KAJIAN AKT IVIT AS DAN KARAKT ERISASI SENYAWA ANT IMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA DIANA HERMAWAT I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN AKT IVIT AS DAN KARAKT ERISASI SENYAWA ANT IMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA DIANA HERMAWAT I"

Transkripsi

1 KAJIAN AKT IVIT AS DAN KARAKT ERISASI SENYAWA ANT IMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA DIANA HERMAWAT I SEKOLAH PASCASARJANA INST IT UT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

2 ABSTRACT DIANA HERMAWATI, (2005) STUDIES ON ACTIVITIES AND CHARACTERIZATION OF ANTIMICROBIAL COMPOUNDS FROM SUMBAWA MARE S MILK. Under the supervision of MIRNAWATI SUDARWANTO as the Chairman of Advisory Committee, SOEWARNO T. SOEKARTO, FRANSISKA R. ZAKARIA, SOFJAN SUDARDJAT and FADJAR SUMPING TJATUR RASA as members of Advisory Committee. Mare s milk is a natural secretion of mammary gland of mare recently the so called wild horse milk is believed in cure effects to some diseases such as tuberculoses, typhoid fever, anemia, diarhea, leucaemia and cancer. The main objectives of the research are to find out the antimicrobial substance in Sumbawa mare s milk including (1) observation of the field condition of mare s milk production and cultivation of Sumbawa horses, (2) verification of the antimicrobial activity of Sumbawa mare s milk, (3) evaluation of the antimicrobial substance in mare s, (4) the influence of heating and storaging on the activity of antimicrobial substances, (5) the spectrum of antimicrobial substance against pathogenic or food spoilage bacterias, (6) the polarity characteristics of antimicrobial compounds, and (7) Isolation, identification and characterization of the antimicrobial compounds of Sumbawa mare s milk. It was observed that the wild horse milk was produced from mares in the island of Sumbawa (districts of Sumbawa, Bima and Dompu), West Nusa Tenggara Province. Horses in Sumbawa island are raised extensively in the forest or savanah in the mountainous areas and were left there at days and nights. The farmers usually milk mares in the field at night. It was also observed that Sumbawa mare s milk had a special features i.e. not spoile until five months storage at room temperature without any treatments such as pasteurization, freezing or adding a preservative substance. This condition indicated that Sumbawa mare s milk contains a natural antimicrobial compound. The result of the verification of the antimicrobial activity in Sumbawa mare s milk showed that milk samples from farmers and distributors had strong antimicrobial activity. It means that Sumbawa mare s milk contains antimicrobial compounds. The stability test of the antimicrobial activity (of the milk) revealed that it was influenced by the length of storage time but slightly decreased by heating, about 26,6% of the initial activity. The next experiment was to measure the spectrum of antimicrobial activity of Sumbawa mare s milk by using nine bactericid species of gram positive and gram negative as well as pathogens and food spoilage types. This experiment resulted in data that the antimicrobial compounds of Sumbawa mare s milk was a broad spectrum of antimicrobial activity. In general, gram positive bacteria was more sensitive compared to gram negative bacteria, however Vibrio cholerae, a gram negative bacteria, was the most sensitive to antimicrobial substance of mare s milk, therefore Sumbawa mare s milk could be used to cure diarhea caused by Vibrio cholerae. The polarity characteristics of antimicrobial compound was known by using 6 solvents of different the polarity. The result indicated that methanol was the best solvent for antimicrobial compounds of Sumbawa mare s milk. The fractionation of antimicrobial compounds of Sumbawa mare s milk using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) resulted seven (7) fractions. The first three fractions had no antimicrobial activity while the last four had. One out of four active fractions (that was the 7 th fraction, the last fraction) had a strong antimicrobial activity, 206 mm 2 area of clear zone.

3 The identification of the 7 th fraction by using Bradford method indicated a protein compound, and by using electrophoresis it was found out that the molecular weight of the protein was 61,0 kd. The experiement was to characterize the protein compound of the mare s milk antimicrobial substance by using infra red spectrophotometer while for its carbohydrate compound by using ultra violet spectrophotometer. The result of this experiment demonstrated that the protein was a galactose containing glucoprotein. Since the glucoprotein contains a galactose unit, it was suggested that the name of the 7th fraction is galactoequin or galactoferrin.

4 ABSTRAK DIANA HERMAWATI. KAJIAN AKTIVITAS DAN KARAKTERISASI ANTIMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA (HORSE MILK). Di bawah bimbingan: Prof. DR. drh. Hj. MIRNAWATI SUDARWANTO sebagai ketua; Prof. DR. SOEWARNO T. SOEKARTO; Prof. DR. Ir. FRANSISKA R. ZAKARIA, M.Sc; DR. drh. SOFJAN SUDARDJAT, D. MS; dan drh. FADJAR SUMPING TJATUR RASA, Ph.D, sebagi anggota. Susu kuda Sumbawa adalah susu yang berasal dari ambing kuda betina yang sehat tanpa ditambah atau dikurangi zat apapun yang secara empiris telah digunakan sebagai obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti penyakit saluran pencernaan, tuberkulosis, anemia, radang paru-paru dan kanker. Tujuan penelitian ialah menemukan senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa melalui penelitian sebagai berikut : (1) Mengamati kondisi lapangan cara produksi dan penanganan kuda Sumbawa, (2) Verifikasi aktivitas antimikroba dari susu kuda Sumbawa, (3) Mengkaji kemungkinan daya antimikroba berasal dari jenis-jenis tumbuhan tempat pengembalaan kuda Sumbawa, (4) Mengetahui pengaruh pemanasan dan penyimpanan terhadap stabilitas aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, (5) Mengetahui spektrum antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri patogen dan perusak pangan, (6) Mengetahui sifat polaritas senyawa antimikroba dan (7) Isolasi, Identifikasi dan Karakterisasi senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa. Dari observasi lapangan, susu kuda liar berasal dari kuda di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang dipelihara secara ekstensif (liar) di hutan, gunung dan padang rumput. Susu kuda Sumbawa mempunyai keistimewaan yaitu tidak mengalami penggumpalan dan kerusakan meskipun tidak dipasteurisasi dan tanpa diberi bahan pengawet apapun, serta tahan disimpan pada suhu kamar sampai 5 bulan. Sifat ini memberi petunjuk bahwa dalam susu kuda Sumbawa terkandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diduga senyawa antimikroba alami. Hasil verifikasi antimikroba terhadap sampel susu kuda Sumbawa yang berasal dari peternak dan pedagang dan menunjukkan adanya aktivitas antimikroba yang kuat dalam susu kuda tersebut dengan diameter hambatan 15,18 34,63 mm. Selanjutnya dilakukan uji stabilitas antimikroba susu kuda Sumbawa dengan pemanasan dan penyimpanan, hasilnya: pemanasan 70 o C selama 10 menit menurunkan aktivitas antimikroba, sedangkan penyimpanan pada suhu kamar sampai 5 bulan tidak menurunkan aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa. Spektrum antimikroba susu kuda dapat diketahui dengan dilakukan pengujian terhadap 9 jenis bakteri patogen dan perusak pangan. Hasilnya menunjukkan bahwa antimikroba dalam susu kuda mempunyai spektrum yang luas, dan ternyata bakteri gram positif lebih sensitif dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Bakteri Vibrio cholerae yang bersifat gram negatif tetapi sangat peka terhadap susu kuda Sumbawa yang mengindikasikan susu kuda Sumbawa dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit saluran pencernaan seperti diarhea. Sifat polaritas senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa dapat diketahui dengan menggunakan 6 jenis pelarut yang berbeda tingkat polaritasnya. Dari hasil analisis tersebut, pelarut metanol adalah pelarut terbaik yang dapat digunakan untuk melarutkan senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa.

5 Fraksinasi senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menghasilkan 7 fraksi dimana 4 fraksi mempunyai aktivitas antimikroba dan satu fraksi diantaranya yaitu fraksi 7 yang mempunyai aktivitas antimikroba yang paling kuat. Uji terhadap sifat fraksi 7 dengan metode Bradford menunjukkan bahwa fraksi 7 adalah senyawa protein dan uji kuantitatif dengan elektroforesis menunjukkan hanya satu pita protein, dan mempunyai berat molekul 61,0 kd. Dengan menggunakan spektrofotometer infra merah hasilnya menunjukkan bahwa fraksi 7 adalah senyawa glukoprotein dan dengan uji spektrofotometer UV ternyata fraksi 7 mengandung galaktosa. Berdasarkan hasil karakterisasi bahwa senyawa antimikroba fraksi 7 dari susu kuda Sumbawa adalah senyawa glukoprotein yang mengandung galaktosa, maka fraksi 7 yang memiliki daya antimikroba paling kuat dari susu kuda Sumbawa diusulkan untuk dinamakan galaktoequin atau galaktoferin.

6 SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Diana Hermawati Asal Program Studi S3 : Sains Veteriner (SVT) NRP : P /SVT Asal Instansi : Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan, Bogor NIP : : Alamat asal : Komplek Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Gunung Sindur, Bogor. menyatakan dengan sebenarnya, bahwa : judul, isi dan data hasil penelitian didalam proses penyusunan dan penulisan disertasi ini, adalah hasil dari penelitian dan karya saya sendiri sejak akhir 1998 hingga akhir 2003, dibimbing oleh 5 (lima) dosen pembimbing, yaitu: Prof. DR. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto sebagai ketua; Prof. DR. Soewarno T. Soekarto; Prof. DR. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc; DR. drh. Sofjan Sudardjat D., MS; dan drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.D, sebagai anggota. Demikian surat pernyataan ini. Bogor, Juli Yang membuat pernyataan, Diana Hermawati (P /SVT)

7 KAJIAN AKTIVITAS DAN KARAKTERISASI SENYAWA ANTIMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA DIANA HERMAWATI DISERTASI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

8 Judul Disertasi : Kajian Aktivitas dan Karakterisasi Senyawa Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa Nama Mahasiswa : Diana Hermawati Nomor Pokok : P /SVT Program Studi : Sains Veteriner Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto Ketua Prof. Dr. Soewarno.T. Soekarto. Anggota Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc. Anggota Dr. drh. Sofjan Sudardjat D., MS. Anggota drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, PhD. Anggota Ketua Program Studi Sains Veteriner Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor drh. Bambang Pontjo P., MS, PhD. Prof. Dr. Ir. Hj. Sjafrida Manuwoto, MSc. Tanggal Ujian : 25 Juli 2005 Tanggal Lulus : 25 Juli 2005

9 Riwayat Hidup Penulis dilahirkan pada tanggal 19, Februari 1955 di Jakarta, merupakan anak pertama dari ayahanda Gatot Soedarmo dengan ibunda Lilik Sri Sukapti, penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Pondok Pinang, Kebayoran Lama pada tahun 1967, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 48 Kebayoran Lama pada tahun 1970 dan menamatkan sekolah menengah atas di SMA Triguna Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada tahun Pada tahun 1975, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjahmada, tamat tahun Pada tahun 1994, penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains di Institut Pertanian Bogor jurusan Kesehatan Masyarakat Veteriner dibawah bimbingan Prof. DR. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto, Drh. Mohammad Iskandar M.Sc dan Drh. Syamsul Bahri Siregar M.Sc, yang berhasil diselesaikan pada tahun Selanjutnya pada tahun 2000, penulis memasuki program Doktor di Institut Pertanian Bogor pada program Sains Veteriner Sub Program Kesehatan Masyarakat Veteriner. Sejak tahun 1985 sampai tahun 1996 penulis bekerja sebagai staf di Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, selanjutnya mulai tahun 1997 sampai saat ini penulis bekerja di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian sebagai Kepala Balai di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan.

10 KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan selesainya penulisan disertasi yang berjudul : Kajian Aktivitas dan Karakterisasi Senyawa Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor di Program Studi Sains Veteriner Sub Program Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing yaitu : Prof. DR. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto sebagai ketua komisi pembimbing; Prof. DR. Soewarno T. Soekarto; Prof. DR. Ir Fransiska R. Zakaria, M.Sc; DR. drh. Sofjan Sudardjat, D. MS; dan drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.D, sebagai anggota komisi pembimbing, atas petunjuk, saran mulai dari perencanaan, pelaksanaan penelitian, penulisan dan penyempurnaan penulisan ini. Kepada kedua orang tua, ayahanda Gatot Soedarmo dan ibunda Lilik Sri Sukapti yang telah mengantarkan kami sampai jenjang pendidikan terakhir S3, kepada adik dan keponakan yang telah membantu baik moril maupun materil kami ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas semangat dan do a yang telah diberikan selama ini. Terima kasih kepada Bapak Direktur Jenderal Peternakan yang telah memberi ijin mengikuti pendidikan strata 3 pada Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, semua staf di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP), Bapak Drh. Sri Dadi Wiryosuhanto dan staf Indonesia International Animal Science Research and Development Foundation (INI ANSREDEF) serta sahabat-sahabat dan semua pihak yang tidak tersebutkan atas bantuan dan dukungannya yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian, proses penyusunan disertasi dan penyelesaian studi doktor ini. Semoga bantuan, dukungan dan perhatian yang telah bapak dan ibu berikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata semoga disertasi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Juli 2005 Penulis

11 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...i DAFTAR TABEL...iv DAFTAR GAMBAR...v DAFTAR LAMPIRAN...vi I. PENDAHULUAN...1 A. LATAR BELAKANG...1 B. TUJUAN PENELITIAN...4 C. MANFAAT HASIL PENELITIAN...4 D. HIPOTESIS...5 II. TINJAUAN PUSTAKA...6 A. KUDA Kuda di Indonesia Kuda Sumbawa...8 B. SUSU Komposisi Susu Protein Susu Susu Kuda Susu Kuda Sumbawa Khasiat Susu Kuda Sumbawa...15 C. ANTIMIKROBA Antibiotik Antimikroba Tanaman Antimikroba Susu...19 a. Laktoferin...19 b. Laktoperoxidase...19 c. Laktoglobulin...20 d. Laktolipida...20 D. MEKANISME KERJA SENYAWA ANTIMIKROBA Gangguan Dinding dan Membran Sel Inaktivasi Enzim Esensial Inaktivasi Fungsi Material Genetika...21 E. MIKROBA PATOGEN DAN PERUSAK PANGAN Bakteri Patogen Bakteri Perusak Pangan Bakteri Gram Negatif dan Positif Mycobacterium tuberculosis...29 F. BAKTERI ASAM LAKTAT Koumis Yakult Yogurt Kefir...32 G. EKSTRAKSI, FRAKSINASI, ISOLASI DAN KARAKTERISASI Metode Ekstraksi Metode Fraksinasi secara Kromotografi...34

12 ii 3. Metode Isolasi dan Identifikasi secara Elektroforesis Metode Spektrofotometer...37 a. Spektroskopi Infra Merah...37 b. Spektroskopi Ultra Violet...38 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN...40 A. TEMPAT PENELITIAN...40 B. BAHAN BAN ALAT Bahan...40 a. Susu Kuda Sumbawa, Susu Pembanding dan Tumbuhan Makanan Kuda Sumbawa...40 b. Bahan-bahan untuk Analisis Bioassay...41 c. Bahan-bahan untuk Uji Ekstraksi, Fraksinasi dan Isolasi...41 d. Bahan-bahan untuk Uji Identifikasi Alat...42 a. Peralatan untuk Bioassay...42 b. Peralatan untuk Fraksinasi...42 c. Peralatan untuk Isolasi dan Identifikasi Kultur Bakteri...42 C. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN Tahap Pertama (Pengamatan lapangan, pengambilan susu kuda Sumbawa dan tumbuhan bahan makanan kuda Sumbawa) Tahap Kedua (Pembuktian hipotesa pertama) Tahap Ketiga (Pembuktian hipotesa kedua) Tahap Keempat (Pembuktian hipotesa ketiga) Tahap Kelima (Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba)...45 D. METODA PENELITIAN Pengamatan Lapangan Verifikasi Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa Percobaan Uji Aktivitas Antimikroba dari Berbagai Tumbuhan yang Dimakan Kuda Sumbawa Percobaan Stabilitas Daya Antimikroba Susu Kuda Sumbawa Percobaan Spektrum Aktivitas Antimikroba Percobaan Analisis Sifat Polaritas Senyawa Antimikroba Percobaan Fraksinasi Senyawa Antimikroba dengan KCKT Percobaan Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antimikroba Percobaan Karakterisasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Infra Merah dan Spektrofotometer Ultra Violet Percobaan Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...58 A. PENGAMATAN LAPANGAN Deskripsi Pulau Sumbawa dan Populasi Kuda Sumbawa Pemeliharaan Kuda di Pulau Sumbawa Cara Memerah dan Produksi Susu Kuda Sumbawa Penanganan dan Kondisi Susu di Lapangan Penggunaan dan Arti Ekonomi Susu Kuda Sumbawa bagi Masyarakat Setempat...68

13 iii B. VERIFIKASI ANTIMIKROBA DALAM SUSU KUDA SUMBAWA DAN TUMBUHAN Uji Aktivitas Antimikroba dalam Susu Kuda Sumbawa Uji Aktivitas Antimikroba dari Tumbuhan Sumber Makanan Kuda Sumbawa...73 C. UJI STABILITAS, SPEKTRUM DAN SIFAT POLARITAS SENYAWA ANTIMIKROBA PADA SUSU KUDA SUMBAWA Uji Stabilitas Daya Antimikroba Susu Kuda Sumbawa...75 a. Pengaruh Pemanasan...75 b. Pengaruh Penyimpanan Uji Spektrum Aktivitas Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa Uji Sifat Polaritas Senyawa Antimikroba...81 D. FRAKSINASI, ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ANTIMIKROBA DALAM SUSU KUDA SUMBAWA Fraksinasi Senyawa Antimikroba...83 a. Fraksinasi Komponen Susu Kuda Sumbawa...83 b. Aktivitas Antimikroba dari Fraksi-Fraksi Isolasi dan Identifikasi Fraksi Identifikasi dan Karakterisasi Gugus Aktif Fraksi a. Identifikasi Gugus Aktif Protein...88 b. Identifikasi Komponen Gula...91 E. PRODUKSI KONSENTRAT DARI SUSU KUDA SUMBAWA...93 V. PEMBAHASAN UMUM...96 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN...112

14 iv DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel 1. Komposisi susu beberapa spesies Mamalia Tabel 2. Komposisi protein kolostrum dan susu kuda Tabel 3. Perbandingan komposisi susu kuda dengan susu hewan ternak lainnya dan susu mamalia (%) Tabel 4. Komposisi dan sifat susu kuda Sumbawa dan susu kuda pacu Tabel 5. Karakteristik pelarut-pelarut organik untuk ekstraksi komponen bioaktif Tabel 6. Populasi kuda di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dan Indonesia tahun Tabel 7. Populasi kuda Sumbawa di pulau Sumbawa tahun Tabel 8. Volume produksi susu kuda Sumbawa dan perhitungan nilai (dalam rupiah) per tahun (2003) Tabel 9. Aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, susu kuda bukan Sumbawa dan susu sapi menggunakan bakteri uji Micrococcus luteus ATCC Tabel 10. Beberapa jenis tumbuhan yang dikonsumsi kuda Sumbawa Tabel 11. Pengaruh pemanasan pada suhu 70 o C selama 10 menit terhadap stabilitas daya antimikroba susu kuda Sumbawa Tabel 12. Pengaruh masa simpan terhadap stabilitas daya antimikroba susu kuda Tabel 13. Uji sensitifitas antimikroba pada susu kuda* ) terhadap berbagai bakteri patogen dan perusak pangan Tabel 14. Daya antimikroba (mm) hasil ekstraksi dengan pelarut dari berbagai tingkat polaritas dan pelarut air Tabel 15. Hasil uji aktivitas mikroba fraksi-fraksi senyawa aktif antimikroba dalam fase air susu kuda Sumbawa Tabel 16. Hasil analisis spektrum infra merah terhadap fraksi 7 dan Laktoferin Tabel 17. Hasil uji spektrofotometer ultra violet beberapa jenis standar gula, laktoferin dan sampel fraksi no

15 v DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Gambar 2. Tahap dan urutan penelitian senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa Gambar 3. Uji aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, susu kuda bukan Sumbawa, susu sapi dan susu kuda pacu (Yoshimura et al, 1991) Gambar 4. Pemisahan susu menjadi fase hexan dan air Gambar 5. Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda Sumbawa Gambar 6. Skema urutan proses produksi konsentrat antimikroba Gambar 7. Pemeliharaan kuda Sumbawa di kabupaten Sumbawa Gambar 8. Pemeliharaan kuda Sumbawa di kabupaten Dompu Gambar 9. Kuda di kabupaten Bima yang sedang pulang ke kandang dari padang rumput Gambar 10. Pemeliharaan kuda Sumbawa di kabupaten Bima Gambar 11. Kuda Sumbawa yang sedang diperah dipingir hutan Gambar 12. Kuda Bima yang sedang diperah di dalam atau dekat kandang Gambar 13. Penyimpanan susu dalam jerigen di kabupaten Bima Gambar 14. Penyimpanan susu dalam botol di kabupaten Sumbawa Gambar 15. Penanganan susu kuda Sumbawa di Tangerang Gambar 16. Kemasan botol komersil oleh CV. Dian dan CV. Kilo Baru (pengumpul/pedagang) di Sukabumi Gambar 17. Kemasan botol komersil oleh CV. Rachman Ali Belo, di Mataram dan kemasan botol komersil di Dompu Gambar 18. Susu yang telah di simpan 5 bulan tidak rusak Gambar 19. Aktivitas antimikroba susu segar Gambar 20. Aktivitas antimikroba susu kuda bukan Sumbawa dan susu sapi segar Gambar 21. Aktivitas antimikroba susu asam Gambar 22. Jenis tumbuhan Papanta dan Mampidaroo yang biasa dimakan kuda Sumbawa Gambar 23. Jenis tumbuhan Sisisanga, Mporingame dan Karoowa yang biasa dimakan kuda Sumbawa... 74

16 vi 24. Gambar 24. Hasil fraksinasi senyawa aktif antimikroba dengan KCKT Gambar 25. Hasil elektroforesis sampel fraksi no Gambar 26. Hasil elektroforesis standar laktoferin susu sapi Gambar 27. Hasil analisis spektrum fotometer infra merah fraksi Gambar 28. Hasil analisis spektrum fotometer infra merah standar laktoferin Gambar 29. Hasil analisis komponen gula dengan spektrofotometer ultra violet Gambar 30. Skema produksi konsentrat susu kuda Sumbawa DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Lampiran 1. Ringkasan Laporan Studi Kasus Lampiran 2. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Susu Kuda Sumbawa, Susu Kuda Bukan Sumbawa dan Susu Sapi Lampiran 3. Proposal Aplikasi Hasil Penelitian Susu Kuda Sumbawa

17 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Susu telah dikenal sebagai bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, mudah dicerna dan mengandung zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh manusia seperti lemak, protein, karbohidrat dan mineral. Susu adalah sekresi kelenjar susu dari mamalia menyusui termasuk ternak. Susu yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagian besar adalah susu sapi dan susu ternak lainnya seperti kerbau, kambing dan juga susu kuda (Winarno, 1993). Di Eropa Timur susu kuda sudah dikenal sebagai minuman kesehatan sejak berabad-abad yang lalu. Di Mongolia, Eropa Timur, daerah pegunungan di Asia Timur dan Rusia, susu kuda sudah diketahui khasiatnya, baik sebagai minuman sehari-hari maupun sebagai obat. Kaisar Mongolia, Djenghis Khan dan pasukannya adalah peminum susu kuda (Kosikowski, 1982). Sedangkan di Indonesia baru dikenal tahun seribu sembilan ratus delapan puluhan. Di Rusia susu kuda diolah menjadi Koumiss yang dipakai untuk Koumiss therapy di rumah sakit di Samara, Moskwa, Leningrad, Volinsk dan lain-lain. Pada tahun 1962 sudah ada 23 rumah sakit di Rusia yang menggunakan Koumiss therapy untuk menanggulangi penyakit-penyakit tuberculosis (TBC), saluran pencernaan, avitaminosis, anemia (lesu darah), penyakit kardiovaskuler, lever dan ginjal (Dharmojono, 1993). Di Indonesia, penggunaan susu kuda liar untuk pengobatan berbagai macam penyakit baru dikenal setelah ada pengalaman beberapa pasien penderita leukemia yang disembuhkan (Anonymous, 1991 dan Anonymous, 1992). Sekitar tahun 1998 banyak beredar dan populer di masyarakat produk susu kuda dengan label susu kuda liar dan dipromosikan sebagai obat yang dapat

18 2 menyembuhkan berbagai penyakit, seperti paru-paru basah, tuberkulosis, tifus, anemia, kanker dan sebagainya. Susu kuda Sumbawa yang dijual dengan label susu kuda liar dinyatakan masa edarnya sampai beberapa bulan (Anonymous, 1998a). Susu kuda liar yang kemudian ternyata adalah susu kuda Sumbawa dijual melalui apotik, toko obat, radio swasta, pasar swalayan, bandara udara dan perorangan di beberapa kota di Indonesia. Dari pengamatan di lapangan ternyata susu kuda Sumbawa yang disimpan pada suhu kamar sampai beberapa bulan tidak rusak, melainkan hanya mengalami fermentasi, padahal susu sapi yang disimpan pada suhu kamar dalam waktu 24 jam sudah rusak dan tidak dapat dikonsumsi lagi (Hermawati, 1998; Hermawati, 2001; Hermawati, 2002; Hermawati, 2003 dan Hermawati, 2004). Masyarakat meyakini bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai khasiat dapat mengobati bermacam-macam penyakit namun demikian khasiat tersebut belum berdasarkan pada hasil penelitian. Menurut Dharmojono (1998b), masyarakat yang mengkonsumsi susu kuda Sumbawa yakin khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti kanker, tuberkulosis paru-paru, saluran kencing, anemia, saluran pencernaan dan jenis penyakit lainnya yang tidak dapat ditanggulangi oleh dokter, sehingga oleh masyarakat sering disebut sebagai obat dewa (Anonymous, 1991; Anonymous, 1992; Anonymous, 1993a dan Nuroso, 1993). Di lain pihak ada sebagian masyarakat yang menyangsikan khasiat susu kuda Sumbawa sebagai obat, sebagaimana dikutip dari pemberitaan beberapa media masa (Faried dan Budi, 1998). Susu kuda Sumbawa pernah dilarang oleh DEPKES untuk diiklankan dan diedarkan dengan label susu kuda liar yang dapat menyembuhkan beberapa macam penyakit dan dilarang dijual di apotek dan pasar swalayan. Larangan ini membuat asosiasi persusuan dan distributor susu kuda liar resah dan dalam pertemuannya dengan DITJEN POM disepakati bahwa semua produk susu kuda yang ada di peredaran tidak mencantumkan lagi khasiat obat pada labelnya, kata-kata kuda liar

19 3 diganti dengan kuda Bima dan dinyatakan sebagai produk minuman susu yang baik untuk kesehatan (Anonymous, 1998b). Berawal dari fenomena alam bahwa susu kuda Sumbawa tidak rusak walaupun disimpan dalam suhu kamar sampai beberapa bulan dan hasil penelitian awal yang memberikan petunjuk adanya aktivitas antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, maka peneliti mengangkat masalah susu kuda Sumbawa ini sebagai bahan penelitian disertasinya. Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat dipakai untuk mendukung kebijakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan dalam pengembangan kuda Sumbawa antara lain melalui pemberdayaan peternak kuda, seleksi, perbaikan manajemen peternakan dan penanganan susu kuda, serta alternatif pemanfaatan susu kuda Sumbawa. Di samping itu hasil penelitian ini dapat meluruskan distorsi informasi mengenai kegunaan dan khasiat susu kuda Sumbawa yang diterima masyarakat dan memberikan tambahan pengetahuan bagi para peternak kuda akan manfaat susu kuda untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya. Demikian pula dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai susu kuda yang masih sedikit di Indonesia. Penelitian meliputi observasi lapangan dan penelitian laboratorium. Observasi lapangan dilakukan di Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu di pulau Sumbawa, provinsi Nusa Tenggara Barat dengan maksud untuk mengetahui kondisi kuda, lokasi, waktu, peternak dan cara memerah susu kuda Sumbawa, serta cara-cara mengemas, menyimpan dan mengirim susu kuda Sumbawa untuk dipasarkan. Observasi juga dilakukan di tempat penjualan susu kuda Sumbawa untuk mengetahui perlakuan terhadap susu kuda Sumbawa (penambahan bahan pengawet, pemanasan, pendinginan dan penyimpanannya). Hasil penelitian lapangan ini digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesa penelitian.

20 4 Penelitian laboratorium dimaksudkan untuk mengetahui (1) adanya aktivitas senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, (2) aktivitas dan stabilitas senyawa antimikroba dalam susu kuda dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan bakteri perusak pangan, (3) komponen dan gugus aktif senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, (4) pengembangan produk baru konsentrat susu kuda Sumbawa untuk produk komersial. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan spesifik penelitian susu kuda Sumbawa adalah untuk mengetahui : (1) kondisi lapangan tentang cara pemerahan dan penanganan susu kuda Sumbawa; (2) hasil verifikasi aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa; (3) daya antimikroba dari jenis-jenis tumbuhan tempat penggembalaan kuda Sumbawa; (4) stabilitas daya antimikroba terhadap pemanasan dan penyimpanan susu kuda Sumbawa; (5) spektrum antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri patogen dan perusak pangan; (6) sifat polaritas senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa dan (7) hasil isolasi dan identifikasi serta karakterisasi senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa. C. MANFAAT HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk : (1) memperoleh data dasar tentang aktivitas antimikroba, sifat, stabilitas, komponen, dan isolasi senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, (2) menyediakan data dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan susu kuda Sumbawa sebagai produk diversifikasi,

21 5 (3) mengembangkan manfaat susu kuda Sumbawa sebagai makanan kesehatan, dan (4) pengembangan ekonomi daerah dan meningkatkan sumber pendapatan masyarakat. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang benar mengenai susu kuda Sumbawa. Bagi pemerintah khususnya bagi Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan dapat tergerak sebagai data dasar untuk perumusan kebijakan dalam pengembangan peternakan, diversifikasi produk peternakan dan untuk realisasi potensi ekonomi daerah dari peternak kuda Sumbawa dan sejenisnya. D. HIPOTESIS Berdasarkan observasi lapangan, survei literatur dan penelitian pendahuluan mengenai susu kuda Sumbawa, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : (1) Bahwa susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba yang kuat; (2) Bahwa daya antimikroba susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum yang luas; (3) Bahwa senyawa antimikroba pada susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein.

22 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. KUDA Kuda adalah hewan mamalia berlambung tunggal dan berkuku satu dari famili Equidae, dari genus Equus dan spesies Caballus, yang terdiri dari berbagai galur. Equus caballus occidentalis atau galur kuda berdarah dingin di Eropa dan galur Equus cabalus orientalis yang berdarah panas di Asia dan Amerika. Kuda yang ada saat ini telah mengalami evolusi yang dimulai dari nenek moyang kuda generasi pertama yang hidup 50 juta tahun lalu yang dinamai Eohippus. Generasi kedua 35 juta tahun lalu dinamai Mesohippus, generasi berikutnya dinamai Pliohippus sampai dengan generasi yang sekarang dari genus Equus. Generasi Equus hidup di Amerika Utara, kemudian imigrasi ke daratan Asia, Eropa, Afrika dan Amerika Selatan melalui daratan. Salah satu dari generasi Equus kemudian berkembang menjadi kuda liar (Feral Horse) di daratan Amerika, (Soehardjono, 1990; Wiryosuhanto, 2003). Pada saat ini spesies kuda liar yang masih hidup yaitu "Equus Przewalskii yang ditemukan di habitat alamnya di pegunungan yang berbatasan dengan Tiongkok atau dari kebun-kebun binatang di Eropa dan Amerika Utara. Spesies lain yang masih hidup sampai sekarang adalah Keledai (Equus assinus), Zebra (Equus atau Hippotigris burchelli) dan kuda domestik (Equus cabalus). Kuda liar yang ada sekarang adalah Feral Horse yaitu kuda yang ditangkap dan dijinakkan menjadi kuda domestik sekarang (Wiryosuhanto, 2003). 1. Kuda di Indonesia Menurut Soehardjono (1990), kuda asli Indonesia adalah keturunan kuda Mongol. Kuda Mongol sendiri adalah keturunan dari kuda Przewalskii yang ditemukan pada tahun 1879 di Asia Tengah yang penyebarannya sampai ke wilayah Asia

23 7 Tenggara. Asal-usul kuda Indonesia sangat panjang, dimulai pada abad ke-7 Masehi pada masa kerajaan Hindu-Budha di Jawa dan Sumatra. Diperkirakan kuda Indonesia berasal dari Asia Selatan yang dibawa oleh pedagang dan pemuka agama Hindu dan Budha, kuda-kuda tersebut keturunan kuda Mongol dan persilangan antara kuda Mongol dengan kuda Pegunungan Himalaya. Selanjutnya pada abad ke-13 tentara Khubilai Khan dari dataran Tiongkok datang ke Jawa Timur dengan membawa kuda Mongol. Keturunan dari kuda ini masih ada di pegunungan Tengger dan Cirebon. Kedatangan para penyebar agama Islam dari India Selatan pada abad ke-13 juga mempengaruhi perkembangan kuda di Indonesia. Mereka membawa kuda hasil persilangan antara kuda Arab dengan kuda Mongol. Pada abad ke-16 bangsa Portugis datang ke Indonesia Timur antara lain ke Sulawesi Utara; mereka membawa kuda keturunan Arab dengan Eropa. Hasil persilangan kuda-kuda tersebut melahirkan kuda Minahasa ( Soehardjono,1990 dan Wiryosuhanto, 2003) Menurut hasil pengamatan, di Indonesia ada dua jenis kuda yaitu kuda yang hidup di dataran tinggi Tapanuli, Sumatra Utara yang dikenal dengan kuda Batak dan kuda yang hidup di wilayah timur Indonesia yang dikenal dengan sebutan kuda Sandel (Soehardjono, 1990). Sedangkan menurut Wiryosuhanto (2003), pada masa pemerintahan kolonial Belanda, kuda Arab disilangkan dengan kuda lokal menghasilkan kuda Sandel-Arab di Sumatra dan kuda Sandel-Sumba di daerah Timor. Kemudian banyak pejantan kuda Sandel yang digunakan untuk perbaikan mutu kuda di Jawa karena mempunyai darah kuda Eropa yang didatangkan dari Australia. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kuda Indonesia asli adalah keturunan kuda Mongol, kuda Arab dan kuda Eropa. Menurut Encyclopedia van Netherland Oast Indie yang dikutip Soeharjono (1990), pada tahun 1920 terdapat 15 jenis kuda di Indonesia yaitu: Makassar, Gorontalo, Minahasa, Sumba, Sumbawa, Bima, Flores, Savoe, Roti atau Kosi, Timor, Sumatra, Jawa, Bali dan Lombok, serta Kuningan.

24 8 2. Kuda Sumbawa Kuda Sumbawa berasal dari pulau Sumbawa yaitu dari Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Di Nusa Tenggara Timur juga terdapat kuda sejenis dengan kuda Sumbawa namun dengan mengunakan nama kuda Sumba. Soeharjono (1990) melaporkan bahwa populasi kuda di pulau Sumba sebanyak ekor. Kuda-kuda tersebut pada umumnya dipelihara secara ekstensif ( liar ) di padang rumput savana. Tinggi kuda sekitar 1,15 m, berbadan kuat dan mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi sehinga kuda tersebut digunakan sebagai kuda tarik. Berdasarkan data statistik peternakan 2002, populasi kuda di Provinsi NTB tinggal sebanyak ekor dan di Provinsi NTT sebanyak ekor (Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2002). B. SUSU Menurut Buckle et al (1987), susu didefinisikan secara umum sebagai sekresi kelenjar susu dari hewan yang menyusui. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (1991) susu didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat tanpa ditambah atau dikurangi zat apapun kecuali didinginkan serta diperoleh dengan cara yang baik dan benar. Istilah susu untuk konsumsi diartikan sebagai susu sapi, sedangkan untuk susu hewan mamalia lainnya diikuti dengan nama spesiesnya, sehingga susu yang berasal dari ambing kuda disebut susu kuda. Secara struktural, susu adalah emulsi lemak dalam air. Susu murni pada umumnya berwarna putih atau putih kekuningan dengan rasa yang agak manis karena adanya gula susu atau laktosa (Rahman et al, 1992; Varnam and Sutherland, 1994). 1. Komposisi Susu Susu mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup anak mamalia seperti lemak, protein, karbohidrat (laktosa), vitamin, mineral dan air. Komponen dan karakteristik zat gizi yang terdapat dalam susu

25 9 memungkinkan zat gizi susu mudah diserap dan digunakan oleh tubuh hewan atau manusia (Buckle et al, 1997). Pada Tabel 1 dapat dilihat perbedaan kadar lemak, protein, gula, abu dan air dari beberapa spesies mamalia. Kadar lemak susu bervariasi dari 1,59%-54,2%, yang paling rendah pada kuda (1,59%) dan yang paling tinggi pada anjing laut (54,2%). Kadar lemak susu sapi 3,90% hampir mendekati kadar lemak susu manusia 3,80%, sedangkan kadar lemak susu kuda 1,59% lebih rendah dari susu sapi dan susu manusia. Kadar protein susu juga bervariasi yaitu berkisar antara 1,20%-12,95%. Kadar protein paling rendah pada susu manusia (1,20%) dan paling tinggi pada susu kelinci (12,95%). Dilihat dari kadar proteinnya, kadar protein susu kuda (2,00%) paling mendekati kadar protein susu manusia (1,20%), disamping itu kandungan kasein susu kuda juga rendah sehingga susu kuda tidak menggumpal bila diasamkan (Buckle et al, 1987). Kadar laktosa susu beberapa spesies mamalia bervariasi antara 1,79%-7,00%, yang paling rendah pada susu ikan paus (1,79%) dan paling tinggi pada susu manusia (7,00%), sedang susu anjing laut tidak mempunyai kadar laktosa. Dari variasi tersebut, kecuali lemak komposisi susu kuda mendekati kadar laktosa susu manusia (Buckle et al, 1997). Tabel 1. Komposisi susu beberapa spesies mamalia Jenis Lemak (%) Protein (%) Laktosa (%) Abu (%) Air (%) Kambing 4,09 3,71 4,20 0,79 87,81 Ikan Paus 22,24 11,90 1,79 1,66 63,00 Kelinci 13,60 12,95 2,40 2,55 68,50 Kerbau 7,40 4,74 4,64 0,78 82,44 Kuda 1,59 2,00 6,14 0,41 89,86 Domba 8,28 5,44 4,78 0,90 80,60 Anjing laut 54,20 12,00-0,53 34,00 Sapi 3,90 3,40 4,80 0,72 87,10 Manusia 3,80 1,20 7,00 0,21 87,60 Sumber : Buckle et al (1997)

26 10 2. Protein Susu Protein susu sapi terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu 80 persen dari total protein adalah kasein dan sisanya yang 20 persen protein whey. Menurut Moller (1995), kasein terdiri dari empat komponen yaitu : α s1 kasein; α s2 kasein; β kasein; dan k kasein. Jumlah komponen kasein tersebut berturut-turut adalah : 4,5% α s1 kasein; 12% α s2 kasein; 34% β kasein dan 10% k kasein dari total protein susu, serta mempunyai berat molekul antara gram per mol. Kasein terdapat dalam bentuk kasein kalsium yang merupakan senyawa kompleks dari kalsium fosfat kasinat (pembentuk utama keju) dan berbentuk partikelpartikel kompleks koloid yang disebut micells. Bila ph susu cukup asam kira-kira 5,2 5,3, akan terjadi penggumpalan kasein disertai dengan larutnya garam-garam kalsium dan fosfor. Protein whey yaitu protein yang terdapat di bagian aktif susu meliputi protein globulin dengan berat molekul antara : gram per mol. Protein whey terdiri dari dua komponen utama, yaitu β-lactoglobulin (β-lg) dan α lactolbumin (α-la) (Moller, 1995). Naidu (2002) menyatakan bahwa laktoferin juga terdapat dalam protein whey. Setelah partus, kolostrum susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 16,41% ; 13,46 %; 2,95 % dan 0,052%. Dua sampai lima hari setelah partus susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 4,13% ; 2,11%; 2,02% dan 0,031%. Sedangkan delapan sampai empat puluh lima hari setelah partus susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 2,31 %; 1,11% ; 1,20% dan 0,031% (Csapokiss et al, 1995).

27 11 Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kolostrum susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN sangat tinggi pada hari-hari pertama kemudian menurun dengan cepat sampai hari ke empat puluh lima setelah partus; dan setelah itu menjadi menurun dengan lambat. Kolostrum susu kuda mengandung lebih dari 10% protein dan 80% dari protein tersebut mengandung immunoglobulin. Setelah selesai masa kolostrum, whey protein susu kuda mengandung 11,21% immunoglobulin, 2 15% serum albumin, 26-50% Ü-lactalbumin dan 28-60% â-lactoglobulin (Csapo-kiss et al, 1995). Komposisi protein susu kuda bervariasi menurut fase laktasi. Menurut Csapokiss et al, (1995) komposisi total protein, protein whey, kasein dan NPN pada kolostrum (1 hari), susu (2-5 hari) dan susu kuda 45 hari setelah partus disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi protein kolostrum dan susu kuda Komposisi Kolostrum ( /100 gr susu) 1 hari 2-5 hari Susu Kuda Total Protein 16,41 4,13 2,31 Protein Whey 13,46 2,11 1,11 Protein Kasein 2,95 2,02 1,20 NPN 0,052 0,043 0,031 Sumber: Csapo-kiss et al (1995) Total protein kolostrum susu kuda satu hari setelah partus sangat tinggi yaitu 7 kali lebih besar bila dibandingkan dengan total protein susu kuda bukan kolostrum, whey protein 12 kali lebih besar, kasein 2,5 kali lebih besar dan NPN 1,7 kali lebih besar. Total protein, whey, kasein dan NPN terus menurun sejak hari kelima sampai mencapai susu kuda biasa (Csapo-kiss et al, 1995) 3. Susu Kuda Secara keseluruhan komposisi susu kuda berbeda dengan komposisi susu hewan lainnya (Tabel 1). Dari komposisinya susu kuda lebih mendekati komposisi susu

28 12 manusia, karena susu kuda mengandung kadar lemak dan protein yang rendah dan kandungan laktosanya juga tinggi. Susu kuda sudah sejak beberapa abad yang lalu dikonsumsi oleh masyarakat di daerah Asia Tenggara, Mongolia, Eropa Timur dan Rusia. Susu kuda pada umumnya dikonsumsi dalam bentuk susu fermentasi sebagai minuman sehari-hari maupun untuk tujuan pengobatan. Susu fermentasi tersebut di Eropa Timur dikenal sebagai Koumiss (Kosikowski, 1982). Di negara Rusia dan negara-negara Eropa Timur, susu kuda banyak digunakan untuk pengobatan penyakit radang paru-paru terutama tuberculosis. Selain penyakit TBC susu kuda banyak digunakan untuk pengobatan penyakit ginjal, hati, radang usus, radang lambung, anemia, avitaminosis dan gangguan kardiovaskuler (Anonymous, 1993b; Anonymous,1997). Dibandingkan dengan susu hewan ternak lain, susu kuda mempunyai beberapa keunggulan yaitu mengandung protein whey dan laktosa yang lebih tinggi dari pada susu hewan ternak lainnya dan mendekati susu ibu (Tabel 3) (Morel, 2003). Protein susu kuda dalam kolostrum sangat tinggi yaitu 13,5% dan dalam laktasi biasa hanya 2,7%. Lemak atau lipida pada susu kuda, relatif lebih rendah dibandingkan dengan susu hewan ternak dan susu ibu. Protein dalam laktasi terdiri dari 1,3% protein kasein dan 1,2% protein whey. Protein kasein mengandung asam amino esensial dan membantu mengangkut mineral dari induk kuda ke anak melalui susunya. Kasein diasosiasikan dengan ion kalsium, fosfat dan magnesium yang membentuk misel-misel yang membawa mineral dalam susu kuda. Protein whey ada dua tipe, yaitu pertama whey protein yang terdapat dalam susu kuda dan whey protein lainnya yang terdapat di dalam darah dan susu. Protein whey yang ada dalam susu terdiri dari laktoglobulin-â (28-60% dari protein whey), dan laktalbumin-á (26-50% dari protein whey) (Gibbs et al, 1982). Laktalbumin-á merupakan s umber asam amino dan kaya akan asam amino esensial seperti triptofan (Morel, 2003).

29 13 Tabel 3. Perbandingan komposisi susu kuda dengan susu hewan ternak lainnya dan susu ibu (%). No. Jenis Susu Total Solid 1. Manusia (ibu) 12,4 2. Sapi 12,7 3. Kambing 13,2 4. Domba 19,3 5. Kuda 11,2 Sumber: Morel (2003). Lemak 3,8 3,7 4,5 7,4 1,9 Protein Kasein 0,4 2,8 2,5 4,6 1,3 Protein Whey 0,6 0,6 0,4 0,9 1,2 Laktosa 7,0 4,3 4,1 4,8 6,2 Protein whey yang ada dalam susu dan sirkulasi darah adalah serum albumin (2-15% protein whey), serum globulin (11-21% dari protein whey) (Gibbs et al, 1982). Serum albuminnya sama dengan serum albumin dalam darah, sedangkan serum globulin adalah fraksi immunologikal susu kuda dan karenanya sangat tinggi konsentrasinya dalam kolostrum (Morel, 2003). Menurut Sudarwanto et al (1998), susu kuda mempunyai fraksi protein yang kaya dengan whey protein (35-50%) dari total protein. Sedangkan menurut Jometti et al (2001) komposisi susu kuda berbeda dengan komposisi susu sapi tetapi hampir mirip dengan komposisi susu manusia yaitu rendah non protein nitrogen (NPN), rendah kasein dan tinggi laktosa; dan Morel (2003) mengatakan bahwa protein dalam susu kuda terdiri dari protein whey (1,2%) dan protein kasein (1,3%). Laktosa adalah komponen energi dalam susu kuda (6,1%), satu molekul laktosa terdiri dari satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa, dalam usus anak komponen galaktosa mudah diubah menjadi glukosa (Morel, 2003). 4. Susu Kuda Sumbawa Dari hasil analisa komposisi susu kuda Sumbawa yang dilakukan oleh Supriati (1998) di Pusat Pengembangan Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor, diketahui bahwa kandungan gizi susu kuda Sumbawa per 100 gram adalah 1,3 gram protein, 2,0 gram lemak, 114 mg Ca, 135 mg/lt vitamin C dan 0,64 mg Fe serta 690 mg/lt

30 14 provitamin A (karoten). Sedangkan Sudarwanto et al (1998) dan Hermawati et al (2003) telah menganalisis komposisi susu kuda Sumbawa dan susu kuda Pacu seperti dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi dan sifat susu kuda Sumbawa dan susu kuda Pacu Komposisi Susu Kuda Sumbawa 1) b) a) Susu Kuda Pacu Berat jenis 1, Kadar lemak (%) 1,68 2,0 Kadar protein (%) 2,26 1,70 Kadar laktosa (%) 4,31 5,80 Bahan kering tanpa lemak (%) 8,75 8,40 Kadar abu (%) 0,41 1,15 TPC 3,81 x ph 2,73 4,28 7,00 Antimikroba (mm) 2) ,4 13,37 1) Susu kuda persilangan antara kuda Sumba dengan kuda pacu Thoroughbred. 2) Diameter daerah hambatan. Sumber : a) Sudarwanto et al (1998); b) Hermawati (2003) Sudarwanto et al (1998) telah melakukan pengujian terhadap 12 sampel susu kuda Sumbawa dengan waktu simpan sampel berkisar 2 sampai 12 minggu. Hasil pengujiannya dilaporkan sebagai berikut: berat jenis 1,0235; kadar lemak 1,68%; kadar protein 2,26%; kadar laktosa 4,31% dan bahan kering tanpa lemak 8,75%; kadar abu 0,41 dan mikroba 3,81 x Hasil penelitian tersebut tidak terlalu berbeda bila dibandingkan dengan susu kuda Pacu (Tabel 4), hanya kadar laktosanya dari hasil pengujian susu kuda Sumbawa lebih rendah. Hasil uji organoleptik susu kuda Sumbawa adalah berwarna putih; bau khas; rasa asam; konsistensi encer; ph antara 2,73 sampai 4,25; uji alkohol negatif; dan uji bioassay mm. Oleh karena susu kuda Sumbawa mengalami autofermentasi maka ph-nya rendah dan menyebabkan rasa susunya sangat asam (Sudarwanto et al, 1998). Menurut Sukmaya (2002), proses fermentasi pada umumnya terjadi karena adanya bakteri asam laktat yang mengubah laktosa menjadi asam laktat. Salah satu keunggulan susu kuda adalah lebih mudah dicerna oleh usus manusia karena laktosa susu kuda mengandung dua molekul gula,

31 satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa, dan galaktosa mudah diubah menjadi glukosa (Morel, 2003) Khasiat Susu Kuda Sumbawa DITJEN POM pada tahun 1998 mengumumkan hasil kunjungan pejabatnya ke desa Saneo, Kabupaten Dompu dan desa Palama, Kabupaten Bima bahwa susu kuda Sumbawa yang dijual di pulau Jawa berasal dari pemerahan susu kuda Sumbawa yang dipelihara secara ekstensif di pulau Sumbawa, antara lain dari desa Saneo, Kabupaten Dompu dan desa Palama, Kabupaten Bima. Hasil pengujian di Balai POM di beberapa daerah menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa bersifat asam dengan ph 3-4, tidak mengandung bakteri patogen, bahan pengawet maupun bahan yang membahayakan, serta nilai gizinya baik dan kadar lemaknya rendah, yaitu 0,97% (Anonymous, 1998b). Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat melaporkan bahwa susu kuda Sumbawa di Nusa Tenggara Barat dihasilkan oleh kuda yang dipelihara masyarakat di pulau Sumbawa secara ekstensif tradisional (liar) dan mengkonsumsi hijauan makan ternak dari tumbuhan yang ada. Susu kuda biasanya dikemas dalam botol atau jirigen plastik. Hasil pemeriksaan laboratorium Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat menyebutkan bahwa keadaan susu asam, hampir semua sampel susu yang diperiksa mengandung kuman dengan jumlah 9,2 x 10 4 per ml (Hilman, 1998). Penelitian tentang khasiat susu kuda Sumbawa di Indonesia masih sangat sedikit. Sudarwanto et al (1998) telah meneliti komposisi susu kuda Sumbawa pada tahun 1998 dan Hermawati (2001) meneliti mengenai aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa. Potensi untuk penyembuhan penyakit telah diteliti oleh Rijatmoko (2003) yaitu aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa terhadap Mycobacterium tuberculosis. Penelitian-penelitian tersebut di atas merupakan upaya menemukan senyawa antimikroba alami dari sumber daya hayati asli Indonesia sebagaimana yang juga telah

32 16 mulai banyak diteliti, diantaranya buah atung dari Maluku (Moniharapon, 1998; Murhadi, 2002), rimpang lengkuas (Rahayu, 1999). Manfaat susu kuda untuk perawatan dan pengobatan penyakit tertentu telah banyak dikemukakan oleh para pakar dari bekas negara Uni Soviet, namun hasil-hasil penelitiannya jarang dipublikasikan secara meluas. Publikasi mengenai Koumiss, yaitu susu kuda yang difermentasi dengan bakteri Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus lactis, dan Tarula sp yang disebut Koumiss dinyatakan mampu meningkatkan daya persembuhan bagi penderita tuberkulosis, typhoid dan paratyphoid (Anonymous, 1997). Penelitian oleh Hermawati (1998) terhadap susu kuda Sumbawa dalam rangka surveillans residu antibiotika dalam susu, termasuk susu kuda Sumbawa, menggunakan metode Yoshimura (1991), menunjukkan adanya aktivitas antimikroba alami dengan diameter hambatan 22,2 mm atau luas hambatan 387,2 mm 2. C. ANTIMIKROBA Secara umum senyawa antimikroba mempunyai sifat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Sedangkan senyawa antimikroba alami berasal dari senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme, tumbuh- tumbuhan atau oleh binatang. 1. Antibiotik Antibiotik adalah senyawa organik yang biasa digunakan sebagai obat antibakterial. Cara kerja antibiotik pada bakteri adalah merusak asam nukleat, menghambat sintesa protein, merusak dinding sel dan menghambat fungsi membrane sel. Sifat kerja antibiotik adalah bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri atau bakterisid yaitu membunuh bakteri dan atau kombinasi keduanya. Sedangkan berdasarkan spektrum kerjanya antibiotik dibedakan menjadi antibiotik berspektrum luas, antibiotik berspektrum sempit dan kombinasi keduanya (Brander et. al, 1991).

33 17 Berdasarkan sifat kerja dan spektrumnya, antibiotik dapat digolongkan menjadi: (1) golongan aminoglikosida, yang bekerja menghambat sintesa protein bakteri, mempunyai sifat berspektrum sempit dan aktif pada bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus. Contoh antibiotik golongan aminoglikosida adalah neomycin, streptomycin dan gentamycin; (2) golongan makrolide, antibiotik golongan ini termasuk berspektrum sempit, sensitif terhadap Mycoplasma, Rickettsia dan Chlamydia. Cara kerjanya menghambat sintesa protein, contoh antibiotik golongan ini adalah tilosin; (3) golongan penicillin; antibiotik ini pertama kali ditemukan oleh Flemming tahun 1929, cara kerjanya menghambat sintesa dinding sel bakteri. Contoh antibiotik golongan penicillin adalah Benzyl penicillin, Cloxacillin, Amoxycillin; (4) golongan Tetracyclin, cara kerjanya menghambat sintesa protein, termasuk berspektrum luas, pada dosis terapeutik bersifat bakteriostatik dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Contoh antibiotik golongan tetrasiklin adalah oksitetrasiklin; (5) golongan lain-lain (miscellaneous), terdiri dari kloramphenicol, tiamulin, polimiksin, nitrofuran, quinolon. Antibiotik golongan ini termasuk berspektrum luas, cara kerjanya menghambat sintesa protein, bersifat bakteriostatik (Reynolds, 1989 ). 2. Antimikroba Tanaman Antimikroba alami dari tanaman adalah suatu senyawa yang terkandung dalam tanaman dan memiliki aktivitas sebagai antimikroba. Antimikroba alami dari tanaman berupa senyawa fitogleksin, fenolik, dan asam organik (Harbone, 1987). Mekanisme penghambatan komponen alami tumbuhan dengan cara bereaksi dengan komponen fosfolipid dari membran sel bakteri (Davidson, 1993). Minyak atsiri dari rempah-rempah bersifat menghambat pertumbuhan mikroba. Komponen utama dari minyak atsiri adalah fenol dan eugenol. Senyawa fenol menyebabkan lisis pada sel mikroba, sehingga racun dapat masuk ke dalam sel dan dapat menyebabkan kebocoran metabolit essensial yang dibutuhkan mikroba

34 18 (Lawrence dan Block, 1971). Penelitian yang dilakukan oleh Ratna et al (1993) dan Sugiarto (1986) bahwa eugenol yang terkandung dalam daun cengkeh mempunyai sifat larut dalam alkohol dan terbukti menghambat pertumbuhan Aspergillus flavus pada konsentrasi 125 ppm. Beberapa peneliti melakukan penelitian mengenai senyawa yang berasal dari beberapa tumbuhan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen dan bakteri perusak pangan, yaitu: ekstrak kulit kayu sikam, ekstrak buah sotul, ekstrak buah andalima, dan ekstrak buah atung (Saragih, 2001; Ardiansyah, 2001; Moniharapon, 1998). Ekstrak kulit kayu sikam (Bischoffia javanica, BL) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat semi polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan menggunakan etil asetat dalam konsentrasi 35 µl/ml bersifat bakteriostatik yang dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan Bacillus cereus, sedangkan pada konsentrasi 35 µl/ml bersifat bakterisida (Saragih, 2001). Ekstrak buah sotul (Sandaricum koetjape) diteliti oleh Fajar (2001) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan etanol terbukti menghambat pertumbuhan bakteri perusak pangan. Ektrak buah andalima (Zanthoxylum acanthopedicum) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat semi polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan etil asetat terbukti mampu menghambat bakteri pathogen, kapang dan bakteri perusak pangan (Ardiansyah, 2001). Ekstrak buah atung (Parinarium glabarimum Hassk) mempunyai komponen bioaktif yang fraksi aktifnya dengan etil asetat mampu menghambat dan membunuh bakteri pembentuk dan non pembentuk spora, bakteri pathogen dan bakteri pembusuk, gram positif dan gram negatif. Daya antimikroba biji atung secara konsisten sangat kuat terhadap 6 jenis bakteri penting pada produk pangan : Staphylococcus aureus,

35 Salmonella enteritidis, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, Bacillus substilis dan Pseudomonas aeruginosa (Moniharapon, 1998) Antimikroba Susu Menurut Randolph dan Gould (1968) dan Reiter (1985) yang disitasi oleh Conner (1993), mengelompokkan senyawa antimikroba alami dari susu sapi terdiri dari immunoglobulin, lysozym dan laktoferin. Sedangkan Naidu (2000) menyatakan bahwa beberapa kelompok senyawa antimikroba alami susu sapi adalah laktolipida dan senyawa protein yaitu laktoferin, laktoperoxidase dan laktoglobulin. a. Laktoferin Laktoferin dalam susu pertama kali diisolasi oleh Groves (1960) dengan metode khromatografi. Laktoferin adalah polypeptida tunggal dengan berat molekul antara 75 sampai 80 kda, mempunyai afinitas yang sangat besar dan spesifik terhadap besi (Aisen and Leibman, 1972). Menurut Magawa et al (1972), laktoferin merupakan senyawa glukoprotein yang mempunyai aktivitas antimikroba di dalam susu. Selain terdapat pada air susu, laktoferin juga ditemukan pada sekresi tubuh dan jaringan hewan. Konsentrasi laktoferin tertinggi terdapat dalam kolostrum susu. b. Laktoperoxidase Susu dari beberapa spesies hewan seperti sapi, babi, domba, kelinci dan manusia mengandung laktoperoxidase. Menurut Stephens et al (1979), susu sapi mengandung 30 mg/liter laktoperoxidase tetapi kelinci mengandung laktoperoxidase kali lebih banyak dari pada sapi. Menurut Morrisawa (1968), laktoperoxidase disekresikan dari kelenjar-kelenjar seperti kelenjar di hidung, air mata, serviks uterus pada manusia, babi, kera, tikus, marmut dan hamster.

36 20 Carlstrom (1969) menyatakan laktoperoxidase merupakan senyawa glukoprotein dengan berat molekul 78 kda dan mengandung 0,0680-0,0709% zat besi dan 9,9-10,2% karbohidrat. Pruits dan Tenovuo (1985), menyatakan laktoperoxidase mempunyai aktivitas antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri stater di dalam susu. c. Laktoglobulin Laktoglobulin sebagian besar berada dalam protein whey susu hewan ruminansia seperti sapi, kambing, dan hewan berlambung tunggal seperti babi, kuda, anjing dan kucing. Sedangkan Hambling (1992) mengatakan susu manusia dan tikus tidak menghasilkan laktoglobulin. Menurut Larson (1979) laktoferin disintesa oleh sel epitel dari beberapa kelenjar. d. Laktolipida Laktolipida bukan senyawa protein tetapi merupakan senyawa nutrisi dalam susu yang mempunyai aktivitas antimikroba pada bagian asam lemaknya (Katara, 1980). D. MEKANISME KERJA SENYAWA ANTIMIKROBA Penghambatan aktivitas mikroba dapat dilakukan oleh komponen bioaktif senyawa antimikroba melalui empat (4) mekanisme, yaitu: (1) gangguan terhadap sejumlah sub gugus penyusun sel; termasuk dinding sel, (2) reaksi dengan membran sel yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan kehilangan komponen penyusun sel, (3) inaktivasi enzim esensial, (4) destruksi atau inaktivasi fungsi material genetik (Davidson, 1993).

37 21 1. Gangguan Dinding dan Membran Sel Unit dasar dinding sel bakteri tersusun dari peptidoglikan (murein dan mukopeptida). Fungsi peptidoglikan adalah secara mekanis memberi ketegaran pada sel bakteri, disamping sebagai dasar membran sitoplasma (Russel, 1983). Komponen bioaktif dapat merusak dinding sel yang mengakibatkan lisis atau menghambat sintesis komponen dinding sel bakteri (Russel, 1984). Komponen bioaktif mempengaruhi integritas membran sitoplasma yang mengakibatkan kebocoran materi intraselular, seperti fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, menghambat ikatan ATP-ase (enzim yang membantu produksi energi pada sel) pada membran. Reaksi komponen bioaktif dengan membran sel dapat mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran zat nutrisi dari dalam sel, akibatnya menghambat transpor subsrat (Brooks et al, 1989). 2. Inaktivasi Enzim Esensial Komponen bioaktifnya dapat merusak sistem metabolisme didalam sel dengan cara menghambat sintesis protein bakteri (Jay, 1986), atau menghambat kerja enzim intraselular (Kim et al, 1995). 3. Inaktivasi Fungsi Material Genetik Komponen bioaktifnya dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (DNA dan RNA) akibatnya mengganggu transfer informasi genetik. Senyawa antimikroba menghambat aktivitas enzim RNA polimerase dan DNA polimerase (Russel, 1983), selanjutnya menginaktivasi atau merusak material genetik sehingga mengganggu proses pembelahan sel untuk pembiakan (Kim et al., 1995).

38 22 E. MIKROBA PATOGEN DAN PERUSAK PANGAN Kelompok bakteri yang dapat menyebabkan penyakit atau keracunan pada manusia adalah kelompok bakteri patogen. Beberapa spesies patogenik yang menyebabkan infeksi melalui makanan pada manusia adalah : Vibrio cholerae, Salmonella typhimurium, Shigella boydii, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). Kelompok bakteri penyebab kerusakan makanan adalah bakteri yang dapat memecah komponen-komponen yang ada didalam suatu makanan sehingga menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan menimbulkan perubahan citarasa makanan tersebut. Beberapa spesies bakteri yang dapat menimbulkan kerusakan pangan adalah Pseudomonas aerugenosa, Bacillus cereus, Bacillus subtilis dan Micrococcus luteus (Fardiaz, 1989). 1. Bakteri Patogen V. cholerae merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang bengkok, bergerak sangat aktif dengan mengunakan satu flagela kutub dan aerob. Bakteri V. cholerae adalah bakteri yang umum terdapat dalam air dan menyebabkan kolera pada manusia. Pengobatan yang penting pada penderita kolera dengan memberikan cairan dan elektrolit sebagai penganti dehidrasi dan kekurangan garam. Banyak obat antimikroba efektif terhadap V. cholerae, tetapi pada daerah endemik V. cholerae resisten terhadap tetrasiklin (Jawetz, 1996; Murray et al, 1998). S. typhimurium merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, fakultatif anaerob dan suhu optimal untuk pertumbuhannya 37 0 C (Holt et al; 1994). S. typhimurium ditularkan melalaui mulut dan bersifat patogen bagi manusia dan hewan. Penularan bakteri ini melalaui hewan atau produk hewan kepada manusia, sehingga menyebabkan enteritis, infeksi sistemik dan demam enterik (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). S. typhimurium menyebabkan infeksi pada manusia, sumber

39 23 penularannya dari manusia. Pada hewan, salmonella bersifat patogen dan hewan dapat sebagai reservoir yang menjadi sumber infeksi pada manusia. Bakteri ini masuk melalui mulut bersama dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi. S. typhimurium pada manusia menyebabkan 3 macam penyakit utama, tetapi sering ditemukan bentuk campuran ketiga macam jenis penyakit tersebut. Ketiga macam penyakit tersebut adalah demam enterik (demam tifoid), bakteremia dengan lesi fokal atau nekrosis fokal (Salmonella cholerae suis) dan enterokolitis atau gastroenteritis (S. typhimurium) dengan peradangan di usus halus dan usus besar. Pengobatan salmonella pada umumnya dengan antimikroba diantaranya kloramfenikol atau ampisilin, tetapi selalu terjadi resistensi terhadap beberapa jenis obat antimiroba sehingga mempersulit pengobatannya. Untuk itu diperlukan uji kepekaan guna menentukan jenis antibiotik yang tepat untuk pengobatan salmonella (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). Sh. boydii habitat alaminya terbatas pada saluran pencernaan manusia dan primata. Bakteri ini menyebabkan disentri basiler. Shigella merupakan bakteri gram negatif, berbentuk kokobacilus, bersifat fakultatif anaerob, dapat tumbuh baik secara aerobik. Infeksi shigella pada umumnya terbatas pada saluran pencernaan dan sangat menular. Proses patologik yang penting adalah invasi pada rel epitel mukosa, mikroabses pada dinding usus besar dan ileum yang menyebabkan nekrosis selaput mukosa, ulserasi superfisial, pendarahan dan pembentukan pseudomembran pada daerah ulkus. Gambaran klinis setelah masa inkubasi satu sampai dua hari, secara mendadak tumbuh nyeri perut, demam dan tinja encer. Apabila tinja berkurang encernya maka tinja sering mengandung lendir dan darah (Jawetz et al 1998; Murray et al, 1998). Pengobatan dengan antimikroba sering gagal, untuk menghilangkan Shigella dari saluran pencernaan. Disamping itu terjadi resistensi terhadap berbagai jenis obat antimikroba.

40 24 B. cereus merupakan salah satu contoh bakteri patogen dan perusak pangan yang penyebarannya sangat luas dan dapat menyebabkan infeksi baik pada manusia maupun pada hewan (Hostacka dan Majtan, 1992). B. cereus merupakan bakteri gram positif, membentuk spora dan aerobik obligat (Marriott, 1989). Bakteri ini pertama kali dilaporkan oleh Frankland pada tahun 1887, merupakan bakteri batang dengan ukuran sel yang relatif besar (1,0-1,2 um), panjang 3,0-5,0 um, suhu optimum pertumbuhannya pada o C (rata-rata 30 o C), ph optimum pertumbuhannya 7,0-7,5 (Fardiaz, 1985). Berdasarkan sifat patogeniknya. B. cereus dibagi kedalam tiga kelompok yaitu (1) galur penyebab diare (memproduksi toksin piogenik) dengan gejala mual-mual, keram perut, diare, dan kadang-kadang muntah setelah inkubasi selama 8-16 jam, (2) galur penyebab muntah (memproduksi toksin emetik) dengan gejala mual-mual dan muntah setelah inkubasi 1-6 jam (rata-rata 2-5 jam), dan (3) tidak memproduksi enterotoksin (Fardiaz, 1985). St. aureus merupakan bakteri patogen dan pencemar makanan yang memproduksi enterotoksin (A, B, C, D, dan E), bersifat Gram positif, berbentuk bulat bergerombol seperti anggur, tidak berspora, katalase positif anaerobik fakultatif (aerobik lebih baik) kebanyakan bersifat koagulasi positif dan relatif tahan garam antara 10-20% serta membutuhkan glukosa 50-60%. Pertumbuhannya pada 6,7-45,5 o C (optimum pada o C, ph 4,0-9,8 (optimum pada ph 7,0-7,5), a w minimal 0,86/0,90 (Fardiaz, 1985). Enterotoksin A(serologi Ab-Ag) bersifat paling beracun. Enterotoksin ini merupakan polipeptida ( dalton), umumnya diproduksi pada kisaran suhu o C (optimum pada o C) selama jam pada ph 5,0-9,0 (optimum 6,8-7,0) dan a w lebih dari atau sama dengan 0,95 (Fardiaz, 1985). E. coli merupakan bakteri patogen, indeks sanitasi dan pencemar makanan, merupakan flora yang normal saluran pencernaan. Di dunia telah ditemukan galurgalur E. coli yang bukan merupakan flora normal karena dapat menyebabkan diare

41 25 pada bayi-bayi yang lebih dikenal dengan nama E. coli enteropatogenik (Fardiaz, 1985). Sampai saat ini telah banyak ditemukan galur-galur spesifik E. coli. E. coli enteropatogenik merupakan bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan melalui dua cara, yaitu : (1) dengan cara memproduksi enterotoksin (tidak bersifat invasif atau menembus) dengan gejala diare tanpa demam dan (2) dengan cara invasif atau penetrasi pada sel-sel mukosa usus disertai gejala infeksi seperti menggigil, demam dan diare (Fardiaz, 1985). E. coli merupakan bakteri Gram negatif dan termasuk ke dalam kelompok koliform bersama-sama dengan Enterobacter dan Klebsiella yang semuanya tergabung dalam famili Enterobacteriaceae. E. coli adalah bakteri berbentuk batang dengan ukuran panjang 2,0-6,0 mikron dan lebar 1,1-1,5 mikron, terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan, bersifat tidak motil atau motil (dapat bergerak) dengan flagella peritrikous, tumbuh pada suhu udara minimum 0,96 (Fardiaz, 1985). 2. Bakteri Perusak Pangan Pseudomonas merupakan kelompok bakteri perusak pangan yang sering menimbulkan kebusukan pada makanan seperti pada susu, daging dan ikan, diantaranya terdiri dari spesies Ps. aeruginosa, Ps. fluorescens dan Ps. putida (Doyle, 1989). Pseudomonas merupakan kelompok bakteri gram negatif, bersifat aerob dan dapat tumbuh pada media-media sederhana, bentuk sel bervariasi dari bentuk batang, koma, kadang-kadang bulat, reaksi oksidase dan katalase positif (Holt et al., 1994). Pseudomonas mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada beragam produk pangan dikarenakan kemampuannya untuk menggunakan berbagai sumber karbon bukan karbohidrat dan komponen nitrogen sederhana sebagai sumber energi, mampu mensintesis sendiri vitamin dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya, bersifat lipolitik, proteolitik dan pektinolitik, tumbuh baik pada suhu dingin (dalam lemari

42 26 pendingin) dan menghasilkan senyawa-senyawa penyebab bau busuk pada pangan (Frazier dan Westhoff, 1978). Ps. aeruginosa tersebar di tanah, di dalam air, lingkungan yang sedikit lembab dan hewan. Bakteri ini patogen bagi manusia karena bersifat invasif dan toksigenik, menimbulkan infeksi nosokomial. Ps. aeruginosa adalah bakteri berbentuk batang gram negatif, bergerak, aerob, terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan dan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek, dan tumbuh dengan baik pada suhu C (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). Ps. aeruginosa dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai produk pangan, karena bakteri tersebut mempunyai kemampuan menghidrolisa lemak menjadi griserol dan asam lemak bebas (lipolitik), bersifat proteolitik yaitu dapat menghidroksi protein yang dapat diikutu fermentasi asam dan tumbuh baik pada suhu dingin (di dalam lemari pendingin) (Kuswanto dan Slamet, 1988). B. cereus merupakan salah satu contoh bakteri patogen dan perusak pangan, bakteri tersebut berbentuk batang besar, gram positif, aerob, pada umumnya terdapat dalam tanah, air, udara dan tumbuh-tumbuhan. B. cereus dapat tumbuh pada makanan dan menghasilkan enterotaksin yang menyebabkan keracunan makanan pada manusia, dengan kondisi kekebalan yang kurang baik dapat menyebabkan meningitis, endokarditis, endoftalmitis, konjungtivitis dan enteritis aktif (Jawetz, 1996; Murray et al,1998). B. subtilis berbentuk batang, membentuk spora, bersifat aerob atau fakultatif, bersifat mesofil atau termofilik, bersifat proteolitik, dapat membentuk gas atau tidak dan bersifat lipolitik atau tidak, pada umumnya spora B. subtilis bersifat mesofil dan kurang tahan terhadap pemanasan. Bakteri ini dapat menyebabkan korgulasi pada susu (Kuswanto dan Slamet, 1998). M. luteus bersifat gram positif, aerobik dan katalase positif. Suhu optimal pertumbuhannya antara o C. Sifat-sifat yang penting dalam bahan makanan

43 27 adalah dapat memfermentasi gula dan menghasilkan asam, dapat menyebabkan perubahan warna karena membentuk warna kuning dan merah, bersifat proteolitik asam, ada yang bersifat sangat toleran terhadap kadar garam tinggi sehingga dapat merusak daging asin (Kuswanto dan Slamet, 1988). 3. Bakteri Gram Negatif dan Positif Semua bakteri mempunyai dinding sel kecuali mikoplasma (Fardiaz, 1989). Semua dinding sel bakteri mempunyai komponen struktural yang sama yang dinamakan mukopolisakarida dinding sel yaitu peptidoglikan (Volk dan Wheeler, 1988; Moat dan Foster, 1988). Bakteri berdasarkan komposisi dinding sel dan sifat pewarnaannya dibedakan atas bakteri gram positif dan gram negatif (Moat dan Foster, 1988; Fardiaz, 1989). Enterobacteriaceae adalah kelompok besar batang gram negatif yang heterogen, yang habitat alaminya adalah saluran usus manusia dan hewan. Famili ini mencakup banyak genus (misalnya: Escherichia, Shigella, Salmonella, Enterobacter, Klebsiella, Serratia dan Proteus). Beberapa organisme enteric, misalnya E. coli, merupakan bagian flora normal dan kadang-kadang menyebabkan penyakit, sementara lainnya, Salmonella dan Shigella, selalu bersifat patogen untuk manusia. Enterobacteriaceae adalah anaerob fakultatif atau aerob meragikan sejumlah besar karbohidrat, memiliki struktur antigen yang kompleks dan menghasilkan berbagai jenis toksin dan faktor virulensi yang lain (Jawetz et al, 1995). Bakteri gram negatif yang patogen antara lain S. typhosa yang menyebabkan gastroenteritis akut, demam dan diarhe, dan penyakit tifus, penyakit paratifus dan infeksi salmonella lainnya; shigellosis ada 4 macam yang disebabkan oleh Sh. flexineri (B), Sh. sannei (D), Sh. boydii (C) dan Sh. dysentriae (A); V. cholerae yang menyebabkan kolera; Brucella abortus (sapi), Br. suis (babi), Br. melitensis (domba dan kambing), Br. rangiferi (Caribou), Br. canis (anjing), Br. neotomae (tikus gurun),

44 28 Br. ovis (epididimitis pada domba jantan); Pasteurella pestis yang menyebabkan penyakit pes (plaque). Kelompok bakteri gram positif yang penting adalah Micrococcus. Micrococcus termasuk dalam famili Micrococcoceae, bersifat aerobik dan katalase positif, berbentuk bulat bergerombol, gram positif. Sebagian besar spesies Micrococcus membentuk pigmen warna kuning (M. flavus), oranye, merah atau merah muda (M. rosens). Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri ini adalah o C, dapat tumbuh pada suhu 10 o C, tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu 46 o C. Bakteri ini tersebar di alam dan banyak ditemukan dalam debu dan air, serta sering ditemukan pada berbagai bahan pangan segar. Beberapa sifat penting dari Micrococcus dalam mikrobiologi pangan adalah : (1) beberapa spesies dapat menggunakan garam amonium atau senyawa nitrogen sederhana sebagai satu-satunya sumber nitrogen; (2) sebagian besar spesies dapat memfermentasi gula dengan memproduksi asam; (3) beberapa spesies bersifat proteolitik asam yaitu memecah protein dengan membentuk asam; (4) beberapa spesies sangat tahan terhadap garam dan dapat tumbuh pada substrat dengan nilai ph rendah; (5) beberapa spesies bersifat termodurik, yaitu tahan panas pada proses pasteurisasi susu; (6) beberapa spesies membentuk warna sehingga menyebabkan perubahan warna makanan; (7) beberapa spesies masih dapat tumbuh pada suhu pendingin 10 o C atau kurang. Di samping bakteri gram positif dan gram negatif ada beberapa penyakit yang disebabkan bakteri lain yaitu dipteria yang disebabkan oleh Corynebacterium diptheriae; tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Holvey and John, 1972).

45 29 4. Mycobacterium tuberculosis M. tuberculosis adalah bakteri tahan asam, berbentuk bulat. Tuberkulosis pada manusia disebabkan oleh tiga (3) tipe yaitu human tuberculosis, bovine tuberculosis dan avian tuberculosis (tapi jarang). M. bovis juga dapat menyerang kerbau, kambing, domba, babi dan anjing (Holvey and John, 1972). Karakteristik M. tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang, berukuran panjang 2-4 ì m, lebar 0,2 0,5 ì m dan tahan as am. Bakteri ini bersifat fakultatif intraseluler biasanya di dalam macrofag. M. tuberculosis tidak diklasifikasikan dalam gram positif atau gram negatif karena tidak mempunyai karakteristik diantara keduanya, walaupun pada dinding selnya mengandung peptidoglikan (murein). Bakteri tuberculosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Todar, 2002). Faktor-faktor predisposisi infeksi tuberculosis antara lain: 1) hubungan yang rapat pada populasi besar seperti di sekolah, rumah perawatan, penjara, asrama dan lain-lain; 2) kekurangan nutrisi; 3) penggunaan obat-obatan secara intra vena; 4) alkoholisme dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). M. tuberculosis menular ke manusia melalui inhalasi berupa droplet berukuran 1-5 nm yang terhirup oleh manusia akan mencapai alveoli. Bakteri yang virulen ini akan menetap dan berkembang biak serta berinteraksi dengan inang sehingga menimbulkan sakit. Pembentukan, perkembangan lesi dan penyembuhannya ditentukan oleh jumlah bakteri yang berkembang biak, selanjutnya oleh resistensi dan hipersensitivitas dari inang. Bakteri ini di dalam jaringan, terutama di dalam jaringan intraseluler di dalam monosit dan sel retikuloendotelial yang menyebabkan kemoterapi sulit masuk ke dalam jaringan tersebut sehingga bakteri terus bertahan hidup (Jawetz et al, 1995).

46 30 F. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat atau Lactobacillus tergolong dalam famili Lactobacillaceae. Lactobacillus terdiri atas 2 kelompok, yaitu : (1) bersifat homofermentatif, artinya dapat memecah gula menjadi asam laktat dan dapat tumbuh pada suhu 37 0 C atau lebih. Spesies yang tergolong homofermentatif adalah L. bulgaucus, L. lactis, L. acidophilus, L. thermophilus, L. delbruechii, L. casei, L. plantarum dan L. luchmanii; (2) bersifat heterofermentatif, artinya dapat memecah gula menjadi asam laktat dan produk-produk lain seperti alkohol, asetat dan karbon dioksida. Spesies yang tergolong heterofermentasi misalnya L. fermentan, L. brevis dan beberapa spesies lainnya (Fardiaz, 1989). Bifidobakteria merupakan bakteri asam laktat yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan paling banyak ditemukan dalam spesimen usus manusia. Bifidobakteria di dalam usus bayi yang baru lahir adalah B. hifidum, B. infantis dan B. longum (Matsuoka, 1990). Beberapa strain BAL berpotensi sebagai agensia probiotik misalnya: Bifidobakteria, L. reuteri, L. casei dan L. acidophilus karena kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen enterik; bakteri-bakteri ini mampu tumbuh dalam saluran pencernaan (Drasar dan Barrow, 1985). Bakteri asam laktat adalah bakteri gram positif, berbentuk batang panjang, pendek dan koki, tidak membentuk spora, bersifat mikroaerofilik, dan mampu menfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat (Schlegel dan Schemitd, 1994). Proses fermentasi tersebut dapat terjadi secara cepat pada produk pangan sehingga keasaman yang ditimbulkan bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain yang tidak diinginkan seperti berbagai spesies bakteri patogen dan perusak pangan (Fardiaz, 1989). Bakteri asam laktat sering ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan. Bakteri ini hidup pada susu, daging dan sayur-sayuran. Bakteri asam laktat mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia karena keterlibatannya dalam menfermentasi makanan (Jenie dan Shinta, 1995; Harmayani et al, 2001).

47 31 Bakteri asam laktat banyak digunakan di dalam industri, karena sifatnya yang tidak patogen, tidak membentuk toksin, mikroaerofilik dan aerotoleran, dapat tumbuh dengan cepat dapat menfermentasi berbagai jenis substrat dan pertumbuhannya dapat mencegah kebusukan dan kontaminasi oleh mikroba lain serta dapat memproduksi bakteriosin (Evanikastri, 2003). Produk-produk pangan yang difermentasi dengan bakteri asam laktat antara lain: 1. Koumiss Koumiss merupakan minuman tradisional di daerah Asia Tengah, Mongolia, Eropa Timur dan Rusia berupa susu kuda Fermentasi. Koumiss adalah produk fermentasi susu yang biasanya dibuat dari susu kuda (mare). Koumiss dihasilkan dari proses fermentasi susu kuda oleh bakteri dan khamir L. bulgaris, Torula spp, Mycoderma spp, L. acidophillus, dan Saccharomyces lactus (Kosikowski, 1982 dan Anonymous, 1997). Penggunaan koumiss sebagai bahan terapi dalam koumiss-therapy di Rusia ditujukan untuk menanggulangi penyakit TBC, gangguan pencernaan, avitaminosis, anemia, kardiovaskuler, liver dan ginjal (Kosikowski, 1982). 2. Yakult Yakult adalah produk minuman susu fermentasi yang dibuat dari susu bubuk yang difermentasi oleh L. casei galur Shirota pada suhu 37 0 C selama 4 hari. Kemudian susu fermentasi tersebut didinginkan, dicampur dengan sirup glukosa dan flavor. Produk konsentrat tersebut kemudian dicampur dengan air yang telah disterilisasi, dikemas dalam botol polistiren serta didistribusikan dan dijual pada kondisi dingin (Kurmann et al, 1992). 3. Yogurt Yogurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling tua dan cukup populer di seluruh dunia. Bentuknya mirip bubur atau es krim tetapi dengan rasa

48 32 agak asam. Kata yogurt berasal dari bahasa Turki, yaitu jugurt yang berarti susu asam. Dalam SNI , yogurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diijinkan. Kultur yang biasa digunakan dalam produk yogurt adalah Streptococcus thermophilus dan L. bulgaris (Helferich dan Westhoff, 1980). 4. Kefir Kefir seperti halnya yogurt, merupakan produk susu hasil fermentasi yang berasa asam, alkoholik, dan karbonat, yang banyak dikonsumsi di kawasan Kaukasia. Di daerah Rusia, kefir merupakan minuman populer yang diproduksi dan diperdagangkan dalam jumlah besar (Anonymous, 1995 dan Ikrawan, 2005). Kefir merupakan jenis susu fermentasi yang dihasilkan oleh fermentasi Saccharomyces kefir, T. kefir, L. euconostoc, L. caucasius, L. lactis, L. acidophilus, L. kefir, L. kefirgrandum dan L. parakefir. G. EKSTRAKSI, FRAKSINASI, ISOLASI DAN KARAKTERISASI Untuk analisa bahan bersifat fungsional antara lain senyawa antimikroba dilakukan ekstraksi, fraksinasi, isolasi dan karakterisasi. 1. Metode Ekstraksi Pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak dengan metode tersebut berdasarkan prinsip like dissolver like dan akan diperoleh dua lapisan (fase) yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang dapat terpisah sempurna setelah didiamkan beberapa waktu dan setelah mencapai titik keseimbangan pemisahan (Wade, 1991; Houghton dan Rahman, 1998).

49 Ekstraksi dapat dilakukan dengan mengunakan berbagai jenis pelarut berdasarkan kepolarannya. Menurut Jitoe et al (1992) ekstraksi dapat menggunakan heksan sebagai pelarut non polar dan air sebagai pelarut polar. Metode ekstraksi konsentrat ekstrak cair adalah dengan mengekstraksi pelarut dengan labu pemisah. Metode ini didasarkan pada perbedaan kepolaran/kelarutan dari komponen-komponen dalam ekstrak cair diantara dua sistem pelarut organik yang memiliki perbedaan tingkat kepolaran tinggi dan keduanya tidak dapat tercampur secara permanen, misalnya antara pelarut polar (methanol) dengan pelarut non polar seperti petroleum, eter atau hexan (Pomeranz dan Meloan, 1994). Pemilihan pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi komponen-komponen bioaktif dari susu merupakan faktor penting dalam menentukan pencapaian tujuan dan sasaran ekstraksi komponen. Beberapa pelarut organik, yang umum digunakan dalam ekstraksi komponen bioaktif dari susu, memiliki nilai polaritas yang berbeda-beda disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik pelarut-pelarut organik untuk ekstraksi komponen bioaktif No. Pelarut Organik Kekuatan Pelarut 1. n-hexane 0,0 2. Ethyl acetate 4,3 3. Ethanol 5,2 4. Acetone 5,4 5. Methanol 6,6 6. Air 9,0 Sumber: Pomeranz dan Meloan (1994) 33 Metode dan pemilihan pelarut organik untuk ekstraksi senyawa bioaktif dari susu didasarkan pada tujuan ekstraksi yaitu optimalisasi senyawa-senyawa bioaktif susu. Dari hasil ekstrak dilakukan pengujian aktivitas antibakteri untuk melihat aktivitas antibakteri yang paling kuat.

50 34 2. Metode Fraksinasi secara Kromatografi Prinsip fraksinasi adalah memisahkan bahan terlarut menjadi fraksi-fraksi dengan aliran fase yang dialirkan ke dalam fase stationer (diam). Fraksinasi ekstrak bioaktif susu dimaksudkan untuk mendapatkan fraksi-fraksi komponen bioaktip melalui beberapa tahapan. Metode fraksinasi yang memerlukan waktu relatif singkat dan efektif adalah dengan teknik kromatografi. Pemilihan teknik pemisahan komponen dengan teknik kromatografi tersebut dapat didasarkan pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Metode fraksinasi komponen pada sampel-sampel yang tidak cukup mudah menguap atau tidak stabil pada suhu tinggi, dapat dilakukan dengan teknik kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Oleh karena itu, teknik ini sesuai untuk pemisahan berbagai makromolekul dan spesies ionik yang penting dalam bidang biologi (protein, asam nukleat, asam amino dan lain-lain), polimer-polimer yang penting dalam bidang industri dan produk-produk alami yang labil (Nur dan Adijuwana, 1989). KCKT, secara umum terdiri dari beberapa instrumen dasar, yaitu: wadah pelarut, pompa, alat pengontrol pelarut, tempat injeksi sampel, kolom pelindung, kolom pemisah, detektor, kolektor fraksi dan alat pencatat (Pomeranz dan Meloan, 1994). Pada KCKT, fase diam terikat pada polimer berpori terdapat dalam kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil, dan fase bergerak cair mengalir akibat tekanan yang besar. Fase bergeraknya adalah pelarut-pelarut yang dapat bercampur. Campuran ini dapat tetap susunannya (sistem isokratik) atau dapat merubah perbandingannya secara kontinyu (sistem gradien) dengan menambahkan sistem pencampuran pada alat KCKT. KCKT digunakan terutama untuk golongan senyawa-senyawa nonvolatil, misalnya: terpenoid tinggi, senyawa fenol, alkaloid, lipida dan gula. Sebagian besar proses pemisahan dengan KCKT modern, menggunakan kolom siap pakai (Robards et al., 1994). Jenis pelarut-pelarut yang dapat digunakan pada KCKT cukup banyak,

51 35 disesuaikan dengan tujuan pemisahan komponen dan sifat-sifat sampel yang akan dianalisis. Pelarut yang digunakan umumnya berupa air dan larutan-larutan buffer serta pelarut-pelarut dengan kekentalan rendah, seperti aseton (0,32), asetonitril (0,37), ethyl asetat (0,47), tetrahidrofuran (0,51), kloroform (0,57), metanol (0,60) dan air dengan kekentalan 1,00 (Pomeranz dan Meloan, 1994). Pada umumnya para peneliti menggunakan pelarut-pelarut, seperti : air; asam asetat-metanol; asam asetat; asam asetat air; air-asetonitril;metanol: tetrahidrofuran; dan metanol air, baik dengan sistem isokratik ataupun sistem gradien. Terhadap hasil fraksi-fraksi tersebut kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri untuk melihat aktivitas antibateri yang paling kuat. 3. Metode Isolasi dan Identifikasi secara Elektroforesis Prinsip elektroforesis adalah pemisahan senyawa protein menjadi molekulmolekul dengan isoelektrik yang ditimbulkan oleh adanya perbedaan muatan antara dua kutub positif dan negatif, sehingga molekul yang bermuatan negatif akan bergerak ke arah muatan positif atau sebaliknya. Identifikasi untuk menentukan golongan suatu senyawa protein dapat dilakukan dengan uji golongan dan dapat menggunakan beberapa metode. Salah satu metode yang digunakan adalah elektroforesis gel dengan kondisi denaturasi (SDS- PAGE) dan kondisi non denaturasi. Banyak molekul biologis bermuatan listrik yang besarnya tergantung jenis molekul, ph dan komposisi medium pelarutnya. Dalam medium tertentu, molekulmolekul tersebut akan bergerak kearah elektroda yang polaritasnya berlawanan apabila diberikan arus listrik. Prinsip inilah yang digunakan dalam elektroforesis (Nur, 1989). Kecepatan bergerak molekul bermuatan dalam medium yang dialiri arus listrik akan tergatung pada densitas muatan (charge density) yaitu rasio antara jumlah

52 36 muatan dengan berat molekulnya. Semakin besar nilai densitas muatan, semakin cepat molekul tersebut bergerak (Hames dan Rickwood, 1981). Elektroforesis gel poliakrilamid termasuk jenis elektroforesis zona. Pada metode elektroforesis digunakan medium penyangga seperti kertas, selulosa asetat, pati atau poliakrilamid untuk mencegah gangguan atau kelemahan yang terdapat pada jenis elektroforesis moving boundery. Dengan adanya medium penyangga, gangguan karena konveksi dapat dihilangkan (Hames dan Rickwood, 1981; Nur, 1989). Poliakrilamid merupakan bahan yang sangat banyak digunakan sebagai medium elektroforesis. Terdapat beberapa keuntungan bila menggunakan poliakrilamid sebagai medium elektroforesis. Pertama adalah sifat gelnya yang transparan sehingga dapat diperiksa pada sinar tampak maupun ultraviolet. Kedua adalah secara kimiawi poliakrilamid fleksibel dan stabil pada kisaran ph yang luas, suhu dan kekuatan ion. Ketiga adalah ukuran pori gel poliakrilamid dapat diatur sehingga pemisahan dapat didasarkan atas ukuran dan muatan. Gel poliakrilamid terjadi karena adanya polimerisasi akrilamid dan sejumlah crooslinking reagent metil biakrilamid. N 1 N 1 N- tetramethylene-ethylenediamine (TEMED) akan mengkatalis pembentukan radikal bebas dari amonium persulfat, radikal bebas ini memulai terjadinya polimerisasi akrilamid (Laemli, 1970). Gel elektroforesis dapat dilakukan pada kondisi protein tidak terdenaturasi (elektroforesis natif). Proses preparasi dan operasi kedua metode gel elektroforesis secara umum sama, kecuali pada elektroforesis natif: 1) buffer Tris untuk gel pemisah dan stacking gel serta buffer sampel tidak mengandung SDS (sodium dodesil sulfat) dan 2-merkaptoetanol; 2) sampel protein yang dianalisis tidak dipanaskan sebelum dimasukkan kedalam gel dan 3) selama running digunakan voltase rendah, sehingga pemanasan sampel dalam gel tetap minim (Bollag dan Edeistein, 1991; Coppeland, 1994; Walker, 1994).

53 37 Hasil gel elektroforesis terdenaturasi dan terpisah SDS-PAGE selain menunjukkan berat molekul subunit-subunit penyusun protein juga dapat memperlihatkan kemurnian suatu protein dan keragaman polipeptida-polipeptida penyusun protein tersebut (Bollag dan Edelstein, 1991). Sedangkan dari hasil gel elektroforesis natif dapat diketahui aktivitas biologis suatu protein misalnya aktivitas enzim, ikatan reseptor dan ikatan antibodi (Walker, 1994). 4. Metode Spektrofotometer Prinsip spektrofotometer adalah mengukur bilangan gelombang sinar elektromagnetik yang diabsorpsi oleh senyawa organik dan dipantulkan dalam bentuk spektrum dengan bilangan gelombang yang berbeda-beda sehingga bisa digunakan untuk menentukan gugus fungsinya. Penentuan komponen karbohidrat dan protein suatu senyawa organik yang telah dimurnikan dapat dilakukan dengan beberapa teknik spektrofotometer, diantaranya dengan spektroskopi infra merah (IR) dan ultraviolet (UV) sehingga komponen karbohidrat dan atau protein suatu senyawa organik dapat diketahui dengan tepat (Nur, 1989). a. Spektroskopi Infra Merah Spektrum infra merah merupakan gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya diatas daerah sinar tampak yaitu kisaran bilangan gelombang 4000 sampai 400 Cm -1, kisaran gelombang tersebut paling banyak digunakan untuk analisa kualitatif maupun kuantitatif suatu senyawa organik (Nur, 1989). Radiasi infra merah dapat digunakan untuk menganalisa komponen karena setelah dipancarkan maka radiasi ini akan diserap oleh semua bahan organik ikatan kimia CH, OH dan NH yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan organik. Hasil tersebut dapat dilihat dari pantulan infra merah yang dihasilkan dalam bentuk spektrum pantulan. Spektrum pantulan yang dihasilkan berisi hasil pengukuran

54 38 parameter-parameter, parameter-parameter tersebut dijelaskan oleh panjang gelombang dalam nanometer, amplitudo dengan tinggi puncak gelombang dan lebar gelombang menjelaskan intensitasnya sehingga dengan parameter-parameter ini seluruh informasi penyerapan dari suatu bahan dapat diketahui (Murray and Williams, 1990). Berkas radiasi spektrofotometer akan terbagi dua, sebagian melewati sampel dan sebagian melawati blanko. Setelah kedua berkas tersebut bergabung kembali, kemudian dilewatkan ke dalam monokromator. Berkas radiasi infra merah yang melewati monokromator akan dipantulkan oleh cermin-cermin dan akhirnya ditangkap oleh detektor. Signal yang dihasilkan oleh detektor kemudian direkam sebagai spektrum infra merah yang berbentuk puncak-puncak absorpsi. Absorpsi spektrum infra merah ini menunjukkan terjadinya hubungan antara absorpsi dan frekuensi atau bilangan gelombang atau panjang gelombang, sebagai absis adalah frekuensi (cm -1 atau bilangan gelombang (cm -1 atau panjang gelombang (nm) dan sebagai ordinat transmitans atau absorbans (Pomeranz and Meloan,1994). b. Spektroskopi Ultra Violet Spektrofotometer UV datanya dapat ditampilkan sebagai nilai ë (panjang gelombang, nm) pada s uatu aksis ( ) dan A (abs orbens i) pada s umbu ordinat (y). Selanjutnya kedua nilai tersebut dijadikan dasar identifikasi untuk menentukan jenis suatu senyawa. Untuk identifikasi suatu senyawa dapat mengunakan spektrum panjang gelombang yang bervariasi mulai dari 190 nm sampai 300 nm (Nur, 1989 dan Haughton dan Rahman, 1998). Identifikasi jenis gula dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer ultraviolet (UV). Prinsip pengunaan spektrofotometer UV adalah dengan mengamati pola serapan (absorbanse) sinar UV pada berbagai panjang gelombang yang bersifat spesifik untuk setiap jenis senyawa gula. Penentuan pola hubungan panjang

55 39 gelombang dengan serapan sinar UV untuk setiap jenis gula dilakukan dengan mengunakan berbagai jenis senyawa gula (galaktosa, dektrosa, glukosa, fruktosa, laktosa, sukrosa, maltosa dan sebagainya) sebagai standar atau pembanding. Selanjutnya jenis senyawa gula dapat diketahui dengan membandingkan pola hubungan panjang gelombang dengan serapan cahaya UV yang terbentuk oleh larutan fraksi-fraksi senyawa antimikroba dengan berbagai jenis larutan standar gula (Sudarmadji et al, 1997 dan Harbone, 1987).

56 40 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT PENELITIAN Penelitian diawali dengan observasi (pengamatan lapangan) di tiga kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Sumbawa, Bima, dan Dompu), dilanjutkan dengan penelitian laboratorium. Penelitian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan Bogor, Laboratorium Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Bogor, Laboratorium Biokimia Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fakultas MIPA UI Depok dan Laboratorium Bioproses, Biotek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong, Bogor. B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Susu Kuda Sumbawa, Susu Pembanding dan Tumbuhan Makanan Kuda Sumbawa Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kuda Sumbawa tanpa pemanasan yang berumur 0-30 hari, yang diperoleh dari Kabupaten Bima, Dompu dan Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel susu kuda yang diuji terdiri dari susu kuda Sumbawa yang diambil langsung dari peternak kuda di kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu yaitu dari desa Palama, Mpili, Taloko dan Tolonggaru kabupaten Bima masing-masing 20 sampel, dari desa Penjaring dan Pelat kabupaten Sumbawa masing-masing 20 sampel dan dari desa Saneo, kabupaten Dompu 20 sampel, serta dari pedagang/pengumpul di Bima sebanyak 10 sampel. Di samping itu juga diperoleh sampel dari pedagang susu kuda Sumbawa di JABOTABEK, Sukabumi, Surabaya dan Mataram seluruhnya 10 sampel, dan sebagai pembanding diuji juga sampel susu kuda bukan Sumbawa yaitu 5 sampel dari Bogor,

57 41 5 sampel dari Lembang dan 10 sampel dari Salatiga, susu sapi dari Depok sebanyak 15 sampel dan susu kuda pacu sebanyak 5 sampel dari Pamulang, Tangerang. Selain sampel susu kuda, bahan penelitian lainnya adalah 32 jenis sampel tumbuhan yang sehari-hari menjadi makanan kuda Sumbawa. b. Bahan-bahan untuk Analisis Bioassay Bahan-bahan untuk analisis bioassay terdiri dari : Muller Hinton Agar (Difco); Bacto Agar (Difco); D(+) Glucose (Difco): Potasium dihydrogen phosphat (Merck): Ortho phosphoric acid (Merck): Sodium Clorida (Merck): Nutrient Agar (Difco); Heart Infusion Agar (Difco); Oksitetrasiklin HCl (Sigma); Tilosin (Sigma); Kanamycin (Sigma); Penicilin (Sigma); Kloramphenikol (Sigma); Yeast Extract (Difco). c. Bahan-Bahan untuk Uji Ekstraksi, Fraksinasi, Isolasi Bahan-bahan untuk uji ekstraksi, fraksinasi dan isolasi teridiri dari : Laktoferin (Sigma); Ethanol (Merck); Methanol (Merck); Ethyl acetat (Merck); n-hexan (Merck); Aceton (Merck); Sodium acetat anhidrate (Merck); Asam clorida (Merck); Sodium hidroksida (Merck); Acetonitrile (Merck); Methanol for HPLC (Merck); Acetonitrile for HPLC (Merck) d. Bahan-Bahan untuk Uji Identifikasi Bahan-bahan untuk uji identifikasi terdiri dari : Akrilamid; Coomassie Brilliant Blue; N, N, N, N -tetrametilen etildiamin (TEMED); APS (Amunium Persulfat); Low Molecul Weight Calibration Kit yang terdiri dari phosphorylase b ( kda); albumin ( kda); carbonic anhydrase (30 kda); trypsin inhibition ( kda) dan lactalbumin ( kda), gula standar (Amersham Pharmacia Protech), gula standar (maltosa, sukrosa, laktosa, glukosa, fruktosa dan galaktosa), Asam asetat glasial (Merck); Laktoferin (Sigma), Hbr, Diethyl ether, Ethanol, Phosporic acid, Bovin Serum

58 Albumin, chymotrypsinogen A, cytochrom C, Nacl, garam KBr, 2-Mercaptoethanol, Hemosol, Sodium dodecyl, Alat a. Peralatan untuk Bioassay Peralatan untuk Bioassay terdiri dari : Laminar flow (FB1); Autoclave (Alfa); Evaporator (Eyela); Incubator (Memert); ph meter (Orion); Penangas air (Sanyo); Water bath (Digisystem Lab); Bunsen; Kaliper (Mitutoyo); Lemari pendingin 4 0 C (Toshiba); Lemari pendingin 20 0 C (Sanyo); Magnetik stirrer. b. Peralatan untuk Fraksinasi Peralatan untuk fraksinasi adalah : satu unit HPLC Shimadzu LC 10A system yang terdiri dari : Pump LC-6A; Detektor Diode Aray SPD-M10-AVP; Injector type sil 10-A; Colomb: C x 250 mm. c. Peralatan untuk Isolasi dan Identifikasi Peralatan untuk isolasi dan identifikasi terdiri dari: seperangkat alat elektroporesis; spektrophotometer (Hitachi) dan Infra merah ( Hitachi). 3. Kultur Bakteri Kultur bakteri yang digunakan untuk uji antimikroba adalah : Staphylococcus aureus ATCC 6538P; Bacillus cereus ATCC 11778; Bacillus subtilis ATCC 6633; Bacillus calidolactis C 953 Nizo; Micrococcus luteus ATCC 9341; Escherichia coli NIHJ; Salmonella thypimurium 14028; Shigella boydii BCC, Pseudomonas aeruginosa ATCC dan Vibrio cholera BCC. C. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN Berdasarkan Kerangka Pemikiran Penelitian yang disajikan pada Gambar 1, maka penelitian dilakukan melalui 5 (lima) tahapan sebagai berikut :

59 1. Tahap Pertama (Pengamatan lapangan, pengambilan susu kuda Sumbawa dan tumbuhan bahan makanan kuda Sumbawa) Tahap pertama dilakukan observasi (pengamatan lapangan) ke pulau Sumbawa untuk mendapatkan informasi mengenai cara pemeliharaan kuda, cara-cara pemerahan, penanganan, pengemasan dan penjualan susu kuda, cara-cara penanganan penyakit dan pengobatan kuda yang sakit, pemanfaatan susu kuda oleh masyarakat setempat dan informasi lain mengenai populasi kuda dan produksi susu kuda di Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Observasi (pengamatan lapangan) dilakukan dengan cara mengamati cara pemerahan, penampungan, pembotolan, penyimpanan, pengiriman dan penjualan susu kuda. Di samping itu dilakukan wawancara dengan petugas Dinas peternakan, kesehatan hewan, peternak, pengumpul dan pedagang mengenai pemeliharaan kuda, jenis pakan yang diberikan dan jenis-jenis kudanya. Dari informasi ini kemudian disusun hipotesis penelitian dan preposisi berikutnya tentang susu kuda Sumbawa. Dalam observasi sekaligus dilakukan pengambilan contoh (sampel) susu kuda di tingkat peternak, pengumpul dan pedagang untuk bahan yang akan diuji lebih lanjut di laboratorium Tahap Kedua (Pembuktian hipotesa pertama) Tahap kedua adalah melakukan pengujian laboratorium sampel susu kuda Sumbawa terhadap ada dan tidak adanya senyawa antimikroba di dalamnya, dengan melakukan uji verifikasi (uji 3) guna mengetahui lebih lanjut apakah senyawa antimikroba tersebut berasal dari tumbuhan (uji 2) yang biasa dimakan kuda Sumbawa, atau dari pengobatan dengan antibiotik (dari 1) atau asli dari sekresi susu kuda Sumbawa. Tahap kedua ini penting untuk membuktikan hipotesis pertama yaitu bahwa susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba yang kuat.

60 44 TAHAP I Observasi (pengamatan lapangan) di Pulau Sumbawa untuk menyusun hipotesis dan preposisi penelitian berikutnya. TAHAP IV Fraksinasi, isolasi, identifikasi dan karakterisasi senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa untuk membuktikan hipotesis ketiga. Hipotesis Ketiga terbukti Hipotesis Penelitian Hipotesis Kedua terbukti TAHAP V Produksi konsentrat senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa untuk mengukur rendemen TAHAP II Uji verifikasi susu kuda Sumbawa untuk membuktikan kebenaran hipotesis pertama. Hipotesis Pertama terbukti TAHAP III Uji daya senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa melalui uji keluasan spektrum untuk membuktikan hipotesis kedua. Selesai dan saran penelitian lanjutan Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian 3. Tahap Ketiga (Pembuktian hipotesa kedua) Tahap ketiga merupakan kelanjutan pengujian tahap kedua apabila telah dibuktikan adanya senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa yang diuji tidak berasal dari tumbuhan bahan makanan kuda atau dari obat antibiotik. Dalam tahap ketiga ini dilakukan uji spektrum antimikroba (uji 5), uji sifat polaritas (uji 6), dan uji stabilitas antimikroba (uji 4) susu kuda Sumbawa. Uji spektrum untuk mengetahui spektrum senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba patogen atau perusak pangan. Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis kedua bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum luas. Uji sifat polaritas

61 45 dilakukan untuk menentukan bahan pelarut senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa yang efektif berdasarkan sifat polaritasnya. Uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui perubahan daya antimikroba akibat pemanasan dan penyimpanan. 4. Tahap Keempat (Pembuktian hipotesa ketiga) Tahap keempat dilakukan untuk membuktikan hipotesis ketiga yang mengatakan bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein. Dalam tahap keempat ini dilakukan uji fraksinasi (uji 7), identifikasi dan isolasi (uji 8) dan karakterisasi gugus senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa (uji 9). Fraksinasi dengan KCKT dilakukan untuk memperoleh fraksi-fraksi dari susu kuda Sumbawa yang memiliki aktivitas antimikroba. Selanjutnya dilakukan isolasi dengan elektroforesis dan identifikasi dengan Badford untuk membuktikan senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein. Penelitian ini dilanjutkan untuk mengetahui sifat gugus protein dan karbohidrat dengan spektrophotometer infra merah. Setelah diketahui adanya sifat gugus karbohidrat, penelitian dilanjutkan untuk mengetahui jenis gula dalam senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa. 5. Tahap Kelima (Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba) Tahap kelima ini dimaksudkan untuk mengembangkan teknologi proses produksi konsentrat antimikroba susu kuda Sumbawa dalam bentuk bubuk (uji 10). D. METODE PENELITIAN Penelitian senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa dilakukan melalui 5 (lima) tahap penelitian, yaitu : (a) Tahap I, pengamatan lapangan (observasi); (b) Tahap II, verifikasi senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa (uji 3) dan uji antimikroba tumbuhan makanan kuda Sumbawa (uji 2); (c) Tahap III, uji sifat polaritas (uji 6), spektrum (uji 5) dan stabilitas (uji 4); (d) Tahap IV, fraksinasi (uji 7), isolasi dan identifikasi (uji 8); karakterisasi gugus aktif senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa (uji 9); (e) Tahap V, pengembangan teknologi produk baru bubuk konsentrat

62 46 (uji 10). Tahap dan urutan penelitian senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa secara ringkas disajikan pada Gambar 2. (1) PENGAMATAN LAPANGAN SUSU KUDA SUMBAWA (2) Antimikroba pada tumbuhan (3) Verifikasi Antimikroba (4) Uji Stabilitas Antimikroba (5) Uji Spektrum Antimikroba (10) Pengembangan Teknologi Produksi Konsentrat Antimikroba Fase Pelarut Pemisahan lemak dengan Hexan Fase Air (10) Konsentrat antimikroba (bubuk) Uji Antimikroba Uji Antimikroba (6) Negatif Positif Uji sifat Polaritas Non Polar Polar Hexan, Ethyl acetat, Acetone, Ethanol, Methanol Fraksinasi dengan Kromatografi Uji Antimikroba (7) - + Isolasi dan Identifikasi Kualitatif dan Kuantitatif, BM Elektroporesis, pewarnaan protein dengan metode Bradford (8) Karakterisasi, Spectrofotometer Infra Merah, Uji Komponen Gula (9) Komposisi Kimia Fraksi 7 (Galaktoequin) Gambar 2. Tahap dan urutan penelitian senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa

63 47 Metode penelitian masing-masing diuraikan lebih lanjut dalam uraian berikut. 1. Pengamatan Lapangan Tahap pertama dilakukan pengamatan lapangan dan pengambilan sampel susu di kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu di provinsi NTB. Tujuan pengamatan lapangan adalah untuk mengumpulkan data dan informasi yang lengkap mengenai susu kuda Sumbawa yang konon diproduksi di pulau Sumbawa dan diberi label susu kuda liar, yang tidak rusak dan tidak menggumpal waktu disimpan dalam suhu kamar beberapa bulan tanpa dimasak atau didinginkan atau ditambah zat pengawet. Tujuan lainnya adalah mengambil sampel susu kuda, langsung dari peternak, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer di provinsi Nusa Tenggara Barat. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas dilakukan observasi (pengamatan lapangan) dan studi kasus yang bersifat eksplanatoris guna mengetahui bagaimana susu kuda Sumbawa itu dihasilkan dan mengapa tidak rusak atau menggumpal walau disimpan dalam suhu kamar tanpa dimasak atau ditambah bahan pengawet. Pelaksanaan observasi dan studi kasus tersebut dilakukan melalui pengamatan dan wawancara tentang cara memelihara kuda, pemerahan susu, cara penanganan susu, konsumsi susu, pemanfaatan oleh masyarakat lokal. Pengamatan lapangan dilaksanakan di tiga kabupaten (Sumbawa, Bima, Dompu) di pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat dengan responden peternak kuda yang memerah susunya, pedagang pengumpul, penjual eceran, petugas kesehatan hewan, penyuluh, Dinas-Dinas Peternakan Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pengambilan sampel susu kuda Sumbawa dilakukan di dua (2) desa di Kabupaten Sumbawa, empat (4) desa di Kabupaten Bima dan satu (1) desa di Kabupaten Dompu dengan jumlah sampel 20 sampel per desa, sedangkan untuk pedagang pengumpul satu (1) pedagang di Kabupaten Bima dengan sampel 10

64 48 (sepuluh), pedagang dan pengecer di Jabotabek, Sukabumi, Surabaya dan Mataram seluruhnya 10 (sepuluh) sampel. Sedangkan dari peternak kuda bukan Sumbawa di Bogor (5 sampel), Lembang (5 sampel), dan Salatiga (10 sampel). Dengan demikian jumlah sampel susu kuda Sumbawa terdiri dari 140 sampel langsung dari peternak dan 20 sampel dari pedagang, dan sampel dari kuda bukan Sumbawa 25 sampel. Jumlah sampel susu kuda Sumbawa dan peternak responden ditetapkan berdasarkan daftar kecamatan, desa dan populasi kuda di kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu, Daftar Pertanyaan, Daftar Nama-Nama Responden dan Hasil Tabulasi Data disajikan pada Lampiran Verifikasi Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa Tahap kedua penelitian adalah verifikasi antimikroba dari susu kuda Sumbawa dengan tujuan untuk mengetahui: (1) apakah susu kuda Sumbawa mempunyai aktivitas antimikroba dan (2) apakah senyawa antimikroba berasal dari tumbuhan atau obat antibiotika. Hasil penelitian ini penting untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis pertama yang menyatakan bahwa susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba yang kuat. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dua jenis percobaan, yaitu uji aktivitas antimikroba dalam susu kuda dan uji aktivitas antimikroba pada tumbuhan yang biasa dimakan oleh kuda Sumbawa. Bahan susu yang digunakan dalam percobaan-1 ini adalah susu kuda Sumbawa, sebagai kontrol digunakan susu sapi, susu kuda bukan kuda Sumbawa yaitu dari Bogor, Bandung, Ungaran dan Salatiga, dan susu kuda pacu dari Pamulang. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan menggunakan bakteri uji M. luteus ATCC Analisis aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi (Yoshimura et al, 1991). Analisis penghambatan susu kuda Sumbawa terhadap pertumbuhan bakteri dilakukan dengan metode difusi yaitu sebanyak 8 ml agar yang telah mengandung

65 49 bakteri uji dengan jumlah satu persen per 100 ml media dituangkan ke dalam cawan petri yang berdiameter 9 cm. Setelah agar membeku, di atasnya diletakkan kertas cakram, ke dalam kertas dituang 100 ì l contoh susu kuda Sumbawa. Media di dalam cawan petri dibiarkan pada suhu 6 o C selama 2 jam untuk memberi kesempatan susu terserap pada kertas cakram sebelum diinkubasi. Setelah diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 24 jam dilakukan pengamatan dan pengukuran daerah hambatan pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan adanya area bening sekeliling kertas yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri uji. Hasil pengujian dinyatakan dalam diameter hambatan (mm) atau luas area hambatan mm 2. Pengukuran dilakukan tiga kali pengamatan (lihat Gambar 3). Medium NV8 Cawan petri berisi campuran media dan bakteri uji 8 ml S S K S Inokulasi sample ke dalam kertas cakram 8 mm, 100 l Inkubasi 24 jam Inokulasi standard antibiotika ke dalam kertas cakram 8 mm, 100 l Daerah hambatan Uji aktivitas mikroba dengan Bioassay Medium = NV 8 Bakteri uji = M. luteus ATCC K = Kontrol positif = Penisilin 0,1 g/ml = 100 l - S = Sampel Susu 100ul Gambar 3. Uji aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, susu kuda bukan Sumbawa, susu sapi dan susu kuda pacu (Yoshimura et al, 1991)

66 3. Percobaan Uji Aktivitas Antimikroba dari Berbagai Tumbuhan yang Dimakan Kuda Sumbawa 50 Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah ada aktivitas antimikroba yang berasal dari tumbuhan yang biasa dimakan oleh kuda. Bahan yang digunakan dalam pengkajian ini terdiri dari 32 jenis tumbuhan yang biasa dimakan kuda Sumbawa (Tabel 10). Untuk melakukan pengujian antimikroba dalam tumbuhan yang biasa dimakan kuda Sumbawa, tiap jenis tumbuhan dikeringkan 60 o C, digiling dengan mortar, dihaluskan dan disaring, kemudian diekstraksi dengan pelarut dietil eter, kloroform dan buffer phospat, selanjutnya diuji dengan metode difusi (Harbone, 1987; Yoshimura et al, 1991). 4. Percobaan Stabilitas Daya Antimikroba Susu Kuda Sumbawa Penelitian tahap ketiga untuk membuktikan hipotesis kedua bahwa senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum yang luas. Penelitian ini meliputi percobaan stabilitas daya antimikroba, spektrum aktivitas antimikroba dan sifat polaritas senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa. Uji stabilitas daya antimikroba dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas antimikroba pada pemanasan 70 0 C selama 10 menit dan pada penyimpanan pada suhu kamar dalam jangka 5 bulan. Uji stabilitas antimikroba terhadap pemanasan susu kuda Sumbawa pada suhu 70 0 C selama 10 menit dilakukan dengan 10 sampel. Uji stabilitas antimikroba terhadap lama penyimpanan pada suhu kamar dilakukan dengan pengujian aktivitas antimikroba mulai bulan ke 0 dan selanjutnya diulang setiap bulan sampai umur simpan 5 bulan. Pengujian aktivitas antimikroba kedua percobaan tersebut dilakukan dengan metode difusi (Yoshimura et al, 1991).

67 51 5. Percobaan Spektrum Aktivitas Antimikroba Percobaan untuk mengetahui spektrum aktivitas antimikroba dilakukan melalui pengujian kepekaan jenis-jenis bakteri terhadap aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa. Jenis-jenis bakteri yang digunakan dalam pengujian ini terdiri dari 9 jenis bakteri yang mewakili bakteri patogen dan perusak pangan. Bakteri patogen diwakili oleh V. cholerae, S. typhymurium, S. boydii, B. cereus, St. aureus dan E. coli. sedangkan bakteri perusak pangan diwakili oleh Ps. aeruginosa, B. cereus, B. subtilis, dan M. luteus. Metode yang digunakan dalam uji kepekaan untuk mengetahui spektrum aktivitas mikroba dalam susu kuda Sumbawa adalah metode difusi (Yoshimura et al, 1991). 6. Percobaan Analisis Sifat Polaritas Senyawa Antimikroba Untuk mengetahui polaritas senyawa antimikroba digunakan beberapa pelarut dengan tingkat polaritas yang berbeda, mulai dari yang non polar ke yang paling polar yaitu: hexan, etil asetat, aseton, etanol dan metanol dengan nilai polaritasnya berturutturut : 0, 38, 47, 68, 73 dan 90. Uji sifat polaritas senyawa antimikroba dilakukan pertama-tama mencampur susu kuda Sumbawa dengan pelarut hexan (1 : 1) dalam labu kocok 250 ml sehingga dihasilkan 2 lapisan yaitu fase hexan dan fase air (Gambar 4). Masing-masing fase diuji aktivitas antimikrobanya. Apabila fase hexan atau fase air tidak memiliki aktivitas antimikroba, penelitiannya tidak dilanjutkan, sedangkan apabila fase hexan atau fase air memiliki aktifitas antimikroba, penelitiannya dilanjutkan. Fase salah satu pelarut yang memiliki aktivitas anti mikroba dibagi menjadi 5 bagian, empat bagian masingmasing dicampur dengan etil asetat, aseton, etanol atau metanol dan satu bagian tidak dicampur pelarut organik. Selanjutnya diuji aktivitas antimikrobanya dengan metode

68 difusi agar, dengan menggunakan medium NV 8 dan bakteri Micrococcus luteus ATCC 9341.(Yoshimura et.al. 1991). 52 Fase Hexan Fase air Gambar 4. Pemisahan susu menjadi fase hexan dan air. 7. Percobaan Fraksinasi Senyawa Antimikroba dengan KCKT Penelitian tahap keempat dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein. Tujuan penelitian ini ialah untuk (1) memperoleh fraksi-fraksi komponen senyawa antimikroba, (2) isolasi dan identifikasi fraksi yang paling kuat aktivitas mikrobanya, (3) karakterisasi senyawa aktif antimikroba. Untuk mencapai tujuan ini dilakukan tiga (3) percobaan yaitu (a) fraksinasi senyawa antimikroba, (b) isolasi dan identifikasi senyawa antimikroba, dan (c) karakterisasi gugus fungsi. Percobaan fraksinasi senyawa antimikroba ditujukan untuk mendapatkan fraksifraksi komponen antimikroba dari susu kuda Sumbawa. Fraksinasi di lakukan dengan teknik Kromotografi Cair Kinerja Tinggi /KCKT (Grister et al, 1991). Fraksinasi senyawa antimikroba dengan teknik KCKT dilakukan melalui 6 (enam) tahap, yaitu : (1) Pemisahan fase lemak dengan pelarut hexan untuk

69 53 mendapatkan fase pelarut dan fase air; (2) Evaporasi untuk membuang sisa hexane yang mungkin masih terdapat di dalam larutan fase air; (3) Clean up/pembersihan menggunakan cartridge seppak C-18; (4) Setelah disaring dan dibilas dengan air dielusi dengan methanol; (5) Pengeringan dengan menggunakan evaporator untuk menghilangkan metanol dan residu yang diperoleh ditambah aquades (2 ml), kemudian disaring dengan s aringan 0,5 ì m dan 0,22 ì m; (6) Injek ke KCKT sebanyak 10 ì l untuk mendapatkan fraksi-fraksi; dan (7) Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda Sumbawa; seperti digambarkan pada Gambar 5. Seluruh fraksi yang keluar dari KCKT ditampung kemudian diuji terhadap aktivitas antimikrobanya. Fraksi yang mempunyai aktivitas antimikroba paling kuat dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi senyawa antimikroba. 8. Percobaan Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antimikroba Isolasi dilakukan terhadap fraksi yang paling kuat aktifitas antimikrobanya. Fraksi dengan aktivitas antimikroba terkuat selanjutnya diidentifikasi, untuk mengetahui adanya komponen senyawa antimikroba. Identifikasi diawali dengan uji kualitatif dengan metode Bradford (Bradford, 1976). Bahan yang berupa sampel susu sebanyak 100 ì l dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambah dengan 2 ml pereaksi protein, campuran dihomogenesasi satu menit dan didiamkan lima sampai sepuluh menit, selanjutnya diamati adanya warna biru. Apabila hasilnya positif terus dilanjutkan dengan uji elektroforesis untuk mengetahui berat molekulnya. Berat molekul dapat diketahui dengan cara membandingkan sampel fraksi yang paling kuat aktivitas antimikrobanya dengan phosphorylase b, albumin, ovalbumin, carbonic anhydrase, trypsin inhibition dan lactalbumin yang telah diketahui berat molekulnya serta laktoferin sebagai pembanding.

70 54 SUSU KUDA SUMBAWA Fase air (Skim) Evaporasi (membuang sisa Hexan) Pembersihan dengan cartridge seppak C- 18 Elusi Seppak C- 18 Evaporasi (membuang sisa methanol) TAMBAH AQUADES (2 5 ml ) FILTRASI 0,5 m dan 0,22 m KCKT FRAKSI-FRAKSI PERSIAPAN FRAKSINASI KONDISI KCKT : CO LUM N CAPCELL PACK C 18 UKURAN : DIAM ETER 4,6 mm x 150 mm KONDISI FASE GERAK : M eo H : DW =5 : 95 (1ml/min) FLOW RATE : 1 ml /m in DETECTOR : DIO DE ARRAY,W AVE LENGTH = UV 200 nm INJECTION : 10 ul UJI ANTIMIKROBA TERKUAT FRAKSI 7 Gambar 5. Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda Sumbawa Sampel yang diuji dengan elektroforesis adalah sampel denaturasi, yaitu sampel yang telah didenaturasi sebelumnya dengan cara dipanaskan terlebih dahulu dalam penangas air selama 2 menit. S etelah itu s ampel sebanyak 8 ì l dicampur

71 55 dengan buffer sebanyak 5 kali sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur separating gel, selanjutnya steker elektroda dipasang pada power supply yang distabilkan dengan stabilizer yang dihubungkan pada listrik tegangan 125 Volt, selama lebih kurang 1,5 jam atau sampai migrasi sampel mencapai 1 cm dari bawah gel. Setelah itu gel diambil dari kedua plat elektroforesis dengan menggunakan spatula, kemudian dilanjutkan pewarnaan dengan menggunakan Coomassie Brilliant Blue; dengan cara sebagai berikut: gel ditempatkan dalam wadah yang telah diisi larutan staining Coomassie Brilliant Blue lebih kurang 20 ml, kemudian diagitasi konstan dengan gerakan pelan lebih kurang 30 menit. Setelah 30 menit larutan Coomassie Brilliant Blue dihilangkan atau destaining dengan menggunakan campuran methanol; asam asetat glasial; aquades = 2 : 1 : 7 kurang lebih 20 ml. Gel yang telah dihilangkan warnanya diagitasi konstan sampai pita-pita protein yang terbentuk terlihat nyata dan warna latar gel menjadi terang setelah lebih kurang 24 jam. 9. Percobaan Karakterisasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Infra Merah dan Spektrofotometer UV Untuk mengetahui komponen senyawa antimikroba dari fraksi yang paling kuat aktivitas antimikrobanya secara kualitatif untuk menunjukkan senyawa protein dan secara kuantitatif akan diperoleh pita protein dan berat molekulnya, kemudian dilanjutkan karakterisasi protein dengan menggunakan spektrofotometer infra merah, dan kemudian dilanjutkan identifikasi karbohidrat (gula) dengan spektrofotometer ultra violet. Pengujian adanya gugus fungsi protein dilakukan dengan alat spektroskopi infra merah (Nur, 1989). Sampel fraksi yang paling kuat aktivitas antimikrobanya dan laktoferin (sebagai pembanding) masing-masing dicampur garam KBr dengan perbandingan 1:100. Bahan-bahan di gerus sampai halus hingga merata, kemudian ditekan pada alat cetak sampai diperoleh lapisan tipis (AOAC , 1995). Berkas radiasi spektrofotometer akan terbagi dua, sebagian melewati sampel dan sebagian melawati blanko. Setelah kedua berkas tersebut bergabung kembali, kemudian

72 56 dilewatkan ke dalam monokromator. Berkas radiasi infra merah yang melewati monokromator akan dipantulkan oleh cermin-cermin dan akhirnya ditangkap oleh detektor. Signal yang dihasilkan oleh detektor kemudian direkam sebagai spektrum infra merah yang berbentuk puncak-puncak absorpsi. Absorpsi spektrum infra merah ini menunjukkan terjadinya hubungan antara absorpsi dan frekuensi atau bilangan gelombang atau panjang gelombang, sebagai absis adalah frekuensi (cm -1 ) atau bilangan gelombang (cm -1 ) atau panjang gelombang (nm) dan sebagai ordinat transmitans atau absorbans (Pomeranz and Meloan,1994). Identifikasi jenis gula dilakukan dengan melakukan pemindaian (scanning) larutan gula menggunakan spektrofotometer ultra violet (Nollet, 1996). Untuk mengetahui jenis gula dalam fraksi senyawa antimikroba dari susu kuda digunakan gula standar yaitu maltosa, sukrosa, laktosa, glukosa, fruktosa dan galaktosa dengan cara membandingkan pola hubungan panjang gelombang dengan serapan sinar UV yang terbentuk. Sinar ultra violet menyerap struktur molekul bentuk cincin ikatan rangkap pada satu atau lebih panjang gelombang dari nm. Prinsip yang digunakan untuk identifikasi jenis gula adalah pola serapan (absorbanse) sinar UV pada berbagai panjang gelombang yang bersifat spesifik untuk setiap jenis senyawa gula. 10. Percobaan Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya, penelitian tahap kelima merupakan penelitian lanjutan yaitu pengembangan teknologi produksi konsentrat antimikroba dengan tujuan untuk memperoleh dan mengetahui rendemen produk konsentrat berupa bubuk kering dari susu kuda Sumbawa. Bubuk kering ini akan memudahkan dalam penyimpanan dan penggunaannya. Prosedur pengembangan produksi konsentrat disajikan pada Gambar 6. Susu kuda Sumbawa sebanyak 100 %v dicampur dengan 100 %v hexan sehingga terbentuk dua lapisan yaitu fase pelarut hexan dan fase air (skim). Fase air yang terbentuk dari pemisahan tersebut digumpalkan dengan 1N HCl, selanjutnya

73 57 dilakukan pemisahan untuk mendapatkan whey dan curd. Masing-masing whey dan curd dikeringkan dengan mesin kering beku vakum untuk mendapatkan produk kering. Hasil produk kering whey dan curd masing-masing diukur rendemennya dengan menimbang bobotnya, selanjutnya diuji aktifitas antimikrobanya dengan metode difusi. Susu kuda Uji Aktivitas Antimikroba Pemisahan Fase Air (Skim) Ukur 1 N HCl Penggumpalan Penyaringan Whey Curd basah Ukur Ukur Freeze drying Freeze drying Whey Kering Curd Kering Ukur Rendemen Ukur Rendemen Uji Antimikroba Uji Antimikroba Gambar 6. Skema urutan proses produksi konsentrat antimikroba

74 58 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGAMATAN LAPANGAN Pengamatan lapangan meliputi kegiatan observasi di lokasi penggembalaan, wawancara dengan peternak, pengumpul, pedagang, petugas dinas peternakan, dan pemerintah daerah. Di samping itu juga dikumpulkan data sekunder dari dinas dan pemerintah daerah kabupaten dan provinsi. 1. Diskripsi Pulau Sumbawa dan Populasi Kuda Sumbawa Pulau Sumbawa terdiri atas 3 kabupaten yaitu kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Kuda dari pulau Sumbawa dijadikan sumber bibit kuda di Indonesia. Dari pengamatan lapangan daerah penggembalaan kuda di pulau Sumbawa berbukit-bukit, sebagian besar merupakan padang rumput dan tanaman perdu dan sebagian kecil ditumbuhi tanaman tahunan (Gambar 7 dan 8). Populasi kuda di Indonesia telah mengalami penurunan setiap tahun, sedangkan populasi kuda di provinsi Nusa Tenggara Barat stabil, namun dari ketiga kabupaten di pulau Sumbawa yaitu Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu meningkat (Tabel 6). Penurunan populasi kuda secara nasional ini sejalan dengan menurunnya fungsi kuda di sektor pertanian, perdagangan dan transportasi, sehingga nilainya bagi keluarga petani sangat rendah. Tabel 6. Populasi kuda di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dan Indonesia tahun No. Kabupaten/ Provinsi 1 Sumbawa * 2 Bima * 3 Dompu * Pulau Sumbawa ,916* Provinsi NTB Indonesia Sumber: Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan (2004) dan *Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat (2004)

75 59 Populasi kuda di tiga (3) wilayah kabupaten, yaitu kabupaten Sumbawa, kabupaten Bima dan kabupaten Dompu disajikan pada Tabel 7. Dari Tabel 7 terlihat populasi kuda di pulau Sumbawa pada tahun 2003 sejumlah ekor, sebagian besar di kabupaten Sumbawa sejumlah ekor (55%). Dari jumlah tersebut, 51% atau ekor adalah kuda betina, 16% atau ekor kuda jantan dan anak kuda ekor (33%). Dua kabupaten lain (kabupaten Bima dan Dompu) jumlah populasi kuda jantan seimbang dengan kuda betinanya, sedangkan populasi anak kuda jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah anak kuda di kabupaten Sumbawa. Populasi kuda jantan di kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu berturut-turut 4.798, dan ekor; kuda betina berturut-turut , dan ekor, dan jumlah anak berturut-turut 9.971, dan 892 ekor; jumlah anak ini terkait dengan kuda betina laktasi yang memproduksi susu. Tabel 7. Populasi kuda Sumbawa di Pulau Sumbawa tahun 2003 No. Daerah Kuda Jantan Kuda Betina Jumlah Anak Total Populasi 1. Sumbawa Bima Dompu Total Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat (2004) Di Kabupaten Sumbawa terdapat rumah tangga yang memelihara kuda dengan jumlah populasi mencapai ekor atau rata-rata 3 4 ekor tiap rumah tangga. Pada tahun 2003 jumlah kelahiran kuda diperkirakan sebanyak ekor atau 65% dari kuda betina dewasa yang menghasilkan susu liter per tahun atau rata-rata 360 liter per ekor per tahun. Dengan demikian seekor kuda dengan masa laktasi 6 bulan mampu memproduksi susu 2 liter per hari.

76 60 Populasi kuda di Kabupaten Bima berjumlah ekor dengan jumlah kuda jantan 5.015, kuda betina ekor dan jumlah kelahiran ekor, sehingga kuda betina yang menghasilkan susu sebanyak ekor (28,5%) dengan produksi susu liter per tahun. Di Kabupaten Dompu terdapat ekor kuda yang terdiri atas kuda jantan ekor, kuda betina ekor dan jumlah kelahiran 892 ekor, sehingga kuda betina yang menghasilkan susu sebanyak 892 ekor (16,2%) dengan produksi susu liter per tahun. 2. Pemeliharaan Kuda di Pulau Sumbawa Dari hasil pengamatan di lapangan ada perbedaan cara pemeliharaan kuda di Kabupaten Sumbawa, Dompu dan Kabupaten Bima. Gambar 7 menunjukkan pemeliharaan kuda di Kabupaten Sumbawa yang sepanjang hidupnya dilepas di hutan atau di padangan, walaupun demikian para peternak sebagai pemilik kuda-kuda tersebut selalu dapat mengenali kudanya melalui tanda cap bakar dikulit pantat yang diberikan oleh pemiliknya. Apabila pemilik kuda membutuhkan susu kuda, peternak pergi ke hutan atau padang rumput mencari kudanya yang sedang menyusui anak. Kuda Sumbawa selama digembalakan memakan berbagai jenis rumput dan dedaunan tanaman perdu. Selama pemeliharaan tidak pernah dilakukan pengobatan dengan disuntik antibiotik. Di Kabupaten Bima, kuda dilepas di hutan atau di padangan pada pagi hari sampai sore hari. Pada pagi hari kuda-kuda tersebut keluar sendiri dari kandang menuju ke hutan atau padangan, sedangkan pada waktu sore hari kuda kembali lagi ke rumah pemiliknya. Kuda-kuda tersebut kadang-kadang kembali dari hutan atau padangan bersama pemiliknya, karena pada umumnya pemilik kuda juga berladang dan lokasi ladangnya tidak jauh dari lokasi tempat kuda mencari makan. Kuda-kuda

77 tersebut juga dimanfaatkan untuk membawa beban berupa hasil pertanian atau tumbuhan untuk makan kuda di malam hari (Gambar 9 dan 10). 61 Gambar 7. Pemeliharaan kuda Sumbawa di Kabupaten Sumbawa Gambar 8. Pemeliharaan kuda Sumbawa di Kabupaten Dompu

78 62 Gambar 9. Kuda di Kabupaten Bima yang sedang pulang ke kandang dari padang rumput. Gambar 10. Pemeliharaan kuda Sumbawa di Kabupaten Bima. Di Kabupaten Dompu dikenal dua macam cara pemeliharaan kuda Sumbawa, yang pertama adalah kuda dilepas di hutan dan yang kedua di gunung. Karena pemilik kuda tidak mempunyai kandang di rumahnya, maka kuda-kuda tersebut dilepas di hutan atau di gunung sepanjang hidupnya (diliarkan). Untuk mengenali kuda-kuda miliknya, para pemilik kuda telah memberi tanda dengan cap bakar pada paha bagian

79 atas kudanya masing-masing sehingga apabila kuda-kuda tersebut diperlukan oleh pemiliknya, dengan mudah dikenali oleh pemiliknya (Gambar 8) Cara Memerah dan Produksi Susu Kuda Sumbawa Pemerahan di P. Sumbawa biasanya dilakukan pada malam hari sampai menjelang dini hari, pemerahan dilakukan 2 atau 3 kali per ekor. Tetapi ada juga peternak yang memerah kuda hanya sekali per ekor pada dini hari. Cara memperoleh susu kuda Sumbawa di Kabupaten Sumbawa, pemilik kuda terlebih dahulu mencari kudanya di hutan kemudian membawanya ke tepi hutan serta mengikatnya dan melakukan pemerahan. Susu yang diperoleh dimasukkan ke dalam ember plastik atau botol aqua dan dibawa pulang (Gambar 11). Di kabupaten Bima kuda diperah di dalam kandang, karena kuda pada sore hari sampai menjelang pagi tinggal di dalam kandang. Selama di dalam kandang kuda diberi makan rumput atau tumbuhan yang berasal dari padangan tempat kuda mencari makan. Pemerahan dilakukan sebanyak 3 kali per ekor setelah jam sampai menjelang dini hari (Gambar 12). Di kabupaten Dompu, pemilik kuda pergi ke hutan atau gunung untuk mengambil kuda yang akan diperah, kemudian dibawa pulang dan diikat di rumahnya. Selama diikat kuda tidak diberi makan, menjelang dini hari kuda diperah, setelah diperah oleh pemiliknya, kuda dikembalikan ke hutan atau gunung. Produksi susu kuda Sumbawa di ketiga kabupaten di pulau Sumbawa (Tabel 8) adalah liter per tahun, yaitu liter di kabupaten Sumbawa, liter di kabupaten Bima dan liter di kabupaten Dompu. Produksi susu ini sejalan dengan jumlah betina laktasi tetapi tidak selaras dengan populasi kuda.

80 64 Gambar 11. Kuda Sumbawa yang sedang diperah di pinggir hutan Gambar 12. Kuda Bima yang sedang diperah di dalam atau dekat kandang 4. Penanganan dan Kondisi Susu di Lapangan Dari pengamatan di lapangan dan hasil wawancara dengan peternak, dapat dilaporkan bahwa peternak di Kabupaten Sumbawa dan Dompu langsung memasukkan susu kuda hasil pemerahan ke dalam botol tanpa diolah terlebih dahulu (Gambar 14), sedangkan peternak di Kabupaten Bima memasukkan susu kuda hasil pemerahan ke dalam jirigen (Gambar 13). Selanjutnya oleh pedagang, susu tersebut dikirim keluar kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu, sebagian dipasarkan di Mataram dan beberapa kota di pulau Jawa.

81 65 Hasil pengamatan ini sesuai dengan Wahab (1996) yang melaporkan bahwa susu kuda yang beredar di masyarakat berasal dari hasil pemerahan kuda-kuda yang dilepas di padang rumput dan gunung di pulau Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Selanjutnya oleh para pedagang pengumpul, susu tersebut dikirim ke perusahan pengemas di pulau Jawa antara lain di Bandung, Sukabumi, Jakarta dan Tanggerang (Gambar 15). Gambar 13. Penyimpanan susu dalam jerigen di Kabupaten Bima Gambar 14. Penyimpanan susu dalam botol di Kabupaten Sumbawa Gambar 15. Penanganan susu kuda Sumbawa di Tanggerang Oleh pedagang di Jawa, susu dikemas ulang secara komersial tanpa pengolahan terlebih. Susu yang telah dikemas ulang tersebut dipasarkan di toko obat,

82 66 apotik, pasar swalayan, bandara udara dan perorangan. Kemasan yang digunakan adalah botol gelas dan plastik (Gambar 16 dan 17). Beberapa perusahaan pengemas susu kuda Sumbawa mencantumkan masa edar (waktu kadaluarsa). Untuk botol plastik masa edarnya adalah 5 bulan (Gambar 16) dan untuk botol kaca tidak dicantumkan masa edar (Gambar 17). Gambar 16. Kemasan botol komersil oleh CV. Dian dan CV. Kilo Baru (Pengumpul/pedagang) di Sukabumi Gambar 17. Kemasan botol komersil oleh CV. Rachman Ali Belo, di Mataram dan kemasan botol komersil di Dompu.

83 67 Susu yang beredar di masyarakat tidak dipanaskan/dipasteurisasi atau ditambah bahan lain. Meskipun demikian susu dalam kemasan tersebut tidak tampak menggumpal dan tidak rusak, hanya mengalami fermentasi secara alami (Gambar 18). Tidak rusaknya susu kuda tersebut karena ada senyawa antimikroba alami di dalam susu kuda Sumbawa. Selain tidak rusak, susu kuda Sumbawa tidak pecah meskipun sudah mengalami fermentasi alami. Hal ini dapat dikaitkan dengan kadar kasein susu kuda Sumbawa yang rendah seperti yang dilaporkan oleh Sudarwanto et al (1998). Susu kuda Sumbawa juga mengalami fermentasi alami yang ditandai dengan ph-nya turun sampai 3,5 dan tetap homogen atau tidak ada endapan serta gumpalan (Gambar 18). Fermentasi alami pada susu kuda Sumbawa disebabkan oleh adanya bakteri asam laktat dalam susu kuda Sumbawa yang mengubah laktosa menjadi asam laktat sehingga menyebabkan ph-nya menjadi rendah (2,73 4,25) dan mengakibatkan rasa susu menjadi asam. Hasil pengujian di laboratorium BPMPP dari susu kuda Sumbawa yang disimpan pada bulan ke 1, 2 dan 3 ditemukan adanya Lactobacillus casei dan Lactobacillus sp lainnya. Pada bulan ke 1 secara kualitatif positif mengandung Lactobacillus casei dan Lactobacillus sp, sedangkan pada bulan ke 2 dan 3 dilakukan uji kualitatif dan kuantitatif dengan konsentrasi bakteri 17 x 10 6 (cfu)/ml pada bulan ke 2 dan 11 x 10 5 (cfu)/ml pada bulan ke 3. Gambar 18. Susu yang telah disimpan 5 bulan tidak rusak

84 68 5. Penggunaan dan Arti Ekonomi Susu Kuda Sumbawa bagi Masyarakat Setempat Bagi masyarakat setempat susu kuda diminum untuk kesehatan dan beberapa peternak yang ditemui mengatakan bahwa minum susu kuda dapat menghangatkan tubuh untuk melawan dinginnya hawa pegunungan di Bima dan mereka percaya bahwa apabila minum terlalu banyak akan menyebabkan badan menjadi panas. Sementara itu penduduk setempat juga percaya kalau minum susu setiap hari badan menjadi sehat dan jarang sakit. Dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa susu kuda Sumba memiliki keistimewaan yang lebih dari pada susu sapi. Di P. Sumbawa kuda mempunyai makna ekonomi penting bagi masyarakat. Pemerahan susu kuda Sumbawa oleh para petani telah menjadi kegiatan ekonomi (Tabel 8) dan menjual susunya ke pedagang. Selanjutnya susu dikirim ke Mataram dan P. Jawa untuk dipasarkan sebagai makanan kesehatan dengan harga tinggi. Susu kuda Sumbawa sudah menjadi komoditi populer di luar NTB, terutama di Jawa Barat, DKI, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Harga susu kuda Sumbawa di Jawa pada tahun dapat mencapai Rp per liter, sedangkan di Sumbawa harganya Rp per liter, di Bima hanya Rp per liter dan di Dompu Rp per liter. No. Tabel 8. Volume produksi susu kuda Sumbawa dan perhitungan nilai (dalam rupiah) per tahun (2003) Kabupaten Kuda Betina Laktasi Jumlah produksi susu /liter/ th Harga/liter di tingkat peternak (Rp.) Nilai (miliar rupiah) 1. Sumbawa ,6 2. Bima ,5 3. Dompu ,056 Total Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat (2004).

85 69 Dengan harga susu Rp per liter maka nilai produksi susu kuda di kabupaten Sumbawa milyar rupiah per tahun (Tabel 8), dengan demikian ratarata rumah tangga memperoleh pendapatan dari susu kuda sebesar Rp per tahun. Di kabupaten Bima terdapat ekor kuda betina laktasi dengan produksi liter per tahun dengan harga susu kuda Rp (lebih murah dari pada harga susu di kabupaten Sumbawa) diperoleh pendapatan Rp. 8,5 milyar dan di kabupaten Dompu terdapat 892 ekor kuda laktasi dengan produksi susu liter per tahun dengan harga Rp per liter diperoleh pendapatan Rp. 16,056 milyar. Total dari seluruh P. Sumbawa Rp. 132,2 milyar (Tabel 8). Susu kuda Sumbawa yang sudah dikemas dalam botol dan dijual eceran di pasaran di pulau Jawa dengan harga Rp per liter. Bila dihitung dari harga jual terakhir maka produksi susu kuda dari pulau Sumbawa dapat mencapai Rp. 721,15 milyar per tahun, berarti 5,5 kali dari nilai di daerah produsen. B. VERIFIKASI ANTIMIKROBA DALAM SUSU KUDA SUMBAWA DAN TUMBUHAN Verifikasi senyawa antimikroba di dalam susu kuda Sumbawa dimaksudkan untuk membuktikan bahwa susu kuda Sumbawa secara alami mengandung senyawa antimikroba. Di samping itu juga untuk mengetahui aktivitas antimikrobanya berasal dari tumbuhan yang di makan kuda atau dari antibiotika yang diberikan sebagai obat oleh peternak atau petugas kesehatan hewan. 1. Uji Aktivitas Antimikroba dalam Susu Kuda Sumbawa Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan mengunakan bakteri M. luteus. Hasil pengujian (Gambar 19, 20, 21) menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai aktivitas antimikroba yang sangat kuat. Aktivitas tersebut ditunjukkan oleh luas daerah bening (clear zone) daerah hambatan pada media di cawan petri.

86 70 Berdasarkan luas daerah hambatan dapat dilihat bahwa susu segar mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih kuat bila dibandingkan dengan antibiotik penisilin sebagai kontrol (Gambar 19). Pada Gambar 20 disajikan hasil uji antimikroba susu sapi dan susu kuda bukan kuda Sumbawa (kuda tarik) memperkuat hasil yang tidak terdapat daerah hambatan. Hal ini menunjukkan susu sapi dan susu kuda bukan Sumbawa tidak mempunyai aktivitas antimikroba. Pada Gambar 21 terlihat susu kuda yang telah di simpan selama 1 bulan menunjukkan adanya aktivitas mikroba yang lebih tinggi dari pada susu segar dan kontrol positif antibiotika penisilin. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan tidak menurunkan aktivitas antimikrobanya (Gambar 21). Hasil pengukuran daerah hambatan aktivitas antimikroba dari 160 sampel susu kuda Sumbawa, 25 sampel susu kuda bukan Sumbawa dan 15 sampel susu sapi serta kontrol (0,1 ì g/ml penisilin) disajikan pada Tabel 9. Gambar 19. Aktivitas antimikroba susu segar Gambar 21. Aktivitas antimikroba susu asam Gambar 20. Aktivitas antimikroba susu kuda bukan Sumbawa dan susu sapi segar Semua sampel susu kuda Sumbawa yang diuji mengindikasikan adanya aktivitas antimikroba dengan diameter hambatan berkisar 15,18 34,63 mm atau luas hambatannya berkisar antara 181,1 942,3 mm 2. Dari susu kontrol yang diuji, yaitu 20

87 71 sampel susu kuda bukan Sumbawa, 15 sampel susu sapi Frisian Holstein dan 5 sampel susu kuda pacu, hanya sampel susu dari kuda pacu memperlihatkan adanya daya antimikroba walaupun daya antimikrobanya lemah dengan diameter hambatannya 13,37 mm atau luas hambatan hanya 140,5 mm 2. Kuda pacu tersebut ternyata adalah keturunan dari kuda Sumba betina yang disilangkan dengan kuda jantan Thoroughbred. Hasil pengujian senyawa antimikroba membuktikan bahwa susu kuda Sumbawa secara kualitatif mempunyai daya antimikroba yang kuat, baik susu segarnya maupun yang telah disimpan. Di samping itu dilakukan juga analisis antimikroba secara kuantitatif dengan mengukur diameter dan menghitung luas daerah hambatan yang mengindikasikan daya antimikroba susu kuda Sumbawa cukup kuat. Tabel 9. Aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, susu kuda bukan Sumbawa dan susu sapi menggunakan bakteri uji Micrococcus luteus ATCC 9341 No. Asal Sampel Jumlah Rata-rata Aktivitas Antimikroba Sampel Diameter (mm) Luas (mm²) I KUDA SUMBAWA 1 Peternak a. Ds. Palama, Dongo, Bima 20 20,33 324,7 b. Ds. Mpili, Dongo, Bima 20 18,28 262,6 c. Ds. Taloko, Sanggar, Bima 20 34,44 931,9 d. Ds. Monggo, Madapangga, Bima 20 23,29 426,2 e. Ds. Penyaring, Moyohilir, Sumbawa 20 17,68 245,6 f. Ds. Pelat, Sumbawa 20 15,18 181,1 g. Ds. Saneo, Woja. Dompu ,6 2 Pedagang a. Jabotabek, Surabaya, Mataram 10 20,59 333,1 3 Pengumpul a. Desa Taloko, Sanggar, Bima 10 34,63 942,3 II KUDA BUKAN SUMBAWA 1 Kuda Beban a. Bogor 5 0 0,0 b. Lembang 5 0 0,0 c. Salatiga ,0 2 Kuda Pacu *) a. Pamulang 5 13,37 140,5 III SAPI PERAH (FH) a. Depok ,0 IV ANTIBIOTIK KONTROL 20,33 324,7 (Penisilin 0,1 g/ml) TOTAL 200 Keterangan : *) Kuda pacu Pamulang turunan kuda Sumba.

88 72 Susu dari pengumpul di Kabupaten Bima yang umumnya telah disimpan dengan masa simpan 1 bulan, mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih kuat bila dibandingkan dengan susu yang baru diperah oleh peternak. Luas daerah hambatan susu yang berasal dari pengumpul mencapai 942,3 mm 2, sedangkan yang langsung dari peternak hanya berkisar antara 181,1 s/d 426,2 mm 2 kecuali dari Desa Taloko, Kabupaten Bima yang luas hambatannya 931,9 mm 2. Hal ini memperlihatkan bahwa penyimpanan susu tidak menurunkan bahkan meningkat aktivitas antimikrobanya. Menurut Naidu (2000) senyawa antimikroba alami yang berasal dari susu sapi diantaranya adalah laktoferin, laktoperoksidase, laktoglobulin dan laktolipids. Menurut Conner (1993), senyawa yang bersifat antimikroba alami dari susu sapi adalah kelompok laktenin yang merupakan bagian dari sistim imun seperti immunoglobulin, lysozym, laktoferin dan senyawa lain yang bersifat antimikroba. Rijatmoko (2003) melakukan penelitian mengenai pengaruh susu kuda Sumbawa terhadap pertumbuhan M. tuberculosis secara in vitro; hasilnya menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai potensi yang cukup baik dalam menghambat pertumbuhan M. tuberculosis, baik isolat standar maupun isolat klinis yang diperoleh dari penderita tuberkulosis paru. Sudarwanto et al (1998), dari hasil analisis terhadap 12 sampel susu kuda Sumbawa menunjukkan adanya aktivitas antimikroba dengan diameter hambatan berkisar antara mm atau 154,0 415,6 mm 2. Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa susu kuda Sumbawa, baik yang segar maupun yang telah disimpan, mempunyai aktivitas antimikroba kuat. Percobaan dilanjutkan untuk mengetahui apakah senyawa aktif di dalam susu kuda Sumbawa yang mempunyai aktivitas antimikroba yang kuat tersebut berasal dari kuda Sumbawa yang sedang menyusui atau berasal dari tumbuhan yang diberikan sebagai

89 bahan makanan kuda Sumbawa. Untuk itu dilakukan uji aktivitas antimikroba dari tumbuhan makanan kuda Sumbawa Uji Aktivitas Antimikroba dari Tumbuhan Sumber Makanan Kuda Sumbawa Untuk mengetahui lebih lanjut apakah daya antimikroba berasal dari kuda secara alami atau dari tumbuh-tumbuhan yang dimakan kuda maka dilakukan uji aktivitas antimikroba dari tumbuhan bahan makanan kuda Sumbawa, yaitu 32 jenis tumbuhan yang sehari-hari menjadi makanan kuda Sumbawa (Tabel 10 dan Gambar 22 dan 23). Tabel 10. Beberapa jenis tumbuhan yang dikonsumsi kuda Sumbawa No. Jenis Tumbuhan No. Jenis Tumbuhan No. Jenis Tumbuhan 1. Sisi Tol 12. Rede Mila 23. Pai 2. Ati 13. Cewu 24. Soka 3. Humpa Eli 14. Ventalonde 25. Mporingame 4. Panggampa 15. Nadurui 26. Sisisanga 5. Kumba 16. Kabisa 27. Lokojongo 6. Kuruwaci 17. Sidoro 28. Songga 7. Naetuta 18. Ngame 29. Karaowa 8. Katobo 19. Kaca 30. Mampidaroo 9. Sisinae 20. Rapa 31. Papanta 10. Kabisa 21. Kess 32. Mpowiriti 11. Radamila 22. Mbolombaci Menurut Harbone (1987) senyawa-senyawa seperti fitogleksin, fenol dan eugenol merupakan senyawa antimikroba alami yang berasal dari tanaman. Persiapan awal yang diberikan adalah mengeringkan tiap jenis tumbuhan pada suhu 60 o C, setelah kering kemudian dihaluskan. Selanjutnya diekstraksi dengan pelarut dietil eter, kloroform, etanol dan buffer phosfat, lalu diuji antimikrobanya dengan metoda difusi (Harbone, 1987 dan Yoshimura et al, 1991). Dari hasil pengujian aktivitas antimikroba tumbuhan makanan kuda Sumbawa, hasilnya menunjukkan bahwa semua jenis tumbuhan yang diuji ternyata tidak memiliki daya antimikroba. Untuk membuktikan apakah zat antimikroba bukan berasal dari antibiotika yang diberikan pada kuda sebagai obat, dilakukan wawancara dengan peternak dan

90 74 petugas Kesehatan Hewan setempat. Hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa kuda-kuda yang diambil susunya tidak pernah mendapat pengobatan dengan antibiotik. Dari kedua hasil percobaan dan temuan lapangan tersebut dibuktikan bahwa antimikroba pada susu kuda Sumbawa bukan berasal dari obat antibiotik atau tumbuhan. Gambar 22. Jenis tumbuhan Papanta dan Mampidaroo yang biasa dimakan kuda Sumbawa Gambar 23. Jenis tumbuhan Sisisanga, Mporingame dan Karaowa yang biasa dimakan kuda Sumbawa Dengan demikian hipotesis pertama bahwa susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba yang kuat sudah dapat dibuktikan.

91 75 C. UJI STABILITAS, SPEKTRUM DAN SIFAT POLARITAS SENYAWA ANTIMIKROBA PADA SUSU KUDA SUMBAWA Setelah terbukti bahwa ada aktivitas antimikroba yang kuat dalam susu kuda Sumbawa maka diikuti dengan pembuktian hipotesis kedua yaitu bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda tersebut mempunyai spektrum yang luas, sekaligus untuk mengetahui stabilitas daya antimikroba susu kuda Sumbawa oleh pemanasan dan penyimpanan, kemudian diteruskan dengan uji polaritas senyawa antimikroba tersebut. 1. Uji Stabilitas Daya Antimikroba Susu Kuda Sumbawa Tujuan dilakukan uji stabilitas daya antimikroba adalah untuk mengetahui pengaruh pemanasan dan lama penyimpanan pada suhu kamar terhadap daya antimikroba susu kuda Sumbawa. a. Pengaruh Pemanasan Uji stabilitas daya antimikroba terhadap pengaruh pemanasan, dilakukan dengan cara mengukur luas hambatan daya antimikroba susu kuda Sumbawa yang telah dipanaskan 70 0 C selama 10 menit dengan metode Yoshimura (1991). Hasil percobaan pemanasan susu kuda Sumbawa terhadap stabilitas daya antimikroba disajikan pada Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat dilihat rata-rata luas hambatan sebelum pemanasan mm 2 dengan kisaran antara mm 2, sedangkan luas hambatan setelah pemanasan mm 2, dengan kisaran antara mm 2. Dengan dipanaskan telah terjadi penurunan daya antimikroba rata-rata sebesar 26,60 % dengan kisaran antara 21 29%. Penurunan daya antimikroba karena pemanasan diduga karena adanya senyawa atau komponen antimikroba yang tidak tahan terhadap pemanasan. Pengaruh pemanasan menyebabkan protein senyawa antimikroba susu mengalami denaturasi disertai terbukanya rantai polipeptida. Denaturasi protein ini

92 76 mengakibatkan hilanganya aktivitas biologis senyawa antimikrobanya (Lehninger, 1982). Menurut Naidu (2000) antimikroba susu sapi berasal dari protein. Demikian pula antimikroba susu kuda Sumbawa yang berasal dari protein, daya antimikrobanya menurun sebagai akibat terjadinya denaturasi protein oleh pemanasan. Hal ini sejalan dengan temuan di lapangan (Wahab, 1996) bahwa secara tradisional atau kepercayaan masyarakat setempat, susu kuda Sumbawa tidak boleh dipanaskan atau dimasak karena dapat mengurangi khasiatnya. No. Sampel Tabel 11. Pengaruh pemanasan pada suhu 70 0 C, selama 10 menit terhadap stabilitas daya antimikroba susu kuda Sumbawa Luas Hambatan Sebelum Pemanasan (mm 2 ) Luas Hambatan Setelah Pemanansan (mm 2 ) Penurunan Daya Antimikroba (%) 1* * * * ** ** 392, ** 303, ** 323, ** 383, ** 297, Rata-rata ,6 Keterangan : * Desa Taloko (Bima) ** Desa Moyo (Sumbawa b. Pengaruh Penyimpanan Uji terhadap stabilitas antimikroba dapat diukur dari pengaruh penyimpanan terhadap daya antimikroba, kemudian juga terhadap penurunan ph dan jumlah bakteri. Hasil uji stabilitas daya antimikroba terhadap lama penyimpanan disajikan pada Tabel 12.

93 Tabel 12. Pengaruh masa simpan terhadap stabilitas daya antimikroba susu kuda Hasil Pengujian Umur simpan Aktivitas antimikroba No. TPC (bulan) ph Diameter Luas % (mm 2 ) (mm 2 (cfu)/ml ) 1 0 3, ,8 x , ,4 2,4 x , ,8 1,4 x , ,2 2,4 x , ,2 2,4 x , ,6 1,3 x Pada awal simpan (bulan ke 0), daya antimikroba susu kuda Sumbawa masih rendah yaitu diameter hambatannya 18 mm atau luasnya 225 mm 2. Pada masa simpan bulan ke 1 menunjukkan daya antimikrobanya meningkat menjadi mm 2 atau 453,4% dari luas hambatan awal (225 mm 2 ). Daya antimikroba terkuat terjadi pada umur simpan bulan ke 2 dengan luas hambatannya 1075 mm 2 atau 477,8 % dari luas hambatan awal (225 mm 2 ). Dari bulan ke 2 sampai bulan ke 5 daya antimikroba mengalami penurunan dari luas hambatan 1075 mm 2 menjadi 573 mm 2 atau masih 206 % dari luas hambatan awal. Peningkatan daya antimikroba dari umur simpan sampai 2 bulan sebesar 477,8% dari daya antimikroba awal (225 mm 2 ) disebabkan adanya efek sinergis antara senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa dengan senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL seperti L. casei dan L. spp), bakteriosin, asam organik (asam laktat, asetat dan format), ph rendah dan hidrogen peroksida (Schved et al, 1993; Jenie dan Shinta, 1995; Purwandani, 2000 dan Widodo, 2003). Penurunan daya antimikroba dari bulan ke 2 sampai bulan ke 5 disebabkan oleh proses metabolisme mikroba di dalam susu dan menghasilkan enzym yang menyebabkan terjadinya hidrolisis protein dan karbohidrat dari senyawa antimikroba sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan daya antimikroba (Murray, 1997).

94 78 Dalam pengujian jumlah bakteri juga dilakukan identifikasi bakteri asam laktat pada sampel susu kuda Sumbawa. Dari uji tersebut diketahui adanya L. casei dan L. spp. Adanya kedua bakteri tersebut menaikkan aktivitas antimikroba dan memperpanjang masa simpan susu kuda Sumbawa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daya antimikroba meningkat dua sampai empat kali lebih besar dari aktivitas antimikroba awal. Pengukuran ph susu segera setelah ambing diperah, susu kuda Sumbawa memiliki ph antara 6,85 sampai 7,0. Selanjutnya ph menurun secara bertahap pada hari ketiga mencapai ph 4,26. Susu kuda Sumbawa yang digunakan pada awal percobaan adalah dengan masa simpan selama 7 hari, ph-nya 3,62, selanjutnya ph hanya sedikit menurun pada 5 bulan penyimpanan ph-nya 3,5. Penurunan ph dari susu segar ini disebabkan karena terjadinya fermentasi susu terhadap laktosa oleh enzym â-galaktosidase (Widodo et al, 2003). Jumlah bakteri pada awal simpan (umur susu 7 hari) adalah 1,8 x 10 7 cfu/ml, jumlah bakteri ini menurun secara lambat sampai 2,4 x 10 5 cfu/ml selama sebulan dan bertahan pada 1,4 x 10 5 cfu/ml sampai umur simpan 2 bulan. Jumlah bakteri menurun lagi menjadi 2,4 x 10 3 (cfu/ ml) pada umur simpan 4 bulan dan 2,4 x 10 2 (cfu/ ml) pada umur simpan 5 bulan. Penurunan jumlah bakteri ini disebabkan oleh adanya hasil metabolit-metabolit yang bersifat toksik yang mematikan bakteri (Pelczar dan Chang, 1986; Schlegel dan Schmidt, 1994; dan Widodo, 2003). 2. Uji Spektrum Aktivitas Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa Jenis bakteri yang digunakan untuk menguji spektrum aktivitas antimikroba dipilih dari jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan atau penyebab kerusakan makanan. Atas dasar itu dipilih 9 jenis bakteri gram positif dan negatif yang mewakili bakteri patogen dan perusak bahan makanan yang penting ditinjau dari kesehatan masyarakat dan kerusakan pangan.

95 79 Hasil uji terhadap 9 jenis bakteri disajikan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai aktivitas antimikroba terhadap semua jenis bakteri uji dengan antimikrobanya bervariasi dengan luas hambatan 115,4 mm² sampai 462,1 mm². Susu kuda tarik tidak mempunyai aktivitas antimikroba, kecuali kuda pacu dari Pamulang yang mempunyai daya antimikroba terhadap bakteri V. cholerae BCC, bakteri perusak pangan B. subtilis ATCC 6633 dan M. luteus ATCC 9341 dengan luas hambatan berturut-turut 85,8 mm 2, 107,74 mm 2 dan 120,8 mm 2. Asal Susu Kuda Sumbawa* ) Kuda Tarik Kuda Pacu ** ) Luas (mm²) Luas (mm²) Luas (mm²) 1 Shigella boydii BCC - Patogen 115,4 0,0-585,6 1) 2 3 Tabel 13. Uji sensitifitas antimikroba pada susu kuda* ) terhadap berbagai bakteri patogen dan perusak pangan No. Jenis Bakteri Gram Sifat Bakteri Salmonella typhymurium ATCC Staphylococcus aureus ATCC 6538P Luas hambatan (mm 2 ) kontrol antibiotika - Patogen 193,2 0,0-512,1 1) + Patogen 210,0 0,0-600,7 1) 4 Vibrio cholerae BCC - Patogen 462,1 0,0 85,8** 355,8 1) 5 Bacillus cereus ATCC Patogen dan Perusak Pangan 351,8 0,0-456,9 4) 6 Pseudomonas aeruginosa Patogen dan Perusak Pangan 198,4 0,0-575,4 1) 7 Escherichia coli NIHJ - Patogen dan Perusak Pangan 287,5 0,0-524,1 1) 8 Bacillus subtillis ATCC Perusak Pangan 322,5 0,0 107,74** 969,1 2) 9 Micrococcus luteus ATCC Perusak Pangan 387,9 0,0 120,8 177,5 3) Catatan : *) Susu kuda Sumbawa asal Desa Taloko **) Persilangan antara kuda betina Sumba dan kuda jantan Thoroughbred 1) Kontrol antibiotika menggunakan Chloramphenicol dengan konsentrasi 30 g/ml. 2) Kontrol antibiotika menggunakan Kanamycin dengan konsentrasi 30 g/ml. 3) Kontrol antibiotika menggunakan Tylosin dengan konsentrasi 1 g/ml. 4) Kontrol antibiotika menggunakan Tetracyclin dengan konsentrasi 30 g/ml. Bakteri gram negatif Sh. boydii, S. typhymurium, Ps. aerugenosa dan E. coli mempunyai luas hambatan berturut-turut : 115,4 ; 193,2 ; 198,4 dan 287,5 mm 2. Bakteri gram positif St. aureus, B. aureus, B. subtilis, dan M. luteus mempunyai luas hambatan berturut-turut : 210,0 ; 351,8 ; 322,5 dan 387,9 mm 2. Apabila dibandingkan dengan bakteri gram negatif, bakteri gram positif lebih sensitif terhadap senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa dari pada bakteri gram negatif, seperti

96 80 terlihat dari luas hambatan yang terbentuk. Hal ini dapat dikaitkan adanya perbedaan dinding sel bakteri gram positif dengan dinding sel bakteri gram negatif. Dinding sel bakteri gram positif berupa peptidoglikan (murein dan mukopeptida). Pada bakteri gram negatif dinding selnya lebih kompleks terutama dengan adanya lapisan luar peptidoglikan dan lapisan yang terdiri dari fosfolipida, polisakarida dan protein. Lipidan dan polisakarida membentuk struktur yang khas yang disebut dengan lipopolisakarida atau LPS, sehingga mempunyai daya pertahanan yang lebih kuat terhadap bahan asing yang akan menembus ke dalam sel bakteri. Komponen yang komplek inilah yang diduga menyebabkan bakteri gram negatif kurang peka dibanding bakteri gram positif (Lay dan Hastowo, 1992). Bakteri V. cholerae adalah bakteri gram negatif, tetapi paling peka terhadap susu kuda Sumbawa dari seluruh bakteri yang diuji, seperti ditunjukkan dengan luas hambatan 462,1 mm 2. Hasil pengujian tersebut sesuai dengan data empiris yang menyebutkan bahwa susu kuda Sumbawa dapat menyembuhkan penyakit diare encer. Pengunaan susu kuda Sumbawa kemungkinan dapat menjadi bahan pertimbangan sebagai alternatif pengobatan terhadap penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri V. cholerae untuk mengganti antibiotik tetrasiklin dan kloramfenikol yang dapat mengakibatkan resistensi (Jawetz et al, 1995). Rijatmoko (2003) membuktikan bahwa susu kuda Sumbawa dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis. Pengujian secara in vitro menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis baik terhadap isolat standar maupun isolat klinis yang diperoleh dari sputum (mukosa mulut) penderita TBC. Bakteri ini tidak diklasifikasikan dalam gram positif atau gram negatif karena tidak mempunyai karakteristik diantara keduanya walaupun pada dinding selnya mengandung peptidoglikan dan kompleks lipid, sehingga antimikroba susu kuda Sumbawa mampu menembus dinding sel bakteri M. tuberculosis.

97 81 Susu kuda bukan dari Sumbawa tidak mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri Sh. boydii, S. typhymurium, St. aureus, V. cholerae, B. cereus, Ps. aerugenosa, E. coli, B. subtilis, dan M. luteus, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya aktivitas hambatan (Tabel 13). Tidak adanya aktivitas antimikroba dari susu kuda tarik karena susunya tidak mempunyai senyawa antimikroba alami dan belum ada fermentasi Susu kuda pacu tidak menghambat pertumbuhan bakteri Sh. boydii, S. typhymurium, St. aureus, B. cereus, Ps. aerugenosa dan E. coli, tetapi mempunyai kemampuan menghambat terhadap bakteri V. cholerae, B. subtilis, dan M. luteus dengan daya hambat lemah dibandingkan dengan susu kuda Sumbawa. Adanya hambatan pada ke 3 bakteri tersebut menunjukkan bahwa susu kuda pacu mempunyai kesamaan dengan susu kuda Sumbawa, ternyata kuda pacu di Pamulang adalah turunan kuda Sumba yang sejenis dengan kuda Sumbawa. 3. Uji Sifat Polaritas Senyawa Antimikroba Uji daya larut senyawa antimikroba bertujuan untuk mengetahui kepolaritasan senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa terhadap beberapa tingkat polaritas pelarut organik. Sifat kopolaritasan tersebut sangat penting untuk efektivitas ekstraksi senyawa antimikroba pada penelitian selanjutnya (Pomeranz dan Meloan, 1999). Berikut ini disajikan urutan tingkat polaritas pelarut dari yang paling non polar sampai yang paling polar yaitu hexan, etil asetat, aseton, etanol, metanol dan air (Tabel 14). Daya antimikroba masing-masing pelarut yang digunakan dalam percobaan ini, sebelumnya telah diuji terhadap aktivitas antimikroba. Tujuannya untuk mengetahui apakah pelarut-pelarut tersebut juga mempunyai daya antimikroba. Dari hasil percobaan kelima jenis pelarut organik tersebut tidak menunjukkan adanya daya antimikroba. Hal ini memberi petunjuk bahan pelarut itu tidak memberi kontribusi terhadap aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa.

98 82 Uji sifat polaritas terhadap senyawa antimikroba yang terlarut dalam pelarut (etil asetat, aseton, ethanol dan methanol) dilakukan dengan metode difusi dengan menggunakan bakteri M. luteus. Pada Tabel 14 ditunjukkan bahwa dalam fase hexan (polaritas 0) tidak memperlihatkan adanya aktivitas antimikroba. Hal ini membuktikan bahwa senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa tidak terdapat dan tidak larut dalam lemak. No Tabel 14. Daya antimikroba (mm) hasil ekstraksi dengan pelarut dari berbagai tingkat polaritas dan pelarut air. Asal Sampel Susu Kuda Fase Hexan Fase Ethyl Asetat Jenis Pelarut dan Polaritas * ) Fase Aseton Fase Etanol Fase Metanol Fase Air (0) (38) (47) (68) (73) (90) 1 Ds. Taloko Sanggar, Bima 0 13,3 15,5 18,3 19,9 17,7 2 Ds. Taloko Sanggar, Bima 0 14,8 16,7 18,7 20,8 19,8 3 Ds. Tolonggeru Madapangga, Bima 0 15,9 16,1 18,0 19, Ds. Taloko Madapangga, 0 18,8 20,9 22,2 23,4 20,5 Bima 5 Ds. Tolonggeru Madapangga, 0 13,9 16, ,0 19,1 Bima Rata-Rata 0 15,3 17, ,66 19,22 *) Keterangan : Nilai polaritas (Pomeranz dan Malowan, 1994) pelarut ditampilkan angka dalam kurung. Aktivitas antimikroba terendah terdapat di dalam fase etil asetat yang polaritasnya 38. Dari Tabel 14 terlihat bahwa daya antimikrobanya meningkat sesuai dengan tingkat kelarutan senyawa antimikrobanya; dan menunjukkan bahwa kelarutan senyawa antimikroba searah dengan peningkatan polaritas pelarutnya berturut-turut mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi : fase etil asetat (15,3mm) ; fase aseton (17,6mm) ; fase ethanol (19,0mm) dan fase methanol (20,66mm). Dari daya larutnya

99 83 yang terbesar pada metanol, maka disimpulkan bahwa senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa bersifat polar. Diameter hambatan rata-rata fase air 19,22 mm lebih rendah dari pada fase metanol yaitu 20,66mm. Sementara itu kekuatan polaritas air (90) lebih besar dari pelarut metanol (73) tetapi daya antimikrobanya lebih rendah dari daya antimikroba pada fase metanol. Dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa polaritas senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa tidak setinggi polaritas air. Juga disimpulkan bahwa pelarut metanol merupakan pelarut terbaik yang dapat digunakan untuk ekstraksi zat antimikroba dari susu kuda Sumbawa. Sifat polaritas antimikroba ini penting untuk uji selanjutnya. Sifat polar tersebut dapat memberi petunjuk bahwa senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa kemungkinan besar senyawa protein. Menurut Naidu (2000), senyawa antimikroba susu sapi seperti laktoferin adalah protein. Sifat polar senyawa antimikroba ini penting untuk uji fraksinasi, isolasi dan identifikasi senyawa antimikroba selanjutnya. D. FRAKSINASI, ISOLASI, IDENTIFIKASI, DAN KARAKTERISASI SENYAWA ANTIMIKROBA 1. Fraksinasi Senyawa Antimikroba Fraksinasi senyawa antimikroba dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah fraksi yang terdapat didalam susu kuda Sumbawa serta jumlah fraksi yang mempunyai aktivitas antimikroba. a. Fraksinasi Komponen Susu Kuda Sumbawa Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda Sumbawa dilakukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yaitu aktivitas antimikroba hanya terdapat didalam fase air. Proses fraksinasi dilakukan terhadap fase air menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

100 84 Fraksi yang keluar paling awal, dari kromatografi diduga fraksi yang mempuyai molekul lebih besar dalam larutan fase gerak sehingga molekul yang lebih besar ini akan muncul lebih dahulu, sedangkan molekul yang lebih kecil menyusul kemudian. Kemungkinan tiga atau empat fraksi yang muncul lebih dulu adalah fraksi protein casein (Roth dan Blaschke, 1981). Dari hasil fraksinasi dengan KCKT diperoleh 7 (tujuh) fraksi seperti ditunjukkan pada Gambar 24. Ketujuh fraksi tersebut terdiri dari 4 fraksi besar di depan dan 3 fraksi kecil di belakang. Gambar 24. Hasil fraksinasi senyawa aktif antimikroba dengan KCKT Fraksi 1 sampai dengan 4 muncul saling berdekatan, dengan waktu retensi masing-masing puncak adalah 1,8 ; 2,227 ; 2,638 dan 3,148 menit. Fraksi-fraksi awal ini adalah fraksi yang mempunyai molekul besar. Fraksi 5,6, dan 7 keluar terpisah jauh satu sama lainnya dengan waktu retensi yang lebih lama yaitu 4,368 ; 6,237 dan 12,292 menit. Hal ini menunjukkan fraksi-fraksi

101 tersebut semakin lama waktu retensinya, semakin kecil molekulnya. Fraksi 7 adalah fraksi kecil BM-nya dan yang paling polar dengan waktu retensi paling lama. 85 b. Aktivitas Antimikroba dari Fraksi-Fraksi Fraksi-fraksi yang telah diketahui berjumlah 7 fraksi, masing-masing fraksi diuji terhadap aktivitas antimikrobanya dengan metode difusi mengunakan bakteri M. luteus. Hasil uji aktivitas antimikroba dari fraksi-fraksi tersebut ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil uji aktivitas mikroba fraksi-fraksi senyawa aktif antimikroba dalam fase air susu kuda Sumbawa Jenis Sampel Fraksi Waktu Luas hambatan retensi Urutan Area (menit) Total (mm²) mm²/satuan area Perbandingan Susu Kuda ,6 1, Sumbawa ,4 2, ,6 2, ,1 3,15 129,54 1,5 X x ,6 4,37 98,56 7,5 X x ,9 6,24 100,33 2,6 X x ,6 12,29 553,02 29 X x Pada Tabel 15 dapat ditunjukkan 3 fraksi awal yang besar yaitu fraksi 1,2 dan 3 tidak menunjukkan adanya aktivitas antimikroba. Hal ini memperkuat dugaan ketiga fraksi awal adalahi fraksi kasein (á, â, kapha kasein) yang tidak ada aktivitas mikrobanya. Empat (4) fraksi berikutnya dari uji antimikroba menunjukkan adanya aktivitas antimikroba. Aktivitas antimikroba fraksi 4 terlemah bila dibandingkan dengan fraksi 5,6

102 86 dan 7 dan untuk analisis selanjutnya dijadikan pembanding. Fraksi 5 mempunyai daya antimikroba lebih kuat dari pada fraksi 4 yaitu 5 kali fraksi 4. Fraksi 6 yang termasuk fraksi agak besar, daya antimikrobanya hanya 2 kali fraksi 4. Dengan demikian daya antimikroba fraksi 6 lebih kecil bila dibandingkan dengan fraksi 5. Fraksi 7 yang kecil, mempunyai daya antimikroba paling kuat yaitu 20 kali fraksi 4. Menurut Naidu (2000), senyawa antimikroba dalam susu sapi (laktoferin) adalah protein yang terdapat pada whey protein susu. Selanjutnya 4 fraksi aktif antimikroba itu diperkirakan sesuai dengan 4 protein antimikroba pada susu sapi seperti yang dilaporkan Naidu (2000). 2. Isolasi dan Identifikasi Fraksi 7 Isolasi dan identifikasi bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen aktif dari fraksi 7 yang daya antimikrobanya paling kuat. Isolasi dan identifikasi dilakukan melalui uji kualitatif terhadap protein dan uji kuantitatif untuk menentukan berat molekul proteinnya. Karena jumlahnya yang kecil, untuk mendapatkan sampel fraksi 7 dilakukan beberapa kali fraksinasi dengan KCKT sampai mencapai 84 ml. Larutan fraksi 7 tersebut terlebih dulu dievaporasi dengan evaporator (Eyela) untuk menghilangkan methanol, selanjutnya dikeringkan dengan alat kering beku untuk mendapatkan produk kering dalam bentuk bubuk. Untuk analisa kualitatif protein digunakan metode Bradford (Bradford 1976). Dengan metode ini secara kualitatif, fraksi 7 memberikan warna biru yang mengindikasikan positif protein. Hasil uji ini dilanjutkan dengan uji isolasi protein dengan metode elektroforesis (Bollag dan Edelstein,1991) guna mendapatkan jumlah pita protein dan berat molekul. Dengan elektroforesis fraksi 7 dipisahkan kemungkinan adanya beberapa jenis protein dan kemudian ditentukan berat molekulnya dengan cara membandingkannya

103 87 dengan 6 jenis protein rujukan. Beberapa jenis protein standar dengan berbagai berat molekul dipakai sebagai pembanding atau protein rujukan. Keenam protein yaitu phosphorilase 6 (BM : 97 kd), albumin (BM : 66 kd), ovalbumin (BM : 45 k D), carbonic anydrase (BM : 30 kd), trypsin inhibitor (BM : 20,1 kd) dan lactalbumin (BM : 14,4 kd) sesuai metode dari Pharmacia Biotech (Anonymous, 1999). Gambar 25. Hasil elektroforesis sampel fraksi no. 7 Gambar 26. Hasil elektroforesis standar laktoferin susu sapi Hasil yang diperoleh (Gambar 25), menunjukkan bahwa pada fraksi 7 hanya terdapat satu jenis protein dengan BM 61 kd. Sebagai pembanding digunakan laktoferin (Gambar 26) yang juga positif protein dan hanya terdapat 1 jenis protein dengan BM 84,69 kd. Naidu (2000) menyatakan protein yang terdapat pada laktoferin merupakan single polipeptide chain dengan berat molekul antara kd. Oleh karena senyawa fraksi 7 tidak sama dengan laktoferin maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut melalui karakterisasi senyawa fraksi 7 dengan menggunakan spektrofotometer infra merah dan UV guna mengetahui gugus-gugus aktifnya.

I. PENDAHULUAN. Susu telah dikenal sebagai bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, mudah

I. PENDAHULUAN. Susu telah dikenal sebagai bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, mudah 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Susu telah dikenal sebagai bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, mudah dicerna dan mengandung zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh manusia seperti lemak, protein,

Lebih terperinci

KAJIAN AKT IVIT AS DAN KARAKT ERISASI SENYAWA ANT IMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA DIANA HERMAWAT I

KAJIAN AKT IVIT AS DAN KARAKT ERISASI SENYAWA ANT IMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA DIANA HERMAWAT I KAJIAN AKT IVIT AS DAN KARAKT ERISASI SENYAWA ANT IMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA DIANA HERMAWAT I SEKOLAH PASCASARJANA INST IT UT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 ABSTRACT DIANA HERMAWATI, (2005) STUDIES ON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan tentang gizi mendorong orang untuk mendapatkan bahan pangan yang sehat dan berkualitas agar dapat diandalkan untuk meningkatkan dan memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Susu Kuda Sumbawa Kuda Sumbawa dikenal sebagai ternak penghasil susu yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan susu kuda. Susu kuda

Lebih terperinci

4 POTENSI PEMANFAATAN SUSU KUDA SUMBA

4 POTENSI PEMANFAATAN SUSU KUDA SUMBA 17 4 POTENSI PEMANFAATAN SUSU KUDA SUMBA Abstract Mare's milk has long been used as a healthy drink and has a therapeutic effect. In Indonesia, sumbawa mare s milk has been used as a nutritious drink and

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu Susu sebagai bahan pangan sudah dikenal manusia sejak dahulu, walaupun waktu itu secara alamiah belum diketahui zat-zat yang dikandung dan manfaatnya bagi pertumbuhan tubuh.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu awal hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. KUDA Kuda adalah hewan mamalia berlambung tunggal dan berkuku satu dari famili Equidae, dari genus Equus dan spesies Caballus, yang terdiri dari berbagai galur. Equus caballus

Lebih terperinci

Zat makanan yang ada dalam susu

Zat makanan yang ada dalam susu Zat makanan yang ada dalam susu Zat makanan yang ada dalam susu berada dalam tiga bentuk yaitu 1.larutan sejati (karbohidrat, garam anorganik dan vitamin) 2.larutan koloidal (protein dan enzim) 3.emulsi

Lebih terperinci

6 FRAKSINASI DAN ISOLASI PROTEIN WHEY SUSU KUDA SUMBA

6 FRAKSINASI DAN ISOLASI PROTEIN WHEY SUSU KUDA SUMBA 29 6 FRAKSINASI DAN ISOLASI PROTEIN WHEY SUSU KUDA SUMBA Abstract The aims of this study were to fractionate and to isolation antimicrobial activity of Sumba mare s milk protein against causative agent

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu adalah cairan yang dihasilkan dari sekresi kelenjar mammae hewan mamalia yang fungsi utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi anak hewan yang baru lahir.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar Nasional Indonesia nomor 01-3141-1998 didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing ternak

Lebih terperinci

PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN

PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN MADU MADU ADALAH SUBSTANSI PEMANIS BUATAN ALAMI YANG DIPRODUKSI OLEH LEBAH MADU YANG BERASAL DARI BEBERAPA BUNGA ATAU SEKRESI TUMBUHAN. Kandungan Madu Gula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis vitamin (Susilorini,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2 Komposisi dan Nutrisi Susu Zat makanan yang ada dalam susu berada dalam 3 bentuk yaitu a) sebagai larutan sejati (karbohidrat, garam anorganik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa jenis mikroba yang

I. PENDAHULUAN. vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa jenis mikroba yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi yang diperoleh dari hasil pemerahan hewan seperti sapi, kerbau, kuda, kambing dan unta (Usmiati, 2009). Komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali dijual olahan susu fermentasi, salah satunya adalah yoghurt. Yoghurt memiliki nilai gizi yang lebih besar daripada susu segar karena terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik sekali untuk diminum. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju,

BAB I PENDAHULUAN. baik sekali untuk diminum. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang sedang laktasi, atau ternak lain yang sedang laktasi, yang diperoleh dari pemerahan secara sempurna (tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati paling beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari keanekaragaman hewan yang dimiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

KETAHANAN SUSU KUDA SUMBAWA YANG DISIMPAN PADA SUHU RUANG DITINJAU DARI TOTAL ASAM, UJI DIDIH DAN UJI WARNA SKRIPSI. Oleh : Noer Syaiful Hakim

KETAHANAN SUSU KUDA SUMBAWA YANG DISIMPAN PADA SUHU RUANG DITINJAU DARI TOTAL ASAM, UJI DIDIH DAN UJI WARNA SKRIPSI. Oleh : Noer Syaiful Hakim KETAHANAN SUSU KUDA SUMBAWA YANG DISIMPAN PADA SUHU RUANG DITINJAU DARI TOTAL ASAM, UJI DIDIH DAN UJI WARNA SKRIPSI Oleh : Noer Syaiful Hakim 0809005010 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI HASIL TERNAK

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI HASIL TERNAK KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI HASIL TERNAK ILMU PASCA PANEN PETERNAKAN Kuliah TM 3 (16 Sept 2014) DUA SISI HASIL TERNAK 1 KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI SUSU SEGAR Buku: Walstra et al. (2006). Dairy Science

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada dinding-dinding alveoli dalam pundi susu hewan yang sedang menyusui anaknya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil olahan fermentasi sudah banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain. Salah satu yang populer

Lebih terperinci

Pengaruh waktu dan Nutrien dalam pembuatan yoghurt dari susu dengan starter plain Lactobacillus Bulgaricus menggunakan alat fermentor

Pengaruh waktu dan Nutrien dalam pembuatan yoghurt dari susu dengan starter plain Lactobacillus Bulgaricus menggunakan alat fermentor TUGAS AKHIR Pengaruh waktu dan Nutrien dalam pembuatan yoghurt dari susu dengan starter plain Lactobacillus Bulgaricus menggunakan alat fermentor ( The Influence of Time and Nutrient in The Manufacture

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Yoghurt adalah suatu produk olahan yang merupakan fermentasi dari susu yang telah lama dikenal dan memiliki rasa asam yang spesifik. Yoghurt dapat dibuat dari susu

Lebih terperinci

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol Edisi 6 Juni Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A SUSU BISA GANTIKAN Makanan Utama? Mitos Minum Susu pada Bumil SUSU BISA PACU TINGGI BADAN? Love Milk Food for Kids I N D O N E S I A DAFTAR ISI Edisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah yang sehat dan bersih yang digunakan untuk bahan utama makanan yang sangat komplit. Susu merupakan

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA SUSU KUDA SUMBAWA

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA SUSU KUDA SUMBAWA AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA SUSU KUDA SUMBAWA [Antimicrobial Activity of the Sumbawa Mare Milk] Hermawati, D 1), Sudarwanto, M 2), Soekarto, S. T 3), Zakaria, F. R 3), Sudardjat, S 4), dan Tjatur Rasa F.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di Indonesia produk pangan hasil fermentasi semakin meningkat seiring berkembangnya bioteknologi. Hasil olahan fermentasi yang sudah banyak diketahui oleh masyarakat

Lebih terperinci

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI 1 UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: FITA FINARSIH A 420 100 067 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI I. Pendahuluan Ternak ruminansia diklasifikasikan sebagai hewan herbivora karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Jahe Merah Tanaman jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman rimpang yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum) adalah

Lebih terperinci

PEMBUATAN YOGHURT SUSU SAPI DENGAN BANTUAN MIKROORGANISME DALAM PLAIN YOGHURT MENGGUNAKAN ALAT FERMENTOR

PEMBUATAN YOGHURT SUSU SAPI DENGAN BANTUAN MIKROORGANISME DALAM PLAIN YOGHURT MENGGUNAKAN ALAT FERMENTOR TUGAS AKHIR PEMBUATAN YOGHURT SUSU SAPI DENGAN BANTUAN MIKROORGANISME DALAM PLAIN YOGHURT MENGGUNAKAN ALAT FERMENTOR (MANUFACTURE OF COW S MILK YOGHURT WITH THE HELP OF MICROORGANISMS IN PLAIN YOGHURT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisatawan domestik. orang wisatawan berkunjung ke kota ini.

BAB I PENDAHULUAN. wisatawan domestik. orang wisatawan berkunjung ke kota ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Industri pariwisata di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang menjadi pusat wisata kuliner di Indonesia yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan sampel berdasarkan jumlah susu pasteurisasi yang diimpor dari Australia pada tahun 2011 yaitu 39 570.90 kg, sehingga jumlah sampel yang diuji dalam penelitian ini sebanyak

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu Susu adalah cairan yang diperoleh dari ambing ternak perah yang sehat dengan cara pemerahan yang benar secara kontinyu tanpa mengurangi atau menambahkan sesuatu komponen

Lebih terperinci

NOER SYAIFUL HAKIM¹, I KETUT SUADA¹, I PUTU SAMPURNA²

NOER SYAIFUL HAKIM¹, I KETUT SUADA¹, I PUTU SAMPURNA² Indonesia Medicus Veterinus 213 2(4) : 369-374 ISSN : 231-7848 Ketahanan Susu Kuda Sumbawa pada Penyimpanan Suhu Ruang Ditinjau dari Total Asam, Uji Didih, dan Warna (Durability Of Sumbawa Horse Milk During

Lebih terperinci

RINGKASAN PENDAHULUAN

RINGKASAN PENDAHULUAN POTENSI SUSU KAMBING SEBAGAI OBAT DAN SUMBER PROTEIN HEWANI UNTUK MENINGKATKAN GIZI PETANI ATMIYATI Balai Penelitian Terak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Pengembangan budidaya ternak kambing sangat

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA YOGURT PROBIOTIK DARI SUSU KAMBING SAANEN DAN PESA (PERSILANGAN PERANAKAN ETAWAH DAN SAANEN) SELAMA PENYIMPANAN

AKTIVITAS ANTIMIKROBA YOGURT PROBIOTIK DARI SUSU KAMBING SAANEN DAN PESA (PERSILANGAN PERANAKAN ETAWAH DAN SAANEN) SELAMA PENYIMPANAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA YOGURT PROBIOTIK DARI SUSU KAMBING SAANEN DAN PESA (PERSILANGAN PERANAKAN ETAWAH DAN SAANEN) SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI AHMAD NAJMUDDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan asal hewan merupakan sumber zat gizi, termasuk protein yang banyak mengandung asam amino, lemak, kalsium, magnesium dan fosfor sehingga bermanfaat bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang diduga memiliki khasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase MURNI SARI, IDA BAGUS NGURAH SWACITA, KADEK KARANG AGUSTINA Laboratorium Kesmavet, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan gizi dan bertambahnya tingkat pendapatan mayarakat, menyebabkan permintaan bahan pangan yang

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi produk pangan hasil fermentasi semakin meningkat seiring berkembangnya bioteknologi. Produk-produk fermentasi dapat berbahan dari produk hewani maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH WAKTU PEMATANGAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN SIFAT SENSORI KEJU COTTAGE BERBASIS SUSU KAMBING

2015 PENGARUH WAKTU PEMATANGAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN SIFAT SENSORI KEJU COTTAGE BERBASIS SUSU KAMBING 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan gizi manusia sebagai pelengkap gizi seimbang dapat dipenuhi dari hasil produksi ternak yaitu susu, namun Indonesia merupakan salah satu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan gizi manusia dan diminati berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN 7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lengkap dan telah dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Susu dapat

BAB I PENDAHULUAN. lengkap dan telah dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Susu dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan pangan alami yang mempunyai nutrisi sangat lengkap dan telah dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Susu dapat dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu Dalam Pembuatan Minuman Probiotik Sari Buah Melon (Curcumismelo L.) Dengan Starter Lactobacillus Bulgaricus Menggunakan Fermentor

Pengaruh Suhu Dalam Pembuatan Minuman Probiotik Sari Buah Melon (Curcumismelo L.) Dengan Starter Lactobacillus Bulgaricus Menggunakan Fermentor LAPORAN TUGAS AKHIR Pengaruh Suhu Dalam Pembuatan Minuman Probiotik Sari Buah Melon (Curcumismelo L.) Dengan Starter Lactobacillus Bulgaricus Menggunakan Fermentor ( The Influence of Temperature in The

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan produk hewani yang umum dikonsumsi oleh manusia mulai dari anak-anak hingga dewasa karena kandungan nutrisinya yang lengkap. Menurut Codex (1999), susu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang jumlah strainnya sangat banyak, serta mengandung alkohol 0,5-1,0% dan

I. PENDAHULUAN. yang jumlah strainnya sangat banyak, serta mengandung alkohol 0,5-1,0% dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kefir merupakan produk fermentasi berisi kumpulan bakteri dan khamir yang jumlah strainnya sangat banyak, serta mengandung alkohol 0,5-1,0% dan asam laktat 0,9-1,11% (Gulitz

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan Yoghurt Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan Yoghurt Page 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Protein sebagai salah satu komponen gizi yang dibutuhkan manusia. Protein ini dapat diperoleh dari bahan nabati ataupun hewani. Dari bahan hewani salahs atunya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita terdapat dalam susu. Susunan nilai gizi yang sempurna ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dadih adalah produk olahan susu khas Minangkabau fermentasi anaerob terbuat dari susu kerbau pada bambu dengan daun pisang sebagai penutup. Dadih mimiliki cita rasa,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenakkan, karena merasa amis, mual dan sebagainya. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. mengenakkan, karena merasa amis, mual dan sebagainya. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini masyarakat Indonesia mengkonsumsi susu untuk memenuhi gizi setiap hari, karena susu mempunyai kandungan gizi tinggi yang diperlukan oleh tubuh. Menurut

Lebih terperinci

Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven

Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven 129 Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven L. Ibrahim Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Limau Manis, Padang Abstract The research was conducted

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi susu dipengaruhi beberapa faktor utama yang salah satunya adalah penyakit. Penyakit pada sapi perah yang masih menjadi ancaman para peternak adalah penyakit mastitis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia dengan kelezatan dan komposisinya yang ideal karena susu mengandung semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Semua

Lebih terperinci

Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani

Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani Agro inovasi Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan www.litbang.deptan.go.id 2 AgroinovasI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yoghurt merupakan salah satu produk minuman susu fermentasi yang populer di kalangan masyarakat. Yoghurt tidak hanya dikenal dan digemari oleh masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang memiliki dua bentuk yaitu padat dan cair. Pangan merupakan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan antara bangsa-bangsa sapi asli Indonesia (Jawa dan Madura)

Lebih terperinci

5 KAJIAN KOMPOSISI KIMIAWI SUSU KUDA SUMBA

5 KAJIAN KOMPOSISI KIMIAWI SUSU KUDA SUMBA 23 5 KAJIAN KOMPOSISI KIMIAWI SUSU KUDA SUMBA Abstract The aim of this study were to determine the composition of sumba mare s milk. Determination of the chemical compositions of sumba mare's milk have

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein,

PENDAHULUAN. mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, berbagai vitamin, dan mineral (Widodo,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. PENDAHULUAN Latar Belakang Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Seseorang pada umur produktif, susu dapat membantu

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN

LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN Lactobacillus sp. DAN Streptococcus sp. DENGAN VARIASI SUKROSA DAN POTONGAN BUAH MANGGA Optimization of Manufacturing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mudah rusak dan tidak tahan lama di simpan kecuali telah mengalami perlakuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mudah rusak dan tidak tahan lama di simpan kecuali telah mengalami perlakuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Susu 1.1.1 Pengertian Susu Susu merupakan minuman bergizi tinggi yang dihasilkan ternak perah menyusui, seperti sapi perah, kambing perah, atau bahkan kerbau perah. Susu sangat

Lebih terperinci