KARAKTERISTIK REPRODUKSI BANDIKUT (Echymipera kalubu) JANTAN ANGELINA NOVITA TETHOOL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK REPRODUKSI BANDIKUT (Echymipera kalubu) JANTAN ANGELINA NOVITA TETHOOL"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK REPRODUKSI BANDIKUT (Echymipera kalubu) JANTAN ANGELINA NOVITA TETHOOL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Reproduksi Bandikut (Echymipera kalubu) Jantan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2011 Angelina Novita Tethool NRP B

3 ABSTRACT ANGELINA NOVITA TETHOOL. Characteristic reproduction of males Bandicoot (Echymipera kalubu). Under direction of RADEN IIS ARIFIANTINI and SRIHADI AGUNGPRIYONO Bandicoot (Echymipera kalubu) is one of endemic species in Papua, which has various benefits for the people in Papua. The purpose of this research was to study male reproductive organs characteristics, the quality of cauda epididymal spermatozoa and spermatogenesis processes. This study used 21 males E. kalubu of three different stages of age. Sperm morphology was assessed by using Carbofuchsin (William s stain) and the stages of spermatogenesis was analized by using Periodic Acid Schiff (PAS) stain. The results showed that reproductive organs comprised of gonad (testis), accessory glands and penis. Testis were elipsoid in shape, the accessory glands consisted of prostat gland and Cowper gland, and the penis was bhipid. Epididymal sperm concentration and motility increased with sperm maturity. The length of sperm head, midpiece and principal piece were 2.91±0.40 μm, 13.99±0.87 μm and ±5.38 μm, respectively and the total length of spermatozoa was ±5.12 μm. Finally, E. kalubu had nine stages of spermatogenesis with ten step development of spermatids into spermatozoa. Key word: Bandicoot (Echymipera kalubu), spermatozoa, spermatogenesis

4 RINGKASAN ANGELINA NOVITA TETHOOL. Karakteristik Reproduksi Bandikut (Echymipera kalubu) Jantan. Dibimbing oleh RADEN IIS ARIFIANTINI dan SRIHADI AGUNGPRIYONO Bandikut (Echymipera kalubu) merupakan salah satu satwa endemik Papua yang saat ini statusnya masih sebagai hewan liar dan populasinya masih berlimpah pada habitat yang sesuai. Echymipera kalubu memiliki beberapa keunggulan, antara lain: memiliki laju reproduksi yang paling tinggi diantara semua marsupialia dengan jumlah anak perkelahiran 2-4 ekor, merupakan hewan marsupialia (berkantung) yang dagingnya dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani serta memiliki nilai etno-zoologis (rambut, tulang dan anak bandikut umur 12 hari dipercaya berkhasiat untuk pengobatan) bagi masyarakat di Papua dan mempunyai struktur organ reproduksi yang unik, dimana saluran akhir alat reproduksi, saluran kencing dan pembuangan feces bermuara dalam satu saluran anus mirip kloaka pada unggas. Informasi mengenai status biologi reproduksi E. kalubu yang hidup liar di alam hingga saat ini belum banyak dilaporkan. Hal ini menyebabkan perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik dari organ reproduksi jantan, yang terdiri dari: morfologi organ kelamin, kualitas spermatozoa yang berasal dari epididimis serta gambaran spermatogenesis pada E. kalubu sebagai data dasar yang akan mendukung perkembangbiakan di penangkaran. Bandikut (E. kalubu) jantan yang digunakan sebanyak 21 ekor berasal dari kabupaten Manokwari. Penelitian terbagi menjadi tiga tahap, yaitu pengamatan karakteristik organ reproduksi, karakteristik spermatozoa asal epidimis (motilitas, konsentrasi dan morfologi spermatozoa) dan tahapan spermatogenesis. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan variabel yang diukur adalah rata-rata yang didapat dari setiap variabel dengan menggunakan standar deviasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa testis E. kalubu berada di luar abdomen dan terbungkus oleh skrotum yang tidak berpigmen dengan organ reproduksi terdiri atas testis, epididimis, vas deferens dan dua buah kelenjar asesoris (kelenjar prostat dan cowper) serta memiliki ciri khas pada glans penis yang berbentuk bhipid (bercabang) dan tidak memiliki kelenjar vesikularis. Motilitas dan konsentrasi spermatozoa asal kauda epididimis meningkat sejalan dengan peningkatan kedewasaan. Spermatozoa E. kalubu memiliki bentuk kepala yang kecil dan batas antara kepala dengan ekor tidak sejelas pada spermatozoa ternak pada umumnya. Panjang kepala spermatozoa 2,91±0,40 μm, midpiece 13,99±0,87 μm dan principal piece adalah 145,59±5,38 μm dengan panjang total adalah 162,51±5,12 μm. Bandikut (E. kalubu) memiliki sembilan tahapan spermatogenesis dengan sepuluh langkah transformasi (perkembangan) spermatid menjadi spermatozoa. Kata kunci: Bandikut (Echymipera kalubu), spermatozoa, spermatogenesis

5 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa atau mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

6 KARAKTERISTIK REPRODUKSI BANDIKUT (Echymipera kalubu) JANTAN ANGELINA NOVITA TETHOOL Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Reproduksi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. drh. Tuty L. Yusuf, M.Si

8 Judul Tesis : Karakteristik Reproduksi Bandikut (Echymipera kalubu) Jantan Nama : Angelina Novita Tethool NRP : B Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si Ketua drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D, PAVet (K) Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biologi Reproduksi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. drh. M. Agus Setiadi Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 20 Oktober 2011 Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan kasih, berkat dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Karakteristik Reproduksi Bandikut (Echymipera kalubu) Jantan. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si dan drh. Srihadi Agungpriyono Ph.D, PAVet (K) selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan dan koreksi selama proses penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Tuty L. Yusuf, M.Si sebagai penguji luar komisi pada saat ujian tesis, Bapak Dr. drh. M. Agus Setiadi sebagai ketua Program studi serta seluruh staf pengajar Program studi Biologi Reproduksi atas segala ilmu yang diberikan selama ini, kepada Rektor, Dekan Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua yang telah memberikan kesempatan tugas belajar, kepada Departemen Pendidikan Nasional (DITJEN DIKTI) atas bantuan beasiswa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada program Pascasarjana di IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ibu Dr. drh. Savitri Novelina, drh. Sri Wahyuni, M.Si, mas Rudi, teman-teman KRP 2009 (Arie, mas Fitra, mas Ibnu, P Ullum, P Mazda, P Riky, P Herry, Bu Sri dan Bu Nur), rekan-rekan Lab. Fisiologi dan Reproduksi FPPK UNIPA (P Jen, P Priyo, P Irba dan K Uni) serta rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan dan saran-sarannya. Kepada Papa, Mama, Kakak-kakak, Adik-adik di Manokwari, Ibu mertua, kakak dan adik di Manado terima kasih atas dukungan moril dan doa selama ini. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada suami tercinta Luky Sembel dan anak tersayang Nicky Fidelis Adrie Sembel atas semangat, perhatian, pengertian dan kasih sayangnya selama ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan. Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat digunakan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Oktober 2011 Angelina N. Tethool

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manokwari Papua Barat pada tanggal 30 November 1980 dari ayah Johannes Tethool dan ibu Susana Jamlaay. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua dan lulus tahun Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Universitas Negeri Papua sejak tahun 2005 sampai sekarang. Penulis melanjutkan ke Program Magister Sains pada Program Studi Biologi Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor tahun 2009 dengan Beasiswa BPPS Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

11 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 4 TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Penyebaran Bandikut... 5 Anatomi dan Morfologi Organ Reproduksi Jantan... 7 Morfologi Spermatozoa... 9 Spermatogenesis dan Tahapan Tubuli Seminiferi Parameter Kualitas Spermatozoa BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Karakteristik Organ Reproduksi Karakteristik Spermatozoa Asal Epididimis Tahapan Spermatogenesis Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Organ Reproduksi Echymipera kalubu Jantan Testis Epididimis Vas deferens Kelenjar Asesoris Organ Kopulatoris Karakteristik Spermatozoa Asal Epididimis Motilitas Spermatozoa Konsentrasi Spermatozoa Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Tahapan Spermatogenesis KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xix xx xxi

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Dimensi Prostat pada Beberapa Spesies Marsupial Morfometri Organ Reproduksi Echymipera kalubu Jantan Motilitas (%) dan Konsentrasi (x10 6 /ml) Spermatozoa Echymipera kalubu yang Dikoleksi dari Kauda Epididimis Tingkat Abnormalitas Spermatozoa E. kalubu (%) Frekuensi Tahapan Spermatogenesis E. kalubu (%)... 39

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Echymipera kalubu Jantan Saluran Reproduksi Tammar wallaby (Macropus eugenii) Jantan Penampakan Ventral Saluran Reproduksi Bandikut (Isoodon Macrourus) Jantan Struktur Spermatozoa pada Mamalia Tahapan Fase Spermiogenesis Proses Spermatogenesis pada Mamalia Perkembangan Sel-Sel Germinal pada Tahapan Spermatogenesis Tikus Testis dan Penis Echymipera kalubu Organ Reproduksi E. kalubu Jantan Kelenjar Prostat Kelenjar Cowper Grafik Motilitas Spermatozoa E. kalubu yang Dikoleksi dari Kauda Epididimis (%) Grafik Konsentrasi Spermatozoa E. kalubu yang Dikoleksi dari Kauda Epididimis (x10 6 /ml) Spermatozoa Normal E. kalubu Morfologi Spermatozoa Abnormal E. kalubu Grafik Persentase Abnormalitas Spermatozoa E. kalubu Tahapan Siklus Tubuli Seminiferi pada Spermatogenesis E. kalubu (I-IX) Sembilan Tahapan Morfologi Siklus Tubuli Seminiferi E. kalubu Grafik Frekuensi Tahapan Spermatogenesis E. kalubu (%)... 40

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Bandikut (Echymipera kalubu) merupakan salah satu satwa endemik Papua yang saat ini statusnya masih sebagai hewan liar dan populasinya masih berlimpah pada habitat yang sesuai (Leary et al. 2008). Satwa ini tergolong Ordo Peramelemorphia dengan Famili Peramelidae dan Peroryctidae. Famili Peramelidae banyak terdapat di Australia, sedangkan Famili Peroryctidae terutama genus Echymipera banyak ditemukan pada daerah New Guinea termasuk Papua (Gordon & Hulberth 1989). Hewan ini merupakan hewan berkantung (Marsupialia) yang memiliki sifat nokturnal, soliter dan omnivora (Menzies 1991). Bandikut memiliki laju reproduksi yang paling tinggi diantara semua marsupialia dengan jumlah anak perkelahiran 2-4 ekor dan frekuensi beranak sebanyak 5-6 kali dalam setahun (Petocz 1994). Bandikut adalah hewan marsupialia (berkantung) yang dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani dan memiliki nilai etno-zoologis (rambut, tulang dan anak Bandikut umur 12 hari dipercaya berkhasiat untuk pengobatan) bagi masyarakat Papua (Warsono 2009). Penggunaan Bandikut sebagai model dalam penelitian hewan marsupial perlu mendapat perhatian mengingat hewan ini memiliki ukuran tubuh yang kecil sehingga memudahkan dalam penanganan, ekonomis dalam menggunakan bahan coba, lebih efisien dalam pemakaian ruang dan mudah untuk melakukan percobaan ulang karena statusnya yang masih melimpah pada habitat aslinya. Satwa ini memiliki struktur organ reproduksi yang unik, dimana saluran akhir alat reproduksi, saluran kencing dan saluran pembuangan kotoran bermuara dalam satu saluran anus mirip kloaka pada unggas (Warsono 2009). Pemanfaatan satwa liar secara umum yang berasal dari alam, nantinya dapat menyebabkan menurunnya jumlah populasi sehingga perlu adanya suatu upaya penanganan yang mengarah pada kegiatan konservasi. Konservasi merupakan upaya yang umumnya bertujuan untuk melestarikan dan melindungi keanekaragaman genetika, species atau jenis dan untuk memanfaatkannya bagi kepentingan manusia. Konservasi secara in situ dan ex situ merupakan kegiatan yang saat ini banyak dilakukan terhadap satwa liar. Informasi tentang status

15 2 biologi reproduksi dari satwa liar sangat penting untuk pelaksanaan kegiatan konservasi ex situ. Salah satu aspek dalam biologi reproduksi satwa liar adalah pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi dari organ reproduksi baik jantan maupun betina, yang dapat digunakan untuk proses pembudidayaan, perkembangbiakkan, serta bahan penentu kebijakan dalam pengelolaan kehidupan satwa di penangkaran. Proses pembudidayaan Bandikut (E. kalubu) sebagai salah satu satwa harapan untuk dijadikan sumber protein hewani (ternak pedaging) diperlukan beberapa tahapan pengkajian. Komponen yang perlu diteliti meliputi jenis pakan, tingkah laku, habitat yang disenangi, upaya untuk mengubah pakan alami, daya adaptasi selama proses budidaya serta faktor reproduksi yang merupakan faktor penentu dalam keberhasilan budidaya (Warsono 2009). Faktor-faktor ini merupakan dasar yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengoptimalkan produktivitas serta usaha domestikasi Bandikut (E. kalubu). Keberhasilan budidaya sangat dipengaruhi oleh aspek fisiologi organ reproduksi. Organ reproduksi hewan jantan berkaitan dengan tingkat fertilitas yang dapat diketahui dengan melihat kondisi semen dan spermatozoa. Informasi mengenai kualitas spermatozoa juga dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya preservasi maupun kriopreservasi. Spermatozoa dapat dikoleksi dari epididimis ternak atau hewan dan dapat dimanfaatkan dalam prosedur teknologi reproduksi. Menurut Hafez dan Hafez (2000) pada fertilisasi in vitro (IVF) spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis telah memiliki motilitas dan kemampuan membuahi oosit yang sama baiknya dengan spermatozoa hasil ejakulasi. Beberapa upaya telah dilakukan untuk memanfaatkan spermatozoa epididimis satwa liar diantaranya pada Petaurus breviceps papuanus T. (Suarni & Ermayanti 2009), Iberian red deer (Cervus elaphus hispanicus) (Santoz et al. 2006), Elan (Taurotragus oryx) (Bisset & Bernard 2010), Kucing (Cocchia et al. 2009). Informasi tentang reproduksi hewan jantan secara khusus mengenai dinamika spermatogenesis merupakan hal mendasar yang dapat digunakan untuk mencegah spesies dari kepunahan serta meningkatkan program pemuliaan pada spesies tertentu secara alami maupun buatan (Comizzoli et al. 2000). Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa yang diawali

16 3 dengan proliferasi secara mitosis spermatogonium dan kemudian spermiogenesis dimana spermatid haploid akan berkembang menjadi spermatozoa (Almeida et al. 2006). Aktivitas spermatogenesis dapat diamati secara morfologi melalui sediaan histologi, melalui pendeteksian imunohistokimia (keberadaan hormon steroid di jaringan testis) dan histokimia (keberadaan ikatan lektin). Tehnik-tehnik ini dapat digunakan untuk mengetahui dan menduga proses-proses spermatogenesis yang terjadi di dalam tubuli seminiferi. Berbagai penelitian terkait reproduksi Bandikut di Australia telah banyak dilakukan diantaranya meliputi reproduksi Northen Brown Bandicoot (Isoodon macrourus) (Vernes & Pope 2009), ritme aktivitas dari Southern Brown Bandicoot (Isoodon obelus) di penangkaran (Larcombe 2003), fisiologi reproduksi Bilby betina (Macrotis lagotis Thylacomidae) (Ballantyne et al. 2009), pengaruh perubahan musim pada saluran reproduksi Bandikut jantan (Isoodon macrourus) (Thodunter & Gemmel 1987) dan kebiasaan Bandikut menggali sebagai suatu upaya adaptasi lingkungan (Long 2009). Saat ini penelitian mengenai Bandikut yang tersebar di daerah Papua belum banyak dilaporkan, beberapa penelitian yang telah dilakukan meliputi sifat biologis dan karkas daging Bandikut (Warsono 2009) serta tingkah laku harian Bandikut di penangkaran (Manufandu 2000). Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik reproduksi Bandikut (E. kalubu) jantan sebagai upaya untuk mendapatkan informasi tentang status biologi reproduksi yang dimiliki pada spesies ini. Tujuan Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: 1. Mempelajari karakteristik organ reproduksi Bandikut (E. kalubu) jantan. 2. Mempelajari kualitas spermatozoa Bandikut (E. kalubu) asal kauda epididimis. 3. Mempelajari tahapan spermatogenesis Bandikut (E. kalubu).

17 4 Manfaat Hasil penelitian ini berguna sebagai data dasar dan informasi yang penting dalam upaya perkembangbiakkan dan preservasi sumber genetik Bandikut (E. kalubu) untuk menunjang upaya konservasi yang akan dilakukan pada spesies ini.

18 TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Penyebaran Bandikut Sistematika zoologis Bandikut adalah sebagai berikut (Petocz 1994) (Gambar 1): Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia Infraclass : Methatheria Superordo : Marsupialia Ordo : Peramelemorphia Famili : Peroryctidae Genus : Echymipera Species : Echymipera kalubu Gambar 1 Echymipera kalubu jantan Bandikut memiliki ordo yang dibedakan dalam dua famili, yaitu Peramelidae (bandicoots and bilbies) memiliki empat genus, sepuluh spesies, dan Peroryctidae (Peroryctid bandicoots) mempunyai empat genus dan sebelas spesies (Lindenmayer 1997). Famili Peramelidae banyak terdapat di Australia,

19 6 sedangkan famili Peroryctidae terutama genus Echymipera banyak ditemukan di kepulauan Maluku dan New Guinea (Menzies 1991). Daratan New Guinea memiliki tiga genus (Peroryctes, Microperoryctes dan Rhynchomeles) dengan sebelas spesies merupakan endemik dan genus Echymipera yang merupakan pusat genus di New Guinea dengan empat spesies dan satu spesies diantaranya meluas sampai di bagian utara Australia. Genus lain (Isodoon) merupakan pusat genus di Australia dengan satu spesies juga penyebarannya meluas sampai ke New Guinea bagian selatan (Graeme & Maynes 1990). Bandikut merupakan hewan nokturnal, soliter dan omnivora. Jumlah spesies Bandikut di dunia adalah sebanyak 21 spesies, sebagian besar hanya ditemukan di New Guinea dan sedikit di pesisir utara dan timur Australia. Secara umum daerah penyebaran Bandikut dari ketinggian meter dari permukaan laut pada habitat padang rumput alam, alang-alang, hutan terbuka, hutan hujan dataran rendah, hutan lebat, hutan lumut dan areal pepohonan (Menzies 1991). Echymipera kalubu dikenal juga sebagai bandikut kepala hitam. Bagian kepala berwarna kehitaman dan memiliki warna yang lebih terang pada bagian tenggorokan dan pipi. Bandikut jenis ini mempunyai ciri rambut yang tajam, bagian punggung kehitaman dengan sejumlah variasi kuning kecoklatan sampai leher. Warna rambut coklat muda pada bagian ventral dan coklat gelap kehitaman dengan ujung lebih pucat. Moncong agak panjang, telinga ekor dan kaki pendek serta memiliki empat pasang gigi seri (Graeme & Maynes 1990). Telapak kaki belakang berwarna hitam dan tidak terlalu berkembang dengan sempurna dibanding Echymipera pada umumnya. Bobot badan jantan lebih besar daripada betina dengan kisaran g untuk jantan dan g untuk betina (Warsono 2009). Spesies ini merupakan bentuk fauna peralihan antara Australia Utara dan New Guinea. Populasinya tersebar luas di dataran rendah pada habitat hutan tertutup, hutan terbuka, padang rumput dan semak belukar yang lebih kering di pulau Waigeo, Biak dan Yapen serta bagian utara, timur, Manokwari, Merauke dan selatan New Guinea dengan ketinggian 1550 m dari permukaan laut (Gordon et al. 1990; Warsono 2009; Yohanita 2009).

20 7 Anatomi dan Morfologi Organ Reproduksi Jantan Sistem reproduksi hewan jantan secara umum terdiri atas sepasang testis, vas deferens, epididimis, kelenjar asesoris dan penis. Marsupial jantan memiliki saluran reproduksi yang terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, kelenjar prostat, kelenjar Cowper, penis dan glans penis yang berbentuk bhipid atau tunggal (Renfree 1993). Bagian-bagian organ reproduksi marsupial jantan dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Saluran reproduksi Tammar Wallaby jantan (Macropus eugenii) (Sumber: Renfree 1993). Testis merupakan organ reproduksi primer tempat dihasilkannya spermatozoa yang akan membuahi oosit pada hewan betina sewaktu terjadi perkawinan dan fertilisasi. Testis mengandung lobuli testis yang membentuk saluran-saluran kecil yang disebut tubuli seminiferi tempat berlangsungnya proses spermatogenesis. Pada bagian mediastinum testis, tubuli bergabung membentuk rete testis kemudian melalui duktus eferens dihubungkan dengan bagian kepala epididimis (kaput epididimis). Epididimis merupakan suatu struktur memanjang yang bertaut rapat dengan testis. Epididimis terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kaput epididimis (kepala) membentuk suatu penonjolan yang dimulai pada ujung proximal testis

21 8 yang berfungsi dalam penyerapan cairan, korpus epididimis (badan) berada pada bagian tengah yang berfungsi dalam pematangan spermatozoa dan kauda epididimis (ekor) berada pada ujung distal dari testis yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan spermatozoa (Biscoe & Renfree 1987). Kauda epididimis merupakan tempat penyimpanan spermatozoa dan mengandung sekitar 75% total spermatozoa epididimis (Hafez 2000). Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang tidak berpasangan dan mengelilingi pelvis uretra. Kelenjar ini menghasilkan sekresi alkalin yang memberikan bau khas pada cairan semen serta berfungsi mensekresikan cairan untuk membersihkan dan menetralisir uretra dari bekas urine dan kotoran-kotoran lain sebelum ejakulasi. Kelenjar Cowper merupakan sepasang kelenjar kecil yang terletak pada tiap sisi pelvis uretra. Penis merupakan organ kopulatoris dan berfungsi sebagai tempat pengeluaran urine dan deposisi semen ke dalam saluran reproduksi betina. Penis mamalia memiliki tiga bagian cekungan yang terdapat pada sekitar penile uretra (Hafez 2000). Skrotum merupakan suatu kantong yang berfungsi untuk melindungi testis dan epididimis serta mempertahankan suhu yang lebih rendah daripada suhu badan yang diperlukan untuk proses spermatogenesis. Pada Eastern barred bandicoot testes berada di luar dan dibungkus dengan skrotum. Perkembangan terjadi pada kelenjar-kelenjar asesoris, seperti kelenjar prostat yang berada subkutan dan terletak pada anterior kloaka (Gambar 3). Penis pada hewan ini berbentuk S dan berakhir pada glans penis yang berbentuk bhipid. Glans penis yang berbentuk bhipid kemungkinan berhubungan dengan bentuk vagina marsupial yang terdiri atas dua bagian, yaitu dua lateral vagina dan median vagina (Biscoe & Renfree 1987). Selanjutnya kantung kencing yang dimiliki hewan ini terletak pada bagian dorsal prostat (Seebeck 2001). Echymipera kalubu jantan ditandai dengan adanya dua buah testes yang terbungkus dalam skrotum menggantung keluar abdomen sekitar tiga cm dari anus. Saluran akhir alat reproduksi, saluran kencing dan saluran pembuangan kotoran bermuara dalam satu saluran anus mirip kloaka pada unggas (Warsono 2009).

22 9 A Gambar 3 Penampakan ventral saluran reproduksi Bandikut (Isoodon macrourus) jantan (A) selama musim tidak kawin (B) selama musim kawin. B: Bladder, P: Prostat, V: Vas deferens, M: Membranous urethra, T: Testis, E: Epididimis (Sumber: Thodunter & Gemmel 1987). Morfologi Spermatozoa Spermatozoa memiliki dua bagian utama yaitu kepala yang mengandung inti (nukleus) dan ekor (flagellum) (Gambar 4). B Bagian ekor terdiri atas leher (neck piece), badan (middle piece), ekor utama (principal piece) dan ujung ekor (end piece). Gambar 4 Struktur spermatozoa pada mamalia. a. Spermatozoa tikus. b. Spermatozoa manusia. H: Kepala, Ne: Leher, MP-EP: Ekor (MP: Middle piece, PP: Principal piece, EP: End piece) (Sumber: Toshimori 2009). Struktur kepala Kepala spermatozoa berfungsi sebagai pembawa dan menjaga DNA hingga terjadinya fertilisasi. Bagian kepala spermatozoa terdiri atas daerah anterior yang terdapat akrosom dan daerah posterior yang terdapat selubung post

23 10 akrosom. Pembentukan akrosom terjadi pada tahap spermiogenesis dari proses spermatogenesis. Fase spermiogenesis terdiri atas fase golgi, fase cap (tudung), fase akrosomal dan fase pematangan atau maturasi (Senger 2005) (Gambar 5). Akrosom adalah derivat dari apparatus golgi yang terbentuk sepanjang tahap awal spermatogenesis. Akrosom spermatozoa berfungsi dalam menginisiasi reaksi fisikokimia pada saat fertilisasi dan mengandung glikoprotein yang disekresikan oleh retikulum endoplasma serta apparatus golgi, termasuk enzimenzim yang digunakan pada waktu penetrasi spermatozoa. Pembentukan akrosom terjadi pada tahap spermiogenesis dari spermatogenesis. Fase spermiogenesis terdiri atas empat tahap (Gambar 6), yaitu: Fase Golgi Fase golgi merupakan tahap pertama dari pembentukan akrosom. Pada tahap ini terbentuk granula proakrosomal pada gelembung golgi yang kemudian bergabung membentuk butir akrosom tunggal dalam gelembung akrosomal. Sentriol proksimal akan bergerak dari sitoplasma ke dasar nukleus yang nantinya akan menjadi leher antara kepala dan ekor. Sentriol distal berkembang menjadi aksonema (flagella di ekor). Fase Cap (Tudung) Terjadi pergerakan butir akrosom ke arah anterior. Butir-butir akrosom akan memipih yang disebut inner dan outer akrosom serta terdapat membran. Ekor akan terbentuk dari sentriol distal. Spermatid akan bergerak ke arah lumen tubuli seminiferi. Fase akrosomal Akrosom kemudian akan berkembang menutup duapertiga area kepala. Kepala dan sitoplasma akan memanjang dan inti akan mengalami kondensasi. Terdapat mikrotubulus dari selubung yang akan menjadi postnuclear cap. Spermatid tertanam di sel sertoli dengan ekor yang menuju lumen tubuli.

24 11 A B C Gambar 5 Tahapan fase spermiogenesis. A. Fase golgi, B. Fase cap (tudung), C. Fase akrosomal, D. Fase pematangan (maturation) (Sumber: Senger 2005). Fase pematangan (maturation) Spermatid akan memanjang dan akan dilepaskan ke lumen dan sisa sitoplasma akan bergerak ke arah posterior. D Mitokondria akan mengelilingi flagella dari dasar inti sampai dengan sepertiga dari ekor. Granul kromatin yang berkondensasi akan diganti dengan protamin di dalam inti. Struktur Ekor Bagian ekor terdiri atas leher (neck piece), badan ekor (middle piece), ekor utama (principal piece) dan ujung ekor (end piece). Leher (neck piece) merupakan bagian yang paling pendek dan terletak antara kepala dan leher. Badan ekor (middle piece) merupakan bagian dari ujung bagian bawah leher hingga annulus (struktur pita yang melingkar antara bagian badan dan ekor utama). Ekor utama (principal piece) merupakan bagian terpanjang dari flagella mulai dari annulus hingga ujung atas dari bagian ujung ekor. Ujung ekor (end piece) merupakan bagian akhir dari ekor, bagian ini diawali dari berakhirnya selubung serabut (Garner & Hafez 2000).

25 12 Leher (connecting piece) Leher adalah bagian terpendek dan terletak antara kepala dan ekor. Bagian utama adalah kapitulum yang merupakan bagian berkolom dan dan memiliki struktur serabut yang pekat. Pada bagian yang berkolom terdapat sentriol proksimal, dimana sentriol ini berperan dalam pembentukan aksonema selama spermiogenesis. Pada spermatozoa dewasa fungsi sentriol ini belum diketahui. Badan (midpiece) Bagian ini dimulai dari ujung bawah bagian leher hingga annulus (struktur pita yang melingkar antara bagian badan dan ekor utama). Ciri dari bagian ini adalah adanya mitokondria yang tersusun heliks sebagai sumber energi untuk pergerakan spermatozoa dan selubung mitokondria. Membran mitokondria sangat stabil dan tahan terhadap tekanan selama pergerakan flagella. Ekor utama (principal piece) Ekor utama adalah bagian terpanjang dari flagella yang dimulai dari annulus hingga ujung atas bagian ujung ekor. Pada bagian ini terdapat selubung serabut, struktur skeletal yang mengelilingi aksonema dan serabut tebal. Fungsi selubung serabut mirip dengan serabut tebal yaitu untuk mengontrol pergerakan flagella. Ujung ekor (endpiece) Bagian ini merupakan bagian akhir dari ekor, dimana bagian ini diawali dari berakhirnya selubung serabut. Ujung ekor merupakan tempat berakhirnya elemen aksonema yang ditandai dengan adanya mikrotubul subunit A tanpa dyenin dan ketiadaan mikrotubul subunit B. Spermatogenesis dan Tahapan Tubuli Seminiferi Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa yang diawali terbentuknya spermatogonia yakni sel germinal di dalam tubuli seminiferi. Spermatogenesis terjadi dalam struktur ekstensif tubuli seminiferi dari testis. Tubuli seminiferi dilapisi oleh epitel seminiferi dan mengandung cairan lumen, dimana spermatozoa dilepaskan sepenuhnya terbentuk. Epitel seminiferi terdiri dari dua tipe sel dasar, yaitu somatik dan sel-sel germinal. Germinal sel

26 13 ditemukan pada tahapan yang berbeda dari dasar tubuli hingga lumen dan dikelilingi oleh sitoplasma dari sel somatik dan sel Sertoli (Hess 1999). Gambar 6 Proses spermatogenesis pada mamalia (Sumber: Anonim 2010). Spermatogenesis terbagi atas tiga fase, yaitu fase proliferasi, meiosis dan spermiogenesis (Hess 1999; Senger 2005; Dreef et al. 2007). Fase proliferasi merupakan fase pertama, dimana spermatogonium adalah sel yang paling matang dan terletak di sepanjang dasar epitel seminiferi. Pada tahap mitosis, spermatogonia yang berkumpul di membran basalis (spermatogonia tipe A) membelah empat kali untuk membentuk 16 sel yang selanjutnya disebut spermatogonia tipe B. Spermatogonia B merupakan tahap terakhir pada pembelahan secara mitosis. Tahap ini menghasilkan sel untuk memasuki fase kedua, yaitu spermatosit preleptotene yang akan bergerak menjauhi dasar tubuli seminiferi dan mendekati sertoli junction (Gambar 7) (Hess 1999). Fase meiosis terjadi proses reduction-division, yang merupakan mekanisme biologis dimana sebuah sel germinal tunggal dapat meningkatkan kandungan DNA-nya, kemudian membagi dua kali untuk menghasilkan empat sel

27 14 germinal individu yang mengandung untai tunggal setiap kromosom atau setengah jumlah kromosom yang biasanya ditemukan dalam sel-sel tubuh (Hess 1999). Tahap pembelahan meiosis, terjadi sintesis DNA serta pembelahan spermatosit primer yang mengandung 23 pasang kromosom menjadi spermatosit sekunder yang mengandung 23 pasang kromosom. Spermatosit ini akan mengalami pembelahan meiosis kedua untuk memproduksi spermatid dengan jumlah kromosom 23. Proses meiosis diperpanjang selama jangka waktu yang panjang, karena itu spermatosit ditemukan di setiap tahap spermatogenesis dan dua jenis spermatosit yang berbeda dapat diamati dalam beberapa tahap (Gambar 7). Tahap spermiogenesis merupakan tahap dimana setiap spermatid dibentuk kembali secara fisik oleh sel sertoli dengan menghilangkan beberapa sitoplasma; mengatur kembali bahan kromatin dari inti spermatid untuk membentuk satu kepala yang padat dan megumpulkan sisa sitoplasma dan membran sel pada salah satu ujung dari sel untuk membentuk ekor (Gambar 6). Fase spermiogenesis terdiri dari tiga tahapan secara umum, yaitu: inti memanjang dan kromosom berkondensasi, aparatus golgi menghasilkan lisosom seperti granul dan sel membentuk ekor panjang yang dilapisi mitokondria (Hess 1999). Epitel tubuli seminiferi dari marsupial terdiri atas lapisan-lapisan germinal sel dan sel-sel Sertoli (Biscoe & Renfree 1987). Lebih lanjut dikatakan bahwa siklus di dalam tubuli seminiferi dapat dikelompokkan berdasarkan tahapan spermatogenesis yang berlangsung di dalam tubuli seminiferi pada testis. Lapisan epitel tubuli seminiferi testis terdiri atas spermatogonia, spermatosit dan spermatid. Pada proses spermatogenesis terjadi proses diferensiasi spermatogonia (diploid) menjadi spermatozoa (haploid). Pembentukan spermatozoa dari spermatogonia terjadi melalui beberapa tahapan tertentu yang ditandai dengan perubahan sel-sel spermatogenik (Biscoe & Renfree 1987). Proses spermatogenesis merupakan proses yang dikendalikan oleh susunan syaraf pusat, melalui poros hipotalamus-hipofisis dan juga secara lokal pada testis. Kelenjar hipofisis anterior mensekresikan hormon gonadotropin Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) di bawah pengaruh GnRH dimana FSH mempunyai peranan terhadap perkembangan sel-sel sertoli, sedangkan LH berperan terhadap sel-sel Leydig dalam memproduksi dan

28 15 mensekresikan testosterone. Testosterone yang dihasilkan akan berdifusi ke tubuli seminiferi untuk mengatur spermatogenesis dan bertugas memelihara selsel Sertoli. Sel sertoli merupakan sel pemelihara sel-sel spermatogenik (Senger 2005). Gambar 7 Perkembangan sel-sel germinal pada tahapan spermatogenesis tikus (Sumber: Dreef 1999). Parameter Kualitas Spermatozoa Evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui kualitas spermatozoa meliputi evaluasi makroskopis dan mikroskopis. Evaluasi makroskopis meliputi volume semen, warna, konsistensi (kekentalan) dan ph (derajat keasaman). Evaluasi mikroskopis meliputi gerakan massa, motilitas, konsentrasi, morfologi dan abnormalitas spermatozoa. Volume semen bagi setiap individu bervariasi tergantung pada perbedaan umur, bangsa, nutrisi, libido dan kondisi dari individu itu sendiri. Warna semen umumnya berkaitan erat dengan konsentrasi dan konsistensi. Semakin tinggi konsentrasi spermatozoa dapat mengakibatkan meningkatnya konsistensi dan kepekaan warna semen.

29 16 ph (derajat keasaman) dapat mempengaruhi daya tahan spermatozoa. Semakin rendah atau semakin tinggi dari ph normal dapat menyebabkan kematian spermatozoa. ph semen normal bervariasi antara dengan rata-rata Variasi ph semen kemungkinan dipengaruhi oleh konsentrasi asam laktat yang dihasilkan dalam proses akhir metabolisme. Metabolisme spermatozoa dalam keadaan anaerobik akan menghasilkan asam laktat yang tertimbun dan meningkatkan atau menurunkan derajat keasaman. Konsentrasi spermatozoa penting untuk diketahui karena hal ini sebagai kriteria penentu kualitas semen. Derajat kekeruhan spermatozoa ditentukan oleh konsentrasi spermatozoa. Semakin banyak konsentrasi spermatozoa menyebabkan semakin keruh warna semennya. Motilitas atau daya gerak spermatozoa ditentukan setelah melakukan penampungan semen. Faktor yang mempengaruhi motilitas spermatozoa terbagi menjadi dua, yaitu faktor endogen yang meliputi umur sperma, maturasi sperma, penyimpanan energi (ATP), agen aktif dan faktor eksogen yang meliputi biofisik dan fisiologi, cairan suspensi dan adanya rangsangan hambatan (Ax et al. 2000). Pengamatan motilitas spermatozoa dapat dilakukan menggunakan mikroskop dengan lensa objektif 40X pada ulasan semen di atas objek glass yang ditutup cover glass. Motilitas spermatozoa berperan dalam penentuan kualitas semen karena akan berkaitan erat dengan kemampuan spermatozoa dalam melakukan aktivitas fertilisasi. Gerakan merupakan cerminan dari motilitas spermatozoa. Semakin aktif dan semakin banyak bergerak ke depan maka nilai dari gerakan tersebut semakin baik. Gerakan individu yang progresif akan menyebabkan spermatozoa menjadi semakin cepat bertemu dengan ovum. Gerak melingkar atau mundur yang terjadi pada spermatozoa menunjukkan bahwa terjadi cold shock, penurunan suhu secara mendadak, panas yang berlebihan, adanya bahan-bahan kimia dan benda asing. Secara morfologi abnormalitas spermatozoa dikategorikan menjadi abnormalitas primer (berkaitan dengan kepala sperma dan akrosom), sekunder (berkaitan dengan keberadaan droplet pada bagian tengah ekor) dan tersier (berkaitan dengan kerusakan ekor) (Ax et al. 2000). Barham dan Pennington (2009) membagi abnormalitas atas abnormalitas primer dan abnormalitas

30 17 sekunder. Abnormalitas primer merupakan bentuk-bentuk perubahan yang terjadi pada proses spermatogenesis di dalam tubuli seminiferi. Bentuk-bentuk abnormalitas ini antara lain kepala yang terlampau besar (macrocephalus) dan kecil (microcephalus), kepala pendek dan melebar, ekor ganda dan ekor melingkar (coiled), putus atau terbelah. Abnormalitas sekunder terjadi setelah spermatozoa meninggalkan tubuli seminiferi, selama perjalanan melalui epididimis, ejakulasi atau penampungan ejakulat termasuk pemanasan yang berlebihan, pendinginan yang cepat, kontaminasi dengan air, urin dan antiseptik. Bentuk-bentuk abnormalitas ini meliputi kepala tanpa ekor, bagian tengah yang melipat, adanya butiran-butiran sitoplasmik proksimal atau distal dan selubung akrosom yang lepas.

31 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari-Juli 2011 di Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua, Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi dan Laboratorium Riset Anatomi Departermen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan 21 ekor Bandikut (E. kalubu) jantan dari kabupaten Manokwari yang dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan berat badan, yaitu kelompok prapubertas: g, dewasa muda: > g dan dewasa: > 850 g (dewasa). Echymipera kalubu jantan mulai kawin dengan berat badan 650 g (Lyne 1964, diacu dalam Warsono 2009) dan jantan dewasa dengan kisaran berat badan g (Flannery 1995). Penelitian yang dilakukan terdiri dari tiga macam pengamatan, yaitu pengamatan karakteristik organ reproduksi (bagian dari organ reproduksi), karakteristik spermatozoa asal kauda epididimis (motilitas spermatozoa, konsentrasi spermatozoa dan morfologi yang meliputi abnormalitas spermatozoa serta morfometri spermatozoa) dan gambaran tahapan spermatogenesis yang diamati melalui gambaran tubuli seminiferi dari sediaan histologi. Untuk pengamatan ini hewan dikorbankan dengan cara pengeluaran darah (exsanguinasi) dari arteri carotis communis setelah hewan dianastesi dengan kombinasi ketaminhidroklorida (50 mg/kgbb) dan xylazin-hidroklorida (10 mg/kgbb) (Schaeffer 1997; Fowler 2008). 1. Karakteristik Organ Reproduksi Pengamatan makroskopis dilakukan terhadap bentuk dari organ reproduksi jantan. Pengamatan morfometri dilakukan melalui pengukuran panjang, lebar dan berat dari organ-organ reproduksi yang meliputi: Testis, Epididimis,

32 20 Vas deferens, Kelenjar Prostat, Kelenjar Cowper (Kelenjar Cowper 1 dan Cowper 2), Crus Penis, Penis, Glans penis (Thodunter & Gemmel 1987; Renfree 1993). Bahan yang digunakan kertas tissue, NaCl fisiologis, sedangkan alat yang digunakan adalah spuit 1 ml, scalpel, pinset, gunting, kaliper (mm) dan pita ukur (cm). Testis: pengukuran panjang dan diameter dilakukan dengan menggunakan kaliper. Pengukuran panjang dimulai pada ujung testis dari salah satu sisi ke sisi yang lain tanpa epididimis. Pengukuran diameter dilakukan pada bagian tengah dari testis kemudian dilakukan penimbangan. Epididimis: pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan kaliper, dimulai dari kaput hingga kauda epididimis, kemudian dilakukan penimbangan. Vas deferens: panjang vas deferens diukur dengan menggunakan kaliper yang dimulai dari akhir kauda epididimis hingga ujung akhir vas deferens yang berada dekat prostat. Kelenjar Prostat: pengukuran panjang, lebar dan tebal menggunakan kaliper dan selanjutnya ditimbang. Kelenjar Cowper 1: pengukuran tebal menggunakan kaliper selanjutnya ditimbang. Kelenjar Cowper 2: pengukuran tebal menggunakan kaliper selanjutnya ditimbang. Crus Penis: pengukuran tebal menggunakan kaliper dan selanjutnya ditimbang. Penis: pengukuran panjang total penis dimulai dari pangkal penis hingga ke ujung penis dan juga dilakukan pengukuran panjang glans penis. 2. Karakteristik Spermatozoa Asal Epididimis Koleksi spermatozoa dilakukan dengan menyayat kauda epididimis. Evaluasi yang dilakukan terhadap spermatozoa epididimis meliputi: Motilitas spermatozoa, Konsentrasi spermatozoa dan Morfologi spermatozoa. Bahan dan alat yang digunakan adalah epididimis, NaCl, formolsaline, pewarna Carbofuchsin (William s stain), alkohol absolut, chloramin 0.5%, alkohol 95%, air destilasi dan kertas tissue. Peralatan yang digunakan meliputi object glass, cover glass, jarum suntik 5 ml, mikropipet 1-10 µl, kotak hitung Neubauer, bak pewarna, sentrifuse dan mikroskop cahaya Olympus CH20.

33 21 Motilitas spermatozoa Motilitas spermatozoa dihitung dengan menempelkan kauda yang telah disayat pada object glass kemudian diteteskan NaCl sebanyak 1 tetes. Campuran spermatozoa dan NaCl tadi diambil satu tetes dan diteteskan pada object glass yang lain dan ditutup dengan cover glass. Motilitas spermatozoa selanjutnya diamati aktivitas gerak spermatozoa dimana spermatozoa hidup akan bergerak dan spermatozoa dinilai dari lima lapang pandang. Spermatozoa yang motil akan bergerak ke depan dan spermatozoa yang bergerak ditempat, bergerak melingkar, bergerak mundur dan diam sebagai spermatozoa yang tidak motil, penilaian menggunakan skoring 0-100%. Konsentrasi spermatozoa Kauda epididimis disayat-sayat kemudian di flushing menggunakan NaCl sebanyak 5 ml. Spermatozoa yang telah di flushing kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit (Setiadi et al. 2006). Cairan diatas kemudian dibuang, suspensi padat yang terdapat di bagian bawah diambil sebanyak 5 μl dan diencerkan dengan formolsaline, dihomogenkan dan diteteskan satu tetes pada kotak hitung Neubauer. Konsentrasi spermatozoa merupakan jumlah spermatozoa yang telah diperoleh dikalikan dengan faktor pengencer dan faktor hemositometer. Morfologi spermatozoa Morfologi spermatozoa diamati pada sediaan ulas yang diwarnai dengan Carbofuchsin (William s stain). Spermatozoa epididimis yang telah dicampur dengan NaCl, dihomogenkan dengan batang pengaduk, dibuat preparat ulas tipis (smear) dan dikeringudarakan. Kemudian preparat ulas ini difiksasi dan dicuci dengan alkohol absolut selama 4 menit dan keringudarakan. Setelah itu preparat dimasukkan di dalam chloramin 0.5% selama 2 menit dan dicuci dengan air destilasi, alkohol 95% dan diwarnai dengan larutan William s selama 8-10 menit. Tahap akhir preparat dicuci dengan air mengalir perlahan dan dikeringkan. Morfologi dan abnormalitas spermatozoa dievaluasi dari 10 lapang pandang menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran lensa objektif 40X (Arifiantini et al. 2006).

34 22 3. Tahapan Spermatogenesis Bahan dan alat yang digunakan adalah testis, NaCl fisiologis, kertas tissue, paraformaldehid 4%, alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70, 80, 90, 95 dan 100%), xylol, paraffin, aquades, pewarna periodic acid Schiff (PAS) dan perekat entelan. Peralatan yang digunakan adalah botol sampel, pinset, wadah penyimpan jaringan, object glass dan penutup, inkubator 37 0 C, inkubator paraffin, blok kayu, bunsen, mikrotom, water bath, meja pemanas, termometer, mikroskop Olympus BX41. Untuk pengamatan spermatogenesis (proses pembentukan spermatozoa) yang berlangsung di dalam tubuli seminiferi, testis difiksasi dengan larutan paraformaldehid 4% selama 3x24 jam, kemudian jaringan diproses hingga menjadi blok parafin. Jaringan dalam blok paraffin dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 3 µm dan dilekatkan pada object glass. Sediaan histologi kemudian diwarnai dengan Periodic Acid Schiff (PAS) untuk menentukan tahapan spermatogenesis (Kiernan 1990). Frekuensi tahapan spermatogenesis ditentukan dengan cara jumlah tubuli pada masing-masing tahapan dibagi dengan jumlah total tubuli dikali dengan 100. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan konfirmatif dengan variabel yang diukur adalah rata-rata yang didapat dari setiap variabel dengan menggunakan standar deviasi.

35 HASIL DAN PEMBAHASAN Bandikut (E. kalubu) memiliki dua buah testis diluar abdomen dengan posisi menggantung secara transversal. Testis terbungkus oleh skrotum yang tidak berpigmen (berwarna putih) dan tidak ditumbuhi rambut. Menurut Biscoe dan Renfree (1987), beberapa kelompok marsupial memiliki skrotum yang berpigmen dan tidak berpigmen. Penis dikeluarkan melalui satu saluran bersamasama dengan saluran pembuangan kotoran (satu saluran anus mirip kloaka) (Gambar 8). Pada E.kalubu dewasa jarak antara kloaka dengan testis adalah 22.25±0.3 mm. Gambar 8 Testis dan Penis Echymipera kalubu. Organ Reproduksi Echymipera kalubu Jantan Struktur organ reproduksi E. kalubu jantan mirip dengan organ reproduksi marsupial jantan lainnya yaitu tidak memiliki kelenjar vesikularis. Organ-organ tesebut terdiri atas sepasang testis, epididimis dan vas deferens, kelenjar prostat, dua buah kelenjar Cowper (bulbouretral), crus penis, penis serta glans penis yang berbentuk bhipid (bercabang dua) (Gambar 9). Hasil penelitian ini mirip dengan hasil penelitian Paris et al. (2005) pada Tammar wallaby (Macropus eugenii), namun Tammar wallaby memiliki glans penis yang tunggal dan tiga buah kelenjar Cowper. Gambar 9 diambil dari kelompok E. kalubu dewasa. Gambaran organ reproduksi dapat dilihat secara jelas pada kelompok dewasa, karena pada kelompok ini organ-organ reproduksi telah terbentuk dengan sempurna serta tidak berubah (tetap).

36 24 Gambar 9 Organ reproduksi E. kalubu jantan; 1). Testis; 2). Epididimis; 3). Vas deferens; 4). Kelenjar Prostat; 5). Kelenjar Cowper; 6). Crus penis; 7). Penis; 8). Uretra; 9). Vesica urinaria; 10). Ginjal. Bar: 1 cm Testis Testis berfungsi untuk menghasilkan spermatozoa dan sekresi hormon androgen (Senger 2005). Testis E. kalubu berbentuk elipsoid dengan ukuran (panjang dan berat) yang meningkat seiring dengan perkembangan kedewasaan. Hasil yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Biscoe dan Renfree (1987), bahwa testis pada marsupial dewasa umumnya berbentuk elipsoid. Ukuran panjang dan berat testis berbeda pada setiap kelompok, yaitu prapubertas mempunyai panjang 9.83±0.16 mm, meningkat pada dewasa muda, yaitu 14.30±0.11 mm dan paling besar pada dewasa, yaitu 14.98±0.24 mm serta memiliki berat masing-masing 0.33±0.01 g, 0.83±0.01 g dan 0.94±0.03 g. Berat testis E. kalubu hasil penelitian lebih kecil bila dibandingkan dengan kelompok marsupial lainnya, seperti berat testis Tammar wallaby adalah 12,5±1,5 g (Paris et al. 2005); berat testis dan epididimis Isoodon macrourus berkisar antara 5,6-7,9 g (Thodunter & Gemmel 1987). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan spesies serta ukuran dan berat badan dari masing-masing kelompok hewan tersebut. Menurut Biscoe dan Renfree (1987), berat testis bervariasi pada spesies marsupial dan berhubungan dengan ukuran tubuh serta sistem perkawinan.

37 25 Epididimis Epididimis dihubungkan dengan testis oleh duktus efferens yang berfungsi menyalurkan spermatozoa dan menyerap sebagian besar cairan yang dikeluarkan oleh testis. Epididimis terbagi menjadi tiga bagian yaitu: kaput, corpus dan kauda yang masing-masing bertanggung jawab terhadap penyerapan, pematangan dan penyimpanan spermatozoa. Panjang dan berat epididimis E. kalubu juga berbeda-beda tergantung pada perkembangan kedewasaannya. Pada kelompok prapubertas panjang ataupun beratnya paling kecil. Pada kelompok dewasa muda panjangnya berbeda dengan yang dewasa tetapi mempunyai berat yang sama yaitu 0,26±0,01 g (Tabel 2). Ukuran ini termasuk kecil bila dibandingkan dengan hewan marsupial lainnya, seperti Tammar wallaby yang memiliki berat epididimis 3,2±0,30 g (Paris et al. 2005) dan pada Honey possums epididimis kiri 56,20±15,70 g serta kanan 51,5±16,0 g (Russel & Renfree 1989). Berat dan panjang yang berbeda-beda selain disebabkan oleh perbedaan spesies hewan kemungkinan juga karena epididimis setiap individu memiliki kapasitas yang berbeda dalam penyimpanan spermatozoa, seperti yang dikatakan Cummins et al. (1986), bahwa beberapa spesies marsupial memiliki kapasitas penyimpanan spermatozoa yang terbatas hanya untuk beberapa juta spermatozoa. Vas deferens Vas deferens merupakan saluran yang menghubungkan epididimis dengan uretra, saluran ini berfungsi sebagai saluran transportasi spermatozoa dari epididimis yang nantinya akan bercampur dengan sekresi dari kelenjar prostat dan Cowper. Panjang dan diameter vas deferens hasil penelitian ini berbeda-beda, paling pendek terdapat pada kelompok prapubertas 41.99±0.38 dengan diameter 1.44±0.23 dan paling panjang terdapat pada kelompok dewasa yaitu 67,21±0,57 mm dengan diameter 1.97±0.56 mm. Kelenjar asesoris Kelenjar asesoris berfungsi mengeluarkan sekresi yang akan bercampur dengan spermatozoa, dimana sekresi dari kelenjar asesoris ini berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pergerakan spermatozoa. Echymipera kalubu hanya memiliki dua buah kelenjar asesoris, yaitu kelenjar prostat (Gambar 10A) dan dua buah kelenjar Cowper (Gambar 11A). Plasma semen hanya

38 26 dihasilkan oleh kedua kelenjar tersebut, hal ini berbeda dengan ternak pada umumnya dimana plasma semen 75% dihasilkan oleh kelenjar vesikularis. Prostat Kelenjar prostat memberikan sekresi pada semen yang membantu sebagai pelicin pada spermatozoa. Menurut Biscoe dan Renfree (1987), kelenjar prostat mensekresikan seminal plasma yang mengandung karbohidrat dan berfungsi dalam mempengaruhi motilitas spermatozoa. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kelenjar prostat E. kalubu memiliki ukuran yang berbeda-beda untuk setiap perkembangan kedewasaan. Panjang, lebar dan berat paling kecil terdapat pada kelompok prapubertas dan paling besar pada kelompok dewasa, yaitu panjang 11,05±2,08 mm, lebar 9,66±1,89 mm dan berat 0,66±0,27 g (Tabel 2). Pada daerah yang memiliki perbedaan musim ukuran kelenjar prostat dipengaruhi oleh musim kawin. Hal ini dapat dilihat pada I. macrourus saat tidak terjadi musim kawin berat kelenjar prostat hanya g dan saat terjadi musim kawin beratnya meningkat menjadi g (Thodunter & Gemmel 1987). Lebih lanjut menurut Paris et al. (2005) berat prostat Tammar wallaby adalah 15.2±1.8 g. Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa dimensi kelenjar prostat berbeda-beda pada beberapa spesies marsupial (Tabel 1). Spesies Tabel 1 Dimensi prostat pada beberapa spesies marsupial Prostat (mm) (Panjang x Lebar) Sumber Isoodon macrourus 25-33x19-28 Thodunter & Gemmel 1987 Neophascogale lorentzi 22.5x6.0 Wooley 2001 Myotic wallacei 25.5x5.0 Wooley 2001 Dasyurus albopunctatus 28.5x 5.5 Wooley 2001 Kelenjar prostat marsupial umumnya terbagi menjadi dua bentuk, yaitu bentuk jantung dan wortel (Biscoe & Renfree 1987). Gambar 10A menunjukkan bahwa kelenjar prostat E. kalubu berbentuk seperti jantung, sedangkan kelenjar prostat Tammar wallaby berbentuk seperti wortel (Gambar 10B). Hal ini sesuai dengan pendapat Biscoe dan Renfree (1987), bahwa kelenjar prostat pada kelompok hewan Peramelidae dan Phascolarctidae berbentuk seperti jantung, sedangkan kelompok Macropodidae, Dasyuridae, Tylacinidae, Tarsipedidae,

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dan Penyebaran Bandikut

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dan Penyebaran Bandikut TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Penyebaran Bandikut Sistematika zoologis Bandikut adalah sebagai berikut (Petocz 1994) (Gambar 1): Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dengan selang waktu pengambilan satu minggu. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br Maikel Tio

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B04103026 DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu : Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 RINGKASAN ADITYA. Kajian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian 2 spermatozoa yang diambil dari cauda epididimis domba lokal yang diberi pakan limbah tauge dan Indigofera.sp. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengamati kualitas dan kemampuan/daya simpan

Lebih terperinci

DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI.

DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI. DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh MUHAMMAD FAHIM RIDHO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Takdir Saili *, Hamzah, Achmad Selamet Aku Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN "WILLIAMS"

PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN WILLIAMS PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN "WILLIAMS" [Sperm Morphology Assesment of Bali Bull Cattle Using "Williams" Stain] R.I. Arifiantini, T. Wresdiyati, dan E.F.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 (lima) kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Teen.) Steenis) dalam pengencer tris kuning telur tehadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

TIU : Mahasiswa diharapkan. proses fisiologi organ. berkaitan dengan fungsi ternak jantan sebagai pemacek. TIK :

TIU : Mahasiswa diharapkan. proses fisiologi organ. berkaitan dengan fungsi ternak jantan sebagai pemacek. TIK : TIU : Mahasiswa diharapkan mampu memahami proses fisiologi organ reproduksi jantan khususnya yang berkaitan dengan fungsi ternak jantan sebagai pemacek. TIK : 1.Mahasiswa memahami proses ereksi dan ejakulasi

Lebih terperinci

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO 1 ISI I. Fungsi Komponen Sistem Reproduksi Pria II. Spermatogenesis III. Aktivitas Seksual Pria IV. Pengaturan Fungsi Seksual

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 18 HSI DN MBHSN Hasil 1. Histologi testis Gambaran histologi testis musang luak tersusun atas tubuli seminiferi yang dipisahkan oleh jaringan interstitial. Terdapat tiga komponen penyusun tubuli seminiferi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Etawah dengan kambing lokal (Kacang). Kambing Etawah sendiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Etawah dengan kambing lokal (Kacang). Kambing Etawah sendiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing Etawah dengan kambing lokal (Kacang). Kambing Etawah sendiri berasal

Lebih terperinci

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN Tim Penyusun: Dr. Agung Pramana W.M., MS. Dr. Sri Rahayu, M.Kes. Dr. Ir. Sri Wahyuningsih, MS. Drs. Aris Soewondo, MS. drh. Handayu Untari drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan (UPTD BIB) Tuah Sakato, Payakumbuh. 3.2. Materi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br. Maikel Tio

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA LAPORAN PRAKTIKUM diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Mikroteknik disusun oleh: Kelompok 1 Kelas C Adam Andytra (1202577) Devi Roslina (1200351)

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian diawali dengan survey untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan acak lengkap. Penelitian ini menggunakan empat kelompok

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan acak lengkap. Penelitian ini menggunakan empat kelompok 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap. Penelitian ini menggunakan empat kelompok perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada bulan Maret Juni

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II. REPRODUKSI SEL AMITOSIS REPRODUKSI SEL Pembelahan I Profase I Metafase I Anafase I Proleptotene Leptotene Zygotene Pachytene Diplotene Diakinesis MEIOSIS Interfase Telofase I Pembelahan II Profase II Metafse

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian laboratorium III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian laboratorium dengan rancangan acak lengkap. Penelitian ini menggunakan 4 (empat) kelompok perlakuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11--18 April 2014 di Laboratoium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung,

Lebih terperinci

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT MEMBERIKAN TEKANAN THDP SDA & LH PERTUMBUHAN PENDUDUK YG SEMAKIN CEPAT KBUTUHAN AKAN PROTEIN HWNI MENINGKAT PENDAHULUAN - LAHAN SEMAKIN SEMPIT - PENCEMARAN PERAIRAN SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT UTK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH Hanum, A. N., E. T. Setiatin, D. Samsudewa, E. Kurnianto, E. Purbowati, dan Sutopo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan, 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan, perlakuan, pengamatan jumlah, morfologi, viabilitas, dan motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2004 Pebruari 2005 di Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat MIPA UNS Surakarta sebagai tempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi adalah hewan sosial yang hidupnya berkelompok (Bouissou dan Boissy 2005), sedangkan bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama.

Lebih terperinci

Spermatogenesis dan sperma ternak

Spermatogenesis dan sperma ternak J0A09 dari 5. MATERI PRAKTIKUM 3 : Spermatogenesis dan sperma ternak TUJUAN PRAKTIKUM : Mahasiswa dapat menyebutkan tahapan pembentukan spermatozoa dan menjelaskan komposisi semen serta struktur/morfologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN 4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan Ovarium merupakan tempat perkembangan folikel, ovulasi dan luteinisasi. Semua proses tersebut meliputi proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18--25 April 2014 di Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Insemninasi Buatan Daerah Lampung, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan

Lebih terperinci