah perkotaan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Masyarakat sebagai suatu sistem sosial, dimana setiap unit sosial yang sifatnya berkelanjutan serta memiliki identitas tersendiri dan dapat dibedakan dengan unit sosial lainnya bisa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat berimplikasi terhadap kepadatan suatu kota. Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat tersebut mengakibatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. pengalaman serta lingkungan sekitar dari manusia tersebut tinggal.

BAB II KERANGKA TEORI. pengalaman serta lingkungan sekitar dari manusia tersebut tinggal. BAB II KERANGKA TEORI 2.4. Persepsi Dalam memandang suatu permasalahan dari setiap manusia mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Persepsi menurut manusia yang satu belum tentu sama dengan persepsi manusia

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH. hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan selama periode tertentu.

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH. hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan selama periode tertentu. BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH Prioritas dan sasaran pembangunan merupakan penetapan target atau hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan selama periode tertentu. Penetapan prioritas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini Walikota Ridwan Kamil serta Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, telah menunjukkan pentingnya inovasi dalam dalam program

Lebih terperinci

Sub Tema: KELUARGA HARAPAN JUDUL ESAI: SOCIAL COMMUNITY BASED SOCIETY EDUCATION DALAM MEMUTUS RANTAI KEMISKINAN MENUJU KELUARGA SEJAHTERA

Sub Tema: KELUARGA HARAPAN JUDUL ESAI: SOCIAL COMMUNITY BASED SOCIETY EDUCATION DALAM MEMUTUS RANTAI KEMISKINAN MENUJU KELUARGA SEJAHTERA Sub Tema: KELUARGA HARAPAN JUDUL ESAI: SOCIAL COMMUNITY BASED SOCIETY EDUCATION DALAM MEMUTUS RANTAI KEMISKINAN MENUJU KELUARGA SEJAHTERA Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi LOMBA ESAI NASIONAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin ketatnya persaingan dalam bisnis usaha di Indonesia mendorong banyak perusahaan untuk lebih berpikir ke depan guna menjalankan strategi yang terbaik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang yang masih sangat membutuhkan pembangunan. Tanpa adanya pembangunan suatu bangsa tidak akan pernah

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Strategi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan

Lebih terperinci

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N Bab I tediri dari ; Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran, Ruang Lingkup, Kedudukan Dokumen RP2KPKP dalam Kerangka Pembangunan Kota Medan dan Sistematika Pembahasan 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi terletak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 185 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada penelitian yang berjudul pengembangan kemandirian bagi kaum difabel yang difokuskan pada peran Paguyuban Sehati dalam pemberdayaan difabel di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

INDONESIA NEW URBAN ACTION

INDONESIA NEW URBAN ACTION KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMITRAAN HABITAT Partnership for Sustainable Urban Development Aksi Bersama Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh (Adikampana dkk, 2014) yang berjudul Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan Direktorat Keterpaduan Infrastruktur Permukiman Outline

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1981, didirikan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Karawang. Alasan didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN CETAK BIRU (BLUE PRINT) PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN CETAK BIRU (BLUE PRINT) PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA SISTEMATIKA PENYUSUNAN CETAK BIRU (BLUE PRINT) PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT BRIEF NOTE AMERTA Social Consulting & Resourcing Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 132 13220 Email: amerta.association@gmail.com Fax: 62-21-4719005 MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (Pemilukada)

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara, fenomena kesenjangan perkembangan antara wilayah selalu ada sehingga ada wilayah-wilayah yang sudah maju dan berkembang dan ada wilayah-wilayah yang

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam good governance menjamin berlangsungnya proses pembangunan yang partisipatoris dan berkesetaraan gender. Menurut

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009

KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009 KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009 Tema: Perumahan dan Permukiman Indonesia: Masa Lalu, Kini dan Ke Depan I. LATAR BELAKANG Sarasehan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Desa merupakan kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga, yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa). 1 Koentjaraningrat

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa misi terpenting dalam pembangunan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah mempunyai ruang lingkup dan bentuk tersendiri sesuai dengan tujuan, arah dan sifat pembahasan serta kegunaannya dalam pelaksanaan pembangunan.

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wadah yang disebut masyarakat. Seperti yang kita ketahui pada zaman yang

BAB I PENDAHULUAN. wadah yang disebut masyarakat. Seperti yang kita ketahui pada zaman yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau secara sosiologis, kehidupan sosial berlangsung dalam suatu wadah yang disebut masyarakat. Seperti yang kita ketahui pada zaman yang modern ini masyarakat

Lebih terperinci

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP Republik Indonesia Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP DISAMPAIKAN OLEH: DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH BAPPENAS PADA:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PRODUK UNDANG-UNDANG YANG BERPIHAK PADA PERTUMBUHAN EKONOMI, KESEMPATAN KERJA, DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Makalah disampaikan pada Musyawarah Nasional Real

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN I. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN DINAS PASAR KOTA MADIUN Isu-isu strategis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Tenaga Kerja Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72%

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan kemiskinan tingkat pendidikan, kepadatan penduduk, daerah kumuh dan akhirnya pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kota Ambon Pembangunan Kota Ambon tahun 2011-2016 diarahkan untuk mewujudkan Visi Ambon Yang Maju, Mandiri, Religius,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan, perumahan, dan pemukiman pada hakekatnya merupakan pemanfaatan lahan secara optimal, khususnya lahan di perkotaan agar berdaya guna dan berhasil guna sesuai

Lebih terperinci

Terwujudnya birokrasi sehat, masyarakat kuat dan lingkungan bersahabat demi tercapainya Kabupaten Sampang yang Bermartabat

Terwujudnya birokrasi sehat, masyarakat kuat dan lingkungan bersahabat demi tercapainya Kabupaten Sampang yang Bermartabat 5.1 Visi Visi adalah suatu gambaran keadaan masa depan yang ingin diwujudkan berdasarkan segala sumber daya yang dimiliki. Visi yang ditetapkan dapat memberikan motivasi kepada seluruh aparatur serta masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal. Dimana

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM MENCAPAI TARGET PEMBANGUNAN RPJMN 2015-2019 DIREKTORAT PERKOTAAN, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA 22 MEI 2017 Arah Kebijakan 2015-2019

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia terutama di kota besar terjadi sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota besar dengan tujuan mendapatkan

Lebih terperinci

Persentase Jumlah Penduduk yang Tinggi, versus Lahan yang Terbatas

Persentase Jumlah Penduduk yang Tinggi, versus Lahan yang Terbatas Dalam pembukaan UUD 1945, tiap-tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak. Dalam perjalanannya, kita hampir melupakan aspek pemerataan atau cita-cita keadilan sosial yang begitu mendasar dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan masyarakat merupakan tanggungjawab semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha (swasta dan koperasi), serta masyarakat. Pemerintah dalam hal ini mencakup pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa untuk pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) Deputi Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas Disampaikan pada Rapat Pedoman Teknis Perumusan RAN TPB Jakarta, 23 Juni 2016 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAPPEDA KABUPATEN LAHAT

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAPPEDA KABUPATEN LAHAT ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAPPEDA KABUPATEN LAHAT 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BAPPEDA KABUPATEN LAHAT Sumber daya Bappeda Kabupaten Lahat

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci