BAB II GAMBARAN UMUM KAUM DISABILITAS DI KOTA MEDAN. A. Jumlah Populasi Kaum Disabilitas di Kota Medan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II GAMBARAN UMUM KAUM DISABILITAS DI KOTA MEDAN. A. Jumlah Populasi Kaum Disabilitas di Kota Medan"

Transkripsi

1 BAB II GAMBARAN UMUM KAUM DISABILITAS DI KOTA MEDAN A. Jumlah Populasi Kaum Disabilitas di Kota Medan Masih sangat sulit menemukan data yang paling akurat mengenai jumlah kaum disabilitas di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya perubahan data disabilitas dari indikator kesehatan menjadi indikator kesejahteraan sosial serta berubah-ubahnya definisi operasional mengenai disabilitas oleh instansi pemerintah di Indonesia. Definisi operasional yang berbeda mengenai penyandang disabilitas ini juga menjadi salah satu faktor tidak terpenuhinya hak-hak mereka dan sulit untuk menemukan angka yang paling pasti tentang jumlah mereka. Sebelumnya, Kementerian Sosial menyebutnya sebagai penyandang cacat, Kementerian Pendidikan Nasional menyebut dengan istilah anak berkebutuhan khusus, sedangkan Kementerian Kesehatan menyebut dengan istilah Penderita cacat. 32 Menurut Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses-Penyandang Cacat Sumatera Utara yaitu Bapak Drs. Samaun, kesulitan pendataan jumlah penyandang disabilitas ini juga disebabkan oleh masih adanya budaya malu di kalangan masyarakat yang memiliki anggota keluarga disabilitas. Kurangnya pengetahuan dan sikap sosial masyarakat, membuat mereka tidak proaktif dalam melaporkan 32 Eko Riyadi, at.al Vulnerable Groups: Kajian dan Mekanisme Perlindungannya. Yogyakarta: PUSHAM UII. hal. 293.

2 anggota keluarga mereka yang merupakan penyandang disabilitas bahkan cenderung menyembunyikan. Sehingga, data jumlah kaum disabilitas di Indonesia hanya berupa estimasi atau perkiraan saja. 33 Data rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di 21 Kecamatan di Kota Medan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1: Jumlah Kaum Disabilitas di 21 Kecamatan di Kota Medan Kecamatan Jenis Kesulitan Gangguan 1a 1b 1c JLH Tuntungan Johor Amplas Denai Area Kota Maimun Polonia Baru Selayang Sunggal Helvetia Petisah Barat Timur Wawancara dengan Ketua PPUA-PENCA Sumatera Utara, Bapak Drs. Samaun. Pada tanggal 06 Januari 2014.

3 Perjuangan Tembung Deli Labuhan Marelan Belawan TOTAL Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Jenis Kesulitan/ Gangguan, diakses tanggal 2 Januari 2014 pukul WIB. Keterangan : 1a. Sisa Penglihatan (Low Vision), 1b.Light Perception, 1c.Buta Total (Totally Blind), 2.Pendengaran, 3.Bicara, 4. Penggunaan Lengan Dan Jari, 5. Penggunaan Kaki (Berjalan), 6. Kelainan Bentuk Tubuh, 7. Mental Intelektual (Debil, Imbisil, Idiot, Down Syndrome), 8.Eks Penyakit Jiwa /Eks Psikotik. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah kaum disabilitas di Kota Medan sebanyak orang. Terbagi pada jenis kecacatan berbeda yaitu gangguan pada penglihatan atau tunanetra (Low Vision, Light Perception dan Totally Blind) sebanyak 293 orang, gangguan pada pendengaran atau tunarungu sebanyak 26 orang, gangguan untuk berbicara atau tunawicara sebanyak 352 orang, gangguan pada bagian tubuh atau tunadaksa (penggunaan pada lengan dan jari, penggunaan kaki dan kelainan bentuk tubuh) sebanyak 782 orang, gangguan pada mental atau tunagrahita sebanyak 527 orang dan eks penyakit jiwa sebanyak 31 orang.

4 Dari tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa Kecamatan Medan Johor merupakan kecamatan dengan jumlah warga penyandang disabilitas terbanyak di Kota Medan yaitu sebanyak 242 orang penyandang disabilitas. Sedangkan Kecamatan Medan Baru merupakan kecamatan yang memiliki jumlah warga penyandang disablitas yang paling rendah di Kota Medan yaitu sebanyak 11 orang penyandang disabilitas. Kaum disabilitas di Kota Medan juga sebagian besar didominasi oleh kaum laki-laki dan rata-rata merupakan penduduk usia produktif yaitu berusia diantara 15 sampai 65 tahun. Rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di Kota Medan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.2 dan rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di Kota Medan berdasarkan usia pada tabel 2.3 berikut: Tabel 2.2: Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kesulitan / Gangguan Perempuan Jenis Kelamin Laki-laki Sisa Penglihatan (Low Vision) 13 6 Light Perception 7 11 Buta Total (Totally Blind) Pendengaran Bicara Penggunaan Lengan dan Jari Penggunaan Kaki (Berjalan)

5 Kelainan Bentuk Tubuh Mental intelektual (Debil, imbisil, idiot, down syndrome) Eks penyakit jiwa/ eks psikotik 7 24 TOTAL Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Cacat Berdasarkan Jenis Kesulitan/ Gangguan, diakses tanggal 2 Januari 2014 pukul WIB. Tabel. 2.3: Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Usia Usia Jumlah 0-4 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun > 79 TOTAL Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Usia, diakses pada tanggal 2 Januari 2014 pukul WIB.

6 Bagi kaum disabilitas di Kota Medan, masih sulit untuk memperoleh pekerjaan di instansi pemerintah maupun pada perusahaan-perusahaan BUMN dan swasta. Meskipun, pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah Sumatera Utara telah mengeluarkan berbagai bentuk kebijakan mengenai kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, namun hal tersebut tidak mampu menjamin bahwa penyandang disabilitas akan diberikan kesempatan yang sama untuk bekerja pada instansi pemerintah, BUMN ataupun perusahaan swasta di Kota Medan. Setiap orang berhak atas atas pekerjaan. Hak atas pekerjaan terkandung dalam deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan diakui sebagai hak yang utama dalam hukum hak asasi manusia internasional dan juga terkandung dalam Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dimana hak atas pekerjaan menekankan pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya. Indonesia telah meratifikasi International Convention on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) sejak tahun Pasal 6 konvensi tersebut secara jelas menyatakan bahwa hak atas pekerjaan merupakan hak asasi manusia. Indonesia sebagai negara anggota ICESCR memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi semua hak dalam ICESCR tanpa diskriminasi. 34 Rekapitulasi jumlah penyandang disabilitas Kota Medan berdasarkan pekerjaan utamanya dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut: 34 Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Convention on Economic, Social and Cultural Rights.

7 Tabel 2.4: Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Pekerjaan Utamanya Pekerjaan Utama Jumlah Tidak Bekerja Buruh 76 PNS/ TNI/ POLRI 0 Petani 3 Jasa 91 Pegawai Swasta 1 Pegawai BUMN 0 Pedagang/ Wiraswasta 89 Peternakan/Perikanan 5 TOTAL Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Pekerjaan Utama, diakses pada tanggal 2 Januari 2014 pukul WIB. Salah satu hambatan masalah kesempatan atas pekerjaan bagi kaum disabilitas adalah ketidaksesuaian keterampilan tenaga kerja penyandang cacat dengan persyaratan jabatan dan kondisi kerja yang ada. 35 Kurangnya tingkat pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi kaum disabilitas di Kota Medan membuat kaum disabilitas tidak dapat memenuhi kriteria persyaratan dari instansi negara maupun perusahaan swasta. Sehingga, lebih banyak kaum disabilitas memilih bekerja sebagai wiraswasta dan bekerja pada sektor jasa, seperti menjadi 35 Alowie F. Tjepy Makalah Kesetaraan dan Kesempatan Kerja Bagi Tenaga Kerja Penyandang Cacat, Yayasan dan LBK di Wilayah Propinsi DKI Jakarta. hal. 3.

8 tukang pijit bagi tunanetra. Angka pengangguran juga cukup tinggi untuk kaum disabilitas di Kota Medan. Hal ini menunjukan bahwa masalah kaum disabilitas untuk memperoleh pekerjaan juga menambah hambatan-hambatan yang dialami kaum disabilitas dalam kehidupannya sehari-hari, selain hambatan budaya dan stigma masyarakat kepada mereka. Terlebih lagi mereka juga harus menghadapi masalah aksesibilitas fisik pada fasilitas umum yang belum juga memadai. Rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di Kota Medan berdasarkan tingkat pendidikan dan keterampilan utama yang dimiliki dapat dilihat pada tabel 2.5 dan 2.6 berikut: Tabel 2.5: Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Tidak Sekolah/ Tidak Tamat SD 1179 SD 389 SLTP 262 SLTA 163 D1/D2 0 D3/ Sarjana Muda 8 S1/D4 10 S2/S3 0 TOTAL 2011 Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Tingkat Pendidikan, diakses pada tanggal 24 Januari 2014 pukul WIB.

9 Tabel.2.6 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Keterampilan Utama Keterampilan Jumlah Tidak Memiliki 1762 Komputer 6 Elektronika 28 Jahit-menjahit 58 Pijat 61 Desain Grafis/ Percetakan 2 Keterampilan Logam 0 Pertukangan 19 Salon 6 Lainnya 35 TOTAL 1977 Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Keterampilan Utama, diakses pada tanggal 2 Januari 2014 pukul WIB. Berdasarkan tabel 2.5 diatas, dapat diketahui bahwa hanya 163 orang penyandang disabilitas yang berpendidikan hingga tingkat sekolah menengah atas dan hanya 18 orang yang meneruskan hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu pada tingkat diploma tiga dan strata satu. Sedangkan pada tabel 2.6 dapat diketahui terdapat 1762 orang disabilitas di Kota Medan yang tidak

10 memiliki keterampilan utama dan hanya sebagian kecil atau sebanyak 6 orang yang memiliki keterampilan utama Komputer. Padahal, keterampilan komputer atau pemahaman terhadap penggunaan alat-alat elektronik merupakan salah satu syarat yang paling sering diajukan perusahaan-perusahaan bagi calon tenaga kerjanya pada saat ini.

11 B. Organisasi dan Yayasan Kaum Disabilitas di Kota Medan Dalam mewujudkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penyandang Cacat , dimana salah satu prioritasnya yaitu bidang pembentukan organisasi swadaya penyandang disabilitas, maka di Kota Medan telah terdapat beberapa organisasi swadaya penyandang disabilitas. Salah satunya yaitu PPDI (Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia) yang memayungi beberapa organisasi penyandang disabilitas lainnya di Sumatera Utara. Diantaranya, HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia), PPUA-PENCA (Pusat Pemilihan Umum Akses-Penyandang Cacat), GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia), PETRI (Persatuan Tunarungu Indonesia), PETRU (Persatuan Tunarungu Sumatera Utara) dan lain-lain. Khusus untuk Penyandang tunanetra, PERTUNI (Persatuan Tuna Netra Indonesia) sebagai organisasi masyarakat penyandang tunanetra yang menasional cukup aktif melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan dan pemberdayaan serta memperjuangkan hak-hak tunanetra untuk mendapatkan aksesibilitas terhadap fasilitas publik, layanan publik, informasi dan komunikasi serta teknologi di Kota Medan. Dibidang politik, PERTUNI juga memiliki garis besar program kerja organisasi untuk memberikan pendidikan politik bagi tunanetra untuk menumbuhkan kesadaran akan hak-hak politiknya sebagai warga Negara Indonesia dan mendorong terlaksananya penyelenggaraan pemilihan umum yang

12 aksesibel bagi tunanetra agar mereka dapat menentukan pilihannya secara mandiri, bebas, langsung dan rahasia. 36 Seperti penuturan Bapak Mardison Tanjung selaku Ketua PERTUNI DPC Kota Medan, beliau menuturkan bahwa Partisipasi tuna netra dalam politik dan pemilihan umum yang aksesibel bagi tuna netra di Kota Medan menjadi salah satu yang sedang kami perjuangkan. Kami juga selalu melakukan pendidikan politik dalam setiap kesempatan, seperti pada setiap pertemuan-pertemuan anggota. 37 Khusus menangani pemilihan umum bagi penyandang disabilitas, terdapat juga organisasi yang mengkhususkan kegiatannya untuk memantau pemilihan umum yang aksesibel, yaitu PPUA-PENCA (Pusat Pemilihan Umum Akses- Penyandang Cacat) yang dibentuk pada tanggal 24 April Di Sumatera Utara, PPUA-PENCA diketuai oleh Bapak Drs. Samaun. Sesuai dengan tujuannya untuk mewujudkan aspirasi hak-hak politik penyandang cacat dalam Pemilu, pada tanggal 11 Maret 2013 lalu PPUA-PENCA bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat telah menandatangani MoU untuk meningkatkan partisipasi penyandang cacat dalam pemilihan umum. PPUA-PENCA juga menjadi organisasi penyandang disabilitas dari Indonesia yang menjadi mitra untuk bekerja sama dengan IFES (International Foundation for Electoral System) dan USAID (United States Agency for 36 Garis Besar Program Pertuni , Ketetapan Munas VII Pertuni Tahun 2009 Nomor III/TAP/MUNAS VII-PERTUNI/ Wawancara dengan Ketua PERTUNI Kota Medan, Bapak Mardison Tanjung. Pada tanggal 17 Januari 2014.

13 International Development) beserta beberapa organisasi masyarakat sipil dan organisasi penyandang disabilitas lainnya di Asia Tenggara untuk melakukan penelitian bersama terkait masalah penyandang disabilitas di Asia Tenggara (AGENDA-The General Election Network for Disability Access). Untuk yayasan penyandang disabilitas di Kota Medan terdapat 7 yayasan penyandang disabilitas, yaitu: Yayasan Karya Murni 2. Yayasan Taman Pendidikan Islam 3. Yayasan Abdi Kasih 4. Yayasan Bakti Luhur 5. Yayasana Grace Bethesda Abadi 6. Yayasan Musdalifah Asb Yatim 7. Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Tunanetra Indonesia 38 Wawancara dengan Ketua Seksi Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Medan, Ibu Deli Marpaung, SH. Pada tanggal 16 Januari 2014.

14 C. Kebijakan Pemerintah Daerah untuk Kaum Disabilitas di Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Keputusan Menteri Sosial No.82/HUK/2005 tentang Tugas dan Tata Kerja Departemen Sosial dinyatakan bahwa focal point dalam penanganan masalah penyandang disabilitas di Indonesia adalah Kementerian Sosial Republik Indonesia. Dinas Sosial Kota Medan memiliki tugas pada pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk penyandang disabilitas yaitu proses refungsionalisasi dan pengembangan kemampuan fisik, mental dan sosial secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman untuk memungkinkan penyandang disabilitas mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Dinas Sosial juga diberikan mandat dalam pemberian bantuan sosial serta pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial kepada kaum disabilitas di Kota Medan. Program rehabilitasi untuk tunadaksa di Kota Medan dilakukan di Panti PSBD Bahagia Medan. Di panti tersebut tunadaksa diberikan pelatihan selama setahun lamanya. Pelatihan Keterampilan yang diberikan berupa keterampilan bengkel, Komputer, reparasi hand phone, jahit menjahit dan sebagainya.

15 Untuk program dana jaminan sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Dinas Sosial Kota Medan hanya memberikan dana bantuan sosial secara rutin kepada penyandang disabilitas yang mengalami cacat tubuh berat atau yang memiliki derajat kecacatan yang tidak dapat direhabilitasi. Sejak tahun 2008 program bantuan ini diberlakukan dan hingga saat ini di Kota Medan terdapat 203 penyandang cacat total yang mendapatkan bantuan sosial setiap bulannya berupa uang sebesar Rp selama 12 bulan. Penyandang disabilitas lain seperti tunanetra, tunadaksaaksa, tunawicara dan lainnya dianggap telah dapat mandiri. Selain itu bantuan sosial berupa kursi roda, alat bantu dengar, kaki palsu dan lain-lain diberikan bersama dengan yayasan atau pihak swasta di Kota Medan. Bantuan sosial juga diberikan berupa stimulant bagi kelompokkelompok penyandang disabilitas dengan sebutan KUBE (Kelompok Usaha Bersama). 39 Hingga saat ini, belum terdapat satu peraturan daerah khusus untuk menangani masalah penyandang disabilitas di Kota Medan. Sehingga, segala kebijakan terkait masalah penyandang disabilitas diambil berdasarkan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia. Seperti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Kebijakan mengenai pendidikan bagi kaum disabilitas di Kota Medan 39 Loc. cit.

16 Pendidikan merupakan pilar utama bagi pembangunan manusia. Setiap manusia berhak untuk memperoleh pendidikan secara layak. Maka, hak atas pendidikan juga merupakan hak asasi bagi kaum disabilitas. Dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pada pasal 12 disebutkan bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berahlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia. Pada beberapa kasus, siswa yang berasal dari sekolah khusus menghadapi perlakuan diskriminatif karena pencapaian/ tingkat pendidikannya direndahkan dan dibedakan. Salah satunya adalah dengan Ijazah yang mereka miliki tidak dapat digunakan untuk melamar pekerjaan. Selain itu, pendidikan disekolah khusus bagi penyandang disabilitas, tunadaksa misalnya juga tidak terlalu tepat, karena penyandang disabilitas hanya memiliki kelainan pada anggota tubuh bukan pada kemampuan berpikirnya. Sehingga, dalam bidang pendidikan, pemerintah Indonesia telah memberlakukan kebijakan mengenai pendidikan inklusif, yaitu sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu

17 lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. 40 yatu: 41 Sistem pendidikan ini berlaku bagi peserta didik yang memiliki kelainan, a. tunanetra b. tunarungu c. tunawicara d. tunagrahita e. tunadaksa f. tunalaras g. berkesulitan belajar h. lamban belajar i. autis j. memiliki gangguan motorik k. menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya l. memiliki kelainan lainnya m. tunaganda Menurut Bapak Sir Jhon selaku Ketua PPDI Sumatera Utara terkait masalah pendidikan kaum disabilitas di Kota Medan, bahwa pernah beberapa tahun lalu terdapat kasus penolakan oleh sekolah terhadap siswa disabilitas di Kota Medan, Hal ini pernah menjadi ramai dibicarakan. Sehingga, pemerintah daerah pada saat itu mengambil tindakan untuk menangani masalah tersebut. Beliau juga menuturkan bahwa Sekolah inklusif bertujuan untuk adanya pembauran antara siswa penyandang disabilitas dengan siswa normal lainnya. Penyandang Disabilitas ini hanya memiliki keterbatasan pada fisiknya, bukan pada kemampuan berpikirnya. Banyak dari kalangan disabilitas yang berprestasi di 40 Lihat pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa. 41 Ibid, pasal 3 ayat 2.

18 bidang akademik. Sejak tahun 2009 telah diberlakukan sekolah percontohan untuk sekolah inklusif di Kota Medan, yaitu di Kecamatan Medan Marelan dan Tuntungan. Sehingga, untuk memajukan pendidikan penyandang disabilitas ini, sudah saatnya dibuat kebijakan mengenai sekolah inklusif, sehingga pada tiap-tiap kecamatan setidaknya terdapat 1 sekolah umum yang dapat menerima dan memberikan pendidikan yang sesuai bagi siswa penyandang disabilitas dan tidak boleh ada lagi sekolah yang menolak siswa disabilitas. 42 Pemberlakuan mengenai adanya sekolah yang menerapkan sistem pendidikan inklusif diatas sebenarnya telah sesuai dengan yang tercantum pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa. Dimana pada pasal 4 disebutkan bahwa Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta didik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). Menurut Ibu Deli Marpaung, SH selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Medan pada tanggal 16 Januari 2014 di Kantor Dinas Sosial Kota 42 Wawancara dengan Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Bapak. Sir Jhon. Pada tanggal 18 Januari 2014

19 Medan terkait masalah penyandang disabilitas dan pendidikan di Kota Medan, beliau menuturkan bahwa: 43 Kami saat ini sedang melakukan kordinasi dan sosialisasi bersama Dinas Pendidikan untuk menangani masalah sekolah inklusi di Kota Medan. Karena ada beberapa sekolah yang masih belum mau menerima anak-anak penyandang cacat dan fasilitas sekolah yang belum memudahkan bagi murid penyandang cacat. Seperti sekolah yang bertingkat sehingga menyulitkan bagi murid pengguna kursi roda. Kebijakan mengenai pekerjaan bagi kaum disabilitas di Kota Medan Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan. 44 Kesempatan yang sama diwujudkan dengan Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan. Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang 43 Wawancara dengan Ketua Seksi Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Medan, Ibu Deli Marpaung, SH, 16 Januari Lihat pasal 14 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.

20 memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan walaupun jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang. Serta perlakuan yang sama diwujudkan dengan pemberian perlakuan yang tidak diskriminatif termasuk di dalamnya kesamaan pengupahan untuk pekerjaan dan jabatan yang sama. 45 Untuk peningkatan angka penyandang disabilitas dalam mendapatkan kesempatan pekerjaan yang sama di perusahaan, selain telah tertulis jelas pada undang-undang juga telah dikeluarkan Surat Edaran Gubernur Sumatera Utara, sehingga terdapat 47 perusahaan BUMN maupun Bank di Sumatera Utara ini agar menerima penyandang disabilitas. Bapak Sir Jhon, Ketua PPDI menuturkan : 46 Padahal tidak ada ruginya perusahaan menerima penyandang disabilitas, malah perusahaan lebih mendapatkan keuntungan. Karena rata-rata penyandang disabilitas ini sangat telaten dalam bekerja. Misalnya, apabila yang pada umumnya dapat menghasilkan produk dalam sehari 2 buah, tuna rungu dapat menghasilkan 3 buah. Karena selama bekerja, tidak ada waktu yang terbuang misalnya untuk bercakap-cakap, sehingga mereka lebih fokus dengan pekerjaannya. Tentu saja dengan penyesuaian jabatan untuk penyandang disabilitas ini harus sesuai derajat kecacatannya. Contohnya, tunanetra dapat dipekerjakan sebagai Operator Telepon, tunarungu dan tunawicara sebagai cleaning service atau tunadaksa yang menguasai komputer ditempatkan sebagai karyawan urusan ketik mengetik. Kebijakan mengenai aksesibilitas fasilitas umum bagi kaum disabilitas di Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan, diatur bahwa setiap bangunan harus menyediakan 45 Lihat penjelasan pasal 14 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. 46 Wawancara dengan Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Bapak. Sir Jhon. Pada tanggal 18 Januari 2014.

21 fasilitas/infrastruktur untuk penyandang disabilitas, kecuali perumahan pribadi. Selain itu juga, ada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas. Peraturan tersebut mengatur bahwa setiap penyelenggaraan fasilitas umum dan infrastruktur harus menyediakan aksesibilitas yang setara. Di Kota Medan, terkait aksesibilitas penyandang disabilitas pada fasilitas umum juga belum menjadi prioritas bagi Pemerintah Daerah Kota Medan. Belum terdapat kebijakan ataupun peraturan daerah khusus untuk menangani masalah aksesibilitas fisik ini. Sehingga aksesibilitas fisik bagi penyandang disabilitas di Kota Medan masih sangat minim. Penyediaan aksesibilitas pada bangunan umum berupa ramp, toilet, guiding blok, handrail dan lain-lain juga penyediaan aksesibilitas pada alat transportasi umum juga masih perlu mendapatkan perhatian khusus pemerintah daerah Kota Medan. Asas aksesibilitas di Indonesia menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/ PRT/ M /2006 adalah: 1. Kemudahan, semua orang dapat mencapai semua tempat. 2. Kegunaan, semua orang dapat mempergunakan semua tempat. 3. Keselamatan, Setiap bangunan dan lingkungan harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang. 4. Kemandirian, setiap orang harus dapat mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat tanpa bantuan orang lain. Menurut Bapak Sir Jhon, hambatan paling utama bagi disabilitas di Kota Medan ini yaitu masalah aksesibilitas pada bangunan umum. Penyediaan aksesibilitas pada fasilitas publik masih sangat minim. Di Kota Medan, hanya di

22 tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan saja yang telah menyediakan aksesibilitas bagi disabilitas, sedangkan pada gedung-gedung pemerintahan misalnya, di Kota Medan hanya kantor Gubernur yang telah dilengkapi fasilitas aksesibilitas fisik bagi disabilititas. 47 Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Jenny Heryani, ketua Himpunan wanita disabilitas Indonesia, mengenai aksesibilitas fisik bagi disabilitas khususnya untuk tunanetra menurut beliau masih sangat jauh dari layak. 48 Aksesibilitas fisik pada fasilitas umum tentunya menjadi hak asasi bagi penyandang disabilitas. Hal tersebut juga menjadi kebutuhan utama mereka sehingga mereka dapat mengatasi hambatan-hambatan yang berasal dari keterbatasan fisik yang mereka miliki. Dengan itu mereka dapat melakukan aktivitas di luar rumah secara mudah, mandiri dan aman. Hal ini dapat mewujudkan partisipasi serta kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan bagi kaum disabilitas. 47 Loc. cit. 48 Wawancara dengan Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Dra. Jenny Heryani. Pada tanggal 07 Januari 2014.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan di dalam Pasal 1 butir (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan di dalam Pasal 1 butir (1) Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum untuk selanjutnya disebut Pemilu yang diselenggarakan secara langsung merupakan perwujudan kedaulatan rakyat. Pengakuan tentang kedaulatan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 1 TENTANG: PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

Lebih terperinci

PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN

PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2017

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2017 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara GUBERNUR BENGKULU PERATURAN GUBERNUR PROVINSI BENGKULU NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEI{YELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi International Classification of Functioning for Disability and Health (ICF)

Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi International Classification of Functioning for Disability and Health (ICF) Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi International Classification of Functioning for Disability and Health (ICF) Dr. Marjuki, M.Sc. Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Departemen

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS, PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DAN/ATAU PEMBELAJARAN LAYANAN KHUSUS PADA PENDIDIKAN TINGGI

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kerja memang menuntut manusia untuk mampu menguasai dan melaksanakan bidang pekerjaan yang sedang digeluti. Terlebih dengan semakin berkembangnya teknologi yang

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH TENTANG PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA

GUBERNUR ACEH TENTANG PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA f, b~.,( (/ GUBERNUR ACEH '--..--- L Menimbang Mengingat PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA GUBERNURACEH, a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL

PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL WALIKOTA SURAKARTA PERATURANWALIKOTASURAKARTA NOMOR 0 TAHUN ~O\'~ TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL DENGAN RAHMATTUHANYANGMAHAESA WALIKOTASURAKARTA,

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS I. UMUM Para penyandang disabilitas seringkali tidak menikmati

Lebih terperinci

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Didi Tarsidi Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Disajikan dalam Acara Sosialisasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KESETARAAN KEMANDIRIAN DAN KESEJAHTERAAN DIFABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KESETARAAN KEMANDIRIAN DAN KESEJAHTERAAN DIFABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KESETARAAN KEMANDIRIAN DAN KESEJAHTERAAN DIFABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang : a. bahwa difabel merupakan bagian

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERA TURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang Mengingat a. Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KESETARAAN DIFABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN II. 1 Keadaan Geografi Kelurahan II. 1. 1 Situasi Kelurahan Mangga Kelurahan Mangga terletak atau termasuk dalam wilayah Kecamatan Tuntungan. Kelurahan ini adalah pemukiman

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai rupa yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai rupa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai rupa yang berbeda antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Setiap manusia memiliki kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kejadian diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus sering kali terjadi di Indonesia. Menurut Komnas HAM, anak berkebutuhan khusus yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. berbatasan dengan keluarahan Kemiling Raya, kemudian sebelah selatan. Tabel 1 Luas wilayah menurut penggunaan

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. berbatasan dengan keluarahan Kemiling Raya, kemudian sebelah selatan. Tabel 1 Luas wilayah menurut penggunaan BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Kelurahan Sumberrejo 1. Letak Geografis Secara geografis letak Kelurahan Sumberrejo terletak di Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung dengan batas wilayah, sebelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

Penerapan Manajemen Pelayanan Inklusif Abstrak

Penerapan Manajemen Pelayanan Inklusif Abstrak Penerapan Manajemen Pelayanan Inklusif Abstrak Upaya penyediaan pelayanan publik seharusnya dilakukan pada semua sektor dan diperuntukkan untuk seluruh lapisan masyarakat, termasuk di antaranya masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penyandang

Lebih terperinci

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS 1 SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA

MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA Arni Surwanti 11 APRIL 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang

BAB I PENDAHULUAN. ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya suatu generasi baru, dimana anak menjadi generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang diharapkan mampu memikul

Lebih terperinci

SEMINAR PELAKSANAAN PERDA NOMOR 3 TAHUN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS di KABUPATEN KULON PROGO

SEMINAR PELAKSANAAN PERDA NOMOR 3 TAHUN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS di KABUPATEN KULON PROGO SEMINAR PELAKSANAAN PERDA NOMOR 3 TAHUN 2016 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS di KABUPATEN KULON PROGO Arni Surwanti 6 APRIL 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas LANDASAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1368, 2015 KEMENSOS. Penyandang Disabilitas. ASN. Aksesibilitas. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG AKSESIBILITAS APARATUR SIPIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah penyandang disabilitas atau sering kali disebut difabel tergolong sangat banyak. Berdasarkan hasil pendataan atau survey Pusdatin Depsos

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH AWALIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH AWALIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH AWALIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menumbuhkembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Memiliki lapangan pekerjaan, terlindung dari pengangguran, dan memperoleh kehidupan yang layak merupakan hak yang tidak dapat dicabut dari seseorang sebagai martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tidak akan terlepas dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class merupakan salah satu terobosan besar yang dicetuskan di dunia pendidikan. Hal ini karena

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penyandang cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah anugrah dan titipan dari tuhan yang harus di jaga dan di pelihara dengan baik. Seseorang yang masih dikategorikan sebagai seorang anak adalah sepenuhnya

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2017 KEMENRISTEK-DIKTI. Pendidikan Khusus. Pendidikan Layanan Khusus. PT. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Di perjalanan kehidupan suatu Bangsa selalu terjadi proses regenerasi yang pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan berdasarkan bab III ayat 5 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMENUHAN DAN PERLINDUNGAN HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL - 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai rumusan mengenai sifat negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara Indonesia yang diinginkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu mengambil

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini merupakan sebuah kewajiban negara dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menghormati,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menghormati, BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang memakai Pancasila sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menghormati, menjunjung tinggi harkat dan martabat

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS HERRY WIDYASTONO Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Khusus PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 6/9/2010 Herry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara yang telah ditunjuk untuk menyelenggarakan Sekolah Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN. 7. Jabatan : Kabag/Kasubag Keuangan Non Kabag/Kasubag Keuangan

DAFTAR PERTANYAAN. 7. Jabatan : Kabag/Kasubag Keuangan Non Kabag/Kasubag Keuangan Lampiran 1 Kuesioner Penelitian dan Daftar Responden DAFTAR PERTANYAAN A. Demografi Responden 1. Nama Instansi : 2. Nama Responden : 3. Jenis Kelamin : Pria Wanita 4. Usia : 25-30 Tahun : 31 40 Tahun Jen

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA I. UMUM Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya standar hidup seseorang (Todaro,2000). Oleh karena itu, status kesehatan yang relatif

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5494 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Kepegawaian. Aparatur Sipil Negara. Manajemen. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.43, 2015 KEMENSOS. Rehabilitasi Sosial. Profesi. Pekerjaan Sosial. Standar. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan BAB II Tinjauan Pustaka

DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan BAB II Tinjauan Pustaka DAFTAR ISI JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x INTISARI... xii ABSTRACT... xiii BAB I Pendahuluan...

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa upaya untuk memenuhi hak serta mempercepat perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas perlu dikoordinasikan dengan

2017, No d. bahwa upaya untuk memenuhi hak serta mempercepat perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas perlu dikoordinasikan dengan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.963, 2017 KEMENPP-PA. Anak Penyandang Disabilitas. Perlindungan Khusus. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

Mengatasi diskriminasi terhadap penyandang cacat: Persoalan dan strategi penting

Mengatasi diskriminasi terhadap penyandang cacat: Persoalan dan strategi penting Mengatasi diskriminasi terhadap penyandang cacat: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar Menguraikan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan salah satu pilar dasar dari sistem negara demokrasi. Pemilihan umum dilaksanakan di Indonesia secara langsung, umum, bebas, rahasia,

Lebih terperinci

SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS

SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS 23 AGUSTUS 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas Peraturan Daerah Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tersebar ke seluruh penjuru nusantara. Besarnya jumlah penduduk dan

BAB I PENDAHULUAN. dan tersebar ke seluruh penjuru nusantara. Besarnya jumlah penduduk dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan tersebar ke seluruh penjuru nusantara. Besarnya jumlah penduduk dan persebaran penduduk ini

Lebih terperinci

Standar Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Standar Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Standar Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Disampaikan dalam: Seminar Kesehatan Pengembangan Sinergitas Layanan Kesehatan Inklusi yang Tangguh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci