PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PETANI MISKIN MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA BERSAMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PETANI MISKIN MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA BERSAMA"

Transkripsi

1 PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PETANI MISKIN MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (Kasus KUBE Ternak Sapi Di Desa Beji Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta) WIDIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR Dengan ini saya menyatakan bahwa kajian pengembangan masyarakat berjudul Pemberdayaan Komunitas Petani Miskin Melalui Pengembangan Kelompok Usaha Bersama (Kasus KUBE Ternak Sapi di Desa Beji Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta), adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir kajian ini. Bogor, November 2005 Widiyanto A

3 ABSTRAK WIDIYANTO Pemberdayaan Komunitas Petani Miskin Melalui Pengembangan Kelompok Usaha Bersama (Kasus KUBE Ternak Sapi di Desa Beji Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta) dibimbing oleh PUDJI MULJONO (ketua komisi) DJUARA LUBIS (anggota komisi). Pilihan pendekatan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan berbagai bentuk ketimpangan sosial, ketergantungan kepada pemerintah dan kemiskinan. Di Indonesia, jumlah penduduk miskin pada tahun 2003 sebanyak 39,1 persen dari total penduduk atau sebanyak 79,4 juta jiwa. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, yang berdiam di Desa ada sebanyak 22,6 juta jiwa, sedangkan yang bermukim di kota adalah 56,8 juta jiwa. Masyarakat yang mayoritas berada di pedesaan sebagai petani tetap terus miskin. Demikian juga petani yang ada di Desa Beji, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta. Komunitas petani di desa Beji berjumlah jiwa atau 79 persen dari total jumlah penduduk yang bekerja di Desa Beji (1.725 jiwa). Mayoritas petani di desa tersebut miskin dan sebagian masuk ke dalam kategori sangat miskin. Beberapa program pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah, namun karena pendekatan program/proyek yang kurang tepat, kegiatan tersebut tidak berkesinambungan dan dapat dikatakan gagal. Berdasarkan data-data tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji masalah kemiskinan komunitas petani di Desa Beji. Kajian ini dilakukan untuk mengevaluasi program pemberdayaan masyarakat yang sudah ada dan mengembangkannya menjadi formula yang dapat diimplementasikan oleh komunitas petani miskin di Desa Beji. Fokus kajian ini adalah untuk memahami proses pemberdayaan komunitas petani miskin melalui kelompok usaha bersama ternak sapi. Metode kajian adalah evaluasi sumatif diskriptif dengan teknik pengambilan data dengan cara; observasi, wawancara, diskusi kelompok. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif melalui distribusi frekwensi dan tabulasi. Perancangan program melalui analisis masalah kebutuhan dan potensi, kemudian dilanjutkan dengan perancangan program. Hasil evaluasi program UEP fakir miskin melalui KUBE ternak sapi menunjukkan terdapat hubungan antara KUBE ternak sapi dengan pengembangan ekonomi lokal, modal sosial, gerakan sosial dan perencanaan sosial. Namun secara normatif program UEP fakir miskin melalui KUBE ternak sapi ternyata berbeda dengan implementasi di lapangan. Hasil kajian menunjukkan bahwa performa kelompok usaha bersama berbeda-beda, dipengaruhi oleh performa anggota, performa pengurus, dukungan dari pihak luar, potensi sumberdaya ekonomi dan modal sosial. Performa kelompok tidak mempengaruhi kondisi ekonomi anggota, hanya mempengaruhi kondisi sosial anggota. Setelah dilakukan analisis maka akan didapat permasalahan, kebutuhan dan potensi komunitas yang ada, khususnya kelompok usaha bersama. Untuk mengatasi permasalahan yang ada maka dilakukan perencanaan pengembangan kelompok usaha bersama ternak sapi di Desa Beji melalui program ; 1) Penguatan kelompok, 2) Pelatihan ketrampilan dan penyuluhan, 3)

4 Penguatan modal, 4) Pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif, dan 5) Kemitraan. Rekomendasi diberikan kepada semua stakeholders yang terlibat dalam upaya pemberdayaan komunitas petani miskin melalui program usaha ekonomi produktif KUBE ternak sapi, yaitu; 1) pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial Propinsi DIY, Dinas Sobermas Kabupaten Gunungkidul dan Dinas Instansi terkait, 2) dunia usaha dalam hal ini LKM dan Bank, 3) pemerintah desa dalam hal ini pendamping kelompok.

5 Hak cipta milik Widiyanto tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, foto copy, mikrofilm dan sebagainya.

6 PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PETANI MISKIN MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (Kasus KUBE Ternak Sapi di Desa Beji Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta) WIDIYANTO Tugas Akhir Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Profesional Pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

7 Judul Tesis : PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PETANI MISKIN MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (Kasus KUBE Ternak Sapi di Desa Beji Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta) Nama : Widiyanto NRP : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Pudji Muljono, MS Ketua Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Anggota Diketahui Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujian : 1 November 2005 Tanggal Lulus :

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gunungkidul pada tanggal 24 September 1971 dari bapak Tumijo dan ibu Karsiyem. Penulis merupakan putra keempat dari delapan bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan SD Negeri Wonosari VI pada tahun 1984, tahun 1987 penulis lulus SMP Negeri 2 di Wonosari, dan pada tahun 1990 penulis lulus SMA Negeri 1 Wonosari. Jenjang S1 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Surakarta (UNS) pada Program Studi Sosiologi, lulus tahun Pada tahun 2004 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Pascasarjana di IPB pada Program Studi Pengembangan Masyarakat atas biaya dari Departemen Sosial RI. Penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Departemen Sosial RI pada tahun 1998 dan ditempatkan di Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Pada tahun 2000 penulis dimutasi ke Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tahun 2002 status kepegawaian penulis dialihkan menjadi Pegawai Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan bertugas pada Dinas Sosial Propinsi DIY. Pada tanggal 6 Juni 2002 penulis menikah dengan Tri Winarti, SE dan baru dikarunia satu orang anak yaitu Lathifa Shinta Dewi yang lahir pada tanggal 14 April 2003.

9 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat ini dengan judul PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PETANI MISKIN MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (Kasus KUBE Ternak Sapi di Desa Beji Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta). Penulisan kajian pengembangan masyarakat ini merupakan tugas yang harus diselesaikan oleh mahasiswa Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai aplikasi dari materi kuliah yang sudah ditempuh sebelumnya dengan rencana program pengembangan masyarakat yang menjadi kajian penulis. Terima kasih yang sebesar-besarnya tidak lupa penulis sampaikan kepada Yang Terhormat : 1. Dr.Ir. Pudji Muljono, MS dan Dr.Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku Komisi Pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan pemikirannya untuk membimbing penulisan tugas akhir ini. 2. Ketua Program Studi dan Dosen pengasuh Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat yang telah membekali penulis dengan ilmu-ilmu pengembangan masyarakat. 3. Menteri Sosial RI yang telah memberikan peluang dan kesempatan serta pembiayaan kepada penulis untuk menempuh Program Pascasarjana di IPB Bogor. 4. Gubernur DIY yang telah memberikan SK Tugas Belajar kepada penulis. 5. Kepala Dinas Sosial Propinsi DIY yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pascasarjana Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. 6. Istri dan anak tercinta, Tri Winarti dan Lathifa Shinta Dewi yang selalu memberikan motivasi, do a dan semangat kepada penulis selama menempuh pendidikan ini hingga selesai. 7. Bapak, Ibu dan seluruh keluarga yang ada di Wonosari dan di Kerjan yang memberikan dorongan material dan spiritual selama penulis menempuh program pascasarjana ini.

10 Penulis menyadari bahwa kajian pengembangan masyarakat ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharap saran dan kritik yang membangun guna sempurnanya kajian ini. Semoga Kajian Pengembangan Masyarakat ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang membutuhkan dan dapat bermanfaat untuk ilmu pengetahuan yang terkait dengan pengembangan masyarakat. Bogor, November 2005 Widiyanto

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Masalah Kajian... 4 Tujuan dan Kegunaan Kajian... 5 TINJAUAN TEORITIS... 6 Tinjauan Pustaka... 6 Pengertian Komunitas... 6 Pengertian Kemiskinan... 8 Pengertian Partisipasi Pengertian Pemberdayaan Pengertian Kelompok Usaha Bersama Pengertian Modal Sosial Kerangka Pemikiran Definisi Operasional METODE KAJIAN Proses dan Metode Kajian Proses Kajian Metode Kajian Aras Kajian Teknik Kajian Jenis Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data Tempat dan Subyek Kajian Tempat Kajian Subyek Kajian Metode Penyusunan Program PETA SOSIAL DESA BEJI Kondisi Geografis Kondisi Kependudukan Sistem Ekonomi Struktur Komunitas Kepemimpinan Jejaring Sosial Komunitas Organisasi dan Kelembagaan Sumber Daya Lokal Masalah Sosial PROFIL KUBE TERNAK SAPI DI DESA BEJI Sejarah KUBE Ternak Sapi Performa KUBE Ternak Sapi ix x xi

12 Performa KUBE Karya Manunggal Performa KUBE UMA Performa KUBE Manunggal Pengaruh Performa KUBE Terhadap Kesejahteraan Anggota Analisis Pengaruh KUBE Terhadap Kesejahteraan Anggota Ikhtisar TINJAUAN TENTANG PENGEMBANGAN MASYARAKAT MELALUI KUBE Program Pengembangan KUBE TernakSapi Deskripsi Kegiatan Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pengembangan Modal dan Gerakan Sosial Kebijakan dan Perencanaan Sosial Analisis Program Pengembangan UEP FM Melalui KUBE Ternak Sapi Ikhtisar ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERFORMA KUBE Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Performa KUBE Performa Anggota Performa Pengurus Dukungan dari Pihak Luar Potensi Sumberdaya Ekonomi Modal Sosial Analisis Masalah, Potensi dan Kebutuhan Ikhtisar RENCANA PENGEMBANGAN KUBE TERNAK SAPI Program-program Pengembangan Masyarakat Program Penguatan Kelompok Program Pelatihan Ketrampilan Program Penguatan Modal Program Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif Program Kemitraan Ikhtisar KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jadwal Pelaksanaan Kajian Lapangan Tujuan Kajian, Data, Sumber Data dan Cara Pengumpulan Data Komposisi Penduduk Desa Beji Menurut Usia dan Jenis Kelamin Pada Bulan Januari Komposisi Penduduk Desa Beji Berdasarkan Jenis Matapencaharian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Performa KUBE Permasalahan, Potensi dan Harapan Anggota dan Pengurus KUBE Rancangan Program Pengembangan KUBE

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Kajian Pengembangan KUBE Piramida Penduduk Desa Beji Menurut Usia dan Jenis Kelamin Distribusi Penduduk Desa Beji Menurut Matapencaharian Stratifikasi Sosial Masyarakat Desa Beji Struktur Penduduk Desa Beji Berdasarkan Kepemilikan Tanah Tekanan Penduduk Agraris di Desa Beji Tahun Struktur Organisasi KUBE Pola Kemitraan KUBE Ternak Sapi

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Foto Aktivitas Petani Miskin Lahan Tegalan Foto Aktivitas Petani Miskin Lahan Persawahan Foto Sumberdaya Alam di Desa Beji Foto Hijauan Makanan Ternak untuk Sapi Foto Diskusi Kelompok dengan Stakeholders Foto Peserta Diskusi Kelompok Tingkat Desa di Balai Desa Beji Foto Profil Fisik KUBE Ternak Sapi Foto Wawancara dengan Pegawai Dinas Sosial Foto Diskusi Kelompok dengan KUBE UMA Foto Diskusi Kelompok dengan KUBE Karya Manunggal Foto Wawancara dengan Pendamping KUBE Foto Stakeholders dari Akademisi Mengemukakan Pendapat pada Diskusi Kelompok di Balai Desa Beji Daftar Nama Responden Pedoman Diskusi Kelompok Pedoman Wawancara Peta Wilayah Kajian Daftar Hadir Diskusi Kelompok Undangan Diskusi Kelompok Tingkat Desa Daftar HadirDiskusi Kelompok Tingkat Desa Manuskrip Hasil Diskusi Kelompok Tingkat Desa

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Pilihan pendekatan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi selama orde baru bukan saja telah mengakibatkan berbagai bentuk ketimpangan sosial tetapi juga menimbulkan berbagai persoalan lain seperti timbulnya akumulasi nilai-nilai hedonistik, ketidakpedulian sosial, menurunnya kekuatan ikatan-ikatan kekeluargaan dan kekerabatan, dan meluasnya dekadensi moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendekatan pembangunan tersebut (economic growth) telah menyebabkan ketergantungan masyarakat pada birokrasi-birokrasi sentralistik yang memiliki daya absorbsi yang besar namun tidak memiliki kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan lokal, dan secara sistematis telah mematikan inisiatif masyarakat lokal untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi (Korten ; 1987). Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya ketergantungan tersebut antara lain birokrasi pembangunan yang berpandangan bahwa keterbelakangan dan ketertinggalan disebabkan oleh karakteristik masyarakat yang masih bersifat tradisional, tingkat pendidikan yang rendah, masih berorientasi pada masa lalu, tradisional dan kurang mempunyai motivasi untuk maju (Daryanto ; 2003). Ketergantungan kepada pemerintah juga karena masyarakat kehilangan sense of organizing akibat diseragamkannya dan dikooptasinya semua organisasi masyarakat oleh pemerintah agar mudah dikendalikan dengan berbagai birokrasi dan prosedur (Suparjan ; 2003). Birokrasi pada akhirnya menjadi aktor utama dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, monitoring maupun evaluasi pembangunan. Dominasi birokrat dalam pembangunan ini tidak terlepas dari adanya pandangan bahwa masyarakat dianggap tidak mampu dalam melakukan kegiatan perencanaan pembangunan, sementara sumber daya yang dianggap mampu hanyalah birokrasi pemerintah (Daryanto ; 2003). Akibatnya masyarakat menjadi miskin, tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka, baik pangan, sandang, papan maupun kesehatan. Menurut data Biro Pusat Statistik tahun 1997 yang dikutip Baswir dan kawan-kawan (2003), menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 39,1 persen dari total penduduk atau sebanyak 79,4 juta jiwa. Dari jumlah penduduk miskin

17 tersebut, yang berdiam di Desa ada sebanyak 22,6 juta jiwa, sedangkan yang bermukim di kota adalah 56,8 juta jiwa. Menurut Maskun (1997) yang dikutip Suparjan (2003) untuk mengurangi tingginya angka kemiskinan tersebut, diperlukan peranan dan kebijakan pemerintah agar hasil pembangunan dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat dan oleh semua pelaku ekonomi. Dalam kerangka tersebut pemerintah dituntut peranannya secara efektif menjaga efisiensi dalam alokasi sumber daya yang ada untuk sebesar besarnya kesejahteraan masyarakat, melaksanakan keadilan (equity) baik dalam melaksanakan kegiatan produksi, penciptaan lapangan kerja maupun distribusi pendapatan dan menjaga stabilitas nasional dalam perekonomian mikro. Secara pragmatis, pemberian kepercayaan kepada pelaku ekonomi lain untuk turut serta dalam pembangunan tentu akan membantu meringankan beban dan tugas pemerintah baik dalam hal dana, dalam pelaksanaan pembangunan maupun dalam menikmati hasil pembangunan yang telah dicapai. Hal inilah yang menjadi masalah, dominasi pemerintah dalam pembangunan masih sangat kuat. Problema tersebut menjadi lebih kompleks sifatnya ketika persoalan mentalitas birokrasi mulai muncul ke permukaan. Dalam pelaksanaannya sering kali proses pembangunan tidak berjalan efektif, bahkan ada kecenderungan arah pembangunan tidak memihak kepada kelompok masyarakat ekonomi lemah, sebaliknya justru kebijakan pembangunan berpihak kepada kelompok ekonomi kuat. Masyarakat yang mayoritas berada di pedesaan sebagai petani tetap terus miskin. Demikian juga petani yang ada di Desa Beji, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta. Komunitas petani di desa Beji berjumlah jiwa atau 79 persen dari total jumlah penduduk yang bekerja di Desa Beji (1.725 jiwa). Mayoritas petani di desa tersebut miskin dan sebagian masuk ke dalam kategori sangat miskin (Monografi Desa Beji 2004). Beberapa program pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah, baik melalui APBN, APBD, dana Dekonsentrasi maupun LOAN yang diwujudkan dengan berbagai program dan proyek. Program dan proyek yang pernah ada di Desa Beji adalah RASKIN, JPS, KMM, bantuan fakir miskin, beasiswa dan UEP fakir miskin melalui KUBE. Namun karena pendekatan program/proyek yang kurang tepat, kegiatan tersebut tidak berkesinambungan dan dapat dikatakan gagal.

18 Kegagalan berbagai program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah disebabkan oleh berbagai hal, antara lain seperti yang dikemukakan oleh Suharto dkk (2003), bahwa ketidakberhasilan dari program-program pengentasan kemiskinan yang digalakkan pemerintah selama ini disebabkan oleh ; a. Kurang sesuainya program yang diterima baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. b. Pendataan calon penerima belum dilakukan secara profesional ; banyak kasus menunjukkan bahwa penerima pelayanan tidak tahu kapan dilakukan pendataan, karena tidak merasa didata dan didatangi petugas dari Desa, sehingga tidak siap untuk menerima bantuan stimulan tersebut. c. Kurang adanya sosialisasi tentang program atau mekanisme bantuan, sehingga masyarakat kurang siap untuk mengembangkan bantuan modal tersebut. d. Pemberian ketrampilan praktis kurang memadai baik dari segi waktu, instruktur maupun metodenya. e. Tidak adanya surat perjanjian akan hak, kewajiban dan sanksi bagi penerima pelayanan, dan hal ini menjadi titik kritis ketidakberhasilan program usaha ekonomi produktif. f. Kurang adanya bimbingan dan penyuluhan setelah menerima bantuan, sehingga penerima pelayanan merasa dilepas begitu saja setelah menerima bantuan modal usaha. g. Tidak adanya unit pengaduan bila terjadi suatu masalah, sehingga tidak dapat segera diselesaikan atau bila penerima bantuan akan berkonsultasi. h. Kurang adanya koordinasi antara pelaksana program dan tidak ditunjangnya sarana dan prasarana yang memadai, sehingga membatasi gerak pelaksana dalam menjalankan tugasnya. Kondisi ini lebih diperburuk oleh jangkauan lokasi yang begitu luas yang tidak sebanding dengan sarana dan prasarana yang ada. Berdasarkan data-data tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji masalah kemiskinan komunitas petani di Desa Beji, dengan harapan dapat melakukan pengkajian untuk memberikan masukan guna penyelesaian masalah dengan melakukan riset tentang pemberdayaan komunitas petani miskin. Kajian ini dilakukan untuk mengevaluasi program pemberdayaan masyarakat yang sudah ada dan mengembangkannya menjadi formula yang dapat diimplementasikan

19 oleh komunitas petani miskin di Desa Beji. Fokus kajian ini adalah untuk memahami proses pemberdayaan komunitas petani miskin melalui kelompok usaha bersama (KUBE) yang merupakan realisasi dari program bantuan sosial fakir miskin Departemen Sosial. KUBE secara normatif merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan aspirasi, potensi dan kebutuhan masyarakat. Namun dalam implementasi program, ternyata masih menggunakan pola-pola dan pendekatan top down sehingga masyarakat dipandang sebagai obyek penerima pembangunan yang harus bertindak sesuai dan diatur oleh pemerintah. Praktek dan konsep sungguh jauh berbeda, terutama dalam perencanaan dan pembentukan KUBE, perencanaan dilaksanakan ditingkat birokrat, masyarakat tidak dilibatkan sehingga identifikasi permasalahan (problem) dan sumber-sumber (resources) kurang tepat, dalam pembentukan KUBE, mulai dari tahap persiapan hanya dilakukan oleh petugas dan pendamping, masyarakat tidak diikutsertakan, sifatnya hanya penunjukan dari aparat desa, tahap pelaksanaan hanya formalitas, masyarakat tidak memiliki posisi tawar menawar terhadap kebijakan. Program Bantuan Sosial Fakir Miskin melalui KUBE yang dilaksanakan di Desa Beji, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul ini dilaksanakan pada tahun 2002 dengan pembentukan lima kelompok usaha, masing-masing kelompok terdiri dari sepuluh Kepala Keluarga. KUBE yang terbentuk tidak berkembang seperti yang diharapkan, komunitas petani miskin yang menjadi anggota kelompok tetap saja miskin, sehingga dalam kajian ini penulis tertarik untuk mengevaluasi dan memahami proses pemberdayaan komunitas petani miskin yang sudah dilaksanakan sehingga dapat memberikan alternatif-alternatif masukan guna pengembangan program pemberdayaan yang ada. Dengan hasil-hasil yang diperoleh dalam Praktek Lapangan 1 dan Praktek Lapangan 2 yang telah dilaksanakan, maka penulis akan mengkaji lebih dalam bagaimanakah upaya-upaya dalam perbaikan program pemberdayaan komunitas petani miskin melalui KUBE ternak sapi di Desa Beji? Masalah Kajian Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah kajian sebagai berikut ;

20 1. Bagaimana performa KUBE ternak sapi dalam memberdayakan komunitas petani miskin di Desa Beji? 2. Bagaimana performa KUBE ternak sapi mempengaruhi kesejahteraan anggotanya? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi performa KUBE ternak sapi dalam memberdayakan komunitas petani di Desa Beji? 4. Bagaimana pengembangan program KUBE ternak sapi yang partisipatif untuk pemberdayaan komunitas petani miskin di Desa Beji? Tujuan dan Kegunaan Kajian Tujuan umum kajian ini adalah untuk mengevaluasi program pemberdayaan komunitas petani miskin melalui KUBE dan selanjutnya menyusun program pemberdayaan komunitas petani miskin melalui pengembangan Kelompok Usaha Bersama ternak sapi. Secara khusus kajian ini bertujuan untuk ; 1. Mengetahui performa KUBE ternak sapi dalam memberdayakan komunitas petani miskin di Desa Beji. 2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh performa KUBE ternak sapi terhadap kesejahteraan anggotanya. 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi performa KUBE ternak sapi dalam memberdayakan komunitas petani miskin di Desa Beji. 4. Menyusunan program pengembangan program KUBE ternak sapi secara partisipatif untuk pemberdayaan komunitas petani di Desa Beji. Kegunaan kajian adalah ; 1. Memberikan gambaran komprehensif mengenai pemberdayaan komunitas petani miskin yang kemudian dapat dijadikan masukan guna alternatif pemecahan masalah sehingga dapat digunakan untuk usaha peningkatan kesejahteraan komunitas petani di Desa Beji. 2. Bagi penentu kebijakan pembangunan, merupakan masukan yang positif untuk mengeluarkan kebijakan yang memperhatikan partisipasi, permasalahan, kebutuhan dan potensi masyarakat pelaku pembangunan. 3. Memberikan kontribusi pemikiran dan penanganan masalah bagi terwujudnya pengembangan komunitas petani miskin yang berkelanjutan.

21 TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pengertian Komunitas Konsep komunitas menjadi semakin penting dalam upaya pembangunan, sebab hampir setiap proses pembangunan sosial-ekonomi, pertanian, kesehatan, hukum, perekonomian dan sebagainya selalu menggunakan komunitas sebagai titik masuk sebuah kebijakan. Komunitas dimaknai sebagai kesatuan individu bersama-sama ekosistem serta lingkungan sosial-budaya yang hidup di suatu tempat membentuk suatu kesatuan sistem sosial (Nasdian dan Dharmawan; 2004). Fear dan Schwarzweller (1985) secara sosiologis memberi batasan konsep komunitas sebagai kombinasi dari lokalitas (kawasan) dan unit-unit sosial (manusia dan kelembagaan sosial) yang membentuk keteraturan, di mana setiap unit sosial menjalankan fungsi-fungsi sosialnya secara konsisten sehingga tersusun sebuah tatanan sosial yang tertata secara tertib. Dari pengertian di atas, terdapat beberapa elemen penting pembentuk komunitas yaitu; 1. Wilayah atau lokalitas (area), atau aspek teritorial di mana sekelompok individu hidup dan membina kehidupan sosial mereka. Bersama-sama dengan individu-individu manusia, aspek ini sangat penting dan menjadi syarat mutlak terbentuknya sebuah komunitas. 2. Ikatan-ikatan sosial bersama (common ties) yang membentuk jejaring sosial (social networking) yang dibangun oleh anggota komunitas. Dalam hal tertentu, jejaring tersebut membantu individu untuk menemukan cara mempertahankan hidup (ways to survive). 3. Interaksi sosial (social interaction) yang terbentuk di antara individu-individu anggota komunitas. Gary dan Mayo (1995) secara rinci mengatakan bahwa dalam pengertian klasik akan selalu melekat konteks lokalitas dan struktur sebuah komunitas. Struktur komunitas ditandai dengan serangkaian fenomena sebagai berikut: 1. Prinsip saling berbagi (shared norms and expectation) diantara para anggota suatu komunitas.

22 2. Pertukaran materi yang adil di antara individu-individu anggota sebuah komunitas. 3. Kesatuan komunitas yang dibangun oleh face to face communication yang akrab. Christenson dan Robinson (1989) mengemukakan ada empat komponen utama dalam memahami komunitas, yaitu: (1) people; (2) place or territory; (3) social interaction; dan (4) psychological identification. Berdasarkan empat komponen tersebut dirumuskan pengertian komunitas sebagai : people the live within a geographically bounded are who are involved in social interaction and have one or more psychological ties with each other an with the place in which they live. Soekanto (1990) menyatakan bahwa pengertian komunitas menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu dengan faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar di antara para anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayahnya. Ife (1995) mengemukakan komunitas (community) dalam perspektif sosiologi adalah warga setempat yang dapat dibedakan dari masyarakat yang lebih luas (society) melalui kedalaman perhatian bersama (a community of interest) atau oleh tingkat interaksi yang tinggi (an attachment community). Para anggota komunitas mempunyai kebutuhan bersama (common needs). Jika tidak ada kebutuhan bersama itu bukan suatu komunitas. Suatu komunitas pasti mempunyai lokalitas atau tempat tinggal (wilayah) tertentu. Komunitas yang mempunyai tempat tinggal tetap dan permanen biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang kuat sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya. Secara garis besar komunitas berfungsi sebagai ukuran untuk menggarisbawahi hubungan antara hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu. Komunitas petani miskin yang menjadi kajian ini termasuk dalam komunitas pedesaan, karena warga komunitas petani di Desa Beji mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga komunitas lainnya. Sistem kehidupan berkelompok dengan matapencaharian bertani dan sangat terikat dan tergantung dari tanah. Oleh karena sama-sama tergantung pada tanah maka kepentingan pokok juga sama, sehingga mereka akan bekerja sama untuk mencapai kepentingan mereka. Akibatnya timbul

23 kelembagaan sosial seperti gotongroyong serta sistem pembagian kerja yang didasarkan pada usia dan jenis kelamin. Pengertian Kemiskinan Kemiskinan dapat digambarkan sebagai kondisi yang serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, kebutuhan akan hidup sehat, dan kebutuhan akan kesehatan. Penduduk miskin yang tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhannya, dikarenakan mereka tidak memiliki aset sebagai sumber pendapatan, juga karena struktur sosial ekonomi tidak membuka peluang orang miskin keluar dari lingkungan kemiskinan yang tidak berujung pangkal (Maskun; 1997). Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang, kelompok maupun masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dimensi kemiskinan dapat berupa keadaan melarat dan ketidakberuntungan, suatu keadaan minus (deprivation), dan bila dimasukkan dalam konteks tertentu kemiskinan berkaitan dengan minimnya pendapatan dan harta, kelemahan fisik, isolasi, kerapuhan dan ketidakberdayaan (Chambers; 1996) dan dapat pula berarti ketidakmampuan memperoleh standar hidup yang minimal. Sedangkan indikator kemiskinan adalah ; pendidikan rendah, tidak dapat menjangkau sarana kesehatan, susah mendapat air bersih, pendapatan rendah, kondisi perumahan non permanen. Yustika (2003) mendefinisikan kemiskinan dengan memahaminya sebagai akibat dari kebijakan yang timpang terhadap ; 1). kepemilikan modal, 2). Kepemilikan tanah dan akses, serta 3). Ketidakserasian aktivitas yang dikerjakan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, kemampuan yang dimaksudkan disini bukan hanya kemampuan individu itu sendiri, tetapi juga dalam konteks keluarga, artinya meskipun kemiskinan merupakan atribut bagi individu yang bersangkutan tapi pada kenyataannya keadaan tersebut terkait erat dengan kondisi keluarga. Oleh karena itu kemiskinan penduduk dapat juga dikelompokkan menjadi penduduk atau individu miskin dan keluarga miskin. Penduduk miskin terutama di pedesaan tidak bisa lepas dari keadaan wilayah setempat. Ada wilayah-wilayah tertentu di pedesaan yang memiliki potensi kurang baik sehingga sulit dikembangkan dan penduduk yang bermukim di sana dapat memenuhi kebutuhan hidup berdasarkan sumber daya wilayah

24 tersebut. Sebaliknya wilayah pedesaan yang memiliki sumber daya yang baik tetapi sulit diusahakan dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari karena penduduk setempat tidak mempunyai kemampuan sumber daya manusia yang memadai. Faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan ada berbagai macam, menurut Tansey dan Ziegley (1991) yang dikutip Suharto dkk (2003) menyatakan bahwa penyebab kemiskinan adalah ; b) Rendahnya kualitas sumber daya manusia (human capital deficiences) seperti rendahnya pengetahuan dan ketrampilan sehingga berdampak pada pekerjaan dengan pendapatan yang rendah dan rendahnya daya beli. c) Rendahnya permintaan akan tenaga kerja (insufficient demand for labor) sehingga meningkatkan pengangguran. Pengangguran menyebabkan orang tidak memiliki pendapatan, daya beli rendah dan akhirnya tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar. d) Perlakuan berbeda (discrimination) terhadap golongan tertentu dalam aksesibilitas dan dominasi terhadap sumberdaya. Baswir dkk (2003) menyatakan kemiskinan disebabkan oleh kondisi yang dibuat oleh manusia dan disebut sebagai kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural menurut Raharjo yang dikutip Jamasy (2004) disebabkan oleh tujuh faktor penyebab kemiskinan yang terkait satu sama lain, yaitu ; b) Kecilnya kesempatan kerja sehingga masyarakat tidak memiliki penghasilan yang tetap. c) Upah/gaji dibawah standar minimum, sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar. d) Produktivitas kerja yang rendah. e) Ketiadaan aset, misalnya lahan pertanian untuk produktivitas pertanian, modal untuk melakukan usaha. f) Diskriminasi dalam jenis kelamin (diskriminasi gender) dan perbedaan kelas sosial. g) Tekanan harga, misalnya karena mekanisme permintaan dan penawaran bebas. h) Penjualan lahan atau tanah yang berpotensi untuk masa depan keluarga. Menurut Cahyono (2002), terjadinya kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan harus didekati dari berbagai sudut pandang, namun dalam garis

25 besarnya kemiskinan di Indonesia disebabkan oleh dua faktor utama yang saling berkaitan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern seperti tersebut di bawah ini ; a. Faktor intern penyebab kemiskinan antara lain mencakup : 1). Sumber daya manusia yang terbatas atau kurang memadainya pengetahuan, pendidikan dan ketrampilan baik dalam tingkat (kualitas) maupun jenis. 2). Kondisi fisik yang lemah (physically weak) sehingga produktivitasnya rendah. 3). Kerentanan (vulnerable), akibat dari kerentanan ini penduduk miskin terpaksa harus menjual atau menggadaikan kekayaannya, segenap waktu dan tenaga ditukarkan uang dengan nilai rendah. 4). Ketidakberdayaan (powerless) mendorong pemerasan dari kaum yang lebih kaya, kuat dan tidak mempunyai akses terhadap bantuan pemerintah serta perlindungan hukum ( Winarno dkk, 2000). b. Faktor ekstern antara lain mencakup : 1). Sempitnya kepemilikan lahan pertanian dan berlangsungnya sistem penguasaan lahan yang kurang seimbang. 2). Ketidakmerataan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial, yang tidak terbatas pada modal produktif atau asset (tanah, perumahan, peralatan dan kesehatan dan lain-lain), tetapi juga meliputi sumber-sumber keuangan (penghasilan dan kredit), jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan ketrampilan yang memadai, serta informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. 3). Lingkungan sosial budaya yang mengakibatkan kurang tingginya hasrat untuk maju dalam kehidupan duniawi. 4). Keterbatasan sarana dan prasarana ekonomi, sosial, kesehatan dan transportasi berimplikasi pada kehidupan penduduk miskin di wilayah setempat. Komunitas petani merupakan bagian dari masyarakat secara keseluruhan. Masalah kemiskinan nampaknya terus saja mengikuti perkembangan komunitas petani di Indonesia. De Vries (1985) yang dikutip Sosialismanto (2001) mengungkapkan bahwa persoalan-persoalan utama yang dihadapi oleh petani Jawa lebih dekat dengan

26 kekurangan tanah garapan. Hal ini disebabkan oleh penduduk di Pedesaan Jawa secara terus menerus mengalami pertumbuhan tidak seimbang dengan luas lahan pertanian yang tersedia. Kondisi ini semakin didorong dengan berlangsungnya pembagian tanah atas bagian-bagian kecil dan akibat yang tidak terelakkan dari basis usaha pertanian yang semakin kecil itu menyebabkan selalu terdapat bahaya laten dari kekurangan bahan pangan dan kekurangan uang tunai. Kemiskinan dan polarisasi ekonomi di Pedesaan ini terjadi terutama didorong antara lain oleh dua faktor, yaitu pengalihan hak milik atas tanah karena jual beli dan pengalihan tanah melalui pewarisan. Karena harga tanah relatif tidak terjangkau oleh kemampuan ekonomi petani lapisan bawah, maka petani kaya mempunyai peluang sangat besar untuk menambah luas tanah milik melalui pembelian. Sedangkan pengalihan hak milik atas tanah melalui pewarisan akan menimbulkan fragmentasi pemilikan tanah pertanian. Hal ini terjadi karena ahli waris mencakup semua anak baik laki-laki maupun perempuan. Dengan kata lain bahwa proses pewarisan mendorong proses penciutan luas pemilikan tanah pertanian bagi kebanyakan rumahtangga petani generasi berikutnya (Amaluddin ; 1987). Menurut penelitian Ghose dan Grifin (1986) yang dikutip Sosialismanto (2001) tentang kemiskinan pada masyarakat tani di Pedesaan Asia Selatan dan Asia Tenggara, menyebutkan bahwa fenomena kemiskinan Petani di Indonesia tidak jauh dengan sejarah adanya konflik pertanahan di Indonesia, yang mengakibatkan ; Pertama adalah meningkatnya jumlah petani berlahan sempit. Kedua adalah meningkatnya ekspansi kapitalisme yang semakin mendalam ke dalam sektor pertanian, yang dalam analisa Marxis seharusnya bekerja sebagai biang hilangnya lapisan petani berlahan sempit di daerah pedesaan dan berkembangnya polarisasi antara petani berlahan luas dan buruh tani. Ketiga adalah meningkatnya konflik tanah di Pedesaan yang mempunyai karakter yang berbeda dimana benturan antara kepentingan sektor pertanian dan sektor industri kapitalisme telah memunculkan kecenderungan untuk melihat tanah di dalam hubungannya dengan fungsi ekonomi dan hilangnya perspektif yang melihat tanah sebagai fungsi sosial, sehingga tanah dan kapital sangat menentukan dan mendominasi konflik-konflik yang terjadi saat ini. Menurut Khudori (2004), dari hasil Sensus Pertanian (SP) 2003 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga petani gurem dengan penguasaan

27 lahan kurang dari 0,5 hektar (baik milik sendiri maupun menyewa) meningkat 2,6 persen per tahun, dari 10,8 juta rumah tangga tahun 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga pada tahun Persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan juga meningkat dari 52,7 persen menjadi 56,5 persen. Jumlah rumah tangga pertanian tercatat bertambah 2,2 persen per tahun dari 20,8 juta menjadi 25,4 juta. Kenaikan rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan mengindikasikan semakin miskinnya petani. Budijanto (2000) menyimpulkan bahwa Revolusi Hijau yang dilakukan di Indonesia dengan segala alat-alat kelembagaan dan teknologinya telah menciptakan pembagian kelompok kelas dalam masyarakat petani di Desa, yaitu antara mereka yang diuntungkan dengan mereka yang disingkirkan oleh Revolusi Hijau. Telah terjadi stratifikasi kelompok sosial, mereka yang tersingkir adalah buruh tani dan petani gurem, sedangkan mereka yang diuntungkan adalah para petani berlahan lebih dari 0,5 hektar dan mereka yang berlahan luas. Mekanisme pencapaian akses terhadap modal, asupan, pengerjaan dan pembagian pendapatan telah menjadi mekanisme pembelahan dan penajaman ketimpangan sosial dan ekonomi petani di Pedesaan. Sekalipun ada usaha-usaha yang dilakukan oleh negara untuk mengurangi kemiskinan, akan tetapi fakta yang terjadi justru menunjukkan bahwa angkaangka kemiskinan masih tetap tinggi di Pedesaan. Salah satu program penting untuk menghapus kemiskinan petani di Pedesaan adalah dengan cara mendesak negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia untuk melakukan land reform. Usaha land reform diharapkan akan menjadi alat yang paling efektif untuk memadukan pertumbuhan pertanian dengan kecenderungan distribusi yang tepat. Namun sejarah land reform di Indonesia ternyata menyimpang dengan land reform yang dilakukan di negara-negara Barat. Ketika di negara-negara Barat pertanian dimulai dengan membagi-bagikan lahan kepada petani (land reform), di Indonesia yang terjadi justru sebaliknya, tanah rakyat justru dirampas dan dibagi-bagikan kepada pengusaha swasta. Akibatnya rakyat petani menjadi miskin (Khudori; 2004). Petani di Indonesia tetap saja miskin, karena ternyata keuntungan petani dari produktivitas pertaniannya sama sekali tidak dapat menjamin mereka bisa memenuhi kebutuhan hidupnya (needs of life), Faktor pembatasnya adalah penguasaan lahan (land aquisition) yang tidak memungkinkan petani dapat

28 menghidupi keluarganya kalau lahan yang mereka kelola terlalu kecil. Rata-rata luas lahan petani di Indonesia adalah 0,25 hektar dan sebagian banyak dari mereka hanyalah buruh tani, (Khudori ; 2003). Pada kenyataannya bahwa tidak semua petani mempunyai lahan (land owner). Sebagian petani bekerja sebagai buruh tani atau sebagai tenaga kerja musiman, dan mereka sanggup bertahan dengan pendapatan lain di luar pertanian (off farm). Dimensi kemiskinan petani yang dipakai dalam kajian ini merujuk pada pendapat Cahyono (2002) yang mengatakan bahwa kemiskinan petani merupakan ketidakmampuan petani untuk memenuhi kebutuhan primer dan skunder yang disebabkan oleh faktor-faktor; terbatasnya SDM yang menyangkut pengetahuan, pendidikan dan ketrampilan; produktivitas rendah; sempitnya lahan pertanian; ketidak merataan kesempatan untuk mengakumulasi modal produktif dan asset, sumber keuangan serta jaringan sosial. Menurut Hakim (2004) upaya pemberantasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah mulai pemerintahan orde lama sampai dengan sekarang, namun angka kemiskinan yang terpresentasikan dalam angka statistik masih stabil dan beberapa kasus kemiskinan tersebut semakin permanen dan struktural. Pemerintah menuangkannya melalui beberapa program pengentasan kemiskinan, antara lain sebagai berikut ; 1. Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), melalui program ini pemerintah membuat suatu database, meski dalam format yang sederhana daftar desadesa yang belum terjangkau pembangunan. Meski sulit disangkal, program ini bermanfaat, namun secara overall nasib desa-desa tersebut masih belum bisa keluar dari belenggu kemiskinan, di samping itu banyak dana-dana program yang menguap entah ke mana. 2. Program Pengembangan Kecamatan (PPK), melalui program ini distrikdistrik di tiap Kabupaten dicerahkan melalui bendera modernisasi, namun sayang masih banyak kegagalan. Masyarakat golongan ekonomi lemah masih tetap miskin. 3. Program Kredit Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna dalam rangka Pengentasan Kemiskinan (KP-TTG-Taskin), program ini gaungnya luar biasa, canggih karena berbau High-tech. Namun program ini juga gagal karena hanya beberapa orang yang menggunakan, masyarakat tidak siap dan teknologi terapan tersebut sebagian besar hanya menjadi sampah.

29 4. Program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) dan Kredit Usaha Tani (KUT) yang pernah menjadi program primadona pada masa orde baru karena sasarannya jelas orang-orang kecil yang mengais rejeki dengan usaha ekonomi produktif dan bertani di desa-desa terpencil. Namun dalam dinamika perkembangannya banyak penyelewengan dan angsuran kredit macet sehingga memicu kegagalan program tersebut. Sumodiningrat (2004), berpendapat bahwa dalam menangani kemiskinan dan menanggulanginya, Pemerintah membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) sebagai koordinator di tiap Departemen sebagai strategi pengentasan kemiskinan. Diantaranya adalah mengurangi beban pengeluaran orang miskin dan membuka kesempatan kerja bagi penduduk usia produktif melalui program pengembangan usaha ekonomi produktif. Berbagai upaya pemberantasan kemiskinan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan (sustainable) agar komunitas miskin dapat melepaskan diri dari belenggu kemiskinan. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut adalah program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan komunitas miskin dengan bertumpu pada kekuatan komunitas miskin itu sendiri. Pengertian Partisipasi Partisipasi mengandung makna peranserta seseorang atau sekelompok orang atau sesuatu pihak dalam suatu kegiatan atau upaya mencapai sesuatu yang (secara sadar) diinginkan oleh pihak yang berperanserta tersebut. Bila menyangkut partisipasi dalam pembangunan masyarakat, maka menyangkut keterlibatan secara aktif pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasilnya atas suatu usaha perubahan masyarakat yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Partisipasi merupakan bentuk perilaku sadar dan merupakan dasar dari hak-hak demokrasi (Conyers, 1984 yang dikutip Sumarjo dan Saharuddin; 2004). Gunardi dkk (2004) menyatakan bahwa orang-orang akan berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan apabila kondisi-kondisinya kondusif untuk melakukan kegiatan tersebut. Kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut; Pertama, orang akan berpartisipasi kalau mereka memandang penting issueissue atau aktivitas tertentu. Kedua, orang berpartisipasi apabila orang merasa bahwa tindakannya akan membawa perubahan, khususnya ditingkat

30 rumahtangga atau individu dan komunitas. Ketiga, perbedaan bentuk-bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Keempat, orang harus dimungkinkan untuk berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya. Kelima, struktur dan proses partisipasi hendaknya tidak bersifat menjauhkan. Oppenheim (1973) yang dikutip Sumarjo dan Saharuddin (2004) menyatakan ada dua hal yang mendukung terjadinya partisipasi, yaitu (1) ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu pada diri seseorang (person inner determinant), dan (2) terdapat iklim atau lingkungan (environmental factors) yang memungkinkan terjadinya perilaku tertentu itu. Berdasarkan pernyataan tersebut orang akan berpartisipasi apabila; (1) ada kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi, (2) adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, dan (3) adanya kemampuan, yaitu kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi. Pembangunan masyarakat akan berarti dan terasa manfaatnya apabila mendapat dukungan partisipasi dari masyarakat sebagai pelaku pembangunan itu sendiri. Sebaliknya apabila suatu pembangunan masyarakat tidak mendapat dukungan partisipasi masyarakat secara meluas kecenderungan yang terjadi adalah pembangunan tersebut tidak bermanfaat bagi rakyat, melainkan hanya bermanfaat pada segolongan pihak yang mempunyai kepentingan dalam pembangunan. Pengertian Pemberdayaan Pemberdayaan pada hakekatnya mencakup dua aspek yaitu to give authority to and to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama, pemberdayaan memiliki makna memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan dan mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam pengertian yang kedua, pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan (Friedman ; 1992). Dalam literatur yang lain Friedman yang dikutip Mardiniah (2003) mengatakan bahwa pemberdayaan dimaknai sebagai mendapatkan kekuatan (power) dan mengaitkannya dengan kemampuan golongan miskin untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber daya yang menjadi dasar dari kekuasaan dalam suatu sistem organisasi. Akses tersebut dipergunakan untuk mencapai

31 kemandirian dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian golongan miskin dapat mengorganisasikan kemampuan dan potensi yang dimiliki untuk menentukan, merencanakan dan melaksanakan apa yang menjadi keputusan kolektif mereka. Pemberdayaan memiliki berbagai pengertian dan perspektif yang luas, Andrew Pears dan Michael Stiefel mengatakan bahwa menghormati kebhinekaan, kekhasan lokal, dekonsentrasi kekuatan dan peningkatan kemandirian merupakan bentuk-bentuk pemberdayaan partisipatif. Sedangkan Samuel Paul menyatakan bahwa pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasilhasil pembangunan. Sementara dari perspektif lingkungan, Borrini mengatakan bahwa pemberdayaan merupakan suatu konsep yang mengacu pada pengamanan akses terhadap sumberdaya alami dan pengelolaannya secara berkelanjutan (Prijono dan Pranarka; 1996). Shardlow (1998) melihat bahwa pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka. Payne (1997) berpendapat bahwa proses pemberdayaan (empowerment) pada intinya ditujukan guna ; to help client to get power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and self convidence to use power and by transferring power from the environment to clients. (membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya). Dalam proses pemberdayaan harus dicegah kekurangberdayaan yang lemah dalam menghadapi yang kuat. Dalam konsep pemberdayaan, melindungi dan memihak kepada yang lemah amat mendasar sifatnya. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutup diri dari interaksi, karena hal itu justru dapat mengkerdilkan yang kecil dan lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya

32 untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Sedangkan yang dimaksud dengan pemberdayaan komunitas adalah suatu upaya yang dilakukan untuk memperkuat kemampuan komunitas sesuai dengan sumber-sumber daya komunitas, dengan tujuan memandirikan komunitas agar mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, kemauan, kerohanian, relasi sosial, kebudayaan dan keadilan (Bastaman, 2000). Disamping pemberdayaan dapat dilihat dari bidangnya, dapat pula pemberdayaan dilihat dari sisi keberadaannya sebagai suatu program ataupun sebagai suatu proses. Sebagai suatu program pemberdayaan dilihat sebagai tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai tujuan yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Konsekwensinya bila program itu selesai maka dianggap pemberdayaan sudah selesai dilakukan. Hal seperti ini banyak terjadi dengan sistem pembangunan berdasarkan proyek yang banyak dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah, dimana proyek yang satu dengan yang lainnya kadangkala tidak berhubungan, bahkan tidak saling mengetahui apa yang sedang dikerjakan oleh bagian yang lain, meskipun itu dalam satu lembaga yang sama (Adi; 2002). Pemberdayaan sebagai suatu program harus tetap direncanakan secara serius dan lebih memfokuskan pada upaya-upaya yang membuat masyarakat agar lebih pandai, mampu mengembangkan komunikasi antara mereka, sehingga pada akhirnya mereka dapat saling berdiskusi secara konstruktif dan mengatasi permasalahan yang ada. Jadi tatkala agen perubahan yang berasal dari luar komunitas baik pemerintah maupun lembaga non pemerintah telah menyelesaikan programnya, maka pemberdayaan sebagai proses tetap berlangsung pada komunitas tersebut. Sebagai proses, pemberdayaan merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang hidup seseorang (on-going process). Menurut Hogan (2000) yang dikutip Adi (2002) melihat bahwa proses pemberdayaan individu sebagai suatu proses yang terus menerus berjalan sepanjang usia manusia yang diperoleh dari pengalaman individu tersebut dan bukannya suatu proses yang berhenti pada suatu masa saja (empowerment is not end-state, but a process that all human beings experiences). Hal ini juga berlaku dalam suatu masyarakat, dimana dalam suatu komunitas proses pemberdayaan tidak akan berakhir dengan selesainya suatu program, baik program yang dilaksanakan

33 oleh pemerintah maupun lembaga non pemerintah. Proses pemberdayaan akan berlangsung selama komunitas itu masih tetap ada dan mau berusaha memberdayakan diri mereka sendiri. Hogan (2000) yang dikutip Adi (2002) menggambarkan proses pemberdayaan yang berkesinambungan sebagai siklus yang terdiri dari lima (5) tahapan utama, yaitu ; a) Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak memberdayakan (recall depowering/empowering experiences), b) Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan pentidakberdayaan (discuss reasons for empowerment/depowerment), c) Mengidentifikasi suatu masalah ataupun proyek (identify one problem or project), d) Mengidentifikasi basis daya yang bermakna (identify usefull power basses), dan e) Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplikasikannya (develop and implement action plans). Dalam konteks kesejahteraan sosial, upaya pemberdayaan terkait dengan upaya peningkatan taraf hidup masyarakat dari suatu tingkatan menuju ke tingkatan yang lebih baik. Tentunya dengan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan suatu komunitas menjadi kurang berdaya (depowerment). Tahapan intervensi sosial dalam program pemberdayaan masyarakat menurut Cox yang dikutip Adi (2002) ada dua model yang berbentuk siklus (cyclical) dan spiral di mana agen perubahan dimungkinkan untuk kembali ke tahap sebelumnya apabila mendapatkan masukan baru yang dapat digunakan untuk menyempurnakan program pemberdayaan tersebut, tahapan pemberdayaan tersebut yaitu ; a) Persiapan, yang meliputi penyiapan tenaga pemberdaya masyarakat, yang bisa juga dilakukan oleh community worker, dan penyiapan lapangan (engagement) yang dilakukan melalui studi kelayakan terhadap masyarakat di daerah tertentu, b) Pengkajian (assessment), dapat dilakukan secara individual melalui tokohtokoh masyarakat (key person) dan dapat juga secara kelompok. Dalam tahap ini petugas sebagai agen perubahan berusaha mengidentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan = felt needs) dan juga sumberdaya yang dimiliki oleh komunitas,

34 c) Perencanaan alternatif program atau kegiatan, dilaksanakan oleh agen perubahan bersama-sama dengan masyarakat, d) Pemformulasian rencana aksi, dimana agen perubahan membantu kelompok-kelompok masyarakat untuk memformulasikan gagasan mereka dalam bentuk tertulis, terutama apabila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kegiatan, e) Pelaksanaan program atau kegiatan, merupakan kegiatan yang paling penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat, di mana diperlukan kerjasama antara agen perubahan dan masyarkat untuk mengimplementasikan perencanaan program menjadi kegiatan nyata di lapangan, f) Evaluasi, merupakan proses pengawasan kegiatan program pemberdayaan yang dilakukan oleh agen perubahan dengan masyarakat, sehingga diharapkan dalam suatu komunitas terbentuk suatu sistem pengawasan internal yang berkesinambungan. g) Terminasi, yaitu tahap pemutusan hubungan dengan komunitas secara formal oleh agen perubahan, dengan harapan masyarakat dapat mandiri. Pengertian Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Kelompok usaha bersama merupakan pengorganisasian dari orang-orang yang mempunyai kegiatan usaha tertentu yang dilakukan secara bersama-sama. Tujuan KUBE ini adalah untuk meningkatkan motivasi, interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber daya ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak yang terkait (Depsos RI; 2004). Kelompok Usaha Bersama merupakan kelompok warga yang telah dibina melalui proses kegiatan program kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana meningkatkan taraf kesejahteraan sosial (Depsos RI ; 1997). Keberadaan KUBE bagi komunitas miskin di tengah-tengah masyarakat telah menjadi sarana untuk meningkatkan usaha ekonomis produktif (khususnya dalam peningkatan pendapatan), menyediakan sebagian kebutuhan yang diperlukan bagi keluarga fakir miskin, menciptakan keharmonisan hubungan antar warga, menyelesaikan masalah sosial yang dirasakan, pengembangan diri dan sebagai wadah berbagai pengalaman antar warga.

35 Dengan sistem KUBE, kegiatan usaha yang dilakukan secara sendirisendiri kemudian dikembangkan dalam kelompok, sehingga setiap anggota dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan usaha ekonomi produktif, usaha kesejahteraan sosial serta kemampuan berorganisasi (Media Informasi; 2002). Kegiatan yang berkaitan dengan usaha kesejahteraan sosial dapat berupa; pengelolaan santunan hidup, iuran kesetiakawanan sosial (IKS), arisan, pengajian, perkumpulan kematian, usaha simpan pinjam, pelayanan koperasi, usaha tolong menolong atau gotong royong, usaha-usaha untuk mencegah timbulnya permasalahan sosial di lingkungannya dan UKS lainnya. Kegiatan yang berkaitan dengan UEP dapat berupa usaha dagang, jasa, pertanian dan lainnya, sedangkan kegiatan yang yang bersifat penataan organisasi seperti ; pengelolaan keuangan, pencatatan dan pelaporan. Melalui KUBE diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan berfikir para anggota karena mereka dituntut suatu kemampuan manajerial untuk mengelola usaha yang sedang dijalankan, dan berupaya menggali dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dilingkungan untuk keberhasilan kelompoknya. Selain itu dapat menumbuh kembangkan sikap-sikap berorganisasi dan pengendalian emosi yang semakin baik. Dengan KUBE dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan, rasa kepedulian dan kesetiakawanan sosial. Pendekatan yang dikembangkan dalam program ini adalah pendekatan kelompok (community base development approach), untuk efektivitas dan efisiensi pengembangan KUBE maka pengelolaan KUBE dilakukan dengan pendekatan kelompok. Pertimbangan penerapan pendekatan bertumpu pada kelompok adalah : 1. Warga masyarakat lebih dinamis dalam mengembangkan kegiatan. 2. Adanya proses saling asah, asih dan asuh sesama warga/anggota kelompok, sehingga setiap anggota bisa saling berbagi baik dalam ilmu maupun keterampilan. 3. Adanya konsep saling menolong dan konsolidasi kekuatan bersama antara yang kuat dan yang lemah. Sasaran kelompok KUBE adalah mereka yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal, seperti keterbatasan dalam pendapatan, perumahan, kesehatan, pendidikan, kemampuan, ketrampilan, kepemilikan modal,

36 komunikasi, teknologi dan lain-lain. Dengan sistem KUBE, kegiatan usaha yang tadinya dilakukan secara sendiri-sendiri kemudian dikembangkan dalam kelompok sehingga akan memudahkan dalam pembinaan dan monitoring dan akan lebih efektif dan efisien dari segi pembiayaan, tenaga dan waktu yang digunakan. Disamping itu anggota kelompok dapat saling kerjasama secara lebih mudah dibandingkan dengan bila mereka saling berpencar (Media Informasi; 2002). Pengembangan KUBE yang dilakukan untuk pengentasan kemiskinan komunitas didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, prinsip-prinsip pengembangan KUBE tersebut adalah ; 1. Penentuan nasib sendiri, yaitu bahwa anggota KUBE sebagai manusia yang mempunyai harkat dan martabat, mempunyai hak untukmenentukan nasib dirinya sendiri. Oleh karena itu supervisor atau pendamping sosial yang terlibat dalam kegiatan KUBE berperan sebagai fasilitator saja. 2. Kekeluargaan, menekankan bahwa dalam pengembangan KUBE perlu dibangun atas semangat kekeluargaan diantara sesama anggota KUBE dan lingkungannya. 3. Kegotong royongan, berarti menuntut adanya kebersamaan dan semangat kebersamaan diantara sesama anggota KUBE. Dalam prinsip ini tidak menonjolkan perbedaan antara atasan dan bawahan, namun lebih menekankan kesetaraan dan kebersamaan. 4. Potensi anggota, bahwa pengelolaan dan pengembangan KUBE didasarkan pada kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh para anggota KUBE, termasuk di dalamnya SDM anggota/pengurus. 5. Sumber-sumber setempat, menekankan bahwa pengembangan usaha yang dilakukan hendaknya didasarkan pada ketersediaan sumber-sumber yang ada di daerah tersebut. 6. Keberlanjutan, menekankan bahwa pengelolaan KUBE, kegiatankegiatannya, bidang usaha yang dikembangkan diwujudkan dalam program yang berkelanjutan, bukan hanya untuk sementara waktu. 7. Usaha yang berorientasi pasar, bahwa pengembangan KUBE melalui jenis usaha yang dilakukan diarahkan pada jenis usaha yang memiliki prospek yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Menurut Departemen Sosial (2004) untuk melihat kondisi KUBE dapat diketahui dengan berbagai kriteria, antara lain;

37 1. Jumlah anggota KUBE yang dapat berkembang sesuai kebutuhan nyata di lapangan dan kondisi lokal serta kesepakatan kelompok itu sendiri. Karena sifat dari suatu kegiatan dan kepentingan tertentu, anggota KUBE dapat berkembang menjadi kelompok besar. 2. Kepengurusan dan pembagian tugas sudah ada dan dijalankan sebagaiman mestinya sesuai dengan bidang tugas masing-masing. 3. Perkembangan usaha di mana KUBE dijadikan sebagai usaha pokok, kinerjanya mempunyai lebih dari dua jenis usaha. 4. Tanggungjawab sosial (antara anggota kelompok) sudah baik yang ditunjukkan dengan kesediaan anggota untuk membantu anggota dan tetangganya yang mengalami musibah dan kesulitan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya Iuran Kesejahteraan Sosial KUBE yang terkumpul dan tersalur. 5. Kemampuan pemupukan modal yang dapat diketahui dengan jumlah modal yang dimiliki KUBE. Pemupukan modal dapat berasal dari berbagai cara, diantaranya adalah dari kredit bersubsidi. 6. Kemitraan, yaitu kemampuan untuk menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai pihak sudah dilakukan. Kondisi KUBE dikelompokkan ke dalam tiga kategori, dengan kriteria; KUBE tumbuh, KUBE maju dan KUBE Mandiri. Dahlan (2003) menyatakan dalam hasil penelitiannya di empat Propinsi, bahwa KUBE berhasil mempunyai ciri-ciri sebagai berikut; 1) Perkembangan modal setelah satu tahun > 34 persen, 2) Keuntungan hasil usaha untuk membayar upah kerja disimpan untuk pengembangan usaha dan dibagikan kepada anggota KUBE, 3) Pelaksanaan pembagian tugas berdasarkan ketrampilan, 4) Pertemuan kelompok secara berkala membahas pengelolaan dan rencana KUBE, 5) Anggota aktif dalam kegiatan di masyarakat baik kegiatan sosial/kerja bakti/ keagamaan maupun keamanan (siskamling). Sedangkan untuk KUBE kurang berhasil mempunyai ciriciri sebagai berikut; 1) Perkembangan modal setelah satu tahun < 22 persen, 2) Anggota belum menikmati hasil usaha, 3) Pembagian tugas tidak jelas, 4) Belum semua anggota aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Keberhasilan pengelolaan KUBE dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain; Pertama, anggota aktif dan mempunyai minat, kemauan yang tinggi dalam mengelola usaha serta mempunyai ketrampilan atau pengalaman kerja yang sesuai dengan usaha KUBE yang dikelola. Kedua, Motivasi anggota untuk

38 mengelola cukup tinggi karena ada pembagian tugas yang merata di antara anggota kelompok sehingga kerjasama dalam pengelolaan KUBE berjalan dengan baik. Ketiga, Kepengurusan dan manajemen pengelolaan cukup baik dan latar belakang pekerjaan pengurus cocok dengan bidang usaha KUBE. Keempat, input produksi dari lingkungan sekitar yang tersedia melimpah. Kelima Pemasaran hasil usaha KUBE lancar karena mudah dalam akses pasar dan transportasi. Keenam, adanya pembinaan secara terpadu dari aparatur Dinas dan Instansi terkait (Dahlan; 2003). Menurut Basuki (1998) dalam penelitiannya mengenai peranan pendamping Kelompok dalam Pengembangan KUBE di Gunungkidul, menyatakan bahwa keberhasilan pengembangan KUBE sangat dipengaruhi oleh peran pendamping yang dalam kasus ini diperankan oleh Petugas Sosial Kecamatan (PSK) dan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). Kehadiran PSM dan Aparat Desa dalam pendampingan KUBE adalah wujud peran serta masyarakat dalam program ini. Peran pendamping kelompok terlihat dalam tahap-tahap perkembangan KUBE berikut ini ; 1. Pada tahap pra-affiliasi umumnya masyarakat sasaran program masih raguragu karena belum memahami tentang KUBE serta tujuan dan manfaat yang akan mereka peroleh. Pada tahap ini pendamping (PSK) tidak semua terlibat dalam pelaksanaan seleksi anggota KUBE. Tugas pendampingan diserahkan kepada PSM. 2. Pada tahap power dan kontrol; peran PSK rata-rata ditujukan untuk memfasilitasi KUBE, antara lain membentuk kepengurusan dan normanorma KUBE, serta pembagian kerja di antara anggota. Walaupun demikian namun tidak semua hal itu dapat berfungsi seperti yang diharapkan. Kondisi ini terjadi karena pendamping cenderung berorientas pada hasil akhir dan mengabaikan proses pengorganisasian kelompok. Selain itu meskipun setiap KUBE memiliki pengurus namun karena tidak adanya peraturan mengenai masa jabatan maka pengurus KUBE cenderung bersifat abadi. Mereka umumnya hanya berfungsi sebagai simbol, atau pelaksana tugastugas administrasi saja. 3. Tahap keeratan hubungan; hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya KUBE yang berprestasi tinggi yang mampu mencapai tahap ini. Pada tahapan ini PSK dibantu PSM mampu memobilisasi kekuatan kelompok dengan mengembangkan usaha-usaha baru. Mobilisasi kekuatan kelompok

39 pada KUBE tersebut dapat berjalan karena didukung oleh meningkatnya interaksi sesama anggota, berkembangnya produktivitas serta meningkatnya daya tarik KUBE. 4. Tahap deferensiasi; ditandai dengan gejala penurunan kohesivitas kelompok pada beberapa KUBE ini seperti meningkatnya keinginan anggota agar aset KUBE dibagikan saja. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada KUBE dengan prestasi rendah namun terjadi juga dalam KUBE berprestasi tinggi. Faktor yang sangat berpengaruh munculnya kondisi di atas adalah pertama, kegiatan kelompok tidak sesuai dengan keinginan anggota. Kedua, faktor ketidakmampuan pendamping untuk menciptakan suasana yang menarik bagi anggota kelompok serta menumbuhkan kebutuhan kerjasama. Ketidakberfungsinya pendamping dalam hal ini PSK membuat anggota KUBE kehilangan orang yang mampu membantu memahami kondisi yang ada. Bagi PSK, kendala yang sangat mempengaruhi kinerja mereka adalah pertama; pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman kerja yang mereka miliki masih relatif rendah. Kedua adalah pola pengembangan karier dan penggajian yang dianggap relatif rendah bila dibandingkan dengan tanggungjawabnya sebagai penentu program pengentasan kemiskinan di Indonesia. Hartfort (1971) yang dikutip Basuki (1998) menyatakan bahwa kinerja KUBE akan dipengaruhi oleh peranan pendamping. Kunjungan berkala pendamping KUBE akan meningkatkan jumlah informasi dan sentimen masingmasing anggota kelompok, karena itu setiap periode pertemuan akan membuat perubahan berarti kearah kondisi yang lebih baik bagi anggota kelompok. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Listyawati di Gayamharjo, Sleman pada tahun 2003 menunjukkan bahwa setelah anggota mengikuti segala bentuk kegiatan KUBE, mereka merasakan kemanfaatannya. Bermula dari stimulan yang diterima kemudian dapat dikembangkan. Upaya tersebut tidak terlepas dari peran pendamping yaitu dari Departemen Sosial, Departemen Tenaga Kerja dan Dinas Instansi terkait. Peran pendamping ini untuk; a) memotivasi agar anggota lebih bersemangat dalam memajukan KUBE, b) memantau dan mengevaluasi kegiatan KUBE supaya keberadaanya tetap berlangsung dan semakin berkembang. Selanjutnya kemanfaatan yang dirasakan oleh anggota KUBE adalah dari segi fisik ; kondisi rumah anggota lebih bersih, teratur dan permanen, lantainisasi, rumah terpisah dari kandang. Dari segi psikis; anggota mampu menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih tinggi, perasaan anggota lebih tenang.

40 Sedang dari segi sosial ekonomi; anggota mampu meningkatkan penghasilannya. Disamping ketiga aspek tersebut faktor lain yang dirasakan anggota adalah dapat memacu dan meningkatkan etos kerja serta meningkatkan sumberdaya manusia. Berbeda dengan hal di atas penelitian yang dilakukan oleh Suyanto di Propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2002 menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat KUBE bagi anggota dan masyarakat, yaitu; pertama, manfaat menjadi anggota kelompok usaha dapat menambah penghasilan keluarga, selain itu juga dapat menambah ketrampilan kerja bagi anggotanya. Kedua, para anggota merasa memiliki jaringan sosial yang lebih luas dibanding sebelum masuk anggota KUBE. Ketiga, bagi masyarakat manfaat kelompok usaha bersama adalah sebagai tempat untuk memperoleh barang/jasa dengan harga murah. Lebih jauh Dahlan (2003) menyatakan bahwa keberhasilan KUBE akan dirasakan manfaatnya baik oleh anggota maupun masyarakat. Manfaat bagi anggota KUBE adalah; 1. Menambah ketrampilan dan pengetahuan anggota dalam pengelolaan usaha secara kelompok. 2. Adanya simpan pinjam anggota KUBE. 3. Memperoleh tambahan penghasilan dari keuntungan usaha. 4. Meningkatnya relasi sosial di masyarakat dengan bertambahnya teman dan pergaulan. Sedangkan manfaat bagi masyarakat adalah; 1. Meningkatnya kegotongroyongan masyarakat. 2. Masyarakat bisa belajar berusaha secara kelompok dengan meniru kegiatan serupa. 3. Masyarakat bisa membeli barang hasil usaha KUBE dengan harga yang lebih murah. 4. Tumbuhnya embrio jaminan kesejahteraan sosial masyarakat. Pengertian Modal Sosial Menurut Nasdian dan Utomo (2004) definisi modal sosial (social capital) lebih menekankan pada hubungan sosial dan pola-pola organisasi sosial yang diciptakan untuk memperoleh kekuatan yang potensial untuk perkembangan ekonomi. Mereka mengaitkan modal sosial dengan analisis mikro, mezzo dan

41 makro, sehingga modal sosial tidak bisa dijelaskan dengan istilah investasi (modal) sebagaimana yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Pada aras makro modal sosial meliputi institusi seperti pemerintah, aturan hukum, kebebasan sipil dan politik. Pada aras mikro, modal sosial berkaitan dengan analisis individu dan keluarga, sedang di aras Mezzo lebih cenderung ke pendekatan komunitas. Modal sosial berkenaan dengan nilai dan norma yang mengatur interaksi diantara individu, keluarga dan komunitas yang dapat mengejawentahkan dalam berbagai tradisi, kebiasaan dengan rasionalitasnya masing-masing. Social capital menurut Bank Dunia yang dikutip Nasdian dan Utomo (2004) merujuk pada institusi, relasi dan norma-norma yang membentuk kuantitas dan kualitas interaksi sosial dalam masyarakat pada norma-norma dan jaringan yang memungkinkan orang-orang untuk bertindak secara kolektif. Selanjutnya disebutkan oleh Woolcock bahwa social capital memiliki 4 (empat) perspektif, yaitu; the communitarian view, Networking view, institutional view dan synergy view. Christian Grootaert (1999) mendefinisikan sebagai seperangkat cara, jalinan kerja dan organisasi yang dapat meningkatkan akses manusia terhadap akses kekuasaan dan sumber penting yang dapat digunakan dalam mengambil keputusan dan memformulasikan suatu kebijakan. Pendapat Fukuyama (2000) yang dikutip Nasdian dan Utomo (2004) bahwa definisi social capital sebagai seperangkat nilai-nilai internal atau norma-norma yang disebarkan di antara anggota-anggota suatu kelompok yang mengijinkan mereka untuk bekerja sama antara satu dengan yang lain. Ia menambahkan bahwa prasyarat penting untuk munculnya modal sosial adalah adanya trust (kepercayaan), honesty (kejujuran), dan resiprocity (hubungan timbal balik). Berdasar pada berbagai pendapat tentang modal sosial (social capital) diatas, maka dalam mengevaluasi program pengembangan ekonomi produktif fakir miskin melalui KUBE ternak sapi di Desa beji Kecamatan Patuk kabupaten Gunungkidul ini, konsep modal sosial yang penulis gunakan sebagai kerangka analisis adalah konsep modal sosial yang dirumuskan oleh Fukuyama.

42 Kerangka Pemikiran Performa (keragaan) Kelompok Usaha Bersama ditunjukkan dengan jumlah anggota kelompok, jumlah modal yang dimiliki oleh kelompok, jumlah Iuran Kesetiakawanan Sosial (IKS) dan perkembangan kegiatan usaha kelompok. Pada awal berdirinya, jumlah anggota kelompok adalah sepuluh orang terdiri dari tiga orang pengurus dan tujuh orang anggota. Dalam perkembangannya jumlah anggota kelompok bervariasi, ada yang bertambah dan adapula yang berkurang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh rasa kepercayaan (trust) antara anggota kelompok dengan pengurus kelompok maupun anggota kelompok dengan anggota kelompok yang lainnya. Apabila rasa kepercayaan diantara mereka masih tetap terjaga kecenderungannya jumlah anggota kelompok akan tetap bertahan sepuluh orang bahkan ada kemungkinan bertambah, namun apabila rasa kepercayaan diantara mereka semakin hilang akan mempengaruhi munculnya konflik baik antara pengurus dan anggota kelompok maupun anggota dengan anggota kelompok yang lainnya dan apabila konflik tidak dapat diatasi maka akan mengakibatkan keluarnya anggota atau pengurus dari kelompok. Hal ini akan mengurangi jumlah anggota kelompok usaha bersama. Kecuali hal tersebut jumlah anggota kelompok secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh tingkat partisipasi anggota pada kegiatan kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai partisipasi yang tinggi, ditunjukkan dengan mengikuti semua kegiatan kelompok maka anggota kelompok tersebut akan merasa lebih memiliki kelompok dan tidak akan terasing dari kehidupan kelompok, untuk itu mereka tetap akan bertahan untuk menjadi anggota kelompok. Sedangkan anggota kelompok yang mempunyai tingkat partisipasi yang rendah terhadap kegiatan kelompok akan merasa terasing dari kegiatan dan kehidupan kelompok, sehingga ada kemungkinan untuk keluar dari kelompok. Performa KUBE juga ditunjukkan dengan jumlah modal yang dimiliki oleh kelompok. Pada awal berdirinya setiap kelompok mempunyai modal berupa barang yang sama, yaitu sebuah kandang sapi dan dua ekor bibit sapi. Dalam perkembangannya, modal Kelompok Usaha Bersama dipengaruhi oleh manajemen pengurus kelompok, yaitu cara pengurus mengatur kelompok dalam hal mendapatkan tambahan kekayaan kelompok baik dengan cara

43 mengembangkan kegiatan usaha produktif maupun dengan menghubungi pihak kreditor. Jumlah modal kelompok juga dipengaruhi oleh dukungan dari Desa, Kecamatan dan Dinas Sosial serta Instansi terkait yang memberikan dana stimulan untuk pengembangan modal kelompok tersebut. Semakin besar dukungan dari pihak luar (Desa, Kecamatan, Dinas Sosial dan Instansi terkait) maka akan semakin besar pula modal kelompok. Sedangkan jumlah Iuran Kesetiakawanan Sosial (IKS) dipengaruhi oleh tingkat partisipasi anggota kelompok dalam membayar IKS setiap periode penarikan. Apabila anggota kelompok disiplin dalam membayar IKS, maka jumlah IKS akan banyak. Namun jika partisipasi anggota kelompok rendah dalam membayar IKS maka jumlah IKS dalam kelompok juga akan sedikit. Jumlah IKS juga dipengaruhi oleh manajemen pengurus dalam menyalurkan dana IKS. Pengurus kelompok dapat menentukan kepada siapa dana IKS dapat diberikan. Apakah hanya kepada anggota kelompok yang mengalami musibah atau lebih luas lagi kepada keluarga anggota kelompok yang mengalami musibah. Apabila pengurus terlalu sering mengeluarkan dana IKS maka jumlah dana IKS yang tersedia akan sedikit. Tingkat kepercayaan anggota kelompok terhadap pengurus kelompok juga mempengaruhi dana IKS. Apabila anggota mempunyai kepercayaan yang tinggi kepada pengurus kelompok maka anggota kelompok akan selalu tertib dalam membayar IKS sehingga jumlah dana IKS akan semakin bertambah banyak. Performa KUBE juga ditunjukkan oleh perkembangan usaha yang dilakukan oleh kelompok. Kegiatan usaha kelompok dapat berkembang dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab, diantaranya adalah tingkat pendidikan anggota dan pengurus, manajemen kelompok, dukungan dari pihak luar, potensi sumber ekonomi yang ada di wilayah setempat serta kemampuan kelompok dalam menjalin jejaring dengan berbagai pihak. Tingkat pendidikan anggota dan pengurus dapat mempengaruhi perkembangan kegiatan usaha kelompok. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh anggota maupun pengurus maka kegiatan usaha kelompok semakin berkembang dan beragam karena tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan anggota maupun pengurus untuk beradaptasi dengan perkembangan dunia usaha yang datang dari luar kelompok.

44 Manajemen kelompok dapat mempengaruhi perkembangan kegiatan usaha kelompok. Semakin baik manajemen kelompok yang dilakukan oleh pengurus maka kegiatan usaha kelompok akan semakin berkembang. Kemampuan mengatur kelompok baik dalam hal kedisiplinan, terobosan hubungan dengan pihak-pihak yang dapat memacu perkembangan kelompok, penganekaragaman jenis usaha dan lain sebagainya dapat meningkatkan perkembangan usaha kelompok yang ada. Dukungan dari pihak luar khususnya dari Desa, Kecamatan dan Dinas Sosial dapat mempengaruhi perkembangan kegiatan usaha kelompok. Semakin besar dukungan dari pihak-pihak tersebut, misalnya dalam hal bimbingan usaha, monitoring dan evaluasi kegiatan kelompok akan meningkatkan perkembangan kegiatan usaha kelompok. Potensi dan sumberdaya ekonomi seperti melimpahnya input produksi, kemudahan dalam mengakses pasar dan tersedianya sarana transportasi dapat meningkatkan perkembangan kegiatan usaha kelompok. Sedangkan jejaring yang dibangun oleh kelompok dengan berbagai pihak akan meningkatkan perkembangan usaha kelompok. Semakin banyak jejaring yang dibangun oleh kelompok maka semakin berkembang kegiatan usaha kelompok. Sebaliknya apabila jejaring yang dibangun oleh kelompok semakin sedikit maka kegiatan usaha kelompok juga kurang berkembang. Performa KUBE yang baik ditandai dengan semakin banyaknya jumlah anggota, semakin berkembangnya jumlah modal kelompok, semakin banyaknya IKS dan semakin berkembangnya kegiatan usaha kelompok. Semakin baik performa KUBE maka akan mengakibatkan pula semakin baik kondisi ekonomi dan sosial anggota serta pengurus KUBE. Performa KUBE yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab, di antaranya adalah performa anggota kelompok, performa pengurus kelompok, dukungan dari pihak luar dan potensi sumber daya ekonomi serta modal sosial yang dimiliki oleh komunitas tersebut. Dengan baiknya dan sinergisnya kelima faktor pengaruh tersebut, performa KUBE diharapkan menjadi baik dan lebih dinamis perkembangannya, sehingga juga akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dan sosial anggota KUBE. Secara skematis maka dapat dilihat dalam gambar berikut ini ;

45 Gambar 1 Kerangka Pemikiran Kajian Pengembangan KUBE Performa Anggota Tingkat Pendidikan Tingkat Partisipasi Performa Pengurus Tingkat Pendidikan Manajemen organisasi Dukungan Pihak Luar Desa Kecamatan Dinas Sosial Performa KUBE : Jumlah anggota Jumlah modal Kelompok Jumlah IKS Perkembangan Kegiatan Usaha Kesejahteraan Anggota : Kondisi ekonomi Kondisi sosial Potensi Sumberdaya Ekonomi Input Produksi Akses Pasar Transportasi Modal Sosial Keterangan ; : mempengaruhi Tingkat Kepercayaan Jejaring Definisi Operasional 1. Jumlah anggota KUBE, merupakan satuan kuantitatif dari banyaknya anggota KUBE. Jumlah anggota KUBE dapat diukur dengan menghitung jumlah anggota dari setiap KUBE yang ada. Sebab dalam perkembangannya jumlah anggota KUBE sangat bervariasi. 2. Jumlah modal Kelompok, merupakan total kekayaan yang dimiliki oleh kelompok. Jumlah modal kelompok dapat diukur dengan banyaknya uang

46 yang dimiliki oleh kelompok dan banyaknya barang yang dapat diukur dengan uang yang dimiliki oleh kelompok. 3. Jumlah Iuran Kesejahteraan sosial, adalah total dana yang dimiliki kelompok yang diberikan kepada anggotanya/keluarga anggota yang mengalami musibah sakit atau meninggal dunia. Jumlah IKS dapat diukur dengan menghitung jumlah IKS yang masih ada dan yang sudah tersalur. 4. Perkembangan kegiatan usaha kelompok, adalah bertambahnya jenis usaha yang dilakukan oleh kelompok, dari satu kegiatan usaha menjadi dua dan seterusnya. 5. Tingkat Pendidikan anggota/pengurus, yang dimaksud adalah tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh anggota/pengurus KUBE. 6. Tingkat Partisipasi, adalah skor yang diperoleh dari total indeks keikutsertaan anggota dalam kegiatan KUBE, dibagi dalam kategori rendah (total skor kurang dari 7), kategori sedang (total skor 7 sampai dengan 10), kategori tinggi (total skor lebih dari 10). Tingkat partisipasi anggota KUBE dapat diukur dengan ; a) keikutsertaan dalam rapat, b) keikutsertaan dalam simpan pinjam, c) keikutsertaan dalam iuran IKS, d) keikutsertaan dalam mengurus sapi kelompok, e) keikutsertaan dalam bimbingan ketrampilan. 7. Manajemen organisasi, yaitu skor yang diperoleh dari total indeks kemampuan mengatur organisasi yang dimiliki oleh pengurus kelompok (ketua, sekretaris dan bendahara) dibagi dalam kategori rendah (total skor kurang dari 9), kategori sedang (total skor 9 sampai dengan 12) dan kategori tinggi (total skor lebih dari 12). Manajemen organisasi dapat diukur dari kemampuan pengurus dalam hal pembukuan, kepemimpinan, pengaturan keuangan, dan pengembangan usaha. 8. Input Produksi, adalah skor yang diperoleh pada indeks input produksi. Input produksi ini dibagi dalam kategori rendah (total skor kurang dari 4), kategori sedang (total skor 4 sampai dengan 7) dan kategori tinggi (total skor lebih dari 7). Dapat diukur melalui ketersediaan hijauan makanan ternak, ketersediaan air dan ketersediaan obat-obatan/makanan tambahan untuk ternak. 9. Akses pasar, adalah kemampuan jangkauan pasar terhadap hasil produksi KUBE. 10. Transportasi, adalah jumlah sarana angkutan darat yang digunakan untuk mengangkut orang dan barang.; alat transportasi ini meliputi colt dan truk.

47 Untuk mengukur transportasi ini dapat dikategorikan dalam kategori banyak dan sedikit. 11. Kondisi ekonomi anggota adalah skor yang diperoleh pada indeks ekonomi anggota. Kondisi ekonomi ini dibagi dalam kategori tinggi (total skor lebih dari 6) dan kategori rendah (total skor kurang dari 6) Kondisi ekonomi dapat diukur dengan pendapatan anggota dan kepemilikan barang-barang berharga seperti TV, sepeda, dan rumah permanen. 12. Kondisi sosial anggota adalah skor yang diperoleh pada indeks sosial anggota. Kondisi sosial ini dibagi dalam kategori tinggi (total skor lebih dari 9) dan kategori rendah (total skor kurang dari 9). Kondisi sosial anggota dapat diukur dengan frekwensi anggota mendatangi undangan hajatan, tingkat keaktifan anggota dalam kegiatan kerja bakti, pengajian dan siskamling. 13. Tingkat Kepercayaan adalah skor yang diperoleh dari indeks kepercayaan. Tingkat kepercayaan ini dibagi dalam kategori tinggi (total skor lebih dari 7), kategori sedang (total skor 5 sampai dengan 7), kategori rendah (total skor kurang dari 5). Tingkat kepercayaan dapat diukur dengan kemudahan mendapat pinjaman, kemudahan mendapat dana IKS, kemudahan mengikuti kegiatan ekonomis produktif. 14. Jejaring adalah banyaknya jalinan hubungan kerjasama dengan pihak lain yang dibangun oleh kelompok. Jejaring dapat diukur dengan ada tidaknya hubungan kelompok dengan Bank, Koperasi, pengusaha, LSM, dan Perguruan Tinggi. Dapat dikelompokkan dalam kategori jejaring luas dan jejaring sempit. Dikatakan luas apabila menjalin kerjasama dengan minimal 3 pihak yang disebut di atas. Dikatakan sempit apabila hanya menjalin paling banyak 2 pihak yang disebut di atas.

48 METODE KAJIAN Proses Kajian Proses dan Metode Kajian Unit analisis kajian ini adalah komunitas petani miskin yang menjadi anggota/pengurus KUBE ternak sapi di Desa Beji. Dalam pengambilan data, menganalisis dan menyusun rencana pengembangan program kajian ini dilaksanakan dalam tiga tahap, meliputi ; 1). Praktek Lapangan I dilaksanakan di Desa Beji, 2). Praktek Lapangan II dilaksanakan di Desa Beji dan, 3). Pelaksanaan kajian. Tahap-tahap kajian dilaksanakan saling melengkapi dan berkesinambungan, artinya data-data yang diperoleh dalam praktek lapangan pertama dan praktek lapangan kedua serta kajian akhir dipadukan untuk penyusunan laporan kajian. Tahap pertama, yaitu Praktek Lapangan I dilaksanakan selama 7 hari, menetap dilokasi yaitu pada tanggal 22 Nopember sampai dengan 28 Nopember 2004 mengenai pemetaan sosial. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai situasi sosial, ekonomi, politik, ekologi, budaya dan demografi masyarakat yang diamati dan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan sosial kemudian mendefinisikan masalah - masalah sosial yang ada di lokasi praktek. Tahap kedua, yaitu Praktek Lapangan II dilaksanakan selama 2 minggu, yaitu mulai tanggal 21 Februari sampai dengan 5 Maret Kegiatan ini bertujuan mengenali dan mengevaluasi program pengembangan masyarakat yang ada dalam komunitas serta mengukur efektivitas program/proyek terhadap perubahan sosial pada masyarakat yang diteliti, seberapa besar pengaruh program/proyek yang dilaksanakan terhadap individu, kelompok sasaran, lembaga, kebijakan dan kualitas kehidupan komunitas. Tahap ketiga adalah Kajian Pengembangan Masyarakat yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September Tahapan Kajian Pengembangan Masyarakat dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

49 Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Kajian Lapangan Tahun 2005 No Jenis Kegiatan Tahun 2004 Tahun Praktek Lapangan I vvvv 2. Praktek Lapangan II vv vvv Nop Feb Mar Juni Juli Agu Sep 3. Penyusunan Rencana Kerja Lapangan dan Persiapan vvv 4. Kerja Lapangan v vvvv vvvv 5. Penulisan Laporan vvvv vvvv vvvv Sumber: Kegiatan Kajian Lapangan Metode Kajian Metode kajian yang digunakan merupakan metode kajian evaluasi sumatif deskriptif, yaitu dengan; 1). deskripsi (penguraian) mendokumentasikan suatu kejadian atau gejala sosial secara lengkap, rinci dan mendalam. Kajian ini akan melihat bagaimana kondisi dan usaha yang dilakukan oleh anggota komunitas petani miskin di desa Beji, bagaimana performa KUBE yang dibangun oleh komunitas tersebut yang dapat meningkatkan usaha ekonomi mereka dan bagaimana kelompok usaha bersama dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya, 2). Evaluasi sumatif, yaitu menentukan efektivitas tindakan dan intervensi manusia (program, kebijakan, proyek, kegiatan dan lain-lain); penilaian tipe-tipe intervensi yang efektif dan kondusif untuk mencapai efektifitas program kebijakan tersebut. Kajian ini akan mengevaluasi dan menilai program pengembangan usaha ekonomi produktif fakir miskin melalui kelompok usaha bersama (KUBE) dalam meningkatkan kesejahteraan sosial komunitas petani di desa Beji kecamatan Patuk kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Evaluasi ini direkomendasikan kepada instansi yang menangani program pemberdayaan terhadap komunitas petani dan kepada semua stakeholders agar dapat diperoleh langkah-langkah efektif untuk pemecahan masalah tersebut.

50 Aras Kajian Aras kajian yang digunakan adalah melalui; 1). kajian objective-mikro, yaitu berupaya memahami sikap, pola-pola perilaku dan upaya-upaya tindakan, serta interaksi sosial yang terjadi dalam komunitas tersebut, yang ada kaitannya dengan masalah yang dipertanyakan dalam kajian dengan menggunakan strategi studi kasus melalui studi aras mikro yang menyoroti satu atau lebih kasus yang terpilih (Sitorus dan Agusta, 2004). Studi kasus ini yang memperlakukan kasus pemberdayaan komunitas petani miskin sebagai instrumen untuk memahami kelompok usaha bersama yang dilakukan petani, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta program-program yang telah diberikan, mengapa program-program tersebut tidak berkesinambungan. 2). Subyektif mikro, yaitu mengkaji persepsi dan keyakinan petani tentang kelompokkelompok usaha yang telah dilaksanakan. Teknik Kajian Jenis Data Data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari subyek kajian dan hasil dari pengamatan lapangan. Sumber data primer adalah responden dan informan, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, arsip dan sumbersumber tertulis lainnya, sumber data sekunder adalah monografi desa Beji, Laporan Tahunan, Data Potensi Desa, Laporan KUBE dan dokumen lain yang relevan dengan kajian. Sumber data primer adalah dari ; 1) responden, yaitu para anggota kelompok usaha bersama dan pengurus kelompok ; 2) informan, yaitu tokoh formal dan informal serta pendamping kelompok usaha bersama dalam hal ini adalah kepala desa dan bagian kesra desa. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode ; a) Wawancara Merupakan suatu teknik pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan kajian melalui kegiatan temu muka yang dilakukan pengkaji

51 dengan responden/informan. Pertanyaan yang diajukan tidak terstruktur tertentu tetapi berpusat pada satu pokok yang ingin dikaji. Menurut Sitorus dan Agusta (2004) wawancara adalah proses temu muka berulang antara pengkaji dan subyek kajian. Melalui teknik ini pengkaji hendak memahami pandangan subyek kajian tentang hidupnya, pengalamannya dan situasi sosialnya. b) Diskusi Kelompok, Merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan diskusi kelompok, dilakukan oleh pengkaji sebagai fasilitator dan anggota serta pengurus kelompok usaha bersama. Menurut Sumardjo dan Saharudin (2004), merupakan suatu forum yang dibentuk untuk membagi informasi dan pengalaman diantara para peserta diskusi dalam satu kelompok untuk membahas masalah yang telah terdefinisikan sebelumnya. c) Observasi langsung, Observasi langsung merupakan metode perolehan informasi yang mengandalkan pengamatan langsung di lapangan, baik yang menyangkut obyek, kejadian, proses, hubungan maupun kondisi masyarakat dan lingkungan alam yang berkaitan dengan proses dialog, penemuan dan pengembangan masyarakat. Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati aktivitas responden dalam melakukan usahanya seperti mengamati responden dalam mengurus sapi, bagaimana dalam menjual dan membeli sapi, serta bagaimana aktivitas responden dalam pertemuan kelompok. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan melakukan kegiatan studi kepustakaan atau dokumentasi yang bersumber dari instansi-instansi terkait serta data pendukung yang ada di desa seperti data monografi desa, data potensi desa, dokumen dari kelompok usaha bersama seperti laporan perkembangan usaha, laporan tahunan dan lain-lain. Cara Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang telah dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder dipilah-pilah dan dikelompokkan sesuai dengan keterkaitan masing-masing melalui tabulasi. Analisis data dilaksanakan melalui tahapan : 1. Analisis masalah. 2. Analisis tindakan strategis. 3. Analisis kesesuaian kepentingan.

52 Analisis masalah dimulai dari identifikasi masalah-masalah yang ada di dalam KUBE, apakah kelemahannya ada di anggota, pengurus, dukungan pihak luar, atau potensi dan sumber sosial ekonomi komunitas. Analisis masalah ini juga dilakukan melalui curah pendapat dengan tokoh masyarakat. Setelah mengetahui kelemahannya dimana, maka dilanjutkan dengan analisis tindakan strategis yang dapat mengatasi semua permasalahan yang ada. Analisis ini berdasarkan hasil-hasil diskusi kelompok. Selanjutnya dilakukan analisis kesesuaian kepentingan antar stakeholders melalui penyesuaian pemecahan masalah melalui musyawarah oleh semua stakeholders. Analisis ini dilaksanakan untuk mencari satu jalan keluar melalui berbagai sudut pandang yang berbeda sebagai jalan keluar dari berbagai kepentingan yang ada. Sesuai dengan instrumen yang ada maka akan diperoleh data kuantitatif dan kualitatif. Untuk menganalisis data kuantitatif, dilakukan dengan tabulasi dan distribusi frekwensi, kemudian diinterpretasikan secara deskriptif oleh peneliti. Sedangkan untuk menganalisis secara kualitatif menurut Miles dan Huberman (1992) yang dikutip Sitorus dan Agusta (2004), analisis data kualitatif meliputi : a) Reduksi data, adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data yang masih kasar. b) Penyajian data, yaitu sekumpulan data dan informasi yang sudah tersusun rapi yang memberi kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. c) Penarikan kesimpulan, yaitu proses menemukan makna data yang bertujuan untuk memahami tafsiran dalam konteksnya dengan masalah secara keseluruhan. Dalam mendukung prosedur analisis tersebut, pengumpulan data menggunakan metode triangulasi melalui kegiatan observasi langsung, wawancara mendalam dan diskusi kelompok. Metode triangulasi atau pengecekan data berulang dari berbagai pihak untuk mengurangi derajat kesalahan data yang diperoleh atau untuk mendapatkan data yang obyektif. Untuk mengetahui tujuan kajian, data yang dibutuhkan, sumber data dan cara pengumpulan data dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

53 Tabel 2 Tujuan Kajian, Data, Sumber Data dan Cara Pengumpulan Data NO Tujuan Data Yang Dibutuhkan Sumber Data Cara Pengumpulan Data 1 Mengetahui performa Jumlah anggota Pengurus KUBE Observasi, arsip, KUBE Jumlah modal klp Pendamping KUBE Wawancara Jumlah IKS Anggota KUBE Perkembangan Kegiatan usaha 2 Mengetahui pengaruh Data performa KUBE Anggota KUBE Diskusi kelompok Performa KUBE terhadap Data kondisi ekonomi anggota Pendamping KUBE Wawancara Kesejahteraan anggota Data kondisi sosial anggota Pengurus KUBE Dokumen 3 Mengetahui faktor-faktor Performa anggota: Yang mempengaruhi Tingkat pendidikan performa KUBE Tingkat partisipasi Dukungan dari pihak: Desa Kecamatan Dinas Sosial Anggota KUBE Pengurus KUBE Pendamping KUBE Diskusi kelompok Wawancara Dokumen Performa Pengurus : Tingkat pendidikan Managemen organisasi Potensi & sumberdaya ekonomi : Input produksi Akses pasar Transportasi Modal Sosial : Tingkat kepercayaan Jejaring 4 Menyusun program Data potensi dan Anggota KUBE Diskusi Kelompok Pemberdayaan Komunitas petani Miskin Sumberdaya ekonomi serta modal sosial Data stakeholders Data kelembagaan lokal Data yang relevan Sumber: Kajian Pengembangan Masyarakat Pendamping KUBE Pengurus KUBE Tokoh formal dan Informal Dinas dan Instansi terkait Wawancara Dokumen

54 Tempat dan Subyek Kajian Tempat Kajian Kajian dilaksanakan di Desa Beji, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penentuan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan : 1. Lokasi kajian telah dijadikan tempat pelaksanaan Praktek Lapangan I dan II oleh Peneliti. 2. Di Desa Beji terdapat berbagai permasalahan sosial yang relatif kompleks yang bersumber kepada kemiskinan, yang mencerminkan dimensi ketidakmampuan masyarakat dan membutuhkan berbagai upaya pemberdayaan. 3. Adanya inisiatif lokal dan bentuk-bentuk kerjasama dalam upaya pengembangan kemasyarakatan dalam pembangunan baik fisik maupun mental spiritual di Desa Beji. 4. Di Desa beji terdapat sumber daya lokal, modal sosial serta jejaring-jejaring sosial yang dapat dikembangkan untuk mengatasi permasalahan sosial yang ada. Subyek Kajian Subyek kajian adalah masyarakat Desa Beji, sedangkan populasinya adalah komunitas petani miskin dengan unit observasi kajian adalah komunitas petani miskin yang menjadi anggota KUBE. Sedangkan untuk menentukan sampel dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Menurut Mardalis (2004) Penggunaan teknik sampel ini mempunyai suatu tujuan atau dilakukan dengan sengaja, cara penggunaan sampel ini di antara populasi sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Penggunaan teknik ini senantiasa didasarkan kepada pengetahuan tentang ciri-ciri tertentu yang telah didapat dari populasi sebelumnya. Dalam kajian ini, dari lima KUBE yang ada di Desa Beji diambil tiga KUBE, yaitu KUBE maju, KUBE berkembang dan KUBE tidak berkembang. Kemudian anggota dan pengurus KUBE terpilih ditetapkan menjadi sampel kajian.

55 Metode Penyusunan Program Penyusunan program dilaksanakan melalui penyusunan rencana kegiatan program yang dilaksanakan bersama-sama dengan komunitas melalui media diskusi kelompok. Pada tahap awal diskusi dilakukan dengan masing-ma sing KUBE, kemudian dilanjutkan pada kelompok yang lebih besar yaitu yang melibatkan ketiga KUBE dan para tokoh masyarakat serta pendamping KUBE dari dinas dan Instansi terkait. Hasil diskusi ini kemudian disesuikan dengan hasil observasi, wawancara dengan berbagai pihak dan data-data sekunder serta hasil analisis data yang telah dilakukan. Selanjutnya program yang telah berhasil disusun disosialisasikan dan ditawarkan kepada berbagai pihak (pelaku kelompok usaha bersama, tokoh masyarakat, pendamping kelompok dan Dinas Sosial) sebagai bahan masukan bagi masing-masing pihak dalam menyusun tindakan pelaksanaan.

56 DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukmito Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial; Seri Pemberdayaan Masyarakat 02. FE UI. Jakarta. Amaluddin, Moh Kemiskinan dan Polarisasi Sosial ; Studi Kasus di Desa Bulugede, Kabupaten Kendal Jawa Tengah. UI Press. Jakarta. Bastaman, Komir Pemberdayaan, Pusdiklat Kesejahteraan Sosial, Jakarta. Basuki, Untung Peran Pendamping Kelompok Dalam Pengembangan KUBE, dalam MEDIA INFORMASI. Kajian Permasalahan Sosial dan UKS No. 07. Baswir, Revrisond, dkk Pembangunan Tanpa Perasaan; Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Elsam. Jakarta. Budijanto, B Orde Baru dan Pembangunan Desa; Sebuah Perspektif Sejarah. Institute for Community and Development Studies. Jakarta. Cahyono, Sunit Agus Tri Usaha-Usaha dan Faktor Penghambat Pemberdayaan Keluarga Miskin Desa Tertinggal Sinar Jaya Kabupaten Pandeglang. dalam Populasi No. 5 Jakarta. Chambers, Robert Participatory Rural Appraisal, Memahami Desa Secara Partisipatif. Yayasan Obor. Yogyakarta. Dahlan, Rukmini Penelitian Tingkat Keberhasilan Program Pembinaan Karang Taruna Melalui Kelompok Usaha Bersama Dalam Pengentasan Kemiskinan, dalam JURNAL Penelitian dan Pengembangan UKS vol.8 Nomor 2 Juni. Daryanto, Totok Menuju Pembangunan Yang Berpusat Pada Manusia, dalam Suparjan Pengembangan Masyarakat. Aditya Media. Yogyakarta. Depsos RI Pengembangan UEP Fakir Miskin Melalui KUBE dan LKM. Dirjend Bansos. Jakarta Depsos RI Program Kesejahteraan Sosial. Jakarta. Friedman, John Empowerment, the Politic of Alternatif Development. Blackwell. Massachussets.

57 Grootaert, Christian Social Capital, Household Welfare and Poverty in Indonesia. Local Level Institutions Working Paper 6 World Bank. Social Development Departmen. Washington DC Gunardi dkk Pengantar Pengembangan Masyarakat. Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Hafsah, M. Jafar Kemitraan Usaha. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Hakim, Budi Rahman Ada Apa Dengan Program Penanggulangan Kemiskinan Kita. dalam Interaksi Edisi XVI. 23 Mei Hikmat, Harry Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press. Bandung. Jamasy, Owin Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan. Belantika. Jakarta. Korten, David. C Community Management. Kumarian Press. Westaharford. Connectitut. Khudori Neoliberalisme Menumpas Petani. Resist Book. Yogyakarta. Listyawati, Andayani Peningkatan Kesejahteraan Keluarga Fakir Miskin Melalui KUBE di Desa Gayamharjo, Sleman. dalam JURNAL Penelitian dan Pengembangan UKS vol.1 Nomor 4 Januari. Mardalis Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara. Jakarta. Mardiniah, Naning Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Desa, dalam Wirutomo, Paulus Paradigma Pembangunan di Era Otonomi Daerah. Cipruy. Bandung. Maskun, Sumitro UDKP sebagai Sarana Pemenuhan Kebutuhan Pokok Rakyat Desa. dalam Suparjan Pengembangan Masyarakat. Aditya Media. Yogyakarta. Media Informasi Penelitian No. 70. TH. Ke 26. Bulan April. 2002,. Nasdian, Fredian Tonny dan Utomo, Bambang Sulistyo Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Payne, Malcolm Modern Social Work Theory, Second Edition. MacMillan Press. London. Prijono, Onny S, & A.M.W, Pranarka Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan dan Implementasi. CSIS. Jakarta.

58 Shardlow, Steven Values, Ethics and Social Work dalam Payne, Malcolm Modern Social Work Theory, Second Edition. MacMillan Press. London. Sitorus, M.T. Felix dan Agusta, Ivanovich Metodologi Kajian Komunitas. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Program Pascasarjana Magister Profesional Pengembangan Masyarakat (MPM). IPB. Bogor. Sosialismanto, Duto Hegemoni Negara Ekonomi Politik Pedesaan Jawa. Lapera. Yogyakarta. Suharto, Edi, dkk Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial, Studi Kasus Rumah Tangga Miskin di Indonesia. STKS Press. Bandung. Sumardjo dan Saharudin Metode-Metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Program Pascasarjana Magister Profesional Pengembangan Masyarakat (MPM). IPB. Bogor. Sumodiningrat, Gunawan Tahun 2009 Penduduk Miskin Tinggal 8 Persen. dalam Interaksi Edisi XVI. 23 Mei Suparjan Pengembangan Masyarakat. Aditya Media. Yogyakarta. Suyanto Profil Perkembangan KUBE Dalam Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pengentasan Fakir Miskin. dalam JURNAL Penelitian dan Pengembangan UKS vol.7. Nomor 03 September. Winarno, Endro, dkk Penelitian Ujicoba Pola Pengentasan Keluarga Miskin Berbasis Masyarakat di Propinsi Lampung. B2P3KS. Yogyakarta. Yustika, Ahmad Erani Negara VS Kaum Miskin. Pustaka Pelajar. Yogyakarta., Monografi Desa Beji Tahun 2004.

59 PEDOMAN DISKUSI KELOMPOK 1. Pembukaan, 2. Pemaparan Diskusi Kelompok oleh Fasilitator yang berisi permasalahan yang akan didiskusikan, antara lain; Performa KUBE Faktor-faktor yang mempengaruhi performa KUBE Pengaruh performa KUBE terhadap Kesejahteraan Sosial anggota Penyusunan program pemberdayaan masyarakat 3. Proses Diskusi 4. Kesimpulan 5. Penutup

60 PEDOMAN WAWANCARA I. Anggota Kelompok A. Identitas Responden 1. Nama 2. Usia 3. Pekerjaan 4. Kedudukan dalam masyarakat B. Pertanyaan bersifat terbuka dan tertutup! 1. Apakah pendidikan formal yang saudara miliki? 2. Apakah saudara mengikuti kegiatan simpan pinjam? 3. Apabila saudara ingin meminjam uang ke KUBE, apakah selalu mendapat pinjaman oleh pengurus? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 4. Apakah saudara pernah menunggak dalam mengangsur pinjaman? a. Sering (1) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (3) 5. Apakah manfaat kegiatan simpan pinjam tersebut bagi saudara? 6. Apakah saudara selalu menghadiri pertemuan rutin? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 7. Apakah saudara selalu membayar IKS tepat pada waktunya? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak (1) 8. Apabila saudara/anggota keluarga mengalami musibah, apakah saudara selalu mendapatkan dana IKS dari kelompok? a. Ya (3)

61 b. Kadang-kadang (2) c. Tidak (1) 9. Apakah saudara selalu ikut mengurus sapi kelompok sesuai jadwal yang telah dibuat? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 10. Apakah saudara selalu mengikuti bimbingan ketrampilan yang diadakan oleh kelompok saudara? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 11. Bagaimana peran ketua kelompok dalam memimpin rapat? a. Baik (3) b. Sedang-sedang saja (2) c. Tidak baik (1) 12. Bagaimana peran ketua kelompok dalam pembinaan anggota kelompok? a. Baik (3) b. Sedang-sedang saja (2) c. Tidak baik (1) 13. Apakah sekretaris selalu memberikan pemberitahuan/undangan kepada anggota sebelum rapat diadakan? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 14. Apakah sekretaris selalu memberikan rangkuman setiap rapat atau pertemuan kepada anggota? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 15. Apakah bendahara selalu memberikan laporan kas/keuangan KUBE setiap pertemuan kepada anggota? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2)

62 c. Tidak pernah (1) 16. Apakah bendahara selalu memberikan laporan simpan pinjam KUBE setiap pertemuan kepada anggota? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 17. Berapa pendapatan rata-rata saudara per-bulan sebelum masuk anggota KUBE? a. Lebih dari Rp ,- b. Kurang dari Rp ,- 18. Berapa pendapatan rata-rata saudara per-bulan sekarang? a. Lebih dari Rp ,- (3) b. Kurang dari Rp ,- (2) 19. Jika terjadi peningkatan pendapatan saudara, apakah karena saudara masuk menjadi anggota KUBE? a. Ya b. Tidak 20. Apakah saudara memiliki TV berwarna? a. Ya (3) b. Tidak (2) 21. Apakah saudara memiliki sepeda? a. Ya (3) b. Tidak (2) 22. Apakah saudara memiliki rumah permanen (dinding beton, lantai semen dan atap genteng)? a. Ya (3) b. Tidak (2) 23. Jika saudara memiliki barang-barang tersebut (TV berwarna, sepeda, rumah permanen) apakah disebabkan saudara masuk anggota KUBE? a. Ya b. Tidak 24. Apakah saudara selalu menghadiri undangan hajatan yang saudara terima? a. Ya (3)

63 b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 25. Apakah saudara selalu mengikuti kegiatan kerjabakti? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 26. Apakah saudara selalu mengikuti kegiatan pengajian? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 27. Apakah saudara selalu mengikuti kegiatan siskamling/ronda? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 28. Apakah manfaat KUBE bagi saudara? 29. Menghabiskan berapa ikat HMT /hari untuk memberi makan sapi kelompok? 30. Apakah tersedia di lokasi sekitar saudara (Desa)? 31. Menghabiskan berapa ember/hari untuk memberi minum sapi kelompok? 32. Apakah tersedia di lokasi sekitar saudara? 33. Menghabiskan suplemen (bekatul) berapa kilo/hari untuk memberi makan tambahan sapi kelompok?

64 PEDOMAN WAWANCARA II. Pengurus Kelompok A. Identitas Responden 1. Nama 2. Usia 3. Pendidikan 4. Pekerjaan 5. Kedudukan dalam masyarakat B. Pertanyaan terbuka! 1. Berapa jumlah anggota KUBE pada saat KUBE didirikan? 2. Berapa jumlah anggota KUBE sekarang ini? 3. Berapa modal KUBE saat didirikan? 4. Berapa modal KUBE sekarang ini? 5. Berapa persen kenaikan modal KUBE mulai didirikan hingga sekarang? 6. Berapa jumlah IKS yang masih ada (nominal)? 7. Berapa jumlah IKS yang telah tersalur? 8. Ada berapa jenis kegiatan usaha kelompok pada waktu berdiri? 9. Kegiatan usaha ekonomi apa yang dilakukan oleh KUBE sekarang ini? 10. Apakah para anggota tepat waktu dalam mengembalikan pinjaman kepada kelompok? 11. Bagaimana penyelesaian masalah jika ada anggota yang bermasalah dalam simpan pinjam? 12. Apakah kelompok saudara telah menjalin kerjasama dengan pihak Bank? 13. Apakah kelompok saudara telah menjalin kerjasama dengan pihak koperasi? 14. Apakah kelompok saudara telah menjalin kerjasama dengan pihak pengusaha? 15. Apakah kelompok saudara telah menjalin kerjasama dengan pihak LSM?

65 16. Apakah kelompok saudara telah menjalin kerjasama dengan pihak Perguruan Tinggi? 17. Hasil produksi KUBE dijual kemana? 18. Bagaimana caranya? 19. Apakah tersedia banyak alat transportasi untuk memasarkan sapi kelompok? 20. Alat transportasi apa yang digunakan untuk memasarkan sapi kelompok? 21. Bagaimana caranya?

66 PEDOMAN WAWANCARA III. Pendamping Kelompok A. Identitas Responden 1. Nama 2. Usia 3. Pendidikan 4. Pekerjaan 5. Kedudukan dalam masyarakat B. Pertanyaan terbuka dan tertutup! 1. Apakah pernah diadakan monitoring dan evaluasi oleh pihak Desa? 2. Apakah pernah diadakan monitoring dan evaluasi oleh pihak Kecamatan? 3. Apakah pernah diadakan monitoring dan evaluasi oleh pihak Dinas Sosial? 4. Apakah pernah diadakan pelatihan dan bimbingan ketrampilan oleh pihak Desa? 5. Apakah pernah diadakan pelatihan dan bimbingan ketrampilan oleh pihak Kecamatan? 6. Apakah pernah diadakan pelatihan dan bimbingan ketrampilan oleh pihak Dinas Sosial? 7. Apakah syarat menjadi pengurus KUBE? 8. Bagaimana peran ketua kelompok dalam memimpin rapat? a. Baik (3) b. Sedang-sedang saja (2) c. Tidak baik (1) 9. Bagaimana peran ketua kelompok dalam pembinaan anggota kelompok? a. Baik (3) b. Sedang-sedang saja (2)

67 c. Tidak baik (1) 5. Apakah sekretaris selalu membuat rangkuman rapat atau pertemuan? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 6. Apakah bendahara selalu memberikan laporan kas/keuangan KUBE setiap pertemuan (monev)? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 6. Apakah bendahara selalu memberikan laporan simpan pinjam KUBE setiap pertemuan (monev)? a. Ya (3) b. Kadang-kadang (2) c. Tidak pernah (1) 7. Apakah pengurus kelompok telah melaksanakan tanggungjawabnya dengan baik? 8. Bagaimana penyediaan hijauan makanan ternak di daerah ini? a. Banyak tersedia (3) b. Cukup (2) c. Kurang (1) 9. Bagaimana penyediaan air untuk mengurusi ternak di daerah ini a. Banyak tersedia (3) b. Cukup (2) c. Kurang (1) 10. Bagaimana penyediaan makanan tambahan/bekatul oleh kelompok? a. Sangat baik (3) b. Cukup (2) c. Kurang (1) 11. Apakah kegiatan usaha ekonomi KUBE berkembang?

68 PETA SOSIAL DESA BEJI Peta sosial Desa Beji menggambarkan kondisi geografis, potensi sosial, ekonomi, kependudukan, struktur komunitas, organisasi dan kelembagaan serta masalah sosial yang dimiliki oleh masyarakat Desa Beji. Peta sosial ini berguna dalam upaya pengembangan masyarakat untuk menggali, mengembangkan dan mengelola berbagai potensi sosial ekonomi sesuai dengan keadaan dan kondisi masyarakat setempat. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Beji berada di wilayah Kecamatan Patuk, salah satu Kecamatan yang terletak di ujung barat Kabupaten Gunungkidul. Desa Beji merupakan salah satu dari sepuluh Desa (Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, Desa Nglanggeran, Desa Ngoro-oro, Desa Salam, Desa Semoyo, Desa Pengkok, Desa Patuk dan Desa Putat) yang berada di Kecamatan Patuk, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Putat Kecamatan Patuk, Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Nglegi kecamatan Playen, Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Salam kecamatan Patuk, Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bunder kecamatan Patuk. Desa Beji dibagi dalam enam Dusun, yaitu Dusun Kerjan, Dusun Gunungan, Dusun Gedali, Dusun Beji, Dusun Krakalan dan Dusun Jelok, dua belas Rukun Warga (RW) dan tiga puluh enam Rukun Tetangga (RT) dengan wilayah seluas 427 Ha. Secara fisik Desa Beji dibelah oleh jalan propinsi yang menghubungkan Kota Yogyakarta dengan Gunungkidul dan Jawa Tengah, juga dilewati alur sungai Oyo (sungai terbesar di Gunungkidul) yang airnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat pada musim kemarau untuk keperluan pengairan sawah dan tegalan. Jarak fisik dengan Ibukota Kecamatan Patuk 9 km dapat ditempuh dengan angkutan umum bus atau minibus AKDP dengan biaya Rp. 1000,00 dengan waktu tempuh berkisar 15 menit, sedangkan jarak fisik dengan Ibukota Kabupaten Gunungkidul (Wonosari) 19 km dapat ditempuh dengan angkutan umum bus atau minibus AKDP dengan biaya Rp. 2000,00 dengan waktu tempuh berkisar 30 menit.

69 42 Untuk akses ke tempat-tempat pelayanan ekonomi dan jasa umum lainnya seperti pasar, bank, kantor pos, telkom, warga setempat harus ke Wonosari atau ke Piyungan, Yogyakarta dengan angkutan umum bus atau minibus. Dilihat dari letak geografisnya, Desa Beji berada di daerah pegunungan selatan yang merupakan daerah antara, yaitu Wonosari (Ibu kota Kabupaten Gunungkidul) dan Yogyakarta (Ibukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Desa Beji terletak pada ketinggian 250 meter di atas permukaan air laut dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 24 Celcius sampai dengan 28 Celcius, sedangkan rata-rata curah hujan sepanjang tahun 2004 adalah sebesar mm. Dilihat dari topografinya Desa Beji merupakan dataran tinggi perbukitan berstruktur tanah merah (therarosa) dengan komposisi penggunaan lahan secara umum dapat dibagi atas tanah sawah tadah hujan seluas ± 28 Ha atau 7 persen, tanah tegalan seluas ± 239 Ha atau 56 persen, tanah kritis/tandus seluas ± 12 Ha atau 3 persen, tanah hutan seluas ± 125 Ha atau 29 persen dan tanah pemukiman (perumahan, perkantoran, fasilitas umu m) seluas ± 23 Ha atau 5 persen. Kondisi Kependudukan Jumlah penduduk Desa beji menurut data monografi Desa Beji tahun 2004 adalah 2949 jiwa dengan perbandingan sebanyak 1315 jiwa laki-laki dan 1634 jiwa perempuan. Selanjutnya secara detail komposisi penduduk Desa Beji berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel berikut :

70 43 Tabel 3 Komposisi Penduduk Desa Beji Menurut Usia dan Jenis Kelamin Pada Bulan Januari 2004 NO GOLONGAN JENIS KELAMIN JUMLAH UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN Jiwa % Jiwa % Jiwa % Th 69 5, , , Th 120 9, , , Th 130 9, , , Th , , , Th 60 4, , , Th 65 4, , , Th 80 6, , , Th 97 7, , , Th 100 7, , , Th 75 5, , , Th 90 6, , , Th 110 8, , , Th 125 9, , , Th 49 3, , ,93 JUMLAH , , ,00 Sumber : monografi dan profil desa Beji Januari 2004 Secara lengkap maka komposisi penduduk menurut usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar piramida penduduk desa Beji berikut ini : Gambar 2 Piramida Penduduk Desa Beji Menurut Usia dan Jenis Kelamin Pada Bulan Januari 2004 Laki-Laki + 64 Th Th Th Th Th Th Th Th Th Th Th Th 5 9 Th 0 4 Th Sumber : monografi dan profil desa Beji Januari 2004 Perempuan

71 44 Dilihat dari Gambar 2 tersebut di atas, angka fertilitas (kelahiran) di Desa Beji secara relatif semakin menurun, hal ini ditunjukkan dengan bentuk piramida penduduk yang menggembung ke atas, dari kelompok umur 0 sampai dengan 4 tahun sampai dengan kelompok umur 15 sampai dengan 19 tahun. Kondisi ini membuktikan bahwa program keluarga berencana di desa Beji berhasil dan juga disebabkan oleh akses penduduk ke sektor pertanian semakin menurun sehingga sebuah keluarga tidak perlu mempunyai banyak anak untuk tenaga kerja di sektor pertanian. Kelompok penduduk usia produktif (15 sampai dengan 64 tahun) terlihat sangat dominan jumlahnya yaitu sebanyak 2037 orang dibandingkan dengan kelompok usia non produktif (0 sampai dengan 14 tahun dan 64 tahun ke atas) yaitu sebanyak 912 orang. Dengan mengetahui jumlah penduduk usia produktif dan non produktif maka rasio beban tanggungan (RBT) dapat diketahui yaitu sebesar 45 persen yang berarti setiap 100 orang usia produktif di Desa Beji menanggung 45 orang usia non produktif. Angka mortalitas yang masih tinggi terutama pada penduduk yang berjenis kelamin laki-laki menunjukkan angka harapan hidup penduduk laki-laki yang masih rendah, ditunjukkan dengan jumlah lanjut usia laki-laki lebih sedikit dibanding jumlah lanjut usia perempuan (49:67). Namun secara umum angka harapan hidup penduduk Desa Beji relatif tinggi, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah lansia. Gerak penduduk Desa Beji terjadi pada gerak non permanen (komute dan sirkulasi) oleh penduduk usia produktif dalam bekerja maupun yang masih sekolah dan hanya sedikit yang bermigrasi terutama karena krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Dilihat dari struktur umur penduduk maka penduduk Desa Beji termasuk ke dalam struktur umur tua (old population) karena umur median terletak di atas umur 30 tahun. Fenomena penting yang perlu diperhatikan adalah besarnya jumlah penduduk usia kerja yang pasti akan mempengaruhi jumlah penyediaan lapangan kerja dan eksesnya menyangkut pengangguran serta kemiskinan yang ada. Jumlah penduduk miskin di Desa Beji berjumlah 1030 jiwa, tersebar di berbagai Dusun yang ada di Desa Beji. Sistem Ekonomi Menurut data yang ada dan informasi yang didapat di lapangan maka matapencaharian pokok penduduk adalah bertani/buruh tani yaitu mencapai

72 sejumlah 1355 jiwa, 100 jiwa wiraswasta, 75 jiwa bekerja di sektor swasta, 65 jiwa bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS), 25 jiwa bekerja sebagai TNI/POLRI, 30 jiwa pensiunan, dan 75 jiwa bekerja sebagai tukang. Selanjutnya komposisi penduduk berdasarkan jenis mata pencahariannya dapat dilihat dalam tabel berikut ini ; Tabel 4 Komposisi Penduduk Desa Beji Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian 45 NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH Jiwa Persen 1 Pegawai Negeri Sipil 65 3,7 2 ABRI / POLRI 25 1,4 3 Swasta 75 4,2 4 Wiraswasta 100 5,8 5 Pensiunan 30 1,7 6 Tani/Buruh tani Tukang 75 4,2 JUMLAH Sumber : data monografi Desa Beji Tahun 2004 Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Beji bermata pencaharian sebagai petani/buruh tani, yaitu mencapai 79 persen dari total angkatan kerja, yang kedua adalah wiraswasta berupa industri rumah tangga; pembuatan emping mlinjo, pembuatan tempe kedelai, ternak ayam ras dan anyaman bambu yang mencapai 6 persen dari total angkatan kerja. Di urutan ketiga adalah penduduk yang bekerja di sektor swasta yaitu mereka yang bekerja di PT atau perusahaan lokal yang ada di Gunungkidul dan Yogyakarta, dan tukang yang meliputi tukang kayu, tukang batu dan tukang las dengan jumlah 4 persen dari total angkatan kerja yang bekerja. Sedangkan PNS menduduki urutan jumlah yang kelima yaitu mencapai 3,7 persen dari total angkatan kerja yang bekerja. Dan yang terakhir adalah penduduk yang bekerja sebagai TNI/POLRI dan pensiunan yang mencapai 1 persen dan 2 persen dari total angkatan kerja yang bekerja. Untuk mengetahui komposisi penduduk menurut mata pencaharian maka, ditampilkan gambar berikut ini :

73 Gambar 3 Distribusi Penduduk Desa Beji Menurut Matapencaharian 46 4% 4% 1% 4% 6% 2% 79% PNS ABRI SWASTA WIRASWASTA PENSIUNAN TANI TUKANG Sumber : Monografi Desa Beji Tahun 2004 Berdasarkan gambar di atas, sebanyak 79 persen penduduk mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan hanya 21 persen penduduk yang bekerja disektor non pertanian. Sektor non pertanian meliputi pertukangan, wiraswasta, swasta, Pegawai Negeri Sipil, ABRI dan pensiunan. Di Desa Beji input hasil pertanian seperti penyediaan bibit, pupuk, obatobatan (pestisida) dan output hasil pertanian masih memanfaatkan sistem tata niaga lokal, bakul (pedagang) lokal menyediakan sarana produksi pertanian untuk petani dan petani menjual hasil produksi pertaniannya kepada pedagang lokal yang lazim dilakukan adalah dengan sistem tebasan, yaitu pedagang datang ke tempat petani untuk membeli barang produksi pertanian sebelum dipetik, setelah ada kesepakatan harga maka pedagang itu sendiri yang memetik/memanen hasil pertanian tersebut. Kecuali aktivitas pertanian ada beberapa aktivitas ekonomi lainnya baik yang dilakukan dengan mandiri seperti industri rumah tangga ; pembuatan emping mlinjo, pembuatan tempe kedelai dan anyaman bambu yang bahan dasar dan pemasaran produksinya memanfaatkan sumber-sumber niaga lokal, namun belum memanfaatkan kelompok dan koperasi sedangkan untuk ternak ayam ras (broiller) sudah memanfaatkan stakeholder perusahaan inti dan tata niaga diluar komunitas. Keterkaitan mata pencaharian masyarakat Desa Beji dengan sumber daya lokal masih sangat erat. Sektor pertanian yang mendominasi mata pencaharian pokok masyarakat masih tergantung pada sumber daya agraria yang ada, industri rumah tangga lainnya juga sangat terpengaruh oleh penyediaan sumber daya lokal yang ada misalnya buah melinjo, kedelai, dan tanaman bambu untuk bahan pokok perajin bambu.

74 Struktur Komunitas 47 Pelapisan sosial terdapat pada sistem sosial masyarakat Desa Beji. Pelapisan sosial ini terjadi karena adanya sesuatu yang dihargai, dihormati, dianggap penting oleh komunitas, bukan didasarkan pada kepemilikan harta benda atau rumah gedong yang megah. Dengan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pelapisan sosial seperti itu maka pelapisan sosial masyarakat Desa Beji relatif terbuka dalam arti bahwa adanya peluang seseorang untuk masuk pada lapisan sosial diatasnya. Pelapisan sosial masyarakat Desa Beji dapat dilihat dalam gambar dibawah ini ; Gambar 4 Stratifikasi Sosial Masyarakat Beji I II III Aparat Desa/Dusun Ulama Guru / pegawai IV Petani Lapisan sosial yang pertama adalah aparat desa sampai dengan aparat dusun. Aparat desa yang dipilih oleh masyarakat diberikan mandat oleh masyarakat untuk mengartikulasikan kepentingan-kepentingan mereka. Aparat desa tersebut dihurmati, dihargai dan dianggap penting oleh masyarakat. Pada lapisan ini suara aparat desa sangat besar pengaruhnya dalam memberikan persetujuan dan pengembangan masyarakat. Lapisan sosial yang kedua adalah tokoh agama atau ulama. Suara kelompok masyarakat ini sangat berpengaruh dalam menentukan hal-hal yang berhubungan dengan ritual-ritual dan tradisi keagamaan. Pengaruh tokoh agama ini besar sekali terutama dalam kegiatan kegiatan ritual seperti slametan (jawa ; tiga harian, tujuh harian, empat puluh harian, seratus harian, mendak, dan seribu harian) anggota keluarga yang meninggal, dan ritual lain serta dalam hal ibadah keagamaan.

75 48 Lapisan masyarakat yang ketiga adalah kelompok guru atau pegawai negeri sipil, pada lapisan ini guru sebagai tauladan dan dianggap berjasa sebagai pencerdas bangsa serta pegawai negeri sipil yang dianggap mempunyai kemampuan untuk mengakses kepentingan-kepentingan masyarakat kedalam birokrasi pemerintahan. Kelompok masyarakat yang ketiga ini sering menjadi juru bicara dan wakil-wakil masyarakat dalam menyelesaikan konflik yang ada, sehingga oleh masyarakat dianggap penting, dihormati, dihargai setelah kelompok masyarakat yang pertama (aparat desa) dan kelompok masyarakat yang kedua (tokoh agama/ulama). Lapisan masyarakat yang keempat atau terakhir adalah masyarakat biasa yang terdiri dari berbagai macam status pekerjaan misalnya tukang ojeg, tukang kayu, tukang jahit, wiraswasta, petani/buruh tani bakul dan lain sebagainya yang tidak masuk kedalam lapisan pertama, kedua maupun ketiga. Kepemimpinan Dalam kelompok-kelompok masyarakat akan muncul seorang atau beberapa orang pemimpin. Kemampuan seseorang yang lebih dibandingkan dengan orang lain akan menyebabkan munculnya orang tersebut sebagai pemimpin. Berdasarkan informasi yang didapat kepemimpinan di desa Beji berdasarkan ; Jabatan kemasyarakatan. Tingkat kepedulian terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Kemampuan diri yang lebih. Pengaruh dalam hal tertentu. Di Desa Beji pemimpin formal adalah Aparat Desa yang mencakup Kepala Desa/Lurah, Carik (Sekretaris Desa), ketua BPD dan Kepala Dukuh. Kepala Desa dianggap pemimpin oleh masyarakat karena secara formal menjabat sebagai Kepala Desa, yang mampu memimpin masyarakat lingkup desa, mempunyai kemampuan diri yang lebih untuk mengurus rumah tangga desa agar lebih maju dalam pembangunan baik fisik maupun mental sosial, demikian pula Carik Desa dan ketua BPD menjadi pemimpin formal karena mempunyai tingkat kepedulian sosial yang tinggi terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat dan mereka juga punya pengaruh yang kuat didalam upaya-

76 49 upaya pembangunan dan pengembangan masyarakat. Sedangkan Kepala Dukuh mempunyai lingkup kepemimpinan formal yang lebih sempit, yaitu lingkup pedukuhan/pedusunan. Biasanya kalau ada anggota masyarakat mengalami musibah atau masalah, orang yang paling peduli adalah Kepala Dukuh, ia mempunyai kemampuan yang lebih dalam membantu kepentingan warga masyarakat. Kecuali pemimpin formal di desa Beji terdapat pula pemimpin informal, yaitu ulama dan guru. Ulama dianggap oleh masyarakat menjadi pemimpin informal karena mempunyai kelebihan-kelebihan dalam bidang keagamaan misalnya dalam hal ibadah (imam) dan mengisi ceramah-ceramah keagamaan terutama pada bulan Ramadhan, menjadi khotib pada sholat Jum at, menjadi rois pada acara amalan (baca kitab suci), dalam hal ritual-ritual seperti bersih desa, genduren (kenduri), slametan dan lain sebagainya peran ulama sangatlah menentukan. Sedangkan guru dianggap pemimpin oleh masyarakat karena kemampuan diri seorang guru yang lebih dibidang edukasi (pendidikan), jabatan seorang guru masih sangat dihormati di Desa Beji, masyarakat sering menyebutnya dengan Mas Guru ( Mas untuk menyebut orang yang dihormati). Dan juga karena figur seorang guru yang dekat dengan masyarakat, sering mewakili kepentingan-kepentingan masyarakat serta kepedulian yang tinggi dalam menyelesaikan berbagai hal kemasyarakatan menempatkan figur seorang sebagai sosok pemimpin dalam masyarakat. Kondisi seperti itu berjalan dengan sendirinya, tidak dilakukan pemilihan secara resmi namun secara alamiah masyarakat menganggap, menempatkan figur seorang guru menjadi pemimpin informal. Respon masyarakat terhadap kepemimpinan di Desa Beji sangatlah variatif dalam arti bahwa masing-masing orang atau kelompok berbeda-beda dalam menanggapi aspek kepemimpinan seorang pemimpin formal maupun pemimpin informal, ada sebagian warga yang menganggap bahwa pemimpin formal (Kepala Desa) selama dua periode jabatannya di Desa Beji sangatlah bagus, beliau mampu memimpin masyarakat dalam pembangunan baik fisik maupun sosial. Pembangunan fisik merata disetiap pedukuhan; pengerasan jalan, corblok jalan, lantainisasi rumah warga dan lain sebagainya. Kemampuan pemimpin formal dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat ditingkat Kecamatan atau Kabupaten untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah sangat mempengaruhi kredibilitasnya dimata masyarakat. Kecuali itu kemampuan

77 50 pemimpin untuk meredam dan menyelesaikan konflik vertikal maupun horisontal juga sangat mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap sosok pemimpin formal. Keberhasilan pemimpin formal khususnya Kepala Desa dalam membawa kemajuan di Desa Beji mampu merebut hati masyarakat untuk mempertahankan kepemimpinannya di desa ini, terbukti terpilihnya kembali Kepala Desa yang lama untuk tetap memimpin di Desa Beji pada pemilihan kepala desa pada bulan Mei Demikian juga seorang Carik (Sekretaris Desa) dan ketua BPD (Badan Perwakilan Desa) sebagai mitra Kepala Desa dalam memajukan dan memberdayakan masyarakat dinilai dan dianggap sangat penting, sehingga peran kepemimpinan mereka masih sangat diperlukan. Namun sebagian masyarakat ada juga yang menganggap bahwa kepemimpinan formal Kepala Desa tidak bagus, mereka menyoroti selama dua periode kepemimpinannya ini tidak ada perkembangan yang signifikan. Figur Kepala Desa sebagai pemimpin masyarakat kurang dekat dengan rakyat sehingga lambat laun akan mengikis kepatuhan mereka terhadap Kepala Desa. Seperti dikatakan oleh seorang responden dalam wawancara bahwa aparat desa kurang memperhatikan nasib mereka yang serba kekurangan, Ungkapan seperti itu mencerminkan bahwa peran pemimpin formal dimata masyarakat semakin menurun dan akan mengakibatkan kepatuhan sebagian masyarakat terhadap pemimpin mereka menurun. Implementasi ketidak patuhan warga terhadap figur kepemimpinan formal akan diwujudkan dengan ketidak hadiran warga apabila di undangan oleh pemimpin mereka atau tidak adanya partisipasi warga dalam setiap aspek pembangunan. Berbeda dengan kepemimpinan pemimpin formal, kepemimpinan informal dimata masyarakat masih sangat dipertahankan karena peran pemimpin informal yang selalu dekat dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat misalnya dalam hal ibadah, hanya tokoh informal (ulama) yang menguasainya, hanya ulama yang mampu mengajarkan dan mengamalkan ajaran- ajaran kebaikan dan ritual-ritual yang masih dipegang teguh oleh masyarakat, sehingga masyarakat hormat dan segala ucapan ulama sangat dihormati dan dijunjung tinggi. Demikian pula figur guru dalam kepemimpinan informal, perannya dalam mencerdaskan warga masyarakat dan kepedulian serta pengorbanan yang tanpa pamrih mengangkat pamor seorang guru dalam kepemimpinan informal.

78 Jejaring Sosial Dalam Komunitas. 51 Dari data yang diperoleh di lapangan yang di antaranya merupakan hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa masyarakat di Desa Beji telah memunculkan potensi-potensi yang ada dan juga menjalin jejaring-jejaring horisontal guna memecahkan masalah-masalah yang muncul. Komunikasi merupakan faktor yang penting dalam membuka akses jejaring sosial yang ada. Jalinan jejaring sosial yang diciptakan biasanya bertingkat-tingkat dalam arti bahwa jejaring sosial yang muncul tergantung dari lingkup atau cakupan masalah yang dihadapi oleh komunitas. Apabila suatu masalah itu tingkat RT maka diadakan forum musyawarah tingkat RT yang dihadiri oleh anggota RT setempat, apabila suatu masalah lingkupnya tingkat RW atau pedukuhan maka diadakan forum musyawarah tingkat RW atau pedukuhan yang dihadiri oleh anggota RW setempat atau warga dusun setempat. Namun pada permasalahan tingkat desa biasanya diadakan forum musyawarah desa yang menghadirkan wakil-wakil warga dari pedukuhan yang ada. Sedangkan jejaring vertikal dengan berbagai pihak seperti dengan Pemerintah Kabupaten dan Propinsi, pihak swasta seperti pengusaha baik tingkat lokal maupun nasional, ataupun dengan LSM dan perguruan tinggi belum dapat dikembangkan oleh warga masyarakat oleh karena bergagai keterbatasan warga di bidang pendidikan dan komunikasi. Organisasi Dan Kelembagaan Bentuk -bentuk organisasi formal bentukan pemerintah sudah ada di Desa Beji seperti Badan Perwakilan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) dan Karang Taruna serta Koperasi Lestari yang sudah mengarah ke Organisasi formal. Berbagai organisasi formal ini berperan aktif dalam memberdayakan masyarakat. BPD sebagai wakil masyarakat dalam mengontrol kinerja pemerintah telah menerbitkan 13 keputusan desa selama dua tahun masa kerjanya. LPMD dan karang taruna bekerja sama dengan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) melakukan pendataan penyandang masalah kesejahteraan sosial dan merumuskan program pemberdayaan masyarakat. Kecuali organisasi formal yang sudah terbentuk, ada juga bentuk-bentuk organisasi non formal yang tumbuh dari inisiatif beberapa warga komunitas misalnya yayasan Kartika Bangsa, sebuah organisasi yang memfokuskan diri

79 52 pada bidang pendidikan dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan warga komunitas. Sedangkan kelembagaan sosial atau kelembagaan kemasyarakatan yang merupakan himpunan norma-norma atau segala tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok masyarakat di Desa Beji dapat dilihat dari berbagai bidang, yaitu bidang ekonomi, pendidikan dan keagamaan. Kelembagaan ekonomi Dalam kelembagaan ekonomi ini dapat dilihat dengan adanya koperasikoperasi dusun yang bertujuan untuk simpan pinjam warga dusun dan untuk jalur penerimaan apabila di dusun tersebut mendapatkan suatu proyek bantuan dari pemerintah. Kecuali itu adanya berbagai macam bentuk arisan seperti arisan mlinjo, arisan jambu mete, arisan pitik, arisan kambing, arisan lapanan RT, arisan ibu-ibu RT, arisan ojeg dan arisan sapi merupakan kelembagaan ekonomi masyarakat yang terus ada dan dipertahankan karena masih dibutuhkan oleh masyarakat. Di dalam kelembagaan arisan ini terdapat berbagai norma kemasyarakatan misalnya adanya asuransi sosial bagi anggota arisan apabila anggota atau keluarganya mengalami musibah, sakit, atau meninggal dunia. Arisan ini juga berfungsi untuk sarana berkumpulnya warga yang tentu didalamnya ada interaksi saling mempertukarkan informasi, juga untuk sarana menabung bagi masyarakat sebab warga komunitas tidak bisa melakukan pola manajemen keuangan modern dengan sengaja menabung di Bank. Kelembagaan maro, mertelu, mrapat juga masih ada dalam mata pencaharian pertanian masyarakat Desa Beji walaupun intensitasnya sudah semakin melemah dan digantikan dengan pola sewa. Kelembagaan derep yang terjadi pada musim panen tiba di mana setiap orang yang ikut memetik hasil panen akan mendapatkan bagian sepersepuluh hasil panen juga sudah diganti dengan pola upahan. Kelembagaan tebasan yaitu pola jual beli antara petani dan bakul / pedagang dimana pedagang datang langsung ke sawah atau kebun petani dan membeli di tempat sebelum tanaman dipanen, sekarang ini masih berlaku di dalam kehidupan ekonomi masyarakat Desa Beji. Kelembagaan Keagamaan Ada berbagai macam kelembagaan keagamaan di Desa Beji, antara lain pengajian rutin jemaah masjid Al Muttaqin, majelis TPQ, dan amalan yaitu

80 53 suatu pola tingkah laku keagamaan yang sangat dekat dengan tradisi tradisi masyarakat misalnya ada anggota masyarakat yang meninggal, maka kelompok amalan ini akan datang untuk membantu meringankan beban keluarga yang ditinggal dengan memanjatkan doa-doa dan puji-pujian kepada Tuhan, biasanya dilakukan pada hari ketiga, tujuh, empat puluh, seratus, dan seribu hari setelah kematian seseorang. Pola kelembagaan ini masih sangat efektif dalam kehidupan masyarakat Desa Beji. Kelembagaan Pendidikan Bentuk bentuk kelembagaan pendidikan di Desa Beji dapat dilihat pada pola pola belajar masyarakat baik formal maupun informal. Kelompok belajar paket (Kejar) A yang diikuti oleh warga masyarakat usia non sekolah masih dibutuhkan dan dirasa sangat membantu karena dapat mengurangi angka buta huruf di Desa Beji, bahkan program lanjutan kejar paket A sangat diperlukan karena animo masyarakat relatif tinggi. Sedangkan kelembagaan pendidikan formal yang ada di Desa Beji sangatlah terbatas, hanya ada satu sekolah dasar (SD) negeri, satu madrasah ibtidaiyah (MI) dan satu taman kanak-kanak (TK). Terbatasnya kelembagaan formal yang ada di Desa Beji ini menyebabkan banyaknya penduduk usia sekolah yang menempuh pendidikan dasar, pendidikan menengah, ataupun pendidikan tinggi ke luar desa bahkan keluar daerah bagi yang mampu. Bagi penduduk yang tidak mampu tidak bisa menempuh pendidikan di sekolah yang lebih tinggi dan menyebabkan angka putus sekolah yang tinggi pula. Kelembagaan Sosial Lainnya. Kecuali kelembagaan sosial di atas, masih ada bentuk kelembagaan sosial yang berkembang di Desa Beji dan sangat mempengaruhi sendi-sendi dasar kehidupan masyarakatnya yang mencerminkan pola-pola hubungan kerjasama asli (genuine) masyarakat pedesaan (rural). Kelembagaan itu adalah gugur gunung dan sambatan. Gugur gunung merupakan pola kerja sama masyarakat desa untuk mengerjakan, membangun atau memperbaiki sarana umum misalnya jalan, jembatan, saluran air, pos keamanan lingkungan dan tempat ibadah dengan tidak berdasarkan sistem upah. Masyarakat secara sukarela datang dan berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong, tanpa ada spesialisasi. Gotong royong ini biasanya dilakukan pada hari minggu karena semua lapisan

81 54 masyarakat dapat berpartisipasi, namun ada juga yang dilakukan setiap hari Jum at siang yaitu pembersihan jalan dusun dan jalan RT yang dilakukan oleh Ibu-ibu dan remaja putri. Adanya simbul simbul tertentu untuk menandai berkumpulnya warga untuk bergotong royong yaitu apabila sudah dibunyikan kentongan dari ketua RT untuk gugur gunung lingkup RT atau kentongan kepala dusun untuk gugur gunung lingkup dusun/dukuh. Sedangkan kelembagaan sambatan yaitu wujud partisipasi fisik seorang warga dalam kegiatan membangun atau memperbaiki rumah, menggarap sawah, saat panen warga masyarakat yang lain yang didasari dengan sikap saling membantu tanpa pamrih walaupun masih ada dalam masyarakat namun durasinya semakin melemah. Biasanya seorang akan sambatan ke tetangga mulai awal sampai akhir pekerjaan, namun sekarang kedatangan seseorang sebagai formalitas saja, asal tampak sehari atau dua hari terus tidak datang lagi walaupun pekerjaan masih ada. Kecenderungan yang berkembang sekarang adalah kelembagaan sambatan ini telah digantikan dengan sistem upah. Adanya berbagai macam kelembagaan, organisasi dan kelompok sosial di Desa Beji merupakan suatu fenomena natural yang terdapat di desa yang masih bertipe tradisional (rural) yang masih menjunjung tinggi rasa saling menghurmati, kerja sama dan tepa selira, gotong royong untuk tujuan bersama yaitu memajukan desa dan mensejahterakan masyarakatnya. Kerja sama di dalam kelompok misalnya kelompok tani, kelompok arisan, kelompok bakul, kelompok amalan menunjukkan proses assosiatif masih dijaga dalam masyarakat, walaupun tidak dipungkiri bahwa terjadi juga proses-proses pelunturan nilai-nilai dan norma masyarakat seperti menurunnya semangat sambatan dikalangan masyarakat. Proses assosiatif ini hanya terjadi didalam anggota kelompok, kebanyakan antar kelompok belum terjadi kerja sama yang baik misalnya anggota kelompok tani akan menjual hasil pertaniannya, ia tidak lewat kelompok namun secara individu menjualnya ke seorang bakul lokal. Walaupun terjadi fenomena semacam itu, tidak terlihat adanya proses-proses yang mengarah ke dissosiasi masyarakat. Sumber Daya Lokal Sumber daya lokal di Desa Beji yang dominan adalah tanah dan air. Hubungan masyarakat dengan lingkungannya nampak pada pola pola mata pencaharian penduduk yang mayoritas masih mengandalkan sektor pertanian.

82 Hal ini menunjukkan bahwa sektor agraria masih menjadi andalan masyarakat Desa Beji. Mata pencaharian yang lain misalnya pembuatan emping mlinjo, pembuatan tempe kedelai, pembuatan kripik singkong, pembuatan gaplek, pembuatan anyaman bambu juga masih mengandalkan ketersediaan bahan baku yang dihasilkan oleh lingkungan alam sekitarnya. Pemanfaatan lahan di lingkungan rumah tangga juga masih terlihat dengan ditanami tanaman buahbuahan seperti ; mangga, rambutan, pepaya, pisang, petai, jengkol yang menjadi andalan pemenuhan kebutuhan keluarga. Sumber daya air juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat dimana pada musim kemarau di beberapa tempat di Desa Beji mengalami kekeringan sehingga air sumur tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga, namun sumber air di sungai Oyo dapat digunakan sebagai alternatif untuk menanggulangi kekeringan tersebut. Menurut data yang diperoleh sistem penguasaan sumber daya agraria di Desa Beji adalah sistem hak milik turun temurun yang diwariskan oleh orang tua, namun mayoritas merupakan tanah yang belum bersertifikat dan hanya tercatat dalam persil tanah desa. Pola perimbangan sumber daya agraria ini relatif tidak seimbang, dari 28 Ha tanah sawah yang ada, jumlah petani pemilik lahan sebanyak 574 jiwa, hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Gambar 5 Struktur Penduduk Desa Beji Berdasarkan Kepemilikan Tanah 55 17% 14% 1% 7% 61% < 0,1 ha 0,1-0,5 ha 0,6-1,0 ha 1,1-1,5 ha > 1,5 ha Sumber : Data Monografi Desa Tahun 2004 Dari data tersebut sebanyak 6,5 persen petani memiliki lahan seluas kurang dari 0,1 Ha, sebanyak 61,3 persen memiliki lahan seluas 0,1 s/d 0,5 Ha, sebanyak 16,9 persen memiliki lahan seluas 0,6 s/d 1,0 Ha, sebanyak 14,3 persen memiliki lahan seluas 1,1 s/d 1,5 Ha dan hanya 0,8 persen yang memiliki lahan 1,6 s/d 2,0 Ha. Dengan pola perimbangan seperti itu maka dapat dihitung rata-rata penguasaan lahan pertanian oleh petani adalah 0,23 Ha, artinya rata-

83 56 rata petani di desa Beji mempunyai luas lahan sebesar 0,23 Ha atau 2300 m². Dengan memperhatikan unsur iklim (C) dimana petani hanya dapat menanam padi waktu musim penghujan, tanah (S) yang relatif sempit bagi keluarga petani, input teknologi (T) yang semakin maju, unsur hara tanah (N) yang semakin menurun dan nilai pasar dari produk pertanian (M) yang tidak kompetitif dan diperparah apabila musim panen bersamaan harga komoditas pertanian yang semakin anjlok maka diperkirakan keluarga petani tidak bisa memenuhi standar hidupnya kalau hanya mengandalkan hasil dari sektor pertanian. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan areal tanah tegalan juga mempengaruhi angka tekanan penduduk agraris di desa Beji dimana masyarakat memanfaatkan dengan menanam singkong, itupun hanya sebagian yang bisa ditanami, untuk jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Gambar 6 Tekanan Penduduk Agraris Desa BejiTahun jumlah jiwa luas lahan tingkat tekanan ,23 Pertanian 0,28 Ladang/Tegalan Sumber : Data Monografi Desa Tahun 2004 Kelembagaan yang mempengaruhi pengelolaan sumber daya alam relatif sedikit, hanya dapat dilihat dalam tradisi tradisi seperti rasulan atau bersih desa yang berfungsi untuk ucapan puji syukur kepada Tuhan atas karunia telah menyediakan alam ini sehingga dapat menghasilkan barang-barang yang dapat untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di Desa Beji. Dengan ramahnya alam lingkungan maka diharapkan masyarakat juga akan menjaga alam sekitarnya, tidak merusaknya sehingga tersedia sumber daya alam yang lestari. Tradisi rasulan ini dilakukan pada waktu masyarakat telah melakukan panen padi dan hanya dilaksanakan satu tahun sekali. Ada juga tradisi buang sesaji ke

84 57 sungai Oyo apabila warga masyarakat ada yang mempunyai hajad khitanan atau pernikahan. Tradisi ini dimaksudkan agar Tuhan/Gusti memberikan kecukupan air di sungai Oyo, dan masyarakat sekitar dapat memanfaatkan air sungai pada musim kemarau. Wujud konkrit dalam menjaga alam lingkungan adalah himbauan tokoh masyarakat agar masyarakat tidak mengambil batu sungai dan pasir secara sembarangan serta larangan untuk menebang kayu hutan. Masalah Sosial Permasalah sosial adalah suatu kondisi ketimpangan antara harapanharapan sosial dengan fakta-fakta sosial yang ada. Permasalah sosial pasti ada dalam setiap komunitas, hanya karakteristik, intensitas, frekwensi dan durasinya berbeda-beda. Masyarakat Desa Beji dengan berbagai karakteristiknya merupakan salah satu Desa yang berada dalam suatu lingkungan alam dengan karakteristik geografis yang merupakan perbukitan tandus (sebagian) dimana carrying capacity (daya dukung) alam terhadap penduduknya rendah. Kondisi ini menyebabkan berbagai macam permasalahan sosial yang muncul. Upaya-upaya dari pemerintah untuk memberdayakan masyarakat lewat berbagai program ternyata belum berhasil secara optimal. Pola program pembangunan yang telah dilaksanakan bersifat top down dan menafikan sumber daya lokal kecuali menciptakan ketergantungan masyarakat akan program-program pembangunan dari pemerintah, masyarakat lupa akan potensi-potensi sumber daya lokal baik sumber daya manusia termasuk kelembagaan, jejaring sosial dan modal sosial maupun sumber daya alamnya. Sejak jaman orde baru hingga digulirkannya otonomi daerah potensi sumber daya lokal itu tidak digunakan sehingga menciptakan ketergantungan masyarakat. Secara umum permasalahan sosial yang ada di Desa Beji dapat dikemukakan sebagai berikut, Pengangguran, atau angkatan kerja yang belum bekerja Besaran pengangguran ini mencapai 466 jiwa atau sejumlah 37 persen dari total angkatan kerja, dan mempunyai kecenderungan meningkat karena krisis moneter. Masalah sosial yang kedua ini menyangkut rendahnya tingkat pendidikan masyarakat yang hanya rata-rata lulus sekolah dasar atau menengah dan tidak mempunyai ketrampilan sementara sumber daya agraria tidak mendukung ataupun keengganan angkatan kerja muda masuk ke sektor pertanian.

85 58 Anak terlantar dan lansia terlantar Anak terlantar dan lanjut usia terlantar yang merupakan ekses dari kemiskinan yang muncul, namun frekwensinya relatif stabil. Bentuk-bentuk diskriminasi atau pembedaan perlakuan baik yang terbuka maupun tertutup tidak nampak di dalam masyarakat Desa Beji. Walaupun terdapat stratifikasi sosial yang membagi masyarakat kedalam empat kelompok, namun hal itu tidak mempengaruhi munculnya diskriminasi masyarakat, apalagi setelah digulirkannya reformasi di segala bidang yang berdampak pada tuntutan persamaan hak dan kewajiban sebagai warga Desa Beji. Sumber daya yang berhasil diidentifikasi untuk mengatasi masalahmasalah sosial di atas adalah ; Lahan pertanian yang belum dimanfaatkan seperti tegalan dan hutan, apabila masyarakat lebih memanfaatkan lahan tegalan dan hutan yang begitu luas, lalu mengolahnya maka akan memperluas areal pertanian dan tentunya akan mempengaruhi hasil panen, kelembagaan dan organisasi baik formal maupun informal yang ada di Desa Beji, kelompokkelompok usaha, kepemimpinan, dan jejaring sosial. Apabila pengelolaan sumber daya masyarakat ini dilakukan oleh semua pihak yang terkait (stakeholders), yaitu pemerintah, pihak swasta dan masyarakat sebagai subyek, maka tentunya masalah-masalah sosial di atas dapat diatasi. Kemiskinan kemiskinan ini berdimensi luas, menyangkut keluarga fakir miskin yang berjumlah 206 kepala keluarga atau meliputi hampir sepertiga dari seluruh jumlah keluarga yang ada di desa Beji. Kondisi ini diperparah dengan krisis ekonomi yang melanda negara Indonesia yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja di sektor industri. Ekses dari pemutusan hubungan kerja ini ternyata berdampak pula pada banyaknya penduduk yang bermigrasi ke kota-kota besar pulang kampung dan menambah permasalahan sosial di desa. Kemiskinan di sini juga berdimensi pada permasalahan wanita rawan sosial ekonomi yang merupakan janda atau wanita yang tidak mempunyai penghasilan tetap dan kebanyakan berprofesi sebagai buruh tani atau buruh serabutan. Dimensi ketiga kemiskinan adalah keluarga berumah tidak layak huni. Rumah tidak layak huni dapat digambarkan secara fisik relatif tidak permanen, dinding anyaman bambu, lantai tanah, dan sanitasi lingkungan rumah yang rendah. Masalah kemiskinan ini merupakan masalah sosial utama yang ada di Desa Beji.

86 PROFIL KUBE TERNAK SAPI DI DESA BEJI Sejarah Berdirinya Kelompok Usaha Bersama Ternak Sapi Kelompok Usaha Bersama Ternak Sapi yang ada di Desa Beji ini berdiri pada tanggal 15 Juli Pemerintah melalui Seksi Bantuan Sosial Fakir Miskin Bidang Kesejahteraan Sosial Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial (Dinkeskessos) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berkenan memperhatikan keluarga miskin yang ada di Desa Beji dengan memberikan bantuan bibit sapi jantan berjumlah 10 ekor. Bantuan ini diberikan kepada 50 kepala keluarga miskin untuk dikembangkan melalui kelompok usaha bersama. Bantuan ternak sapi ini dapat dirasakan oleh 25 persen dari total keluarga miskin yang ada di Desa Beji (menurut data monografi Desa Beji jumlah keluarga miskin Desa Beji per-januari 2004 sebanyak 206 Kepala Keluarga). Untuk pemerataan bantuan tersebut disebar di lima Dusun, yaitu : 1. Dusun Kerjan dengan kelompok Usaha Bersama Karya Manunggal, 2. Dusun Gunungan dengan kelompok Usaha Bersama Uma, 3. Dusun Gedali dengan kelompok Usaha Bersama Manunggal, 4. Dusun Beji dengan kelompok Usaha Bersama Mekar Tani, dan 5. Dusun Krakalan dengan kelompok Usaha Bersama Ngudi Lestari. Pada tanggal 7 Juni 2002 Petugas dari Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Propinsi DIY bersama Petugas dari Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Gunungkidul dan Petugas Sosial Kecamatan Patuk melakukan pendataan calon Warga Binaan Sosial fakir miskin yang ada di Desa Beji. Lurah Desa Beji bersama Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat memanggil Dukuh Kerjan, Dukuh Beji, Dukuh Gunungan, Dukuh Krakalan dan Dukuh Gedali untuk musyawarah menentukan warga yang akan mendapatkan bantuan bibit sapi dari Pemerintah. Setelah ditentukan daftar warga penerima bantuan tersebut, para Dukuh melakukan sosialisasi kepada warganya masing-masing. Khusus untuk Pedukuhan Kerjan calon warga binaan diambil dari dua RW yaitu lima orang dari RW. 01 dan lima orang dari RW.02 dengan alasan agar bantuan dapat dirasakan merata oleh warga, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Suparno (Dukuh Kerjan);

87 ... kangge Pedukuhan Kerjan, warga ingkang badhe angsal bantuan kulo tunjuk saking kalih RW lan kulo bagi rata wonten ing enem RT, amargi kangge ngawekani protes warga. Sejatosipun meniko melenceng saking aturan Dinas Sosial, namung kangge keamanan lan pemerataan kulo bagi kados mekaten (... untuk Pedukuhan Kerjan, warga calon penerima bantuan saya tunjuk dari dua RW dan merata di enam RT, karena untuk mengantisipasi protes warga. Hal ini sebenarnya melenceng dari aturan Dinas Sosial, namun demi keamanan dan pemerataan saya bagi seperti itu... ). Demikian juga untuk Pedukuhan Gunungan, agar bantuan bisa merata dirasakan oleh warga maka dibagi dalam dua RW yang ada. Sedangkan untuk Pedukuhan Gedali calon warga binaan diambil dari satu RW saja dengan alasan agar mudah dalam diungkapkan oleh Bapak Dukuh Gedali ; koordinasi mengurus sapi kelompok, seperti yang... kados ingkang dipun atur deneng Dinas Sosial, supados sekeco anggenipun ngurus sapi kelompok, milo dipun usahakaken wargo ingkang badhe nampi bantuan omahipun caket-caket, alasan sanesipun inggih meniko supados gampil wonten ing koordinasi lan pengawasan anggota kelompok... (... sesuai instruksi dari Dinas Sosial, agar mudah dalam mengurus sapi kelompok maka diusahakan warga calon penerima bantuan berdomisili saling berdekatan. Kecuali alasan tersebut, juga agar mudah dalam koordinasi dan pengawasan kepada anggota kelompok... ). Pada tanggal 15 Juli 2002 calon warga binaan penerima bantuan dipanggil ke Balai Desa Beji untuk menerima pengarahan dan pelatihan kelompok Usaha Bersama ternak sapi sekaligus peresmian pembentukan kelompok usaha bersama oleh Kepala Dinas Sosial Propinsi DIY. Setiap kelompok beranggotakan 10 kepala keluarga yang terdiri dari tiga orang pengurus Kelompok dan tujuh orang anggota. Masing-masing kelompok mendapatkan dua ekor bibit sapi jantan. Pembentukan Kelompok Usaha Bersama ternak sapi ini mempunyai asas dan tujuan sebagai berikut ; 1. Melestarikan bantuan yang berupa hewan ternak sapi, 2. Mengembangkan bantuan yang berujud sapi secara berkala, dan 3. Mengembangkan Kelompok Usaha Bersama.

88 61 Setiap kelompok mempunyai kandang sendiri-sendiri, ada yang membangun kandang baru, seperti yang dilakukan oleh Kelompok Manunggal Dusun Gedali, ada pula yang menggunakan kandang lama milik anggota kelompok dengan perhitungan bahwa kelompok meminjam selama kandang tersebut belum digunakan oleh pemiliknya. Pada tanggal 22 Oktober 2002 warga calon penerima bantuan ternak sapi dipanggil ke Balai Desa Beji untuk pemantapan pelatihan kelompok usaha bersama selama dua hari dan diakhiri dengan penerimaan bantuan stimulan berupa dua ekor bibit sapi jantan untuk masing-masing kelompok. Performa Kelompok Usaha Bersama Ternak Sapi Kelompok merupakan wahana tempat berinteraksi anggota kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Melalui kelompok, setiap keluarga miskin dapat saling berbagi pengalaman, saling berkomunikasi, saling kenal mengenal dan dapat menyelesaikan berbagai masalah dan kebutuhan yang dirasakan oleh anggota kelompok. Menurut Hafsah (2002) bahwa pendekatan kelompok diarahkan pada keberlanjutan dan peningkatan daya saing dengan peningkatan kemampuan permodalan, sumberdaya manusia, teknologi, manajemen dan akses pasar. Terdapat lima Kelompok Usaha Bersama ternak sapi yang ada di Desa Beji, namun hanya diambil tiga kelompok sebagai sampel penelitian dan dianggap dapat mewakili Kelompok Usaha Bersama yang ada di Desa Beji, tiga kelompok tersebut adalah ; 1. Kelompok Karya Manunggal Dusun Kerjan, 2. Kelompok UMA Dususn Gunungan, dan 3. Kelompok Manunggal Dusun Gedali. Tiga kelompok usaha bersama yang dijadikan sampel mempunyai performa masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya, baik mengenai jumlah anggotanya, jumlah modal kelompok, jumlah iuran kesetiakawanan sosial, maupun perkembangan usahanya. Performa Kelompok Usaha Bersama Karya Manunggal Dusun Kerjan Kelompok Usaha Bersama karya Manunggal pada awal berdirinya mempunyai anggota tujuh orang dan tiga orang pengurus yang terdiri dari ketua,

89 62 sekretaris dan bendahara. Pada akhir tahun pertama seorang anggotanya meninggal dunia, sehingga jumlah anggota tinggal enam orang dan pada tahun kedua seorang anggotanya menyatakan keluar dari kelompok, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Supaidi (ketua kelompok);... tanggal 9 Mei 2004, salah setunggaling anggota kelompok ngusulaken sapi kelompok dipun sade kemawon lan nopo ingkang dados kekayaan kelompok dipun bagi rata anggota lan pengurus. Namung pirembagan kelompok mboten nyetujoni usul kolo wau lan akhiripun anggota kelompok ingkang nggadahi usul kolo wau medal saking kelompok.... (...pada tanggal 9 Mei 2004 seorang anggota kelompok kami mengusulkan sapi kelompok dijual dan kekayaan dibagikan kepada anggota secara merata. Namun musyawarah kelompok tidak menyetujui usul dari seorang anggota tadi dan justru akhirnya anggota kelompok tersebut keluar dari kelompok... ). Sekarang ini jumlah anggota kelompok tinggal lima orang dengan perincian seorang anggota me ninggal dunia dan seorang anggota menyatakan diri keluar dari keanggotaan kelompok. Modal kelompok pada awalnya berupa dua ekor bibit sapi jantan dengan taksiran harga setiap ekor Rp ,00. Kedua bibit sapi jantan tersebut dipelihara secara bergantian atau dengan sistem gilir. Setiap tiga hari sekali tiga orang anggota mencari rumput atau hijauan makanan ternak dan memberikan minum (ngombor). Karena perkembangan sapi tidak menggembirakan, pada tanggal 24 Desember 2004 kedua sapi milik kelompok dijual Rp ,00. Kemudian dari hasil penjualan sapi tersebut dibagikan merata laku kepada anggota dan pengurus sebanyak Rp ,00, sisanya Rp ,00 ditabung di Koperasi Kredit Lestari Desa Beji dengan rekening atas nama Bapak Suparno (Dukuh Kerjan). Iuran Kesetiakawanan Sosial (IKS) diperoleh dari anggota dan pengurus pada saat pertemuan rutin yaitu setiap bulan pada tanggal 9. Setiap anggota dan pengurus membayar IKS sebesar Rp. 300,00 per orang setiap pertemuan. Sampai saat ini jumlah IKS yang terkumpul sebesar Rp ,00 dan yang telah diberikan kepada anggota karena musibah kematian sebesar Rp ,00 sehingga sisa IKS yang masih ada sebesar Rp ,00. Kegiatan Kelompok Usaha Bersama Karya Manunggal pada awal berdirinya ada tiga, yaitu ; (1). Mengurus sapi kelompok (ternak sapi), (2). Arisan, dan (3). Simpan pinjam. Kegiatan mengurus sapi kelompok pada saat ini sudah

90 63 tidak dilakukan karena sapi sudah dijual. Kegiatan yang tetap ada yaitu arisan dan simpan pinjam yang dilakukan setiap pertemuan rutin. Besarnya arisan adalah Rp ,00 dengan rincian untuk arisan Rp. 1000,00, untuk IKS Rp. 300,00 dan untuk kas kelompok Rp. 200,00. Kegiatan arisan ini dilakukan oleh kelompok sebagai wahana pengikat hubungan sosial antar anggota maupun pengurus, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Kartiyo (Bendahara kelompok) ;... arisan kelompok kito wontenaken wonten ing kegiatan pertemuan rutin, meniko kangge sarono kagem hubungan kemasyarakatan, lung tinulung saenggo katahipun arisan mboten mbebani poro anggota menopo dene pengurus, sebab racakipun anggota kelompok ugi nderek mawarni-warni kegiatan arisan lan simpan pinjam sanesipun kadosto arisan mete, arisan pitik, arisan kambing, arisan jeruk lan sanesipun,.... (... arisan kelompok kami adakan dalam kegiatan pertemuan rutin ini sebagai sarana hubungan sosial, tolong menolong sehingga besarnya arisan tidak membebani para anggota maupun pengurus, sebab rata-rata anggota kelompok ini mengikuti berbagai kegiatan arisan dan simpan pinjam yang lainnya seperti arisan mete, arisan ayam, arisan kambing, arisan jeruk dan lain-lain,... ). Simpan pinjam bersumber dari tabungan anggota dan kas kelompok. Besarnya pengembalian pinjaman adalah pokok pinjaman ditambah 2 % (dua persen) bunga. Penarikan pengembalian pinjaman disepakati oleh kelompok setiap pertemuan rutin. Apabila anggota yang meminjam belum dapat mengembalikan angsuran pinjaman maka yang bersangkutan boleh hanya mengembalikan bunganya saja. Tidak ada sistem denda dalam kegiatan simpan pinjam ini. Performa Kelompok Usaha Bersama UMA Dusun Gunungan Kelompok Usaha Bersama UMA pada awal berdirinya mempunyai anggota tujuh orang dan tiga orang pengurus yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara. Mulai Juli 2004 sampai sekarang seorang anggota tidak aktif baik dalam kegiatan mengurus sapi kelompok maupun dalam kegiatan arisan karena yang bersangkutan meminjam uang kelompok dan tidak bisa mengembalikannya. Sehingga anggota kelompok tetap tujuh orang namun seorang anggota non aktif.

91 64 Modal kelompok pada awalnya berupa dua ekor bibit sapi jantan dengan taksiran harga setiap ekor Rp ,00. Kedua bibit sapi jantan tersebut dipelihara secara bergantian atau dengan sistem gilir. Setiap lima hari sekali dua orang anggota mencari rumput atau hijauan makanan ternak dan memberikan minum (ngombor). Namun sistem pemeliharaan bergilir ini tidak efektif dirasakan oleh anggota karena kandang sapi dengan tempat tinggal anggota relatif jauh. Berdasarkan kesepakatan kelompok maka sapi kelompok dipelihara oleh seorang anggota (sistem gadoh) dengan perhitungan apabila sapi dijual maka keuntungan dari penjualan sapi tersebut dibagi dua, separo (50 persen) untuk yang memelihara sapi dan separo (50 persen) untuk kelompok. Karena sapi kelompok sakit dan yang satu lagi perkembangannya kurang bagus maka kedua sapi milik kelompok dijual laku Rp ,00. Kemudian dari hasil penjualan sapi tersebut dibelikan sapi betina seharga Rp ,00, dibagikan merata kepada anggota dan pengurus sebanyak Rp ,00 sisanya Rp ,00 disimpan di kas kelompok untuk menunjang kegiatan simpan pinjam. Sampai saat ini modal kelompok yang berujud sapi betina diperkirakan seharga Rp ,00 dan yang berupa uang sebanyak Rp ,00. Peningkatan modal kelompok kurang lebih 35 persen selama kurun waktu tiga tahun. Iuran Kesetiakawanan Sosial (IKS) diperoleh dari anggota dan pengurus pada saat pertemuan rutin yaitu setiap selapan dino (35 hari) pada Minggu Kliwon. Setiap anggota dan pengurus membayar IKS sebesar Rp. 500,00 per orang setiap pertemuan. Sampai saat ini jumlah IKS yang terkumpul sebesar Rp ,00 dan yang telah diberikan kepada anggota karena musibah kematian sebesar Rp ,00, yang masuk rumah sakit Rp ,00 sehingga sisa IKS yang masih ada sebesar Rp ,00. Kegiatan Kelompok Usaha Bersama UMA pada awal berdirinya ada tiga, yaitu ; (1). Mengurus sapi kelompok (ternak sapi), (2). Arisan, dan (3). Simpan pinjam. Kegiatan mengurus sapi kelompok pada saat ini sudah tidak dilakukan karena sapi dipelihara oleh anggota dengan sistem gadoh. Kegiatan yang tetap ada yaitu arisan dan simpan pinjam yang dilakukan setiap pertemuan rutin. Besarnya arisan adalah Rp ,00 dengan rincian untuk arisan Rp. 2000,00, untuk IKS Rp. 500,00 dan untuk kas kelompok Rp. 1000,00. Sedangkan simpan pinjam bersumber dari tabungan anggota dan kas kelompok. Besarnya pengembalian pinjaman adalah pokok pinjaman ditambah 2 % (dua persen) bunga. Penarikan pengembalian pinjaman disepakati oleh kelompok setiap

92 65 pertemuan rutin. Apabila anggota yang meminjam belum dapat mengembalikan angsuran maka yang bersangkutan boleh hanya mengembalikan bunganya saja. Tidak ada sistem denda dalam kegiatan simpan pinjam ini. Kegiatan tambahan kelompok UMA adalah kelompok kerja, yaitu kegiatan bekerja di sektor pertanian baik mencangkul, tanam, menyiangi tanaman maupun panen yang dilakukan oleh anggota dan pengurus KUBE apabila ada masyarakat yang membutuhkan tenaga kerja. Besarnya upah yang harus dibayarkan oleh pemakai jasa kepada kelompok adalah Rp ,00 per orang per hari, namun apabila pemakai jasa tersebut anggota kelompok maka hanya membayar Rp ,00 per orang per hari. Apabila ada anggota kelompok yang tidak dapat ikut kerja dalam kelompok kerja maka anggota tersebut dikenakan denda sebesar Rp ,00 per hari, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Pairin (ketua kelompok);... kito tentoaken denda wonten ing kelompok kerja kanthi pertimbangan supadhos anggota kompak wonten ing nyambut damel lan langkung gampil ngajengaken kelompok, sebab menawi mboten di denda milo kathah anggota kelompok ingkang mboten mlampah kelompok kerja. Dados denda kasebat berlaku kangge sanksi.... (... kami terapkan denda dalam kelompok kerja ini dengan pertimbangan agar anggota kompak dalam bekerja dan dapat lebih mudah memajukan kelompok, sebab apabila tidak didenda maka banyak anggota kelompok yang tidak berangkat untuk kelompok kerja ini. Jadi denda tersebut berlaku sebagai sanksi... ). Performa Kelompok Usaha Bersama Manunggal Dusun Gedali Kelompok Usaha Bersama Manunggal pada awal berdirinya mempunyai personil sepuluh dengan perincian tujuh orang anggota dan tiga orang pengurus yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara. Sampai sekarang personil kelompok tetap sepuluh orang, bahkan warga masyarakat banyak yang tertarik untuk masuk menjadi anggota kelompok, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Paimin;... mungkin mirsani perkembangan kelompok sapi ingkang sae lan kathah kegiatan ekonomi saenggo narik minatipun wargo masyarakat kangge nderek dados anggota kelompok....

93 66 (...mungkin melihat perkembangan kelompok sapi yang bagus dan banyak kegiatan ekonomi sehingga menarik minat warga masyarakat untuk ikut menjadi anggota kelompok... ). Modal kelompok pada awalnya berupa dua ekor bibit sapi jantan dengan taksiran harga setiap ekor Rp ,00. Kedua bibit sapi jantan tersebut dipelihara secara bergantian atau dengan sistem gilir. Setiap tiga hari sekali tiga orang anggota mencari rumput atau hijauan makanan ternak dan memberikan minum (ngombor). Karena perkembangan sapi tidak menggembirakan, pada awal tahun kedua sapi kelompok dijual semua dan laku Rp ,00. Kemudian dari hasil penjualan sapi tersebut dibagikan merata kepada anggota dan pengurus sebanyak Rp ,00 sisanya Rp ,00 dibelikan lagi sapi betina seharga Rp ,00 dan bibit sapi jantan seharga Rp ,00 dengan kekurangan pembayaran ditanggung merata oleh personil kelompok baik anggota maupun pengurus. Sampai saat ini modal kelompok berupa dua ekor sapi dewasa dengan taksiran harga Rp ,00 dan kas kelompok dari kegiatan usaha sebesar Rp ,00. Peningkatan modal kelompok selama kurun waktu tiga tahun sebesar 145 persen. Iuran Kesetiakawanan Sosial (IKS) diperoleh dari anggota dan pengurus pada saat pertemuan rutin yaitu setiap bulan pada tanggal 27. Setiap anggota dan pengurus membayar IKS sebesar Rp. 600,00 per orang setiap pertemuan. Sampai saat ini jumlah IKS yang terkumpul sebesar Rp ,00 dan yang telah diberikan kepada anggota karena musibah sebesar Rp ,00 sehingga sisa IKS yang masih ada sebesar Rp ,00. Kegiatan Kelompok Usaha Bersama Manunggal pada awal berdirinya ada tiga, yaitu ; (1). Mengurus sapi kelompok (ternak sapi), (2). Arisan, dan (3). Simpan pinjam. Kegiatan arisan dan simpan pinjam dilakukan setiap pertemuan rutin. Besarnya arisan adalah Rp ,00 dengan rincian untuk arisan Rp ,00, untuk IKS Rp. 600,00 dan untuk kas kelompok Rp ,00. Sedangkan simpan pinjam bersumber dari tabungan anggota dan kas kelompok. Besarnya pengembalian pinjaman adalah pokok pinjaman ditambah 2 % (dua persen) bunga. Penarikan pengembalian pinjaman disepakati oleh kelompok setiap pertemuan rutin. Apabila anggota yang meminjam belum dapat mengembalikan angsuran maka yang bersangkutan boleh hanya mengembalikan bunganya saja. Tidak ada sistem denda dalam kegiatan simpan pinjam ini.

94 67 Kegiatan tambahan yang dilakukan oleh kelompok adalah tabungan tertentu, misalnya tabungan hari raya yang hanya dapat diambil untuk keperluan hari raya, tabungan sekolah yang hanya dapat diambil pada saat tahun ajaran baru anak-anak sekolah, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Suridi;... kegiatan tabungan meniko dipun wontenaken ing kelompok Manunggal kangge nglatih anggota ngatur keuangan keluarga, sebab wonten ing wayah tertentu kebetahan keuangan anggota ningkat kados wayah lebaran, wayah anak-anak mlebet tahun ajaran enggal kangge tumbas sragam, mbayar sekolah lan sanesipun.... (... kegiatan tabungan ini diadakan di kelompok Manunggal untuk melatih anggota mengatur keuangan rumah tangganya, karena pada saat-saat tertentu kebutuhan keuangan anggota meningkat seperti pada saat menjelang lebaran, pada saat anak-anak masuk tahun ajaran baru untuk membeli seragam baru, membayar sekolah dan lain-lain,... ). Kegiatan tabungan ini berbeda dengan kegiatan simpan pinjam, kalau kegiatan tabungan hanya dapat diambil pada periode yang ditentukan, tetapi kalau kegiatan simpan pinjam dapat diambil sewaktu-waktu tergantung kebutuhan anggota yang menyimpan. Kegiatan tambahan lainnya adalah kelompok kerja khusus dibidang pertanian. Pengguna jasa kelompok dipungut biaya pengganti tenaga kerja Rp ,00 per orang per hari untuk pengguna di luar kelompok, sedang untuk pengguna jasa yang juga anggota kelompok dipungut Rp ,00 per orang per hari. Uang jasa hasil kerja kelompok dimasukkan ke dalam kas kelompok. Apabila ada anggota yang tidak berangkat kerja kelompok maka dikenakan denda Rp ,00 per hari. Kecuali kegiatan di atas, kelompok juga mempunyai kegiatan menanam hijauan makanan ternak di lokasi milik Perhutani yang hasilnya sebagian untuk mengurus sapi kelompok dan sebagian dijual kepada masyarakat yang membutuhkan. Jadi pada saat ini kegiatan kelompok yang masih berjalan adalah ; (1). Mengurus sapi kelompok, (2). Arisan, (3). Simpan pinjam, (4). Tabungan, (5). Menanam dan menjual hijauan makanan ternak (HMT).

95 Pengaruh Performa KUBE Terhadap Kesejahteraan Anggota 68 Secara normatif KUBE dibentuk dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggota KUBE. Kesejahteraan ekonomi meliputi peningkatan kemampuan anggota KUBE dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, peningkatan pendapatan keluarga, meningkatnya kualitas pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan keluarga. Sedangkan kesejahteraan sosial meliputi kemampuan anggota KUBE dalam memenuhi kebutuhan sosial mereka seperti mendatangi undangan hajatan, pengajian, ronda dan kerja bakti. Dalam kajian ini kondisi ekonomi anggota KUBE diukur dengan pendapatan rata-rata perbulan sebelum dan sesudah menjadi anggota KUBE, yaitu lebih dari Rp ,00 dikategorikan tinggi dan kurang dari Rp ,00 dikategorikan rendah. Apabila terjadi peningkatan pendapatan, harus diuji ulang dengan menanyakan kepada responden apakah peningkatan tersebut disebabkan karena mereka menjadi anggota KUBE atau tidak. Kecuali mengukur pendapatan, kondisi ekonomi anggota juga diukur dengan kepemilikan rumah permanen (minimal dinding tembok, lantai semen dan atap genteng), kepemilikan televisi dan sepeda kayuh. Apabila responden memiliki barangbarang ekonomis tersebut, harus diuji dengan menanyakan apakah kepemilikan barang-barang tersebut karena hasil mereka dari KUBE atau bukan. Sedangkan kondisi sosial dalam kajian ini diukur dengan intensitas anggota KUBE dalam menghadiri undangan hajatan, mengikuti kegiatan kerja bakti, mengikuti pengajian dan siskamling/ronda. Hasil kajian menunjukkan bahwa 20 persen anggota KUBE Karya Manunggal memiliki pendapatan rata-rata setiap bulan lebih dari Rp ,00 baik sebelum maupun sesudah menjadi anggota KUBE, Sedangkan 80 persen lainnya berpendapatan di bawah Rp ,00. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan anggota dikategorikan rendah. Tetapi 100 persen anggota KUBE tersebut menyatakan bahwa pendapatan mereka bukan dari hasil menjadi anggota KUBE. Untuk kepemilikan rumah permanen, televisi dan sepeda, 100 persen anggota KUBE tidak memiliki barang-barang tersebut. Performa KUBE Karya Manunggal yang kurang baik ini ternyata tidak mempengaruhi kondisi ekonomi anggota maupun pengurus kelompok, seperti yang diungkapkan oleh bendahara kelompok (Bapak Kartiyo);... bilih anggota menopo dene pengurus kelompok dereng saget ngraosak en indak-indakan penghasilan saking KUBE wonten ing wayah

96 meniko, namung mbok bilih samangkeh KUBE saget ngremboko mugi-mugi ing tembe wingkingipun anggota tuwin pengurus saget ngraosaken tambahan penghasilan saking KUBE meniko, (... anggota dan pengurus kelompok belum dapat merasakan kenaikan penghasilan yang berasal dari KUBE pada jangka pendek ini, namun apabila nanti KUBE dapat berkembang semoga dalam jangka panjang anggota dan pengurus dapat merasakan tambahan penghasilan dari KUBE ini,... ). Hasil kajian tentang kondisi sosial anggota KUBE menunjukkan bahwa 100 persen anggota KUBE selalu menghadiri undangan hajatan, selalu mengikuti kegiatan kerjabakti, selalu mengikuti kegiatan pengajian dan selalu pergi siskamling apabila sampai pada jadwal mereka siskamling. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kehidupan sosial anggota KUBE Karya Manunggal adalah tinggi. Tingkat kepedulian sosial dan keberfungsian sosial mereka terhadap kegiatan sosial kemasyarakatan tinggi dan mengarah pada tercapainya kesejahteraan sosial anggota KUBE tersebut. Manfaat KUBE dapat dirasakan oleh anggota untuk media komunikasi dan saling belajar dalam kehidupan sosial, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Kasijo (anggota kelompok);... wonten mapinten-pinten manfaat dados anggota kelompok usaha meniko, antawisipun KUBE dados sarana kagem pergaulan, kagem saran hubungan sosial. Mungkin dereng kantenan menawi mboten mlebet anggota KUBE saget nindaki pengaosan, gugurgunung, ronda lan sak sanessanesipun.... (... ada beberapa manfaat menjadi anggota kelompok usaha ini, diantaranya adalah KUBE menjadi sarana untuk pergaulan, guna sarana hubungan sosial. Mungkin belum tentu apabila tidak menjadi anggota KUBE dapat mengikuti kegiatan pengajian, kerjabakti, siskamling dan lain-lain,... ). Hasil kajian menunjukkan bahwa 83 persen anggota KUBE UMA memiliki pendapatan rata-rata setiap bulan kurang dari Rp ,00, dan 17 persen anggota KUBE memiliki pendapatan lebih dari Rp ,00 baik sebelum maupun sesudah menjadi anggota KUBE. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan anggota dikategorikan rendah. Baik anggota yang berpendapatan rendah maupun anggota yang berpendapatan tinggi menyatakan bahwa pendapatan mereka bukan dari hasil menjadi anggota KUBE. Untuk kepemilikan rumah permanen, televisi dan sepeda, 100 persen anggota KUBE memiliki

97 70 televisi dan sepeda kayuh, dan hanya 17 persen anggota memiliki rumah permanen, namun bukan disebabkan mereka menjadi anggota KUBE. Kondisi ekonomi anggota KUBE UMA memang tidak dipengaruhi oleh performa KUBE, seperti yang diungkapkan oleh ketua kelompok (Bapak Pairin);... kanthi kahanan kelompok engkang dereng sae meniko, ekonomi anggota dereng saget dipun tingkataken lantaran saking usaha ekonomi produktif kelompok. Kahanan meniko langkung parah amargi wonten setunggaling anggota kelompok engkang mbeto yotro kelompok lan ngantos pinten-pinten tahun dereng dipun wangsulaken marang kelompok. Dampakipun anggota kelompok sanesipun lan pengurus engkang kedah nanggel kerugian kelompok kolo wau, saenggo kelompok dereng saget mbagi keuntungan usaha kagem anggota, dengan kondisi kelompok yang belum bagus, kondisi ekonomi anggota belum dapat ditingkatkan dari keuntungan usaha ekonomi produktif kelompok. Kondisi ini diperparah disebabkan oleh salah satu anggota kelompok yang membawa uang kelompok dan sampai beberapa tahun belum dikembalikan ke kas kelompok. Dampaknya anggota kelompok lainnya dan pengurus kelompok yang harus menanggung kerugian kelompok, sehingga kelompok belum dapat membagi keuntungan usaha untuk anggota,.... Hasil kajian tentang kondisi sosial anggota KUBE menunjukkan bahwa 100 persen anggota KUBE selalu menghadiri undangan hajatan, selalu mengikuti kegiatan kerjabakti, selalu mengikuti kegiatan pengajian dan selalu pergi siskamling apabila sampai pada jadwal mereka siskamling. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kehidupan sosial anggota KUBE UMA adalah tinggi. Tingkat kepedulian sosial dan keberfungsian sosial mereka terhadap kegiatan sosial kemasyarakatan tinggi dan mengarah pada tercapainya kesejahteraan sosial anggota KUBE tersebut. Manfaat KUBE dapat dirasakan oleh anggota untuk me dia komunikasi dan saling belajar dalam kehidupan sosial. Hasil kajian untuk KUBE Manunggal menunjukkan bahwa 25 persen anggota KUBE Manunggal memiliki pendapatan rata-rata setiap bulan lebih dari Rp ,00, sedangkan 75 persen lainnya memiliki pendapatan rata-rata setiap bulan dibawah Rp ,00 baik sebelum maupun sesudah menjadi anggota KUBE. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan anggota dikategorikan rendah. Tetapi 100 persen anggota KUBE tersebut menyatakan bahwa pendapatan mereka bukan dari hasil menjadi anggota KUBE. Walaupun KUBE

98 71 Manunggal mengalami perkembangan yang bagus, namun hal tersebut karena jerih payah dari semua pengurus dan pengorbanan anggota. Seperti yang diungkapkan oleh pendamping KUBE (Bapak Sadari);...bahwa berkembangnya KUBE Manunggal ini berkat kerjasama dan kedisiplinan pengurus, anggota dan pendamping dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Pada saat ini masih sangat diperlukan perjuangan yang lebih keras untuk mengejar pengembangan KUBE yang lebih baik lagi dibanding sekarang ini, sehingga benar-benar nantinya akan terwujud KUBE yang dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya, baik kondisi ekonominya maupun kondisi sosial kemasyarakatannya,.... Pernyataan bahwa pada saat ini KUBE belum mampu meningkatkan kondisi ekonomi anggota juga diperkuat oleh pernyataan ketua KUBE Manunggal (Bapak Paimin);...Sanadyan kelompok ternak lembu meniko majeng, anamung dereng saged ningkataken pendapatan keluargo anggota kelompok,... lha malah ing wekdal kepengker, kelompok badhe tumbas lembu maleh, namung yotro kas kelompok dereng cekap. Enggal-enggal dipun rembag antawisipun pengurus kalian kelompok, engkang hasilipun bilih anggota tuwin pengurus kerso nomboki kekiranganipun yotro kagem tumbas lembu meniko. Kanthi pangajap ing tembe wingking, kelompok saged estu-estu majeng, berkembang lan hasilipun usaha langkung kathah. Ing tundonipun samangkeh saget ningkataken kesejahteraan ekonomi tuwin sosial anggota kelompok,.... (... walaupun kelompok ternak lembu kita ini maju, tetapi belum dapat meningkatkan pendapatan keluarga anggota kelompok,... justru diwaktu yang lalu saat kelompok akan membeli sapi lagi, tetapi uang kas belum cukup, secepatnya diadakan musyawarah antara pengurus dan semua anggota, yang hasilnya anggota dan pengurus mau menutup uang kekurangan pembelian sapi tadi. Dengan harapan kedepan kelompok dapat benar-benar maju, berkembang dan hasil usaha kelompok akan terkumpul lebih banyak, yang pada akhirnya nanti dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial anggota kelompok,... ). Sebagai alat ukur lain dalam mengukur kondisi ekonomi anggota kelompok adalah kepemilikan rumah permanen, televisi dan sepeda. Hasil kajian

99 72 menunjukkan hanya 25 persen anggota KUBE memiliki barang-barang tersebut, namun bukan disebabkan mereka menjadi anggota KUBE. Kepemilikan barangbarang tersebut karena hasil dari usaha lain di luar usaha KUBE, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Pratikin (anggota KUBE);...anggen kulo nggadahi tipi, pit lan saget mbangun griyo kados ngaten meniko mboten amargi hasil saking anggen kulo nderek kelompok lembu meniko, namung anggen kulo glidig, asilipun kulo celengi mboko sekedik, dangu-dangu saget kagem nyekapi kebetahan keluargo,...angen-angen kulo mbokbilih wonten rejaning jaman kelompok meniko saget langkung sae, asilipun langkung kathah, saget kagem tambahan ekonomi keluargo kulo,.... (...saya punya televisi, sepeda dan dapat membangun rumah seperti ini bukan karena hasil dari KUBE ternak sapi, tetapi dari hasil bekerja, hasilnya ditabung sedikit demi sedikit, lama-lama bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarga,...harapan saya kelompok ini bisa lebih bagus, dan hasilnya lebih banyak, dapat untuk meningkatkan perekonomian keluarga saya,...). Hasil kajian tentang kondisi sosial anggota KUBE menunjukkan bahwa 100 persen anggota KUBE selalu menghadiri undangan hajatan, selalu mengikuti kegiatan kerjabakti, selalu mengikuti kegiatan pengajian dan selalu pergi siskamling apabila sampai pada jadwal mereka siskamling. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kehidupan sosial anggota KUBE Manunggal adalah tinggi. Tingkat kepedulian sosial dan keberfungsian sosial mereka terhadap kegiatan sosial kemasyarakatan tinggi dan mengarah pada tercapainya kesejahteraan sosial anggota KUBE tersebut. tersebut Analisis Pengaruh Performa KUBE Terhadap Kesejahteraan Anggota Dapat dianalisis bahwa performa KUBE yang ditunjukkan oleh tiga KUBE masing-masing tidak mempengaruhi kondisi ekonomi anggota kelompok, karena pendapatan dan kepemilikan barang-barang yang bernilai ekonomis yang tersebut di atas bukan disebabkan mereka menjadi anggota KUBE, namun karena hasil dari usaha yang lain, yang berbeda-beda. Anggota KUBE dapat merasakan manfaat menjadi anggota KUBE dalam kegiatan sosial mereka. Responden mengakui bahwa KUBE merupakan salah satu sarana untuk hubungan sosial dan kemasyarakatan, dapat meningkatkan

100 73 keberfungsian sosial mereka. Kecuali manfaat sosial KUBE, kondisi sosial komunitas juga dipengaruhi oleh kelembagaan yang masih berkembang dalam komunitas tersebut, yaitu nilai-nilai dan norma-norma sosial yang masih tertanam dalam kehidupan sosial anggota komunitas. Nilai-nilai dan norma-norma tersebut antara lain budaya saling menghurmati, tolong menolong, silaturahmi di antara warga komunitas. Warga komunitas yang lebih muda menghurmati warga komunitas yang lebih tua dan yang tua mengasihi dan memberi tauladan yang baik bagi yang muda. Ada juga norma yang mengajarkan budaya saling balas dalam kebaikan dan tolong menolong, yaitu terlihat apabila ada famili atau tetangga yang mempunyai hajat maka tetangga atau famili secara otomatis akan membantu baik tenaga maupun materi walaupun tidak ada undangan khusus kepada mereka.

101 Ikhtisar 74 Profil KUBE ternak sapi di Desa Beji ini berisi; (1) Sejarah berdirinya KUBE, (2) Performa KUBE, (3) Pengaruh performa KUBE terhadap kesejahteraan anggotanya, dan (4) Analisis pengaruh performa KUBE terhadap kesejahteraan anggotanya. Sejarah berdirinya Kelompok Usaha Bersama Ternak Sapi yang ada di Desa Beji ini berdiri dimulai dengan pendataan calon warga binaan oleh petugas dari Dinas dan Instansi terkait pada tanggal 7 Juni 2002,selanjutnya pada tanggal 15 Juli 2002 dibentuk KUBE, setiap kelompok beranggotakan 10 kepala keluarga yang terdiri dari 3 orang pengurus Kelompok dan 7 orang anggota. Masing-masing kelompok mendapatkan 2 ekor bibit sapi jantan. Pada tanggal 22 Oktober 2002 warga calon penerima bantuan ternak sapi dipanggil ke Balai Desa Beji untuk pemantapan pelatihan kelompok usaha bersama selama dua hari dan diakhiri dengan penerimaan bantuan stimulan berupa dua ekor bibit sapi jantan untuk masing-masing kelompok. Performa Kelompok Usaha Bersama Ternak Sapi ditunjukkan dengan jumlah anggota kelompok, jumlah modal kelompok, jumlah IKS, dan perkembangan kegiatan usaha. Performa KUBE Karya Manunggal kurang baik dibandingkan dengan performa KUBE UMA dan KUBE Manunggal. Pengaruh Performa KUBE terhadap Kesejahteraan Anggota. Kesejahteraan anggota diukur dengan kondisi ekonomi dan kondisi sosial anggota kelompok. Kondisi ekonomi diukur dengan besarnya pendapatan anggota KUBE per bulan dan kepemilikan rumah permanen, televisi dan sepeda kayuh. Sedangkan kondisi sosial anggota diukur dengan intensitas anggota KUBE dalam menghadiri kegiatan sosial; hajatan, pengajian, siskamling dan kerjabakti. Dampak KUBE ternak sapi terhadap kesejahteraan anggotanya baru dapat dirasakan pada kondisi sosial, yaitu anggota merasa KUBE merupakan sarana pergaulan, sarana hubungan sosial dan saling tukar informasi sehingga mereka dapat mengikuti kegiatan sosial keagamaan. Sedangkan anggota KUBE belum merasakan pengaruh KUBE pada kondisi ekonomi mereka sampai sekarang ini

102 TINJAUAN TENTANG PENGEMBANGAN MASYARAKAT MELALUI KUBE Kegiatan pengembangan masyarakat sudah dilakukan oleh pemerintah melalui program-program pembangunan yang berbasis pada masyarakat (community based human service). Upaya serupa juga dilakukan oleh pihak swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat dan masyarakat sendiri, namun tingkat keberhasilannya belum optimal. Untuk mengetahui keberhasilan, efektivitas dan efisiensi program-program pembangunan masyarakat yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat diperlukan analisis dan evaluasi program tersebut baik oleh praktisi maupun pihak akademisi. Dalam menganalisis dan mengevaluasi program yang telah dan sedang dilaksanakan, dapat digunakan berbagai alat analisis, yaitu Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial, Perilaku manusia dalam lingkungan sosial, Pengelolaan Konflik sosial, pengembangan ekonomi berbasis komunitas, dan kebijakan dan perencanaan sosial. Dari aspek pemahaman perilaku manusia dalam lingkungan sosial, bagaimana program dirancang, bagaimana program dapat menimbulkan dan atau merubah perilaku - perilaku komunitas kearah perilaku kolektif yang selaras dengan kemajuan dan progresifitas serta kelestarian sumber daya lokal. Dari aspek pengembangan ekonomi berbasis komunitas, bagaimana program dilaksanakan dan dikembangkan, bagaimana keterkaitan pengembangan program dengan pengembangan aktivitas ekonomi masyarakat, bagaimana program dapat menggerakkan dan meningkatkan aktivitas ekonomi komunitas, meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber daya dan pasar yang lebih luas. Dari aspek pengembangan kelembagaan, modal sosial dan gerakan sosial, bagaimana program dirancang dan dilaksanakan, apakah memanfaatkan dan mengembangkan modal sosial dan kelembagaan yang ada dalam masyarakat, ataukah program tersebut menimbulkan suatu gerakan sosial yang merupakan manifestasi dari kesadaran kolektif dan mempunyai tujuan yang jelas. Dari aspek kebijakan dan perencanaan sosial, bagaimana program tersebut direncanakan dan dilaksanakan, apakah program tersebut berpihak kepada masyarakat atau hanyalah tindakan kamuflase saja dimana masyarakat hanya

103 76 sebagai obyek dari suatu program. Bagaimana kebijakan program tersebut bagi pengembangan masyarakat, apakah partisipasi yang menjadi tumpuan ataukah pendekatan top down yang mendasarinya. Dari aspek pengelolaan konflik sosial, apakah pelaksanaan program pengembangan masyarakat yang ada mempunyai dampak negatif berupa konflik baik yang manifest maupun laten, bagaimana potensi konflik bisa terjadi dalam upaya pengembangan masyarakat. Proses analisis dan evaluasi program ini dilakuakan dengan penilaian baik secara langsung maupun tidak langsung dampak dari suatu program kegiatan terhadap individu maupun kelompok sasaran program, kelembagaan, kebijakan serta konsekwensinya bagi peningkatan ekonomi, peningkatan akses terhadap sumber dan pasar yang lebih luas dan bertambahnya keberfungsian sosial komunitas yang akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan komunitas. Dalam upaya menilai program pengembangan masyarakat dapat ditempuh melalui proses evaluasi program yang terdiri dari tiga fase ; konseptualisasi dan perancangan, monitoring dan implementasi serta penilaian aktivitas. Masingmasing fase dapat digunakan sebagai strategi evaluasi yang berbeda. Pertama, fase konseptualisasi program yaitu suatu prosedur evaluasi diagnostik boleh jadi sesuai sebagai pertanyaan kajian yang diarahkan pada pemahaman gambaran program antara lain asumsi yang menjadi titik tolak program, logikanya, stakeholders utama, sasaran program atau proyek dan konteks dimana program dilaksanakan. Memahamai isu-isu kritis ini kiranya sangat penting sebelum perencanaan dan pelaksanaan suatu program kegiatan. Kedua, monitoring dan implementasi, memfokuskan pada pelaksanaan suatu program kegiatan setelah program kegiatan tersebut mulai dilaksanakan. Tipe evaluasi ini secara periodik mereview hasil (outcomes) jangka pendek dari suatu program, kualitasnya, menilai derajad pengaruh program kegiatan pada pencapaian hasil. Ketiga, fase penilaian (assessment), dalam fase ini akan menemukan hasil evaluasi mengenai impact. Evaluasi impact ini menilai cakupan program sesuai dengan perubahan dan target sasaran yang diinginkan. Kecenderungannya sasaran program dapat diidentifikasi dan digunakan sebagai dasar untuk mengukur pengaruh suatu program. Tujuan menyeluruh dari evaluasi program akan menentukan seberapa luas suatu program kegiatan dalam mencapai sasaran. Dalam fase penilaian ini, untuk melihat impact suatu program sering dilakukan dengan membandingkan output dan outcomes program, yang menunjukkan

104 77 pada konsekwensi jangka pendek dan jangka menengah dari suatu program kegiatan. Kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan di Desa Beji yang dievaluasi adalah ; Program Pengembangan UEP Fakir Miskin melalui KUBE Ternak Sapi yang merupakan program pengembangan masyarakat bentukan dari Dinas Sosial Propinsi DIY. Program Pengembangan UEP Fakir Miskin melalui KUBE Ternak Sapi Deskripsi Kegiatan Program ini merupakan program yang berasal dari Departemen Sosial, bertujuan untuk meningkatkan motivasi, interaksi dan kerjasama keluarga fakir miskin dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber sosial ekonomi di tingkat lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan sosial ekonomi dengan berbagai fihak yang terkait. Kegiatan usaha sosial ekonomi produktif yang dikembangkan meliputi berbagai bidang, seperti ; pertanian, peternakan, perikanan, industri rumah tangga, jasa dan kegiatan ekonomi lainnya. Dalam hal ini yang ada di komunitas adalah kegiatan peternakan sapi, kegiatannya dilaksanakan dalam bantuan pemberian fasilitas ekonomi atau bantuan modal usaha yang disalurkan kepada fakir miskin dengan pendekatan kelompok usaha bersama. Keberadaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) bagi fakir miskin di tengahtengah masyarakat telah menjadi sarana untuk meningkatkan usaha ekonomi produktif (khususnya dalam peningkatan pendapatan), menyediakan sebagian kebutuhan yang diperlukan bagi keluarga fakir miskin, menciptakan keharmonisan hubungan sosial warga, menyelesaikan masalah sosial yang dirasakan keluarga fakir miskin, pengembangan diri dan sebagai wadah berbagai pengalaman antar anggota. Melalui kelompok, setiap keluarga miskin dapat saling berbagi pengalaman, saling berkomunikasi, saling kenal mengenal, dapat menyelesaikan berbagai masalah dan kebutuhan yang dirasakan. Dengan sistem KUBE, kegiatan usaha yang dilakukan secara sendiri-sendiri kemudian dikembangkan dalam kelompok, sehingga setiap anggota dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan usaha ekonomi produktif, usaha kesejahteraan sosial serta kemampuan berorganisasi. Kegiatan yang berkaitan dengan usaha kesejahteraan sosial dapat berupa; pengelolaan santunan hidup, iuran kesetiakawanan sosial (IKS), arisan,

105 78 pengajian, perkumpulan kematian, usaha simpan pinjam, pelayanan koperasi, usaha tolong menolong atau gotong royong, usaha-usaha untuk mencegah timbulnya permasalahan sosial di lingkungannya dan UKS lainnya. Kegiatan yang berkaitan dengan UEP dapat berupa usaha dagang, jasa, pertanian dan lainnya, sedangkan kegiatan yang yang bersifat penataan organisasi seperti ; pengelolaan keuangan, pencatatan dan pelaporan. Melalui KUBE diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan berfikir para anggota karena mereka dituntut suatu kemampuan manajerial untuk mengelola usaha yang sedang dijalankan, dan berupaya menggali dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di lingkungan untuk keberhasilan kelompoknya. Selain itu dapat menumbuh kembangkan sikap-sikap berorganisasi dan pengendalian emosi yang semakin baik. Dengan KUBE dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan, rasa kepedulian dan kesetiakawanan sosial. Sumber biaya program pengembangan ekonomi produktif fakir miskin melalui KUBE ternak sapi ini adalah APBN yang dibebankan pada dana kemiskinan dekonsentrasi tugas pembantuan. Mekanisme pelaksanaan program ini yaitu Pemerintah Kabupaten/Kota mengusulkan kepada Gubernur melalui Dinas Sosial Provinsi dan tembusannya ke Departemen Sosial, Bappeda Provinsi dengan melampirkan proposal yang isinya antara lain jumlah KUBE, jenis usaha dan besarnya pendanaan. Pemerintah Provinsi (Dinas Sosial) melalui dana dekonsentrasi yang dialokasikan APBN melalui Departemen sosial RI mengolah usulan tersebut dengan menetapkan skala prioritas memberikan persetujuan pelaksanaan program dengan syarat pemerintah Kabupaten/Kota bersedia untuk menyediakan dana pendampingan atau memberikan fasilitas kredit melalui bank setempat sesuai jumlah usulan yang diajukan. Sedangkan Bupati sebagai pembina program bertanggungjawab atas keberhasilan program dan mengawasi kinerja dinas/instansi penanggungjawab program di bawahnya. Pendekatan yang dikembangkan dalam program ini adalah pendekatan kelompok (community base development approach), untuk efektivitas dan efisiensi pengembangan KUBE maka pengelolaan KUBE dilakukan dengan pendekatan kelompok. Pertimbangan penerapan pendekatan bertumpu pada kelompok adalah :

106 79 1. Warga masyarakat lebih dinamis dalam mengembangkan kegiatan. 2. Adanya proses saling asah, asih dan asuh sesama warga/anggota kelompok, sehingga setiap anggota bisa saling berbagi baik dalam ilmu maupun keterampilan. 3. Adanya konsep saling menolong dan konsolidasi kekuatan bersama antara yang kuat dan yang lemah. KUBE dibentuk dilandasi oleh nilai filosofis dari, oleh dan untuk masyarakat, artinya bahwa keberadaan suatu KUBE dimanapun adalah berasal dari dan berada di tengah-tengah masyarakat. Pembentukannya oleh masyarakat setempat dan peruntukannya juga untuk anggota masyarakat setempat. Karena konsep yang demikian, maka pembentukan dan pengembangan KUBE harus bercirikan nilai dan norma budaya setempat, sesuai dengan keberadaan sumber-sumber potensi yang tersedia di lingkungan setempat, juga sesuai dengan kemampuan SDM (anggota KUBE) yang ada. KUBE dimaksudkan untuk mewujudkan keberfungsian sosial para anggota KUBE dan keluarganya, yang meliputi meningkatnya kemampuan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari dan berubahnya sikap dan tingkah laku dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta meningkatnya kemampuan dalam menjalankan peranan-peranan sosialnya dalam masyarakat. Keberadaan usaha-usaha ekonomi produktif dalam kelompok KUBE hanya sebagai sarana saja bukan tujuan. Prinsip-prinsip pengembangan KUBE yaitu ; 1. Penentuan nasib sendiri, yaitu bahwa anggota KUBE sebagai manusia yang mempunyai harkat dan martabat, mempunyai hak untuk menentukan nasib dirinya sendiri. Oleh karena itu supervisor atau pendamping sosial yang terlibat dalam kegiatan KUBE berperan sebagai fasilitator saja. 2. Kekeluargaan, menekankan bahwa dalam pengembangan KUBE perlu dibangun atas semangat kekeluargaan di antara sesama anggota KUBE dan lingkungannya. 3. Kegotongroyongan, berarti menuntut adanya kebersamaan dan semangat kebersamaan di antara sesama anggota KUBE. Dalam prinsip ini tidak menonjolkan perbedaan antara atasan dan bawahan, namun lebih menekankan kesetaraan dan kebersamaan. 4. Potensi anggota, bahwa pengelolaan dan pengembangan KUBE didasarkan pada kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh para anggota KUBE.

107 80 5. Sumber-sumber setempat, menekankan bahwa pengembangan usaha yang dilakukan hendaknya didasarkan pada ketersediaan sumber-sumber yang ada di daerah tersebut. 6. Keberlanjutan, menekankan bahwa pengelolaan KUBE, kegiatankegiatannya, bidang usaha yang dikembangkan diwujudkan dalam program yang berkelanjutan, bukan hanya untuk sementara waktu. 7. Usaha yang berorientasi pasar, bahwa pengembangan KUBE melalui jenis usaha yang dilakukan diarahkan pada jenis usaha yang memiliki prospek yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Golongan partisipan kegiatan ini adalah dunia usaha baik lokal, nasional bahkan internasional, pemerintah dan instansi terkait, Lembaga Sosial Kemasyarakatan (orsos/lsm) dan masyarakat umum, pengelola LKM KUBE dan pengurus serta anggota KUBE. Jumlah KUBE ternak sapi seluruhnya adalah 5 kelompok. Setiap kelompok mempunyai struktur organisasi yang sama, yaitu terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan urusan/seksi bila diperlukan, secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut ; Gambar 7 Struktur Organisasi KUBE KETUA BENDAHARA SEKRETARIS URUSAN Pengembangan Ekonomi Masyarakat Masyarakat miskin bukanlah masyarakat yang tidak memiliki apa-apa, namun pada dasarnya mereka memiliki kemampuan atau potensi yang ada pada diri mereka sebagai modal dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Keluarga miskin secara faktual dapat dilihat bahwa mereka mampu merespon dan mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya. Selaras dengan adagium pekerjaan sosial yakni to help people to help themselves memandang orang atau keluarga miskin bukan sebagai obyek pasif,

108 81 namun sebagai aktor yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang sering digunakan dalam mengatasi berbagai masalah sosial ekonominya. Oleh karena itu, apabila mereka dihimpun dalam kelompok dan difasilitasi upaya-upaya mereka, maka mereka akan mempunyai kemampuan untuk mengatasi persoalan mereka yang paling utama, yaitu yang berkaitan dengan peningkatan kehidupan sosial ekonomi. Melalui KUBE ternak sapi diharapkan dapat digunakan sebagai wahana bagi keluarga miskin untuk bekerjasama, bahu membahu, gotong royong mengidentifikasi kebutuhan mereka, merencanakan tindakan ekonomis produktif sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Pengembangan ekonomi lokal dalam KUBE nampak hasilnya dalam peningkatan kesejahteraan, perbaikan pangan, sandang, kesehatan, dan pendidikan anggota keluarga KUBE. Hal tersebut dapat dicapai karena kegiatan arisan, simpan pinjam, Iuran Kesetiakawanan Sosial (IKS) anggota, kerja kelompok dan keuntungan penjualan ternak kelompok. Kegiatan arisan diadakan secara periodik sebulan sekali (contohnya; KUBE Karya manunggal Dusun Kerjan dilaksanakan setiap tanggal 9 malam hari/malam tanggal 10), atau sepasar (35 hari) sekali (contohnya; KUBE Uma dusun Gunungan dilaksanakan setiap Senin Legi). Dimensi arisan ini sangat erat kaitannya dengan upaya penggalangan dana tabungan anggota, pemupukan modal kelompok dan simpan pinjam bagi anggota kelompok. Iuran Kesetiakawanan Sosial anggota KUBE merupakan wujud asuransi sosial yang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat apabila ada salah satu anggota kelompok atau keluarganya mengalami musibah, sakit atau meninggal dunia. Seperti yang diungkapkan oleh pendamping KUBE ternak sapi Desa Beji (Bapak Sadari);.kegunaan IKS adalah, apabila ada anggota keluarga dari anggota KUBE mengalami musibah, maka dana IKS dapat digunakan sebagai ungkapan rasa kesetiakawanan sosial diantara mereka. Dilihat dampaknya terhadap Usaha Kecil Menengah (UKM), sektor informal, sedikit banyak kegiatan KUBE ternak sapi ini mendukung perkembangan usaha kecil dan menengah dan sektor informal. Terbukanya peluang-peluang usaha sektor informal, simpan pinjam, perdagangan dan jasa yang dilakukan oleh KUBE membuktikan komitmen program kegiatan ini terhadap sektor informal dan UKM.

109 82 Kegiatan ini memanfaatkan potensi ekonomi lokal. Dalam pemetaan sosial potensi ekonomi lokal terdiri dari; adanya produksi pertanian yang melimpah, sistem distribusi yang melibatkan bakul dan pedagang lokal maupun daerah, usaha kecil berupa warung-warung keluarga dan lain sebagainya. Dalam memberikan makan ternak, kelompok memanfaatkan HMT (hijauan makan ternak) yang tersedia melimpah yang disediakan oleh alam sekitar, sedangkan untuk membeli pupuk, bekatul, konsentrat sebagai makanan tambahan bagi ternak sapi, kelompok membeli di warung-warung warga setempat. Dengan demikian perkembangan ekonomi lokal juga dipengaruhi oleh keberadaan program KUBE ternak sapi ini. Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Dengan merujuk pada definisi konsep modal sosial dari Fukuyama, maka dapat dikatakan bahwa pengembangan masyarakat yang dilakukan dengan pengembangan ekonomi produktif fakir miskin melalui KUBE ternak sapi di Desa Beji ini merupakan modal sosial komunitas di sana, sebab KUBE ternak sapi mempunyai karakteristik modal sosial, yaitu; 1. KUBE ternak sapi yang dilakukan oleh masyarakat merupakan wahana yang berisi serangkaian norma, nilai dan jaringan yang dapat menggerakkan masyarakat untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama untuk tujuan kesejahteraan. Keberadaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) bagi fakir miskin di tengah-tengah masyarakat telah menjadi sarana untuk meningkatkan usaha ekonomi produktif (khususnya dalam peningkatan pendapatan), menyediakan sebagian kebutuhan yang diperlukan bagi keluarga fakir miskin, menciptakan keharmonisan hubungan sosial warga, menyelesaikan masalah sosial yang dirasakan keluarga fakir miskin, pengembangan diri dan sebagai wadah berbagai pengalaman antar anggota. Melalui kelompok, setiap keluarga miskin dapat saling berbagi pengalaman, saling berkomunikasi, saling kenal mengenal, dapat menyelesaikan berbagai masalah dan kebutuhan yang dirasakan. Dengan sistem KUBE, kegiatan usaha yang dilakukan secara sendiri-sendiri kemudian dikembangkan dalam kelompok, sehingga setiap anggota dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan usaha ekonomi produktif, usaha kesejahteraan sosial serta kemampuan berorganisasi.

110 83 2. Kegiatan KUBE ternak sapi ini mengedepankan prinsip kekeluargaan, kegotongroyongan, kepercayaan (trust), hubungan timbal balik (reciprocity) dan kejujuran (honesty) yang merupakan dimensi dari modal sosial. Kegiatan yang berkaitan dengan usaha kesejahteraan sosial dapat berupa; pengelolaan santunan hidup, iuran kesetiakawanan sosial (IKS), arisan, pengajian, usaha simpan pinjam, pelayanan koperasi, tolong menolong atau gotong royong, usaha-usaha untuk mencegah timbulnya permasalahan sosial di lingkungannya dan UKS lainnya. Kegiatan yang berkaitan dengan UEP dapat berupa usaha dagang, jasa, pertanian dan lainnya, sedangkan kegiatan yang yang bersifat penataan organisasi seperti ; pengelolaan keuangan, pencatatan dan pelaporan. Program pengembangan usaha ekonomi produktif fakir miskin melalui KUBE ternak sapi ini juga termasuk dalam gerakan sosial, karena di dalamnya terdapat kegiatan kolektif yang terencana, terorganisasi dan mempunyai tujuan yang jelas yaitu meningkatkan taraf kesejahteraan anggota kelompok/komunitas. Pendekatan yang dibangun berangkat dari gejala ketertindasan ekonomi dan akses terhadap sumber daya yang ada, sehingga masyarakat menjadi miskin. Adanya semangat untuk merubah nasib dengan jiwa kelompok mewujudkan kegiatan usaha ekonomi produktif. Dari berbagai pengembangan kegiatan kelompok dapat juga disebutkan adanya gerakan sosial, yaitu gerakan sosial menabung, gerakan asuransi sosial (IKS) dan lain sebagainya. Gerakan sosial yang muncul dari program ini termasuk ke dalam gerakan sosial yang berorientasi nilai, yang mengedepankan perubahan-perubahan dalam nilai-nilai, norma, budaya dan sistem kepercayaan masyarakat. Gerakan kerja bersama (kelompok), gerakan menabung dan gerakan asuransi sosial mempertahankan nilai-nilai dan norma masyarakat seperti; nilai kestiakawanan, nilai gotong royong, saling membantu, hemat/tidak boros dan lain sebagainya. Menurut lingkup perubahan, gerakan sosial dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu; 1) gerakan alternatif; 2) gerakan redemtif; 3) gerakan reformatif; dan 4) gerakan transformatif. Dalam program ini gerakan sosial yang muncul termasuk ke dalam gerakan reformatif, yaitu yang bertujuan untuk suatu perubahan sebagian fungsi/ nilai sosial dalam masyarakat. Dalam mengatasi kemiskinannya, masyarakat melakukannya secara individu, dengan program ini masyarakat dituntut untuk melakukannya secara kelompok. Demikian juga dalam

111 84 gerakan menabung maupun IKS, tanggungjawab kelompok sangat menentukan keberhasilan gerakan ini. Aspek psikologi sosial dalam program ini terlihat dengan munculnya perubahan sikap kelompok dan dimanifestasikan dalam tingkah laku mereka dalam menyikapi permasalahan hidup yang mereka hadapi. Tumbuhnya motivasi untuk kerja bersama (kelompok), untuk menabung, untuk memperhatikan dan menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial di antara mereka merupakan kemajuan yang sangat berarti ditinjau dari aspek psikologi masyarakat. Semakin rekatnya kohesivitas kelompok memberikan dampak keberfungsian sosial anggota kelompok. Tingkah laku individu dan masyarakat dalam hal ini dipengaruhi oleh stimulus, namun individu juga merupakan agen yang bebas dalam menentukan tingkah laku mereka. Di satu sisi masyarakat mendapat stimulus dari pemerintah dalam bentuk bantuan ternak sapi dan diharapkan dilakukan pemeliharaan dan pengembangan melalui kelompok, di sisi lain masyarakat dapat bebas mengaktualisasikan diri dan mengembangkan kegiatan kelompok, memunculkan gerakan sosial sesuai dengan potensi lokal dan SDM masyarakat itu sendiri. Saran untuk memperbaiki program ini ditinjau dari pengembangan modal dan gerakan sosial adalah; penggunaan/pemanfaatan modal sosial dalam program ini belum sepenuhnya difungsikan, sehingga perlu upaya-upaya untuk mengoptimalkan modal sosial yang ada dalam komunitas tersebut. Sedangkan dari aspek gerakan sosial yang muncul maka diperlukan adanya pemimpin yang mampu mengakomodir gerakan sosial tersebut sehingga tujuan gerakan sosial tersebut lebih mudah diwujudkan. Kebijakan dan Perencanaan Sosial Proses perencanaan sosial dalam program pengembangan usaha ekonomi produktif melalui KUBE ternak sapi secara normatif melalui proses dan prosedur yang panjang dan melibatkan berbagai stakeholders. Proses perencanaan sosial dimulai dari assessment, design, implement hingga review. Proses pembentukan KUBE dilaksanakan dalam 5 tahap, yaitu ; 1. Tahap persiapan, dimulai dari orientasi dan observasi, registrasi dan identifikasi, perencanaan program pelaksanaan, penyuluhan sosial, bimbingan pengenalan masalah, bimbingan motivasi, dan evaluasi persiapan

112 85 (dilakukan oleh aparat desa dalam hal ini oleh Lurah dan Kesra sebagai pendamping KUBE, petugas dari dinas sosial, dan pembina fungsional). 2. Tahap pelaksanaan, meliputi seleksi calon keluarga binaan sosial (KBS), pembentukan pra kelompok dan kelompok, pemilihan/penentuan jenis usaha, pelatihan pendampingan, pelatihan ketrampilan anggota KUBE, pemberian bantuan permakanan atau santunan jaminan hidup, bantuan stimulan permodalan, pendampingan dan evaluasi (dilakukan oleh aparat desa dalam hal ini oleh Lurah dan Kesra sebagai pendamping KUBE, petugas dari dinas sosial, dan pembina fungsional dan instansi terkait). 3. Tahap pengembangan usaha, meliputi bimbingan pengembangan usaha, pemberian bantuan pengembangan usaha, pendampingan dan evaluasi (dilakukan oleh aparat desa dalam hal ini oleh Lurah dan Kesra sebagai pendamping KUBE, dan pembina fungsional). 4. Tahap kemitraan usaha, meliputi inventarisasi sumber-sumber yang ada (sumber daya alam, sumber daya ekonomi, sumber daya sosial dan sumber daya manusia), membuat kesepakatan-kesepakatan, pelaksanaan kemitraan usaha, bimbingan kemitraan usaha, perluasan jaringan kemitraan usaha dan evaluasi (dilakukan oleh aparat desa dalam hal ini oleh Lurah dan Kesra sebagai pendamping KUBE, petugas dari dinas sosial, dan pembina fungsional). 5. Tahap monitoring dan evaluasi, meliputi pengendalian dan monitoring proses pelaksanaan yang sedang berjalan serta evaluasi terhadap keberhasilan yang sudah dicapai (dilakukan oleh aparat desa dalam hal ini oleh Lurah dan Kesra sebagai pendamping KUBE, petugas dari Dinas Sosial, dan pembina fungsional). Jika dilihat prosedur yang harus dilewati dalam pembentukan KUBE, maka dapat dilihat bahwa pendekatan yang diterapkan masih bersifat top down, segala sesuatu masih ditentukan dari atas (dalam hal ini pemerintah) masyarakat dimandulkan, hanya sebagai obyek suatu program. Kemungkinan partisipasi masyarakat sangat kecil. Dalam menentukan struktur organisasi KUBE, diberikan otoritas kepada kelompok untuk menentukan bentuk organisasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

113 Analisis Program Pengembangan UEP FM melalui KUBE Ternak Sapi 86 Secara normatif, konseptual, program pengembangan ekonomi produktif fakir miskin melalui KUBE ternak sapi ini dilaksanakan melalui perencanaan dan kebijakan sosial yang partisipatif, memperhatikan aspek kebutuhan dan andil masyarakat dalam program, bersifat memberdayakan masyarakat, mengembangkan modal sosial dan memunculkan gerakan sosial, memanfaatkan sumber daya lokal dan mengembangkan ekonomi lokal. Namun kenyataannya bahwa praktek dan konsep sungguh jauh berbeda, terutama dalam perencanaan dan pembentukan KUBE, perencanaan dilaksanakan ditingkat birokrat, masyarakat tidak dilibatkan sehingga identifikasi permasalahan (problem) dan sumber-sumber (resources) kurang tepat, dalam pembentukan KUBE, mulai dari tahap persiapan hanya dilakukan oleh petugas dan pendamping, masyarakat tidak diikutsertakan, sifatnya hanya penunjukan dari aparat desa, tahap pelaksanaan hanya formalitas, masyarakat tidak memiliki posisi tawar menawar terhadap kebijakan, penyerahan bantuan yang tidak sesuai dengan nilai proyek/program dan terjadi arogansi dari pihak rekanan dan petugas, tahap pengembangan usaha sangat lamban karena kekecewaan masyarakat, tidak adanya bimbingan lanjut dan sapi yang diharapkan berkembang dengan baik tidak sesuai seperti yang diharapkan, sehingga adanya sikap frustasi dari sebagian anggota kelompok. Desain dan performa program sebenarnya sudah baik, hanya saja perlu adanya lembaga audit independen dari berbagai pihak misalnya LSM, atau kalangan akademis, dilaksanakan dan dipraktekkan dimasyarakat sesuai dengan desain perencanaan. Pelibatan dan pemberdayaan masyarakat janganlah hanya pada konsep saja, namun dimanifestasikan dalam praktek. Agar program berkelanjutan (sustainable) maka diperlukan kerja keras, kejujuran, keadilan dan kedisiplinan dari semua stakeholders program ini, yaitu sinergi antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang mempunyai posisi yang sama/sejajar. Monitoring dan evaluasi agar dilakukan secara berkala untuk mengukur kemajuan, efektifitas dan efisiensi program sehingga dapat menentukan kegiatan program selanjutnya.

114 Ikhtisar 87 Tinjauan tentang pengembangan masyarakat di Desa Beji berisi tentang deskripsi pengembangan masyarakat melalui KUBE ternak sapi, hubungan KUBE dengan pengembangan ekonomi masyarakat, pengembangan modal dan gerakan sosial, kebijakan dan perencanaan sosial dan analisis program pengembangan ternak sapi yang sudah dilaksanakan. Program pengembangan UEP fakir miskin melalui KUBE ternak sapi berasal dari Departemen Sosial lewat dana APBN yang dibebankan pada dana dekonsentrasi tugas pembantuan. Pendekatan yang dikembangkan adalah community base development approach, yaitu dengan pendekatan kelompok. Golongan partisipan dalam program ini adalah; pengurus dan anggota KUBE, masyarakat, pemerintah, LSM/orsos, dan dunia usaha (swasta). Hubungan KUBE ternak sapi dengan pengembangan ekonomi lokal adalah keberadaan KUBE ternak sapi mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) dan sektor informal. Kegiatan KUBE; simpan pinjam, perdagangan dan jasa yang dilakukan oleh KUBE merupakan wujud dukungan KUBE terhadap pengembangan sektor informal yang ada di Desa Beji. Kegiatan KUBE dalam mengurus sapi, yaitu dengan memberikan makanan tambahan dan obat-obatan juga diperoleh dari usaha ekonomi warung setempat. Dibentuknya KUBE ternak sapi sesuai dengan modal sosial yang ada dalam masyarakat; kepercayaan, hubungan timbal balik dan kejujuran. KUBE berisi seperangkat norma dan nilai serta jejaring yang mampu menggerakkan masyarakat secara berkelompok untuk tujuan kesejahteraan. Proses perencanaan sosial yang dilakukan dalam KUBE ternak sapi dimulai dari tahap assessment, design, implement dan review. Dalam analisis ternyata secara normatif dan implementatif berbeda. Pihak birokrat masih mendominasi implementasi program, peran masyarakat kurang optimal. Perlu adanya pihak/lembaga audit independen dari LSM atau akademisi. Agar program berkelanjutan diperlukan kerja keras, kejujuran, kedisiplinan dari semua stakeholders program ini.

115 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERFORMA KUBE Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Performa KUBE Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi performa KUBE. Faktorfaktor yang mempengaruhi performa KUBE bervariasi, masing-masing kelompok mempunyai faktor pengaruh yang berbeda-beda. Namun dalam kajian ini performa KUBE dipengaruhi oleh performa anggota, performa pengurus, dukungan dari pihak luar, potensi sumberdaya ekonomi dan modal sosial. Performa Anggota Performa anggota adalah kondisi dinamis yang dimiliki oleh anggota kelompok yang ditunjukkan dengan tinggi rendahnya tingkat pendidikan formal anggota dan tinggi rendahnya tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok. Tingkat pendidikan anggota termasuk dalam kategori tinggi apabila anggota kelompok lulusan SMP, SMA atau Sarjana dan tingkat pendidikan anggota termasuk dalam kategori rendah apabila anggota kelompok hanya lulusan SD, SR atau pernah belajar di SD atau SR tetapi tidak lulus. Sedangkan tingkat partisipasi anggota termasuk dalam kategori tinggi apabila skor dari total indeks lima jawaban yang berkaitan dengan partisipasi mencapai antara 11 hingga 15 poin (lebih dari 10 poin), termasuk dalam kategori sedang apabila skor dari total indeks jawaban hanya mencapai antara 7 hingga 10 poin, dan termasuk dalam kategori rendah apabila skor dari total indeks jawaban hanya 5 hingga 6 poin (kurang dari 7 poin). Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Anggota KUBE Karya Manunggal, Hasil kajian menunjukkan bahwa 100 persen tingkat pendidikan formal anggota KUBE Karya Manunggal adalah lulusan Sekolah Dasar (SD). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh anggota kelompok dikategorikan rendah. Sedangkan tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok menunjukkan bahwa 100 persen anggota memiliki skor dari total indeks partisipasi antara 11 sampai dengan 15 sehingga dikategorikan partisipasi anggota tinggi.

116 89 Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Anggota KUBE UMA, hasil kajian menunjukkan bahwa tiga orang atau 50 persen tingkat pendidikan formal anggota kelompok adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) dan tiga orang atau 50 persen lainnya berpendidikan formal SMP dan SPG Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh anggota kelompok sebagian dikategorikan rendah dan sebagian lainnya dikategorikan tinggi. Sedangkan tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok menunjukkan bahwa 100 persen atau 6 orang anggota kelompok memiliki skor dari total indeks partisipasi antara 11 sampai dengan 15 sehingga dikategorikan partisipasi anggota tinggi. Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Anggota KUBE Manunggal, hasil kajian menunjukkan bahwa tiga orang atau 43 persen tingkat pendidikan formal anggota kelompok dikategorikan rendah yaitu dua orang lulusan SD dan satu orang lulusan Sekolah Rakyat (SR). Sedangkan empat orang atau 57 persen lainnya dikategorikan tinggi karena tiga orang anggota lulusan SLTA dan seorang lulusan SLTP. Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok menunjukkan bahwa 100 persen anggota memiliki skor dari total indeks partisipasi antara 11 sampai dengan 15 sehingga dikategorikan partisipasi anggota tinggi. Analisis tentang Performa Anggota Dari tiga KUBE yang menjadi unit observasi kajian, fakta di lapangan me nunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan anggota KUBE adalah rendah, khususnya anggota KUBE Karya Manunggal yang semuanya berpendidikan Sekolah Dasar. Hanya beberapa anggota KUBE UMA dan KUBE Manunggal memiliki tingkat pendidikan tinggi, yaitu lulusan SMP dan SMA. Tingkat pendidikan anggota sangat berpengaruh pada performa KUBE khususnya berpengaruh langsung pada pengembangan usaha kelompok karena tingkat pendidikan akan mempengaruhi adaptasi anggota terhadap informasi, komunikasi dan kemampuan me mproses teknologi yang datang dari luar kelompok. Hal ini dapat dilihat pada pengembangan usaha yang dilakukan oleh KUBE Manunggal lebih banyak dibandingkan dengan KUBE UMA dan KUBE Karya Manunggal. Tingkat partisipasi anggota KUBE dari tiga KUBE yang menjadi unit observasi menunjukkan tingkat partisipasi anggota tinggi, hal ini berpengaruh langsung pada upaya penambahan modal kelompok dan jumlah IKS yang dimiliki oleh kelompok yang ditarik secara berkala (setiap pertemuan rutin) dari anggota

117 90 kelompok. Sehingga tingkat partisipasi ini akan mempengaruhi jumlah modal kelompok dan jumlah IKS yang merupakan bagian dari performa kelompok yang diukur. Performa Pengurus Performa pengurus adalah kondisi dinamis yang dimiliki pengurus kelompok yang ditunjukkan dengan tinggi rendahnya tingkat pendidikan pengurus dan tinggi rendahnya tingkat manajemen organisasi yang dimiliki oleh pengurus kelompok. Tingkat pendidikan pengurus termasuk dalam kategori tinggi apabila pengurus kelompok lulusan SMP, SMA atau Sarjana dan tingkat pendidikan pengurus termasuk dalam kategori rendah apabila pengurus kelompok hanya lulusan SD, SR atau pernah belajar di SD atau SR tetapi tidak lulus. Sedangkan manajemen organisasi termasuk dalam kategori tinggi apabila skor dari total indeks enam jawaban yang berkaitan dengan manajemen organisasi mencapai 13 sampai dengan 18 poin (lebih dari 12 poin), manajemen organisasi termasuk dalam kategori sedang apabila skor dari total indeks jawaban mencapai 9 sampai dengan 12 poin, dan manajemen organisasi termasuk dalam kategori rendah apabila skor dari total indeks jawaban hanya 6 sampai dengan 8 poin (kurang dari 9 poin). Tingkat Pendidikan dan Tingkat Managemen Organisasi pengurus KUBE Karya Manunggal, Hasil kajian menunjukkan bahwa pengurus yang berpendidikan formal lulusan (SD) ada dua orang atau 66,6 persen, yaitu sekretaris dan bendahara kelompok, sedangkan pengurus yang berpendidikan formal lulusan SLTA ada satu orang atau 33,4 persen, yaitu ketua kelompok. Hasil kajian untuk manajemen organisasi pengurus menunjukkan bahwa 100 persen responden menyatakan bahwa pengurus kelompok memiliki kemampuan manajemen organisasi yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban responden yang menyatakan bahwa ketua kelompok tidak berperan dalam pembinaan anggota maupun dalam memimpin rapat. Sekretaris kelompok tidak berperan baik yang ditunjukkan dengan tidak pernah memberikan undangan rapat maupun merangkum hasil rapat yang telah diadakan. Bendahara kelompok tidak berperan baik ditunjukkan dengan tidak selalu memberikan laporan kas/keuangan dan laporan simpan pinjam kepada anggota setiap pertemuan rutin dilaksanakan. Tingkat Pendidikan dan Tingkat Managemen Organisasi pengurus KUBE UMA, hasil kajian menunjukkan bahwa pengurus yang berpendidikan formal

118 91 lulusan SD ada dua orang atau 66,6 persen, yaitu sekretaris dan ketua kelompok, sedangkan pengurus yang berpendidikan formal lulusan SLTA ada satu orang atau 33,4 persen, yaitu bendahara kelompok. Hasil kajian untuk manajemen organisasi pengurus menunjukkan bahwa 100 persen responden menyatakan bahwa pengurus kelompok memiliki kemampuan manajemen organisasi yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban responden yang menyatakan bahwa ketua kelompok tidak berperan baik dalam pembinaan anggota maupun dalam memimpin rapat. Sekretaris kelompok tidak berperan baik yang ditunjukkan dengan tidak pernah memberikan undangan rapat maupun merangkum hasil rapat yang telah diadakan. Bendahara kelompok tidak berperan baik ditunjukkan dengan tidak selalu memberikan laporan kas/keuangan dan laporan simpan pinjam kepada anggota setiap pertemuan rutin dilaksanakan. Tingkat Pendidikan dan Tingkat Managemen Organisasi pengurus KUBE Manunggal, hasil kajian menunjukkan bahwa pengurus yang berpendidikan formal lulusan SD ada dua orang atau 33,4 persen, yaitu sekretaris kelompok, sedangkan pengurus yang berpendidikan formal lulusan SLTA ada dua orang atau 66,6 persen, yaitu bendahara dan ketua kelompok. Hasil kajian untuk manajemen organisasi pengurus menunjukkan bahwa 100 persen responden menyatakan bahwa pengurus kelompok memiliki kemampuan manajemen organisasi sedang. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban responden yang menyatakan bahwa ketua kelompok tidak berperan baik dalam pembinaan anggota maupun dalam memimpin rapat. Sekretaris kelompok tidak berperan baik yang ditunjukkan dengan tidak pernah memberikan undangan rapat maupun merangkum hasil rapat yang telah diadakan. Bendahara kelompok berperan baik ditunjukkan dengan selalu memberikan laporan kas/keuangan dan laporan simpan pinjam kepada anggota setiap pertemuan rutin dilaksanakan. Analisis tentang Performa Pengurus Tingkat pendidikan pengurus KUBE yang menjadi unit observasi kajian rata-rata rendah, hanya terdapat dua orang pengurus KUBE Karya Manunggal dan UMA yang berpendidikan SD. Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan pengurus dalam menjalankan fungsinya sebagai pengurus kelompok, misalnya dalam hal pembukuan dan administrasi kelompok serta pengembangan usaha kelompok. Terbukti pada KUBE Karya Manunggal kecuali lemahnya pengadministrasian kelompok, juga pengembangan usaha kelompok tidak ada,

119 92 mulai awal berdiri sampai sekarang hanya memiliki kegiatan arisan dan simpan pinjam. Sedangkan di KUBE Manunggal yang memiliki pengurus berpendidikan tinggi, pengembangan usaha kelompok dapat dilihat dari usaha awal kelompok yang hanya dua kegiatan menjadi tiga hingga lima kegiatan usaha. Tingkat manajemen pengurus kelompok yang menjadi unit observasi kajian rata-rata rendah, hanya di KUBE Manunggal tingkat manajemen pengurus kelompok termasuk dalam kategori sedang, yaitu ditunjukkan dengan peran ketua kelompok yang tidak optimal, dan sekretaris kelompok yang tidak pernah melakukan notulen dalam setiap pertemuan. Tingkat manajemen organisasi ini berpengaruh terhadap upaya pengembangan kegiatan usaha KUBE dan pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah modal dan kekayaan KUBE yang merupakan wujud dari performa KUBE yang dikaji. Dukungan dari Pihak Luar Dukungan dari pihak luar yaitu dukungan dan perhatian yang berasal dari luar kelompok yang ditunjukkan dengan ada tidaknya bimbingan dan pelatihan, penyuluhan dan monitoring serta evaluasi dari pihak Desa, Kecamatan, Dinas Sobermas dan Dinas Sosial. Dukungan Pihak Luar untuk KUBE Karya Manunggal sangat rendah. Hasil kajian menunjukkan bahwa pihak luar kelompok yang mempunyai kepedulian terhadap perkembangan kelompok hanyalah pihak Kelurahan/Desa Beji dengan mengadakan satu kali monitoring kepada kelompok. Sedangkan pihak Kecamatan Patuk, Dinas Sobermas Gunungkidul dan Dinas Sosial Propinsi DIY tidak pernah melakukan monitoring dan evaluasi kepada kelompok, hanya melakukan bimbingan sosial waktu KUBE akan dibentuk. Dukungan Pihak Luar untuk KUBE UMA sangat rendah. Hasil kajian menunjukkan bahwa pihak luar kelompok yang mempunyai kepedulian terhadap perkembangan kelompok yaitu Dinas Sosial Propinsi DIY bersama Dinas Sobermas Kabupaten Gunungkidul dan Kecamatan Patuk dengan memberikan bimbingan pembentukan KUBE pada saat awal pembentukan kelompok sedangkan pihak Kelurahan/Desa Beji mengadakan satu kali monitoring kepada kelompok. Dukungan Pihak Luar untuk KUBE Manunggal sedikit berbeda dengan KUBE Karya Manunggal dan UMA. Hasil kajian menunjukkan bahwa pendamping kelompok yaitu Bapak Kesra selalu memberikan motivasi dan

120 monitoring terhadap kelompok setiap kelompok mengadakan pertemuan rutin. Seperti yang diungkapkan oleh Suridi (bendahara kelompok Manunggal );...Bapak Sadari (pendamping KUBE) tansah maringi penyuluhan wonten ing pertemuan kelompok, panjenenganipun saged dipun ajak pirembagan kangge perkembangan lan kemajuan kelompok kito (...Bapak Sadari (pendamping KUBE) selalu memberikan masukan pada setiap pertemuan kelompok, kecuali hal tersebut beliau dapat diajak musyawarah untuk perkembangan kegiatan dan kemajuan kelompok kami... ). Sedangkan pihak Kecamatan Patuk, yaitu Petugas Sosial Kecamatan (PSK) yang sewaktu-waktu akan mengontrol perkembangan KUBE ternyata hanya datang sekali, yaitu pada saat awal KUBE berdiri. Demikian juga Dinas Sobermas Gunungkidul dan Dinas Sosial Propinsi DIY hanya melakukan monitoring dan evaluasi kepada kelompok pada saat awal berdiri, yaitu melihat apakah bantuan sudah diterima oleh warga atau belum. Analisis Tentang Dukungan dari Pihak Luar Dukungan dari pihak luar (Dinas Sosial, Dinas Sobermas, Kecamatan dan Desa) yang sangat diharapkan oleh KUBE ternak sapi ternyata sangat rendah. Dukungan ini diharapkan pada kegiatan pendampingan, monitoring, pelaporan dan evaluasi program dan kegiatan masing-masing KUBE. Kegiatan yang pernah dilakukan hanyalah monitoring penerimaan bantuan pada awal pemberian bantuan stimulan bibit sapi jantan, sedangkan pelaporan, evaluasi dan pendampingan belum pernah sekalipun dilaksanakan. Di KUBE Manunggal pendampingan oleh pendamping KUBE tingkat Desa selalu dilakukan baik dalam kegiatan ekonomi produktif maupun dalam kegiatan pertemuan rutin sehingga akan berpengaruh dalam pengadministrasian/pembukuan, pengembangan usaha, pemecahan permasalahan kelompok, pemupukan modal, dan penarikan IKS yang akan berpengaruh pada performa KUBE tersebut. Di KUBE Karya Manunggal dan UMA, dukungan dari pihak luar termasuk pendampingan tidak dilaksanakan sehingga akan berpengaruh pada kurang optimal performa KUBE. Potensi dan sumberdaya ekonomi Potensi dan sumberdaya ekonomi adalah kemampuan yang dimiliki oleh wilayah setempat dan sumber-sumber ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan

121 KUBE yang ditunjukkan dengan tinggi rendahnya input produksi, luas sempitnya akses pasar dan banyak sedikitnya sarana transportasi. Input Produksi termasuk dalam kategori tinggi apabila skor yang diperoleh pada indeks jawaban 3 pertanyaan yang berkaitan dengan input produksi antara 8 hingga 9 poin (lebih dari 7 poin), termasuk dalam kategori sedang apabila skor dari total indeks jawaban antara 4 sampai dengan 7 poin dan termasuk dalam kategori rendah apabila skor dari total indeks jawaban kurang dari 4 poin. Akses pasar dikatakan luas apabila hasil produksi KUBE dapat dijangkau oleh pasar dan dikatakan sempit apabila hasil produksi KUBE tidak dapat dijangkau oleh pasar. Sedangkan sarana transportasi dikategorikan banyak apabila ada dua atau lebih sarana transportasi yang ada di wilayah kajian dan dikategorikan sedikit apabila sarana transportasi hanya satu. Potensi dan Sumberdaya Ekonomi KUBE Karya Manunggal sangat melimpah. Hasil kajian menunjukkan bahwa input produksi berupa hijauan makanan ternak (HMT) di wilayah kajian tersedia melimpah dimusim penghujan, namun dimusim kemarau HMT berkurang dan anggota kelompok harus mencari rumput ke luar daerah atau mencari daun-daun hijau di hutan milik pemerintah. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Suparno (tokoh masyarakat) ;...wargo ing Dusun Kerjan lan sak kiwo tengenipun radi kangelan kangge ngurus sapi menawi musim ketigen panjang dugi, pakan sapi ing tegalan wiwit telas, suket-suket sami nglaras, njih kepekso pados pakan sapi ing hutan Perhutani,... (...warga di Dusun Kerjan dan sekitarnya agak kesulitan untuk mengurus sapi apabila kemarau panjang datang, HMT di tegalan mulai habis, rumput-rumput mulai mengering, terpaksa mencari HMT di hutan milik Perhutani,... ). Masyarakat tidak kesulitan untuk memberi minum sapi (ngombor) walaupun kemarau panjang, biasanya air sumur mulai habis pada tiga bulan terakhir musim kemarau, warga memanfaatkan belik (sumber air) yang ada di pinggiran hutan. Sedangkan untuk memberikan makanan tambahan dan suplemen berupa bekatul dan obat-obatan bagi ternak sapi, anggota kelompok membeli di warung-warung warga setempat atau di pasar hewan. Akses pasar terhadap hasil produksi kelompok sangat mudah. Hasil produksi kelompok berupa ternak sapi dijual kepada pedagang sapi (blantik) setempat, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Supaidi (ketua kelompok); 94

122 ...wonten ing nyade sapi kelompok meniko milo sanget gampil, sak sampunipun pirembagan kelompok kangge nentokaken reginipun sapi, kito undang blantik lokal, blantik ingkang nawar sapi kelompok kanthi regi ingkang paling inggil utawi nyelaki regi ingkang pun tetepaken kelompok, badhe dipun aturi ngasto sapi kelompok. (... dalam menjual sapi kelompok sangat mudah, setelah musyawarah kelompok untuk menentukan harga jual sapi, kami undang beberapa blantik lokal, blantik yang menawar sapi dengan harga tertinggi atau mendekati harga kelompok akan kita persilahkan membawa sapi kelompok ). 95 Alat transportasi yang biasa digunakan untuk mengangkut hasil produksi kelompok adalah colt atau truk. Alat transportasi tersebut banyak tersedia di wilayah kajian. Potensi dan Sumberdaya Ekonomi KUBE UMA tersedia melimpah. Hasil kajian menunjukkan bahwa input produksi berupa hijauan makanan ternak (HMT) di wilayah kajian tersedia melimpah dimusim penghujan, namun dimusim kemarau HMT berkurang dan anggota kelompok harus mencari rumput ke luar daerah atau mencari daun-daun hijau di hutan milik pemerintah. Masyarakat tidak kesulitan untuk memberi minum sapi (ngombor), biasanya air sumur tersedia cukup melimpah walaupun kemarau panjang. Dalam memberikan air minum ternak dalam satu hari menghabiskan dua ember per ekor. Sedangkan untuk memberikan makanan tambahan dan suplemen berupa bekatul dan obat-obatan bagi ternak sapi, anggota kelompok membeli di warungwarung warga setempat atau di pasar hewan. Biasanya dalam satu bulan menghabiskan bekatul sebanyak 10 hingga 15 kilogram untuk satu bulan. Akses pasar terhadap hasil produksi kelompok sangat mudah. Hasil produksi kelompok berupa ternak sapi dijual ke pasar hewan oleh salah satu anggota kelompok dengan persetujuan harga dengan cara musyawarah kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Pairin (ketua kelompok);... njih keleresan salah setunggaling anggota kelompok UMA wonten ingkang nggadahi pedamelan sampingan dol tinuku ternak, kanthi meniko wekdal kelompok nyade ternak sapi milo kito nyuwun piyambakipun mbeto langsung ing peken kewan. Kanthi meniko keuntungan kelompok injih meniko mboten dipun tarik ongkos kangge blantik.... (... kebetulan salah seorang anggota kelompok UMA ada yang berprofesi sampingan jual beli hewan ternak, untuk itu pada saat kelompok menjual ternak sapi maka kami memintanya untuk

123 membawanya langsung ke pasar hewan. Dengan begitu keuntungan kelompok adalah tidak dipungut ongkos untuk blantik... ). 96 Alat transportasi yang biasa digunakan untuk mengangkut hasil produksi kelompok adalah colt atau truk. Dengan hanya membayar ongkos sebesar Rp ,00 untuk satu ekor sapi dan Rp ,00 untuk satu ekor kambing dari lokasi setempat sampai di pasar hewan atau sebaliknya. Alat transportasi tersebut banyak tersedia di wilayah kajian. Potensi dan Sumberdaya Ekonomi KUBE Manunggal tersedia melimpah. Hasil kajian menunjukkan bahwa input produksi berupa hijauan makanan ternak (HMT) di wilayah kajian tersedia melimpah dimusim penghujan maupun dimusim kemarau karena Dusun Gedali tempat kelompok Manunggal berada terdapat sungai Oyo, yaitu sungai terbesar di Kabupaten Gunungkidul. Dimusim kemarau warga sekitar memanfaatkan air sungai untuk mengairi tegalan mereka. Biasanya pada musim kemarau mereka menanam palawija seperti jagung, kacang tanah dan kedelai. Kecuali hasilnya dapat dijual, daun dan batangnya dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak. Masyarakat tidak kesulitan untuk memberi minum sapi (ngombor), biasanya air sumur tersedia cukup melimpah walaupun kemarau panjang. Sedangkan untuk memberikan makanan tambahan dan suplemen berupa bekatul dan obat-obatan bagi ternak sapi, anggota kelompok membeli di warungwarung warga setempat atau di pasar hewan. Akses pasar terhadap hasil produksi kelompok sangat mudah. Hasil produksi kelompok berupa ternak sapi dijual kepada pedagang sapi (blantik) setempat, yaitu dengan cara mengundang beberapa blantik untuk tawar menawar sapi kelompok. Alat transportasi yang biasa digunakan untuk mengangkut hasil produksi kelompok adalah colt atau truk. Alat transportasi tersebut banyak tersedia di wilayah kajian. Analisis tentang Potensi dan Sumberdaya Ekonomi Potensi dan sumberdaya ekonomi yang ada di Desa Beji sangat mendukung bagi pengembangan KUBE ternak sapi yang ada. Tersedianya input produksi berupa banyaknya HMT, air dan mudahnya memperoleh makanan tambahan bagi ternak yang tersedia di warung-warung warga, akses pasar yang mudah dan terbuka bagi input dan output produksi KUBE ternak sapi dan tersedianya transportasi merupakan potensi dan sumberdaya yang tersedia di

124 97 wilayah kajian yang sangat berpengaruh pada pengembangan KUBE ternak sapi. Dari tiga KUBE yang menjadi unit observasi ternyata hanya KUBE Karya Manunggal yang agak kesulitan untuk memberi minum ternak pada musim kemarau, dan inipun dapat diatasi dengan mengambil air di belik atau di sumur tetangga dusun terdekat. Dalam analisis ini dapat dikatakan bahwa potensi dan sumberdaya ekonomi masih belum optimal dimanfaatkan dalam pengembangan KUBE ternak sapi di Desa Beji. Oleh karena itu agar KUBE ternak sapi dapat berkembang maka harus memanfaatkan potensi dan sumberdaya ekonomi yang ada di Desa Beji ini. Modal Sosial Modal Sosial adalah seperangkat nilai-nilai dan norma internal yang dimiliki oleh setiap kelompok ditunjukkan dengan tinggi rendahnya tingkat kepercayaan dan luas sempitnya jejaring yang dibangun oleh kelompok. Tingkat kepercayaan termasuk dalam kategori tinggi apabila skor dari total indeks jawaban yang berkaitan dengan kepercayaan antara 8 sampai dengan 9 poin (lebih dari 7 poin), termasuk dalam kategori sedang apabila skor dari total indeks jawaban antara 5 sampai dengan 7 poin dan termasuk dalam kategori rendah apabila skor dari total indeks jawaban antara 3 sampai 4 poin (kurang dari 5 poin). Jejaring adalah banyaknya jalinan hubungan kerjasama dengan pihak lain yang dibangun oleh kelompok. Jejaring dapat diukur dengan ada tidaknya hubungan kelompok dengan Bank, Koperasi, pengusaha, LSM, dan Perguruan Tinggi. Dapat dikelompokkan dalam kategori jejaring luas dan jejaring sempit. Dikatakan luas apabila menjalin kerjasama dengan minimal 3 pihak yang disebut di atas. Dikatakan sempit apabila hanya menjalin paling banyak 2 pihak saja. Modal Sosial KUBE Karya Manunggal termasuk dalam kategori tinggi. Hasil kajian menunjukkan bahwa modal sosial berupa kepercayaan (trust) baik kepercayaan antara pengurus kelompok dengan anggota kelompok, antar pengurus kelompok maupun antar anggota kelompok masih terjaga dengan baik. Seperti yang diungkapkan oleh ketua kelompok KUBE Karya Manunggal Dusun Kerjan, Bapak Supaidi bahwa ;... wonten ing kelompok meniko ingkang kito dadosaken dasar inggih meniko roso saling percoyo antar anggota menopo dene antar pengurus sae wonten ing kahanan nopo kemawon, seneng menopo dene susah, menawi wonten anggota kelompok ingkang mboten ngangsur sambutan kelompok, kito

125 rampungi kanthi pribadi salajengipun kito rembag kelompok wonten ing pepanggihan rutin. Kito pitados bilih anggota kolo wau leres dereng nggadahi yotro kagem ngangsur lan badhe ngangsur menawi sampun nggadahi yotro (... dalam kehidupan kelompok ini yang kami jadikan dasar adalah rasa saling percaya antar anggota maupun antar pengurus baik dalam kondisi apapun, suka maupun duka, bahkan jika ada anggota kelompok yang tidak mengangsur pinjaman kepada kelompok, kami selesaikan dengan jalan pendekatan pribadi setelah itu baru kami musyawarahkan dengan anggota kelompok dalam pertemuan rutin. Kami percaya bahwa anggota yang bersangkutan benar-benar belum mempunyai uang untuk mengangsur dan akan mengangsur apabila sudah memiliki uang,... ). Jejaring yang dibangun oleh KUBE Karya Manunggal ini masih rendah. Hasil kajian menunjukkan bahwa jejaring yang dibangun oleh kelompok baik dengan lembaga lokal seperti Bank Rakyat Indonesia, Lembaga Keuangan Mikro seperti Baitul Maal Wattamwil maupun lembaga-lembaga di luar wilayah seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan tinggi (Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta dan perguruan tinggi swasta lainnya) masih sangat kurang bahkan belum ada. Jejaring yang dibangun oleh kelompok sebatas sebagai penabung/nasabah di koperasi Lestari yaitu sebuah koperasi Desa yang ada di Desa Beji. Modal Sosial KUBE UMA termasuk dalam kategori tinggi. Hasil kajian menunjukkan bahwa modal sosial berupa kepercayaan (trust) baik kepercayaan antara pengurus kelompok dengan anggota kelompok, antar pengurus kelompok maupun antar anggota kelompok masih terjaga dengan baik. Akan tetapi ada satu permasalahan yang menyangkut modal sosial di kelompok UMA ini, yaitu seorang anggota meminjam uang kelompok dan sudah lama tidak mengembalikannya. Anggota yang bermasalah tersebut sudah beberapa tahun tidak mau aktif dalam kegiatan kelompok baik kegiatan fisik maupun pertemuan rutin. Pengurus sudah berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut baik secara pribadi maupun secara musyawarah kelompok, namun hasilnya tidak memuaskan sehingga kepercayaan antar anggota maupun kepada pengurus menurun. Seperti yang diungkapkan oleh ketua kelompok UMA Dusun Gunungan, Bapak Pairin bahwa;

126 ...kepercayaan anggota kelompok wonten pengurus radi mandap amargi pengurus mboten kasil ngrampungi masalah anggota ingkang mbekto yotro kelompok, wonten ing ngrampungi masalah kelompok, kito rampungi kanti hubungan pribadi, sak lajengipun kito rembug musyawarah kelompok wonten ing pertemuan rutin. Menawi mboten saget ngrampungi masalah, kito pasrahaken pendamping kelompok injih meniko Bapak Kesra kalian Bapak Lurah Desa Beji.... (... kepercayaan anggota kelompok kepada pengurus agak menurun karena pengurus tidak berhasil menyelesaikan masalah anggota yang membawa uang kelompok, padahal dalam menyelesaikan masalah kelompok, kami selesaikan dengan jalan pendekatan pribadi setelah itu baru kami musyawarahkan dengan anggota kelompok dalam pertemuan rutin. Jika tidak dapat menyelesaikan masalah juga akan kami serahkan kepada pendamping kelompok yaitu Bapak Kesra dan Bapak Lurah Desa Beji... ). Hasil kajian menunjukkan untuk jejaring yang dibangun oleh kelompok baik dengan lembaga lokal seperti koperasi, Lembaga Keuangan Mikro seperti Baitul Maal Wattamwil maupun lembaga-lembaga di luar wilayah seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan tinggi (Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta dan perguruan tinggi swasta lainnya) masih sangat kurang bahkan belum ada. Jejaring yang dibangun oleh kelompok sebatas sebagai penabung/nasabah di Bank Rakyat Indonesia Unit Patuk. Modal Sosial KUBE Manunggal termasuk dalam kategori tinggi. Hasil kajian menunjukkan bahwa modal sosial berupa kepercayaan (trust) baik kepercayaan antara pengurus kelompok dengan anggota kelompok, antar pengurus kelompok maupun antar anggota kelompok masih terjaga dengan baik. Bahkan warga masyarakat di luar kelompok menaruh kepercayaan kepada kelompok usaha bersama. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Paimin (ketua kelompok);... kathah wargo masyarakat ingkang mbiji bilih KUBE Manunggal meniko positif, perkembangan usaha ekonominipun majeng saenggo kathah wargo masyarakat engkang kepingin mlebet dados anggota, anamung amargi aturan saking Dinas Sosial bilih anggota KUBE paling kathah sedoso, milo meniko wargo engkang gadahi minat kolo wau kulo arahaken mbentuk kelompok kiyambak kanthi bimbingan pendamping kelompok... (... beberapa warga masyarakat menilai kelompok usaha bersama Manunggal ini sangat positif, perkembangan usaha 99

127 100 ekonominya maju sehingga beberapa warga masyarakat berminat untuk masuk menjadi anggota, namun karena aturan dari Dinas Sosial bahwa anggota kelompok maksimal 10 orang maka warga yang berminat untuk menjadi anggota KUBE kami arahkan untuk membentuk kelompok sendiri dengan bimbingan dari pendamping kelompok... ). Hasil kajian menunjukkan untuk jejaring yang dibangun oleh kelompok baik dengan lembaga lokal seperti koperasi, Lembaga Keuangan Mikro seperti Baitul Maal Wattamwil maupun lembaga-lembaga di luar wilayah seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan tinggi (Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta dan perguruan tinggi swasta lainnya) masih sangat kurang bahkan belum ada. Menurut pengurus kelompok bahwa kelompok usaha tidak berani mengambil pinjaman kepada LKM karena bunga pinjaman sudah tinggi yaitu 3 persen dan syarat-syarat yang diwajibkan terlalu berat. Jejaring yang sudah dibangun oleh kelompok sebatas sebagai penabung/nasabah di Bank Rakyat Indonesia Unit Patuk. Analisis tentang Modal Sosial Modal sosial berupa kepercayaan dan jejaring komunitas sangat mempengaruhi performa KUBE ternak sapi yang ada di Desa Beji ini. Dalam analisis ini ternyata kepercayaan antara anggota dengan pengurus, antar anggota maupun antar pengurus di tiga KUBE yang menjadi unit observasi masih tinggi, hanya saja terjadi penurunan kepercayaan anggota kepada pengurus KUBE UMA. Tingginya kepercayaan ini akan berpengaruh pada partisipasi anggota terhadap kegiatan KUBE, pemberian pinjaman kepada anggota kelompok dan kekompakan kelompok yang secara tidak langsung juga akan mempengaruhi performa KUBE yang ada. Jejaring yang dibangun oleh anggota maupun pengurus KUBE masih sangat rendah/sempit, terbukti ketiga KUBE hanya bisa menjalin jejaring dengan satu pihak luar yaitu Bank atau koperasi, itupun sebatas menjadi anggota/nasabah. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi performa tiga KUBE dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

128 101 Tabel 5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Performa KUBE Faktor yang Mempengaruhi Performa KUBE Nama KUBE Karya Manunggal UMA Manunggal Performa Anggota 1. Tingkat Pendidikan rendah Rendah-tinggi Rendah-tinggi 2. Tingkat Partisipasi tinggi tinggi tinggi Performa Pengurus 1. Tingkat Pendidikan Rendah-tinggi Rendah-tinggi Rendah-tinggi 2. Managemen Organisasi rendah rendah sedang Dukungan Pihak Luar 1. Dinas Sosial rendah rendah rendah 2. Dinas Sobermas rendah rendah rendah 2. Kecamatan Patuk rendah rendah rendah 4. Pendamping/Desa rendah rendah tinggi Potensi Sumberdaya Ekonomi 1. Input Produksi tinggi tinggi tinggi 2. Akses Pasar luas luas luas 3.Transportasi banyak banyak banyak Modal Sosial 1. Kepercayaan (trust) tinggi tinggi tinggi 2. Jejaring rendah rendah rendah Sumber : Pengolahan Data Kajian Analisis Masalah, Potensi dan Kebutuhan Analisis masalah, potensi dan kebutuhan dilakukan setelah diperoleh data tentang performa KUBE dan faktor-faktor yang mempengaruhi performa KUBE. Kemudian agar diperoleh data yang valid maka analisis masalah, potensi dan kebutuhan ini dilakukan dengan responden dalam kelompok dengan teknik diskusi kelompok dengan masing masing KUBE yang menjadi unit observasi. Diskusi Kelompok Dengan Kelompok Usaha Bersama Karya Manunggal Dusun Kerjan Diskusi kelompok dilaksanakan pada hari Minggu malam tanggal 9 Juli 2005, bertempat di rumah Bapak Kasijo salah seorang anggota kelompok yang dihadiri oleh pengurus kelompok (ketua, sekretaris dan bendahara), lima orang anggota kelompok Bapak Dukuh Kerjan, dan pengkaji sebagai fasilitator. Hasil diskusi kelompok adalah ; 1. Permasalahan kelompok a. Kurang permodalan

129 b. Tidak ada dukungan dari luar (pendamping, Dinas, dll) c. Kegiatan tidak berkembang d. Pengurus kurang bagus kinerjanya e. Anggota kurang kompak f. Belum menjalin jejaring dengan pihak luar. 2. Harapan kelompok a. Dapat bantuan modal 102 b. Ada bimbingan ketrampilan, penyuluhan dan monev dari Dinas dan Instansi terkait. c. Jenis usaha berkembang d. Kesejahteraan meningkat 3. Potensi kelompok a. Modal sosial b. Sumber daya alam c. Peluang untuk membangun jejaring dengan berbagai pihak sangat terbuka d. Kelembagaan dan organisasi sosial mendukung Diskusi Kelompok Dengan Kelompok Usaha Bersama UMA Dusun Gunungan Diskusi kelompok dilaksanakan pada hari Senin malam tanggal 18 Juli 2005, bertempat di rumah Bapak Wagiyo sekretaris kelompok yang dihadiri oleh pengurus kelompok (ketua, sekretaris dan bendahara), tujuh orang anggota kelompok Bapak Kardimin (ketua BPD Desa Beji), dan pengkaji sebagai fasilitator. Hasil diskusi kelompok adalah ; 1. Permasalahan kelompok a. Kurang permodalan b. Tidak ada dukungan dari luar (pendamping, Dinas, dll) c. Anggota kurang disiplin d. Belum menjalin jejaring dengan pihak luar. 2. Harapan kelompok a. Dapat bantuan modal b. Ada bimbingan ketrampilan, penyuluhan dan monev dari Dinas dan Instansi terkait. c. Jenis usaha lebih berkembang dan variatif d. Kesejahteraan meningkat, satu anggota mendapat satu sapi.

130 Potensi kelompok a. Modal sosial b. Sumber daya alam c. Peluang untuk membangun jejaring dengan berbagai pihak sangat terbuka d. Kelembagaan dan organisasi sosial mendukung Diskusi Kelompok Dengan Kelompok Usaha Bersama Manunggal Dusun Gedali Diskusi kelompok dilaksanakan pada hari Rabu malam tanggal 27 Juli 2005, bertempat di rumah Bapak Rukiman salah seorang anggota kelompok yang dihadiri oleh pengurus kelompok (ketua, sekretaris dan bendahara), tujuh orang anggota kelompok, Bapak Sadari (Kesra Desa Beji merangkap pendamping KUBE), dan pengkaji sebagai fasilitator. Hasil diskusi kelompok adalah ; 1. Permasalahan kelompok a. Kurang permodalan b. Anggota kurang ketrampilan c. Belum dapat menjalin jejaring dengan pihak luar. 2. Harapan kelompok a. Dapat bantuan modal b. Ada bimbingan ketrampilan dari Dinas dan Instansi terkait. c. Jenis usaha lebih berkembang dan variatif d. Dapat menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai pihak. e. Kesejahteraan meningkat, satu anggota mendapat satu sapi. 3. Potensi kelompok a. Modal sosial b. Manajemen kelompok yang baik c. Sumber daya alam melimpah d. Peluang untuk membangun jejaring dengan berbagai pihak sangat terbuka e. Kelembagaan dan organisasi sosial mendukung Setelah diadakan triangulasi data observasi, wawancara dan diskusi kelompok maka diperoleh hasil analisis permasalahan, harapan dan potensi dari masing-masing kelompok berikut ini :

131 104 Tabel 6 Permasalahan, Potensi dan Harapan Anggota dan Pengurus KUBE Nama KUBE Permasalahan Harapan/kebutuhan Potensi 1. Kurang Permodalan 1. Dapat menambah 1. Modal sosial 1. Karya 2. Tidak ada dukungan permodalan 2. SDA melimpah Manunggal dari pihak luar 2. Dapat latihan 3. Kelembagaan dan 3. Kegiatan usaha tak berkembang ketrampilan dan penyuluhan organisasi sosial mendukung 4. Kinerja pengurus kurang baik 3. Kegiatan usaha berkembang dan 4. Tingkat partisipasi anggota tinggi 5. Tingkat pendidikan variatif pengurus rendah 4. Kesejahteraan 6. Tingkat pendidikan meningkat anggota rendah 5. Dapat membangun 7. Jejaring rendah jejaring dengan berbagai pihak 2. UMA 3. Manunggal 1. Kurang Permodalan 2. Tidak ada dukungan dari pihak luar 3. Anggota kurang disiplin 4. Kinerja pengurus kurang baik 5. Tingkat pendidikan anggota rendah 6. Jejaring rendah 1. Kurang Permodalan 2. Anggota kurang ketrampilan 3. Jejaring rendah 4. Kurang dukungan dari luar Sumber : Hasil Diskusi Kelompok 1. Dapat bantuan permodalan 2. Dapat bimbingan dan penyuluhan 3. Kegiatan usaha berkembang 4. Kesejahteraan meningkat 5. Dapat membangun jejaring dengan berbagai pihak 1. Dapat bantuan permodalan 2. Dapat bimbingan dan penyuluhan 3. Kegiatan usaha berkembang dan variatif 4. Dapat membangun jejaring dengan berbagai pihak 5. Kesejahteraan meningkat 1. Modal sosial 2. SDA melimpah 3. Kelembagaan dan organisasi sosial menduku ng 4. Partisipasi anggota tinggi 1. Modal sosial 2. SDA melimpah 3. Manajemen kelompok yang baik 4. Kelembagaan dan organisasi sosial mendukung 5. Partisipasi anggota tinggi

132 Ikhtisar 105 Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi performa KUBE harus diketahui terlebih dulu data mengenai performa KUBE untuk masingmasing kelompok. Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi performa KUBE. Dalam kajian ini faktor-faktor yang mempengaruhi performa KUBE adalah performa anggota, performa pengurus, dukungan dari pihak luar, potensi dan sumberdaya ekonomi, dan modal sosial. Performa anggota diukur dengan tingkat pendidikan dan partisipasi anggota. Tingkat pendidikan anggota rata-rata rendah, tingkat partisipasi tinggi. Performa pengurus diukur dengan tingkat pendidikan dan managemen organisasi pengurus. Tingkat pendidikan pengurus rata-rata rendah, sedangkan tingkat manageman organisasi pengurus rata-rata rendah. Dukungan dari pihak luar diukur dengan intensitas monitoring dan evaluasi yang dilakukan Dinas Sosial, Dinas Sobermas, PSK dan pendamping Desa. Hasil kajian menunjukkan dukungan dari pihak luar rendah. Potensi sumberdaya ekonomi diukur dengan input produksi produksi, akses pasar dan tersedianya transportasi. Hasil kajian menunjukkan potensi sumberdaya ekonomi sangat mendukung pengembangan KUBE ternak sapi. Modal sosial diukur dengan tingkat kepercayaan dan jejaring yang dibangun oleh KUBE. Hasil kajian menunjukkan tingkat kepercayaan tinggi sedangkan jejaring rendah. Analisis masalah, potensi dan kebutuhan dilaksanakan melalui media diskusi kelompok dengan masing masing KUBE. Hasil diskusi menunjukkan masalah KUBE antara lain; modal kurang, tidak ada dukungan dari luar, kegiatan tidak berkembang, pengurus kurang bagus kinerjanya anggota kurang kompak belum menjalin jejaring dengan pihak luar, anggota kurang ketrampilan, pendidikan rendah. Potensi yang ada; modal sosial tinggi, sumberdaya alam melimpah, kelembagaan dan organisasi sosial mendukung, tingkat partisipasi tinggi. Kebutuhan KUBE; tambahan modal, pelatihan ketrampilan dan penyuluhan, kegiatan usaha berkembang dan lebih variatif, kesejahteraan anggota meningkat, membangun jejaring dan kemitraan.

133 RENCANA PENGEMBANGAN KUBE TERNAK SAPI Kelompok Usaha Bersama ternak sapi merupakan kelompok usaha yang diperuntukkan bagi keluarga fakir miskin. Keberadaan KUBE ternak sapi di tengah-tengah masyarakat Desa Beji ini diharapkan menjadi sarana untuk meningkatkan usaha ekonomi produktif. Dengan meningkatnya usaha ekonomi produktif khususnya yang berhubungan dengan usaha ternak sapi seperti; jual beli hewan ternak, jual beli hijauan makanan ternak, pertanian, dan lain-lain maka diharapkan pula akan meningkatkan pendapatan keluarga fakir miskin pelaku usaha. Sehingga dengan demikian akan mempengaruhi pula pemenuhan sebagian kebutuhan anggota keluarga kelompok usaha bersama yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan sosial anggota kelompok. Perhatian Pemerintah terhadap fakir miskin di Desa Beji melalui Dinas Sosial, Dinas Sobermas dan Bagian Kesejahteraan Sosial Kecamatan dengan memberikan bantuan sosial fakir miskin yang dilaksanakan lewat kelompok usaha bersama ternak sapi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial dan mengurangi angka kemiskinan yang ada. Perhatian Pemerintah ini diberikan karena usaha ternak sapi tersebut memberikan prospek yang baik bagi anggota kelompok, yaitu kecuali prospek di bidang ekonomi juga prospek di bidang sosial dengan meningkatkan keberfungsian sosial anggota kelompok. Pemerintah Daerah mengembangkan program ini sejalan dengan misi rencana strategis daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah dan sejalan dengan strategi pemanfaatan dan pengembangan potensi sumber daya alam, sumber daya ekonomi dan modal sosial menuju tercapainya kesejahteraan sosial masyarakat setempat. Kelompok Usaha Bersama ternak sapi mulai berdirinya hingga sekarang telah berusia tiga tahun. Perkembangan lima kelompok usaha yang ada di Desa Beji berbeda-beda satu dengan yang lainnya. KUBE Manunggal di Dusun Gedali merupakan KUBE Maju dengan berbagai kriteria keberhasilannya, antara lain ; kegiatan usaha berkembang, modal berkembang, anggota dapat meningkatkan pendapatan dan membutuhkan keberadaan KUBE. Namun ada pula KUBE yang tidak berkembang, yaitu KUBE Karya Manunggal di Dusun Kerjan. Ketidakberhasilan KUBE tersebut dapat diketahui dengan tidak

134 107 berkembangnya usaha kelompok, berkurangnya jumlah anggota, berkurangnya modal kelompok dan masyarakat tidak dapat merasakan dampak positif dari keberadaan kelompok yang ada. Dengan memperhatikan performa Kelompok Usaha Bersama dan faktorfaktor yang mempengaruhinya dalam pengembangan Kelompok Usaha Bersama ternak sapi, analisis masalah, potensi dan kebutuhan seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat dibuat rencana pengembangan program pemberdayaan masyarakat. Pengembangan program pemberdayaan tersebut merupakan program yang menempatkan partisipasi masyarakat sebagai proses kegiatan dan pemberdayaan sebagai tujuan. Program tersebut adalah Pemberdayaan Komunitas Petani Miskin Melalui Pengembangan KUBE di Desa Beji Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Penyusunan program ini dilakukan melalui media diskusi kelompok dengan menyusun rencana kegiatan program yang dilaksanakan bersama-sama dengan komunitas yang ada. Dengan diskusi kelompok kecil, yaitu bersama masingmasing kelompok maka akan diperoleh gambaran rencana pengembangan program kelompok ke depan. Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif maka hasil diskusi tersebut disesuaikan dengan hasil observasi, wawancara dengan berbagai pihak dan data-data skunder serta analisis data yang telah dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dalam upaya memperoleh keterkaitan gejala-gejala sosial dengan upaya pengembangan masyarakat khususnya pemberdayaan komunitas petani miskin melalui pengembangan KUBE ternak sapi. Dalam perancangan program pengembangan KUBE ternak sapi di Desa Beji dan sesuai dengan teori power yang dikemukakan oleh Parson (Hikmat, 2001), perancangan program tersebut hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Pengelompokan Di dalam kelompok usaha bersama ternak sapi yang akan dikembangkan sebaiknya dibingkai oleh kelembagaan lokal yang telah dimiliki oleh komunitas seperti arisan, simpan pinjam dan lain sebagainya. Hal tersebut dimaksudkan agar kelembagaan lokal tersebut menjadi perekat yang mampu mengintegrasikan kepentingan kelompok.

135 Perbandingan pembangunan ekonomi dan sosial Program-program yang dirancang untuk diterapkan pada kelompok usaha bersama dapat merangsang kegiatan ekonomi produktif dan juga dapat menumbuhkan keberfungsian sosial dan pembelajaran sosial baik bagi anggota kelompok maupun warga masyarakat. 3. Keberdayaan Program yang dirancang harus mampu menumbuhkan keberdayaan bagi anggota kelompok, dengan memberikan iklim yang memungkinkan bagi kelompok usaha bersama untuk berkembang, kemudahan dalam memperoleh aset, proses produksi dan pemasaran, serta perlindungan terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan memfungsikan kelembagaan maupun organisasi sosial-ekonomi lokal untuk dapat optimal berperan menjembatani kebutuhan dan upaya pengembangan KUBE. 4. Keberlanjutan Program yang dirancang hendaknya tidak hanya temporer, sesaat saja, namun hendaknya bisa dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan prinsip bantuan yang terus bergulir dan dapat terus dikembangkan kepada warga masyarakat lain yang masih membutuhkan. 5. Partisipasi Program yang dirancang hendaknya mampu menumbuhkan semangat kepada komunitas untuk memberikan andil pada setiap kegiatan yang ada. Bahwa program yang diadakan merupakan program yang berasal dari masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan hasilnya juga untuk kesejahteraan masyarakat, sehingga dengan pemahaman yang demikian itu komunitas merasa memiliki program kegiatan yang ada dan akan tumbuh semangat untuk berpartisipasi dalam semua kegiatan. 6. Kelembagaan organis Program yang dirancang hendaknya memanfaatkan kelembagaan sosialekonomi yang telah ada di lingkungan masyarakat sehingga dapat membantu mengembangkan kegiatan kelompok usaha yang dilakukan oleh komunitas yang ada. 7. Co-entitlement (dukungan yang sama) Program yang dirancang hendaknya mampu memberikan dukungan yang optimal kepada kelompok usaha dengan memberikan bantuan yang

136 109 diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dan bantuan untuk pengembangan usaha. Bantuan pemenuhan kebutuhan dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup komunitas khususnya kebutuhan primer seperti pangan dan papan, sedangkan bantuan pengembangan usaha dimaksudkan untuk pemberian bantuan modal pengembangan usaha produktif, yang dapat menghasilkan suatu produk tertentu. Dapat dilakukan dengan koordinasi dengan Dinas dan Instansi terkait maupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli terhadap pengembangan masyarakat. 8. Dimulai dengan yang paling mungkin Program yang dirancang hendaknya mempunyai skala prioritas. Kebutuhankebutuhan yang paling mendesak dan sangat perlu diupayakan pemecahannya hendaknya menjadi prioritas, sedangkan kegiatan yang dapat ditunda sebaiknya dikerjakan belakangan. Dengan menetapkan skala prioritas diharapkan program yang dirancang dapat dilakukan dengan baik tahap demi tahap untuk mencapai kesuksesan. Program-program pengembangan Masyarakat Program-program pengembangan masyarakat dilaksanakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh kelompok usaha bersama ternak sapi dan memberikan solusi yang terbaik untuk mengembangkan usaha kelompok. Program yang dirancang melibatkan berbagai stakeholders dengan berbagai kegiatan yang dapat menguntungkan berbagai pihak yang terkait, tidak ada satupun pihak yang dirugikan sehingga program dapat berkesinambungan. Dalam kegiatan ini dimungkinkan adanya analisis tindakan strategis yaitu suatu analisis yang dilakukan dengan berbagai kelompok untuk memunculkan tindakan-tindakan yang dapat menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam program pemberdayaan yang ada. Kegiatan ini dilakukan dengan media diskusi kelompok, yang menghasilkan suatu rancangan program pengembangan KUBE ternak sapi. Rancangan program pengembangan Kelompok Usaha Bersama ternak sapi di Desa Beji dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

137 Tabel 7 Rancangan Program Pemberdayaan 110 Program Penanggungjawab Pendukung Sumber Biaya 1. Penguatan Kelompok 2. Pelatihan Ketrampilan 3. Pemupukan Modal 4. Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif Pengurus kelompok Anggota kelompok Kelompok dan Pemerintah Desa Pengurus kelompok Anggota kelompok, Kelompok, dan Pemerintah Desa tokoh masyarakat dan Pemerintah Desa dan Dinas Sosial, Dinas Sosial, Perindustrian dan Perindustrian dan Peternakan. Peternakan Pengurus kelompok, Anggota kelompok Anggota dan terutama ketua dan tokoh masyarakat Pengurus kelompok, LKM, Bank, LSM, Dinas Sosial, Perindustrian dan Peternakan Pengurus kelompok Anggota kelompok, dan Pemerintah Desa tokoh masyarakat dan Dinas Sosial, Kelompok dan Pemerintah Desa Perindustrian dan Peternakan. 5. Kemitraan Pengurus kelompok Anggota kelompok, Kelompok dan Pihak Pemerintah Desa, sponsor Pihak Swasta/Sponsor Sumber : Hasil diskusi kelompok Program pengembangan kelompok usaha bersama ternak sapi di Desa Beji ini dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan. Prioritas program sesuai dengan urutan program yang ada, urutan yang paling atas adalah prioritas yang paling utama dan segera harus dilaksanakan. Sedangkan urutan yang paling bawah merupakan program yang tidak segera perlu dilakukan atau agak lama pelaksanaanya. Tahapan rancangan kegiatan yang telah disesuaikan dengan skala prioritas adalah : 1. Penguatan Kelompok. 2. Pelatihan ketrampilan 3. Pemupukan modal 4. Pengembangan usaha ekonomi produktif 5. Kemitraan

138 Program Penguatan Kelompok 111 Langkah awal yang perlu diambil dalam upaya pengembangan kelompok usaha bersama ternak sapi ini adalah dengan program penguatan kelompok. Program ini merupakan perbaikan kelompok dari dalam diri kelompok itu sendiri (intern). Unsur kelompok adalah pengurus kelompok dan anggota kelompok, sehingga yang perlu diperbaiki adalah pengurus kelompok dan anggota kelompok itu sendiri. Upaya ini dilakukan untuk menjawab permasalahan lemahnya kepengurusan kelompok misalnya, tidak berperannya ketua, sekretaris atau bendahara kelompok dalam kegiatan kelompok, rendahnya disiplin anggota baik dalam berpartisipasi pada kegiatan kelompok maupun dalam mengembalikan pinjaman kepada kelompok. Program penguatan kelompok usaha bersama ternak sapi ini dilakukan dengan dua kegiatan, yaitu ; 1. Peningkatan Kemampuan Organisasi Pengurus Kelompok Mengingat selama kurun waktu tiga tahun berdirinya kelompok belum pernah diadakan kegiatan peningkatan kemampuan organisasi pengurus kelompok, maka kegiatan ini perlu dilaksanakan untuk menjawab lemahnya kemampuan manajerial pengurus kelompok. Penanggungjawab kegiatan ini adalah pengurus kelompok yang bersangkutan dengan sumber biaya dari kas kelompok. Kegiatan ini dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan Pemerintah Desa Beji, Kecamatan Patuk dan Dinas Sobermas Kabupaten Gunungkidul serta Dinas Sosial Propinsi DIY. Langkahnya adalah KUBE di Desa Beji berkoordinasi dengan Pemerintah Desa Beji dan Kecamatan Patuk untuk mengajukan proposal permohonan bimbingan peningkatan kemampuan organisasi bagi pengurus KUBE kepada Kepala Dinas Sosial Propinsi DIY dengan temb usan disampaikan kepada Kepala Dinas Sobermas Kabupaten Gunungkidul. Dengan dilakukannya kegiatan ini diharapkan kemampuan organisasi pengurus KUBE semakin baik dan performa pengurus bertambah mantap sehingga dapat mempengaruhi performa KUBE kearah progresifitas. 2. Kegiatan Pembuatan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumahtangga Kelompok. Kegiatan ini perlu dilakukan karena KUBE yang ada di Desa Beji belum memiliki AD-ART. Dalam pembuatan AD-ART ini perlu diperhatikan ;

139 112 a. Syarat menjadi anggota dan pengurus kelompok harus ditetapkan terlebih dahulu sehingga kelompok lebih selektif. Hal tersebut untuk mengantisipasi permasalahan yang menyangkut keanggotaan dan kepengurusan kelompok selama perjalanan kelompok tetap berjalan. b. Hak dan kewajiban pengurus harus ditetapkan untuk memperjelas kinerja pengurus kelompok, demikian juga hak dan kewajiban anggota perlu diperjelas agar anggota dapat mantap dalam mengikuti semua kegiatan kelompok. c. Aturan lain yang berkaitan dengan kelompok, misalnya aturan simpan pinjam, aturan tentang pengembangan kelompok, aturan tentang sanksi terhadap pengurus dan anggota kelompok dan lain sebagainya. Program Pelatihan Ketrampilan dan Penyuluhan Program pelatihan ketrampilan ini dilakukan untuk menjawab permasalahan kurang trampilnya anggota dalam kegiatan-kegiatan pengembangan kelompok. Dengan program ini diharapkan kemampuan dan ketrampilan anggota akan selalu bertambah sehingga dapat merangsang perkembangan usaha kelompok. Program ini dapat dilakukan dengan mengajukan proposal permohonan pelatihan ketrampilan dan penyuluhan berkala yang disetujui oleh Lurah dan Camat kepada Dinas dan Instansi terkait misalnya Dinas Sosial, Dinas tenaga kerja, Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Perindustrian atau lembaga lain yang peduli dengan pengembangan ma syarakat. Diharapkan dengan kegiatan ini performa anggota kelompok akan bertambah baik dan akan meningkatkan performa KUBE. Program Penguatan Modal Program penguatan modal dilakukan untuk menjawab permasalahan utama setiap KUBE yang ada di Desa Beji, yaitu kurangnya permodalan kelompok. Setiap usaha yang dilakukan oleh kelompok pastilah dipengaruhi oleh modal yang dimiliki oleh kelompok. Hasil kajian menunjukkan bahwa kelemahan utama setiap kelompok usaha yang menjadi sampel kajian adalah kurang modal usaha.

140 113 Dengan program ini diharapkan terjadinya penambahan modal yang signifikan. Terdapat dua kegiatan dalam program penguatan modal kelompok ini, yaitu ; a. Penguatan modal melalui kegiatan intern kelompok, yaitu dengan cara; (1). menanam tanaman produktif baik jangka panjang maupun jangka pendek di tanah milik anggota dan pengurus kelompok, dengan hasil produksi untuk tambahan modal kelompok. Misalnya setiap anggota dan pengurus diwajibkan menanam satu pohon pisang di tanah miliknya dan diwajibkan untuk mengurusnya, maka maksimal enam bulan sekali akan panen pisang dan hasilnya dapat dijual kepada bakul (pedagang) setempat. Harga satu tandan pisang bisa mencapai Rp ,00 hingga Rp ,00 dikalikan 10 (jumlah anggota dan pengurus kelompok). Jika dilakukan dengan baik maka pohon pisang akan beranak terus dan modal kelompok akan bertambah banyak. (2). Lebih mengoptimalkan kerja kelompok untuk menambah modal kelompok. Kerja kelompok ini dilakukan oleh pengurus dan anggota apabila masyarakat diluar kelompok membutuhkan tenaga kerja di sektor pertanian. Upah atau jasa tenaga kerja untuk setiap kerja kelompok adalah Rp ,00 per orang per hari dihitung mulai kerja jam sampai dengan Dibuat sistem denda, yaitu apabila kerja kelompok dilakukan sedangkan anggota atau pengurus kelompok tidak dapat hadir dan tidak mewakilkan maka dikenakan denda sebesar Rp ,00 per orang per hari. Jasa tenaga kerja tersebut masuk ke kas kelompok. Apabila frekwensi kerja kelompok ditambah maka akumulasi modal akan bertambah banyak pula. b. Melakukan kegiatan menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan lembaga keuangan baik Bank, koperasi maupun lembaga keuangan mikro (LKM) lainnya. Kegiatan ini dilakukan sebagai usaha untuk meningkatkan modal kelompok dengan cara mengajukan permohonan kredit lunak untuk menunjang kegiatan produktif kelompok. Dibatasi dengan kegiatan produktif diarahkan agar kelompok menghasilkan barang yang laku di pasar sehingga sebagian keuntungan dapat digunakan untuk mengembalikan pinjaman tersebut.

141 Program Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif 114 Program pengembangan ekonomi produktif ini diarahkan untuk menambah pendapatan kelompok yang akan berimbas pula pada penambahan pendapatan anggota kelompok. Program ini sesuai dengan sembilan kunci sukses pengembangan KUBE, yaitu ; 1. Usaha ekonomi berdasarkan rencana usaha dan anggaran yang disepakati bersama dalam kelompok 2. Usaha ekonomi berorientasi pasar 3. Menggunakan modal usaha sesuai dengan kebutuhan usaha 4. Menggunakan bahan baku yang mudah diperoleh di lingkungan setempat 5. Melakukan usaha dengan keterampilan yang dimiliki 6. Sistem pengelolaan usaha ekonomi dapat dilaksanakan semua anggota 7. Ada komitmen dan kerjasama yang kuat dari anggota untuk berhasil 8. Harga yang ditawarkan menguntungkan dan bersaing di pasar 9. Adanya kebersamaan dalam menghadapi hambatan. Program pengembangan usaha ekonomi produktif ini berkaitan dengan tiga program di atas; pertama penguatan kelompok diperlukan sebagai program awal guna perbaikan kelompok dari dalam, sehingga apabila kelompok sudah mantap maka perjalanan kelompok akan lancar; kedua, program bimbingan keterampilan dan penyuluhan untuk meningkatkan sumberdaya manusia baik pengurus dan anggota kelompok serta sebagai upaya monitoring dan evaluasi bagi kelompok usaha; ketiga pemupukan modal dilakukan guna menunjang pengembangan usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh kelompok. Program pengengembangan usaha ekonomi produktif ini dilakukan dari pengelolaan satu usaha ekonomi produktif yang sudah ada yaitu usaha ternak sapi menjadi beberapa jenis usaha ekonomi produktif lainnya sesuai dengan minat dan kemampuan yang dimiliki oleh anggota dan pengurus kelompok, yang disesuaikan dengan potensi sumberdaya di wilayah setempat. Pengembangan usaha ekonomi produktif yang ditawarkan oleh anggota kelompok adalah; 1. Penggemukan sapi 2. Ternak kambing, 3. Ternak ayam kampung, 4. Jual beli hewan ternak, 5. Jual beli HMT 6. Pembuatan emping mlinjo

142 115 Dengan melakukan berbagai jenis usaha ekonomi produktif maka kelompok akan lebih dinamis dan perkembangannya akan mengarah kepada progresifitas kelompok. Sehingga pendapatan kelompok akan meningkat dan memacu pendapatan dan kesejahteraan anggota kelompok. Program Kemitraan Program pengembangan kemitraan ini dilakukan sebagai langkah lebih lanjut apabila keempat program di atas dilaksanakan oleh kelompok usaha. Program ini mencakup upaya untuk membangun jejaring dengan berbagai pihak terkait; perguruan tinggi, dunia usaha, organisasi sosial/lsm, Pemerintah dan Lembaga Keuangan baik yang mikro (BMT, koperasi) maupun makro (Bank).Membangun model kerjasama kemitraan dalam memberdayakan kelompok usaha bersama dengan elemen kemitraan di atas untuk menggerakkan dan memobilisasi sumberdaya, kelembagaan masyarakat, mendorong untuk kompetisi berprestasi, mengurangi ketergantungan kepada salah satu pihak dan guna dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Program Pengembangan kemitraan ini dibangun dengan prinsip-prinsip pengembangan kemitraan sebagai berikut ; 1. Keterlibatan komunitas kelompok miskin Jalinan kerjasama dalam membangun pengembangan kelompok harus melibatkan komunitas dalam pengambilan keputusan maupun dalam kegiatan usaha lainnya. Kondisi ini untuk membangun jiwa ownership terhadap komunitas miskin yang dimulai dari proses pembelajaran. 2. Otonomi dan saling menguntungkan Hubungan kemitraan ini perlu ditopang dengan nilai-nilai kemandirian yang memberi ruang yang cukup bagi komunitas miskin untuk menentukan pilihan dan mengatur sumberdayanya sendiri, artinya komunitas miskin memiliki otoritas sendiri. Namun dengan otoritas tersebut harus dapat memberikan manfaat bagi lembaga lain yang diajak bermitra. 3. Pertanggungjawaban Pengembangan kemitraan ini harus didasari oleh adanya wewenang dan tanggungjawab bersama terhadap keputusan yang diambil. Pertanggung jawaban yang jelas akan mendorong komunitas miskin untuk lebih giat melaksanakan usaha-usaha ekonominya. 4. Keterbukaan (transparansi)

143 116 Setiap kelompok yang terlibat baik KUBE maupun lembaga lain yang bermitra harus mampu membangun sistem dan prosedur yang mudah dan terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan. 5. Kesetaraan Komunitas miskin dalam kemitraan memiliki kedudukan yang setara dengan pihak lain yang diajak bermitra. Hal ini menumbuhkan semangat bagi komunitas miskin untuk menjadi aktor atau subyek dalam mengambil berbagai keputusan. 6. Mendukung Penguatan Civil Society Dalam pengembangan kemitraan ini diharapkan bermanfaat dalam membangun civil society di lingkungan komunitas miskin, agar tercipta komunitas yang responsif dalam mengatasi kemiskinannya. Penguatan civil society ini juga diarahkan pada upaya pemandirian komunitas miskin. 7. Profesionalisme Dalam kemitraan ini hendaknya didasarkan pada profesionalisme dimana menempatkan komunitas miskin sebagai individu yang memiliki kemampuan dan keahlian yang mampu menyelesaikan tugas-tugas kehidupannya. Dengan memperhatikan tujuh prinsip kemitraan tersebut diharapkan program kemitraan yang dikembangkan oleh KUBE dengan berbagai pihak dapat saling menguntungkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Adapun bentuk-bentuk kemitraan yang ditawarkan oleh KUBE ternak sapi yang ada di Desa Beji adalah sebagai berikut ; 1. Kemitraan dengan Dunia Usaha Kemitraan dengan Dunia Usaha bertujuan untuk membuka, menyiapkan dan mengembangkan lapangan kerja, akses pasar dan jaminan sosial. Kegiatannya meliputi; kajian kelayakan usaha, bimbingan tehnis, pengelolaan usaha, quality control, jaminan pemasaran, pengembangan modal usaha dan akses jaminan sosial. 2. Kemitraan dengan Orsos/LSM Kemitraan dengan Orsos/LSM bertujuan untuk memberikan pendampingan sosial terhadap usaha-usaha yang dilaksanakan oleh komunitas miskin tersebut baik secara individu maupun kelompok. Dalam hal ini LSM berperan dalam memobilisasi berbagai sistem sumber yang dapat digunakan dalam upaya pemberdayaan masyarakat, membuka berbagai aksesibilitas yang tersedia bagi komunitas.

144 Kemitraan dengan Perguruan tinggi Kemitraan dengan perguruan tinggi dilakukan dengan memberikan berbagai jenis pelatihan keterampilan yang mampu meningkatkan SDM komunitas, melakukan penelitian untuk meningkatkan produktivitas komunitas maupun penerapan tehnologi baru. Perguruan tinggi juga dapat berperan sebagai mediator dan fasilitator program pengembangan KUBE yang melibatkan berbagai pihak. 4. Kemitraan dengan Lembaga Keuangan Kemitraan dengan lembaga keuangan bertujuan untuk meningkatkan akses permodalan usaha KUBE, peningkatan kualitas manajemen keuangan KUBE. Pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh KUBE dapat dilihat dalam gambar pola umum kemitraan di bawah ini : Gambar 8 Pola Kemitraan KUBE Ternak Sapi PEMERINTAH Policy, Regulasi dan perijinan Lingkungan kondusif Transparansi Koordinasi Kebijakan yang berpihak pada komunitas miskin Kesempatan Kerja Keadilan Sosial Kesetaraan Jaminan Sosial DUNIA USAHA KOMUNITAS MISKIN Pelatihan Permodalan Pemasaran Pekerjaan Pengembangan Usaha Keterampilan Pendapatan Pengembangan pola kemitraan ini dilakukan dengan peleburan dari berbagai pihak dalam satu visi dan misi yang sama. Kesepakatan penentuan tujuan yang hendak dicapai harus dimusyawarahkan dengan baik sehingga

145 118 semua stakeholders dalam kemitraan akan diuntungkan. Dengan kondisi seperti itu diharapkan pola kemitraan yang dapat mendukung pengembangan kelompok akan dapat berkesinambungan tidak berhenti pada kurun waktu tertentu.

146 Ikhtisar 119 KUBE ternak sapi di Desa Beji dibentuk untuk meningkatkan kesejahteraan petani miskin di Desa Beji, dengan harapan dapat mengurangi angka kemiskinan di sana. Setelah diketahui sejarah berdirinya, performa KUBE, pengaruhnya terhadap kesejahteraan anggota serta faktor-faktor yang mempengaruhi performa KUBE tersebut. Melalui analisis masalah, potensi dan kebutuhan KUBE dengan media diskusi kelompok maka dapat dilakukan rencana program pengembangan KUBE ternak sapi di Desa Beji. Upaya rencana program tersebut dilakukan dengan media diskusi kelompok yang dilakukan dengan masingmasing kelompok dan dilanjutkan diskusi kelompok skala desa yang melibatkan berbagai stakeholders yang terlibat dalam upaya pengembangan program KUBE ternak sapi. Rencana pengembangan program tersebut meliputi; (1) program penguatan kelompok dengan kegiatan peningkatan kemampuan managemen organisasi bagi pengurus kelompok dan pembuatan anggaran dasar dan anggaran rumahtangga KUBE, (2) Program pelatihan ketrampilan dengan kegiatan pelatihan ketrampilan bagi anggota dan pengurus kelompok dan penyuluhan sosial secara berkala, (3) Program penguatan modal dengan kegiatan menanam tanaman produktif yang hasilnya untuk menambah modal kelompok serta melakukan kegiatan menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan LKM dan Bank, (4) Program pengembangan UEP dengan kegiatan penggemukan sapi, ternak kambing, ternak ayam kampung, jual beli hewan ternak dan jual beli HMT, (5) Program kemitraan dengan kegiatan kemitraan dengan dunia usaha, kemitraan dengan orsos/lsm, kemitraan dengan perguruan tinggi, kemitraan dengan lembaga keuangan.

147 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program pengembangan Usaha Ekonomi Produktif Fakir Miskin melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) ternak sapi dilakukan di Desa Beji pada tahun Program ini merupakan program yang berasal dari Departemen Sosial, melalui Dinas Sosial Propinsi DIY, Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (Sobermas) Kabupaten Gunungkidul, Bagian Kesejahteraan Sosial Kecamatan Patuk dan komunitas petani miskin yang ada di Desa Beji yang menjadi aktor pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari program ini adalah meningkatkan motivasi, interaksi dan kerjasama komunitas petani miskin dalam kelompok usaha, mendayagunakan potensi dan sumber sosial ekonomi di tingkat lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan sosial ekonomi dengan berbagai stakeholders. Diakui bahwa untuk jangka panjang program tersebut membawa manfaat bagi komunitas petani miskin yang ada di Desa Beji, tetapi untuk jangka pendek belum dapat dirasakan oleh komunitas petani yang ada. Dalam kajian ini diambil tiga kelompok yang dianggap mewakili lima kelompok yang ada. Masing-masing kelompok mempunyai performa yang berbeda-beda. Performa KUBE dipengaruhi oleh performa anggota, performa pengurus, dukungan dari pihak luar kelompok, potensi sumberdaya ekonomi dan modal sosial. Dari hasil kajian diperoleh permasalahan kelompok sebagai berikut; 1). Kurang permodalan, 2). Pengurus kurang optimal kinerjanya, 3). Anggota kurang kompak, 4). Usaha kurang berkembang, 5). Belum dapat menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai pihak. Setelah diadakan diskusi kelompok dengan masing-masing KUBE maka dilakukan rancangan model program pengembangan KUBE ternak sapi di Desa Beji ini sebagai berikut ; 1). Program penguatan kelompok dengan kegiatan peningkatan kemampuan organisasi pengurus kelompok dan pembuatan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KUBE, 2). Program Pelatihan Ketrampilan, 3). Penguatan Modal Kelompok dengan kegiatan penguatan modal dengan kegiatan intern kelompok dan kegiatan kerjasama keuangan dengan

148 121 berbagai lembaga keuangan, 4).Program Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif dengan kegiatan usaha antara lain; penggemukan sapi, ternak kambing, ternak ayam kampung, jual beli hewan ternak, jual beli HMT dan pembuatan emping mlinjo, dan 5). Pr ogram Kemitraan dengan berbagai stakeholders dengan pola saling menguntungkan antara komunitas, pemerintah dan kalangan dunia usaha. Rekomendasi Dalam upaya pengembangan program pemberdayaan komunitas petani miskin melalui usaha ekonomi produktif KUBE ternak sapi di Desa Beji maka rekomendasi diberikan kepada : 1. Pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial Propinsi DIY, Dinas Sobermas Kabupaten Gunungkidul dan Dinas Insansi terkait agar mengeluarkan regulasi dan kebijakan yang berpihak kepada komunitas miskin. Memberikan peluang yang luas bagi anggota masyarakat pelaku KUBE untuk melakukan modifikasi usaha sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk melihat perkembangan kelompok. Mengadakan bimbingan, pelatihan dan penyuluhan kepada komunitas petani miskin di Desa Beji. Membuat kebijakan, regulasi dan perijinan kepada dunia usaha yang mempunyai kepedulian pada pemberdayaan komunitas petani miskin di Desa Beji. 2. Dunia Usaha, dalam hal ini lembaga keuangan mikro seperti koperasi dan BMT dan Bank untuk memberikan pelatihan keuangan, permodalan, dan manajemen organisasi kepada kelompok usaha bersama agar kondisi kelompok lebih baik dan mantap. 3. Pemerintah desa, dalam hal ini pendamping kelompok untuk selalu memonitor dan mengevaluasi serta memberikan penyuluhan kepada kelompok usaha agar perkembangan kelompok menuju ke arah progresifitas dan langkah-langkah kelompok dalam menyelesaikan masalah kelompok dapat segera dilakukan.

149 DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukmito Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial; Seri Pemberdayaan Masyarakat 02. FE UI. Jakarta. Amaluddin, Moh Kemiskinan dan Polarisasi Sosial ; Studi Kasus di Desa Bulugede, Kabupaten Kendal Jawa Tengah. UI Press. Jakarta. Bastaman, Komir Pemberdayaan, Pusdiklat Kesejahteraan Sosial, Jakarta. Basuki, Untung Peran Pendamping Kelompok Dalam Pengembangan KUBE, dalam MEDIA INFORMASI. Kajian Permasalahan Sosial dan UKS No. 07. Baswir, Revrisond, dkk Pembangunan Tanpa Perasaan; Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Elsam. Jakarta. Budijanto, B Orde Baru dan Pembangunan Desa; Sebuah Perspektif Sejarah. Institute for Community and Development Studies. Jakarta. Cahyono, Sunit Agus Tri Usaha-Usaha dan Faktor Penghambat Pemberdayaan Keluarga Miskin Desa Tertinggal Sinar Jaya Kabupaten Pandeglang. dalam Populasi No. 5 Jakarta. Chambers, Robert Participatory Rural Appraisal, Memahami Desa Secara Partisipatif. Yayasan Obor. Yogyakarta. Christenson, J.A and Robinson, Jr, J.W Community Development in Perspective. Iowa State University Press. Ames. Craig, Gary and Marjorie Mayo Community Empowerment. A Reader in Participation and Development. London: Zed Books. Dahlan, Rukmini Penelitian Tingkat Keberhasilan Program Pembinaan Karang Taruna Melalui Kelompok Usaha Bersama Dalam Pengentasan Kemiskinan, dalam JURNAL Penelitian dan Pengembangan UKS vol.8 Nomor 2 Juni. Daryanto, Totok Menuju Pembangunan Yang Berpusat Pada Manusia, dalam Suparjan Pengembangan Masyarakat. Aditya Media. Yogyakarta. Depsos RI Pengembangan UEP Fakir Miskin Melalui KUBE dan LKM. Dirjend Bansos. Jakarta Depsos RI Program Kesejahteraan Sosial. Jakarta. Fear, F.A and Schwarzweller, H.K Introduction: Rural Sociology, Community and Community Development. JAI. Greenwich and London

150 123 Friedman, John Empowerment, the Politic of Alternatif Development. Blackwell. Massachussets. Grootaert, Christian Social Capital, Household Welfare and Poverty in Indonesia. Local Level Institutions Working Paper 6 World Bank. Social Development Departmen. Washington DC Gunardi dkk Pengantar Pengembangan Masyarakat. Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Hafsah, M. Jafar Kemitraan Usaha. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Hakim, Budi Rahman Ada Apa Dengan Program Penanggulangan Kemiskinan Kita. dalam Interaksi Edisi XVI. 23 Mei Hikmat, Harry Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press. Bandung. Ife, Jime Community Development: Creating Community Alternatives Vision, Analysis and Practice. Melbourne. Longman. Jamasy, Owin Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan. Belantika. Jakarta. Khudori Neoliberalisme Menumpas Petani. Resist Book. Yogyakarta. Korten, David. C Community Management. Kumarian Press. Westaharford. Connectitut. Listyawati, Andayani Peningkatan Kesejahteraan Keluarga Fakir Miskin Melalui KUBE di Desa Gayamharjo, Sleman. dalam JURNAL Penelitian dan Pengembangan UKS vol.1 Nomor 4 Januari. Mardalis Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara. Jakarta. Mardiniah, Naning Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Desa, dalam Wirutomo, Paulus Paradigma Pembangunan di Era Otonomi Daerah. Cipruy. Bandung. Maskun, Sumitro UDKP sebagai Sarana Pemenuhan Kebutuhan Pokok Rakyat Desa. dalam Suparjan Pengembangan Masyarakat. Aditya Media. Yogyakarta. Media Informasi Penelitian No. 70. TH. Ke 26. Bulan April Monografi Desa Beji Tahun Nasdian, Fredian Tonny dan Dharmawan, Arya Hadi Sosiologi untuk Pengembangan Masyarakat. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

151 124 Nasdian, Fredian Tonny dan Bambang, Sulistyo Utomo Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Payne, Malcolm Modern Social Work Theory, Second Edition. MacMillan Press. London. Prijono, Onny S, & A.M.W, Pranarka Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan dan Implementasi. CSIS. Jakarta. Shardlow, Steven Values, Ethics and Social Work dalam Payne, Malcolm Modern Social Work Theory, Second Edition. MacMillan Press. London. Sitorus, M.T. Felix dan Agusta, Ivanovich Metodologi Kajian Komunitas. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Program Pascasarjana Magister Profesional Pengembangan Masyarakat (MPM). IPB. Bogor. Soekanto, Soerjono Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sosialismanto, Duto Hegemoni Negara Ekonomi Politik Pedesaan Jawa. Lapera. Yogyakarta. Suharto, Edi, dkk Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial, Studi Kasus Rumah Tangga Miskin di Indonesia. STKS Press. Bandung. Sumardjo dan Saharudin Metode-Metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Program Pascasarjana Magister Profesional Pengembangan Masyarakat (MPM). IPB. Bogor. Sumodiningrat, Gunawan Tahun 2009 Penduduk Miskin Tinggal 8 Persen. dalam Interaksi Edisi XVI. 23 Mei Suparjan Pengembangan Masyarakat. Aditya Media. Yogyakarta. Suyanto Profil Perkembangan KUBE Dalam Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pengentasan Fakir Miskin. dalam JURNAL Penelitian dan Pengembangan UKS vol.7. Nomor 03 September. Winarno, Endro, dkk Penelitian Ujicoba Pola Pengentasan Keluarga Miskin Berbasis Masyarakat di Propinsi Lampung. B2P3KS. Yogyakarta. Yustika, Ahmad Erani Negara VS Kaum Miskin. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

152 126 Foto 1 Aktifitas Petani Miskin Lahan Tegalan Foto 2 Aktifitas Petani Miskin Lahan Sawah Foto 3 Salah Satu SDA di Desa Beji Foto 4 HMT untuk Ternak Sapi Foto 5 Diskusi Kelompok dg Stakeholders Foto 6 Peserta Diskusi Kelompok Tingkat Desa di Balai Desa Beji

153 127 Foto.7. Profil fisik KUBE ternak sapi Foto.8. Wawancara dengan pegawai Dinas Sosial Foto.9. Diskusi kelompok dg KUBE UMA Foto.10. Diskusi kelompok dg KUBE Karya Manunggal Foto.11. Wawancara dengan Pendamping KUBE Foto.12. Stakeholders dari akademisi mengemukakan pendapat dalam diskusi kelompok di Balai Desa Beji

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2005

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS (STUDI KASUS KESIAPSIAGAAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DAERAH RAWAN BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI DESA KIDANGPANANJUNG KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG PROPINSI

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH Merza Gamal SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan umum sebagai mana tercantum dalam Undang-Undang 1945 alinea ke 4. Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang berorientasi pertumbuhan di masa lalu telah menumbuhkan suatu kesenjangan yang besar, dimana laju pertumbuhan ekonomi tidak seimbang dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha I. Pendahuluan Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU) MOHAMAD ZAINURI SEKOLAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa I. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi makro

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di Indonesia merupakan kegiatan yang masih banyak dilakukan oleh penduduk dalam memperoleh penghasilan. Menurut hasil Sensus Pertanian tahun 2003, jumlah rumah

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH 1 PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi Di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II

PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II PENDAHULUAN Pembangunan nasional merupakan wahana bagi kita untuk membangun kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Dalam program

BAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Dalam program BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini menganalisis kapasitas pendamping KUBE dan faktor penghambat pendampingan dengan mengambil studi kasus pendampingan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di

Lebih terperinci

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dekade 2000, persentase penduduk miskin di Indonesia pernah mengalami penurunan yaitu dari 40,1% menjadi 11,3%, namun pada periode 2002 angka ini menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N Latar Belakang Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih termasuk ke dalam kategori negara berkembang. Ilmu pengetahuan dan perekonomian menjadi tolak ukur global sejauh mana suatu negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi dan politik yang terjadi sejak akhir tahun 1997 telah menghancurkan struktur bangunan ekonomi dan pencapaian hasil pembangunan di bidang kesejahteraan sosial selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Desa Sudimoro bermata pencaharian sebagai petani yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Desa Sudimoro bermata pencaharian sebagai petani yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Problematik Desa Sudimoro terletak di Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. Ratarata penduduk Desa Sudimoro bermata pencaharian sebagai petani yang mengandalkan hasil

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I 1 A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pembangunan nasional pada hakekatnya adalah rangkaian upaya pembangunan manusia yang berkesinambungan dan dilakukan secara sengaja untuk meningkatkan kualitas yang

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kemiskinan perdesaan telah menjadi isu utama dari sebuah negara berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK

BAB II KERANGKA TEORITIK BAB II KERANGKA TEORITIK A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (Empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan) keterangan. Ide utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO (Studi Kasus di Desa Sidondo I Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) GITO YULIANTORO

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) GITO YULIANTORO PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) (Studi kasus di PKBM Mitra Mandiri Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi))

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ANALISIS PERAN GENDER DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHANBATU PROPINSI SUMATERA UTARA) MAILINA HARAHAP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI 54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI Oleh: Dhio Adenansi, Moch. Zainuddin, & Binahayati Rusyidi Email: dhioadenansi@gmail.com; mochzainuddin@yahoo.com; titi.rusyidi06@yahoo.com

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI IV Kampus Pusat Universitas Teknologi Yogyakarta Yogyakarta, 5 April 2007 --- ISBN 978-979-1334-20-4 PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN

Lebih terperinci

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 8.1 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Upaya untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat perlu terus dilakukan. Untuk mengatasi kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya secara individu maupun kelompok bila berhadapan dengan penyakit atau kematian, kebingungan dan ketidaktahuan pada

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya.

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya. Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN Minggu ke 12 Pemberdayaan (empowerment) Power/daya Mampu Mempunyai kuasa membuat orang lain melakukan segala sesuatu yang diinginkan pemilik kekuasaan Makna Pemberdayaan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung maupun tidak manusia hidup dari tanah. Bahkan bagi mereka yang hidup bukan dari tanah pertanian,

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara, fenomena kesenjangan perkembangan antara wilayah selalu ada sehingga ada wilayah-wilayah yang sudah maju dan berkembang dan ada wilayah-wilayah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH 7.1. Isu Strategis Berbagai masalah yang dialami oleh miskin menggambarkan bahwa kemiskinan bersumber dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan dalam memenuhi

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Malaysia khususnya Negara Bagian Sarawak. Kondisi ini

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci