ANALISIS SISTEM PRODUKSI PENGOLAHAN BIJI KAKAO KERING DENGAN VALUE STREAM MAPPING AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SISTEM PRODUKSI PENGOLAHAN BIJI KAKAO KERING DENGAN VALUE STREAM MAPPING AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI"

Transkripsi

1 ANALISIS SISTEM PRODUKSI PENGOLAHAN BIJI KAKAO KERING DENGAN VALUE STREAM MAPPING AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem Produksi Pengolahan Biji Kakao Kering dengan Value Stream Mapping adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Ayu Dayinta Septia Hapsari NIM F

4 ABSTRAK AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI. Analisis Sistem Produksi Pengolahan Biji Kakao Kering dengan Value Stream Mapping. Dibimbing oleh DWI SETYANINGSIH dan M. ARIF DARMAWAN. Tahapan proses pengolahan biji kakao berpengaruh terhadap pemborosan yang terjadi. Pemborosan pada proses produksi dapat mempengaruhi kinerja yang dapat dinilai dengan penerapan proses pada lini produksi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis pemborosan (waste), mengidentifikasi penggunaan konsep value stream mapping dalam menganalisa penyebab pemborosan, dan memberikan rekomendasi perbaikan dari pemborosan pengolahan biji kakao kering. Value stream mapping tools yang dipilih untuk identifikasi pemborosan yaitu kuesioner Waste Assessment Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionnaire (WAQ). Hasil identifikasi pemborosan pada pengolahan biji kakao adalah over production, unnecessary inventory, motion, waiting, dan transportation. Value Stream Mapping tools yang digunakan untuk menganalisa penyebab pemborosan yaitu Process Activity Mapping (PAM) dan Supply Chain Respon Matrix (SCRM). Berdasarkan identifikasi pemborosan menggunakan PAM diperoleh waktu VA sebesar 77,99 (RD) dan 79,86% (mason), NVA sebesar 3,65% (RD) dan 4,31% (mason), serta NNVA sebesar 18,36% (RD) dan 16,01% (mason). Pemetaan SCRM menunjukkan waktu pemenuhan permintaan biji kakao dari area produksi hingga ke konsumen membutuhkan waktu 107 hari. Rekomendasi perbaikan pemborosan adalah perbaikan material handling, perbaikan mesin penghasil sumber panas pengeringan, dan penyatuan lantai produksi, serta pengawasan kerja operator. Kata kunci: pemborosan, process activity mapping, supply chain relationship matrix, value stream mapping.

5 ABSTRACT AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI. Analysis of the Production System in the processing of dried cocoa beans with Value Stream Mapping. Supervised by DWI SETYANINGSIH and M. ARIF DARMAWAN. The stage of processing cocoa beans could affect waste generation in production process. Furthermore, waste in production process affect the performance, which can be assesed with the application process on the production line. The purpose of this research is to identify the waste, apply the Value Stream Mapping to analyze waste cause and recommend improvement of dried cocoa production process. Value stream mapping tools were selected for identify the waste are Waste Assessment Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionnaire (WAQ). The results of identification are over production, unnecessary inventory, motion, waiting, and transportation. The Value Stream Mapping tools to analyze the cause of the waste are Process Activity Mapping (PAM) and Supply Chain Respon Matrix (SCRM). The result of waste identification use PAM obtained that VA time are 77,99% (RD) and 79,86% (mason), NVA time are 3,65% (RD) and 4,31% (mason) and NNVA time are 18,36% (RD) and 16,01% (mason). SCRM mapping indicates that the time for fulfillment of the cocoa bean production to consumers is 107 days. The recommendation for improve the dried cocoa production process is to repair material handling, to repair the heater machine for drying, to unificate the of floor production, and to supervise the work of operators for each stage of the process. Keywords: process activity mapping, supply chain relationship matrix, value stream mapping, waste.

6

7 ANALISIS SISTEM PRODUKSI PENGOLAHAN BIJI KAKAO KERING DENGAN VALUE STREAM MAPPING AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi : Analisis Sistem Produksi Pengolahan Biji Kakao Kering dengan Value Stream Mapping Nama : Ayu Dayinta Septia Hapsari NIM : F Disetujui oleh Dr Dwi Setyaningsih, STP, MSi Pembimbing I M Arif Darmawan, STP, MT Pembimbing II Diketahui oleh Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Alm. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa id, MA. Dev, Ibu Dr. Dwi Setyaningsih, STP, MSi, dan Bapak M. Arif Darmawan, STP, MT selaku pembimbing, dan Ibu Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo, DEA sebagai penguji, serta pihak perusahaan sebagai tempat penelitian, dan ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, seluruh keluarga, TIN 47, keluarga Chatralaya, keluarga IMJB dan keluarga UKM Century atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2014 Ayu Dayinta Septia Hapsari

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Kerangka Pemikiran 4 METODE 4 Bahan 4 Alat 5 Prosedur Analisis Data 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 SIMPULAN DAN SARAN 19 Simpulan 19 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 22 RIWAYAT HIDUP 43

13 DAFTAR TABEL 1 Konversi rentang skor keterkaitan waste 5 2 Seven value stream mapping tools 7 3 Waste Relationship Matrix pengolahan biji kakao 10 4 Waste Matrix Value pengolahan biji kakao 10 5 Kelompok jenis pertanyaan kuesioner 11 6 Hasil perhitungan waste assessment 11 7 Hasil pembobotan seven value stream mapping tools 12 8 Total persentase aktivitas VA, NVA, dan NNVA pengolahan biji kakao kering 13 9 Identifikasi jenis pemborosan pada pengolahan biji kakao Rekomendasi perbaikan pemborosan 19 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran penelitian 4 2 Proses dan identifikasi pemborosan pengolahan biji kakao good bean 9 3 Supply Chain Respon Matrix pengolahan biji kakao kering 15 4 Fishbone diagram pemborosan over production 17 5 Fishbone diagram pemborosan waiting 18 6 Fishbone diagram pemborosan unnecessary inventory 18 7 Fishbone diagram pemborosan motion 18 8 Fishbone diagram pemborosan transportation 18 DAFTAR LAMPIRAN 1 Penjelasan hubungan antar pemborosan (waste) 22 2 Pertanyaan kuesioner keterkaitan antar pemborosan 24 3 Jawaban kuesioner keterkaitan pemborosan dan konversi 25 4 Pembobotan awal pertanyaan WAQ berdasarkan WRM 26 5 Bobot pertanyaan dibagi Ni dan Jumlah Skor (Sj) & Frekuensi (Fj) 28 6 Kuesioner Waste Assessment Questionnaire 30 7 Hasil penilaian kuesioner waste assessment 34 8 Perhitungan total skor (sj) dan frekuensi (fj) 36 9 PAM pengolahan biji kakao (pengeringan rotary drying) PAM pengolahan biji kakao (pengeringan mason) Perhitungan Supply Chain Respon Matrix 42

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai komoditas yang dikembangkan oleh pemerintah. Salah satu komoditas yang mampu bersaing di perdagangan dunia adalah kakao. Indonesia mampu memproduksi 10,77% biji kakao pada tahun 2011/2012 dan diperkirakan pada tahun 2013/2014 hanya memproduksi 9,99% dari seluruh biji kakao yang dihasilkan di dunia (ICCO 2014). Pada tahun 2012/2013 biji kakao yang dihasilkan di dunia adalah ribu ton dengan kekurangan 174 ribu ton, sedangkan pada 2013/2014 diperkirakan biji kakao dihasilkan sekitar ribu ton dengan kekurangan 115 ribu ton (ICCO 2014). Kurangnya pemenuhan kebutuhan biji kakao di dunia menjadi salah satu pendorong bagi pelaku pengolah kakao di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas biji kakao yang dihasilkan. Penurunan persediaan biji kakao dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya proses produksi yang diterapkan oleh pelaku pengolah kakao. Komoditas kakao Indonesia dikembangkan oleh Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PTPN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Perkebunan Besar Swasta telah banyak menerapkan proses pengolahan biji kakao dengan menggunakan mesin dan peralatan modern. Salah satu perkebunan kakao swasta di Indonesia adalah PT X yang mengolah biji kakao basah dari kebun kemudian diproses menjadi biji kakao kering. Proses pengolahan biji kakao yang diterapkan oleh pabrik akan mempengaruhi mutu dari biji keringnya, selain itu aktivitas setiap tahapan proses pada pengolahan biji kakao berpengaruh terhadap pemborosan yang terjadi. Pemborosan yang terjadi pada proses produksi dapat mempengaruhi kinerja yang dapat diukur dengan efektivitas dan efisiensi penerapan proses pada lini produksi. Pemborosan yang dapat muncul pada proses produksi terdiri dari tujuh jenis yaitu over production, inventory, defect, unnecessary motion, transportation, inappropriate process, dan waiting (Hines and Taylor 2000). Menurut Hines dan Taylor (2000), pemborosan (waste) merupakan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi pabrik pengolah. Pencarian akar masalah pemborosan (waste) pada suatu proses produksi dapat menggunakan Value Stream Mapping (VSM) (Hines and Rich 1997). VSM merupakan alat yang dikembangkan untuk mempermudah pemahaman terhadap value stream dan mengidentifikasi pemborosan untuk membuat perbaikan sistem dengan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkannya (Wahid et al. 2013). Value stream mapping memiliki tujuh macam tools yang kembangkan oleh Hines dan Rich (1997). Penentuan pemilihan tools yang digunakan untuk identifikasi pemborosan menggunakan kuesioner Waste Assessment Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionnaire (WAQ). Menurut Rawabdeh (2005), penggunaan model ini dapat mencakup berbagai hal dan mampu memberikan hasil identifikasi akar penyebab dari pemborosan. Identifikasi pemborosan yang dilakukan dapat meningkatkan kinerja sistem dan proses produksi biji kakao kering pada PT X.

16 2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana jenis pemborosan (waste) yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao kering? 2. Bagaimana penggunaan metode value stream mapping untuk analisis pemborosan pada proses pengolahan biji kakao kering? 3. Bagaimana perbaikan pemborosan yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao kering? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mengidentifikasi jenis pemborosan (waste) yang terjadi ada proses pengolahan biji kakao kering. 2. Mengaplikasikan metode value stream mapping dalam menganalisis penyebab pemborosan pada proses pengolahan biji kakao kering. 3. Memberikan rekomendasi perbaikan dari pemborosan yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao kering. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan identifikasi jenis pemborosan yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao yang termasuk dalam tujuh jenis pemborosan (seven waste) dan mengidentifikasi penyebab pemborosan dengan menggunakan value stream mapping. Selain itu dapat memberikan rekomendasi perbaikan untuk pemborosan yang terjadi. TINJAUAN PUSTAKA Lean manufacturing merupakan metode untuk mengoptimalkan performansi dari sistem dan proses produksi karena mampu untuk mengidentifikasi, mengukur, menganalisis, dan mencari solusi perbaikan atau peningkatan performansi secara komperhensif (Daonil 2012). Menurut Hines and Taylor (2000), konsep lean dapat digunakan sebagai alat untuk mengeliminasi pemborosan (waste) pada suatu sistem produksi. Lean manufacturing banyak diterapkan pada industri manufaktur. Pada penelitian sebelumnya oleh Triagus et al. (2013) dilakukan pengurangan pemborosan pada produksi kemasan kantong dengan pendekatan lean manufacturing. Penelitian serupa dilakukan pula oleh Laksono dan Rhicard (2007) untuk meningkatkan produktivitas divisi produksi peralatan industri. Selain itu, penelitian oleh Adhi dan Moses (2012) mengenai perbaikan proses produksi blender menggunakan pendekatan lean manufacturing. Aplikasi lean manufacturing telah merambah pada sektor agroindustri. Pada penelitian Seth et al. (2008) telah menerapkan value stream untuk meminimalkan pemborosan pada proses produksi minyak biji kapas di India. Pada penelitian tersebut dilakukan identifikasi pemborosan dengan menghilangkan waktu non value added (NVA)

17 atau kegiatan yang tidak bernilai tambah. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi jenis dan pengurangan pemborosan produksi pengolahan biji kakao dengan metode Value Stream Mapping. Value stream mapping yang dikembangkan oleh Hines and Rich (1997), memiliki tujuh macam tools yaitu Process Activity Mapping, Supply Chain Respon Matrix, Production Variety Funnel, Quality Filter Mapping, Demand Amplification Mapping, Decision Point Analysis, dan Physical Structure. Proses pemilihan tools dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden di perusahaan. Penelitian terdahulu oleh Daonil (2012) berdasarkan Rawabdeh (2005) dalam mengidentifikasi dan mengukur pemborosan menggunakan Waste Assessment Model dengan menyebarkan kuesioner berupa seven waste relationship untuk menyusun Waste Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionaire (WAQ). Kedua kuesioner digunakan untuk menghitung bobot pemborosan pada pemilihan mapping tools. Penjelasan hubungan keterkaitan antar pemborosan menurut Rawabdeh (2005) pada Daonil (2012) disajikan pada Lampiran 1. Keterkaitan pemborosan dihitung berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada responden. Nilai kuesioner digunakan untuk menyusun WRM. Menurut Rawabdeh (2005), pengembangan WRM berguna untuk menyederhanakan pencarian masalah pemborosan pada suatu proses produksi. Selain itu untuk mengidentifikasi pemborosan sehingga dapat mengeliminasi pemborosan yang terjadi (Rawabdeh 2005). Menurut Rawabdeh (2005), kuesioner untuk WAQ terdiri dari 68 pertanyaan. Kuesioner ini mewakili dua jenis pertanyaan yang didahului dengan from yaitu menjelaskan jenis pemborosan yang dapat menyebabkan munculnya pemborosan yang lain dan to yaitu menjelaskan jenis pemborosan yang muncul disebabkan oleh pemborosan lain. Jawaban kuesioner terdiri dari dua kategori jawaban, yaitu A bila terdapat pemborosan dan B bila tidak terdapat pemborosan. Kedua kategori jawaban tersebut memiliki tiga jenis pilihan jawaban yaitu ya, sedang, dan tidak yang memiliki bobot 1, 0.5, dan 0. Pemilihan tools berdasarkan Value Stream Mapping selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi jenis pemborosan. Pemborosan pada proses produksi menurut Hines and Taylor (2000) terdiri dari tujuh macam, yaitu over production, defect, unnecessary inventory, inappropriate processing, excessive transportation, waiting, dan unnecessary motion. Menurut Hines and Taylor (2000), over production adalah terjadinya proses produksi yang terlalu banyak dan cepat sehingga terjadi kelebihan persediaan di gudang penyimpanan. Selain itu berhubungan dengan kelancaran arus barang, sehingga menghambat kualitas dan produktivitas (Hines and Rich 1997). Defect merupakan munculnya masalah kualitas produk pada proses produksi. Unnecessary inventory adalah pemborosan terjadi karena adanya penyimpanan yang berlebihan, lambatnya aliran informasi dan produk sehingga menyebabkan biaya yang berlebihan. Inappropriate processing merupakan kesalahan proses kerja atau produksi pada penggunaan alat, prosedur atau sistem. Excessive transportation merupakan gerakan yang berlebihan dari orang, informasi atau bahan sehingga menyebabkan peningkatan waktu, tenaga dan biaya. Waiting adalah waktu tidak efektif yang digunakan untuk orang, informasi, atau barang, sehingga aliran proses dan waktu menjadi lama. Unnecessary motion adalah pemborosan yang terjadi karena organisasi ruang produksi yang buruk, sehingga menyebabkan rendahnya ergonomi. 3

18 4 Kerangka Pemikiran Analisis pendahuluan Value Stream Mapping (Hines and Rich 1997) (PAM dan SCRM) Kuesioner 1 Kuesioner 2 Waste Relationship Matrix (keterkaitan setiap pemborosan) Waste Assessment Questionnaire (tingkat tujuh pemborosan pada produksi) Waste Bobot awal pertanyaan Final waste factor (%) Rawabdeh (2005) Identifikasi pemborosan Rekomendasi perbaikan pemborosan Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian METODE Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengamatan produksi untuk penggambaran keseluruhan proses pada pengolahan biji kakao kering. 2. Penyebaran kuesioner kepada pihak perusahaan untuk mengidentifikasi keterkaitan antar pemborosan (waste) dengan Waste Relationship Matrix (WRM), kemudian penyebaran kuesioner Waste Assessment Questionnaire (WAQ). 3. Identifikasi Value Stream Mapping dari hasil penilaian kuesioner dengan pemilihan mapping tools untuk mengidentifikasi penyebab pemborosan. 4. Rekomendasi perbaikan proses pengolahan biji kakao kering dari hasil identifikasi pemborosan. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji kakao sebagai obyek untuk pengamatan proses produksi.

19 5 Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah stopwatch untuk perhitungan value added time dan non value added time pada proses produksi. Selain itu digunakan alat untuk perhitungan jarak antar stasiun kerja yaitu meteran. Prosedur Analisis Data Analisis pada penelitian dibagi menjadi tiga kelompok obyek yang diamati, yaitu : 1. Penggambaran proses pengolahan biji kakao kering Hasil pengamatan dan perhitungan waktu proses untuk menggambarkan pengolahan kakao yang berlangsung. 2. Penyebaran kuesioner Kuesioner yang diberikan kepada pihak perusahaan terdiri dari dua jenis, yaitu keterkaitan antar pemborosan untuk menyusun Waste Relationship Matrix dan Waste Assessment Questionnaire untuk menentukan peringkat pemborosan pada proses produksi (Rawabdeh 2005). Waste Relationship Matrix (WRM) Penilaian kuesioner dari pihak perusahaan untuk keterkaitan antar waste kemudian akan dikonversi sesuai dengan ketentuan pada Tabel 1. Tabel 1 Konversi rentang skor keterkaitan waste Simbol Keterkaitan Kisaran Nilai A Absolutely necessary E Especially important I Important 9-12 O Ordinary Closeness 5-8 U Unimportant 1-4 Sumber: Rawabdeh (2005) Lalu hasil nilai kuesioner disusun menjadi Waste Relationship Matrix. Contohnya bila nilai kuesioner 10, maka termasuk nilai important. Selanjutnya hasil matriks WRM dikonversi menjadi angka dengan ketentuan simbol A=10, E=8, I=6, O=4, U=2, dan X=0 (Rawabdeh 2005). Lalu dihitung jumlah skor dan persentase dari setiap pemborosan untuk membuat Waste Matrix Value. Waste Assessment Questionnaire (WAQ) Langkah-langkah untuk menganalisis WAQ menurut Rawabdeh (2005) yaitu sebagai berikut : a. Menghitung jumlah pertanyaan from dan to dari setiap pemborosan (waste). b. Memasukkan bobot awal pertanyaan kuesioner WAQ berdasarkan WRM. c. Membagi setiap bobot pemborosan dengan jumlah pertanyaan (Ni) untuk menghilangkan efek variasi jumlah pertanyaan. Kemudian menghitung skor dari setiap pemborosan dengan rumus berikut:

20 6 Sj j.k i Sj adalah skor dari waste, j merupakan tipe waste dari setiap pertanyaan di nomor k. W adalah bobot dari hubungan waste. Selain itu menghitung Fj yang merupakan frekuensi dari jawaban berisi bobot tidak nol untuk setiap waste (j). d. Mengalikan penilaian hasil kuesioner (1, 0.5, dan 0) dengan bobot pemborosan. Rata-rata nilai hasil kuesioner dari lima responden dihitung dengan rumus geomean: om an Menurut Anonim (2001), cara menghitung geomean dengan adanya nilai 0 pada data yaitu semua data ditambah 1, kemudian dilakukan perhitungan geomean. Hasil dari geomean tersebut dikurangi 1, lalu hasil pengurangan tersebut menjadi rata-rata jawaban responden pada kuesioner WAQ. e. Menghitung jumlah skor (sj) untuk setiap pemborosan dan frekuensi (fj) dengan mengabaikan nilai 0. Rumus yang digunakan untuk menghitung sj sebagai berikut: j,k sj k i sj adalah total nilai bobot pemborosan, sedangkan Xk adalah nilai dari jawaban kuesioner (1, 0.5 dan 0) f. Menghitung indikator awal untuk setiap pemborosan (Yj) dengan rumus berikut: j sj Sj g. Mengalikan nilai persentase from dengan to untuk setiap pemborosan untuk memperoleh probabilitas masing-masing waste (Pj). h. Menghitung nilai final waste factor (Yj final) untuk setiap pemborosan dengan rumus berikut: j final j Pj 3. Identifikasi Value Stream Hasil dari WRM berupa final waste factor dikonversi menjadi bentuk persentase, selanjutnya digunakan untuk perhitungan pada matriks seven stream mapping tools. Persentase tersebut dijadikan bobot untuk setiap waste kemudian dikalikan dengan nilai matriks menurut Hines and Rich (1997). Total nilai tertinggi pada tujuh mapping tools digunakan sebagai alat untuk identifikasi pemborosan yang terjadi. Pada Tabel 2 disajikan seven value stream mapping tools. Nilai matriks sebagai faktor pengali bernilai H=9, M=3, dan L=1 (Daonil 2012). fj Fj

21 7 Waste Process Activity Mapping Tabel 2 Seven value stream mapping tools Supply Chain Respon Matrix Production Variety Funnel Mapping Tools Quality Filter Mapping Demand Amplification Mapping Decision Point Analysis Physical Structure Over production L M L M M Unnecessary M H M H M L inventory Product defect L H Unnecessary H L motion Transportation H L Inappropriate H M L L processing Time waiting H H L M M Sumber: Hines and Rich (1997) HASIL DAN PEMBAHASAN PT X adalah pabrik pengolah biji kakao kering yang rata-rata mengolah sekitar 40 ton biji setiap harinya. Biji kakao basah hasil panen berasal dari tujuh divisi kebun. Biji kakao basah (hasil pengupasan di kebun) menjadi bahan baku utama proses produksi di pabrik. Truk sebagai alat transportasi untuk mengangkut biji kakao dari kebun menuju pabrik pengolahan. Biji kakao yang dihasilkan kebun dibagi menjadi tiga, yaitu good bean, poor bean, dan bad bean. Proses pemisahan ketiga jenis biji kakao dilakukan di kebun. Biji kakao good bean diproses menggunakan peralatan dan mesin pengolah biji kakao, sedangkan poor bean dan bad bean hanya dilakukan penjemuran hingga kering kemudian dikemas. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap pengolahan biji kakao good bean. Proses pengolahan biji kakao basah dimulai dengan penimbangan biji yang berasal dari kebun, kemudian dilanjutkan dengan proses receiving. Pada proses receiving dilakukan pembongkaran biji kakao dari karung dan dipindahkan menuju bucket (wadah penampung biji). Pengepresan berguna untuk mengurangi banyaknya pulp yang berasal dari biji basah. Proses fermentasi dilakukan selama lima hari dengan pembalikan setiap hari menggunakan crane. Proses selanjutnya adalah pengeringan dengan circular drying (CD) untuk mengeringkan biji kakao menjadi setengah kering. Banyaknya CD yang tersedia pada lantai produksi yaitu empat buah. Pengeringan dilanjutkan dengan rotary drying (RD) untuk mengeringkan biji kakao hingga berkadar air sekitar 7-8%. Pihak pabrik melakukan kebijakan untuk memanfaatkan mesin pengering lain pada masa crops yaitu mason. Masa crops merupakan kondisi kebun mengalami panen tinggi dan menentukan banyaknya biji kakao basah yang akan diolah. Hasil pengeringan biji kakao dari kedua mesin pengering selanjutnya disimpan pada silo 1, kemudian dialirkan pada silo 2 untuk dilakukan proses pemisahan biji dengan mesin sortasi. Proses grading (pemisahan jenis/grade biji) dilanjutkan dengan pengemasan biji kakao good bean menggunakan karung. Biji kakao dikemas dengan bobot 62,5 kg

22 8 per karung. Biji kakao yang telah dikemas selanjutnya disimpan pada gudang penyimpanan dengan maksimum tumpukan sebanyak 8 karung. Pada Gambar 2 disajikan proses dan jenis pemborosan pengolahan biji kakao good bean untuk satu kali proses produksi. Pemetaan dengan Microsoft Visio digambarkan dengan memisahkan waktu value added dan non value added proses produksi dengan pengamatan dan pengukuran waktu. Pemetaan pada penimbangan, receiving, dan pressing tidak dijelaskan secara rinci karena termasuk dalam proses non value added. Proses penimbangan menuju receiving membutuhkan waktu detik, sedangkan proses receiving berlangsung detik. Aktivitas menuju proses pressing berlangsung detik, sedangkan proses pressing sekitar detik. Waktu yang digunakan menuju proses fermentasi dengan memindahkan bucket adalah detik. Banyaknya panen biji kakao basah dari kebun pada proses menuju receiving menyebabkan kelebihan produksi yang dikategorikan pada over production, sehingga menyebabkan aliran produksi yang tidak lancar. Pada proses receiving terjadi penggunaan waktu tidak efektif oleh biji kakao basah dan pekerja, sehingga menyebabkan waktu produksi semakin lama yang termasuk pada pemborosan waiting. Pekerja yang melakukan bongkar muat biji kakao dari truk harus menunggu bucket untuk menyimpan biji kakao. Selain itu aktivitas menunggu pengepresan biji kakao karena lambatnya operator. Pemborosan berupa waiting terdapat pula pada proses fermentasi menuju pengeringan circuler drier, karena proses menunggu biji kakao yang akan dipindahkan. Pada pengeringan circuler drier terjadi pemborosan motion, yaitu pergerakan berulang sehingga menyebabkan rendahnya ergonomi. Pemborosan ini disebabkan oleh biji kakao setengah kering yang dihasilkan harus dipindah menggunakan alat penampung biji secara berulang kali. Selain itu hasil pengeringan biji kakao setengah kering harus menunggu proses pengeringan biji kakao dengan pengering rotary drier. Aktivitas menunggu tersebut menyebabkan pemborosan waiting yang mengakibatkan waktu produksi semakin lama. Pada masa panen yang melimpah pihak perusahaan menggunakan pengering biji kakao berupa pengering mason. Pengering mason terletak pada bangunan yang berbeda dengan peralatan pengolah biji kakao yang lain, sehingga menyebabkan pemborosan berupa transportation. Selain itu waktu menunggu terjadi pada proses menuju pengering biji kakao mason akibat pemindahan biji kakao dari pengering circuler drier yang lambat oleh pekerja. Hal tersebut menyebabkan pemborosan berupa waiting. Pada silo 1 terjadi penumpukan biji kakao setengah kering sehingga menyebabkan pemborosan berupa unnecessary inventory yaitu penyimpanan biji kakao yang berlebihan pada masa panen melimpah. Proses produksi biji kakao yang dilakukan tidak bersifat order oleh konsumen tetapi sesuai dengan hasil panen biji kakao basah dari kebun sehingga menyebabkan kelebihan persediaan biji kakao dan penumpukan di silo 1.

23 Packing Customer Gudang VA : ,5 NVA : Divisi Kebun Proses Pengolahan Biji Kakao Kering Over Production Waiting Penimbangan Receiving Pressing Fermentasi Motion Pengeringan Circuler Drier Waiting Pengeringan Rotary Drier Waiting Inventory Waiting Waiting Transportation Pengeringan Mason Silo 1 Silo 2 a , b , VA : , , ,62 NVA : 92140,3 Keterangan: a. Pengeringan dengan rotary drier ; b. Pengeringan dengan mason. Angka (dalam detik). Gambar 2 Proses dan identifikasi pemborosan pengolahan biji kakao good bean

24 10 Waste Relationship Matrix (WRM) Penilaian hubungan antar pemborosan (waste) yang terjadi pada proses pengolahan kakao diperoleh dari nilai kuesioner yang diberikan kepada perusahaan. Pada Lampiran 2 disajikan pertanyaan kuesioner yang diberikan kepada lima responden karyawan perusahaan, yaitu Mill Assistant, Head Clerk, Dayroll Clerk, Laboratorium Analys, dan Godown Master. Berdasarkan penilaian pembobotan pemborosan oleh pihak perusahaan diperoleh nilai dan hasil konversi keterkaitan antar pemborosan pada Lampiran 3. Hasil skor penilaian kuesioner kemudian dikelompokkan sesuai tingkat keterkaitan antar pemborosan berdasarkan rentang skor menurut Rawabdeh (2005). Selanjutnya hasil penilaian kuesioner dibuat menjadi Waste Relationship Matrix (WRM) pada Tabel 3. Pada Tabel 3 dan 4 ditunjukkan hubungan setiap jenis pemborosan, simbol O=over production, I=inventory, D=defect, M=motion, T=transportation, P=process, dan W=waiting. Tabel 3 Waste Relationship Matrix pengolahan biji kakao From/To O I D M T P W O A E I I A X E I I A I I I X X D O I A I I X I M X U I A X I E T E E O E A O E P E I I A X A E W I E E X X X A Tabel 4 Waste Matrix Value pengolahan biji kakao From/To O I D M T P W Skor % O ,27 I ,23 D ,67 M ,51 T ,55 P ,27 W ,51 Skor % 15,11 17,27 16,55 16,55 11,51 5,76 17, X Hasil Waste Matrix Value berdasarkan pengisian kuesioner keterkaitan pemborosan dapat diketahui bahwa pemborosan over production mempengaruhi pemborosan lain. Persentase pemborosan over production yang bernilai 17,27% yang diperlihatkan pada hasil kolom pemborosan from, yaitu pemborosan yang mempengaruhi pemborosan lain. Pemborosan over production dan inappropriate processing mempengaruhi pemborosan lain yang diperlihatkan pada kolom pemborosan to dengan tingginya nilai pemborosan inventory dan waiting sebesar 17,27%. Hubungan pemborosan to merupakan pemborosan yang muncul karena disebabkan oleh pemborosan lain. Pemborosan inventory dan

25 waiting dipengaruhi oleh adanya over production saat biji kakao hasil panen melimpah. Waste Assessment Questionnaire (WAQ) Penilaian pemborosan (waste) yang diperoleh dari WRM, selanjutnya digunakan untuk penilaian awal Waste Assessment Questionnaire (WAQ) berdasarkan jenis pertanyaan. Pada Tabel 5 disajikan pengelompokan jenis pertanyaan yang digunakan pada waste assessment questionnaire. Tabel 5 Kelompok jenis pertanyaan kuesioner No Jenis pertanyaan (i) Total (Ni) 1 From overproduction 3 2 From inventory 6 3 From defects 8 4 From motion 11 5 From transportation 4 6 From process 7 7 From waiting 8 8 To defects 4 9 To motion 9 10 To transportation 3 11 To waiting 5 Total 68 Sumber: Rawabdeh (2005) Pembobotan awal 68 pertanyaan pada kuesioner WAQ berdasarkan hasil WRM disajikan pada Lampiran 4. Selanjutnya perhitungan jumlah skor (Sj) dan frekuensi (Fj) disajikan pada Lampiran 5, dengan cara hasil pembobotan pertanyaan dibagi dengan jumlah pertanyaan (Ni). Pada Lampiran 6 dan 7 disajikan kuesioner dan hasil penilaian responden terhadap waste assessment questionnaire. Rata-rata nilai (0, 0.5, dan 1) yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung total skor (sj) dan frekuensi (fj) setiap kolom pemborosan. Perhitungan total skor dan frekuensi selengkapnya disajikan pada Lampiran 8. Perhitungan indikator awal setiap pemborosan (Yj) dan nilai akhir faktor pemborosan (Yjfinal) diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus. Berikut disajikan hasil akhir penilaian waste assessment pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil perhitungan waste assessment O I D M T P W Skor (Yj) Pj faktor Hasil akhir (Yj final) Hasil akhir (%)

26 12 Hasil akhir (%) selanjutnya digunakan sebagai pembobotan dalam pemilihan value stream mapping tools digunakan dengan mengalikan hasil pembobotan pemborosan dengan faktor pengali yang telah ditentukan. Pada Tabel 7 disajikan hasil perkalian bobot pemborosan dengan matriks seven stream mapping tools. Tabel 7 Hasil pembobotan seven value stream mapping tools Mapping Tools Waste Bobot PAM SCRM PVF QFM DAM DPA PS Over production Unnecessary inventory Product defect Unnecessary motion Transportation Inappropriate processing Time waiting Total Kedua jenis value stream mapping tools yaitu PAM dan SCRM dipilih untuk menganalisis dan mengidentifikasi akar pemborosan yang terjadi pada produksi biji kakao kering. Process Activity Mapping (PAM) PAM merupakan tools untuk memetakan suatu proses secara jelas dengan merepresentasikan aktivitas berupa operasi, menunggu, transportasi, inspeksi, dan penyimpanan. Process Activity Mapping pada penelitian ini untuk menunjukkan sejumlah aktivitas dengan tingkat waktu yang digunakan dalam mengolah biji kakao basah menjadi kering. Hasil perhitungan dan pengamatan PAM pengolahan biji kakao kering dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Hasil pemetaan dengan PAM dapat menunjukkan aktivitas yang bernilai tambah bagi konsumen (VA), tidak bernilai tambah (NVA), dan tidak bernilai tambah tetapi masih dibutuhkan (NNVA) seperti inspeksi maupun material handling. Menurut Hines dan Taylor (2000), aktivitas dalam organisasi dibagi menjadi tiga yaitu value added (VA), non value added (NVA), dan necessary but non value added (NNVA). Menurut Gaspersz (2007), kelompok NVA lebih diprioritaskan untuk dihilangkan dibandingkan dengan NNVA, namun penting pula untuk dikurangi atau dihilangkan. Berikut pada Tabel 8 total persentase aktivitas VA, NVA, dan NNVA.

27 Tabel 8 Total persentase aktivitas VA, NVA, dan NNVA pengolahan biji kakao kering Pengeringan rotary drying Pengeringan mason Aktivitas Jumlah Waktu Aktivitas Jumlah Waktu (detik) (detik) Operation Operation ,38 Transport ,5 Transport ,42 Inspection Inspection Storage Storage Delay Delay VA VA NVA NVA NNVA ,5 NNVA ,8 Total waktu ,5 Total waktu ,8 %VA 77,99 %VA 79,86 %NVA 3,65 %NVA 4,13 %NNVA 18,36 %NNVA 16,01 Pada Tabel 8 yaitu identifikasi Process Activity Mapping dilakukan pemisahan perhitungan waktu aktivitas VA, NVA, dan NNVA dengan kedua jenis pengering biji kakao yaitu rotary drying dan mason. Proses pengolahan biji kakao dari penimbangan, receiving, pressing, fermentasi, hingga pengeringan biji kakao setengah kering dengan circular drier memiliki waktu yang sama. Perbedaan waktu VA, NVA, dan NNVA berlangsung setelah proses pengeringan biji kakao dengan circular drier hingga menuju proses pengemasan (packing). Selanjutnya untuk proses packing hingga penggudangan untuk kedua jenis pengering memiliki waktu yang sama. Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan, tingginya nilai persentase VA sebesar 77,99 (RD) dan 79,86% (mason) dipengaruhi oleh lamanya waktu proses fermentasi, pengeringan dan pengemasan (packing). Proses tersebut termasuk aktivitas yang memberikan nilai tambah bagi biji kakao kering yang akan dijual kepada konsumen. Fermentasi berperan penting untuk membentuk mutu dan citarasa biji kakao kering. Pengeringan berfungsi untuk mengurangi kadar air biji kakao agar menjaga citarasa maupun mutu biji kakao yang telah terbentuk selama masa fermentasi. Selain itu berguna untuk menghindari cemaran dari jamur maupun mikroba yang dapat merusak biji kakao kering selama disimpan di gudang. Pengeringan yang terdiri dari dua tahap yaitu pengeringan biji kakao setengah kering dan kering mempengaruhi waktu yang digunakan untuk proses. Pada pengeringan biji kakao kering terdiri dari dua jenis mesin yaitu rotary drier dan mason. Waktu yang digunakan untuk proses pengeringan oleh kedua mesin tersebut berbeda, sehingga persentase nilai VA kedua mesin berbeda pula. Pada pengemasan terjadi proses sortasi (grading) untuk memisahkan kotoran atau benda asing yang terikut biji kakao selama proses pengolahan. Persentase non value addes activity (NVA) sebesar 3,65% (RD) dan 4,31% (mason) disebabkan oleh lamanya waktu menunggu biji kakao untuk diproses. Aktivitas menunggu terjadi pada proses receiving yaitu menunggu bucket sebagai wadah untuk menampung biji dari truk dan menunggu proses pengepresan. Bucket yang tersedia memiliki jumlah yang cukup banyak namun belum dimanfaatkan semua untuk proses receiving. Selain itu terbatasnya jumlah operator dan 13

28 14 kecepatan operator dalam menangani proses receiving mempengaruhi waktu tunggu. Proses pengepresan mengalami kendala karena jumlah alat pressing yang tersedia hanya dua dan kecepatan operator yang menangani tidak sesuai, sehingga terjadi aktivitas menunggu. Selain itu proses menunggu terjadi pada pemindahan hasil fermentasi menuju CD, karena operator dan crane masih digunakan untuk memindahakan hasil fementasi sebelumnya. Pada pengeringan biji kakao setengah kering terjadi proses menunggu karena pemindahan biji masih menggunakan tenaga pekerja. Waktu tunggu terjadi karena pekerja masih melakukan pembongkaran biji kakao setengah kering pada pengering CD yang lain, sehingga diperlukan waktu untuk membongkar muat biji kakao tersebut. Aktivitas NNVA memiliki jumlah aktivitas yang paling tinggi, namun jumlah waktunya lebih rendah dibandingkan aktivitas VA. Aktivitas ini hanya memiliki persentase penggunaan waktu sebesar 18,36% (RD) dan 16,01% (mason) dalam proses pengolahan biji kakao. Persiapan untuk memulai proses dan pemindahan bahan memiliki pengaruh yang cukup besar pada aktivitas NNVA. Jumlah aktivitas tersebut dieliminasi dengan mengurangi aktivitas pemindahan bahan dari satu tempat ke tempat yang lain. Letak proses pengeringan mason yang tidak berdekatan dengan proses lainnya (berbeda bangunan) menyebabkan proses pemindahan menjadi lebih banyak dan waktu yang digunakan semakin bertambah. Proses pemindahan biji setengah kering yang terlalu banyak terlihat pada pemindahan biji pada karung, pengangkutan karung menuju truk untuk dipindahkan pada pengering mason, dan bongkar muat dari truk menuju mason yang dilakukan secara manual oleh pekerja dengan dipanggul. Selain itu pemindahan biji kakao setengah kering dari box 1 ke box 2 merupakan aktivitas yang perlu dihilangkan, karena pemindahan ini hanya perlu dilakukan sekali dengan menyesuaikan box penampung dengan mesin pengering CD. Pemindahan dari box 1 ke box 2 dilakukan karena dimensi box 2 terlalu tinggi dibandingkan mesin pengering CD, sehingga dibutuhkan box 1 untuk menampung biji setengah kering. Terdapat pula pemindahan biji kakao kering dari silo 1 (pada lantai produksi) ke silo 2 (pada gudang pengemasan). Pemindahan yang terjadi karena letak kedua bangunan yang terpisah, sehingga perlu menggunakan conveyor untuk mengalirkan biji kakao. Aktivitas NNVA terdapat pula pada proses penyimpanan biji kakao kering pada silo 1. Hal tersebut disebabkan penggunaan satu mesin grading pada pengemasan biji kakao kering sehingga menghambat aliran biji kakao kering dari silo 1 ke silo 2. Terbatasnya tenaga kerja pada packing mempengaruhi proses pengemasan yang berlangsung. Proses pemindahan maupun aktivitas yang terlalu banyak diterapkan akan menambah waktu proses produksi dan menambah jam kerja pekerja. Total waktu untuk mengolah biji kakao dengan menggunakan dua jenis pengering yaitu mason dan rotary drying adalah ,5 dan ,8 detik. Bila waktu tersebut dikonversikan menjadi satuan hari, waktu pengolahan biji kakao dengan pengering RD hingga biji disimpan di gudang yaitu selama 7,37 hari. Pada pengeringan biji kakao dengan pengering mason waktu yang diperlukan untuk keseluruhan proses adalah 5,97 hari. Supply Chain Respon Matrix (SCRM) SCRM berfungsi untuk melihat tingkat persediaan dan waktu distribusi yang terjadi pada setiap area tahapan proses. Supply Chain Respon Matrix (SCRM)

29 yang dikembangkan oleh Hines dan Rich (1997) biasa diterapkan oleh perusahaan manufacturing dengan keputusan produksi berdasarkan permintaan konsumen (make to order), sedangkan pada penelitian ini dikembangkan pemetaan supply chain pada produksi kakao dengan sistem produksi berdasarkan hasil panen dari kebun (make to stock). Pemetaan SCRM pada agroindustri telah dikembangkan oleh Seth et al. (2008). Penggambaran SCRM pada penelitian ini untuk menunjukkan keterkaitan proses pengolahan biji kakao (work in process) dengan tahap penggudangan maupun konsumen. Pembuatan SCRM menggunakan data selama enam bulan yaitu data penerimaan bahan baku, work in process, penggudangan, dan pengiriman. Pemetaan dilakukan pada tiga jenis tahapan yaitu area produksi (work in process), gudang biji kakao kering, dan customer. Work in process berlangsung secara terus menerus sesuai bahan baku (biji kakao basah) yang dihasilkan dari kebun (make to stock). Pada gudang terjadi pemenuhan stok sesuai dengan biji kakao kering hasil yang dihasilkan, sedangkan pada bagian konsumen dilakukan penjualan biji kakao oleh pihak sales dengan cara tander. Pada Gambar 3 diperlihatkan hasil pemetaan SCRM dari pabrik pengolahan biji kakao kering dan perhitungan lengkap disajikan pada Lampiran Gambar 3 Supply Chain Respon Matrix pengolahan biji kakao kering Bahan baku yang diterima oleh pabrik setiap hari langsung diproses pada area produksi. Data yang digunakan untuk pemetaan SCRM selama enam bulan yaitu dari bulan Januari hingga Juni Pemilihan bulan tersebut didasarkan pada perbedaan hasil panen yang dialami perkebunan. Hasil pemetaan SCRM merupakan rata-rata penggunaan waktu pemenuhan biji kakao kepada konsumen dengan kondisi kebun pada panen rendah dan tinggi. Lead time pada area produksi merupakan waktu yang digunakan untuk mengolah biji kakao kering setiap satu kali proses dengan penggunaan dua mesin pengering berbeda RD dan mason yaitu sekitar 5,97 hingga 7,37 hari. Inventory area produksi dihitung dari day physical stock (dps), yaitu rata-rata waktu biji kakao kering hasil pengolahan memenuhi stok output production pada gudang. Perhitungan yang dilakukan yaitu membagi rata-rata input produksi dengan output produksi per hari. Rata-rata penerimaan biji kakao basah (input produksi) dari bulan Januari hingga Juni sebesar 36457,137

30 16 kg/hari dengan output produksi biji kakao kering sebesar 4837,963 kg/hari, sehingga diperoleh dps sebesar 7,54 hari. Lead time yang dimiliki oleh bagian penggudangan sebesar 71 hari dihitung dari lama biji kakao disimpan di gudang hingga dijual kepada konsumen dengan cara tender. Inventory pada gudang dihitung dari dps, yaitu waktu untuk pemenuhan kebutuhan jumlah stok di gudang hingga dilakukan penjualan kepada konsumen. Perhitungan yang dilakukan dengan membagi rata-rata penerimaan (output produksi) per hari dengan rata-rata pengeluaran (delivery) per hari. Penerimaan biji kakao pada gudang selama bulan Januari hingga Juni adalah 4837,963 kg/hari dengan pengeluaran sebesar 28055,556 kg/hari, sehingga diperoleh dps sebesar 0,17 hari. Konsumen memiliki inventory selama 14 hari yaitu jangka waktu pengambilan biji kakao kering di gudang. Lead time yang dimiliki oleh konsumen selama 7 hari yaitu jangka waktu biji kakao open tender hingga penentuan hasil tender yang ditentukan oleh pihak sales. Berdasarkan pemetaan SCRM dapat diketahui waktu yang diperlukan untuk memproduksi biji kakao kering dari area produksi hingga diterima oleh konsumen memerlukan waktu 107 hari. Total hari tersebut dijumlah dari nilai comulative inventory dan lead time dari masing-masing bagian proses produksi (work in process), gudang dan konsumen. Analisis grafik SCRM untuk menyelidiki alasan penundaan/delay (waiting) dan menghilangkan pemborosan inventory (Hines and Taylor 2000). Pada area produksi (work in process) pemborosan waiting dan inventory sering terjadi saat masa panen melimpah. Identifikasi pemborosan Identifikasi pemborosan yang dilakukan berdasarkan pengamatan, pemetaan dengan Value Stream Mapping tools dan hasil kuesioner yang diberikan kepada pihak perusahan. Berdasarkan hasil penilaian kuesioner keterkaitan pemborosan yang dilakukan oleh responden yang menunjukkan bahwa pemborosan over production mempengaruhi munculnya pemborosan lain dan pemborosan inventory dan waiting muncul dipengaruhi oleh sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan yang ditunjukkan pada penggambaran keseluruhan proses dengan Microsoft Visio. Keberadaan over production pada receiving yaitu banyaknya biji kakao yang diolah meningkatkan pemborosan waiting, motion, transportasi, dan inventory. Pemborosan inventory dan waiting dipengaruhi oleh banyaknya biji kakao yang diolah oleh pabrik saat masa panen yang melimpah. Unnecesary inventory terjadi penumpukan biji kakao kering saat proses pengemasan, sedangkan waiting terjadi saat proses pengolahan biji kakao basah. Pengamatan proses produksi biji kakao kering dilakukan dengan mengidentifikasi pemborosan yang terjadi pada keseluruhan aktivitas produksi. Pengamatan yang dilakukan dengan mengindentifikasi jenis pemborosan yang terjadi pada lini produksi. Hasil pengamatan jenis pemborosan yang terjadi disajikan pada Tabel 9.

31 17 Tabel 9 Identifikasi jenis pemborosan pada pengolahan biji kakao Jenis pemborosan Over production Innapropriate processing Identifikasi aktivitas proses Banyaknya biji kakao basah yang diolah saat masa panen. (aliran material tidak lancar). Tidak terlihat pada proses produksi biji kakao kering. Pada proses receiving, antara proses receiving dengan Waiting pressing, proses fermentasi menuju pengeringan circuler drier, dan proses pengeringan CD menuju RD. Inventory Penumpukan biji kakao kering di silo 1. Motion Transportation Defect Pemindahan biji kakao setengah kering dari box 1 menuju box 2 (pemindahan berulang) Perpindahan biji kakao dari circular drying menuju mason. Tidak terlihat pada proses produksi biji kakao kering. Rekomendasi perbaikan pemborosan Hasil pemetaan aktivitas dengan value stream mapping diperoleh akar pemborosan setiap aktivitas yang dilakukan dengan melihat penggunaan waktu NVA dan NNVA, sedangkan hasil pemetaan SCRM menunjukkan penggunaan waktu untuk memenuhi kebutuhan biji kakao kering kepada konsumen. SCRM digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan waiting dan inventory. Selain penggunaan value stream mapping digunakan pula fishbone diagram untuk mengidentifikasi akar masalah dan memberikan rekomendasi perbaikan pemborosan yang terjadi. Fishbone diagram untuk mengelompokkan dan menghasilkan kemungkinan penyebab masalah dalam suatu proses dengan mendaftarkan seluruh penyebab dan efek yang ditimbulkan (Wahid et al. 2013). Fishbone diagram disajikan pada Gambar 4 hingga 8. Pembuatan diagram fishbone menggunakan empat macam sumber terkait berupa man, material, method, dan machine. Material Masa panen melimpah Banyaknya kedatangan biji di receiving Kapasitas kotak fermentasi tidak sesuai Over production Machine Gambar 4 Fishbone diagram pemborosan over production

32 18 Mesin pengering RD lama Material Biji menumpuk di box 2 Kurang pengawasan pekerja (receiving dan pressing) Bongkar muat biji masih dengan tenaga pekerja (pada CD) Method Masa panen melimpah Banyaknya kedatangan biji di receiving Bucket tidak maksimal digunakan (receiving) Alat crane multifungsi (menuju CD) Machine Man Jumlah operator di receiving kurang Gambar 5 Fishbone diagram pemborosan waiting Rendahnya kecepatan operator menuju pressing Waiting Mesin pengering lama bekerja Sumber panas tidak maksimal Material Menunggu grading Mesin grading tidak maksimal bekerja Machine Biji disimpan di silo 1 Silo 1 tidak menampung semua biji kakao kering Inventory Gambar 6 Fishbone diagram pemborosan unnecessary inventory Pekerja memindahkan biji dengan sekop Man Rendahnya material handling Masih menggunakan tenaga pekerja Penggunaan box 1 untuk penampung biji dari CD Motion Rendahnya material handling Method Machine Box 2 tidak sesuai dengan pengering CD Gambar 7 Fishbone diagram pemborosan motion Mesin pengering CD dan mason terpisah Machine Berbeda bangunan Pemindahan biji kakao dengan truk Perbedaan lantai produksi Method Transportation Gambar 8 Fishbone diagram pemborosan transportation

33 Penggambaran diagram fishbone merupakan hasil dari identifikasi pemborosan dari penggambaran keseluruhan proses dengan Value Stream Mapping. Penggambaran diagram fishbone digunakan untuk mengetahui akar masalah pemborosan dan dapat memberikan rekomendasi dari setiap jenis pemborosan yang terjadi. Berdasarkan pemetaan dengan value stream mapping dan fishbone diagram pada Tabel 10 disajikan rekomendasi perbaikan pemborosan pada pengolahan biji kakao kering. Tabel 10 Rekomendasi perbaikan pemborosan 19 Jenis pemborosan Over production Waiting Inventory Motion Transportation Rekomendasi perbaikan Penyesuaian kotak fermentasi untuk menanggulangi masa panen yang melimpah pada receiving. Pemanfaaatan bucket secara maksimal pada receiving, pengawasan pekerja/operator dalam bekerja, penambahan mesin pengepresan, perbaikan material handling untuk pemindahan CD menuju RD dan mason. Perbaikan sumber penghasil panas untuk CD dan RD, penambahan tenaga kerja untuk packing (masa crops) untuk memanfaatkan penggunaan mesin grading, penambahan silo 1 untuk menampung biji kakao kering. Perbaikan dimensi box penampung biji kakao setengah kering, perbaikan material handling untuk membawa biji dari CD menuju RD. Penyatuan lantai produksi (terpisahnya pengering mason pada bangunan lain). Berdasarkan rekomendasi perbaikan yang telah disajikan pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa rekomendasi utama yang diperlukan untuk memperbaiki pemborosan yang terjadi pada proses produksi pengolahan biji kakao kering adalah perbaikan material handling, perbaikan mesin penghasil sumber panas pengeringan, dan penyatuan lantai produksi, serta pengawasan kerja operator. Pengurangan dan penghilangan waktu non value added dan necessary but non value added dari aktivitas berupa menunggu dan perpindahan yang tidak diperlukan berguna untuk mempersingkat waktu produksi biji kakao kering. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa : 1. Jenis pemborosan yang diidentifikasi dari pengolahan biji kakao kering adalah over production, waiting, inventory, motion, dan transportation. 2. Identifikasi Value Stream Mapping yang digunakan adalah PAM dan SCRM. Hasil PAM diidentifikasi VA sebesar 77,99 (RD) dan 79,86% (mason), NVA

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet (INKABA) adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai jenis produk teknik berbahan baku utama karet, salah satunya adalah produk karet damper.

Lebih terperinci

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT.

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT. PT. Barata Indonesia merupakan perusahaan manufaktur dengan salah satu proyek dengan tipe job order, yaitu pembuatan High Pressure Heater (HPH) dengan pengerjaan pada minggu ke 35 yang seharusnya sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan terus tumbuh. Segmen yang menjanjikan yaitu pasar minuman ringan. Pasar minuman ringan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x ABSTRAK... xi BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

Rancangan Lean Manufacturing System Dalam Meningkatkan Efisiensi Kerja Di Perusahaan Komponen Otomotif (Studi Kasus Di PT.

Rancangan Lean Manufacturing System Dalam Meningkatkan Efisiensi Kerja Di Perusahaan Komponen Otomotif (Studi Kasus Di PT. Rancangan Lean Manufacturing System Dalam Meningkatkan Efisiensi Kerja Di Perusahaan Komponen Otomotif (Studi Kasus Di PT. KI Plant Subang) Edi Susanto 1, Arief Irfan Syah Tjaja 2 1,2 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Berdasarkan diagram alir pada gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa dalam melakukan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan mulai

Lebih terperinci

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas Jurnal Teknik Industri, Vol., No., Juni 03, pp.-8 ISSN 30-495X Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 0J Untuk Meningkatkan Produktivitas Ridwan Mawardi, Lely Herlina, Evi Febianti 3,,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang dihadapi

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim)

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim) PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim) Moses L. Singgih dan M.Vina Permata Laboratorium Sistem

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang Menurut data Bappenas

Lebih terperinci

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS Yosua Caesar Fernando 1 dan Sunday Noya 2 Abstract: Meminimalkan pemborosan dalam proses produksi adalah salah satu tujuan

Lebih terperinci

PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA DISPENSING

PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA DISPENSING Journal Industrial Manufacturing Vol. 3, No. 1, Januari 2018, pp. 45-50 P-ISSN: 2502-4582, E-ISSN: 2580-3794 PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING Moses L. Singgih dan Andrie Sandi Pramono Jurusan Teknik Industri ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya email: moses@ie.its.ac.id;future_sandi@yahoo.com

Lebih terperinci

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA Minto waluyo Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang penelitian, penjelasan mengenai permasalahan yang diangkat yaitu berupa perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai, batasan masalah, dan sistematika

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE Shanty Kusuma Dewi 1*,Tatok Dwi Sartono 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang akan di lewati dalam melakukan penelitian ini, yaitu seperti pada Gambar 3.1 merupakan

Lebih terperinci

Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking

Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking 1 Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking Hans Roberto Widiasmoro, dan Moses L. Singgih Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT.

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT. Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN 2337-4349 PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT. SUPRALITA MANDIRI Annisa Kesy Garside 1*, Faraningrum Restiana 2 1,2 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN EVALUASI

BAB V ANALISA DAN EVALUASI BAB V ANALISA DAN EVALUASI Setelah melakukan pengumpulan dan pengolahan data maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data-data yang diperoleh dari, Instalasi rawat jalan RSU Haji Surabaya serta melakukan

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT TESIS PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT Oleh : RIAN ADHI SAPUTRA 9109201408 Latar Belakang PT. PMT industri perakitan peralatan rumah tangga Pemberlakuan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero)

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero) IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero) Ratnaningtyas, Moses Laksono Singgih Magister Managemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul IMPLEMENTASI KONSEP LEAN THINKING

Lebih terperinci

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V)

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V) SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V) Rika Ajeng Priskandana, I Nyoman Pujawan Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lean Thinking Pada dasarnya konsep lean adalah konsep perampingan atau efisiensi. Konsep ini dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur maupun jasa, karena pada dasarnya konsep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori yang akan dijadikan sebagai acuan, prosedur dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian, sehingga permasalahan yang diangkat

Lebih terperinci

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain Jurnal Teknik Industri, Vol.1, No.1, Maret 2013, pp.35-40 ISSN 2302-495X Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain Tubagus Ardi Ferdiansyah 1, Asep Ridwan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan BAB V ANALISA HASIL Pada bab ini akan dijabarkan hasil analisa dari pengolahan data yang telah dilakukan untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pengembangan rekomendasi perbaikan pada sistem dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Jurnal dan referensi diperlukan untuk menunjang penelitian dalam pemahaman konsep penelitian. Jurnal dan referensi yang diacu tidak hanya dalam negeri namun juga

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING PENERAPAN LEAN MANUFACTURING MENGGUNAKAN WRM, WAQ DAN VALSAT UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES FINISHING (Studi Kasus di PT. Temprina Media Grafika Nganjuk) IMPLEMENTATION OF LEAN MANUFACTURING USING

Lebih terperinci

PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING Moses L. Singgih dan Andrie Sandi Pramono Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACURING PADA PROSES PRODUKSI UNTUK MENGURANGI PEMBOROSAN PERSEDIAAN

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACURING PADA PROSES PRODUKSI UNTUK MENGURANGI PEMBOROSAN PERSEDIAAN IMPLEMENTASI LEAN MANUFACURING PADA PROSES PRODUKSI UNTUK MENGURANGI PEMBOROSAN PERSEDIAAN Filscha Nurprihatin 1*, Charles Darvin 1, Gidion Karo-Karo 1, Dino Caesaron 1 1 Program Studi Teknik Industri,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul : ANALISA

Lebih terperinci

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK Krisna Ardi Wibawa, I Nyoman Pujawan Program Magister Manajemen Teknologi ITS Jl. Cokroaminoto 12 A Surabaya E-mail: WibawaCTI@yahoo.com

Lebih terperinci

Perancangan Lean Manufacturing dengan Menggunakan Waste Assessment Model (WAM) dan VALSAT untuk Meminimumkan Waste (Studi Kasus: PT.

Perancangan Lean Manufacturing dengan Menggunakan Waste Assessment Model (WAM) dan VALSAT untuk Meminimumkan Waste (Studi Kasus: PT. Perancangan Lean Manufacturing dengan Menggunakan Waste Assessment Model (WAM) dan VALSAT untuk Meminimumkan Waste (Studi Kasus: PT. XYZ) Tamzil Satria 1, Evi Yuliawati 2 1,2) Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

DEVIS ZENDY NPM :

DEVIS ZENDY NPM : PENERAPAN LEAN MANUFACTURING GUNA MEMINIMASI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. KHARISMA ESA ARDI SURABAYA SKRIPSI Oleh : DEVIS ZENDY NPM : 0732010126 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LEAN THINKING DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN GANGGUAN SPEEDY DI PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk. (TELKOM) DIVISI REGIONAL-V

IMPLEMENTASI LEAN THINKING DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN GANGGUAN SPEEDY DI PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk. (TELKOM) DIVISI REGIONAL-V IMPLEMENTASI LEAN THINKING DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN GANGGUAN SPEEDY DI PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk. (TELKOM) DIVISI REGIONAL-V Prita Lukitasari 1) dan Udisubakti Ciptomulyono 2) 1) Program

Lebih terperinci

Perancangan Lean Strategy Pada Kegiatan Loading di Terminal Petikemas KOJA

Perancangan Lean Strategy Pada Kegiatan Loading di Terminal Petikemas KOJA Perancangan Lean Strategy Pada Kegiatan Loading di Terminal Petikemas KOJA Epafras Mogot Datupadang, Sunaryo Teknik Perkapalan, E-mail : epafras.mogot@ui.ac.id Abstrak Penelititan ini bertujuan mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1 Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, perkembangan dunia usaha mengalami persaingan yang begitu ketat. Agar dapat memenangkan persaingan tersebut perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya industri manufaktur di Indonesia, maka akan semakin ketat persaingan antara perusahaan manufaktur satu dan lainnya. Hal ini memicu perusahaan

Lebih terperinci

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu rangkaian kerangka pemecahan masalah yang dibuat secara sistematis dalam pemecahan masalah yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha peningkatan produktivitas, perusahaan harus mengetahui kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan jasa)

Lebih terperinci

PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN

PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN SKRIPSI Diajukan Oleh : Indah Mutiarahma NPM 0532010150 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Umum Lean Lean pertama kali diperkenalkan oleh Toyota dan dikenal dengan Toyota Production System (Howell, 1999; Liker, 2004). Sistem Produksi Toyota

Lebih terperinci

PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT

PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT Rian Adhi Saputra 1*), Moses L. Singgih 2) Bidang Keahlian Manajemen Industri Program Studi Magister Manajemen Teknologi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGURANGAN WASTE DAN NON VALUE ADDED ACTIVITY DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING DI PT. SRIWIJAYA AIR DISTRICT SURABAYA

IDENTIFIKASI DAN PENGURANGAN WASTE DAN NON VALUE ADDED ACTIVITY DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING DI PT. SRIWIJAYA AIR DISTRICT SURABAYA IDENTIFIKASI DAN PENGURANGAN WASTE DAN NON VALUE ADDED ACTIVITY DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING DI PT. SRIWIJAYA AIR DISTRICT SURABAYA SKRIPSI Oleh : MURTAFI' RIZQI 0532010142 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik Gres Tenan milik Bp. Sardjono Atmomardoyo yang ada di Kampung Batik Laweyan turut andil dalam persaingan dalam hal industri fashion. Mulai dari bakal kain, tas

Lebih terperinci

Oleh : Anindya Gita Puspita ( ) Pembimbing: Drs. Haryono, M.SE

Oleh : Anindya Gita Puspita ( ) Pembimbing: Drs. Haryono, M.SE Oleh : Anindya Gita Puspita (1307 100 064) Pembimbing: Drs. Haryono, M.SE Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 AGENDA SEMINAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri makanan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari pembobotan yang dilakukan terhadap pemborosan (waste)

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMIZE WASTE PADA PROSES PERAKITAN PLASTIC BOX 260 MENGGUNAKAN METODE VSM

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMIZE WASTE PADA PROSES PERAKITAN PLASTIC BOX 260 MENGGUNAKAN METODE VSM PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMIZE WASTE PADA PROSES PERAKITAN PLASTIC BOX 260 MENGGUNAKAN METODE VSM Roberth M Ratlalan 1, Ishardita Pambudi Tama 2, Sugiono 3 Program Magister Teknik Mesin,

Lebih terperinci

Penerapan Lean Supply Chain Dengan Usulan Perbaikan Menggunakan Metode DMAIC

Penerapan Lean Supply Chain Dengan Usulan Perbaikan Menggunakan Metode DMAIC Jurnal Teknik Industri, Vol.1, No.1, Maret 2013, pp.48-53 ISSN 2302-495X Penerapan Lean Supply Chain Dengan Usulan Perbaikan Menggunakan Metode DMAIC Erry Riyadi Prabowo 1, Asep Ridwan 2, Achmad Bahauddin

Lebih terperinci

ANALISA WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN THINKING

ANALISA WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN THINKING ANALISA WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN THINKING Dwi Wahyu.W dan Nisa Masruroh Prodi Teknik Industri FTI-UPNV Jatim ABSTRAKSI PT. Tunas Baru Lampung merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang PT Dirgantara Indonesia (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri kedirgantaraan terutama dalam proses perancangan dan pembuatan komponen pesawat

Lebih terperinci

Analisis Penerapan Lean Manufacturing untuk Menghilangkan Pemborosan di Lini Produksi PT Adi Satria Abadi

Analisis Penerapan Lean Manufacturing untuk Menghilangkan Pemborosan di Lini Produksi PT Adi Satria Abadi Analisis Penerapan Lean Manufacturing untuk Menghilangkan Pemborosan di Lini Produksi PT Adi Satria Abadi Muhammad Shodiq Abdul Khannan 1, Haryono 2 1 ) Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya teknologi saat ini menimbulkan dampak persaingan yang sangat ketat antar perusahaan. Banyak perusahaan berlombalomba untuk mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

Implementasi Value Stream Mapping Untuk Identifikasi Pemborosan Unit Pengantongan Semen ( Studi Kasus di PT. Semen Padang )

Implementasi Value Stream Mapping Untuk Identifikasi Pemborosan Unit Pengantongan Semen ( Studi Kasus di PT. Semen Padang ) Implementasi Value Stream Mapping Untuk Identifikasi Pemborosan Unit Pengantongan Semen ( Studi Kasus di PT. Semen Padang ) Yesmizarti Muchtiar, Ayu Bidiawati JR Kampus III Universitas Bung Hatta Fakultas

Lebih terperinci

Penurunan Waste Intra pada Transportation Process Menggunakan Value Stream Mapping: A Case Study

Penurunan Waste Intra pada Transportation Process Menggunakan Value Stream Mapping: A Case Study Penurunan Waste Intra pada Transportation Process Menggunakan Value Stream Mapping: A Case Study Maria Natalia 1, Nyoman Sutapa 2 Abstract: The thesis discusses the value added and non-value added of the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri mikro, kecil, dan menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi. Perkembangan industri mikro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu sektor industri di Indonesia yang memiliki potensi perkembangan yang tinggi. Menurut Kementerian Perdagangan dan Perindustrian

Lebih terperinci

ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM

ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM Penelitian Thesis Oleh: MUTHMAINNAH 9108.201.308 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Untukmenjaminterselenggaranya tugaspokoktni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi jasa atau barang. Manufacturing adalah proses produksi untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi jasa atau barang. Manufacturing adalah proses produksi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi merupakan proses yang berkenaan dengan pengubahan input menjadi jasa atau barang. Manufacturing adalah proses produksi untuk menghasilkan produk-produk fisik.

Lebih terperinci

Qolli Kusuma, 2 Pratya Poeri Suryadhini, 3 Mira Rahayu 1, 2, 3

Qolli Kusuma, 2 Pratya Poeri Suryadhini, 3 Mira Rahayu 1, 2, 3 RANCANGAN USULAN PERBAIKAN UNTUK MEMINIMASI WAITING TIME PADA PROSES PRODUKSI RUBBER STEP ASPIRA BELAKANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING (STUDI KASUS: PT AGRONESIA DIVISI INDUSTRI TEKNIK KARET) 1

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN PRODUCTION UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI KACA

PENDEKATAN LEAN PRODUCTION UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI KACA PENDEKATAN LEAN PRODUCTION UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI KACA Moses Laksono Singgih dan Andhyaksa Wahyukusuma Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus ITS

Lebih terperinci

PEMETAAN PEMBOROSAN DALAM PROSES PRODUKSI KANTONG SEMEN MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING TOOLS

PEMETAAN PEMBOROSAN DALAM PROSES PRODUKSI KANTONG SEMEN MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING TOOLS PEMETAAN PEMBOROSAN DALAM PROSES PRODUKSI KANTONG SEMEN MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING TOOLS Yesmizarti Muchtiar, Aidil Ikhsan, Ayu Bidiawati, JR Program Studi Teknik Industri Universitas Bung Hatta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Prospek industri plastik cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Potensi pengembangan industri plastik ini terlihat dari konsumsi atau penggunaan yang tinggi

Lebih terperinci

Analisis Proses Produksi Berdasarkan Lean Manufacture Dengan Pendekatan Valsat Pada PT.XX

Analisis Proses Produksi Berdasarkan Lean Manufacture Dengan Pendekatan Valsat Pada PT.XX Analisis Proses Produksi Berdasarkan Lean Manufacture Dengan Pendekatan Valsat Pada PT.XX Abdul Wahid * *) Program Studi Teknik Industri, e-mail: wahid_kaos@yahoo.co.id ABSTRAK Efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE DI PT. HILON SURABAYA SKRIPSI. Oleh : SABTA ADI KUSUMA

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE DI PT. HILON SURABAYA SKRIPSI. Oleh : SABTA ADI KUSUMA PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE DI PT. HILON SURABAYA SKRIPSI Oleh : SABTA ADI KUSUMA 05 32010 132 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TESIS PM IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING DALAM MEMINIMALKAN NON VALUE ADDED PADA PROSES PRODUKSI FINE FLEXIBLE PACKAGING

TESIS PM IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING DALAM MEMINIMALKAN NON VALUE ADDED PADA PROSES PRODUKSI FINE FLEXIBLE PACKAGING HALAMAN JUDUL TESIS PM 147501 IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING DALAM MEMINIMALKAN NON VALUE ADDED PADA PROSES PRODUKSI FINE FLEXIBLE PACKAGING ETTIK FEBRI DWI SUSANTI 9115 201 314 DOSEN PEMBIMBING Prof.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. harulah memiliki keunggulan kompetitif yang dapat di capai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. harulah memiliki keunggulan kompetitif yang dapat di capai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri yang kian pesat memicu persaingan lebih kompetitif dan perusahaan dituntut untuk meningkatkan kinerjanya demi tujuan memberikan nilai lebih kepada

Lebih terperinci

USULAN PENGURANGAN WASTE PROSES PRODUKSI MENGGUNAKAN WASTE ASESSMENT MODEL DAN VALUE STREAM MAPPING DI PT. X

USULAN PENGURANGAN WASTE PROSES PRODUKSI MENGGUNAKAN WASTE ASESSMENT MODEL DAN VALUE STREAM MAPPING DI PT. X Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.01 Vol.4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2016 USULAN PENGURANGAN WASTE PROSES PRODUKSI MENGGUNAKAN WASTE ASESSMENT MODEL

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DENGAN MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING DAN SIMULASI UNTUK MEREDUKSI MANUFACTURING

EVALUASI PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DENGAN MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING DAN SIMULASI UNTUK MEREDUKSI MANUFACTURING TUGAS AKHIR EVALUASI PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DENGAN MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING DAN SIMULASI UNTUK MEREDUKSI MANUFACTURING LEAD TIME (STUDI KASUS: PT ECCO INDONESIA) Ditulis untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri percetakan adalah salah satu industri yang selalu berhubungan dengan gambar dan tulisan untuk dijadikan sebuah hardcopy. Semakin berkembangnya zaman, industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS DAONIL FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI DEPOK JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS DAONIL FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI DEPOK JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK ELIMINASI WASTE PADA LINI PRODUKSI MACHINING CAST WHEEL DENGAN MENGGUNAKAN METODE WAM DAN VALSAT TESIS DAONIL 00678744 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan metodologi penelitian atau tahapan-tahapan penelitian yang akan dilalui dari awal sampai akhir. Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI DISUSUN OLEH : WAHYU EKO NURCAHYO 0632010198 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI DI PT VARIA USAHA BETON DENGAN MENERAPKAN LEAN MANUFACTURING

PENINGKATAN EFISIENSI DI PT VARIA USAHA BETON DENGAN MENERAPKAN LEAN MANUFACTURING PENINGKATAN EFISIENSI DI PT VARIA USAHA BETON DENGAN MENERAPKAN LEAN MANUFACTURING Vika Ririyani 1)*) dan Moses Laksono Singgih 2) 1) Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE PRODUK GRANIT DI DIVISI PRODUKSI PADA PT. IMPERO GRANITO UTAMA

TUGAS AKHIR PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE PRODUK GRANIT DI DIVISI PRODUKSI PADA PT. IMPERO GRANITO UTAMA TUGAS AKHIR PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE PRODUK GRANIT DI DIVISI PRODUKSI PADA PT. IMPERO GRANITO UTAMA Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai

Lebih terperinci

5 BAB V ANALISA DAN HASIL

5 BAB V ANALISA DAN HASIL 5 BAB V ANALISA DAN HASIL 5.1 Analisa 5.1.1 Analisa Kanban Banyaknya kartu kanban yang diperlukan dihitung dengan rumus (Arnaldo Hernandez, 1989): Banyaknya Kanban = Permintaan Harian X Faktor Pengamanan

Lebih terperinci

PENERAPAN WASTE ASSESSMENT MODEL DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DI PT. XYZ

PENERAPAN WASTE ASSESSMENT MODEL DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DI PT. XYZ PENERAPAN WASTE ASSESSMENT MODEL DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DI PT. XYZ Sima Sebayang, Daniel Sembiring Abstract This research aims to improve the efficiency of the clean

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai penghasil nilai (value creator), baik industri manufaktur maupun

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai penghasil nilai (value creator), baik industri manufaktur maupun I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi menyebabkan tingkat persaingan di dunia usaha semakin tinggi. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut setiap perusahaan yang

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil Azizi Start

Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil Azizi Start Reduksi waste Pada Produksi kacang garing Dengan pendekatan lean six sigma Menggunakan Metode FMEA (study kasus pada PT.Dua Kelinci) Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM.

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM. PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE) DAN LEAN SIX SIGMA DI PT. XYZ TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan perkembangan dunia industri yang semakin pesat, seluruh perusahaan yang bergerak dalam sektor industri manufaktur atau jasa dituntut untuk melakukan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING

IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING NASKAH PUBLIKASI IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING (Studi kasus : Divisi Work Fitting PT ATMI Solo) Diajukan

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tahun ke tahun, perkembangan dunia bisnis mengalami peningkatan yang mengakibatkan perusahaan terus bersaing untuk menawarkan produk berkualitas sesuai keinginan konsumen.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka diperlukan sebagai acuan peneliti dalam melakukan penelitian di Rumah Sakit Haji Surabaya untuk memperbaiki sistem rawat jalan dengan minimasi waste menggunakan

Lebih terperinci

PADA SISTEM PRODUKSI KECAP LOMBOK MERAH KEMASAN BOTOL KACA DENGAN PENDEKATAN KONSEP LEAN MANUFACTURING

PADA SISTEM PRODUKSI KECAP LOMBOK MERAH KEMASAN BOTOL KACA DENGAN PENDEKATAN KONSEP LEAN MANUFACTURING LAPORAN TUGAS AKHIR MINIMASI WASTE PADA SISTEM PRODUKSI KECAP LOMBOK MERAH KEMASAN BOTOL KACA DENGAN PENDEKATAN KONSEP LEAN MANUFACTURING (Studi Kasus: PT. Lombok Gandaria) Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelima sebagai negara pengekspor teh di dunia (Suwandi, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. kelima sebagai negara pengekspor teh di dunia (Suwandi, 2016). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas teh memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai sumber pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja, dan sumber devisa negara. Teh merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metodologi penelitian bertujuan untuk memberikan kerangka penelitian yang sistematis sehingga dapat memberikan kesesuaian antara tujuan penelitian dengan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012 MENGURANGI AKTIVITAS-AKTIVITAS YANG TIDAK BERNILAI TAMBAH UNTUK MEMPERBAIKI ALIRAN PROSES PENERAPAN COMPUTERIZED MAINTENANCE MANAGEMENT SYSTEM (CMMS) DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING Chauliah Fatma Putri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian.

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki tahun 1990, Lean Production System yang lahir dari Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian. Dimana tujuan dari sebuah

Lebih terperinci

Identifikasi Waste Pada Proses Produksi Key Set Clarinet Dengan Pendekatan Lean Manufacturing

Identifikasi Waste Pada Proses Produksi Key Set Clarinet Dengan Pendekatan Lean Manufacturing Identifikasi Waste Pada Proses Produksi Key Set Clarinet Dengan Pendekatan Lean Manufacturing Dana Marsetya Utama 1, Shanty Kusuma Dewi 2, Veronika Indah Mawarti 3 Abstract. This study discusses lean manufacturing

Lebih terperinci

JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 1 TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 1 TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA UPAYA PENGURANGAN WASTE DI BAGIAN PRE SPINNING DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING (Studi Kasus di PT XYZ) WASTE REDUCTION EFFORTS IN PRE SPINNING SECTION WITH LEAN MANUFACTURING APPROACH (Case Study

Lebih terperinci

UPAYA PENGURANGAN PEMBOROSAN DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING

UPAYA PENGURANGAN PEMBOROSAN DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UPAYA PENGURANGAN PEMBOROSAN DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING Arik Hariyanto 1) dan Dwi Iryaning Handayani 2 Jurusan Teknik Industri Universitas Panca Marga Probolinggo

Lebih terperinci

Reduksi Waste pada Proses Produksi Kacang Garing Medium Grade dengan Pendekatan Lean Six Sigma

Reduksi Waste pada Proses Produksi Kacang Garing Medium Grade dengan Pendekatan Lean Six Sigma F295 Reduksi Waste pada Proses Produksi Kacang Garing Medium Grade dengan Pendekatan Lean Six Sigma Ikha Sriutami dan Moses Laksono Singgih Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PRODUKSI

PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PRODUKSI PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMASI WASTE PADA PROSES PRODUKSI (Studi Kasus: KSU Brosem) SKRIPSI Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Akademik

Lebih terperinci

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN BAB 3 METODELOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Metode penelitian adalah suatu prosedur atau kerangka yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dirumuskan. Pendekatan yang digunakan

Lebih terperinci