BAB II. Asal Mula Datangnya Masyarakat Tionghoa ke Indonesia.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. Asal Mula Datangnya Masyarakat Tionghoa ke Indonesia."

Transkripsi

1 BAB II Asal Mula Datangnya Masyarakat Tionghoa ke Indonesia. II.1 Kedatangan Masyarakat Tionghoa ke Pulau Jawa Kedatangan masyarakat Tionghoa ke Indonesia sudah lama diketahui, sebelum bangsa Eropa masuk pun sudah banyak pedagang Tionghoa yang datang untuk berdagang di Nusantara. Para pedagang ini, berdagang ke Indonesia dan menetap, yang tentunya bisa berbulan-bulan lamanya di Nusantara menunggu perubahan angin musim. 3 Pada abad ke-14 ditemukan sumber yang menyatakan adanya perkampungan orang-orang Tionghoa Islam di Muara Sungai Brantas Kiri atau yang sekarang sering disebut Kali Porong. Pada awal abad ke-18, ketika Surabaya berada dibawah kekuasaan Mataram, di antara keraton dan benteng Kompeni terdapat sebuah pasar yang luas yang sekarang disebut daerah Pasar Beras. Di tempat inilah orang Tionghoa menjual hasil bumi terutama beras, dengan harga yang murah. Mereka bertempat tinggal di sebuah perkampungan di sebelah utara keraton dan di luar benteng Kompeni. Perkampungan ini diperkirakan menjadi awal dari perkampungan Tionghoa di Surabaya. Lama sebelum VOC muncul, orang Tionghoa sudah berdagang di Jayakarta, beberapa bahkan sudah menetap di wilayah tersebut cukup lama untuk menanam tebu dan menyuling arak yang terkenal di kalangan pelaut yang datang. Ketika VOC mulai menjejakan kakinya di wilayah ini, perusahaan tersebut 3 Andjarwati Noordjanah, Komunitas Tionghoa di Surabaya ( ), Semarang: Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah, 2004, hal. 1.

2 menjalin hubungan baik dengan orang Tionghoa. 4 Pada sensus penduduk Batavia tahun 1673 yang dilakukan oleh VOC, orang Tionghoa justru lebih banyak dari pada orang Belanda dengan kisaran jiwa. Sedangkan orang Belanda hanya berkisar jiwa. Orang Belanda di Batavia sangat bergantung pada tenaga kerja Tionghoa dan barang-barang yang dibawa dari Asia Timur, barang-barang ini dibawa oleh kapal-kapal Jung Tiongkok. 5 Pada tahun 1625, armada Tiongkok yang berdagang di Batavia memiliki minimal tonase yang sama besar dengan seluruh armada VOC yang kembali ke Eropa. Pada awal kedatangan ke Semarang, masyarakat Tionghoa banyak tinggal di daerah Gedung Batu, Simongan. Tempat yang terletak di tepi sungai Semarang itu merupakan lokasi strategis karena berada di teluk yang menjadi bandar besar dengan nama Pragota. Pemberontakan Tionghoa terhadap pendudukan Belanda pada 1740, rupanya menjalar hingga ke Semarang. Orang Tionghoa yang selamat melarikan diri ke arah Timur, hingga tiba di Semarang dan kembali melakukan perlawanan namun berhasil ditumpas oleh Belanda. Sejak saat itu, semua warga Tionghoa yang berada di Semarang dipindahkan ke tempat yang dikenal dengan nama Pecinan. Hal tersebut bertujuan agar Belanda dapat lebih mudah mengawasi agar tidak terjadi lagi pemberontakan. Di Semarang ada sebuah kelenteng yang bernama Sam Po Kong, yang merupakan bukti peninggalan dari laksamana Besar Tiongkok Cheng Ho yang beragama Islam pada pada masa Dinasti Ming. Masyarakat Tionghoa yang datang ke Jawa adalah para pedagang dan secara bertahap menjadi pemukim mapan di sepanjang pantai Utara Jawa. Mereka 4 Susan Blackburn, Jakarta : Sejarah 400 Tahun, Jakarta: Masup Jakarta, 2011, hal Ibid., hal. 33.

3 menjadikan Jawa sebagai batu lompatan menuju Timur Tengah. Ketika Belanda datang ke Pulau Jawa, interaksi masyarakat Tionghoa dan pribumi telah berjalan baik. Masyarakat Tionghoa tidak hanya terkonsentrasi di kota-kota pelabuhan, tapi juga di desa-desa dan menjalin hubungan timbal balik tanpa konflik. Berpindahnya kekuatan Dinasti Ming ke selatan pada abad ke-17 karena dipaksa mundur oleh orang Manchu itulah menjadi salah satu faktor penyebab banyak masyarakat Tionghoa yang berpindah, antara lain ke Jawa melalui Taiwan, sehingga penduduk Tionghoa di Jawa pun meningkat.selain itu ada 6 empat pola migrasi masyarakat Tiongkok, yang pertama pola Huashang atau perdagangan. Hal ini sudah terjadi sejak lama tentunya, karena pada masa abad ke-14 pun masyarakat Tionghoa sudah banyak melakukan perdagangan di Nusantara khususnya Pulau Jawa. Para saudagar dan pedagang ini, selalu membuat basis-basis sistem ekonomi di tempat mereka tinggal. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang akhirnya menjadi tuan tanah, dan membuka banyak lahan swasta atau pertambangan di luar dari naungan Pemerintah Kolonial Belanda. Kebanyakan para pedagang tersebut memperkerjakan sanak saudara mereka, agar lebih mudah dalam memantau kondisi pekerjaan dan ongkos yang lebih murah. Kebanyakan yang menjadi pedagang dan saudagar ini adalah orangorang Tionghoa Hokkian, mereka merupakan pedagang terdidik dari Tiongkok. Sektor perdagangan yang mereka kuasai adalah, hasil bumi, pertanian, kelontong, menjadi tukang kredit, dan rentenir. Selain itu mereka juga menjadi perantara, 6 Teguh Setiawan, Cina Muslim dan Runtuhnya Republik Bisnis, Jakarta: Republika, 2012, hal. 61.

4 antara kelompok pribumi yang menjadi produsen hasil perkebunan dengan para eksportir Belanda atau India. Yang kedua adalah pola Huagong atau kuli/ buruh. Pola ini mulai berlangsung di Indonesia pada akhir abad ke-19, dan orang-orang Tionghoa ini dibawa oleh bangsa Eropa khususnya Belanda. Sebab Belanda sangat membutuhkan tenaga kerja untuk dipekerjakan di perkebunan melalui sistem kontrak. Setelah kontrak selesai, masyarakat Tionghoa yang menjadi tenaga kerja tersebut kembali ke Tiongkok dan menceritakan tentang Indonesia dan hal itu menyebabkan bertambahnya migrasi masyarakat Tionghoa ke Indonesia. Selain itu pembangunan dan impian akan hidup lebih layak di Indonesia, menyebabkan banyak dari masyarakat Tiongkok yang miskin bermigrasi ke Indonesia. Kebanyakan yang menjadi buruh Tionghoa di Indonesia adalah orang Hakka dan Teo Chiu, mereka adalah petani tanpa tanah, pekerja miskin di perkotaan, dan para pengangguran yang tidak mempunyai harapan hidup di negara asal. Para kuli Tionghoa ini tersebar ke beberapa tempat di Indonesia seperti, Kalimantan khususnya Singkawang, Sumatera Timur dan, Jawa. Yang ketiga adalah pola Huaqiao, merupakan pola perantau yang hampir sama dengan pola Huagong, hanya saja jenis individu perantau yang berbeda. Pada pola Huagong para perantau adalah yang tidak mampu dan bekerja kasar seperti buruh dan kuli, maka dalam pola Huaqiao para perantau cenderung lebih profesional. Para perantau ini kebanyakan bekerja sebagai guru, jurnalis, koki, akuntan dan jenis profesi lainnya. Para perantau ini selain mencari kehidupan yang lebih baik di luar Tiongkok, mereka juga mempunyai ambisi yang harus

5 dijalankan keluar dari wilayah Tiongkok. Ambisi ini untuk meningkatkan kesadaran akan kebesaran budaya Tionghoa dan berfungsi untuk menunjukan tujuan nasionalisme itu sendiri. Mereka datang dengan kesadaran dan tekad untuk hidup jauh di luar tanah kelahiran, tapi tidak ingin melepaskan keterkaitan dengan tanah leluhur. Mereka berusaha memelihara bahasa, adat-istiadat, dan mengaktifkan pengajaran tentang Tionghoa kepada anak-anak mereka. Mereka mendorong emansipasi dan kemajuan kepada warganya, mendukung pemerintahan negeri yang pernah mereka tinggali. Dengan kehadiran migrasi Tionghoa yang lebih profesional, maka kedudukan orang Tionghoa pada masa pemerintahan kolonial Belanda sangatlah penting di sektor administrasi. Tidak heran dalam strata sosial pada masa kolonial Belanda, orang Tionghoa menempati urutan kedua setelah orang Belanda atau orang kulit putih. Pola yang keempat adalah Huayi, yang bisa diartikan terlahir untuk menjadi warga negara setempat. Huayi merupakan pola migrasi yang mempunyai visi yang sama, yaitu mencari kehidupan baru yang lebih baik di luar wilayah Tiongkok tetapi misi mereka berbeda yaitu tidak mengikuti ajaran atau kebudayaan asli bangsa Tiongkok. Bisa dikatakan para perantau Tionghoa tersebut, akan berbaur menjadi satu dengan negara yang ditempati. Pola Huayi, disebabkan diskrimasi etnis atau atau peperangan dalam negeri, sehingga pola huayi dekat dengan alasan politis. Di Indonesia, mereka adalah generasi yang kesekian peranakan Tionghoa. Mereka relatif tidak bisa berbahasa Tionghoa dan telah sepenuhnya menjadi modern dan menyatu dengan masyarakat di negara yang mereka tinggali. Di Indonesia pola ini tidak banyak terjadi, karena sampai

6 sekarang masih banyak masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia yang mempertahankan kebudayaan dan keyakinan para leluhur. Pola ini bahkan lebih banyak terjadi di Amerika Serikat, Australia dan Inggris, yang masyarakat keturunan Tionghoanya lebih mempunyai sisi pemikiran barat yang modern dan telah meninggalkan adat-istiadat leluhur. II.2 Perbauran Masyarakat Tionghoa Dengan Masyarakat Pribumi di Jawa. Setiap imigran yang datang ke suatu negara, pastinya harus menghadapi persoalan klasik, yaitu adaptasi dan bisa berbaur dengan masyarakat lokal atau pribumi. Hal ini tak terlepas dari masyarakat keturunan Tionghoa. Dalam prosesnya, integrasi antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat peribumi banyak mengalami hambatan. Baik dari segi bahasa, kebudayaan, bahkan pandangan sosial terhadap kedua belah pihak. Dalam kegiatannya di kota Batavia menurut 7 Valentijn pada abad ke-18, orang-orang Tionghoa sangat pintar, sopan, giat dan penurut, serta sangat berjasa bagi Batavia. Mereka tidak hanya berdagang dalam segala macam hal barang kebutuhan tapi juga barang-barang yang membutuhkan ilmu teknik seperti pandai besi, tukang kayu, pembuat kursi. Banyak hal yang mereka lakukan di Batavia baik dari segi jasa bahkan perkebunan, mereka membangun kota tersebut menjadi kota yang sangat pesat perkembangannya. Bahkan Valentijn menyimpulkan jika tidak ada orang Tionghoa, Batavia akan sangat sepi dan kehilangan banyak kebutuhannya. VOC pada masa abad ke-18 mulai merangkul masyarakat 7 Susan Blackburn, op cit., hal. 34.

7 Tionghoa, dengan memberikan gelar Kapiten dan Letnan kepada para pemimpin masyarakat Tionghoa tersebut. Pemimpin-pemimpin masyarakat Tionghoa yang mendapatkan gelar tersebut, akan membuat perayaan yang sangat meriah. Bagi orang Tionghoa pengangkatan ini berarti menandakan hubungan yang setara dengan orang Belanda, selain itu mereka juga menganggap gelar ini setara dengan mereka jika diangkat sebagai pejabat kekaisaran Tiongkok. Pada tragedi pembantaian masyarakat Tionghoa oleh VOC pada tahun 1740 yang disebabkan represi VOC terhadap harga gula dan mengakibatkan bangkrutnya pabrik gula yang mempunyai banyak buruh orang Tionghoa. Selain itu penetapan harga arak yang ditetapkan dengan sewenang-wenang oleh VOC, mengakibatkan banyak pedagang Tionghoa mendapat kerugian dan mengakibatkan pemberontakan oleh masyarakat Tionghoa. Setelah kejadian tersebut banyak orang Tionghoa mulai beragama Islam untuk meleburkan dirinya dengan masyarakat pribumi. Dikarenakan setelah tragedi tersebut, masyarakat Tionghoa tidak lagi menjadi anak emas bagi VOC, sehingga banyak masyarakat Tionghoa berusaha mencari perlindungan kepada masyarakat pribumi. Salah satu cara perbaurannya dengan pekawinan campuran dan masuk agama Islam, hal ini diyakini dapat membantu mereka untuk mendapatkan perlindungan dari pihak pribumi. Selain itu banyak masyarakat Tionghoa telah Muslim, mengganti namanya dengan nama yang bersifat Indonesia, agar menjadi suatu penanda peleburan mereka terhadap masyarakat pribumi. 8 Orang Belanda banyak menjuluki orang Tionghoa Muslim ini dengan istilah Geschoren Chinees 8 Ong Hok Ham, Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa, Jakarta: Komunitas Bambu, 2005, hal. 7.

8 atau yang berarti orang Tionghoa yang dicukur, karena salah satu penanda orang Tionghoa itu telah menjadi Muslim adalah dengan mencukur kuncirnya yang menjadi salah satu ciri khas laki-laki Tionghoa pada masa itu. Pada 1766, Jumlah masyarakat Tionghoa yang beragama Islam semakin lebih banyak, sehingga kepemimpinan pribumi terhadap kaum ini mulai susah dipantau. Maka diangkatlah seorang kapitein Tionghoa Muslim, yang bertugas memimpin masyarakat ini. 9 Kapitein Tionghoa Muslim yang terakhir adalah Kapitein Mohammad Japar yang meninggal pada tahun Selain itu hal ini juga untuk memudahkan mereka mendekati para bangsawan pribumi. Dengan masuk Islam dan membuat jasa-jasa bagi kaum bangsawan, yang pada akhirnya mereka akan diangkat kedalam golongan ningrat. 10 Seperti contoh Kapitein Tionghoa beragama Islam di Yogyakarta, Kapitein Tan Djien Sing yang diangkat sebagai Raden Toemenggoeng Setjodiningrat dan diangkat menjadi bangsawan keraton Yogyakarta. Masyarakat Tionghoa di Indonesia bukan merupakan masyarakat homogen. Dilihat dari segi kebudayaan, orang-orang Tionghoa terbagi atas peranakan dan totok. Peranakan adalah orang Tionghoa yang sudah lama tinggal di Indonesia dan sudah berbaur dengan masyarakat pribumi. Mereka mampu secara fasih berbahasa Indonesia sebagai bahasa keseharian. Sedangkan totok adalah pendatang atau imigran baru yang datang dari Tiongkok, umumnya masih sangat fasih berbahasa Tiongkok. Akan tetapi seiring waktu, imigran yang datang mulai menurun bahkan sudah berhenti. Tionghoa peranakan sudah banyak 9 Ibid., hal Ibid., hal. 8.

9 mengalami perbauran dengan masyarakat pribumi dan keturunan totok pun sudah menjadi peranakan. Karena itu, generasi muda Tionghoa di Indonesia sebetulnya sudah menjadi peranakan. Dalam hal adat-istiadat, Masyarakat Tionghoa totok lebih kuat memegang tradisi nenek moyangnya dari pada masyarakat Tionghoa peranakan. Sedangkan masyarakat Tionghoa peranakan, nilai tradisi dari nenek moyangnya telah meluntur akibat dari proses asimilasi kepada masyarakat pribumi Indonesia. Namun disaat tertentu kekhasannya sebagai orang Tionghoa akan muncul juga. Biasanya terjadi pada acara-acara yang memang mengikuti pola kebudayaan atau penanggalan Tiongkok seperti kelahiran, pernikahan, kematian. Sedangkan pada masa penanggalan Tiongkok seperti Tahun baru Tiongkok atau Imlek. Proses asimilasi Masyarakat Tionghoa di Indonesia dengan masyarakat pribumi, sering menemui penghalang-penghalang yang telah diciptakan orang Tionghoa secara sadar atau tidak sadar. Keunggulan masyarakat Tionghoa pada selama masa penjajahan, baik dari segi hukum maupun pangsa ekonomi telah membuat kenyataan yang menyakitkan bagi sebagian masyarakat pribumi di Indonesia. Selain itu masyarakat pribumi juga sering menganggap masyarakat Tionghoa itu sebagai bangsa lain, bukan merupakan suku. Masyarakat Tionghoa cenderung hidup berkelompok dan tetap berpegang teguh terhadap kebudayaan negeri leluhur mereka. Sisi eksklusif diri inilah yang membuat adanya kesenjangan sosial antara masyarakat pribumi dengan masyarakat Tionghoa. Setelah diberi kedudukan oleh Belanda, masyarakat Tionghoa mendominasi perekonomian di Hindia Belanda. Tidak jarang pejabat-pejabat dari kalangan

10 masyarakat Tionghoa melakukan penindasan terhadap masyarakat pribumi dan menghalang-halangi golongan pengusaha nasional atau pribumi. Pada awal abad ke-20, terjadilah perpecahan di kalangan masyarakat Tionghoa. Sebagian orang Tionghoa peranakan merasa nyaman dengan konsesi yang mereka dapatkan dari Pemerintahan Kolonial Belanda, kebanyakan dari mereka tidak menyukai gerakan nasionalis Indonesia. Mereka takut derajat kewarganegaraan mereka akan turun, jika Pemerintahan Republik Indonesia terbentuk menggantikan Pemerintahan Kolonial Belanda. Salah satu orang Tionghoa yang sangat mendukung kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda adalah 11 H.H. Kan, seorang tuan tanah yang sangat kaya. Ia belajar di sekolah Belanda di Batavia. Selain itu dia H.H. Kan juga merupakan pendiri dan ketua Chung Hwa Hui (CHH), sebuah partai Tionghoa yang mendukung gerakan barat dalam dewan perwakilan atau sering disebut Volksraad. Kan dan partai Chung Hwa Hui cukup berpengaruh di dalam Volksraad. Lobi yang dilakukannya cukup kuat untuk mendirikan lebih banyak lagi sekolah-sekolah Belanda-Tionghoa. Dimana bahasa Belanda menjadi bahasa pengantar dan banyak anak-anak Tionghoa yang dimasukkan ke dalam sekolahsekolah anak Eropa. Selain itu, penghapusan hukum-hukum diskriminatif dan memperluas hak-hak politik bagi orang Tionghoa, juga merupakan hasil kerja lobi partai Chung Hwa Hui terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda. Pada tahun 1918, Kan memasukkan laporan yang mendukung status quo. Sampai tahun 1941, Kan masih mendukung pemerintahan Belanda, Kan menyatakan dengan jelas untuk menentang setiap perubahan kebijakan yang menentang Belanda. Kan juga 11 Leo Suryadinata, Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia , Jakarta: LP3ES Indonesia, 2005, hal. 5.

11 banyak mengkritik partai-partai yang menentang Belanda dan yang mendukung kemerdekaan Indonesia. 12 Bahkan kan mengatakan dengan sangat jelas Ini adalah perkara hidup mati rakyat di sini. Kita harus berjuang bersama Belanda dan pemerintahan Belanda harus ditegakkan di negara ini.di samping ada orang Tionghoa yang berpihak pada Belanda, ada juga yang berlandaskan nasionalisme Tiongkok. Gerakan aliran ini terlihat jelas pada surat kabar 13 Sin Po yang didirikan pada tahun Aliran orientasi nasionalisme Tiongkok ini menyerukan anti kolonialisme, hampir sama seperti gerakan nasionalisme Indonesia. Walau pun bisa dikatakan antikolonialisme di Indonesia, namun mereka tidak memiliki kesamaan dengan nasionalisme Indonesia karena menganggap bahwa Tiongkok adalah tanah air mereka. Bagi para pendukung aliran Sin Po, negara Tiongkok adalah pelindung mereka dan semua masyarakat Tionghoa perantauan. Bagi mereka, masyarakat Tionghoa peranakan akan selalu dapat hidup kalau mereka mempunyai ikatan dengan Negeri Tiongkok. Kaum ini menganjurkan persatuan antara kaum peranakan Tionghoa dengan kaum Tionghoa totok, selain itu menuntut status hukum sama dengan orang Eropa bagi kaum masyarakat Tionghoa lokal serta pendidikan adat dan tradisional Tionghoa terhadap anak-anak kaum peranakan Tionghoa. Padahal tidak semua masyarakat Tionghoa yang seperti itu, bahkan ada yang sangat mendukung nasionalisme bangsa seperti Partai Tionghoa Indonesia (PTI). Sekelompok orang Tionghoa yang pro-indonesia juga ada, mereka merupakan kalangan masyarakat Tionghoa yang menganggap bahwa masyarakat Tionghoa di Indonesia harus menjadi 12 Leo Suryadinata, Negara Dan Etnis Tionghoa: Kasus Indonesia, Jakarta: LP3ES Indonesia. 2002, hal Leo Suryadinata, 2005, op cit., hal. 4.

12 Indonesia. Pada tahun 1932, seorang jurnalis Tionghoa peranakan Liem Koen Hian dan pengacara yang juga Tionghoa peranakan Ko Kwat Tiong, mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI). Aliran partai ini menganut nasionalisme kebangsaan Indonesia, Indonesia bagi Liem Koen Hian yang menjadi presiden pertama partai, merupakan Tanah Air dan negeri bagi setiap insan yang telah lama tinggal di Indonesia dari generasi ke generasi. PTI giat menganjurkan akan identitas politik Indonesia, kepada setiap masyarakat Tionghoa di Jawa. Akan tetapi kegiatan ini hanya dijalani oleh sebagian kecil dari masyarakat Tionghoa itu sendiri, Sebagian besar masih memperkuat identitas Tiongkoknya. Orang Tionghoa banyak memberikan kontribusi yang berbeda-beda terhadap kehidupan di Jawa pada masa awal abad ke-20. Keuntungan yang diberikan Belanda terhadap Masyarakat Tionghoa telah banyak disalah gunakan. Oportunisme semacam ini adalah ciri khas dari orang yang hanya mementingkan uang, perdagangan, dan bisnis. Bagi sebagian besar masyarakat Tionghoa yang pro Tiongkok atau pun pro Belanda, gerakan nasionalis Indonesia seakan-akan tidak pernah ada. Mereka juga berpikir tidak ada alasan untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi kemerdekaan Indonesia. Penjajahan Belanda di Indonesia telah banyak menimbulkan perbedaan ras. Akibat perbedaan dan sisi eksklusif yang didapatkan masyarakat Tionghoa pada masa Belanda, maka tidak heran banyak warga Tionghoa hidup menyendiri, terpisah dari pribumi lainnya. Adat-istiadat, rumah sekolah Tionghoa sendiri dan perkumpulan sosial dan olah raga sendiri atas pengaruh ekonomi yang lebih baik.

13 Banyak rakyat Indonesia asli berpendapat, bahwa merekalah yang berjuang dan berkorban untuk mencapai Indonesia merdeka. Masyarakat Indonesia asli umumnya tidak dapat membedakan Masyarakat Tionghoa totok dengan masyarakat Tionghoa peranakan yang telah menjadi warga negara Indonesia. Bagi kebanyakan rakyat asli Indonesia, masyarakat Tionghoa baik totok maupun yang peranakan adalah sama saja, karena bagi masyarakat Indonesia, masyarakat Tionghoa merupakan sosok penguasa lapangan ekonomi di Indonesia. Oleh sebab itu banyak individu-individu di Indonesia meminta kepada pemerintah Indonesia memperlindungi ekonomi nasional dan memberi kesempatan bagi pengusaha nasional memperoleh kedudukan yang layak dalam perekonomian masyarakat. Akan tetapi tidak selamanya perbauran masyarakat Tionghoa di Jawa mengalami hambatan. Nilai-nilai kebudayaan antara masyarakat Indonesia di Jawa dengan masyarakat Tionghoa peranakan di Jawa, bukan yang dari luar Jawa, karena pada batas-batas tertentu ada perbedaan situasi dan kondisi di tiap daerah. Banyak nilai-nilai sosial budaya yang sama di kalangan masyarakat Jawa dan masyarakat Tionghoa, seperti misalnya pandangan tentang hakekat hidup. Tempat tinggal masyarakat Tionghoa di Jawa kebanyakan mempunyai wilayah tempat tinggal bersama, atau bisa dikatakan masyarakat Tionghoa lebih banyak memilih hidup berkelompok dengan etnisnya. Bagi Masyarakat keturunan Tionghoa hal ini sudah biasa, karena etnis asing yang lain pun seperti itu seperti contoh etnis India dan Arab. Setelah tahun 1930, pola hidup berkelompok ini bukan lagi menjadi suatu hal yang asing, tapi sudah menjadi hal yang lumrah.

14 Kehidupan masyarakat etnis Tionghoa yang hidup berkelompok pada masa itu, telah memberikan cikal bakal adanya Chinatown di Indonesia, seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Pada perbaurannya, mulai terbentuk komunitas-komunitas masyarakat Tionghoa itu sendiri. Setiap komunitas masyarakat Tionghoa, mulai terbentuk. Seperti contoh dengan Masyarakat Tionghoa Benteng di Kota Tangerang, yang sudah menjadi suatu ikon hasil proses asimiliasi yang cukup lama. II.3 Terbentuknya Masyarakat Tionghoa Benteng. Masyarakat Tionghoa pada awalnya tinggal di pesisir pantai Batavia, atau lebih tepatnya Jakarta Utara pada masa kini. Pelabuhan Sunda Kelapa yang menjadi salah satu pelabuhan ternama di kawasan Batavia, dan menjadi salah satu saingan pelabuhan Banten, menjadikan kawasan utara Batavia ini cukup ramai untuk ditinggali oleh masyarakat pada umumnya, tidak terkecuali masyarakat Tionghoa. Pada awal pembangunan Batavia. Banyak sekali masyarakat Tionghoa yang tinggal di daerah ini. Kedatangan orang Tionghoa untuk pertama kali ke Tangerang terjadi pada tahun 1407, tepatnya berada di muara sungai Cisadane yang sekarang bernama Teluk Naga. Kejadian ini telah tercatat dalam kitab sejarah Sunda yaitu Tina layang Parahyangan. Pemimpin daerah tersebut pada waktu itu adalah Sanghyang Anggalarang dari Kerajaan Parahyangan yang pusat pemerintahannya berada disekitar Kota Tangerang. Tangerang sendiri berasal dari kata Tangren dalam bahasa mandarin yang berarti orang dari dinasti Tang. Inilah yang merupakan gelombang pertama kedatangan masyarakat Tionghoa ke Tangerang.

15 Gelombang kedua diperkirakan berawal dari pemberontakan Tionghoa pada VOC tahun 1740 di Batavia. Pemberontakan yang dipimpin Kapitein Nie Hoe Kong, direspon dengan sangat keji oleh Gubernur Jenderal VOC Adrian Valkenier. Kurang lebih 10 ribu orang tewas, sementara ratusan lainnya terluka. Nie Ho Kong yang merupakan kapitein Tionghoa memimpin pelarian ke Jawa Tengah dan sampai Solo. Kapitein Tionghoa yang lain yaitu Ma Uk memimpin rombongan pelarian menyusuri pantai utara Tangerang dan berhenti di wilayah yang sekarang dinamai seperti nama sang kapitein, yaitu Mauk. Sedangkan rombongan yang lainnya menyusuri sungai Cisadane, sebagian berhenti di Sewan, Neglasari, dan wilayah-wilayah sekitar. Mereka yang belum aman di Sewan dan Neglasari, melanjutkan perjalanan lebih ke pedalaman Tangerang, hingga mencapai tanah yang tidak ditinggali yaitu Karawaci. Nama Benteng pada Tionghoa Benteng sendiri berasal dari benteng Belanda yang berada di Tangerang, dibuat untuk mengantisipasi pemberontakan Masyarakat Tionghoa dan serangan Kesultanan Banten. Perjanjian Damai 10 Juli 1659 antara Kesultanan Banten dan VOC, menyebutkan bahwa tapal batas Kesultanan Banten dan VOC adalah sungai Cisadane. Sebelah timur sungai Cisadane masuk wilayah VOC dan sisi barat sungai merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Banten. Hal ini jugalah membuat para pelarian Tionghoa yang telah sampai di Karawaci, untuk menyeberangi sungai Cisadane dan menetap di sisi barat sungai yang menjadi kekuasaan Kesultanan Banten. Itulah yang dilakukan oleh leluhur dari masyarakat Tionghoa Benteng yang ada di daerah Tangerang seperti, Panongan, Tigaraksa,

16 Curug, Legok, Balaraja, dan lainnya. Para pelarian Tionghoa yang telah menyeberang ke daerah kekuasaan Kesultanan Banten, dilindungi oleh Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin. Bermukim di wilayah tanpa penduduk dan diberi kebebasan membangun pemukiman, mengolah lahan, dan membangun persawahan. Hampir tidak ada gangguan atau intervensi dari anggota keamanan Kesultanan. Mereka yang telah tiba di sisi barat sungai, mendapat perlindungan penuh dari prajurit Kesultanan Banten yang Memang biasa berpatroli ke wilayah itu untuk melakukan pengintaian. Dari sisi barat sungai Cisadane terutama di daerah Panongan, prajurit Banten bisa mengontrol garis dan zona demarkasi, juga untuk melihat pergerakan tentara VOC yang di sisi timur sungai Cisadane. Pemukiman awal di daerah sisi barat sungai Cisadane, banyak melakukan kegiatan bercocok tanam dan beternak untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Hampir seluruh hasil panen, padi dan sayuran juga ternak dikonsumsi oleh mereka. Ada juga yang disisihkan untuk dibawa keluar daerah, bisa ditukar dengan garam atau gula. Selain itu, dengan dibangunnya benteng Belanda disebelah timur Cisadane, mulai banyak penyebutan terhadap masyarakat Tionghoa yang mayoritas bermukim disekitar Cisadane dengan sebutan Tionghoa Benteng. Sebutan ini akibat dari banyaknya masyarakat Tionghoa yang bermukim dekat dengan Benteng Belanda tersebut. Kesultanan Banten pada akhirnya terus melemah, dan akhirnya berhasil dikalahkan oleh VOC dengan di tandai dihancurkannya Istana Surosan. Sultan Banten yang memerintah pada saat itu, Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainul Mutaqin diasingkan dan dibuang ke Batavia. Pada 22 November 1808,

17 Gubernur Jenderal Hindia Belanda yaitu Herman Willem Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda. Jatuhnya Kesultanan Banten membuat Masyarakat Tionghoa Benteng merasa terancam dan hidup tanpa perlindungan. Ancaman pencurian, perampokan, pemerkosaan dan pembunuhan menghantui mayoritas masyarakat Tionghoa Benteng. Apalagi kalau mereka membawa hasil bumi ke luar kampung. VOC yang telah memberlakukan sistem mata uang, untuk menarik semua elemen masyarakat ke dalam ekonomi pasar. Dalam perjalanan ke luar kampung pun bukan tanpa bahaya, ancaman perampokan di tengah jalan juga menghantui mereka. Maka ditemukan solusi untuk menjamin keamanan mereka, dengan menyewa jawara sebagai pengaman. Yang dimaksud jawara adalah individu yang mempunyai kekuasaan untuk melakukan pengamanan. Jawara menjamin keselamatan pemukiman mereka dan mengawal mereka apa bila akan melakukan perjalanan ke luar kampung untuk menjual hasil bumi. Daerah yang menjadi perhatian penjualan mereka adalah pasar Curug dan Cikupa. Adanya jawara ini bukan tidak serta merta munculnya perdamaian di Pemukiman masyarakat Tionghoa Benteng.Terkadang para jawara ini pun melakukan intimidasi terhadap masyarakat Tionghoa Benteng dengan memerintahkan anak buahnya untuk meneror mereka. Masyarakat Tionghoa Benteng pun melakukan banyak upaya untuk mengamankan diri sendiri, karena merasa dirugikan oleh para jawara tersebut. Tapi usaha itu selalu digagalkan oleh para jawara tersebut, karena takut tidak akan mendapatkan uang keamanan dari

18 pemukiman masyarakat ini. Banyak daerah di Tangerang yang masyarakat Tionghoa Benteng mengalami hal ini, seperti Panongan, Cengklong dan Kosambi. Lambat laun para jawara ini juga bukan merupakan solusi yang tepat bagi keamanan masyarakat Tionghoa. Di saat penjagaan longgar, orang dari luar kampung akan masuk, dan kemudian mereka akan mencuri atau merampok, bahkan hanya sekadar buat mencari masalah. Cerita perampokan dan diselingi pemerkosaan, juga kerap menghantui masyarakat ini. Setelah kejatuhan Kesultanan Banten, Belanda mendirikan pemukiman Tionghoa di Tegal Pasir atau yang sekarang bernama Kali Pasir. Pemukiman ini cukup dekat dengan pusat Kota Tangerang, Belanda menamakan perkampungan Tionghoa itu dengan nama Petak Sembilan. Perkampungan ini dengan seiring waktu cukup berkembang dan menjadi pusat perdagangan di Kota Tangerang. Masyarakat Tionghoa Benteng, merupakan hasil bentukan perpaduan kebudayaan Tiongkok dengan pribumi. Ciri-ciri fisik masyarakat Tionghoa Benteng sendiri, tidak seperti masyarakat Tionghoa pada umumnya. Suku Tionghoa di Indonesia pada umumnya berkulit putih, tapi masyarakat Tionghoa Benteng mempunyai kulit yang hitam gelap, mereka pun tidak memiliki mata yang sipit. Maka hal ini sangat sulit membedakan dengan pribumi apa bila dilihat secara sepintas saja.

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul 153 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Cina Benteng di Tangerang Pada Masa Orde Baru (1966-1998) kesimpulan tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku bangsa, beranekaragam Agama, latar belakang sejarah dan kebudayaan daerah.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Kedudukan Opsir Cina dalam Pemerintahan Hindia Belanda di Batavia antara Tahun 1910-1942. Bab ini berisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempromosikan museum-museum tersebut sebagai tujuan wisata bagi wisatawan

BAB 1 PENDAHULUAN. mempromosikan museum-museum tersebut sebagai tujuan wisata bagi wisatawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia kaya akan keragaman warisan sejarah, seni dan budaya yang tercermin dari koleksi yang terdapat di berbagai museum di Indonesia. Dengan tujuan untuk mempromosikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dengan memiliki berbagai suku, bahasa, dan agama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 102 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Peran Cheng Ho dalam proses perkembangan agama Islam di Nusantara pada tahun 1405-1433 bisa dikatakan sebagai simbol dari arus baru teori masuknya agama Islam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang damai, dimana agama ini mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup jasmani maupun rohani sehingga dimanapun Islam datang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga.

I. PENDAHULUAN. telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan lalu lintas pelayaran antara Tionghoa dari Tiongkok dengan Nusantara telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dari beribu-ribu pulau tersebut Indonesia memiliki berbagai suku, ras, agama,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Usaha K. H. Abdurrahman Wahid Usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. Hidup berdampingan secara damai antara warga negara yang beragam tersebut penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seorang warga negara Indonesia dengan paspor Indonesia belum tentu orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seorang warga negara Indonesia dengan paspor Indonesia belum tentu orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan suatu kesatuan solidaritas kebangsaan. Seorang warga negara Indonesia dengan paspor Indonesia belum tentu orang tersebut adalah bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah usaha untuk memperluas, menjamin lalu lintas perdagangan rempah-rempah hasil hutan yang

Lebih terperinci

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DAFTAR ISI LATAR BELAKANG KEDATANGAN BANGSA BARAT KE INDONESIA What: (latar belakang) Indonesia negara dengan SDA yang melimpah Why: (Alasan) Orang-orang

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber data Data dan Informasi yang mendukung proyek tugas akhir ini diperoleh dari berbagai metode dan sumber antara lain : 1. Literatur : Data yang didapat berasal dari buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai halhal yang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya adalah pribumi. Suku bangsa yang berbeda ini menyebar dari Sabang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara BAB V KESIMPULAN Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara merupakan salah satu tempat tujuan maupun persinggahan bagi kapal-kapal dagang dari berbagai negara di dunia. Nusantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode 1945-1949 merupakan tahun-tahun ujian bagi kehidupan masyarakat Indonesia, karena selalu diwarnai dengan gejolak dan konflik sebagai usaha untuk merebut dan

Lebih terperinci

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN Saya siswa kelas 5A Siap Belajar dengan Tenang dan Tertib dan Antusias Pada abad ke-16 berlayarlah bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Timur. Diantaranya adalah Portugis, Spanyol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini didiami oleh beberapa kelompok etnis yaitu Etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Sumber: Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten 1. Batas Administrasi Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70

Lebih terperinci

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia MATA UJIAN BIDANG TINGKAT : P.ENGETAHUAN UMUM : SEJARAH : SARJANA/DIPLOMA PETUNJUK UMUM 1) Dahulukan menulis nama dan nomor peserta pada lembar jawaban 2) Semua jawaban dikerjakan di lembar jawaban yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan diwujudkan dalam program Visit Indonesia yang telah dicanangkannya sejak tahun 2007. Indonesia sebagai

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR 1. Terbentuknya Suku Banjar Suku Banjar termasuk dalam kelompok orang Melayu yang hidup di Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga berdasar data sejarah, bukanlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk kota terbesar ketiga di Indonesia. Tidak hanya besar dari segi wilayah, namun juga besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beberapa suku bangsa yang berasal dari propinsi, yaitu Fukien dan Kwantung

BAB I PENDAHULUAN. dari beberapa suku bangsa yang berasal dari propinsi, yaitu Fukien dan Kwantung BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangPenelitian Orang Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya tidak merupakan satu kelompok yang asalnya dari satu daerah di negara Cina/Tiongkok, tetapi terdiri dari

Lebih terperinci

VI.7-1. Bab 6 Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan Pembangunan Kota Baru. Oleh Suyono

VI.7-1. Bab 6 Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan Pembangunan Kota Baru. Oleh Suyono 6.7 PEMBANGUNAN KOTA BARU Oleh Suyono BEBERAPA PENGERTIAN Di dalam Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Undang-undang Otonomi Daerah) 1999 digunakan istilah daerah kota untuk

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB II DATA DAN ANALISA BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Informasi yang terkumpul dan digunakan sebagai acuan untuk dalam tugas akhir ini didapat dari berbagai sumber, antara lain: Literatur Wawancara Dokumen Dan catatan

Lebih terperinci

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Latar Belakang Kesultanan Gowa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi

Lebih terperinci

MASA PEMERINTAHAN HERMAN WILLIAN DAENDELS DI INDONESIA

MASA PEMERINTAHAN HERMAN WILLIAN DAENDELS DI INDONESIA MASA PEMERINTAHAN HERMAN WILLIAN DAENDELS DI INDONESIA Latar Belakang Kedatangan Herman William Daendels Herman William Daendels di utus ke Indonesia pada tahun 1808 dengan tujuan yakni mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dulu telah merdeka bahkan jauh sebelum indonesia merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. lebih dulu telah merdeka bahkan jauh sebelum indonesia merdeka. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan berbagai macam suku bangsa yang ada di dalamnya serta berbagai ragam budaya yang menjadi

Lebih terperinci

2. Title Bagian ini akan ditampilkan setelah bulatan menjadi besar kembali dan peta berubah menjadi judul film Djakarta Tempo Doeloe.

2. Title Bagian ini akan ditampilkan setelah bulatan menjadi besar kembali dan peta berubah menjadi judul film Djakarta Tempo Doeloe. 1 1.3.3 Treatment 1. Opening Film ini diawali dengan munculnya peta Negara Indonesia, kemudian muncul sebuah bulatan yang akan memfokuskan peta tersebut pada bagian peta Pulau Jawa. Selanjutnya, bulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi satu kesatuan yang utuh dan sekaligus unik.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi satu kesatuan yang utuh dan sekaligus unik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota selalu menjadi bahan kajian yang menarik untuk diperbincangkan dalam setiap level dengan segala permasalahan yang dihadapinya. Membicarakan sebuah kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deli. Bandar merupakan sebutan dari masyarakat suku Melayu Deli yang

BAB I PENDAHULUAN. Deli. Bandar merupakan sebutan dari masyarakat suku Melayu Deli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Labuhan Deli merupakan cikal bakal lahirnya Pelabuhan Belawan. Labuhan Deli dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Deli yang kesohor di kawasan Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum kedatangan bangsa Belanda, etnis Tionghoa sudah menyebar ke seluruh Nusantara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum kedatangan bangsa Belanda, etnis Tionghoa sudah menyebar ke seluruh Nusantara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum kedatangan bangsa Belanda, etnis Tionghoa sudah menyebar ke seluruh Nusantara. Secara umum etnis Tionghoa adalah orang-orang yang berasal dari Tiongkok. Sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB VII RAGAM SIMPUL BAB VII RAGAM SIMPUL Komunitas India merupakan bagian dari masyarakat Indonesia sejak awal abad Masehi. Mereka datang ke Indonesia melalui rute perdagangan India-Cina dengan tujuan untuk mencari kekayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah sentral dalam sejarah Indonesia, melainkan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA BAB I PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA Tahun 1620, Inggris sudah mendirikan beberapa pos perdagangan hampir di sepanjang Indonesia, namun mempunyai perjanjian dengan VOC untuk tidak mendirikan

Lebih terperinci

BAB IV PENGARUH NASIONALISME ETNIS KETURUNAN ARAB TERHADAP ETNIS KETURUNAN LAIN DI INDONESIA

BAB IV PENGARUH NASIONALISME ETNIS KETURUNAN ARAB TERHADAP ETNIS KETURUNAN LAIN DI INDONESIA BAB IV PENGARUH NASIONALISME ETNIS KETURUNAN ARAB TERHADAP ETNIS KETURUNAN LAIN DI INDONESIA Menurut Slamet Muljana, Nasionalisme adalah manifestasi kesadaran atau semangat dalam berbangsa dan bernegara.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab V membahas tentang simpulan dan saran. Mengacu pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat dirumuskan beberapa simpulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam etnis suku dan bangsa. Keanekaragaman ini membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang kaya

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan masalah yang krusial dalam tatanan pemerintahan Soeharto. Masalah tersebut begitu kompleks

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk wilayah Indonesia bagian barat. Karena letaknya berada pada pantai selat Malaka, maka daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Asal-usul suku Banjar berasal dari percampuran beberapa suku, yang menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu dapat diidentifikasi

Lebih terperinci

NASIONALISME ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA, Oleh: Ririn Darini 1

NASIONALISME ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA, Oleh: Ririn Darini 1 NASIONALISME ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA, 1900-1945 Oleh: Ririn Darini 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk melihat munculnya nasionalisme etnis Tionghoa di Indonesia. Nasionalisme etnis Tionghoa di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. 1. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia karya Leo Suryadinata. 2. Tradigital 3ds Max karya Richard Lapidus.

BAB 2 DATA DAN ANALISA. 1. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia karya Leo Suryadinata. 2. Tradigital 3ds Max karya Richard Lapidus. BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data 2.1.1 Literatur Buku 1. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia karya Leo Suryadinata. 2. Tradigital 3ds Max karya Richard Lapidus. 3. After Effects CS5 Visual

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sejarah lahan tanah jaluran di Sumatera Timur bermula dari kedatangan onderneming swasta yang dimulai oleh J. Nienhuys yang mampu menghasilkan 50 bal tembakau dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah (Huntington & Harrison, 2000, hal. 227) mengatakan bahwa pada era globalisasi budaya-budaya lokal yang bersifat keetnisan semakin menguat, dan penguatan budaya

Lebih terperinci

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA TUJUAN PEMBELAJARAN Dengan mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu: mendeskripsikan sebab dan tujuan kedatangan bangsa barat ke Indonesia;

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan budaya merupakan bagian dari adat istiadat, bentuk-bentuk tradisi

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan budaya merupakan bagian dari adat istiadat, bentuk-bentuk tradisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sistem yang mempengaruhi kualitas budaya di suatu daerah adalah adaptasi budaya. Adaptasi suatu proses penyesuain diri yang dilakukan oleh masyarakat agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian

BAB I PENDAHULUAN. peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara agraris. Sebagai negara agraris, salah satu peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Multimedia Interaktif Flash Flip Book Pakaian Adat Betawi

BAB I Pendahuluan. 1.1 Multimedia Interaktif Flash Flip Book Pakaian Adat Betawi 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Multimedia Interaktif Flash Flip Book Pakaian Adat Betawi Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebudayaan peranakan Tionghoa merupakan kebudayaan yang paling kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan bahasanya yang merupakan sintesa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana rempah-rempah menjadi komoditas yang paling menguntungkan pasar internasional. Itulah yang mendorong para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedatangan imigran-imigran Tionghoa ke pantai timur Sumatra telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedatangan imigran-imigran Tionghoa ke pantai timur Sumatra telah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedatangan imigran-imigran Tionghoa ke pantai timur Sumatra telah menjadi perhatian sebagai suatu keajaiban yang menarik. Bangsa yang ulet ini datang ke Sumatra Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PATRON DAN KLIEN PETANI PADI DI RENGASDENGKLOK PADA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN PATRON DAN KLIEN PETANI PADI DI RENGASDENGKLOK PADA TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rengasdengklok merupakan satu kota kecil di Kabupaten Karawang yang memiliki peran penting baik dalam sejarah maupun bidang ekonomi. Kabupaten Karawang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya manusia selalu berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang kaya akan kebudayaan dimana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang kaya akan kebudayaan dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang kaya akan kebudayaan dimana Indonesia memiliki beragam kultur budaya yang berbeda beda dari Sabang sampai Merauke.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengamati sejarah perkembangan ekonomi Indonesia sejak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengamati sejarah perkembangan ekonomi Indonesia sejak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mengamati sejarah perkembangan ekonomi Indonesia sejak lahirnya orde baru sampai sekarang ini, kita perlu memperhatikan pokok-pokok pikiran yang mendasari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian berpengaruh bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah di pedesaan. Sektor pertanian juga memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan dengan judul Perayaan Tahun Baru Imlek 2015 di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur yang patut dilestarikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki makna sesuatu yang beragam, sesuatu yang memilik banyak perbedaan begitupun dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu jiwa (Sensus 2010) 1. Orang

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu jiwa (Sensus 2010) 1. Orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tiongkok adalah negara besar yang terkenal di seluruh dunia dan memiliki Tembok Besar (Great Wall) yang diakui sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia. Tiongkok merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Informasi merupakan suatu hal terpenting dalam kehidupan. Banyak cara untuk mendapatkan informasi, melalui media televisi maupun radio. Majalah dan koran

Lebih terperinci

Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional: dari Budi Utomo Samapai Proklamasi , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 6.

Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional: dari Budi Utomo Samapai Proklamasi , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 6. NASIONALISME ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA, 1900-1945 Oleh: Ririn Darini 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk melihat munculnya nasionalisme etnis Tionghoa di Indonesia. Nasionalisme etnis Tionghoa di Indonesia

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat BAB V Kesimpulan A. Masalah Cina di Indonesia Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat melihat Masalah Cina, khususnya identitas Tionghoa, melalui kacamata kultur subjektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman etnis, budaya, adat-istiadat serta agama. Diantara banyaknya agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stabat adalah ibu kota Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara. Stabat memiiliki luas daerah 90.46 km², merupakan kota kecamatan terbesar sekaligus penduduk terpadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, kebudayaan meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Sesuai dengan yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keragaman budaya yang dapat dijadikan salah satu wisata budaya yang menarik. Dimana setiap budaya memiliki ciri khas dan keunikannya masingmasing.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini merupakan jawaban terhadap perumusan masalah penelitian yang diajukan. Kesimpulan yang didapatkan, adalah: Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau, disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan yang terdapat dimasa kini. Perspektif sejarah selalu menjelaskan ruang,

Lebih terperinci

PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D

PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR Oleh: OCTA FITAYANI L2D 001 448 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005 ABSTRAK

Lebih terperinci

ABSTRAK MASA PENDUDUKAN MILITER JEPANG DI KAWASAN SUMATERA TIMUR

ABSTRAK MASA PENDUDUKAN MILITER JEPANG DI KAWASAN SUMATERA TIMUR ABSTRAK MASA PENDUDUKAN MILITER JEPANG DI KAWASAN SUMATERA TIMUR Pada saat perang Dunia ke-ii terjadi, militer Jepang menyerang negaranegara dan daerah jajahannya yang ada di Asia serta menduduki wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949 Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949 http://forum.viva.co.id/showthread.php?t=1896354 Jika kita telisik lebih mendalam, sebenarnya kebijakan strategis AS untuk menguasai dan menanam pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah seperti vanili, lada, dan cengkeh. Rempah-rempah ini dapat digunakan sebagai pengawet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping menjadi salah satu faktor pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keberislamannya

Lebih terperinci

KOMUNITAS TIONGHOA DALAM PERGERAKAN POLITIK INDONESIA ( ) Oleh : Sugiyarto Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Undip

KOMUNITAS TIONGHOA DALAM PERGERAKAN POLITIK INDONESIA ( ) Oleh : Sugiyarto Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Undip KOMUNITAS TIONGHOA DALAM PERGERAKAN POLITIK INDONESIA (1926-1942) Oleh : Sugiyarto Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Undip Abstract This research is about political study of the Chinese Peranakan in

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan

TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tinjauan Historis Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan historis. Kata tinjauan dalam bahasa Indonesia berasal

Lebih terperinci

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA by: Dewi Triwahyuni INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT COMPUTER UNIVERSITY OF INDONESIA (UNIKOM) BANDUNG 2013 1 SOUTHEAST ASIA (SEA) 2 POSISI GEOGRAFIS

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D 304 155 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan Aceh. Ia menjadi anak beru dari Sibayak Kota Buluh di Tanah Karo.

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan Aceh. Ia menjadi anak beru dari Sibayak Kota Buluh di Tanah Karo. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Langkat adalah salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Letaknya di barat provinsi Sumatera Utara, berbatasan dengan provinsi Aceh. Sebelah

Lebih terperinci